epi lepsi

44
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-limited'. 1 Setiap tahunnya, diantara setiap 100.000 orang akan terdapat 40-70 kasus baru. Epilepsi mempengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia, dan 80% dari mereka tinggal di negara berkembang. Epilepsi lebih sering timbul pada usia anak-anak atau orang tua diatas 65 tahun, namum epilepsi dapat muncul kapan saja. Pada systemic review terkini, angka prevalensi untuk epilepsi aktif bervariasi dari 1,5-14 per 1.000 orang/tahun di Asia. 2 1

Upload: yudhi-aulia

Post on 25-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

yudi

TRANSCRIPT

Page 1: Epi Lepsi

BAB IPENDAHULUAN

Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas

listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita

dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa

provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik

yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan

sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas

paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-limited'.1

Setiap tahunnya, diantara setiap 100.000 orang akan terdapat 40-70 kasus

baru. Epilepsi mempengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia, dan 80% dari mereka

tinggal di negara berkembang. Epilepsi lebih sering timbul pada usia anak-anak

atau orang tua diatas 65 tahun, namum epilepsi dapat muncul kapan saja. Pada

systemic review terkini, angka prevalensi untuk epilepsi aktif bervariasi dari 1,5-

14 per 1.000 orang/tahun di Asia.2

1

Page 2: Epi Lepsi

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama : Tn TF

Usia : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Darussalam

Suku : Aceh

Pekerjaan : Wiraswasta

No RM : 1-00-10-26

Tanggal Periksa : 11 Juni 2015

2.2 AnamnesisKeluhan Utama:

Kejang

Keluhan Tambahan :

Kejang Berulang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke poli klinik saraf RSUDZA untuk kontrol pengobatan

epilepsi. Pasien memiliki riwayat kejang berulang sejak 1 tahun yang lalu. Kejang

pertama kali terjadi pada tanggal 14 Januari 2014. hingga saat ini pasien 4 kali

kejang terakhir pada januari 2015. Pola kejang serupa namun gejala 1 tahun lalu

lebih berat dibandingkan dengan sekarang.

Beberapa hari sebelum kejang pasien merasakan sakit kepala hebat pada

bagian belakang kepala, leher kaku dan penglihatan kabur. Pasien mengaku

kejang pertama dan ke-4 terjadi saat pasien tertidur, pasien merasa melihat sesuatu

gambaran serta ada seorang yang lewat dan mendengar suara sedangkan kejang

ke-2 dan ke-3 saat pasien sedang beraktifitas dan tiba-tiba melihat gambaran di

suatu tempat. Menurut saksi mata saat kejadian terjadi tangan kanan pasien

kelonjotan diikuti tangan kiri dan kedua tungkai. Pasien jatuh tidak sadarkan diri

dengan tubuh ke kanan, kepala menoleh ke kanan, mata tertutup, mulut tidak

2

Page 3: Epi Lepsi

mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit serta mengompol hanya terjadi pada

kejang pertama. Durasi serangan sekitar 5 menit. Setelah kejang, pasien sadar

penuh dan pasien merasa lemas sekujur tubuh dan pusing..

Riwayat Penggunaan Obat-obatan:

Tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.

Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama, hipertensi, diabetes melitus,

asma dan alergi tidak ada. Riwayat kejang sewaktu kecil tidak ada riwayat

kecelakaan tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Pengobatan:

Pasien mengaku rutin kontrol di poli setiap bulan.

