erosi dan konservasi vici

37
2003 Digitized by USU digital library 1 INDEKS BAHAYA EROSI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHANINCEPTISOL DESA TELAGAH KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT KEMALA SARI LUBIS; Ir. ABDUL RAUF, SU Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara Erosi Tanah Erosi Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya Erosi pada dasarnya proses perataan kulit bumi . Proses ini terjadi dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam ada dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air (Utomo, 1994). Akan tetapi dengan adanya aktifitas manusia di alam, maka manusia menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi (Sinukaban, 1986). Di daerah beriklim tropika basah, airlah yang merupakan penyebab utama erosi tanah. Sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi 2 sub proses yaitu penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi) dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan dan penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, 1989). Suatu bagian lereng mendapat input bahan-bahan tanah yang dapat dierosikan dari lereng atas serta penghancuran tanah di tempat tersebut oleh

Upload: vici-putri

Post on 21-Jul-2015

309 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

2003 Digitized by USU digital library 1 INDEKS BAHAYA EROSI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHANINCEPTISOL DESA TELAGAH KECAMATAN SEI BINGEI KABUPATEN LANGKAT

KEMALA SARI LUBIS; Ir. ABDUL RAUF, SU

Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah Universitas Sumatera Utara

Erosi Tanah

Erosi Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya

Erosi pada dasarnya proses perataan kulit bumi . Proses ini terjadi dengan penghancuran, pengangkutan dan pengendapan. Di alam ada dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air (Utomo, 1994). Akan tetapi dengan adanya aktifitas manusia di alam, maka manusia menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi (Sinukaban, 1986). Di daerah beriklim tropika basah, airlah yang merupakan penyebab utama erosi tanah. Sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi oleh air merupakan kombinasi 2 sub proses yaitu penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbuk butir-butir hujan yang menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi) dan pemindahan (pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan dan penghancuran struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang mengalir di permukaan tanah (Arsyad, 1989). Suatu bagian lereng mendapat input bahan-bahan tanah yang dapat dierosikan dari lereng atas serta penghancuran tanah di tempat tersebut oleh

pukulan curah hujan dan pengikisan aliran permukaan. Disamping itu terdapat out put akibat pengangkutan tanah oleh curahan air hujan dan aliran pengangkutan tanah oleh curahan air hujan dan aliran permukaan bila total daya angkut dari air tersebut (curahan air hujan + aliran permukaan) lebih besar dari tanah yang tersedia untuk diangkut (total tanah yang dihancurkan), maka akan terjadi erosi. Sebaliknya bila total daya angkut lebih kecil dari total tanah yang dihancurkan akan terjadi pengendapan di bagian lereng tersebut (Hardjowigwno, 1995). Semakin panjang lereng dan kemiringan lereng maka kerusakan dan penghancuran atau berlangsungnya erosi akan lebih besar. Dimana semakin panjang lereng pada tanah akan semakin besar pula kecepatan aliran air di permukaannya sehingga pengikisan terhadap bagian-bagian tanah makin besar (Kartasapoetra, 1988). Curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah mempunyai kekuatan yang sangat besar untuk memecahkan gumpalan-gumpalan tanah. Kekuatan menghancurkan tanah dsari curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuatan mengangkut dari aliran permukaan (Hakim, dkk, 1986). Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Karena kebutuhan manusia akan pangan, sandang dan pemukiman semua tanah tidak dapat dibiarkan tertutup hutan dan padang rumput. Tetapi meskipun dalam usaha pertanian, jenis tanaman yang diusahakan memainkan peranan penting dalam pencegahan erosi (Arsyad, 1989). Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah (1) menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga kekuatan untuk menghancurkan tanah sangat dikurangi. Hal ini tergantung dari kerapatan dan tingginya vegetasi. Makin rapat vegetasi yang ada, makin efektif mencegah terjadinya erosi, (2) menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air

?2003 Digitized by USU digital library 2 infiltrasi, (3) penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi

(penguapan air) melalui vegetasi (Hardjowigeno, 1995).

Pendugaan Erosi

Menurut Wishmeier dan Smith (1960) dalam Hudson (1976) para peneliti tersebut telah berhasil mengemukakan suatu rumus pendugaan erosi. Rumus ini dikembangkan dan digunakan rutin oleh Dinas Pengawetan Tanah Departemen Pertanian Amerika Serikat hingga sekarang dan terkenal sebagai ?Universal Soil Loss Equation? (USLE). Jelasnya Universal Soil Loss Equation tersebut adalah sebagai berikut :

A = R K L C S P ???????(1)

dimana :

A = besarnya tanah yang terkikis dan terhanyutkan dalam ton/hektar/tahun R = nilai indeks erosivitas hujan K = faktor erodibilitas tanah yang terkikis dan terhanyutkan (ton/hektar) L = panjang lereng dalam meter S = kemiringan lereng dalam persen C = faktor vegetasi P = faktor tindakan manusia dalam pengelolaan dan konservasi tanah

Data-data yang perlu dalam pendugaan besarnya erosi menggunakan metode USLE ini adalah :

a. Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan terdekat dengan lokasi penelitian, sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :

