eps jiwa waty

19
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan penggunaan klinik, psikofarmaka dibagi menjadi 4 golongan yaitu antipsikotik, antianxietas, antidepresi, dan psikotogenik. Antipsikotik merupakan kelompok terbesar yang dipakai untuk mengobati gangguan mental. Secara khusus, obat-obat ini memperbaki proses pikir dan perilaku dengan gejala-gejala psikotik. Obat- obat ini tidak dipakai untuk mengobati anxietas atau depresi. (1) Antipsikotik dibedakan atas antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) antara lain klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol serta antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya. 1,2 Semua obat dalam kelompok antipsikotik umumnya dapat menyebabkan efek samping, salah satunya efek ekstrapiramidal yang mencakup parkinsonisme, akatisia, dan dyskinesia tardive. Namun pada pasien yang menggunakan antipsikotik generasi I (tipikal) lebih mudah terkena efek samping tersebut. (2,10) Penggunaan obat antipsikotik tipikal dalam beberapa penelitian terakhir mulai jarang digunakan karena efek samping dan ketersediaan obat antipsikotik 1

Upload: rahmawati-pompom

Post on 11-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ekstra pyramidal syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: Eps Jiwa Waty

BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan penggunaan klinik, psikofarmaka dibagi menjadi 4 golongan

yaitu antipsikotik, antianxietas, antidepresi, dan psikotogenik. Antipsikotik

merupakan kelompok terbesar yang dipakai untuk mengobati gangguan mental.

Secara khusus, obat-obat ini memperbaki proses pikir dan perilaku dengan gejala-

gejala psikotik. Obat-obat ini tidak dipakai untuk mengobati anxietas atau depresi. (1)

Antipsikotik dibedakan atas antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi

pertama) antara lain klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol serta

antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin,

risperidon dan lain sebagainya. 1,2

Semua obat dalam kelompok antipsikotik umumnya dapat menyebabkan

efek samping, salah satunya efek ekstrapiramidal yang mencakup parkinsonisme,

akatisia, dan dyskinesia tardive. Namun pada pasien yang menggunakan

antipsikotik generasi I (tipikal) lebih mudah terkena efek samping tersebut. (2,10)

Penggunaan obat antipsikotik tipikal dalam beberapa penelitian terakhir

mulai jarang digunakan karena efek samping dan ketersediaan obat antipsikotik

atipikal yang semakin luas. Penggunaan antipsikotik atipikal saat ini merupakan

lini pertama pengobatan gejala psikotik karena efek sampingnya yang lebih dapat

ditolerir daripada antipsikotik tipikal ataupun obat golongan non antipsikotik.(4)

Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan syaraf yang terdapat pada

otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak

dari ekstrapimidal adalah terutama di formatio retikularis dari pons dan medulla,

dan di target saraf di medulla spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang

kompleks, dan kontrol postur tubuh. 1

Sindrom ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi

yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi

antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering

1

Page 2: Eps Jiwa Waty

memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol,

Trifluoperazine, Pherpenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh

Chlorpromazine. Gejala bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme

atau rigiditas, tetapi gejala-gejala tersebut di luar kendali traktus kortikospinal

(piramidal).2

2

Page 3: Eps Jiwa Waty

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Sindrom ekstrapiramidal merupakan suatu gejala atau reaksi yang

ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi

antipsikotik golongan tipikal karena terjadinya inhibisi transmisi dopaminergik di

ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung

banyak reseptor D1 dan D2 dopamin menyebabkan depresi fungsi motorik

sehingga bermanifestasi sebagai sindrom ekstrapiramidal.(5)

Sindrom ekstrapiramidal adalah suatu kondisi yang menimbulkan

gerakan otot tak sadar atau kejang yang biasanya terjadi pada wajah dan leher. Hal

ini terjadi ketika terjadi gangguan pengaturan pelepasan dan re-uptake

neurotransmitter dopamin. Seorang individu dapat menderita sindrom

ekstrapiramidal sebagai akibat dari cedera kepala atau penyakit Parkinson,

meskipun penyebab utamanya adalah efek samping obat antipsikotik. Pengobatan

diperlukan untuk mencegah memburuknya gejala dan tindakan pengobatan

biasanya diarahkan untuk mengidentifikasi dan menanggulangi penyebabnya.(6)

EPIDEMIOLOGI

Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akatisia,

dan parkinsonisme umumnya terjadi akibat penggunaan obat-obat antipsikotik.