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:

- Pasien pernah berkerja dengan mengangkat beban berat

- Pasien mengaku sering mengkomsumsi makanan tidak sehat seperti mie instan,

bakso dan minuman seperti extrajos

- Pasien sudah 2 tahun berhenti merokok

2.3 Status InternusKeadaan Umum : Baik

Kesadaran : E4 M6 V5

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 72 kali/ menit

Pernafasan : 18 kali/menit

Suhu : 36,8 0C

Keadaan Gizi : Gizi Normal

3

Page 4: Epi Lepsi

2.4 Pemeriksaan Fisika. Kulit

Warna : kuning langsat

Turgor : cepat kembali

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Oedema : tidak ada

Anemia : tidak ada

b. Kepala

Bentuk : normocephali

Wajah : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai

Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3

mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks

cahaya tidak langsung (+/+)

Telinga : serumen (-/-)

Hidung : sekret (-/-)

Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak

dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai,

mukosa pipi licin dijumpai

Tonsil : hiperemis (-/-), T1/T1

Faring : hiperemis tidak dijumpai, gerakan arkus faring tampak

simetris

c. Leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran KGB

Palpasi : TVJ (N) R-2 cm H2O.

4

Page 5: Epi Lepsi

d. Thoraks

Inspeksi

Statis : simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal dan

retraksi interkostal tidak dijumpai

Paru

Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada

Kanan Kiri

Palpasi Stem fremitus normal,

nyeri tekan tidak ada,

Stem fremitus normal,

nyeri tekan tidak ada

Perkusi Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler Normal

Ronki(-) wheezing (-)

Vesikuler Normal

Ronki(-) wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi : Atas : ICS III sinistra

Kiri : ICS V satu jari di dalam linea midklavikula

sinistra.

Kanan : ICS IV di linea parasternal dekstra

Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

e. Abdomen

Inspeksi : Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran,

keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput

medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik

usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur,

dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai

Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak

dijumpai

Palpasi : Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai

5

Page 6: Epi Lepsi

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak di jumpai

Perkusi : Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di

ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen.

Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

f. Genitalia : Tidak diperiksa

g. Anus : Tidak diperiksa

h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-)

i. Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB tidak dijumpai

j. Ekstremitas : Akral hangat

Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Oedema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Fraktur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

2.5 Status NeurologisA. G C S : E4 M6 V5

Pupil : Isokor (3 mm/3 mm)

Reflek Cahaya Langsung : (+/+)

Reflek Cahaya Tidak Langsung : (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal

- Kaku kuduk : (-)

- Laseque : (-)

- Kernig : (-)

- Babinski : (-/-)

- Brudzinski I : (-)

- Brudzinski II : (-)

6

Page 7: Epi Lepsi

B. Nervus Craniales

Nervus III (otonom) :

1. Ukuran pupil

2. Bentuk pupil

3. Refleks cahaya langsung

4. Refleks cahaya tidak langsung

5. Nistagmus

6. Strabismus

7. Eksoftalmus

8. Penglihatan Ganda

Kanan

3 mm

bulat

+

+

-

-

-

-

Kiri

3 mm

bulat

+

+

-

-

-

-

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Pergerakan bola mata :

1. Lateral

2. Atas

3. Bawah

4. Medial

5. Diplopia

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Motorik

Nervus V (fungsi motorik)

1. Membuka mulut

2. Menggigit dan mengunyah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)

1. Mengerutkan dahi

2. Menutup mata

3. Menggembungkan pipi

4. Memperlihatkan gigi

5. Sudut bibir

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)

1. Bicara

2. Menelan

Kanan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kiri

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)

7

Page 8: Epi Lepsi

1. Mengangkat bahu

2. Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik)