12 (EI 30 )i R= ? i=1 __________ 100 ??????(2)

dimana :

EI 30 = 6,119(Rain) 1,21 .(Days) -0.47 . (Max) 0.53 ?????..(3)

Rain = rerata curah hujan bulanan (cm) Days = jumlah hari hujan per bulan Max =curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang bersangkutan

b. Menurut Hammer (1978) dalam Utomo (1989), perhitungan nilai K dihitung persamaan :

K = {2,713 M 1,14

(10 -4 ) (12-a) + 3,25 (b ? 2) + 2,5 (c ? 3)} ___________________________________________ 100

?2003 Digitized by USU digital library 3 dimana :

M = persen pasir sangat halus + persen debu x (100 - % liat) (Tabel 1)

a = kandungan bahan organik (% C x 1,724)

b = harkat struktur tanah (Tabel 2)

c = harkat permeabilitas tanah (Tabel 3)

Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah (K) merupakan jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun tanpa persatuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa persatuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman (gundul), tanpa usaha pencegahan erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar debu + pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno, 1995).

Tabel 1. Penilaian ukuran butir (M) untuk digunakan dalam rumus Hammer (1979) dalam Hardjowigeno dan Sarwono, 1995) _________________________________________________________________ Kelas Tekstur Nilai M Kelas Tekstur Nilai M

(USDA)

(USDA)

__________________________________________________________________ Liat berat Liat sedang Liat berpasir Liat ringan Lempung liat berpasir Liat berdebu Lempung liat Pasir 210 750 1213 1685 2160 2830 2830 3035 Lempung berpasir Lempung liat berdebu Lempung pasir berdebu Lempung Lempung berdebu Debu 3245 3770 4005 4390 6330 8245

Tabel 2. Harkat Struktur Tanah (Arsyad, 1989)

No.

Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter)

Harkat

1. 2. 3. 4.

Granular sangat halus Granular halus Granular sedenag sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal

1 2 3 4

Tabel 3. Harkat Permeabilitas Tanah (Arsyad, 1989)

No.

Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah

Harkat

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sangat lambat (< 0,5 cm/jam) Lambat (0,5 ? 2,0 cm/jam) Lambat sampai sedang (2,0 ? 6,3 cm/jam) Sedang (6,3 ? 12,7 cm/jam) Sedang sampai cepat (12,7 ? 25,4 cm/jam) Cepat ( > 25,4 cm/jam)

6 5 4 3 2 1

______________________________________________________________

?2003 Digitized by USU digital library 4 c. Untuk penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) maka akan dilakukan pengukuran panjang lereng (L) dengan persen kecuraman lereng (S). Nilai LS dapat dihitung dengan persamaan:

LS = V L ( 0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S 2 ) ????..(5)

d. Nilai faktor C dan P (faktor vegetasi dan pengelolaan tanaman atau tindakan manusia) diperoleh dari tabel C dan P berbagai tipe penggunaan lahan (Hammer 1981) (Lihat Lampiran 1 dan 2).

Erosi Diperbolehkan

Erosi terbolehkan adalah laju erosi yang tidak melebihi pembentukan tanah, sehingga dapat ditemukan suatu lapisan tanah atas untuk tempat pertumbuhan tanaman. Sangat sulit sekali dilakukan untuk mencegah dan menghilangkan erosi sampai pada tingkat tidak terjadi erosi sama sekali (Sarief, 1985). Penentuan batas erosi terbolehkan sangat penting bagi usaha-usaha pertanian sehingga dapat diketahui cara-cara pengolahan pertanian yang tepat. Apabila erosi telah melewati batas terbolehkan, maka perlu dilakukan usahausaha untuk mengurangi erosi sehingga kelangsungan usaha?usaha pertanian berjalan baik (Kartasapoetra, dkk, 1987). Pembentukan tanah merupakan proses yang sangat kompleks dan merupakan fungsi berbagai variabel yang sangat berinteraksi dalam pembentukan tanah. Tanah merupakan fungsidari bahan induk, iklim, topografi, vegetasi dan manusia. Oleh karena itu menghitung laju proses, laju pembentukan

tanah per satuan waktu bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Sehubungan dengan hal ini Mc.Commack (1979) memberi batasan erosi diperbolehkan adalah kecepatan maksimum kehilangan tanah per tahun yang diperbolehkan agar produktifitas tanah dapat mencapai tingkatan optimum dalam waktu yang lama. Batasan digunakan disini ditinjau dari segi agronomi. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan nilai erosi diperbolehkan adalah kedalaman efektif tanah, cirri-ciri fisik dan sifat-sifat tanah lainnya yang mempengaruhi perkembangan akar. Suatu tanah yang dalam, bertekstur sedang dengan permeabilitas sedang memiliki lapisan bawah yang baik bagi pertumbuhan tanaman, memiliki nilai T lebih besar dari tanah yang dangkal. Beberapa tanah yang dalam perakarannya, mempunyai nilai T lebih besar dari 11,21 ton per hektar (Arsyad, 1989). Hardjowigeno dalam Arsyad (1989) mengemukakan besarnya nilai T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun yaitu untuk tanah-tanah dalam dengan lapisan bawah (sub soil) yang permeabel dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannnya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun.

