respon masyarakat karihkil ciseeng bogor terhadap sinetron...
TRANSCRIPT
RESPON MASYARAKAT KARIHKIL CISEENG
BOGOR TERHADAP SINETRON CAHAYA DI RCTI
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Epi Sumarni
NIM: 104051001750
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2008
Epi Sumarni
RESPON MASYARAKAT KARIHKIL CISEENG
BOGOR TERHADAP SINETRON CAHAYA DI RCTI
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Epi Sumarni
NIM: 104051001750
Pembimbing
Dra. Armawati Arbi, M.Si
NIP: 150 246 288
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Respon Masyarakat Karihkil Ciseeng Bogor
Terhadap Sinetron Cahaya di RCTI” telah diujikan pada sidang munaqasyah
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
20 Juni 2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam.
Jakarta, 20 Juni 2008
Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Murodi, M.A. Umi Musyarofah, M.A.
NIP.150 254 102 NIP.150 281 980
Penguji I Penguji II
Drs. Jumroni, M.Si. Drs. Wahidin Saputra, M.A.
NIP.150 254959 NIP.150 276 299
Pembimbing
Dra.Armawati Arbi,M.Si
NIP.150 246 288
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa ditujukan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan tauladan kepada segenap ummatnya.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kategori sempurna,
keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah berkat bimbingan, bantuan
dan saran-saran dari semua pihak yang terkait. Tanpa partisipasi dari pihak
tersebut, upaya peneliti dalam penulisan skripsi ini tidak berarti apa-apa. Karena
itu peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya atas bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan, kepada:
1. Teristimewa untuk kedua orang tua ku (Umi Laini dan Bapak Muhammad
Odih) yang senantiasa memanjatkan Do’anya kepada Allah SWT untuk
kelancaran studi dan keselamatan anaknya dalam meraih cita-cita.
2. Bapak Dr. Murodi, MA., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Arif Subhan, MA., selaku Pudek Akademik Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Wahidin Saputra, MA., selaku Ketua Jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
5. Umi Musyarofah, MA., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
6. Dra. Armawati Arbi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
berkenan mencurahkan perhatian dan meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan dan petunjuk yang sangat berharga bagi peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Para dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang dengan sabar dan ikhlas mentransformaskan ilmu-ilmunya
kepada peneliti selama masa perkuliahan.
ii
8. Kepada Bapak Mahfudin selaku Lurah Karihkil dan Bapak Ketua RW dan
RT, yang telah mempermudah peneliti dalam memperoleh data.
9. Untuk kakak-kakak dan adik ku (A Ita, A Asep, A Budi, Teh Lilih, A
Chandra, A Kayat dan Iip) terima kasih atas segala bantuan, baik itu
berupa dukungan moril maupun material.
10. Untuk para responden (masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor), yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.
11. Buat sahabat-sahabat terbaik ku (Umi, Ela, Ida dan Nurul), yang selalu
mengingatkan dan memberikan dukungan kepada peneliti. Terima kasih
atas semuanya……… semoga kita akan terus bersahabat.
12. Untuk teman-teman anak KPI A angkatan 2004, yang telah memberikan
dukungan kepada peneliti, terutama (Shofie, Ana, AB3, Widy dan semua
teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tidak
mengurangi rasa sayang peneliti kepada semuanya.
13. Buat teman-teman kosan (Sella dan Copie), yang selalu menemani hari-
hari peneliti selama di Kosan, terima kasih atas semuanya.
14. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu,
yang ikut berpartisipasi membantu peneliti dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini mungkin masih banyak kekurangan dalam
berbagai hal. Namun demikian, peneliti berusaha membuat semua kekurangan
tersebut menjadi sesuatu yang dapat diperbaiki ke depannya nanti. Sekali lagi
peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membimbing. Semoga mendapatkan imbalan yang lebih baik dari
Allah SWT.
Jakarta, Juni 2008
Peneliti
iii
ABSTRAK
Epi Sumarni
“Respon Masyarakat Karihkil Ciseeng Bogor Terhadap Sinetron Cahaya di
RCTI”
Film cerita yang dibuat untuk media televisi, yang dalam wacana televisi
Indonesia dibuat sinema elektronik (sinetron), sudah menjadi bagian dari wacana publik dalam ruang sosial masyarakat. Cerita sinetron tidak hanya sekedar
menjadi sajian menarik di luar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi atau
bahan “ngerumpi baru” di antara para ibu dikelompok arisan, antara anggota
keluarga, bahkan tidak jarang, nilai-nilai di dalamnya hadir sebagai rujukan
perilaku para penggemarnya. Sinetron Cahaya adalah sinetron yang menceritakan
tentang persahabatan, percintaan dan lain sebagainya, namun jika dilihat dan
ditelisik lebih dalam lagi, dalam sinetron Cahaya terselip dan tergambar sisi sosial
dan moral dalam alur ceritanya. Berdakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya adalah dengan menggunakan media televisi. Berdakwah lewat
televisi tidak mesti berbentuk ceramah, namun bisa juga berbentuk seperti
sandiwara atau sinetron, sinetronpun tidak mesti harus religi, sinetron yang
mendidik, yang mengajarkan kepada kebaikan atau sinetron yang di dalam
ceritnya memasukkan pesan-pesan yang baik, dalam hal ini (pesan sosial, moral,
dan lain sebagainya). Dan itu pun termasuk ke dalam salah satu bentuk cara berdakwah
Bagaimana respon masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor terhadap sinetron Cahaya yang meliputi kognitif, afektif dan behavioral (tindakan)
penonton? Teori yang digunakan dalam peneitian ini adalah teori S-O-R (Stimulus-
Organism-Respon). Yaitu salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa
memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audience
(penonton/pendengar)
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
metode survei. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, angket, dan
dokumentasi.
Respon yang didapat dari penonton memang positif, menurut peneliti hasil
tersebut karena alur ceritanya menarik, tidak mudah ditebak jalan ceritanya,
akting pemain yang meyakinkan, serta cara pengemasan atau setting sinetron yang
bagus. Menyaksikan sinetron ini, responden memperoleh pengetahuan tentang
etika, sehingga penonton merespon positif.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat
RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor menyatakan bahwa sinetron Cahaya yang
ditayangkan di RCTI, mendapatkan respon yang baik (positif). Dari sinetron Cahaya responden mendapatkan pengetahuan dan informasi berupa cara bersikap
dan berperilaku yang baik dan tidak (kognitif). Responden juga memberikan kesan atau sikap yang baik pula terhadap sinetron Cahaya (afektif). Kemudian
sinetron Cahaya juga sedikit banyak menciptakan imitasi dikalangan masyarakat (responden).
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 7
D. Metodologi Penelitian ..................................................... 8
E. Sistematika Penelitian ..................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Respon............................................................................. 13
1. Teori S-O-R ............................................................. 13
2. Pengertian Respon...................................................... 14
3. Macam-Macam Respon.............................................. 16
a. Kognitif ............................................................... 16
b. Afektif ................................................................. 16
c. Behavioral ............................................................ 16
4. Faktor-Faktor Terbentuknya Respon .......................... 17
B. Masyarakat ...................................................................... 18
1. Pengertian Masyarakat ................................................. 18
2. Jenis-Jenis Masyarakat ................................................. 19
3. Fungsi Masyarakat ....................................................... 20
C. Sinetron .......................................................................... 21
1. Pengertian Sinetron ................................................... 21
2. Kategori Cerita Sinetron ............................................ 23
3. Unsur-unsur Sinetron ................................................ 24
BAB III PROFIL STASIUN TELEVISI RCTI DAN GAMBARAN
UMUM SINETRON CAHAYA
A. Sejarah Berdirinya Stasiun Televisi RCTI ....................... 26
B. Napak Tilas Perjalanan Stasiun Televisi RCTI ................ 28
C. Profil Stasiun Televisi RCTI ........................................... 29
D. Visi dan Misi Stasiun Televisi RCTI ............................... 30
E. Sarana Penunjang Stasiun Televisi RCTI ........................ 31
F. Gambaran Umum Sinetron Cahaya .................................. 32
G. Cast and Crew Sinetron Cahaya ....................................... 33
H. Sinopsis Sinetron Cahaya................................................. 34
BAB IV RESPONS MASYARAKAT RW 01 KARIHKIL
CISEENG BOGOR TERHADAP SINETRON
CAHAYA
A. Tinjauan Daerah Penelitian .............................................. 38
B. Profil Responden .............................................................. 39
C. Deskripsi dan Analisis Data Mengenai Respons
Masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor Terhadap
Sinetron Cahaya .............................................................. 43
1. Kognitif Penonton ...................................................... 45
2. Afektif Penonton ........................................................ 51
3. Behavioral Penonton ................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................... 65
B. Saran-Saran ..................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………….. 70
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Jenis Kelamin Responden ......................................................... 39
TABEL 2 Jenis Usia Responden ............................................................... 40
TABEL 3 Jenis Pekerjaan Responden ....................................................... 41
TABEL 4 Tingkat Pendidikan Terakhir Responden ................................... 43
TABEL 5 Mulai Menonton Sinetron Cahaya ............................................ 45
TABEL 6 Alasan Menyaksikan Sinetron Cahaya .................................... 47
TABEL 7 Mengerti Isi Dari Sinetron Cahaya ........................................... 48
TABEL 8 Tanggapan Mengenai Akting Para Pemain Sinetron Cahaya .... 49
TABEL 9 Cara Mengemas (Setting) Sinetron Cahaya .............................. 50
TABEL 10 Perasaan Saat Menyaksikan Sinetron Cahaya .......................... 52
TABEL 11 Tokoh/Pemain Utama Yang Paling Disukai ............................ 53
TABEL 12 Alur Cerita Episode Pertama Sinetron Cahaya ........................ 55
TABEL 13 Kesan Seteleh Menonton Sinetron Cahaya .............................. 56
TABEL 14 Pendapat Tentang Sinetron Cahaya ......................................... 57
TABEL 15 Suka Meniru Gaya Penampilan Para Pemain ........................... 58
TABEL 16 Suka Meniru Gaya Berbicara Para Pemain .............................. 59
TABEL 17 Mengidolakan Para Pemain Sinetron Cahaya .......................... 61
TABEL 18 Sinetron Ini Memberikan Manfaat ........................................... 62
TABEL 19 Manfaat Yang Didapatkan Setelah Menyaksikan
Sinetron Cahaya ..................................................................... 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang Masalah
Media massa telah hadir setiap saat tanpa memandang waktu dan jarak,
bahkan mungkin kehadiran media massa dapat mempengaruhi cara hidup dan
perilaku seseorang.1
Di antara sekian banyak media massa yang ada pada saat ini, televisi
merupakan media massa elektronik yang paling banyak dinikmati oleh
masyarakat. Karena media televisi dianggap media yang paling efektif dalam
penggunaannya. Televisi merupakan gabungan media dengar (audio) dengan
media gambar (visual) yang bersifat informatif, hiburan, pendidikan maupun
gabungan dari ketiganya.
Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang
menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan
informasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi setiap media
massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai
sosial dan budaya manusia.2
Televisi saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Banyak orang yang menghabiskan waktunya lebih lama di depan
pesawat televisi dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk mengobrol
dengan keluarga atau pasangan mereka. Bagi banyak orang televisi adalah teman,
1 Siti Mutmainah dan Ahmad Fauzi, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2005), Cet. Ke-8, h. 9.1. 2 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1996), Cet. Ke-1, h. 8.
televisi menjadi cermin perilaku masyarakat dan televisi dapat menjadi candu.
Televisi membujuk kita untuk mengkonsumsi lebih banyak dan lebih banyak lagi.
Televisi memperlihatkan bagaimana kehidupan orang lain dan memberikan ide
tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup ini. Ringkasnya, televisi mampu
memasuki relung-relung kehidupan kita lebih dari yang lain. 3
Televisi sebagai media yang muncul belakangan dibandingkan media
cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam sisi
pergaulan hidup manusia saat ini.
Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukan bahwa
media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis.
Tak dapat dipungkiri lagi bahwa revolusi media elektronik, khususnya
media televisi di dunia, telah mencapai tahap yang paling canggih dan
spektakuler. Hadirnya televisi swasta di Indonesia, dengan berbagai macam acara
yang menarik, terus menerus diikuti perkembangannya oleh pemirsa.
Pemirsa televisi telah dihadapkan kepada banyak alternatif tontonan dari
berbagai acara televisi yang berbeda.
Dari sekian banyak acara yang ada di televisi, acara sinetron tampaknya
paling sering mendapat sambutan hangat dari pemirsa. Para penggemar sinetron
umumnya merasa cemas jika ketinggalan salah satu episode cerita sinetron
kesayangannya. Mereka seolah ”merasa kehilangan sesuatu yang berharga” ketika
tertinggal salah satu episode saja. Ini menandakan, perhatian pemirsa terhadap
sinetron, sangat luar biasa dibandingkan dengan acara lainnya.
3 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), Cet Ke-
1, h.1.