1. Artikulasi lingualis

2. Menjulurkan lidah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kelompok Sensoris

1. Nervus I (fungsi penciuman)

2. Nervus V (fungsi sensasi wajah)

3. Nervus VII (fungsi pengecapan)

4. Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Dalam batas normal

C. Badan

Motorik

1. Gerakan respirasi : Abdomino Thorakalis

2. Bentuk columna vertebralis : Simetris

3. Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris

Sensibilitas

1. Rasa suhu : Dalam Batas Normal.

2. Rasa nyeri : Dalam Batas Normal.

3. Rasa raba : Dalam Batas Normal.

D. Anggota Gerak Atas

Motorik

1. Pergerakan : (+/+)

2. Kekuatan : 5555/5555

3. Tonus : N/N

4. Trofi : N/N

Refleks

1. Biceps : (+/+)

2. Triceps : (+/+)

8

Page 9: Epi Lepsi

E. Anggota Gerak Bawah

Motorik

1. Pergerakan : (-/-)

2. Kekuatan : 5555/5555

3. Trofi : N/N

Refleks

1. Patella : (+/+)

2. Achilles : (+/+)

3. Babinski : (-/-)

4. Chaddok : (-/-)

5. Gordon : (-/-)

6. Oppenheim : (-/-)

Klonus

1. Paha : (-/-)

2. Kaki : (-/-)

3. Tanda Laseque : tidak diperiksa

4. Tanda Kernig : tidak diperiksa

Sensibilitas kanan kiri

Rasa suhu dbn dbn

Rasa nyeri dbn dbn

Rasa raba dbn dbn

F. Gerakan Abnormal : Tidak ditemukan

G. Fungsi Vegetatif1. Miksi : dalam batas normal2. Defekasi : konstipasi tidak ada

H. Koordinasi Keseimbangan1. Cara Berjalan : dbn2. Romberg Test : negatif

9

Page 10: Epi Lepsi

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Hasil laboratorium dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2014

2. EEG

EGG dilakukan pada tanggal 28 Januari 2015

Interpretation:

- Perekaman dilakukan dalam keadaan sadar tanpa premedikasi dan

menggunakan elektroda khusus.

- Irama latar berupa gelombang dengan frekwensi rata-rata 10.0 spd

amplitudo sedang , dipengaruhi oleh aktivitas buka dan tutup mata.

- Tidak tampak gelombang patologis

- Pada stimulasi fotik dan hiperventilasi tidak tampak perubahan berarti

- Tidak tampak gelombang tidur

Kesan: EEG saat ini dalam batas normal

10

Page 11: Epi Lepsi

11

Page 12: Epi Lepsi

12

Page 13: Epi Lepsi

13

Page 14: Epi Lepsi

2.7 Diagnoasis

Diagnosis klinis : Bangkitan parsial menjadi tonik-klonik umum

Diagnosis topis : Temporal Posterior

Diagnosis etiologi : Idiopati

Diagnosis kerja : Kejang e.c epilepsi parsial komplek berkembang

menjadi tonik-klonik umum

2.8 Terapi

Medikamentosa yang didapatkan pasien :

- Fenitoin 100 mg 3x1 tab

- Neurodex FC 1x1 tab

- Asam folat 1x1 tab

2.9 Prognosis

Qou ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam 

14

Page 15: Epi Lepsi

BAB IIIDISKUSI KASUS

Berdasarkan laporan kasus tersebut, adapun permasalahan yang terjadi

pada pasien yaitu:

1. Mengapa pasien masih mengalami kejang berulang meskipun sudah diberikan

terapi OAE?

a. Apakah terapi OAE yang diberikan tidak sesuai?

b. Apakah dosis terapi OAE yang diberikan tidak cukup?

c. Apakah ada faktor-faktor lain sehingga bangkitan kejang masih terjadi

dalam 1 tahun pengobatan OAE.

2. Mengapa hasil EEG pasien dalam batas normal?

3. Apasaja rencana terapi dan pemeriksaan penunjang pada pasien?

Berdasarkan permasalahan kasus tersebut, adapun diskusi kasus sebagai

berikut:

1. Mengapa pasien masih mengalami kejang berulang meskipun sudah diberikan

terapi OAE?

Seizure atau bangkitan adalah gangguan aktivitas mental, motorik,

sensorik atau otonom yang relatif singkat dan mendadak akibat aktivitas

serebral proksimal abnormal. Epilepsi disebabkan oleh terbentuknya sinyal

listrik di dalam otak yang menyebabkan timbulnya kejang berulang. Pada

umumnya, epilepsi ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Terjadi kejang atau bangkitan berulang, 2 bangkitan atau lebih dan lebih

dari 1 episode (kejadian)

2. Kejang terjadi tanpa faktor provokasi atau penyakit otak akut

3. Kejang sering terjadi mendadak tanpa dapat diperkirakan sebelumnya

Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal,

sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental

yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa

upaya, yaitu:

1. Menghentikan bangkitan (seizure),

2. Mengurangi frekuensi bangkitan,

15

Page 16: Epi Lepsi

3. Mencegah timbulnya efek samping,

4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian

5. Mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan harus di

pertimbangkan kembali pada kejang berulang dapat terjadi sebelum berpikir ke

arah kegagalan obat antiepilepsi dan penggantian obat antiepilepsi dengan obat

lain. Adapun faktor-faktor berikut harus dievaluasi kembali :

a. Diagnosis epilepsi

b. Klasifikasi tipe serangan atau sindrom epilepsi

c. Adanya lesi aktif

d. Dosis yang adekuat dan atau lamanya terapi (seperti: apakah dosis terpaksa

diberikan dengan kadar maksimal yang dapat ditoleransi? apakah pengaturan

dosis yang diberikan cukup waktu untuk mencapai kondisi optimal?)

e. Ketaatan terhadap pengobatan (ketidaktaatan merupakan penyebab yang

paling umum terjadinya kegagalan pengobata dan kambuhnya bangkitan).

Pemilihan OAE didasarkan pada tipe serangan dan karakteristik

1.Tipe serangan

Tabel 1 Pemilihan obat antiepilepsi

Tipe serangan First-lineSecond-line/

add onThird line/

add on

Parsial simple & kompleks dengan

atau tanpa general sekunder

Karbamazepine

Fenitoin

Fenobarbital

Okskarbazepin

Lamotrigin

Topiramat

Gabapentin

Asam valproat

Levetiracetam

Zonisamid

Pregabalin

Tiagabin

Vigabatrin

Felbamat

Pirimidon

Tonik klonik

Asam valproat

Karbamazepine

Fenitoin

Fenobarbital

Lamotrigin

Okskarbazepin

Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Pirimidon

16

Page 17: Epi Lepsi

Mioklonik Asam valproat

Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Lamotrigin

Clobazam

Clonazepam

Fenobarbital

Absence (tipikal dan atipikal)

Asam valproat

LamotriginEtosuksimid

Levetiracetam

Zonisamid

Atonik Asam valproatLamotrigin

TopiramatFelbamat

Tonik

Asam valproat

Fenitoin

Fenobarbital

Clonazepam

Clobazam

Epilepsy absence juvenil

Asam valproat

EtosuksimidClonazepam

Epilepsy mioklonik

juvenil

Asam valproat

Fenobarbital

Clonazepam

Etosuksimid

2. karakteristik pasien

Pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus

dipertimbangkan secara individu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah :

efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat

antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra

indikasi atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya

penggantian obat dilakukan.

Pemilihan dosis obat antiepilepsi untuk dewasa Table 2 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa

ObatDosis awal (mg/hari)

Dosis yang paling umum

(mg/hari)

Dosis maintenance

(mg/hari)

Frekuensi pemberian (kali/hari)

Fenitoin 200 300 100-700 1-2

Karbamazepin 200 600 400-2000 2-4

Okskarbazepin 150-600 900-1800 900-2700 2-3

17

Page 18: Epi Lepsi

Lamotrigin 12,5-25 200-400 100-800 1-2

Zonisamid 100 400 400-600 1-2

Ethosuximid 500 1000 500-2000 1-2

Felbamat 1200 2400 1800-4800 3

Topiramat 25-50 200-400 100-100 2

Clobazam 10 20 10-40 1-2

Clonazepam 1 4 2-8 1-2

Fenobarbital 60 120 60-240 1-2

Pirimidon 125 500 250-1500 1-2

Tiagabin 4-10 40 20-60 2-4

Vigabatrin 500-1000 3000 2000-4000 1-2

Gabapentin 300-400 2400 1200-4800 3

Pregabalin 150 300 150-600 2-3

Valproat 500 1000 500-3000 2-3

Levetiracetam 1000 2000-3000 1000-4000 2

Pada kasus ini, pemilihan dan dosis OAE yang telah di berikan sudah

sesuai namun faktor yang mempengaruhi akibat terjadinya kejang berulang

adalah ketidak patuhan pasien mengkomsumsi OAE. Hal ini didasari dengan

anamnesis yang menyatakan pasien sekali-kali lupa atau tidak meminum OAE

dengan berbagai alasan yang diberikan. Ketidak patuhan pasien untuk minum

OAE secara teratur dan sesuai jadual pengobatan seringkali menjadi penyebab

bangkitan berulang maupun gagalnya pengobatan.

