embriogenesis dan daya tetas telur ikan nila …journal.unair.ac.id/filerpdf/jurnal 1.pdf · 1...

12
1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS BERBEDA Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah, Akhmad Taufiq Mukti dan Juni Triastuti. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Kampus C Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana embriogenesis ikan nila dan daya tetas telur ikan nila bila telur ikan nila ditetaskan dalam air payau. Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari lima perlakuan salinitas inkubasi telur yaitu A (kontrol atau salinitas 0 ppt), B (salinitas 5 ppt), C (salinitas 10 ppt), D (salinitas 15 ppt) dan E (salinitas 20 ppt) dengan pengulangan sebanyak empat kali. Analisis statistik menggunakan ANAVA (Analysis of Variance) dan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan salinitas berbeda memberikan pengaruh terhadap kecepatan embriogenesis ikan nila dan juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya tetas telur ikan nila. Rata-rata daya tetas telur ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan C (88,5%) meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (86,5%). KATA KUNCI : salinitas, embriogenesis, daya tetas telur, ikan nila ABSTRACT : Embryogenesis and hatching rate of nile tilapia (Oreochromis niloticus) in different salinities. By: Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah, Akhmad Taufiq Mukti and Juni Triastuti. The aim of the research is to know how the embryogenesis of Nile tilapia and the hatching rate of Nile tilapia if their egg incubated in brackishwater. The experiment design is Completely Randomized Design. Treatment which is done consist of five egg incubation salinity treatments that is A (0 ppt or control), B (5 ppt), C (10 ppt), D (15 ppt) and E (20 ppt) with four times repetition. Statistical analysis used ANAVA (Analysis Of Variance) and was continued by Duncan’s Multiple Range Test. The result indicated that different salinity treatment giving influence for embryogenesis speed of Nile tilapia and also giving highly significantly affect for hatching rate of Nile tilapia. The highest hatching rate of Nile tilapia is treatment C (88,5%) even not significantly difference with treatment A (86,5%). KEYWORDS : salinity, embryogenesis, hatching rate, Nile tilapia

Upload: phamdung

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

1

EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA(Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS BERBEDA

Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah, Akhmad Taufiq Muktidan Juni Triastuti.

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas AirlanggaKampus C Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana embriogenesis ikan nila dan dayatetas telur ikan nila bila telur ikan nila ditetaskan dalam air payau. Rancangan percobaan adalahRancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan terdiri dari lima perlakuan salinitasinkubasi telur yaitu A (kontrol atau salinitas 0 ppt), B (salinitas 5 ppt), C (salinitas 10 ppt), D(salinitas 15 ppt) dan E (salinitas 20 ppt) dengan pengulangan sebanyak empat kali. Analisisstatistik menggunakan ANAVA (Analysis of Variance) dan untuk mengetahui perbedaan antaraperlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa perlakuan salinitas berbeda memberikan pengaruh terhadapkecepatan embriogenesis ikan nila dan juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadapdaya tetas telur ikan nila. Rata-rata daya tetas telur ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan C(88,5%) meski tidak berbeda nyata dengan perlakuan A (86,5%).

KATA KUNCI : salinitas, embriogenesis, daya tetas telur, ikan nila

ABSTRACT : Embryogenesis and hatching rate of nile tilapia (Oreochromis niloticus) indifferent salinities. By: Ariska Novi Diana, Endang Dewi Masithah,Akhmad Taufiq Mukti and Juni Triastuti.

The aim of the research is to know how the embryogenesis of Nile tilapia and thehatching rate of Nile tilapia if their egg incubated in brackishwater. The experiment design isCompletely Randomized Design. Treatment which is done consist of five egg incubation salinitytreatments that is A (0 ppt or control), B (5 ppt), C (10 ppt), D (15 ppt) and E (20 ppt) with fourtimes repetition. Statistical analysis used ANAVA (Analysis Of Variance) and was continued byDuncan’s Multiple Range Test. The result indicated that different salinity treatment givinginfluence for embryogenesis speed of Nile tilapia and also giving highly significantly affect forhatching rate of Nile tilapia. The highest hatching rate of Nile tilapia is treatment C (88,5%) evennot significantly difference with treatment A (86,5%).