Indeks Bahaya Erosi

Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari nilai indeks bahaya erosi dari lahan tersebut. Indeks bahaya erosi diartikan sebagai suatu nilai rasio antara erosi potensial dengan erosi diperbolehkan (erosi yang masih dapat dibiarkan) dari suatu lahan yang dirumuskan sebagai berikut :

Erosi Potensial (ton.ha/tahun) Indeks bahata erosi = ___________________________ atau Erosi diperbolehkan (ton/ha/tahun)

?2003 Digitized by USU digital library 5 A IBE = ____ T

Dari nilai indeks bahaya erosi yang diperbolehkan dapat diketahui tingkat bahaya atau ancaman erosi tersebut di suatu lahan dengan berpedoman pada klasifikasi indeks bahaya erosi sebagaimana tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)

No.

Nilai Indeks Bahaya Erosi

Harkat

1. 2. 3. 4.

< 1,00 1,00 ? 4,00 4,01 ? 10,00 > 10,00

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Kawasan Penyangga dan Perubahan Penggunaan Lahan

Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser dan keseluruhan kawasan penyangga terletak di bagian tenggara Daerah Istimewa Aceh dan bagian barat Propinsi Sumatera Utara. Di Propinsi Istimewa Aceh, Taman Nasional Gunung Leuser terletak di Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Aceh Selatan sedangkan Propinsi Sumatera Utara terletak di Kabupaten Langkat. Daerah penyangga Taman Nasional Gunung Leuser dapat dibedakan atas kawasan penyangga ?zona inti? dan kawasan penyangga ?Taman Nasional?.

Kawasan penyangga zona inti dikenal dengan zona rimba yang merupakan kawasan penyangga alami (natural buffer zones) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Taman Nasional Gunung Leuser. Sedangkan kawasan penyangga Taman Nasional diartikan sebagai kawasan penyangga alami atau non alami (artificial or effective buffer zones) yang terletak di luar batas Taman Nasional Gunung Leuser dan dikembangkan dengan tujuan utama untuk mencegah dan menghentikan pengaruh-pengaruh negatif terhadap kawasan Taman Nasional Gunung Leuser secara keseluruhan. Kawasan penyangga yang disebut terakhir ini terletak di antara Taman Nasional dengan daerah garapan, pemukiman atau budidaya pertanian (Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis F.E, USU, 1995).

Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Sifat Fisika Tanah

Pembukaan dan pengelolaan lahan yang intensif berpengaruh terhadap distribusi agregat tanah, terjadi pemadatan tanah dan lapisan kedap di bawah lapisan olah, meskipun perubahan sifat tanah akan sangat berbeda-beda tergantung kepada jenis tanah dan cara pengelolaannya (Sanchez, 1992). Pereira,et al dalam Lal (1979) juga mengungkapkan bahwa telah terjadi perbedaan yang cukup mencolok terhadap laju infiltrasi antara tanah padang rumput dengan tanah yang ditanami leguminosa dan tanaman pertanian. Laju infiltrasi pada tanah padang rumput lebih tinggi dari tanah yang digunakan untuk leguminosa dan tanaman pertanian. Perbedaan penggunaan lahan menyebabkan perubahan sifat fisika tanah. Greacen dalam Quirk (1979) melaporkan bahwa telah terjadi pewrubahan persentase agregasi dan distribusinya pada kedalaman tanah akibat perbedaan penggunaan lahan pada tanah lempung berpasir halus. Tanah di bawah vegetasi hutan memiliki persentase agregasi paling baik di seluruh lapisan tanah,

?2003 Digitized by USU digital library 6 sedangkan pada tanah yang diusahakan untuk pertanian memiliki persentase

agregasi yang terkecil. Selanjutnya Nicou dan Chopart (1979) juga mengungkapkan bahwa pada tanah-tanah bertekstur kasar terjadi [erbaikan struktur di bawah kondisi tanah tidak terganggu (tidak diusahai) yang ditandai dengan kestabilan, total porositas sejalan dengan peningkatan ukuran butir (partikel tanah) pada sekitar 40%. Pada total ruang pori sebesar 40% ini terjadi pertumbuhan akar, perkolasi dan aerasi yang optimal. Sementara semakin besar total ruang pori terutama pada tanah pasiran menyebabkan tanah terlalu porous yang pada akhirnya menimbulkan kelangkaan ketersediaan air. Berubahnya fungsi hutan menjadi penggunaan pertanian maupun usaha tani lainnya menyebabkan perubahan kondisi fisika tanahnya. Permukaan tanah yang lebih terbuka memungkinkan aliran air sulit ditahan oleh tanah sehingga dapat mengakibatkan aliran air di permukaan tanah lebih cepat. Ini disebabkan kanopi penutup tanah dari tajuk tanaman hutan sudah tidak ada dan digantikan dengan kanopi tanaman budidaya yang lebih sedikit jumlahnya. Timbulnya erosi bias terjadi pada daerah hutan dengan tanah yang memiliki kandungan pasir tinggi. Dalam penelitian ini dilihat erosi tanah akibat beberapa perubahan penggunaan lahan di Desa Telagah, Langkat.