Kepatuhan minum obat merupakan faktor prediktor untuk tercapainya

remisi pada epilepsi, dimana pada penderita epilepsi yang patuh minum obat

terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan terus menerus

dibanding dengan mereka yang tidak patuh minum obat. Kriteria kepatuhan

minum obat yang dipakai adalah menurut Ley dan Hakim, penderita dikatakan

patuh minum obat apabila memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai

dengan yang dianjurkan, durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai

18

Page 19: Epi Lepsi

yang dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada suatu waktu sesuai yang

ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat lain yang tidak dianjurkan.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat

pada penderita epilepsi dipengaruhi oleh dukungan keluarga, dukungan dokter,

pengaruh faktor motivasi, adanya efek samping obat, pengobatan monoterapi ,

pengaruh biaya pengobatan serta adanya pengaruh stigma akibat epilepsi.

2. Mengapa hasil EEG pasien dalam batas normal?

Electroencephalogram (EEG) adalah sebuah alat yang mampu

memvisualisasikan gelombang otak (Brainwave) manusia ke dalam bentuk

grafik. Gelombang otak diukur berdasarkan beda pontensial yang terjadi secara

berulang-ulang di antara elektroda yang dihubungkan ke kepala.

Penggunaan EEG untuk mendeteksi aktivitas otak memberikan beberapa

keuntungan di antaranya yaitu mempunyai resolusi yang tinggi hingga

milisekon yang melebihi resolusi MRI, dapat mengukur aktivitas otak secara

langsung tanpa melalui perantara lain dan tidak seperti metode lain yang

mempelajari melalui karakteristik aliran darah atau aktivitas metabolisme.

Akan tetapi karena rekaman EEG hanyalah merekam aktivitas otak sesaat,

perekaman tersebut akan memberikan kesan yang lain ketika perekaman

dilakukan pada waktu yang berbeda. Pada umumnya pemeriksaan yang

dilakukan setelah >1bulan bangkitan EEG menjadi normal. Oleh karena itu

pengidentifikasian terhadap gelombang EEG perlu dilakukan setelah

bangkitan.

Namun pada kasus ini, pemeriksaan EEG dilakukan 2 hari setelah

bangkitan, pada tanggal 28 Januari 2015 di dapatkan kesan dalam batas

normal. Hasil EEG dalam batas normal belum tentu tidak ada lesi, karena EEG

memiliki keterbatasan dimana sensitifitas EEG hanya sensitif hingga

superfisial kortek (hanya sekitar 0,5-1mm). Sedangkan ketebalan korteks

serebral manusia 2-4mm. Sehingga lesi pada subkortek tidak sensitif

terdeteksi oleh EEG.

.

19

Page 20: Epi Lepsi

3. Apasaja rencana pemeriksaan penunjang pada pasien?

Rencana pemeriksaan penunjang pada pasien adalah ct-scan kepala dan

MRI. CT scan kepala dengan kontras. CT scan hanya dapat menyaring lesi-lesi

yang nyata dan mungkin tidak dapat memperlihatkan lesi kecil seperti klerosis.

MRI dapat mendeteksi lesi kecil (misalnya tumor kecil, malformasi pembuluh,

atau jaringan parut) .