KEYWORDS : salinity, embryogenesis, hatching rate, Nile tilapia

Page 2: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

2

PENDAHULUAN

Tambak-tambak payau untukbudidaya udang windu yang kualitasnyasudah menurun dan tidak produktifmenyebabkan produksi udang windumenurun. Penurunan angka produksi udangwindu tersebut pada akhirnya menurunkanpendapatan pembudidaya tambak. Di sisilain, ikan nila merupakan komoditas eksporyang populer di masyarakat karena memilikirasa yang khas dan juga menjadi andalanpara pembudidaya tambak dikarenakanmemiliki laju pertumbuhan danperkembangbiakan yang cepat, memilikitoleransi lingkungan hidup yang luas sertamemiliki resistensi yang relatif tinggiterhadap kualitas air dan penyakit (Sucipto,2002).

Oleh karena itu, untuk mengisikekosongan tambak bekas udang windu danmemberi masukan pendapatan bagi parapembudidaya tambak, ikan nila mulaidibudidayakan pada tambak udang winduyang sudah tidak produktif tersebut.

Budidaya ikan nila di tambak samaseperti halnya budidaya ikan lainnya jugamembutuhkan benih. Benih ikan nila selamaini dihasilkan dari pembenihan di air tawar,sehingga untuk ditebar di tambak udang.

windu yang berair payau, maka ikannila harus diadaptasikan dulu di air payau.Namun, kendala yang ditemui selama ini,yaitu ikan nila dewasa memiliki masaadaptasi yang agak lama apabiladiadaptasikan pada air payau, selain itu jugajarang sekali dilakukan pembenihan ikannila di air payau, oleh karena itu perludilakukan penelitian tentang pembenihanikan nila di air payau.

Perumusan masalah yang timbul darilatar belakang tersebut antara lain :bagaimana gambaran embriogenesis ikan

nila apabila telur ikan nila ditetaskan padasalinitas berbeda, apakah terdapat pengaruhsalinitas terhadap daya tetas telur ikan niladan berapakah salinitas terbaik untukmenghasilkan daya tetas telur ikan nilatertinggi.

Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui gambaran embriogenesis ikannila apabila telur ikan nila ditetaskan padasalinitas berbeda, mengetahui pengaruhsalinitas terhadap daya tetas telur ikan niladan mengetahui salinitas terbaik untukmenghasilkan daya tetas telur ikan nilatertinggi.

Penelitian ini diharapkan dapatmemberikan informasi ilmiah kepadamasyarakat perikanan tentang gambaranembriogenesis ikan nila apabila telur ikannila ditetaskan pada salinitas berbeda,pengaruh salinitas terhadap daya tetas telurikan nila, serta salinitas terbaik untukmenghasilkan daya tetas telur ikan nilatertinggi. Pada akhirnya, dapat diaplikasikanpara masyarakat perikanan sebagaipengembangan pembenihan ikan nila di airpayau.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan pada tanggal1-31 Juli 2010 di Laboratorium UPTPengembangan Budidaya Air TawarUmbulan, Desa Sidepan, KecamatanWinongan, Kabupaten Pasuruan, ProvinsiJawa Timur. Peralatan yang digunakandalam penelitian ini, meliputi : alat untukpemijahan buatan, antara lain : bakpenampung induk ikan nila, timbangandigital, mangkok, petri disc, spuit, buluayam, stopwatch, saringan dan sendok, alatuntuk penetasan, antara lain : akuarium, rakpenetasan, gelas penetasan, kran aerasi, pipaparalon, sedotan, pompa air, selang pompa,selang aerasi, aerator, bak penampungan

Page 3: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

3

stok air salinitas 5, 10, 15 dan 20 ppt,kran infus, selang inlet dan selang outlet,dan alat untuk pengamatan, antara lain :pipet, object glass, mikroskop, penggaris,DO meter, thermometer, hydrometer dan pHpaper. Bahan yang digunakan, antara lain :satu ekor induk jantan dan tiga ekor indukbetina ikan nila yang telah matang gonad,sperma dan telur induk ikan nila yang telahmatang gonad, NaCl fisiologis, air tawar danair laut.