Lokasi, Metoda dan Pelaksanaan Penelitian

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat, kira-kira 30 km dari ibukota kecamatan Sei Bingei atau sekitar 90 km dari Medan. Lokasi penelitian ini terletak pada ketinggian 1020 m di atas permukaan laut. Secara astronomis terletak pada koordinat 03 17? ? 03 19? LU dan 98 22? ? 98 25? BT.

Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan pada pelaksanaan penelitian ini adalah metoda pengamatan langsung di lapangan. Untuk mengetahui tingkat erosi pada beberapa penggunaan lahan digunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) dari Wischmeier dan Smith (1978). Jelasnya persamaan USLE tersebut adalah sebagai berikut :

A = R K L S C P dimana :

A=besarnya tanah yang terkikis dan terhanyutkan dalam ton/hektar/tahun R=nilai indeks erosivitas hujan K= faktor erodibilitas tanah yang terkikis dan terhanyutkan (ton/hektar) L= panjang lereng dalam meter S= kemiringan lereng dalam persen C= faktor vegetasi P= faktor tindakan manusia dalam pengelolaan dan konservasi tanah

Untuk mengukur erosi yang masih dapat diperbolehkan (T) digunakan persamaan Hammer (1981) sebagai berikut :

de x fd T = _______ W

?2003 Digitized by USU digital library 7 dimana : de = kedalaman efektif (mm), fd = factor kedalaman tanah yang lainnya berdasarkan sub ordo tanah (Soil Taxonomy) dan W = umur guna tanah yang diinginkan (umumnya 400 tahun disesuaikan untuk 7 generasi). Hasil kali de x fd disebut nilai ke

dalaman ekivalen. Untuk konversi nilai T dari mm per tahun maka diperlukan berat volumetanah yang diukur dan tanah yang akan diketahui nilai erosi yang dapat diperbolehkan.

Pelaksanaan Penelitian

Urutan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pengamatan pada masing-masing jenis penggunaan lahan yang terdapat di Desa Telagah Kecamata Sei Bingei Kabupaten Langkat untuk memperoleh nilai C. 2. Melakukan pengukuran secara langsung panjang dan kemiringan lereng dengan menggunakan meteran klinometer. 3. Mengambil contoh tanah sebanyak tiga titik pada bagian atas dan bagian bawah lereng dari masing-masing jenis penggunaan lahan. Contoh tanah yang diambil adalah contoh tanah agregat terganggu untuk menganalisa sifat fisika tanah yakni tekstur tanah dan persen karbon tanah. Sedangkan contoh tanah agregat utuh diambil menggunakan tabung kuningan untuk menganalisa permeabilitas dan berat volume. Adapun jenis penggunaan lahan yang diamati dan diambil contoh tanahnya adalah : a. Hutan alami b. Lahan kopi, jeruk, cabai, kentang c. Lahan jagung, kopi, kayu manis, serai d.Hutan bambu e. Padang rumput, kolam f. Padang rumput 4. Melakukan pengamatan tindakan konservasi tanah yang ada di lokasi penelitian untuk mengetahui nilai P yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Sifat Tanah yang Diukur Contoh tanah yang diambil di lokasi dianalisa di laboratorium untuk pengukuran tekstur, permeabilitas, persen karbon organik dan kerapatan lindak

tanah.

?2003 Digitized by USU digital library 8 Tabel 5. Komponen Penyusun pada Keenam Lokasi Penelitian

Lokasi Luas Lahan Komponen Penyusun Populasi I Pohon besar 40 pohon Pohon sedang 20 pohon 1000 m Pohon kecil 32 pohon Pohon sangat kecil 32 pohon

Pakis-pakisan

-

A. Tanaman semusim Cabe 153 pohon Kentang 257 pohon B. Tanaman tahunan Kopi 290 pohon II 1200 m Jeruk 315 pohon

Kayu manis 20 pohon Sengon 5 pohon 550 pohon

A. Jagung Jipang 15 pohon III 1120 m Serai 10 rumpun

B. Kopi 152 pohon Kayu manis 20 pohon Jeruk Sengon IV V 2 pohon 5 pohon

1100 m Hutan bambu 120 pohon 1000 m Padang rumput Kolam (15 x 15 m)

VI

1100 m Padang rumput

Hasil Penelitian

Erodibilitas Tanah

Dari pengukuran terhadap contoh tanah diperoleh data tekstur, kandungan bahan organik, harkat struktur dan permeabilitas tanah seperti yang tertera pada Tabel 6. Nilai erodibilitas tanah dapat dihitung dari data yang diperoleh di atas

dan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di Lokasi Penelitian

Sistem Penggunaan Lahan

Nilai Tekstur

Kandungan Bahan

Harkat Struktur

Harkat Permeabilitas Tanah (c)

Erodibilitas Tanah (K)

Tanah (M) Organik (a) Tanah (b)

1. Hutan alami 2. Kopi, jeruk,cabai , kentang 3. Jagung, kopi,kayu manis,serai 4. Hutan bambu 5. Padang rumput. kolam 6. Padang rumput