20

Page 21: Epi Lepsi

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti

serangan. Epilepsi merupakan penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul

tanpa diprovokasi yang di sebabkan akibat kelainan bangkitan listrik jaringan

saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh bagian otak.3

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International

Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat

mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan

adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Namun, definisi ini

membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.4

3.2 Klasifikasi

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), epilepsi terdiri

dari dua jenis, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk

sindrom epilepsi.4

Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi :

1. Bangkitan Parsial

Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni,

A. Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus

3. Dengan gejala autonom

4. Dengan gejala psikis

B. Parsial Kompleks (kesadaran menurun)

1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berekambang menjadi penurunan

kesadaran

2. Dengan penurunan kesadaran sejak awaitan

C. Parsial yang menjadi umum sekunder

1. Parsial sederhana yang menajadi umum tonik-konik

2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik

21

Page 22: Epi Lepsi

3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik-konik

2. Bangkitan Umum

A. Absence / lena / petit mal

Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence)

dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Pada saat serangan mata

penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan

melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan

sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya.

B. Klonik

Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan

fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 –

3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti

oleh fase tonik. Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi

kejang yang terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.

C. Tonik

Kejang tonik merupakan pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan

tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi

atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.

Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh

akibat hilangnya keseimbangan,

D. Tonik-klonik /Grand mal

Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan

terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan

kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat

serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan

bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan

dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.

E. Mioklonik

Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar

sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya

berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan

fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.

22

Page 23: Epi Lepsi

F. Atonik

Bangkitan ini jarang terjadi. Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total

pada otot anggota badan, leher, dan badan. Durasi kejang bisa sangat singkat atau

lebih lama.

 Klasifikasi untuk epilepsi dan sindrom epilepsi yakni,4

1. Berkaitan dengan lokasi kelainanny (localized related)

A. Idiopatik (primer)

B. Simtomatik (sekunder)

C. Kriptogenik

2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan

peningkatan usia

A. Idiopatik (primer)

B. Kriptogenik atau simtomatik sesuai dengan peningkatan usia (sindrom west,

syndrome lennox-gasraut, epilepsi lena mioklonik dan epilepsi mioklonik-

astatik)

C. Simtomatik

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal dan umum

A. Bangkitan umum dan fokal

B. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.

A. kejang demam

B. status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)

C. Bangkitan yang hanya terjadi karena alkohaol, obat-obatan, eklamsi atau

hiperglikemik non ketotik.

D. Epilepsi refrektorik

3.3 Etiologi dan Faktor Pencetus

a. EtiologiPenyebab terjadinya epilepsi dapat terjadi secara multifaktoria namun

hampir 60% dari kasus epilepsi tidak dapat menjelaskan secara pasti penyebab

terjadinya. Kebanyakan etiologi epilepsi belum diketahui seperti jenis epilepsi

idiopatik. Kerusakan otak akibat trauma kepala, infeksi otak, masalah hormonal,

23

Page 24: Epi Lepsi

masalah gangguan peredaran darah otak dan tumor di otak dapat memicu terjadi

epilepsi simtomatik. Investigasi faktor etiologis didasarkan pada anamnesa seperti

riwayat adanya trauma, kejang demam, perdarahan subarakhnoid atau infeksi

susunan saraf. Salah satu patokan dalam investigasi etiologis adalah usia pasien

sewaktu pertama mengalami kejang. Contohnya, kejang pada bayi biasanya

etiologinya adalah cedera perinatal, kejang yang timbul pada usia dewasa karena

tumor otak.5

b. Faktor Pencetus

Faktor pencetus ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,yaitu: 1,5

a. Faktor sensoris, seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang

mengejutkan, air panas

b. Faktor sistemis, seperti: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya

golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.

c. Faktor mental, seperti: stress, gangguan emosi.