Film cerita yang dibuat untuk media televisi, yang dalam wacana televisi
Indonesia disebut sinema elektronik (sinetron), sudah menjadi bagian dari wacana
publik dalam ruang sosial masyarakat. Cerita sinetron tidak hanya sekedar
menjadi sajian menarik di layar kaca, tetapi juga telah menjadi bahan diskusi atau
bahan ”ngerumpi baru” di antara para ibu, kelompok arisan, antar anggota
keluarga, bahkan tidak jarang, nilai-nilai sosial di dalamnya hadir sebagai rujukan
perilaku para penggemarnya.4
Banyaknya sinetron yang menggambarkan sisi sosial dan moral dalam
kehidupan masyarakat, tentu sangat bermanfaat bagi pemirsa dalam menentukan
sikap. Pesan-pesan sinetron terkadang terungkap secara simbolis dalam alur cerita.
5
Seperti halnya sinetron Cahaya yang ditayangkan di stasiun televisi RCTI
setiap hari senin sampai dengan minggu pada pukul 20.00 WIB.
Meskipun sinetron ini banyak menceritakan tentang percintaan,
persahabatan dan lain sebagainya, namun jika kita lihat lebih dalam lagi, terselip
dan tergambar sisi sosial dan moral di dalam alur cerita sinetron ini.
Di mana pada episode awal sinetron Cahaya menceritakan tentang
“Cahaya (yang diperankan oleh Naysila Mirdad) adalah korban dari kesulitan
keuangan suatu keluarga, untuk menutupi kebutuhan keluarga, Hendra ayahnya
(yang diperankan oleh Yadi Timo) tega menjual Cahaya ke tempat pelacuran.
Cahaya yang semula mengira dibawa untuk dijadikan sebagai pembantu, sangat
kaget mendapati dirinya ternyata dikirim ke tempat pelacuran.”
4 Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia; Antara Keahlian Virtual dan Realitas Sosial,
(Jakarta: PT. Mandar Utama Tiga Books Division, 2002), h. 5 Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, h. 129-136.
Dari sepenggal cerita di atas, terselip sisi sosial dan moral yang
menggambarkan bahwa “kemiskinan itu dapat membawa seseorang ke dalam
kekufuran (kejahatan).”
Dan jika kita lihat lebih dalam lagi, cerita di atas juga menceritakan
tentang perdagangan perempuan, padahal dalam agama Islam perbuatan
(perzinahan dan pelacuran) sangat dilarang keras dengan hukuman yang amat
berat. Islam sama sekali tidak bisa mentolelir pelacuran dan perzinahan,
sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah an-Nur ayat 2 sebagai berikut:
��������� �� ������
���������� ���� �������
�☺�� !�"# ���$��# %&'���� � ()�� *��+�,-�.� �☺�1 2����3�4
��5 657�8 9:� ;�< =�>?��
';@?�# �, 9:�*
�BC@��D��� EFGHI�� � �����J�8D�� �☺���1�⌧�'
2�⌧LM:�N HO�"# '5P�?�# �☺D�
RS6
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seseorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah untuk (menjalankan) agama Allah
SWT, jika kamu beriman kepada Allah SWT, dan hari kiamat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman.”
Dakwah melalui televisi dapat dilakukan dalam bentuk ceramah,
sandiwara, sinetron dan lain sebagainya. Salah satu bentuk tayangan yang
ditampilkan oleh stasiun televisi adalah dalam bentuk sinetron. Sekarang ini
banyak sekali stasiun-stasiun televisi yang menyuguhkan sinetron-sinetron yang
religius, bahkan ada dalam satu stasiun televisi menayangkan lebih dari satu judul
sinetron religi.
Kita seharusnya bangga dan senang dengan maraknya sinetron religi yang
bermunculan dibeberapa stasiun televisi, itu berarti menandakan bahwa dakwah
yang disampaikan melalui media elektronik, dalam hal ini televisi mengalami
kemajuan, karena seperti yang kita ketahui bersama selama ini, sinetron religi
hanya ditayangkan pada bulan Ramadhan saja.
Namun sekarang ini, sinetron religi sudah jarang ditayangkan di beberapa
stasiun televisi, meskipun hanya sebagian dari sekian banyak stasiun televisi.
Jarang ditayangkannya sinetron religi, mungkin mengisyaratkan bahwa para
penonton sudah mulai bosan atau jenuh dengan alur cerita yang hampir sama dan
hampir setiap waktu ditayangkan di stasiun televisi di Indonesia.
Dari sinilah seharusnya para praktisi dan para pengelola stasiun televisi
(khususnya bagi para pembuat sinetron yang bernuansa Islam/religi) agar mulai
membuat sinetron yang ringan, mudah dicerna oleh penonton, tidak
membosankan, mendidik, menghibur (tidak mesti religi), namun tidak melupakan
atau tetap menyelipkan (pesan dan nilai dakwah serta hal-hal yang bermanfaat
bagi para penonton) dalam sinetron tersebut.
Dari latar belakang di atas, maka peneliti mencoba untuk mengetahui
seberapa besar respon masyarakat terhadap sinetron cahaya yang ditayangkan di
stasiun televisi RCTI.
Namun sebelumnya, peneliti akan sedikit menjelaskan tentang respon yang
peneliti teliti. Respon dalam kamus istilah psikologi dijelaskan bahwa respon
adalah setiap perilaku yang timbul karena adanya suatu stimulus.
Konsep tentang respon merupakan suatu konsep yang sangat umum dalam
psikologi, dan adakalanya dipakai dalam hubungannya dengan perilaku apa saja.
Sekalipun demikian sebenarnya perilaku merupakan suatu respon, hanya bila
perilaku tersebut dihasilkan oleh karena adanya suatu stimulus. Suatu sinonim
yang sering digunakan sebagai padanan respon dalam percakapan sehari-hari
adalah jawaban. Oleh karena itu, respon dalam pengertian tertentu adalah jawaban
terhadap stimulus.6
Respon adalah tanggapan; reaksi; jawaban.7 Jadi pengertian respon dalam
skripsi ini adalah sebuah tanggapan; reaksi; jawaban masyarakat (dalam hal ini
masyarakat yang berdomisili di RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor) terhadap sinetron
Cahaya. Respon ini bersifat langsung tanpa memerlukan waktu yang lama untuk
mendapatkan jawaban dari objek yang kita teliti. Untuk itulah peneliti mengambil
judul “Respon Masyarakat Karihkil Ciseeng Bogor Terhadap Sinetron
Cahaya di RCTI.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk lebih memperjelas dan mempermudah proses penelitian ini, maka
peneliti memberikan batasan sebagai berikut:
Sinetron yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sinetron Cahaya.
Masyarakat yang peneliti teliti adalah laki-laki dan perempuan yang berdomisili di
RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor yang usianya berkisar antara 15-45 tahun, karena
mereka dianggap lebih sering atau suka menonton sinetron.
6 Frank J. Bruno, Istilah Kunci Psikologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), Cet Ke-1, h. 257.
7 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka,1988), Ed Ke-3, Cet Ke-1, h. 218.
2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana respon masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor terhadap
sinetron Cahaya.
a. Kognitif penonton
b. Afektif penonton
c. Behavioral penonton
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar respon
masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor terhadap sinetron Cahaya, yang
meliputi respon kognitif, afektif dan behavioral penonton.
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
dokumentasi ilmiah untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam
bidang ilmu dakwah dan komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan baru, khususnya bagi
peneliti dan masyarakat. Selain itu pula diharapkan penelitian ini dapat
memberikan sebuah kontribusi yang nyata berupa aspirasi dan informasi kepada
pihak-pihak yang terkait.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang
berupa menarik faktor-faktor dan informasi dari data lapangan yang ditemui
secara angka dengan melihat inti objek penelitian berdasarkan tingkat beragam
dalam data lapangan yang bisa didapat secara akurat, tepat dan terpercaya. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti.8 Populasi
dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor yang
menyaksikan sinetron Cahaya, Yang populasinya berjumlah 620 orang.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian sasaran dalam penelitian yang dianggap dapat
mewakili sifat-sifat khalayak sasaran secara keseluruhan.9 Sampel dalam
penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan yang berdomisili di RW 01 Karihkil
Ciseeng Bogor yang usianya berkisar antara 15-45 tahun yang menyaksikan
tayangan sinetron Cahaya (dengan menanyai mereka terlebih dahulu apakah
mereka menonton Cahaya atau tidak). Sampel penelitian ini sebanyak 15% dari
keseluruhan jumlah populasi yaitu sebanyak 93 responden.
8 Rackmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta:
Kencana, 2006), Cet Ke1, h.149. 9 Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006), Cet Ke-1, h. 13
Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah dengan cara
sampel random atau sampel acak, sehingga semua objek dianggap sama. Dengan
demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk
memperoleh kesempatan (chance) dipilih menjadi sampel.
3. Tahap Pengumpulan Data
a. Observasi, “yaitu alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mancatat secara sistematis gejala-gajala yang
diselidiki.”10
Dalam hal ini peneliti hanya melakukan pengamatan yang
sifatnya tidak langsung, yaitu menonton sinetron Cahaya yang
ditayangkan di stasiun televisi RCTI.
b. Angket, “yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden.”11 Dalam hal ini peneliti
menyebarkan angket kepada masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng
Bogor dengan menggunakan teknik bola salju.
c. Dokumentasi, “yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan
penelitian, berupa buku-buku, majalah, artikel-artikel dari internet,
surat kabar dan sebagainya.”
4. Tahap Analisis Data
Data-data yang peneliti peroleh dari hasil penyebaran angket, akan
dianalisis, yang kemudian peneliti kritisi. Metode yang peneliti gunakan adalah
statistik deskriptif dengan menggunakan statistik prosentase sebagai berikut:
10
Chalid Harbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. Ke-4, h.
70. 11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineke Cipta, 2006), Cet. Ke-13, h.151.
Rumus prosentase
P = F X 100%
N
Keterangan:
P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden.12
Langkah-langkah analisis data
a. Evaluating : memeriksa kembali jawaban-jawaban responden untuk
diteliti, ditelaah, dan dirumuskan pengelompokkannya untuk
memperoleh data-data yang akurat.
b. Tabulating : mentabulasikan atau memindahkan jawaban-jawaban
responden ke dalam tabel, kemudian dicari persentasenya untuk
kemudian dianalisa.
c. Analisis dan interpretasi : yaitu mengubah data kuantitatif menjadi
bentuk verbal (kata-kata) sehingga kata-kata persentase menjadi lebih
bermakna.
d. Kesimpulan : yaitu peneliti memberikan kesimpulan dari hasil analisa
dan penafsiran data.
Adapun mengenai teknik penulisan skripsi ini, peneliti berpijak pada buku
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif
12
Anas Sarjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997),
Cet. Ke-8, h. 40.
Hidayatullah Jakarta press tahun 2007 dengan beberapa perubahan sesuai dengan
petunjuk Dosen pembimbing.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan lebih terarah mengenai pokok
permasalahan yang dijadikan pokok pembahasan skripsi ini, maka peneliti
membagi pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang mencakup: latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan manfaat
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab kedua, merupakan bab landasan teoritis yang mencakup tentang
respon yang meliputi teori S-O-R, pengertian respon, macam-macam respon:
kognitif, afektif, dan behavioral, serta faktor-faktor terbentuknya respon.
Masyarakat yang meliputi pengertian masyarakat, jenis-jenis masyarakat, dan
fungsi masyarakat. sinetron yang meliputi pengertian sinetron, kategori cerita
sinetron serta unsur-unsur sinetron.
Bab ketiga, merupakan bab mengenai profil stasiun televisi RCTI dan
gambaran umum sinetron Cahaya. mulai dari sejarah singkat berdirinya televisi
RCTI, napak tilas perjalanan stasiun televisi RCTI, profil, visi dan misi, sampai
dengan sarana penunjang yang ada di stasiun televisi RCTI. Gambaran umum
sinetron Cahaya, cast and crew serta sinopsis sinetron Cahaya .
Bab keempat, merupakan tanggapan masyarakat Karihkil Ciseeng Bogor
terhadap sinetron Cahaya, yang meliputi: tinjauan daerah penelitian, profil
responden serta deskripsi dan analisis data mengenai respon masyarakat RW 01
Desa Karihkil Ciseeng Bogor terhadap sinetron Cahaya, meliputi respon kognitif,
afektif dan behavioral penonton.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang mencakup kesimpulan dan
saran-saran dari semua permasalahan yang ada dalam skripsi ini, juga dilengkapi
dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Respon
1. Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response, yang
semula berasal dari psikologi, yang muncul antara tahun 1930 dan 1940. kalau
kemudian menjadi juga teori komunikasi, hal ini dikarenakan objek material dari
psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi
komponen-komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.13
Teori S-O-R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang
terdapat dalam ilmu komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media
massa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai
audience (penonton atau pendengar).14
Menurut teori ini efek yamg ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini
adalah: pesan (stimulus, S), Komunikan (Organism, O), dan Efek (Response, R).15
Dari ketiga elemen utama teori stimulus-organism-respon terdapat efek
(respon) yang merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu.