3245

15,38

2

4

0,067

3245

8,24

2

4

0,13

3245 3245

8,39 9,38

2 3

4 3

0,12 0,10

3245 3245

10,18 8,98

3 3

4 4

0,11 0,14

?2003 Digitized by USU digital library 9 Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng

Dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan klinometer dan meteran terdapat 3 kelas lereng pada enam system penggunaan lahan yaitu berbukit (15 ? 30%), agak curam (30 ? 45%) dan curam (45 ?65%). Selanjutnya nilai LS di lokasi penelitian dapat dihitung dan tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Panjang Lereng, Kemiringan Lereng dan Nilai LS di Lokasi Penelitian

Sistem Penggunaan Lahan

Panjang Lereng (cm) Kemiringan Lereng (%) Nilai LS

1. Hutan alami 2. Kopi, jeruk, cabai, kentang 3. Jagung, kopi, kayu manis, serai 4. Hutan bambu 5. Padang rumput, kolam 6. Padang rumput

30 30

60 36

30,46 11,77

30 30 30 30

38 40 30 37

12,99 14,28 8,46 12,38

Faktor Tanaman (C)dan Tindakan Konservasi Tanah (P)

Pada lokasi penelitian, setelah dilakukan pengamatan secara langsung ternyata belum dilakukan tindakan konservasi tanah. Besar nilai C dan P pada lokasi penelititan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Faktor Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi Tanah (P) di Lokasi Penelitian _________________________________________________________________ Sistem Penggunaan Lahan Nilai Faktor Tanaman (C ) Nilai Faktor Konservasi (P)

1. Hutan alami 2. Kopi, jeruk, kentang 3. Jagung, kopi, kayu manis, serai 4. Hutan bamboo 5. Padang rumput, kolam 6. Padang rumput

0,001 0,3

1,0 1,0

0,1 0,001 0,02 0,02

1,0 1,0 1,0 1,0

Erosi Potansial (A)

Dari hasil perhitungan dan pengamatan terhadap nilai erodibilitas, panjang dan kemiringan lereng, factor tanaman dan tindakan konservasi serta erosivitas dapat dihitung erosi potensial pada lokaasi penelitian. Nilai erosi potensial dapat dilihat pada Tabel 9.

?2003 Digitized by USU digital library 10 Tabel 9.Nilai Eroivitas (R), Erodibilitas (K), Panjang dan Kemiringan Lereng (LS), Tanaman ( C ), Tindakan Konservasi (P) dan Erosi Potensial (A)

Sistem Penggunaan Erosivitas Erodibilitas Panjang & Tanaman Konservasi Erosi Lahan (R) (ton/ha/thn) 1. Hutan alami 2. Kopi, jeruk,cabai, kentang 3. Jagung, kopi,kayu manis,serai 4. Hutan bamboo 5. Padang rumput, 14,30 14,30 0,12 0,10 12,99 14,28 0,1 0,001 1,0 1,0 2,229 0,020 14,30 0,13 11,77 0,3 1,0 6,564 14,30 0,067 (K) Kemiringan Lereng (LS) 30,46 0,001 1,0 (C) (P) Potensial (ton/ha/thn) 0,029

kolam 6. Padang rumput

14,30 14,30

0,11 0,14

8,46 12,38

0,02 0,02

1,0 1,0

0,266 0,496

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa erosi potensial terbesar terjadi pada lahan campuran kopi, jeruk, cabai, kentang dan pada lahan campuran jagung, kopi, kayu manis dan serai yaitu sebesar 6,564 dan 2,229 ton/ha/thn. Sedangkan erosi potensial terkecil terjadi pada lahan hutan alami dan hutan bambu yaitu 0,029 dan 0,02 ton/ha/thn. Jika dilihat pada Tabel 7, nilai faktor panjang dan kemiringan lereng tinggi dan termasuk dalam kelas curam. Namun erosi yang terjadi sangat kecil dan hampir tidak terjadi erosi. Kemungkinan ini dipengaruhi oleh vegetasi dan kandungan bahan organik tanah hutan yang tinggi yaitu 15,38 % (lihat Tabel 6). Arsyad (1989) mengemukakan bahwa bahan organik yang telah mulai mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menaha air yang tinggi. Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi merupakan faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupaperlambatan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. Kanopi lahan hutan alami yang masih cukup lebat juga memungkinkan untuk menahan dan menyerap air lebih tinggi dibandingkan vegetasi di lahan campuran atau padang rumput yang sama sekali tidak ada vegetasi. Akibatnya aliran air tidak langsung mengikis permukaan tanah dan aliran air di permukaan tanah tertahan di vegetasi yang ada di lahan hutan tersebut.

