endang rohijani, pkbm griya buku pendidikan

Upload: muhidin-m-dahlan

Post on 11-Jul-2015

191 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PR0rrr

{dHffi-t:%t4?ijtu,

.,!1::!++::

) -r. :0I

) ==o \D

:o -(1)-@

::;=o -t

pffiffi

rxt

I#

berbagai aktivitas warga. Ada keramba di pinggir Sungai Winongo yang menjadi budidaya perikanan. Sungai Winongo adalah salah satu sungai selain Sungai

Code dan Sungai Gajah Wong

Yang

membelah kota. Peternakan itik dan ayam kampung juga tampak dikelola sejumlah

warga. Tampak pula lokasi Posyandu, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Rumah

Batik sebagai wahana

menamPung

kreativitas kaum perempuan

di

Badran.

Kerajinan berbahan bambu, kulit, dan sampah daur ulang juga menjadi hasilkreatif mereka. Di beberapa sudut tampak

tong sampah yang dipilah menurut jenis organik dan nonorganik. Lubang-lubangbiopori pun dibikin warga di banyak lokasi. Kampung ini bahkan mendapatjulukan baru sebagai "Kampung Ramah Anak'i Label Kampung Ramah Anak diluncurkan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto, 22 Juli lalu. Badran menjadi program rintisan menjadikan 150 kampung di Yogyakarta sebagai Kampung Ramah Anak. Di sana terdapat sekitar 200 anak. Di Badran inilahEndang Rohjiani, 5H, sehari-hari mengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

Griya Mandiri. Di "Rumah Bambu'i begitu menyebutnya berlangsung sejumlah kegiatan, Yakni KelomPok

warga

Bermain, pendidikan

keaksaraan,B,

pendidikan kesetaraan Paket A, Paket

dan Paket C, kursus dan pelatihan.Taman Bacaan Masyarakat, serta pendidikanpemberdayan perempuan dan jender.

Endang Rohjiani, 39 tahun, tiaP hari

tak kenal lelah, berpelu-peluh

bersama

warga belajar merajut asa meningkatkan

f,nd*nq Hehli*ni, Sl"i iuar* I L*mbe Kenr;* F{qato F*nqelo!* pKBM ?*11

pendidikan dan keterampilan. "Tahun 20OO saya mulai mengajari ibu-ibu membaca, karena kebanYakan mereka tidak bisa baca tulisi'kata Endang, yang

Mmrvkhmffi{Xffirx

&s*KmHfrmenempel

KmffiffiH P*ffiq{ffiErdi

memang besar di Badran. Endang yang menikah muda selePas SMEA, karena orangtuanya tak mamPu membiayai kuliah. la memang diminta orangtuanya menikah. Endang bikin perjanjian dengan suaminya bahwa suatu saat ketika ia bekerja, gajinya diizinkan

untuk dipakai sendiri dan membiayai kuliah sehingga hidupnya ditanggungsuami. Endang sempat bekerja di Jakarta sekitar tiga tahun.

ap sebagai "Kampung Preman" yang

Badran, Kelurahan Bumijo, Kecamatan Jetis, Yogyakarta sejak zaman dulu, rasanya sudahsemakin terkikis. Sambangi saja suasana kampung yang berada takjauh dari Stasiun Tugu Yogyakarta, tak lebih dari 15 menit berjalan kaki arah barat laut. Selintas berkeliling saja terkesan sangat aktif dan produktif. Di kampung yang dihuni lebih dari 'l .ooo jiwa ini tampaklVlajelah Pendidik

RUffi A*I ST'.AJAR FjlAN*IRI

mengawali kegiatan juga kerja sosial

Meski sudah sejak 2000

Endang

Pendidikan

keaksaraan, namun lembaga PKBM belum terbentuk. Aktivitas perorangan Endang,

bersama lembaga

swadaya masyarakat menarik perhatian

drn Tenaga l{epenCidikan FAUfi, Nonfcrmal, dan Inlorrnal

penilik Kecamatan Jetis, Yogyakarta. la diminta membentukPKBM. lzin resmi baru keluar tahun 2007. "Namanya PKBM kan enggak ada duitnya, sehingga proses pembentukannya juga tidak mulus. Lokasi pembelajaran pindah dari satu tempat ke

tempat lain," katanya. Di sela kesibukannya mengajar itu, Endang juga berupaya merampungkan kuliahnya. Hal itu menjadi contoh bagi anakanak dan warga Badran, bahwa ia sendiri peduli pada sekolah. "Saya dari keluarga yang tidak mampu. Tapi punya ambisi untuk sekolah setinggi-tingginya. Sejarah saya tak mampu sekolah, tidak boleh berulang pada anak-anak di lingkungan sini," kata Endang yang merampungkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram Yogyakarta tahun 2009 Ialu.