3.4 Patofisiologi

Neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya

perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan

jumlah muatan ion-ion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian

intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinapsis dengan neuron lain melalui

akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan

menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat,

kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi

cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan

dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain,

sehingga terjadilah epilepsi. Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang

diakibatkan oleh aktivitas listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh

bagian otak. Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya

mengalami dua kali bangkitan tanpa provokasi. Bangkitan epilepsi disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara faktor eksitasi dan inhibisi serebral, bangkitan

akan muncul pada eksitabilitas yang tidak terkontrol. Pada sebagian besar kasus

24

Page 25: Epi Lepsi

tidak dijumpai kelainan anatomi otak, namun pada beberapa kasus epilepsi

disertai oleh kerusakan struktural otak yang mengakibatkan disfungsi fisik dan

retardasi mental.6

3.5 Diagnosis

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik

dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh

gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk

menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut.7

a. Anamnesis

            Tahap pertama mengevaluasi penderita dengan kemungkinan epilepsi

adalah menetapkan apakah penderita menderita kejang atau tidak. Anamnesis

yang lengkap seorang dokter dapat memperkirakan apakah seseorang benar

menderita kejang atau tidak, dan juga perlu untuk menentukan tipe kejang atau

jenis epilepsi tertentu. Penentuan tipe kejang atau epilepsi sangat penting karena

pengobatan penderita epilepsi salah satunya didasarkan pada tipe kejang atau jenis

epilepsi. Anamnesis dapat dilakukan pada pasien atau saksi mata yang

menyaksikan pasien kejang. Sering penderita datang dalam keadaan tidak sadar,

sehingga gambaran bangkitan sebagian besar berdasarkan pada anamnesis. Ini

sering bergantung pada kepandaian pemeriksa untuk menentukan pola bangkitan

dan kepandaian saksi mata dalam melukis bangkitan.6,7

Penentuan penyebab dari kejang, dokter harus menentukan apakah ada

anamnesa keluarga dengan epilepsi, trauma kepala, kejang demam, infeksi telinga

tengah atau sinus atau gejala dari keganasan. Adapun pertanyaan yang penting

untuk ditelusuri berupa:8

Pola / bentuk bangkitan

Lama bangkitan

Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

Frekuensi bangkitan

Faktor pencetus

Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

25

Page 26: Epi Lepsi

Usia saat terjadinya bengkitan pertama

Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan / kelahiran dan

perkembangan bayi / anak

Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

b. Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologi

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda dari

gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi

telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, 

kecanduan obat terlarang atau alkohol dan kanker.7

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:7,8

1. EEG (elektroensefalogram)

EEG merupakan pemeriksaan yang mengukur aktivitas listrik di dalam

otak. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak memiliki resiko.

Elektroda ditempelkan pada kulit kepala untuk mengukur impuls listrik di dalam

otak. Setelah terdiagnosis, biasanya dilakukan pemeriksaan lainnya untuk

menentukan penyebab yang biasa diobati.

EEG hanyalah suatu pemeriksaan, bukan penentu diagnosis pasti. Interpretasi

gambaran EEG harus dilakukan dengan hati-hati. Pada sebagian pasien,

digunakan teknik-teknik pengaktifan tertentu, seperti hiperventilasi atau stimulasi

cahaya berkedip-kedip, untuk memicu munculnya pola listrik yang abnormal.

Bahkan setelah pemeriksaan EEG berulang, hasil tetap negatif pada hampir 20%

pasien. EEG yang normal sering dijumpai pada anak dengan kejang tonik-klonik.

Rekaman EEG digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah otak spesifik

yang terlibat dalam lepas muatan abnormal, dan data ini dikolerasikan dengan

rekaman video.

2. Pemeriksaan pencitraan otak

26

Page 27: Epi Lepsi

Pemeriksaan MRI atau CT scan perlu dilakukan untuk menentukan adanya

kelainan struktural di otak. MRI lebih disukai karena dapat mendeteksi lesi kecil

(misalnya tumor kecil, malformasi pembuluh, atau jaringan parut) di lobus

temporalis. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin

memerlukan terapi pembedahan.7,8

3. Laboratorium.

Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, trombosit, hapusan

darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah,

fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali fosfatase), ureum, kreatinin dan

lain-lain atas indikasi. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk:8

- Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah

- Menilai fungsi hati dan ginjal

- Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan

adanya infeksi)

4. Pemeriksaan cairan serebrospinal bila dicurigai adanya infeksi SSP

5. Pemeriksaan-pemeriksaan lain.

Dilakukan bila ada indikasi misalnya adanya kelainan metabolik bawaan.