Lebih banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai

potensi tinggi.

Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria

muda. Tardive dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang,

umumnya terjadi akibat penggunaan antipsikotik golongan tipikal jangka panjang.

Sekitar 20-30% pasien telah menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu

3

Page 4: Eps Jiwa Waty

6 bulan atau lebih, berkembang menjadi tardive dyskinesia. Parkinsonisme

umumnya timbul 1-3 minggu setelah pengobatan awal, lebih sering pada dewasa

muda dengan perbandingan perempuan:laki-laki = 2:1. (5)

ETIOLOGI

Gejala ekstrapiramidal (EPS), seperti akatisia, distonia, parkinsonisme,

dan dyskinesia tardive merupakan efek samping obat yang dapat menjadi masalah

bagi orang-orang yang menerima obat antipsikotik atau agen dopamin-blocking

lainnya.(7)

Sindrom ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang

menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan

dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya

sebagai berikut:

Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal

Chlorpromazine

Thioridazine

Perphenazine

trifluoperazine

Fluphenazine

Haloperidol

Pimozide

Clozapine

Zotepine

Sulpride

Risperidon

Quetiapine

Olanzapine

Aripiprazole

150-1600

100-900

8-48

5-60

5-60

2-100

2-6

25-100

75-100

200-1600

2-9

50-400

10-20

10-20

++

+

+++

+++

+++

++++

++

-

+

+

+

+

+

+

4

Page 5: Eps Jiwa Waty

PATOFISIOLOGI

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-

inti talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang

otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6

dan area 8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain

oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang

melingkar yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan

penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit

tersebut dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama

(principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesori).3

Sirkuit striatal utama tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan

segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan

korpus striatum/globus palidus dengan thalamus, dan (c) hubungan thalamus

dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks diserahkan

kepada korpus striatum/globus palidus/thalamus untuk diproses dan hasil

pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks

motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal

lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata

utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal penunjang.5

Sirkuit striatal penunjang pertama merupakan sirkuit yang

menghubungkan striatum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal

penunjang kedua adalah lintasan yang melingkari globus palidus-korpus

subtalamikum-globus palidus. Kemudian, sirkuit penunjang ketiga yang dibentuk

oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-striatum.10

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

ekstrapiramidal karena inhibisi transmisi dopaminergik di ganglia basalis. Pada

pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi

pada sistem dopamin sehingga antipsikotik tipikal berfungsi untuk menghambat

5

Page 6: Eps Jiwa Waty

transmisi dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi

dopaminergik yakni antagonis reseptor D2 dopamin. Namun penggunaan zat-zat

tersebut menyebabkan gangguan transmisi di korpus striatum yang mengandung

banyak reseptor D1 dan D2 dopamin. Gangguan jalur striatonigral dopamin

menyebabkan depresi fungsi motorik sehingga bermanifestasi sebagai sindrom

ekstrapiramidal. Beberapa neuroleptik tipikal (seperti haloperidol, fluphenazine)

merupakan inhibitor dopamin ganglia basalis yang lebih poten dan sebagai

akibatnya menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal yang lebih

menonjol. (5)

GAMBARAN KLINIS

Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala

ini paling sering muncul pada penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin,

perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan

haloperidol) serta sediaan bentuk depot. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak

dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan

kondisi individual pasien.

Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya4,6,9

Parkinsonisme (termasuk tremor, rigiditas, bradikinesia) yang akan timbul

lebih sering pada orang dewasa atau lansia dan dapat muncul secara

bertahap.

Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) yang lebih

sering terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian

hanya beberapa dosis.

Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah

pemberian dosis awal yang besar dan mungkin memperburuk kondisi

pasien yang diobati.

Tardive dyskinesia [ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak

disadari (involunter)] biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau

dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi

6

Page 7: Eps Jiwa Waty

jangka pendek dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat

timbul setelah pemutusan obat. (9)

Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi

distonia, tardive dyskinesia, akatisia, dan Sindrom Parkinson.(8)

1. Reaksi Distonia

Reaksi distonia merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau

lebih otot skelet yang timbul beberapa menit dan dapat berlangsung lama,

biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal. Kelompok otot

yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah, dan otot

ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis

okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan

seluruh otot tubuh). Hal ini akan menggangu pasien dan dapat menimbulkan

nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia laring atau diafragmatik.

Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan

dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak diakibatkan

oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis

tinggi seperti haloperidol, trifluoperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-

kira 10% pasien, lebih lazim pada pria muda.(7,8)

Otot-otot yang sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan

retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion,

memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata

terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan disartri,

disfagia, kesulitan bernafas hingga sianosis bahkan kematian. Spasme otot dan

postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah

kepala dan leher tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas

bawah.(8)

2. Akatisia

Merupakan gejala EPS paling umum. Manifestasi berupa keadaan

gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak, atau rasa gatal pada

7

Page 8: Eps Jiwa Waty

otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness)

yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa

tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang,

perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia sering sulit dinilai dan

sering salah diagnosis dengan anxietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang

disebabkan dosis antipsikotik yang kurang. Pasien dapat mengeluh karena

anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala

psikotik yang memburuk. Sebaliknya akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi

gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang berlebih. Agitasi,

pemacuan yang nyata, atau manifesatsi fisik lain dari akatisia hanya dapat

ditemukan pada kasus yang berat.(7,8)

3. Parkinsonisme

Faktor risiko yang menginduksi parkinsonisme adalah peningkatan usia,

dosis obat, riwayat parkinsonisme sebelumnya, dan kerusakan ganglia basalis.

Manifestasinya erdiri dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia

meliputi wajah topeng, jedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan

saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat

menimbulkan pengeluaran air liur. Pada suatu bentuk yang lebih ringan,

akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara,

penurunan spontanitas, apatis, dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal.

Semua gejala diatas dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia negatif.

Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat. Gaya berjalan dengan langkah

kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan otot.(3,7,8)

4. Tardive Dyskinesia

Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat sensitivitas

reseptor dopamin yang berlebih di puntamen kaudatus. Merupakan

manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau

seperti tik, mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernafas, dan cara makan

pasien. Faktor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita,

dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Gejala dapat hilang

dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu, dan umumnya

8

Page 9: Eps Jiwa Waty

memburuk dengan penarikan neuroleptik. Diagnosis banding dari dyskinesia

tardive meliputi penyakit Huntington, Khorea Sindenham, dyskinesia spontan,

tik, dan dyskinesia yang ditimbulkan obat seperti Levodova, stimulant, dan

lain-lain.(2,7)

Perlu dicatat bahwa tardive dyskinesia yang diduga disebabkan oleh

sensitivitas reseptor dopamin yang berlebih pasca sinaptik akibat blokade

kronik dapat ditemukan bersama dengan sindrom parkinsonisme yang

diduga disebabkan karena aktivitas dopaminergik yang tidak mencukupi.

Perlu pengenalan awal karena kasus lanjut sulit diobati. Banyak terapi

yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat

beragam dan kadang-kadang terbatas. (8)

DIAGNOSIS BANDING

EPS kadang salah didiagnosis dengan gangguan lainnya, termasuk

kecemasan, depresi berat, dan episode manik dari gangguan bipolar. (7)

Sindrom ekstrapiramidal dapat didiagnosis banding sebagai berikut:

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson disease

3. Tetanus

4. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

5. Distonia primer

6. Pada pasien dengan tardive dyskinesia dapat pula didiagnosis banding

dengan penyakit Huntington, Khorea Sindenham

PENATALAKSANAAN

Pasien dengan gejala parkinsonisme sebaiknya diberi tata laksana yang

dimulai dengan penurunan dosis antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan

Trihexyphenidil atau antikolinergik lainnya, 4-6 mg per hari selama 4-6 minggu.

Setelah itu, dosis diturunkan secara perlahan, yaitu 2 mg setiap minggu, untuk

9

Page 10: Eps Jiwa Waty

melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap efek

parkinsonisme.

Pada pasien dengan gejala distonia dapat diberikan benzatropine 1-2 mg

atau difenhidramin 50 mg injeksi intramuskular. Jika belum efektif dalam 20-30

menit, maka dapat ditambah dengan benzodiazepine injeksi. Kemudian dosis

antipsikotik diturunkan atau diganti dengan antipsikotik lain. Dilanjutkan

pemberian antikolinergik jangka pendek untuk mencegah kembalinya gejala.