13
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003), Cet. Ke-3, h. 254. 14
S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), Cet. Ke-
9, h. 5.20. 15 Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 254.
2. Pengertian Respon
Respon dalam kamus istilah psikologi dijelaskan bahwa respon adalah
setiap perilaku yang timbul, karena adanya suatu stimulus.
Konsep tentang respon merupakan suatu konsep yang sangat umum dalam
psikologi, dan adakalanya dipakai dalam hubungannya dengan perilaku apa saja.
Sekalipun demikian sebenarnya perilaku merupakan suatu respon, hanya bila
perilaku tersebut dihasilkan oleh karena adanya suatu stimulus. Suatu sinonim
yang sering digunakan sebagai padanan respon dalam percakapan sehari-hari
adalah jawaban. Oleh karena itu, respon dalam pengertian tertentu adalah jawaban
terhadap stimulus.16
Stimulus adalah rangsang perubahan dalam energi fisik yang
menggiatkan suatu reseptor. Lebih umumnya, sebarang perubahan dalam energi
eksternal atau internal yang menyiagakan atau mengaktifkan suatu organisme atau
suatu tanda untuk berekasi atau berbuat.17 Beberapa perilaku tidak dimunculkan,
tetapi nampak dari luar. Perilaku yang serupa itu sering dianggap timbul dengan
sendirinya, dan ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori respon, kita dapat
menyebutnya sebagai perilaku yang terjadi dengan sendirinya, perilaku spontan,
atau pun perilaku yang sesuai dengan kehendak kita, atau tergantung dari
kerangka kerja teoritiknya.18
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
respon adalah tanggapan; reaksi; jawaban.19
Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebutkan bahwa respon adalah
reaksi psikologis metabolic terhadap tibanya suatu rangsang; ada yang bersifat
16
Frank J. Bruno, Istilah Kunci Psikologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), Cet. Ke-1, h. 257.
17 J. P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004), Cet.
Ke-9, h. 486. 18
Frank J. Bruno, Istilah Kunci Psikologi, h. 257. 19
h Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka,1988), Ed Ke-3, Cet Ke-1, h. 218.
refleksi dan reaksi emosional langsung, adapula yang bersifat terkendali.20
Sedangkan menurut Scheerer, respon (balas) adalah proses pengorganisasian
rangsang. Rangsang-rangsang proksimal diorganisasikan sedemikian rupa
sehingga terjadi refrensentasi fenomenal dari rangsang-rangsang proksimal itu.
Proses inilah yang disebut respon.21
Astrid S. Susanto mengatakan, respon adalah reaksi penolakan atau
pengiyaan ataupun sikap acuh tak acuh yang terjadi dalam diri seseorang setelah
menerima pesan.22
Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer disebutkan bahwa
respon adalah tanggapan; reaksi.23
Pengertian Respon Menurut Para Tokoh
Menurut Poerwadarminta, respon diartikan sebagai tanggapan reaksi dan
jawaban.24
Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi
serangkaian komunikasi. Sedangkan menurut Ahmad Subandi, mengemukakan
respon dengan istilah umpan balik yang memiliki peranan atau pengaruh dalam
menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.25
20
Save D. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan
Kebudayaan Nusantara,1997), Cet Ke-1,h.964. 21
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2000), Cet Ke-5, h.84. 22
Astrid S.Susanto, Komunikasi Sosial di Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta, 1998) 23
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Iindonesia Kontemporer, (Jakarta:
English Modern Press,1991), h.1268. 24
Poerwadarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), Cet Ke-
3, h. 43. 25 Ahmad Subandi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet Ke 2, h. 50.
3. Macam-Macam Respon
a. Respon kognitif, ialah respon yang berhubungan dengan pikiran atau
penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya
tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.26 atau
terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau
dipercayai atau dipersepsi khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi
pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi.
b. Respon afektif, ialah respons yang berkaitan dengan perasaan, timbul
apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau
dibenci khalayak. Hal ini berkaitan dengan emosi, sikap, atau nilai.
c. Respon behavioral, ialah respon yang merujuk pada perilaku nyata
yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau
kebiasaan berperilaku.27
Sedangkan menurut Agus Sujanto dalam bukunya Psikologi Umum,
mengemukakan macam-macam tanggapan sebagai berikut:
Tanggapan menurut indera yang mengamati, yaitu:
a. Tanggapan audit adalah tanggapan terhadap apa-apa yang telah
didengarnya, baik berupa suara, ketukan dan lain sebagainya.
b. Tanggapan visual adalah tanggapan terhadap sesuatu yang dilihatnya.
c. Tanggapan perasa adalah tanggapan sesuatu yang dialami oleh dirinya.
Tanggapan menurut terjadinya , yaitu:
a. Tanggapan ingatan adalah ingatan massa lampau, artinya tanggapan
terhadap kejadian yang telah lalu.
26
Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 318. 27
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
Cet. Ke-21, h. 219.
b. Tanggapan fantasi adalah tanggapan masa kini artinya tanggapan
terhadap sesuatu yang telah terjadi.
c. Tanggapan pikiran adalah tanggapan masa datang atau tanggapan
terhadap yang akan terjadi.
Tanggapan menurut lingkungannya:
a. Tanggapan benda, yakni tanggapan benda yang ada di sekitarnya.
b. Tanggapan kata-kata, yakni tanggapan seseorang terhadap ucapan atau
kata-kata yang dilontarkan oleh lawan bicara. 28
4. Faktor-Faktor Terbentuknya Respon
Ketika manusia lahir di dunia, sejak itulah manusia langsung menerima
stimulus, sekaligus dituntut untuk menjawab dan mengatasi semua pengaruh.
Manusia dengan alat inderanya dan sesuai dengan fungsinya, terus
memperhatikan, menggali segala sesuatu di sekitarnya. Allah SWT telah
mengisyaratkan bahwa manusia harus berusaha menggunakan alat inderanya
dalam menggali lingkungan sekitar serta aspek eksternal (yang mempengaruhi
dari luar diri manusia). Seperti yang dikatakan oleh Bimo Walgito ”alat indera itu
alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya.”29
Tanggapan yang dilakukan seseorang dapat terjadi apabila terpenuhi faktor
penyebabnya. Hal itu perlu diketahui supaya individu yang bersangkutan dapat
menganggapi dengan baik pada proses awalnya individu mengadakan tanggapan
tidak hanya dari stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tidak semua
stimulus itu mendapat respon individu, sebab individu melakukan terhadap
28
Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Aksara Baru,1991), h. 31-32 29 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 185.
stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik dirinya. Dengan demikian,
maka akan ditanggapi oleh individu selain tergantung pada stimulus juga
tergantung pada keadaan individu itu sendiri dengan kata lain, stimulus akan
mendapatkan pemilihan dan individu akan bergantung pada dua faktor, yaitu:
b. faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam individu. Manusia itu
terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Maka seseorang yang
mengadakan tanggapan sesuatu stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua
unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja, maka akan melahirkan
hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan
tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan
orang lain.
Unsur jasmani meliputi keberadaan, keutuhan dan cara bekerjanya alat
indera, urat saraf dan bagian-bagian tertentu pada otak
Unsur-unsur rohani dan pisiologis yang meliputi keberadaan, perasaan
(feeling), akal, fantasi, pandangan jiwa, mental, pikiran, motivasi, dan sebagainya.
c. Faktor eksternal, yaitu factor yang ada pada lingkungan (faktor pisis).
Faktor ini intensitas dan jenis benda perangsang atau orang menyebutnya dengan
faktor stimulus.30
B. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
30 Bimo Walgito, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 6
Masyarakat merupakan kumpulan dari penduduk. Sedangkan pengertian
penduduk atau populasi berarti sejumlah makhluk sejenis yang mendiami atau
menduduki tempat tertentu.
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan
kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam
lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi
dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk saat
kelompok manusia yang memiliki ciri kehidupan yang khas. Dalam lingkungan
itu, antara orang tua dan anak, antara ibu dan ayah, antara kakek dan cucu. Antara
sesama kaum laki-laki dan wanita, larut melalui suatu kehidupan yang teratur dan
berpadu dalam suatu kelompok manusia, yang disebut masyarakat.
2. Jenis-Jenis Masyarakat
Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat
digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju (masyarakat
modern).
a. Masyarakat Sederhana
Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian kerja
cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja dalam bentuk lain
tidak terungkap dengan jelas, sejalan dengan pola kehidupan dan pola
perekonomian (masyarakat primitif tidak atau belum sedemikian rumit seperti
pada masyarakat maju.
b. Masyarakat Maju (modern)
Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih akrab
dengan sebutan kelompok-kelompok kemasyarakatan yang tumbuh dan
berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai.
Organisasi kemasyarakatan itu dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan
terbatas sampai pada cakupan nasional, regional, maupun internasional. Dalam
lingkungan maju, dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non industri dan
masyarakat industri.31
3. Fungsi Masyarakat
Masyarakat adalah suatu tipe sistem sosial, sama halnya dengan sebuah
perusahaan, universitas, angkatan bersenjata, dan lain-lain. Bedanya masyarakat
merupakan sistem sosial yang paling tinggi tingkat kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Dengan kata lain masyarakat sebagai suatu sistem
sosial mengatur dan mengintegrasikan ketiga lingkungan utama dan kedua
lingkungan sekunder hingga derajat tertentu, yang tidak mampu dilakukan oleh
sistem sosial lainnya.
Masyarakat sebagai suatu tipe sistem sosial dapat dianalisa dari empat
fungsinya yang diperlukan, yakni:
a. Fungsi Pemeliharaan Pola
Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem
sosial dengan sub-sistem kultural. Fungsi ini mempertahankan prinsip-prinsip
tertinggi dari masyarakat sambil menyediakan dasar dalam berperilaku menuju
realitas tertinggi.
31
Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke.1, h. 85-
86.
b. Fungsi Integrasi.
Fungsi ini mencakup koordinasi yang diperlukan antara unit-unit yang
menjadi bagian dari suatu sistem sosial, khususnya berkaitan dengan kontribusi
unit-unit pada organisasi dan fungsinya unit-unit terhadap keseluruhan sistem.
d. Fungsi Pencapaian Tujuan.
Fungsi ini mengatur hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial
dengan sub-sistem kepribadian. Fungsi ini tercermin dalam bentuk penyusunan
skala prioritas dari segala tujuan yang hendak dicapai dan penentuan bagaimana
suatu sistem memobilitas sumber daya serta tenaga yang tersedia untuk mencapai
tujuan tersebut.
e. Fungsi Adaptasi
Menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan
sub-sistem organisme tindakan dan dengan alam fisiko-organik. Secara umum
fungsi ini menyangkut kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap
lingkungan hidupnya. Dalam pelaksanaan fungsi ini, teknologi sangat penting
peranannya.32
C. Sinetron
1. Pengertian Sinetron
32
Ankie M.M. Hoogvelt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, (Jakarta: CV.
Rajawali, 1985), Cet. Ke-1, h. 28-29.
Di masa lalu ketika stasiun televisi hanya satu, yaitu TVRI, nama program
sinetron belum dikenal. Program semacam itu di jaman TVRI disebut drama
televisi, teleplay atau sandiwara televisi. Produksi program drama televisi pada
waktu itu juga sangat berbeda dengan produksi sinetron. Program drama televisi
biasanya diproduksi sepenuhnya mengunakan setting indoor, di dalam studio
televisi. 3 atau 4 set dibangun untuk kepentingan produksi itu. Pelaksanaan
produksinya dapat dilakukan untuk siaran langsung ataupun direkam lebih dahulu.
Jarang sekali terjadi, produksi drama televisi dibuat dengan menggunakan film
atau video dan shootingnya menggunakan setting outdoor, di luar studio televisi.33
Dari sekian banyak program acara televisi, sinetron adalah acara yang
paling banyak digemari oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya kaum
perempuan. Faktor yang menyebabkan sinetron disukai oleh masyarakat adalah:
isi pesannya sesuai dengan realitas sosial pemirsa. Isi pesannya mengandung
cerminan tradisi nilai luhur dan budaya masyarakat (pemirsa). Isi pesannya lebih
banyak mengungkap permasalahan atau persoalan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat.34
Mungkin karena ketiga faktor itulah, yang membuat acara sinetron
di televisi selalu ditunggu jam tayangnya oleh pemirsa.
Sinetron merupakan kepanjangan dari sinema elektronik yang berarti
sebuah karya cipta seni budaya, dan media komunikasi pandang dengar yang
dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita video melalui proses
elektronik lalu ditayangkan melalui stasiun televisi.35
33
Fred Wibowo, Teknik Program Televisi, (Yogyakarta: Pinus Book Publisister, 2007),
Cet. Ke-1, h. 225. 34
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1996), Cet. Ke-1, h. 30 35
Endah, “Pengertian Sinetron.” Artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari
http://chendah.blogspot.com/2008/01/pengertian-sinetron.html
Secara gramatikal yang dimaksud kata tele dalam istilah telesinema adalah
televisi. Istilah telesinema merupakan terjemah bahasa Indonesia dari bahasa
Inggris yaitu tele (vision) sinema. Dengan demikian istilah telesinema berarti
” sinema televisi” atau dipendekkan menjadi sinetron.