Pada kasus ini, diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan

tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang

ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Hasil pemeriksaan EEG

didapatkan kesan epileptiform.pemeriksaan MRI karena kendala biaya, sehingga

digantikan dengan CT scan kepala dengan kontras.

3.7 Terapi

Pada pasien ini diberikan terapi fenitoin yang merupakan obat lini pertama

untuk epilepsi parsial dan dan mencegah kemunculan kejang dengan cara

menghambat neurotransmiter di otak.

Tabel 1. Pemilihan OAE berdasarkan tipe bangkitan epilepsi

27

Page 28: Epi Lepsi

Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua

Bangkitan parsial(sederhana atau

kompleks)

Fenitoin, karbamasepin(terutama untuk CPS), asamvalproat

Acetazolamide, clobazam,clonazepam, ethosuximide,felbamate, gabapentin,lamotrigine, levetiracetam,oxcarbazepine, tiagabin,topiramate, vigabatrin,phenobarbital, pirimidone

Bangkitan lena

Asam valproat, ethosuximide(tidak tersedia di

Indonesia)

Acetazolamide, clobazam,clonazepam, lamotrigine,phenobarbital, pirimidone

Bangkitan mioklonik Asam valproat

Clobazam, clonazepam,ethosuximide, lamotrigine,phenobarbital, pirimidone,piracetam

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas

kejang, tergantungdari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita

pasien. Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.7,10

3.8 Penanganan status epileptikus

Tabel 2. Penanganan status epileptikus7

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit)Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi

Stadium II (0-60 menit) Memasang infus pada pembuluh darah besarMengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan labPemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv (kecepatanpemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menitkemudian.Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mgintravenaMenangani asidosis

Stadium III (0-60 - 90

menit)

Menentukan etiologiBila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepampertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50mg/menitMemulai terapi dengan vasopresor bila diperlukanMengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien

28

Page 29: Epi Lepsi

ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atauThiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit,dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkansampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEGterakhir, lalu dilakukan tapering off.Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulaipemberian OAE dosis maintenance

BAB VKESIMPULAN

Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada otak yang terjadi sewaktu-

waktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan

penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau

emosional yang intermiten dan stereotipik.

29

Page 30: Epi Lepsi

Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan harus di

pertimbangkan kembali pada kejang berulang dapat terjadi, yaitu: diagnosis

epilepsi, klasifikasi tipe serangan, lesi aktif, dosis dan ketaatan pengobatan

Seorang penderita dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami

dua kali bangkitan tanpa provokasi. Pemilihan OAE didasarkan pada efikasinya

terhadap tipe kejang dan frekuensinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono dan Sidharta. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta. 2008.

2. Sisodiya S.M, Duncan J . Epilepsy : Epidemiology, Clinical Assessment,

Investigation and Natural History. Medicine International. 2000;36-41.

30

Page 31: Epi Lepsi

3. Ropper, AH, Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors’ Principles of

Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.

4. Oguni H. Diagnosis and Treatment of Epilepsy, Epilepsia. 2014. 13-16.

5. Aminoff, MJ et al. Lange: Clinical Neurology, 6th Edition, McGraw-Hill.

2005.

6. Anonymous.Diagnosis of Epilepsy, Epilepsia. 2004. 44(6) :23-24

7. Kustiowati E, Hartono B, Bintoro A, Agoes A. Pedoman Tatalaksana

Epilepsi, Kelompok Studi Epilepsi Perdossi. 2008.

8. Duncan R. Diagnosis of Epilepsy in Adults, available from :

http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsy supplement/E

Duncan.pdf.

9. Mardjono M. Pandangan Umum Tentang Epilepsi dan Penatalaksanaannya

dalam Dasar-Dasar Pelayangan Epilepsi & Neurologi, Agoes A. 2008; 129-

148.

10. Ahmed Z, Spencer S.S. An Approach to the Evaluation of a Patient for

Seizures and Epilepsy, Wisconsin Medical Journal. 2004.103(1) : 49-55.

31