PKBM Griya Mandiri baru memiliki lokasi tetap padapertengahan tahun 2008. 'Akhirnya kami mendapat tempat di Balai RT 49 yang berada di pinggir kali sudah tidak dipakai lagi," katanya. Di sebelah balai RT itu juga ada ada bekas pabrik tahu yang sudah kumuh karena lama tidak beroperasi. Dana

dikumpulkan Endang dari tabungannya dan sumbangan dari sejumlah tokoh masyarakat. Warga bergotong royongmembangun rumah berbahan baku bambu itu. Jadilah rumah bambu dengan plakat bertuliskan Rumah Belajar Mandiri, yang hingga klni dipakai aktivitas Endang dan warga. PKBM Griya Mandiri tidak memiliki sponsor besar yang mendanai kegiatan mereka. Endang memang lebih senang bekerja per kegiatan dengan menggandeng mitra LSM. "Saya hanya berusaha memfasilitasi kebutuhan warga dengan pihak yang memiliki dana. Misalnya ketika ada keinginan belajarbudidaya jamur, saya minta bantuan Universita Negeri Yogyakarta untuk memberikan pelatihan. Begitu juga program pengolahan sampah, saya minta bantuan dengan jaringan antarkampung untuk saling membantu," katanya. Endang dibantu setidaknya tujuh orang tutor yang aktif. Namun selebihnya ia meminta bantuan teman mahasiswa untuk kegiatan-kegiatan baru. Warga kampurrg ada juga yang membantu mengajar."Namun PKBM kami tidak bisa memberikan honor gede, kami paling hanya bisa memberi sekadar uang transporti' kata Endang.

penataan kawasan Badran, khususnya di pinggir sungai. Bekerjasama dengan kelompok peduli sungai yanE terdiriterdiri dari enam RW di Badran, proposal Endang dkk mengenai penataan kawasan mendapat penyandang dana. Endang masih harus terjun langsung menangani banyak program, khususnya yang berkaitan dengan konsep dan berhubungan dengan pihak lain. "Jika sudah teknis pelaksanaan, sudah saya delegasikan ke teman-teman staf sesuai divisinya," kata Endang. Griya Mandiri termasuk sedikit PKBM yang aktif di Yogyakarta. Dari total 33 PKBM di Kota Gudeg hanya 14 yang memiliki kegiatan rutin. Dalam waktu dekat, Forum PKBM Yogyakarta akan mengadakan pemilihan ketua. Endang pun dibuat sibuk karena ia menjadi panitia pemilihan. "Semoga ada perubahan. Sebab fungsi forum PKBM mestinya tidak hanya namanya thok. Saya berharap forum PKBM bisa menjadi tempat sharing. Mengapa dari 33 yang ada, yang masih hidup hanya 14, apa problemnya,apa solusinya?" katanya.

Program besar yang tengah dijalankan Endang dkk adalah

Endang berbagi kiat bagaimana membuat PKBM yang didirikannya bisa tetap eksis. Menurutnya, kebanyakan PKBMmasih sebatas membuka pendidikan keaksaraan dan keseteraan secara tidak kreatif. "Pemikirannya. harus dibongkar. PKBM itu bukan hanya Kejar Paket. Sebab mencari warga belajar Paket itu susah. Apalagi jika konsepnya adalah ada guru dan muridi' katanya. Konsep pendidikan nonformal, menurut Endang, bukan pembelajaran ala sekolah. Yang dibutuhkan bukan cuma tutor mengajar warga bisa membaca dan berhitung."Saya membuat

strategi baru, bahwa tutor tidak hanya mengajar satu tambah satu dua. Tapi mereka kemampuan tutor itu sebagai fasilitator dan mampu membongkar potensi warga belajar, sehingga satu tambah satu bisa empat atau lima atau sepuluh," katanya. Konsep kreatif memahami PKBM itulah yang ditularkan Endang kepada para tutor. la berharap Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) pendidikan nonformal memiliki bayangan besar membangun bangsa ini ketika pendidikan formal tidak mampu menjawab permasalahan pendidikan. "Dulu zaman nenek moyang kita saja bisa peduli pada sesama, sekarang ini bagaimana membangun rasa peduli masyarakat untuk peduli

terhadap sesamanya agar tidak menjadi kaum yang sangat individualis. Saya yakin di kampung masih bisa membangun semangat kepedulian, khususnya terhadap pendidikan wargasekitari' kata Endang. OD]PO HANDOKO

Edisi ozlTahunr,/okrober aor

r

I

MISI

re

t

Bank Simpan Bagi

hsebuah lini rintisan dalam perpustakaan "gelaranibulan" yang fokus pada pengarsipan fel