2. Kategori Cerita Sinetron
Ciri pertama, sinetron Yang memiliki kekuatan besar untuk terus bertahan
dalam jajaran Top Ten adalah sinetron-sinetron dalam jenis seri dan serial. Dalam
dunia sinetron, terdapat empat kategori jenis, yaitu sinetron seri, serial, sinetron
mini seri, dan sinetron lepas (satu episode selesai).
Sinetron seri adalah sinetron yang memiliki banyak episode, tetapi
masing-masing episode tidak memiliki hubungan sebab akibat. Sedangkan
sinetron serial adalah sinetron yang memiliki banyak episode dan masing-masing
episode memiliki hubungan sebab akibat. Baik dalam sinetron berseri maupun
sinetron serial ini panjangnya bisa mencapai ratusan episode. Kemudian Festival
Sinetron Indonesia (FSI) menggunakan istilah sinetron lepas untuk menyebut
sinetron satu seri selesai atau bisa disebut juga sebagai (FTV).
Ciri kedua, atas dasar tema cerita yang ditawarkan, jenis sinetron bisa
dibedakan menjadi drama keluarga, komedi situasi, laga dan sinetron laga misteri
kolosal.
Atas dasar tema ceritanya, sinetron juga dapat dibagi dalam dua kategori
besar. Pertama, sinetron drama. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia,
mendefinisikan sinetron drama sebagai komposisi cerita atau kisah, syair
lagu-lagu yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui
tingkah laku (akting) atau dialog yang melibatkan konflik atau emosi yang
dikemas secara khusus untuk ditayangkan di televisi.
Sinetron drama ini pun dapat dibagi dalam dua kategori. Sinetron drama
komedi, artinya, sinetron drama yang berisi kelucuan-kelucuan yang mengajak
pemirsa tertawa. Kedua, sinetron drama rumah tangga, yaitu sinetron drama yang
mengangkat masalah-masalah dalam rumah tangga.36
Kategori kedua adalah laga. Secara harfiah, laga adalah perkelahian atau
berkelahi.37
Sinetron yang banyak memceritakan dan mengisahkan perkelahian
sebagai menu utamanya. Cerita hanya semacam alur pengatur dari satu arena
perkelahian ke arena perkelahian lain. Untuk menurunkan irama ketegangan
selalu disisipi komedi. Komedi adalah sandiwara ringan yang penuh dengan
kelucuan-kelucuan, meskipun kelucuan-kelucuan itu bersifat menyindir dan
berakhir dengan bahagia. Komedi bahagia adalah komedi untuk membuat
penonton tertawa.
Kategori lainnya adalah kelompok laga drama dan sinetron laga misteri
kolosal. Ciri-ciri bangunan cerita keduanya hampir sama, yaitu baku hantam.
Yang membedakan hanyalah, laga misteri kolosal mengambil setting masa lalu,
sedangkan laga mengambil setting masa kini.38
3. Unsur-unsur Sinetron
Adapun unsur-unsur sinetron itu sendiri adalah:
36
Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia; Antara Keahlian Virtual dan Realitas Sosial,
(Jakarta: PT. Mandar Utama Tiga Books Division, 2002), h. 66. 37
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Ed. Ke-3, Cet. Ke-3, h. 623. 38 Labib, Potret Sinetron Indonesia, h. 85-87.
a. Produser: orang yang bertanggung jawab atas pembuatan sinetron baik
bersifat hidup rekaman video. Ia juga bertanggung jawab atas
pembiayaan produksi sebuah sinetron.
b. Sutradara: orang yang memimpin pertunjukan atau pementasan
dibidang artistik.
c. Naskah atau script: ide atau gagasan suatu cerita, naskah memuat
penjelasan serta pengembangan sebuah ide atau konsep yang secara
operasional dapat dibuat visualnya.
d. Artis/aktor: orang yang memainkan peran dalam cerita tersebut.
Mereka memainkan peran sesuai dengan naskah yang telah dibuat.
e. Engineering: orang yang harus menyiapkan segala hal yang berkaitan
dengan alat-alat produksi seperti kamera, mike, listrik.
f. Kostum: walaupun kostum bukan merupakan sesuatu yang paling
penting dalam pembuatan sinetron, kostum juga harus diperhatikan.
Mereka menentukan kostum para pemain agar sesuai dengan cerita
sinetron tersebut.
g. Make-Up: hal ini juga harus diperhatikan. Mereka memake-up para
pemain sesuai dengan karakter yang harus dimainkannya.39
39 Suprihatin, ”Respon Masyarakat Ulujami Jakarta Selatan Terhadap Sinetron Maha
Kasih Episode Tukang Bubur Naik Haji Di RCTI, ” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006), h. 16-19.
BAB III
PROFIL STASIUN TELEVISI RCTI DAN GAMBARAN UMUM
SINETRON CAHAYA
A. Sejarah Berdirinya Stasiun Televisi RCTI
Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) adalah stasiun swasta pertama di
Indonesia yang lahir dari gagasan 2 perusahaan besar, yaitu : Bimantara Citra
Tbk, dan Rajawali Corporations. Sejak berdirinya tahun 1989, RCTI identik
dengan beragam program yang popular dan merupakan trend-setter. Memiliki 47
stasiun pemancar di seluruh Indonesia, RCTI selalu menjadi pilihan para
pemasang iklan, karena merupakan media untuk beriklan yang efektif dengan
cakupan terluas.
Pada awal berdirinya, Rajawali Citra Televisi Indonesia merupakan sebuah
stasiun televisi alternatif bagi masyarakat Indonesia. Sampai dengan tahun 1989,
masyarakat Indonesia hanya bisa menikmati siaran televisi dari satu saluran yaitu
Televisi Republik Indonesia.
Munculnya RCTI tidak lepas dari desakan masyarakat kepada pemerintah
untuk membuka kesempatan bagi dunia hiburan. Hal tersebut terkait dengan
kebijakan pemerintah mengizinkan pemakaian antena parabola untuk perorangan
pada tahun 1986. sebagian masyarakat mulai bisa menikmati beragam acara
televisi dari Negara tetangga seperti TV3 dan RTM-1 (Malaysia), TV-Thailand,
dan TV-Philipina.
Kebijakan tersebut mengizinkan saluran khusus untuk mengudara dengan
menayangkan iklan. Kebijakan itu membuka kesempatan bagi televisi swasta.
RCTI merupakan perusahaan pertama yang diberi wewenang tersebut, setelah
yayasan TVRI tidak memiliki cukup modal untuk melaksanakan siaran itu.
Tetapi penunjukkan terhadap RCTI tentunya tidak lepas dari kepentingan
penguasa. Pada awal berdirinya, kepemilikan RCTI dikuasai oleh Bambang
Trihatmodjo, Putera Presiden RI pada waktu itu. Pada saat kebijakan tersebut
diberlakukan, Ia menjabat sebagai Direktur Utama RCTI.
Setelah penandatanganan perjanjian penunjukan SST-TVRI bersama
Direktur Televisi, Ishadi pada tanggal 22 Februari 1988, RCTI memulai siaran
percobaan di Jakarta. Siaran percobaan tersebut dimulai pada tanggal 14
November 1988 dengan waktu siar 4 jam sehari. RCTI kemudian resmi
mengudara pada tanggal 24 Agustus 1989.
Kebijakan Siaran Saluran Terbatas dimanfaatkan oleh RCTI untuk
mengudara dengan system “acak.” Lewat sistem ini, penonton televisi harus
memiliki alat tambahan untuk menikmati siaran RCTI. Alat tersebut dikenal
dengan “decoder,” untuk memiliki decoder ini, pemirsa televisi harus
berlangganan kepada RCTI.
Kebijakan Siaran Terbatas itu tidak belangsung lama. Pemerintah kembali
mengeluarkan kebijakan baru yang memungkinkan RCTI untuk bisa dinikmati
masyarakat tanpa berlangganan. Pada tanggal 1 Agustus 1990, RCTI dapat
diterima oleh pemirsa televisi di Jakarta dan sekitarnya tanpa menggunakan
decoder. Tiga tahun kemudian, pemerintah kembali merubah kebijakannya
dengan membolehkan televisi swasta mengudara secara nasional. Pada tanggal 24
Agustus 1993, RCTI mulai mengudara secara nasional.
B. Napak Tilas Perjalanan RCTI
23 Juni 1988 : Peletakan batu pertama oleh Gubernur DKI Jakarta, Bp.
Wiyogo Atmodarminto.
14 November 1988 : RCTI mulai melakukan siaran percobaan untuk
wilayah Jakarta selama 4 jam sehari dengan menggunakan decoder, jumlah
pelanggan 30.000.
24 Agustus 1989 : Stasiun RCTI diresmikan oleh Presiden Republik
Indonesia, Bapak. Soeharto, dan ditetapkan menjadi hari RCTI, jumlah pelanggan
menanjak menjadi 125.000.
01 Agustus 1990 : RCTI melepaskan penggunaan decoder, sebagai
konsekuensinya, maka pendapatan RCTI hanya bersumber dari iklan. Pelepasan
decoder juga bertujuan agar semakin banyak pemirsa yang dapat menikmati siaran
RCTI.
Agustus 1990-1992 : SCTV bersama-sama RCTI melakukan beberapa
program kerjasama : pemberitaan, sales & marketing, produksi dan teknik.
01 Mei 1991 : RCTI mengembangkan siarannya dengan meresmikan
stasiun RCTI Bandung.
24 Agustus 1993 : RCTI melakukan penajaman logo yang
menggambarkan penampilan dan semangat baru.
10 Februari 2001 : Peresmian stasiun transmisi RCTI yang ke-47 di
Kotabaru Kalimantan Selatan.
C. Profil RCTI
PT Rajawali Citra Televisi Indonesia merupakan stasiun televisi swasta
pertama di Indonesia. Berdiri pada tanggal 21 Agustus 1987, stasiun televisi yang
dibangun di atas tanah seluas 10 Hektar ini mulai mengudara dua tahun kemudian,
tepatnya bulan Agustus 1989.
Dengan wilayah jangkauan yang luas meliputi hampir seluruh wilayah di
Indonesia, serta penggunaan Satelit domestik Palapa B2P yang memungkinkan
merelay program ke seluruh pemirsanya, membuat RCTI menjadi stasiun televisi
paling digemari oleh pemirsa, terbukti dari tingginya rating dan share terhadap
program-program RCTI. Hal ini tentu saja membuat RCTI menjadi ladang yang
subur bagi para pengiklan yang hendak mengiklankan produk dan jasa mereka.
Di bawah naungan perusahaan induknya MNC (Media Nusantara Citra),
RCTI berhasil menempati posisi nomor satu diantara stasiun televisi lainnya di
Indonesia. Selain itu pengembangan teknologi yang dilakukan RCTI juga
memungkinkan pemirsa menikmati program-program RCTI melalui telepon
seluler dan Internet.
Didukung oleh lebih dari 1.550 tenaga profesional yang penuh semangat,
berdidikasi tinggi terhadap perusahaan, berkomitmen tinggi, serta konsisten
memberikan pelayan terbaik mereka terhadap pemirsa, menjadikan RCTI sebagai
pelopor dalam hal penyediaan program-program informasi dan hiburan terbaik
dan paling digemari oleh pemirsanya.
“RCTI adalah yang pertama dan terbaik”
“RCTI merupakan kebanggan bersama milik bangsa”
”RCTI OKE”
D. Visi dan Misi Stasiun Televisi RCTI
Visi
Media Utama Hiburan dan Informasi
Menjadi pilihan utama sebagai sumber hiburan dan informasi bagi
masyarakat dengan menyajikan program yang menarik dan berkualitas di mana
secara bersamaan memperhatikan keseimbangan faktor bisnis dan tanggung jawab
sosial sebagai media yang dominan di tanah air.
Misi
Bersama Menyediakan Layanan Prima
Menekankan semangat kebersamaan dalam membangun sebuah tim kerja
yang kuat di mana seluruh komponen perusahaan mulai dari level teratas sampai
terbawah mampu bersama-sama terstimulasi, terkoordinasi, dan tersistimatisasi
memberikan karya terbaiknya demi mewujudkan pelayanan terbaik dan utama.
Tiga Pilar Utama
• Keutamaan dalam Kebersamaan
• Bersatu Padu
• Oke
Untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan, ada 3 (tiga) nilai sebagai
pilar utama yang menjadi motivasi, inspirasi, dan semangat juang insan RCTI.
Proses kerja dilakukan dengan semangat kebersamaan untuk sampai pada hasil
yang mendapatkan pengakuan dari para “stakeholder” atas kualitas, integritas
yang ditampilkan.
E. Sarana Penunjang
Sebagai stasiun pertama dan nomor satu di Indonesia, RCTI memiliki
beberapa fasilitas penunjang yang memadai untuk mendukung kenyamanan kerja
diantaranya :
1. Gedung
Terdiri dari beberapa bagian gedung yang berfungsi sebagai ruang kerja
karyawan yaitu : Gedung Utama, Gedung Annexe, Gedung Studio 4, Gedung
Studio 1, Gedung Pergudangan, dan Gedung Koperasi.