Erosi Diperbolehkan (T)

Dari pengukuran kedalaman efektif dan kerapatan lindak tanahdapat diukur erosi diperbolehkan (T) pada lokasi penelitian, yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Erosi Diperbolehkan (T) pada Lokasi Penelitian

Sistem Penggunaan Lahan

Kedalaman

Faktor

Umur Kerapatan Lindak (g/cm) 0,95

Erosi Diperbolehkan (ton/ha/thn) 24,26 (mm/thn) 2,5

Efektif (cm) Kedaman Guna (Fd) Tanah 400

1. Hutan alami 2. Kopi, jeruk,cabai, kentang 3. Jagung,kopi,kayu manis,serai 4. Hutan bambu

102,17

1

54,17

1

400

1,13

15,30

1,35

59,17 77,67

1 1 1 1

400 400 400 400

1,18 1,18 1,13 1,22

17,45 22,91 10,92 11,74

1,48 1,94 0,97 0,96

5. Padang rumput,kolam 38,67 6. Padang rumput 38,50

?2003 Digitized by USU digital library 11 Dari Tabel 10 dapat dilihat adanya perbedaan nilai erosi uyang diperbolehkan dari masing-masing penggunaan lahan yang berbeda. Erosi diperbolehkan paling tinggi diperoleh pada penggunaan lahan dalam bentuk hutan alami selanjutnya hutan bambu. Perbedaan ini disebabkan perbedaan kedalaman efektif tanah yang cukup dalam sehingga erosi diperbolehkan masih sekitar 2,5 mm/tahun. Hardjowigwno dalam Arsyad (1989) mengemukakan bahwa nilai T maksimum untuk tanah di Indonesia adalah 2,5 mm/tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan bawah (sub soil) yang permeabel dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Sedangkan tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat bawah yang lebih kedap air atauterletak di substratum yang belum melapuk, nilai T lebih kecil dari 2,5 mm/tahun.

Indeks Bahaya Erosi

Indeks bahaya erosi merupakan rasio erosi potensial dengan erosi diperbolehkan yang tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Indeks Bahaya Erosi (IBE) dan Kriteria Menurut (Hammer (1981) pada Lokasi Penelitian

Sistem Penggunaan Lahan 1. Hutan alami

Erosi Potensial (A) 0,029

Erosi

Indeks Bahaya

Kriteria

Diperbolehkan (T) Erosi 24,26 15,30 0,001 0,429 Rendah Rendah

2. Kopi,jeruk,cabai,kentang 6,564 3. Jagung,kopi,kayu manis, serai 4. Hutan bambu 5. Padang rumput, kolam 6. Padang rumput 2,229 0,020 0,266 0,496

17,45 22,91 10,92 11,74

0,128 0,001 0,024 0,042

Rendah Rendah Rendah Rendah

Kesimpulan

Erosi potensial tertinggi dijumpai pada lahan pertanian campuran (kopi, jeruk, cabai, kentang) yakni 6,564 ton/ha/tahun, sedangkan erosi potensial terendah pada hutan bambu yakni 0,020 ton/ha/tahun.

Erosi diperbolehkan tertinggi dijumpai pada hutan alami yakni 24,26 ton/ha/tahun, sedangkan erosi diperbolehkan terendah pada lahan padang rumput yakni 0,96 ton/ha/tahun.

Keenam sistem penggunaan lahan di lokasi penelitian termasuk kriteria rendah.

ANALISIS SIG UNTUK ANALISIS SEBARAN POTENSI EROSIBAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Degradasi lahan merupakan masalah utama lingkungan dan isu penting. Menurut FAO, definisi degradasi lahan adalah penurunan kapasitas produktif lahan secara temporal maupun permanen. El-Swaify (1994) dalam Tosiani (2009) berdasarkan definisi ini, degradasi lahan berhubungan erat dengan kualitas tanah. Salah satu bentuknya adalah erosi tanah, yang merupakan proses pemecahan dan transportasi tanah pada permukaan lahan oleh angin dan air yang dipengaruhi oleh faktor alam (energi hujan, materi induk tanah, kedalaman tanah, dan topografi/kemiringan lereng) dan faktor antropologi (tipe vegetasi, tutupan vegetasi dan praktek managemen). Dengan demikian erosi tanah adalah fungsi dari erosivitas dan erodibilitas tanah (kondisi fisik tanah, kondisi topografi dan tutupan vegetasi/penggunaan lahan). Erosi tanah merupakan salah satu bencana sumber daya alam, yang jika terjadi terus menerus akan memicu terjadinya bencana alam lain, seperti tanah longsor dan banjir Erosi tanah adalah masalah utama yang terjadi secara meluas hingga kini. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan angka lahan kritis dan sedimentasi di beberapa DAS. Hal ini dipicu salah satunya oleh peningkatan jumlah penduduk yang cepat sehingga pemenuhan kebutuhan hidup dasar seperti makanan dan tempat tinggal juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk membuka lahan untuk pertanian dan perkebunan secara terus menerus tanpa mempertimbangkan kondisi tanahnya. Integrasi teknik penginderaan jauh dan GIS sudah digunakan untuk menghitung nilai erosi sejak tahun 1970. Proses erosi meliputi perubahan waktu dan tempat, yang mana GIS merupakan alat yang optimal untuk memperbaharui informasi tentang erosi. Sedangkan teknik penginderaan jauh merupakan alat untuk mendeteksi dan memantau perubahan penggunaan lahan sebagai masukan untuk model

perhitungan erosi tanah. Dalam praktikum kali ini, dilakukan analisis sebaran potensi erosi pada sub DAS Kali Madiun yang merupakan salah satu bagian dari DAS Solo yang termasuk sebagai salah satu DAS kritis di Indonesia. 1.2 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan menganalisis sebaran potensi erosi pada sub DAS Kali Madiun.