Penatalaksanaan pada gejala akatisia dapat dilakukan dengan menurunkan

dosis antipsikotik hingga mencapai dosis minimal yang efektif. Pemberian

propanolol 30-120 mg/hari atau clonidine adalah pilihan utama. Terapi lain yang

dapat digunakan adalah antikolinergik atau amantadin.(11)

Tardive dyskinesia adalah efek samping jangka panjang yang timbul

akibat penggunaan antipsikotik tipikal. Penatalaksanaannya dapat dimulai dari

pencegahan sehingga diperlukan skrining setelah 3 sampai 6 bulan penggunaan

antipsikotik. Penanganannya dapat dilakukan dengan menurunkan dosis

antipsikotik atau mengganti obat dengan clozapine. (7, 10)

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih

baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada

pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, terutama pasien

dengan tardive distonia hingga distonia laring dapat menyebabkan kematian bila

tidak diatasi dengan cepat. Kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang

mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun. (7)

KOMPLIKASI

Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu

sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gangguan gerak

saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada

distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Medikasi anti-EPS

mempunyai efek sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang

10

Page 11: Eps Jiwa Waty

buruk. Anti kolinergik umumnya menyebabkan mulut kering, penglihatan kabur,

gangguan ingatan, konstipasi dan retensi urine. Amantadine dapat

mengeksaserbasi gejala psikotik. (7)

11

Page 12: Eps Jiwa Waty

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sindrom ekstrapiramidal merupakan kumpulan gejala yang dapat

diakibatkan oleh penggunaan antipsikotik. Antipsikotik yang menghambat

transmisi dopamine di jalur striatonigral juga memberikan inhibisi transmisi

dopaminergik di ganglia basalis. Adanya gangguan transmisi di korpus striatum

menyebabkan depresi fungsi motorik. Umumnya terjadi pada pemakaian jangka

panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.

Manifestasi sindrom ini dapat berupa reaksi distonia, parkinsonisme, dan tardive

dyskinesia. Sindrom ekstrapiramidal dapat ditangani dengan menurunkan dosis

antipsikotik, kemudian pasien diterapi dengan antikolinergik seperti

trihexyphenidil (THP) dan difenhidramin. Bila terjadi reaksi distonia akut berat,

pasien harus mendapatkan penanganan cepat. Umumnya diberikan Benzatropin 1-

2 mg secara IV atau difenhidramin secara IM. Untuk akatisia diberikan propanolol

30-120 mg/hari.

Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang baik dapat

memperbaiki prognosis. Namun penangan yang terlambat dapat memberikan

komplikasi mulai dari gejala yang irreversibel hingga kematian.

12

Page 13: Eps Jiwa Waty

DAFTAR PUSTAKA

1. Kee JL, Evelyn. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta:

EGC; 1996.

2. Shiloh Roni, Rafael. Atlas of Psychiatric Pharmacotherapy. United

Kingdom: Taylor&Francis;2006

3. Yulia M. Efek Samping Penggunaan Antipsikotik terhadap Sindrom

Parkinson pada Pasien Schizophrenia di RSJ. Prof. HB. Sa'Anin Padang.

Universitas Andalas Padang. 2011.

4. Andri. Tatalaksana Psikofarmaka dalam Manajemen Gejala Psikosis

Penderita Usia Lanjut. Universitas Krida Wacana Jakarta. 2009

5. Johnson Danielle. Sindrom Ekstrapiramidal. 2013

6. Shigenoiharuki. Sindrom Ekstrapiramidal. 2011.

7. courey T. Detection, Prevention, and Management of Extrapyramidal

Symptoms. Medscape. 2007;3:464-9.

8. Kamin JM, Sumita. Hughes, Douglas. Extrapyramidal Side Effect in the

Psychiatric Emergency Service. Emergency Psychiatry. 2000;51:287-9.

9. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Informasi Obat Nasional Indonesia.

Jakarta. 2013

10. Tanto C, Liwang F, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media

Aesculapius;2014

11. Sinaga BR. Skizofrenia dan Diagnosis Banding.Jakarta:Balai Penerbit

FKUI;2007

13