2. Studio
RCTI memiliki 6 (enam) studio dengan berbagai ukuran, yang
dipergunakan untuk lokasi syuting program–program In House dan syuting
berbagai kegiatan promosi. Studio ini dilengkapi dengan peralatan syuting yang
memadai.
3. Menara Pemancar
RCTI memiliki 2 (dua) menara pemancar, diantaranya satu menara aktif
setinggi 275 meter, dan satu menara sebagai back up setinggi 151 meter.
4. Masjid
Komplek RCTI dilengkapi dengan Masjid Raudhatul Jannah, yang cukup
luas dan mampu menampung banyak jamaah, serta dapat juga digunakan untuk
berbagai kegiatan keagamaan.
5. Sarana Olahraga
Sarana Olahraga yang terdapat di Komplek RCTI diantaranya : lapangan
basket, lapangan voley dan lapangan sepak bola.
6. Sarana Kesehatan
Klinik dokter umum dan dokter gigi terdapat di gedung koperasi,
dilengkapi juga dengan apotik, dan ruang istirahat.
7. Food Court, Kantin, Koperasi Karyawan & Cafe
Food Court, Kantin & Café Exelso juga merupakan fasilitas penunjang
yang terdapat di komplek RCTI.
8. Areal Parkir
RCTI memiliki areal parkir yang luas baik untuk parkir karyawan maupun
parkir tamu.
F. Gambaran Umum Sinetron Cahaya
Sinetron Cahaya adalah sinetron yang ditayangkan di RCTI pada pukul
20.00 WIB, yang diproduksi oleh SinemArt 2007.
Sinetron Cahaya adalah sinetron yang menceritakan tentang seorang anak
perempuan (Cahaya) yang diperankan oleh Naysila Mirdad. Dia adalah korban
kesulitan keuangan (ekonomi) suatu keluarga. Ayahnya (Hendra) yang diperankan
oleh Yadi Timo, tega menjual anaknya sendiri (Cahaya) ke tempat pelacuran
untuk dijadikan seorang PSK.
Untungnya saja Cahaya bertemu dengan Teddy, seorang pengusaha yang
akhirnya menyelamatkannya. Kemudian Cahaya dijadikan pembantu di rumah
Teddy dengan tugas utamanya melayani dan menjadi teman anak bungsu Teddy
bernama Thalita (yang diperankan oleh Ririn Dwi Aryanti). Dari situlah timbul
berbagai macam konflik yang menghiasi cerita sinetron tersebut. Mulai dari
konflik persahabatan, percintaan, sampai dengan konflik rumah tangga turut
meramaikan alur ceritanya.
G. Cast and Crew
Sutradara: Doddy Djanes
Produser: Leo Sutanto
Desain Produksi: Heru Hendriyarto
Indrayanto Kurniawan
Cerita & Skenario: Serena Luna
Produksi: SinemArt (2007)
Pemain
Naysilla Mirdad sbg CAHAYA
Ririn Dwi Aryanti sbg THALITA
Glen Alinskie sbg RAKA
Dude Herlino sbg SATRYA
Aditya Herpavi sbg SAKTI
Meriam Bellina sbg ELGA
Rama Michael sbg ERWIN
Indah Indriana sbg ANGGREK
Nani Wijaya sbg NENEK RAKA
Yadi Timo sbg HENDRA
Dwi Yan sbg TEDDY
H. Sinopsis Sinetron Cahaya
Cahaya adalah korban dari kesulitan keuangan suatu keluarga. Untuk
menutupi kebutuhan keluarga, Hendra ayahnya tega menjual Cahaya ketempat
pelacuran. Cahaya yang semula mengira dibawa untuk menjadi pembantu, sangat
kaget mendapati dia ternyata dikirim ketempat pelacuran. Mengetahui ini Cahaya
berusaha Melarikan diri.
Ketika melarikan diri ini lah dia bertemu dengan Teddy seorang
pengusaha yang akhirnya menyelamatkannya.
Cahaya dijadikan pembantu dirumah Teddy dengan tugas utama melayani
dan menjadi teman anak bungsu Teddy yang cantik bernama Talita. Sampai
Cahaya pun harus ikut kuliah ditempat yang sama dengan Talita. Di kampus ini
Cahaya bertemu dengan Raka, cowo keren yang membuat Cahaya langsung jatuh
Cinta. Sayangnya Raka ini adalah musuh bebuyutannya Talita, dan Cahaya
dilarang bergaul dengannya.
Talita dan Cahaya kemudian menjadi sahabat yang tak terpisahkan yang
membuat Teddy senang, hingga mereka dihadiahi sepasang kalung sebagai tanda
ikatan diantara mereka. Sementara itu diam-diam hubungan Cahaya dengan Raka
pun berkembang semakin dekat.
Suatu hari, kakak Talita, Erwin, pulang dari luar negeri. Anak yang sangat
diharapkan Teddy untuk menjadi penerusnya, tapi Erwin sama sekali tidak
berminat. Erwin juga bermusuhan dengan Talita adiknya. Permusuhan mereka ini
sampai menyebabkan suatu kejadian yang membuat Talita hampir celaka terjatuh
dari bangunan tinggi. Untungnya ada seorang kuli bangunan yang tampan
bernama Sakti berhasil menyelamatkan Talita. Sakti diam-diam sebenarnya jatuh
cinta pada Talita. Walaupun Talita berterima kasih pada Sakti, tapi dia tetap
memandang rendah Sakti. Sakti kecewa. Tapi Sakti yakin bahwa suatu saat Talita
jadi miliknya.
Suatu hari, Cahaya mengetahui kalau sebenarnya Talita sangat mencintai
Raka. Cahaya sangat terpukul begitu mengetahui bahwa hal ini, hingga akhirnya
dia memutuskan untuk mengalah. Cahaya mulai menjauhi Raka. Raka heran
dengan sikap Cahaya itu. tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Sementara itu Raka kedatangan neneknya yang ternyata menginginkan
Raka dan Talita bertunangan karena mereka sudah berteman dari kecil. Bukan
main bahagianya hati Talita mendengar semua itu. Dia sama sekali tak menyadari,
bahwa diam-diam sahabatnya, Cahaya, benar-benar patah hati mendengar semua
itu.
Waktu berlalu… tiba-tiba saja prahara kembali menghadang kehidupan
keluarga Talita. Perusahaan yang selama ini dipimpin oleh Teddy mengalami
kemunduran luar biasa. Penyebabnya adalah sebuah perusahaan baru yang sangat
agresif. Keadaan ini benar benar menekan mental Teddy. Teddy pun jadi
sakit-sakitan. Talita dan Cahaya benar benar sedih melihat keadaan ini. Mereka
semakin prihatin melihat Erwin, sebagai penerus keluarga, tampak sama sekali tak
peduli. Erwin tetap sibuk dengan lukisan-lukisannya. Dan bahkan kini menambah
kepusingan keluarga karena dia menjalin hubungan cinta dengan Anggrek,
seorang penyanyi bar.
Talita pun nggak bisa berdiam diri. Dia memutuskan untuk terjun dalam
bisnis, dan berhenti kuliah. Cahaya juga mengambil keputusan yang sama.
Mereka kemudian bahu membahu menyelamatkan perusahaan. Sampai suatu saat
mereka akhirnya bertemu dengan pemilik perusahaan lawan yang menjengkelkan
itu. Dia adalah Sakti! Kuli bangunan yang menolong Talita bertahun yang lalu,
dan telah direndahkan oleh Talita. Sakti menegaskan pada Talita bahwa kini dia
telah membuktikan pada Talita bahwa dia bisa menjadi cowok yang pantas untuk
Talita. Tapi Talita menegaskan bahwa dia sudah memiliki tunangan dan akan
segera menikah. Sayangnya, Sakti sama sekali tak peduli.
Perusahaan Teddy semakin mengalami kemunduran. Teddy pun semakin
sakit-sakitan. Sementara itu hubungan Erwin dan Celia semakin tak bisa
dibendung. Elga istrinya Teddy untuk mengurangi beban pikiran suaminya dia
memaksa Erwin meninggalkan Anggrek dan menikah dengan gadis lain. Erwin
bingung dan menolak, tapi akhirnya mau menikah dengan gadis lain asal gadis itu
adalah Cahaya.
Cahaya yang merasa benar-benar berhutang budi, memutuskan untuk
menerima lamaran Erwin. Talita yang tahu Cahaya tak mencintai Erwin
melarangnya, tapi Cahaya tetap pada pendiriannya. Di hari pernikahan, Anggrek
tiba-tiba muncul. Saat itulah Erwin akhirnya mengambil keputusan paling besar
dalam hidupnya. Dia meninggalkan segalanya dan lari bersama Anggrek.
Tapi cobaan tak berhenti menghujani hidup Cahaya dan Talita. tak berapa
lama, Teddy akhirnya meninggal. Talita dan Cahaya merasa sangat sedih. Tapi
mereka pun membulatkan satu tekad. Mereka tetap harus memperjuangkan
perusahaan yang telah menjadi jiwa bagi mendiang Teddy. Dan satu-satunya jalan
yang ada adalah apabila Talita menerima tawaran Sakti untuk menjadi istri Sakti
dan menggabungkan perusahaan mereka.
Talita bingung bukan main. Dalam hatinya dia ingin tetap setia pada Raka.
Tapi dia juga tak bisa melihat perusahaannya hancur. Setelah melewati pemikiran
yang mendalam, Talita akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Sakti.
Cahaya kaget setengah mati mendengar keputusan Talita. Cahaya menentang
Talita karena dia tak mau hati Raka hancur.Tapi Talita tetap pada pendiriannya.
BAB IV
ANALISIS DATA MENGENAI RESPON MASYARAKAT KARIHKIL
CISEENG BOGOR TERHADAP SINETRON CAHAYA DI RCTI
A. Tinjauan Daerah Penelitian
Desa Karihkil Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor memiliki kepadatan
penduduk sekitar 10.982 jiwa. Yang terdiri dari 5.138 jiwa laki-laki dan 4.954
jiwa perempuan, yang terbagi ke dalam 4 RW dan 28 RT.
Dalam penelitian ini yang dijadikan sampel adalah masyarakat Desa
Karihkil Ciseeng Bogor yang berdomisili di RW 01. Adapun jumlah warga di RW
01 sebanyak 1.925 jiwa penduduk. Yang terbagi atas 967 jiwa laki-laki dan 958
jiwa perempuan yang terbagi atas 5 RT. Namun dari jumlah keseluruhan tersebut,
tidak semua warga tercatat sebagai warga tetap, tetapi ada juga sebagian warga
yang tidak tercatat sebagai warga tetap (bersifat musiman) dan juga hanya sebagai
warga terdaftar.
Adapun dari tingkat pendidikan masyarakat RW 01 Desa Karihkil Ciseeng
Bogor 35% (mayoritas) sampai kejenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP),
30% sampai kejenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), 20% sampai kejenjang
Sekolah Dasar (SD), 10% yang melanjutkan keperguruan Tinggi dan 5% yang
tidak bersekolah sama sekali.
Sedangkan dari segi ekonomi masyarakat RW 01 Desa Karihkil Ciseeng
Bogor sebagian besar adalah sebagai pedagang/wiraswasta (40%), karyawan
(20%), petani (20%), dan jasa (20%). Secara ekonomi masyarakat Karihkil
tergolong cukup bagus (dalam artian pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari),
dari hasil bertani mereka jual dan sebagian lagi mereka konsumsi sendiri.
Untuk segi keagamaan masyarakat Desa Karihkil Ciseeng Bogor sebagian
besar beragama Islam (90%), beragama Kristen (1%), beragama katolik (1%),
dan beragam khonghucu (8%).
B. Profil Responden
Dalam penelitian ini, jenis kelamin responden di bagi ke dalam dua
bagian, yaitu laki-laki dan perempuan. Data selengkapnya tentang jumlah
responden dilihat dari jenis kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1
di bawah ini.
Tabel 1
Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin F Prosentase
1 Laki-laki 20 21,5%
2 Perempuan 73 78,5%
Jumlah 93 100%
Data tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 21,5% responden adalah
laki-laki dan 78,5% responden adalah perempuan yang menyaksikan sinetron
Cahaya.
Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penonton
adalah perempuan. Sinetron Cahaya adalah sinetron yang menceritakan tentang
realita kehidupan yang sedikit banyak menguras perasaan para penontonnya.
Karena itulah para penonton, dalam hal ini perempuan menyukai sinetron Cahaya.
namun tidak menutup kemungkinan jika laki-laki juga menyukai sinetron Cahaya,
ini terbukti dengan adanya laki-laki yang menonton sinetron Cahaya sebanyak 20
orang.
Usia responden pada sinetron ini cukup bervariasi. Oleh karena itu peneliti
membagi usia responden ke dalam 6 kelompok. Usia 15-20 tahun, usia 21-25
tahun, usia 26-30 tahun, usia 31-35 tahun, usia 36-40 tahun dan usia 41-45 tahun.