.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Erosi Erosi tanah adalah kejadian pengikisan lapisan tanah (umumnya yang terletak di permukaan lahan) oleh biang erosi (air hujan) yang melibatkan dua proses berurutan yang terpisah, yaitu pemecahan tanah yang diikuti oleh pengangkutan bahan-bahan tanah terpecah dan pengendapannya (Purwowidodo, 1999). Tahapan erosi tanah meliputi benturan butir-butir hujan dengan tanah, percikan tanah oleh butiran hujan ke segala arah, penghancuran bongkahan tanah oleh butiran hujan, pemadatan tanah, penggenangan air di permukaan, pelimpasan air karena adanya penggenangan dan kemiringan lahan, dan pengangkutan partikel terpercik dan/atau masa tanah yang terdispersi oleh air limpasan (Rahim,2003). Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu yang cukup lama. Ukuran-ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan terjadinya erosi tanah karena energi kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregatagregat tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi. Erosi tanah merupakan suatu akibat dari hasil interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, vegetasi, topografi, tanah, dan manusia. Faktor-faktor yang dapat diubah antara lain cara kerja manusia, vegetasi yang tumbuh di atas tanah, serta sebagian sifatsifat tanah yaitu kesuburan tanah, ketahanan agregat dan kapasitas infiltrasi. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah antara lain iklim, tipe tanah, dan kecuraman (Arsyad,2006).

2.2 Indeks Bahaya Erosi Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau status ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari nilai indeks bahaya erosi dari lahan tersebut. Dari nilai indeks bahaya erosi yang diperbolehkan dapat diketahui tingkat bahaya atau ancaman erosi

tersebut di suatu lahan dengan berpedoman pada klasifikasi indeks bahaya erosi. Pada prinsipnya, rekomendasi teknik konservasi tanah dihasilkan dari nilai Indeks Bahaya Erosi (IBE) yang merupakan perbandingan dari nilai prediksi erosi (A) dengan nilai erosi yang masih diperbolehkan (T). Rumus IBE adalah IBE=A/T. Prediksi erosi ditentukan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Smith dan Wischmeier (1978) yang dikenal dengan Universal Soil Loss Equation (USLE). IBE >1 dikategorikan sebagai lahan yang memerlukan teknik konservasi khusus karena tingkat erosi yang terjadi (A) sudah melebihi dari batas yang diperbolehkan (TSL). IBE 480 kelas 5 sipan data dengan nama file IBE_series klok oke 17. Pilih menu Arc toolbox Coversion tools from raster raster to polygon masukkan data IBE_series pada input raster rubah field menjadi value simpan data dengan nama file polygon_IBE pada output polygon features. 18. Pilih menu Arc toolbox Analysis tools Overlay Spatial Join masukkan data polygon_IBE pada target features masukkan Solum_utm pada JoinFeatures simpan data dengan nama file join_IBE_Solum klik oke. 19. Klik kanan Join_IBE_Solum Open Attribute Table klik Options Add field ketik TBE pada kolum name rubah Type menjadi text klik oke. 20. Klik options select by attribute double klik gridcode = klik get unique values doble klik kategori and double klik solum = klik get unique values double klik kategorinya. (contoh GRIDCODE = 1 and SOLUM = Sangat Dangkal) lakukan untuk semua kategori klik Apply klik kanan kolum TBE field Calculator ketikkan kategori tingkat erosinya. (lakukan pada semua kategori)

21. Klik kanan options add field ketikkan Luas_m2 pada kolum Name rubah type menjadi Double rubah Precision menjadi 7 dan scale 2 klik oke. 22. Pilih menu Editor start Editing klik kanan kolum Luas_m2 Calculate Goemetry rubah Poperties menjadi Area rubah units menjadi Square meters klik Oke stop Editing. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Gambar 1. Sebaran Jenis tanah pada Sub-DAS Madiun Keterangan :

Gambar 2. Nilai erosivitas Tanah (Nilai_K) Keterangan :

Gambar 3. Raster dari K_Factor Keterangan:

Gambar 4. Seberan tutupan lahan pada Sub-DAS Madiun

Keterangan:

Gambar 5. Raster dari factor tanaman (CP_factor) Keterangan:

Gambar 6. Raster indeks erosivitas hujan (Rain_fall) Keterangan:

Gambar 7. Raster Ideks Bahaya Erosi (IBE) Keterangan:

Gambar 8. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE_series) Keterangan:

Gambar 9. Polygon features of IBE (Polygon_IBE) dan Join_IBE_Solum Tabel Tingkat Bahaya Erosi Sub-DAS Madiun Tingkat Bahaya Erosi Ringan Sedang Berat Sangat Berat Total Jumlah Polygon Wilayah 9.357 13.493 24.873 26.355 74.078 Luas (m2) 1.242.721.250 259.214.659,8 477.186.722,6 599.365.668,6 2.578.488.301 Persentase (%) 48.20% 10.05% 18.51% 23.24% 100.00%