Data tentang mengenai usia responden dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2
Jenis Usia Responden
No Jenis Usia F Prosentase
1 15-20 28 30,1%
2 21-25 27 29,0%
3 26-30 20 21,5%
4 31-35 6 6,5%
5 36-40 4 4,3%
6 41-45 8 8,6%
Jumlah 93 100%
Menurut data tabel di atas, ada beragam usia responden yang cukup
signifikan yaitu responden yang berusia 15-20 tahun sebanyak 30,1%, yang
berusia 21-25 tahun sebanyak 29,0%, usia 26-30% tahun sebanyak 21,5%, usia
31-35 tahun sebanyak 6,5%, 36-40 tahun sebanyak 4,3% dan responden yamg
berusia 41-45 tahun sebanyak 8,6%.
Data tabel di atas menunjukkan bahwa yang menyaksikan sinetron
kebanyakan berusia antara 15-20 tahun yang biasanya usia tersebut didominasi
oleh para pelajar (anak muda) yang perasaannya masih labil, yang cenderung
menyukai hal-hal yang memainkan perasaan. Tapi itu tidak menutup
kemungkinan jika penonton yang berusia 41-45 tahun juga menyukai sinetron,
dalam hal ini sinetron Cahaya.
Dari data responden yang diperoleh, ternyata jenis pekerjaan responden
juga bervariasi. Dalam hal ini, peneliti juga membagi jenis pekerjaan responden
ke dalam 5 kategori yaitu: pelajar (SMP, SMA, Perguruan Tinggi), wiraswasta,
karyawan, ibu rumah tangga, dan lain-lain (guru, jasa, dan penganguran). Untuk
data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3
Jenis Pekerjaan Responden
No Jenis Pekerjaan F Prosentase
1 Pelajar/Mahasiswa 49 52,7%
2 Karyawan 4 4,3%
3 Wiraswasta 2 2,2%
4 Ibu Rumah Tangga 23 24,7
5 Lain-lain 15 16,1%
Jumlah 93 100%
Menurut tabel di atas, dilihat berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan
adanya variasi yaitu responden termasuk masih berstatus pelajar sebanyak 52,7%,
responden yang termasuk karyawan sebanyak 4,3%, responden yang bekerja
sebagai wiraswasta sebanyak 2,2%, ibu rumah tangga sebanyak 24,7% dan
lain-lain (guru, jasa, dan pengguran) sebanyak 16,1%.
Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah mayoritas dari
penonton adalah pelajar (SMP, SMA, Perguruan Tinggi). Ini disebabkan karena
dengan menonton televisi (sinetron) sedikit dapat mengurangi beban otak mereka
setelah waktu mereka yang dihabiskan dari pagi sampai siang bahkan sampai sore
untuk belajar, dan dengan menonton televisi (sinetron) dapat membuang
kepenatan mereka setelah seharian belajar. Selain para pelajar yang menyukai
sinetron, para ibu rumah tangga, karyawan, wiraswasta dan lain-lain (guru, jasa
dan pengangguran) juga menyempatkan diri untuk menonton sinetron, setelah
seharian beraktifitas dengan tanggung jawabnya masing-masing, ibu rumah
tangga dengan pekerjaan rumahnya, karyawan dengan pekerjaan kantornya,
wiraswasta dengan dagangannya, dan lain-lain.
Mengenai tingkat pendidikan terakhir responden, peneliti membagi ke
dalam 5 kategori yaitu (SD, SMP, SMA, DIPLOMA, S1). Keterangan lebih
lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4
Tingkat Pendidikan Terakhir Responden
No Tingkat
Pendidikan Terakhir
F Prosentase
1 SD 10 10,8%
2 SMP/MTS 55 59,1%
3 SMA/MA 20 21,5%
4 DIPLOMA 5 5,4%
5 S1 3 3,2%
Jumlah 93 100%
Berdasarkan tabel di atas, ada variasi dari tingkat pendidikan terakhir
responden yaitu responden yang tingkat pendidikannya SD 10,8%, responden
yang tingkat pendidikannya SMP 59,1%, tingkat pendidikannya SMA 21,5%,
responden yang tingkat pendidikannya Diploma 5,4%, dan responden yang
tingkat pendidikannya Sarjana 3,2%.
Dari data tabel dapat disimpulkan bahwa responden yang menyaksikan
sinetron Cahaya di dominasi oleh responden yang tingkat pendidikannya SMP.
C. Deskripsi dan Analisa Data Mengenai Respon Masyarakat RW 01
Karihkil Ciseeng Bogor Terhadap Sinetron Cahaya Di RCTI
Dalam membahas penelitian ini, sebelumnya akan dijelaskan tentang
daerah penelitian responden yang telah mengisi angket tentang Respon
Masyarakat Karihkil Ciseeng Bogor Terhadap Sinetron Cahaya.
Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel adalah masyarakat RW 01
Karihkil Ciseeng Bogor. Daerah penelitian ini dipilih kerena daerah tersebut
cukup refresentatif untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Sebagai sebuah
tempat tinggal, Kelurahan Karihkil adalah daerah yang penduduknya berasal dari
bermacam-macam lapisan masyarakat. Mulai dari segi ekonominya, sampai
tingkat pendidikannya juga bervariasi. Mulai dari yang hanya lulusan SD, SMP,
SMA sampai dengan perguruan tinggi.
Masyarakat di sana mayoritas berasal dari satu macam suku, yaitu suku
Sunda, namun ada juga suku yang lain yang datang dari luar daerah untuk tinggal
di daerah tesebut. Selain itu masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor juga
terdapat berbagai macam profesi dan jenis usia yang berbeda-beda, serta daerah
tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti, sehingga peneliti dapat dengan
mudah menjangkaunya tanpa memerlukan banyak tenaga, waktu dan dana. Dari
gambaran di atas, maka menurut peneliti daerah tersebut dianggap cukup
refresentatif untuk dijadikan daerah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian sebanyak 93
orang warga yang berdomisili di RW 01, kemudian data dianalisis berdasarkan
hasil angket yang telah disebarkan dengan menggunakan tabel-tabel. Untuk
mendapatkan gambaran tersebut, di atas telah dijelaskan tentang profil responden,
dan di bawah ini akan dijelaskan tentang respon masyarakat Karihkil Ciseeng
Bogor terhadap sinetron Cahaya sebagai berikut:
1. Respon Kognitif
Respon kognitif meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan
pengetahuan. Respon kognitif adalah tanggapan yang timbul pada diri komunikan
yang sifatnya informatif bagi dirinya. Respon kognitif ini meliputi tentang
bagaimana media massa (televisi) dapat membantu khalayak mempelajari
informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Misalnya
melalui media massa, pemirsa memperoleh informasi tentang benda, orang atau
tempat yang belum pernah dikunjungi secara langsung.
Respon kognitif berkaitan erat dengan pengetahuan, kecerdasan dan
informasi seseorang mengenai sesuatu, respon ini timbul apabila adanya
perubahan terhadap apa yang dipahami atau dipersepsikan oleh khalayak.
Untuk mengetahui sejauh mana respon masyarakat Karihkil Ciseeng
Bogor terhadap sinetron Cahaya yang ditayangkan di RCTI, maka terlebih dahulu
responden diberi pertanyaan, sejak kapan mereka (responden) menonton sinetron
Cahaya. Biasanya sebuah sinetron terdiri dari banyak episode, ada episode di
mana penonton menyukainya, sehingga penonton pun tertarik untuk
menyaksikannya, namun ada juga episode di mana penonton tidak menyukainya,
sehingga penonton tidak tertarik untuk menyaksikan episode tersebut. Dan untuk
mengetahui sejak kapan responden menonton sinetron Cahaya, dapat dilihat pada
tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5
Mulai Menonton Sinetron Cahaya
No Mulai Menonton
Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Awal Episode 39 41,9%
2 Pertengahan
Episode
23 24,7%
3 Sampai Sekarang
(sejak menyebarkan
angket)
12 13%
4 a, b dan c 19 20,4%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 41,9% responden menjawab mulai menonton sinetron Cahaya
yang ditayangkan di RCTI pada awal episode, 24,7% menjawab pertengahan
episode, 13% menjawab sampai sekarang (dalam hal ini sejak peneliti
menyebarkan angket), dan 20,4% mulai menonton sinetron Cahaya sejak awal
episode sampai sekarang.
Dari data tabel di atas, menunjukkan bahwa mayoritas responden
menonton sinetron cahaya pada awal episode sebanyak 39 orang, karena pada
awal episode alur ceritanya tidak bisa diduga oleh penonton, di samping itu
banyak adegan-adegan lucu yang memancing penonton untuk tidak tertawa.
Selain itu ada juga responden yang menonton pada pertengahan episode,
responden yang menjawab sebanyak 23 orang, namun ada juga responden yang
menonton mulai dari episode pertama sampai sekarang (dalam hal ini sejak
peneliti menyebarkan angket).
Lagu, pemain, dan cerita dalam sinetron tidak jarang menjadi parodi
(bagian integrasi verbal) yang menarik. “ Ingatkah Engkau Kepada….” Adalah
parodi dari thema song sinetron Cahaya. Banyak di antara para ibu dan remaja
putri yang menghafal lagu-lagu tema sinetron tersebut.
Alasan untuk menyaksikan suatu tayangan televisi bermacam-macam.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui alasan responden, diajukan satu
pertanyaan dengan beberapa jawaban. Data lebih rinci mengenai alasan atau
faktor responden menyaksikan sinetron Cahaya, dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 6
A;asan Menyaksikan Sinetron Cahaya
No Alasan
Menyaksikan
Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Ceritanya 32 34,4%
2 Pemainnya 41 44,1%
3 Soundtrack
Lagunya
13 14,0%
4 … 7 7,5%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 34,4% responden menjawab alasan menyaksikan sinetron
Cahaya karena ceritanya, sebanyak 44,1% menjawab karena pemainnya, 14,0%
karena soundtrack lagunya, dan 7,5% responden menjawab suka akan
keseluruhannya, mulai dari ceritanya, pemainnya, sampai soundtrack lagunya.
Alasan responden menyaksikan sinetron Cahaya adalah 41 orang karena
pemainnya, 32 orang menjawab karena ceritanya yang cukup menarik dan
membuat orang penasaran sehingga para penonton selalu menunggu cerita
selanjutnya. Ada juga alasan menyaksikan sinetron Cahaya adalah karena
soundtrack lagunya yang cukup enak untuk didengar, dengan musiknya yang
lembut dan suaranya yang merdu, menjadi salah satu alasan menyaksikan sinetron
Cahaya. Sedangkan 7 responden lainnya menjawab karena mereka menyukai
semuanya (cerita, pemain, dan soundtrack lagunya).
Banyaknya episode dalam sinetron Cahaya, ternyata menyebabkan
pemahaman tentang isi cerita yang disampaikan dalam sinetron tersebut juga
beragam. Berdasarkan data mengenai responden terhadap pemahaman isi cerita
sinetron Cahaya dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7
Mengerti Isi Cerita Dari Sinetron Cahaya
No Mengerti Isi Cerita
Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Mengerti 15 16,1%
2 Mengerti 58 62,4%
3 Kurang Mengerti 20 21,5%
4 Tidak Mengerti - 0%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 16,1% responden menjawab sangat mengeri isi dari sinetron
Cahaya. 62,4% menjawab mengerti, 21,5% menjawab kurang mengerti , dan 0%
menjawab tidak mengerti.
Menurut data di atas, menunjukkan bahwa responden mengerti isi dari
cerita yang disampaikan dalam sinetron Cahaya. Ini terbukti dai jawaban
responden yang menjawab mengerti sebanyak 58 orang, dan yang menjawab
sangat mengerti sebanyak 15 orang. Walaupun ada yang menjawab kurang
mengerti sebanyak 20 orang.
Dalam setiap sinetron, pemain mempunyai peranaan yang sangat penting.
Karena apabila cerita sinetron itu bagus, namun tidak didukung oleh akting
pemain, maka ceritanya itu akan terlihat datar (tidak bagus). Oleh karena itu,
akting para pemain sangat menentukan bagus atau tidaknya suatu sinetron. Untuk
mengetahui apakah akting para pemain dalam sinetron Cahaya dapat dilihat pada
tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8
Tanggapan Mengenai Akting Para Pemain Sinetron Cahaya
No Akting Para
Pemain Sinetron
Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Bagus 19 20,4%
2 Bagus 65 69,9%
3 Kurang Bagus 9 9,7%
4 Tidak Bagus - 0%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 20,4% responden menjawab sangat bagus akting para pemain
sinetron Cahaya, 69,9% menjawab bagus, 9,7% menjawab kurang bagus, dan 0%
menjawab tidak bagus.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa akting para pemain dalam
sinetron Cahaya bagus. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden yang
menjawab bagus sebanyak 65 orang, 19 orang yang menjawab sangat bagus, 9
orang yang mengatakan kurang bagus, sedangkan yang menjawab tidak bagus 0
atau tidak ada.
Dari sekian banyak jawaban yang ditulis oleh responden, ternyata
mayoritas responden menyukai adegan/akting saat Satrya disangka sebagai tukang
ojek oleh Cahaya. Juga saat Elga (mama Thalita) marah-marah terhadap Cahaya
sambil mengatakan Aya Cahaya Aya / I sama You, karena menurut responden
akting para pemainnya sangat bagus dan dapat membuat orang tertawa. Selain itu
ada juga adegan/akting yang disukai oleh responden yaitu saat Cahaya dijual ke
tempat pelacuran dan diselamatkan oleh Teddy (papa Thalita), dan juga saat
Cahaya dijadikan pembantu di rumah Thalita dan menjadi sahabatnya Thalita,
responden beralasan karena pada adegan tersebut akting para pemain sangat
meyakinkan, sehingga para penonton terbawa oleh alur cerita sinetron tersebut.
Selain akting para pemain, cara pengemasan sebuah sinetron juga mesti
diperhatikan, karena ini juga berkaitan dengan baik dan buruknya suatu sinetron.
Jika cara pengemasan sebuah sinetron jelek, maka penonton pun akan segan untuk
menyaksikannya. Namun jika pengemasannya baik dan bagus, maka penonton
pun dengan sendirinya akan tertarik untuk menyaksikan sinetron tersebut. Untuk
mengetahui apakah cara pengemasan sinetron Cahaya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 9
Cara Mengemas (Setting) Sinetron Cahaya
No Cara Mengemas
Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Bagus 17 18,3%
2 Bagus 64 68,8%
3 Kurang Bagus 12 12,9%
4 Tidak Bagus - 0%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 18,3% responden menjawab sangat bagus pada cara mengemas
(setting) sinetron Cahaya, 68,8% menjawab bagus, 12,9% menjawab kurang
bagus, dan 0% responden menjawab tidak bagus.
Dari hasil data di atas, dapat dilihat bahwa cara mengemas (setting)
sinetron Cahaya bagus, hal ini dibuktikan dari jumlah responden yang menjawab
bagus sebanyak 64 orang. 17 orang menjawab sangat bagus, sedangkan yang
menjawab kurang bagus berjumlah 12 orang dan 0 (tidak ada) responden yang
menjawab tidak bagus.
2. Respon Afektif
Respon afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan attitude (sikap).
Tujuan dari komunikasi massa (televisi) bukan hanya memberitahu kepada
khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah
mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat
merasakannya. Afektif mengandung makna berkenaan dengan perasaan seperti
cinta, benci, senang, sedih, takut dan sebagainya.
Saat menyaksikan sebuah sinetron penonton banyak dihadapkan dengan
berbagai perasaan, untuk mengetahui bagaimana perasaan responden saat
menyaksikan sinetron Cahaya dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10
Perasaan Saat Menyaksikan Sinetron Cahaya
No Perasaan Saat
Menyaksikan Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Suka 23 24,7%
2 Suka 60 64,5%
3 Kurang Suka 10 10,8%
4 Tidak Suka - 0%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 24,7% responden menjawab sangat suka saat menyaksikan
sinetron Cahaya, 64,5% menjawab suka, 10,8% menjawab kurang suka, dan 0%
menjawab tidak suka.
Dari tabel di atas mayoritas responden suka ketika menyaksikan sinetron
Cahaya, terlihat dari hasil angket yang menjawab suka sebanyak 60 orang, 23
orang yang menjawab sangat suka. Walaupun ada 10 orang yang menjawab
kurang suka dan 0 (tidak ada) responden yang menjawab tidak suka.
Beragamnya pemain dalam sebuah sinetron, tentu memberikan nilai
tambah untuk sinetron tersebut. Pemain yang berakting bagus dalam sebuah
sinetron, tentu akan banyak disukai oleh penonton sinetron itu. Untuk mengetahui
pemain atau tokoh utama mana yang paling disukai oleh responden dapat dilihat
pada tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11
Tokoh/Pemain Utama Yang Paling Di Sukai
No Pemain Utama
Yang Paling Disukai
F Prosentase
1 Cahaya 20 21,5%
2 Thalita 25 26,9%
3 Satrya 29 31,2%
4 Raka 5 5,4%
5 Sakti 2 2,1%
6 Elga 12 12,9%
7 ... - 0%
Jumlah 100%
Sebanyak 21,5% responden menjawab Cahaya sebagai tokoh atau pemain
utama yang paling disukai, 26,9% menjawab Thalita, 31,2% menjawab Satrya,
5,4% menjawab Raka, 2,1% menjawab Sakti, dan 12,9% responden menjawab
Elga.
Menurut data tabel di atas, menunjukkan bahwa tokoh/pemain utama yang
paling disukai oleh responden adalah Satrya, dengan pemilih sebanyak 29 orang,
yang selanjutnya adalah Thalita dengan pemilih sebanyak 25 orang, Cahaya
dengan pemilih sebanyak 20 orang, Elga sebanyak 12 orang, yang memilih Raka
sebanyak 5 orang, dan Sakti sebanyak 2 orang.
Responden yang memilih Cahaya sebagai tokoh/pemain utama yang
paling disukai dalam sinetron ini, beralasan karena dalam sinetron tersebut
aktingnya sangat bagus, ia bisa membuat penonton terbawa oleh aktingnya yang
meyakinkan, baik itu saat dia berakting sedih atau bahagia, selain itu para para
penonton /responden juga senang akan penampilannya yang sederhana, polos dan
lugu dalam sinetron tersebut.
Sedangkan responden yang memilih Thalita sebagai tokoh/pemain utama
yang paling disukai beralasan karena Thalita dalam sinetron ini sangat cantik,
aktingnya bagus, serta penampilannya menarik, sehingga penonton tidak
bosan-bosan melihat aktingnya Thalita.
Responden yang memilih Satrya sebagai tokoh/pemain utama yang paling
disukai beralasan karena Satrya berwajah tampan, penampilannya menarik, baik
hati, shaleh dan tentunya berakting sangat bagus dan meyakinkan para penonton,
sehingga para penonton banyak yang menyukainya terutama para perempuan,
baik itu pelajar maupun ibu rumah tangga.
Selain Cahaya, Thalita, dan Satrya, responden juga memilih Elga (mama
Thalita) sebagai tokoh/pemain utama yang paling disukai dalam sinetron ini.
Alasannya karena saat berbicara Elga sangat lucu, cerewet, namun dari
cerewetnya bisa membuat penonton tertawa, baik hati walaupun di luar terlihat
galak, aktingnya sangat menyakinkan, dan para ibu rumah tangga menyukai gaya
penampilannya yang cukup menarik dan elegan.
Salah satu aspek penting sebuah sinetron adalah alur cerita yang menarik,
alur cerita yang menarik dalam sebuah sinetron, tentu akan membuat penonton
penasaran dan berfikir apa yang akan terjadi pada cerita selanjutnya, sehingga
penonton akan menunggu penayangan episode selanjutnya sinetron tersebut. Dan
untuk mengetahui apakah alur cerita episode pertama sinetron Cahaya dapat
dlihat pada tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12
Alur Cerita Episode Pertama Sinetron Cahaya
No Alur Cerita
Episode Pertama Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Menarik 27 29,1%
2 Menarik 44 47,3%
3 Kurang Menarik 19 20,4%
4 Tidak Menarik 3 3,2%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 29,1% responden menjawab sangat menarik alur cerita pada
episode pertama sinetron Cahaya, 47,3% menjawab menarik, 20,4% menjawab
kurang menarik, dan 3,2% menjawab tidak menarik.
Tabel di atas menunjukkan bahwa alur cerita episode pertama sinetron
Cahaya menarik. Ini dibuktikan dengan 44 orang respoden yang menjawab
episode pertama sinetron Cahaya menarik. Yang menjawab sangat menarik
sebanyak 27 orang, yang menjawab kurang menarik sebanyak 19 orang, dan ada
juga ada yang menjawab jika episode pertama sinetron Cahaya tidak menarik
sebanyak 3 orang.
Alur cerita pada episode pertama sinetron Cahaya menceritakan tentang
seorang gadis yang dijual oleh ayahnya ke tempat pelacuran untuk dijadikan
seorang PSK karena mereka mengalami kesulitan hidup dan untuk menutupinya,
ayahnya tega menjual anaknya ke tempat pelacuran untuk dijadikan PSK. Alur
cerita pada episode pertama juga dibumbui dengan cerita persahabatan dan
percintaan seperti umumnya cerita-cerita pada sinetron lainnya.
Akting pemain, cara pengemasan yang baik, dan alur cerita yang menarik,
akan memberikan kesan yang baik atau bagus pula pada penonton yang
menyaksikan sinetron tersebut. Dan untuk mengetahui kesan apa yang timbul dari
responden setelah menyaksikan sinetron Cahaya, dapat dlihat pada tabel 13 di
bawah ini.
Tabel 13
Kesan Setelah Menonton Sinetron Cahaya
No Kesan Setelah
Menonton Sinetron
Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Bagus 16 17,2%
2 Bagus 67 72,0%
3 Kurang Bagus 10 10,8%
4 Tidak Bagus - 0%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 17,2% responden menjawab sangat bagus, 72,0% menjawab
bagus, 10,8% menjawab kurang bagus dan 0% menjawab tidak bagus.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa setelah menonton sinetron
Cahaya, responden mempunyai kesan yang baik atau bagus, hal ini dapat dilihat
dari jumlah responden sebanyak 67 orang, 16 orang menjawab sangat bagus, 10
orang menjawab kurang bagus dan tidak ada (0%) yang menjawab tidak bagus.
Bervariasinya responden dan banyaknya episode adalah sebuah sinetron,
tentu memberikan bermacam-macam pendapat penonton terhadap sinetron
tersebut. Dan untuk mengetahui pendapat responden terhadap sinetron Cahaya,
dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14
Pendapat Tentang Sinetron Cahaya
No Pendapat Tentang
Sinetron Cahaya
F Prosentase
1 Sangat Bagus 22 23,7%
2 Bagus 59 63,4%
3 Kurang Bagus 10 10,7%
4 Tidak Bagus 2 2,2%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 23,7% responden menjawab sangat bagus, 63,4% menjawab
bagus, 10,7% menjawab kurang bagus, dan 2,2% responden menjawab tidak
bagus.
Dari data tabel di atas, menunjukkan bahwa mayoritas responden
berpendapat bagus tentang sinetron Cahaya, ini dibuktikan dengan banyaknya
responden yang menjawab bagus sebanyak 59 orang, 22 orang yang menjawab
sangat bagus, 10 orang yang menjawab kurang bagus dan 2 orang yang menjawab
tidak bagus.
3. Respon Behavioral
Respon tindakan (behavioral) adalah tanggapan yang merujuk pada
perilaku nyata yang dapat diamati. Yang meliputi tindakan, kegiatan atau
kebiasaan berperilaku. Dalam hal ini penonton suka meniru gaya penampilan
maupun berbicara dalam sinetron ini.
Kekuatan media memang sering menciptakan imitasi di kalangan
masyarakat, mulai dari anak-anak remaja hingga sampai orang dewasa. Perilaku
para artis sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu atau remaja putri.
Mereka mengubah model rambut, pakaian hingga dandanannya seperti artis
kesayangannya.
Salah satu alasan atau faktor mengapa penonton menyukai tokoh atau
pemain dalam sinetron itu adalah karena pemain tersebut berpenampilan menarik,
sehingga penonton ingin mengikuti bahkan meniru gaya penampilan para pemain
dalam sinetron itu. Kekuatan media memang sering menciptakan imitasi di
kalangan masyarakat, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Perilaku para artis
sinetron tidak jarang menjadi panutan para ibu atau remaja putri. Untuk
mengetahui apakah responden suka meniru gaya penampilan para pemain dalam
sinetron Cahaya dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15
Suka Meniru Gaya Penampilan Para Pemain
No Meniru Gaya
Penampilan
F Prosentase
1 Sangat Suka 15 16,1%
2 Suka 48 51,6%
3 Kurang Suka 10 10,8%
4 Tidak Suka 20 21,5%
Jumlah 93 100%
Sebayak 16,1% responden menjawab sangat suka meniru gaya penampilan
para pemain dalam sinetron Cahaya, 51,6% menjawab suka, 10,8% menjawab
kurang suka dan 21,5% responden menjawab tidak suka.
Tabel di atas menunjukkan bahwa para responden yang menonton sinetron
Cahaya suka meniru gaya penampilan para pemainnya. Gaya penampilan yang
banyak ditiru adalah gaya penampilan Thalita, dengan prosentase sebesar 54%,
alasannya gaya penampilan Thalita sangat menarik, karena mayoritas responden
adalah anak muda yang dalam hal ini adalah perempuan, (selalu mengikuti
perkembangan mode). Sedangkan gaya penampilan yang tidak disukai adalah
gaya penampilan Hendra (ayah Cahaya), karena responden menganggap kalau
gaya penampilan Hendra tidak menarik.