4.2 Pembahasan Erosi adalah proser penghancuran pemisahan partikel tanah dari permukaan tanah dan diangkut oleh air/angin ke tempat pengendapannya atau tempat sedimentasinya. Pada daerah tropis erosi yang paling dominan disebabkan oleh air, sedangkan erosi yang disebabkan oleh angin hamper tidak terjadi sehingga dapat diabaikan. Erosi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan tingkat kejadian erosi, yaitu erosi yang diperbolehkan (erosi geologi) dan erosi yang tidak diperbolehkan. Erosi geologi adalah tingkat kejadian erosi lebih lambat atau sama dengan tingkat terbentuknya tanah dari proses pelapukan

batuan induknya. Sedangkan erosi yang tidak diperbolehkan adalah erosi yang terjadi lebih tinggi dari proses pembentukan tanah, sehingga terjadi degradasi lahan. Erosi dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori bedasarkan besarnya massa tanah yang tererosi yang disebut Indeks Bahaya Erosi (IBE), yaitu massa tanah yang tererosi < 15 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas I, 16 60 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas II, berat 60 180 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas III, sangat berat 180 - 480 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas IV, dan > 480 ton/ha/tahun yang biasa disebut kelas V. Namun dalam mengelompokkan Tingkat Bahaya Erosi pada suatu lahan, tidak hanya ditinjau dari massa tanah yang tererosi setiap Ha/tahunnya melainkan perlu pertimbangan lain yaitu kedalaman dari solom tanah tersebut. Untuk menentukan Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dengan mengkombinasikan antara massa tanah yang tererosi dengan ketebalan solom tanah juga dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu solum sangat dangkal ( 60 cm), kelas I masuk kategori ringan, kelas II dan III masuk kategori sedang, kelas IV masuk kategori berat dan kelas V masuk kategori Sangat berat. Pada Sub-DAS madiun dengan luas total 2.578.488.301 m2, Tingkat Bahaya Erosi dengan kategori Ringan terjadi pada luasan 1.242.721.250 m2 atau 48,20% dari luasan total SubDAS Madiun. Tingkat Bahaya Erosi sedang terjadi pada luasan 259.214.659,8 m2 atau 10,05% dari luasan total Sub-DAS Madiun. Tingkat Bahaya Erosi berat terjadi pada luasan 477.186.722,6 m2 atau 18,51% dari luas Sub-DAS Madiun. Sedangkan pada Tingkat Bahaya Erosi sangat berat terjadi pada luasan 599.365.668,6 m2 atau 23,24% dari luas Sub-DAS Madiun.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dengan GIS pada Sub-DAS Madiun untuk menganalisis sebaran erosi potensial pada Sub-DAS Madiun, maka deperoleh hasil Tingkat Bahaya Erosi ringan terjadi pada luasan 48,20 % dari luas Sub-DAS Madiun, sedang terjadi pada luasan 10,05% dari luas Sub-DAS madiun, berat terjadi pada luasan 18,51% dari luas Sub-DAS Madiun, dan sangat berat terjadi pada luasan 23,24% dari luas Sub-DAS Madiun.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Buku Statistik Kehutanan Indonesia. Jakarta.

Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. 2002. Kajian Erosi dan Sedimentasi Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur, Laporan Teknis Proyek Pesisir, TE-02/13-I, CRC/URI, Jakarta.

Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: IPB Press.

Rahim SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

Marwanto et.al.2008.Identifikasi Lahan Rawan Longsor dan Indeks Bahaya Erosi di Kabupaten Solok provinsi Sumatra Barat terhubung berkala.

balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/.../setiari_longsor.pdf.

Herawati T.2010.Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8(4):413-42

Tosiani, A. 2009. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Erosi Tanah di Sub DAS Mesaam Provinsi Bali [terhubung berkala]. http://j4ll3d.student.umm.ac.id/download-asdoc/student_blog_article_7.doc

?2003 Digitized by USU digital library 12 DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB, Bogor

Bola, S.W., F.D. Hole, and R. J. Mc. Cracken, 1980. Soil Genesis and Classification, Second Edition. The Iowa State University Press.

Hakim, N.,M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S.G. Nugroho, A.M. Diha, G.B. Hong, H.H. Bailey, 1986. Dasar Ilmu Tanah. University Lampung, Lampung

Hammer, W. I., 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil Research, Bogor, Indonesia.

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. PT. Medyatama Sarana Perkasa, jakarta

___________, S.1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta.

Hudson, N.W. and D. C. Jackson, 1976. Result Achieved in the Measurement of Erosion and Run Off in Southern Rhodesia. Proc. Third Int?I African Soil. Conf. Pp. 75-83.

Kartasapoetra, G., A. G. Kartasapoetra, M. M. Sutedjo, 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara. Jakarta.

Lal, R., 1979. Physical Characteristics of Soil of the Tropics : Determination and Management. In : Soil Physical Properties and Crop Production in the Tropics. Edited by : R. Lal and D. J. Greenland, John Wiley & Sons. New York. Pp 7-44.