Seperti gaya penampilan, gaya berbicara para pemain dalam sebuah
sinetron juga menjadikan salah satu faktor atau alasan mengapa penonton
menyukai sinetron tersebut. Gaya berbicara yang lucu dan unik dapat membuat
penonton suka meniru gaya berbicara para pemain dalam sinetron itu. Dan untuk
mengetahui apakah responden suka meniru gaya berbicara para pemain dalam
sinetron Cahaya dapat dilihat pada tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16
Suka Meniru Gaya Berbicara Para Pemain
No Meniru Gaya
Berbicara
F Prosentase
1 Sangat Suka 23 24,7%
2 Suka 39 41,9%
3 Kurang Suka 10 10,8%
4 Tidak Suka 21 22,6%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 24,7% responden menjawab sangat suka gaya berbicara para
pemain dalam sinetron Cahaya, 41,9% menjawab menjawab suka, 10,8%
menjawab kurang suka, dan 22,6% menjawab tidak ska.
Berdasarkan tabel di atas, responden suka meniru gaya berbicara para
pemain dalam sinetron Cahaya. Gaya berbicara yang suka ditiru adalah gaya
berbicara Elga (mama Thalita) dengan prosentase sebesar 57%, dengan alasan
gaya berbicara Elga sangat unik dan lucu. Mayoritas responden yang suka meniru
gaya berbicara Elga adalah ibu-ibu rumah tangga, namun tidak menutupi jika anak
muda juga suka meniru gaya berbicara Elga. Gaya berbicara Elga yang suka ditiru
adalah seperti ”saat memanggil Cahaya dengan sebutan Aya Cahaya Aya” dan
”saat dia berbicara I sama YOU.”
Akting yang bagus, gaya penampilan yang menarik, serta didukung
dengan gaya berbicara yang lucu dan unik, tentu akan membuat penonton
mengidolakan para pemain dalam sinetron tersebut. Saat itulah muncul komunitas
baru, yaitu komunitas para penggemar artis sinetron, mereka seakan-akan tidak
bosan-bosannya berkirim surat kepada artis kesayangannya, baik secara langsung
atau melalui redaksi media cetak hanya untuk sekedar berkenalan, minta foto,
bahkan mengajukan kritik atas adegan yang dibawakan sang artis. Untuk
mengetahui apakah responden mengidolakan para pemain dalam sinetron Cahaya
dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17
Mengidolakan Para Pemain Sinetron Cahaya
No Mengidolakan Para
Pemain
F Prosentase
1 Sangat
Mengidolakan
28 30,1%
2 Mengidolakan 57 61,3%
3 Kurang
Mengidolakan
5 5,4%
4 Tidak
Mengidolakan
3 3,2%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 30,1% responden menjawab sangat suka mengidolakan para
pemain dalam sinetron Cahaya, 61,3% menjawab mengidolakan, 5,4% menjawab
kurang mengidolakan dan 3,2% responden menjawab tidak mengidolakan.
Tabel di atas menunjukkan bahwa para responden (penonton)
mengidolakan para pemain dalam sinetron Cahaya. Pemain yang banyak
diidolakan oleh para responden adalah Satrya, dengan prosentase sebesar 54,8%,
alasannya Satrya berwajah tampan, shaleh, aktingnya bagus dan lain sebagainya.
Mayoritas responden yang mengidolakan Satrya adalah anak perempuan dan ibu
rumah tangga, namun ada juga laki-laki yang mengidolakan Satrya, dengan alasan
kalau Satrya dalam memainkan perannya sangat meyakinkan.
Segala sesuatu pasti ada hikmah atau manfaatnya, terlepas apakah itu
banyak atau sedikit. Sinetron juga sedikit banyak memberikan manfaat kepada
penontonnya, terlepas apakah penonton dapat mengetahui manfaat apa yang
didapatkannya atau tidak. Dan untuk mengetahui apakah sinetron Cahaya
memberikan manfaat kepada responden, dapat dilihat pada tabel 18 di bawah ini.
Tabel 18
Sinetron Ini Memberikan Manfaat
No Sinetron Ini
Memberikan Manfaat
F Prosentase
1 Sangat Bermanfaat 7 7,5%
2 Bermanfaat 61 65,6%
3 Kurang Bermanfaat 22 23,7%
4 Tidak Bermanfaat 3 3,2%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 7,5% responden menjawab sinetron Cahaya sangat bermanfaat,
65,6% menjawab bermanfaat, 23,7% menjawab kurang bermanfaat, dan 3,2%
responden menjawab tidak bermanfaat.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa sinetron Cahaya memberikan
manfaat kepada para responden, responden yang menjawab bahwa sinetron
Cahaya bermanfaat sebanyak 61 orang, ada yang menjawab sangat bemanfaat 7
orang, dan kurang bermanfaat sebanyak 22 orang, sisanya 3 orang menjawab tidak
bermanfaat.
Bermanfaat kerena sinetron Cahaya sedikit banyak memberikan manfaat
berbentuk hiburan, pendidikan, informasi serta mengenai cara bersikap dan
berperilaku yang baik, kepada penonton. Kurang bermanfaat karena sinetron ini
terlalu banyak cerita tentang percintaannya. Sangat bermanfaat karena sinetron ini
menyelipkan pesan-pesan yang bermakna, seperti cara bersikap dan berperilaku
yang baik maupun yang tidak yang masing-masing diperankan oleh para
pemainnya.
Tontonan yang baik akan memberikan dampak yang baik bagi
penontonnya, sebaliknya, tontonan yang buruk akan memberikan dampak yang
buruk pula bagi penikmatnya, namun tergantung pula kepada penontonnya,
apakah penonton dapat memetik manfaatnya setelah menonton sinetron tersebut.
Untuk mengetahui manfaat apa yang didapatkan setelah menyaksikan sinetron
Cahaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 19
Manfaat Yang di Dapatkan Setelah Menonton Sinetron Cahaya
No Manfaat Yang
Didapatkan
F Prosentase
1 Hiburan 71 76,3%
2 Pendidikan 8 8,6%
3 Informasi 5 5,4%
4 … 9 9,7%
Jumlah 93 100%
Sebanyak 76,3% responden menjawab manfaat yang didapatkan setelah
menonton sinetron Cahaya adalah hiburan, 8,6% menjawab pendidikan, 5,4%
menjawab informasi dan 9,7% responden menjawab manfaat yang didapatkan
adalah mengenai sikap dan perilaku.
Data tabel di atas memperlihatkan bahwa manfaat yang didapatkan setelah
menonton sinetron Cahaya adalah hiburan, dengan responden sebanyak 71 orang.
Menonton sinetron Cahaya adalah salah satu bentuk hiburan yang sedikit banyak
dapat mengurangi kelelahan. Selain hiburan, manfaat yang didapatkan setelah
menonton sinetron Cahaya adalah mendapatkan pendidikan, dalam hal ini
pendidikan tentang sikap dan tingkah laku yang digambarkan oleh Cahaya yang
baik hati, lugu, sederhana dan lain sebagainya. Informasi, dalam hal ini informasi
tentang perdagangan perempuan, tentang seorang ayah yang tega menjual
anaknya ke tempat pelacuran untuk dijadikan PSK hanya demi mendapatkan
uang. Selain itu, ada juga responden yang menjawab manfaat yang didapatkan
adalah sikap dan perilaku, karena selain menghibur, sinetron Cahaya juga
memberikan pengetahuan tentang tata cara bersikap dan berperilaku yang baik
yang cukup bermanfaat bagi mereka (responden/penonton).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang respon masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng
Bogor terhadap sinetron Cahaya di RCTI, maka peneliti memperoleh kesimpulan
sebagai berkut:
1 Sinetron Cahaya yang ditayangkan di RCTI, mendapatkan respon yang baik
(positif) terhadap masyarakat RW 01 Karihkil Ciseeng Bogor. Hal ini dapat
dilihat dari antusias responden terhadap sinetron Cahaya, mulai dari
pemainnya, ceritanya, soundtrack lagunya sampai ada responden yang
menyukai ketiga-tiganya (pemain, cerita, dan soundtrack lagunya) dari
sinetron ini.
2 Dari sinetron Cahaya, responden (penonton) mendapatkan pengetahuan atau
informasi (kognitif). Pengetahuan dalam hal ini adalah cara bersikap dan
berperilaku yang baik dan tidak, yang diperankan oleh para pemain dalam
sinetron tersebut. Selain itu, responden juga memperoleh pengetahuan tentang
perdagangan perempuan yang sampai sekarang ini masih belum bisa
dihentikan.
3 Selain mendapatkan pengetahuan (kognitif), responden (penonton)
memberikan kesan atau sikap yang baik (afektif) terhadap sinetron Cahaya,
sinetron ini dapat membuat penontonnya terbawa oleh alur cerita dalam
sietron tersebut, sehingga penonton dapat dengan mudah terbawa oleh
perasaan yang bisa menyebabkan seseorang menangis atau tertawa.
4 Sinetron Cahaya juga sedikit banyak menciptakan imitasi dikalangan
masyarakat (responden). Ini dibuktikan dengan hampir sebagian responden
suka meniru gaya penampilan atau gaya berbicara para pemain dalam sinetron
tersebut (tindakan/behavioral). Besarnya minat dan rasa puas penonton
tersebut bahkan tidak jarang membuat orang merasa kehilangan sesuatu jika
tidak menonton sinetron itu, sehingga rela untuk mengorbankan kegiatan yang
lain demi menyaksikan sinetron tersebut. Dalam keadaan ini, sinetron Cahaya
telah mengatur jadwal kegiatan pemirsa.
B. Saran-Saran
1. Untuk para perancang program acara televisi, baik itu film, iklan, musik
maupun sinetron harus menyeleksi program acara yang ditayangkan dan
mamantau dampaknya sekaligus melihat feed back yang muncul dari pemirsa.
Kalau dampak perubahan sikap yang diharapkan tidak sesuai bahkan
berlawanan (negatif) dari kenyataan yang diinginkan, pihak pengelola dan
perencana siaran acara televisi perlu meninjau kembali program yang
disajikan kepada pemirsa. Dan juga stasiun televisi harus bisa menyeleksi
acara atau program mana yang patut ditayangkan dan mana yang tidak, jangan
hanya mementingkan sisi bisnisnya saja, memang tidaklah salah apabila
televisi mempunyai sisi bisnis pada tayangan materi acaranya, hanya saja yang
menjadi persoalan, jangan sampai sisi bisnis lebih besar persentasenya
dibanding dengan nilai acaranya.
2. Untuk para penulis skenario/naskah, baik itu film maupun sinetron, sebaiknya
lebih banyak memasukkan pesan-pesan yang positif dan bermanfaat dalam
ceritanya, supaya penonton dapat belajar dan mengambil hikmah dari sinetron
yang dibuat.
3. Dan untuk para penonton, khususnya para penikmat acara sinetron, sebaiknya
dapat menyeleksi acara-acara apa saja yang pantas untuk ditonton, karena dri
kita sendirilah yang dapat menyaring acara apa saja yang baik atau tidak untuk
kita tonton.
4. Untuk para PH (Production House) sebaiknya jangan membuat sinetron yang
asal jadi, yang hanya demi mengambil keuntungan semata mengabaikan
tanggung jawab moral kepada masyarakat, khususnya para penonton. Dan
alangkah lebih baiknya jika membuat sinetron jalan ceritanya jangan
dipanjang-panjangkan, sehingga membuat penonton bosan, buatlah sinetron
yang menarik, yang tidak membuat orang cepat bosan, yang dapat dengan
mudah dimengerti alur ceritanya, dan tentunya harus tetap mengedepankan
pesan-pesan yang bermanfaat bagi penontonya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineke Cipta,
2006.
Bruno, J Frank. Istilah Kunci Psikologi. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Chaplin, P J. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004.
Dagun, D Save. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan
Nusantara, 1997.
Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2003.
Harbuko, Chalid. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Hurlock, B Elizabeth. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1991.
Noor, Arifin. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
Hoogvelt M.M. Ankie. Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang. Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta:
Kencana, 2006.
Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta: Rineka Cipta,
1996.
Labib, Muh. Potret Sinetron Indonesia; Antara Keahlian Virtual dan Realitas Sosial. Jakarta: PT.
Mandar Utama Tiga Books Division, 2002
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir. Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005.
Mutmainah, Siti dan Fauzi, Ahmad. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2005.
Nazir, M. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1988.
Poerwadarminta. Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.
Suhaimi, dan Jumroni. Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
Susanto, S Astrid. Komunikasi Sosial di Indonesia. Jakarta: Bina Cipta, 1998.
Salim, Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Iindonesia Kontemporer. Jakarta: English Modern
Press,1991.
Subandi, Ahmad. Psikologi Sosial. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Sendjaja, S Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka, 2005.
Sujanto, Agus. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Aksara Baru, 1991.
Sarjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997.
Walgito, Bimo. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Wibowo, Fred. Teknik Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisister, 2007.
Internet
Endah, “Pengertian Sinetron.” Artikel diakses pada 3 Mei 2008 dari
http://chendah.blogspot.com/2008/01/pengertian-sinetron.html
http://www.rcti.tv/aboutus/about_visimisi.php
Skripsi
Suprihatin. ”Respon Masyarakat Ulujami Jakarta Selatan Terhadap Sinetron Maha Kasih Episode Tukang Bubur Naik Haji Di RCTI. ” Skripsi S1 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006.