Metode penelitian yang digunakanadalah metode eksperimen. Teknikpengambilan data dilakukan dengan caraobservasi langsung, yaitu dengan caramengadakan pengamatan secara langsungterhadap gejala-gejala subjek yangdiselidiki. Rancangan penelitian yangdigunakan dalam penelitian ini adalahRancangan Acak Lengkap (RAL), terdiridari lima perlakuan salinitas inkubasi telurdengan empat ulangan, yaitu 0 (kontrol), 5,10, 15 dan 20 ppt. Penentuan salinitasberdasarkan pernyataan Suyanto (1994)yang menunjukkan bahwa ikan nila mampuhidup pada air tawar, payau dan laut.

Pemijahan ikan dilakukan dengancara memasangkan induk ikan nila jantandan betina di dalam kolam pemijahan ikandengan perbandingan jantan dan betina 1:3.Setelah nampak tanda-tanda ikan mulaimemijah, induk betina dan jantan ikan niladitangkap dan dilakukan pengurutan(stripping) untuk mendapatkan telur dansperma ikan nila. Telur-telur yang diperolehditampung dalam mangkok dan spermaditampung dalam petri disc yang berisilarutan NaCl fisiologis dengan pengenceransepuluh kali. Setelah itu sperma dan telurdicampur, ditambah air dan diaduk perlahandengan menggunakan bulu ayam selamalebih kurang lima menit (Mubarak, 2007).

Telur ikan nila yang telah terbuahiditempatkan pada gelas atau corongpenetasan pada masing-masing perlakuansebanyak 240 butir telur tiap ulangan,

namun air yang digunakan pada semuaperlakuan masih bersalinitas 0 ppt.Selanjutnya, empat dari lima perlakuantersebut masing-masing dialiri airbersalinitas 5, 10, 15 dan 20 ppt selama 48jam sampai salinitas air pada akuariumpenetasan bersalinitas masing-masing 5, 10,15 dan 20 ppt, sedangkan yang satuperlakuan, air untuk penetasan telur tetapbersalinitas 0 ppt dan digunakan sebagaikontrol. Sutisna dan Sutarmanto (1999)menyatakan bahwa penetasan telur denganmenggunakan corong tetas berguna untukmeningkatkan daya tetas telur.

Pengamatan embriogenesisdilakukan pada jam ke-3, ke-21, ke-25, ke-29, ke-45, ke-75 dan ke-99 setelahfertilisasi. Perkembangan embrio yangdiamati, antara lain : morula, blastula,gastrula, epiboli, mata, jantung, otak, faring,melanofor, ekor, pembuluh darah dankantung kuning telur. Penghitungan dayatetas telur dihitung dengan menggunakanrumus yang disebutkan oleh Setyono (2009),yaitu :Daya tetas = ___a + b___ x 100% a + b + cKeterangan :a = jumlah telur yang menetas normalb = jumlah telur yang menetas cacat (abnormal)c = jumlah telur yang tidak menetas (mati)

Parameter utama dalam penelitianadalah fase-fase perkembangan telur(embriogenesis) dan daya tetas telur.Parameter utama digunakan untukmengetahui salinitas optimum untukembriogenesis dan daya tetas telur ikan nila.Parameter pendukung dalam penelitianadalah kualitas air antara lain : suhu, pH danoksigen terlarut.

Data hasil penelitian yang diperolehdianalisis secara deskriptif untukembriogenesis, sedangkan untuk daya tetastelur dianalisis secara statistik denganmenggunakan ANAVA (Analysis ofVariance). Apabila terdapat perbedaan yang

Page 4: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

4

nyata, maka dilanjutkan dengan UjiJarak Berganda Duncan untuk mengetahuiperbedaan antara perlakuan satu denganperlakuan yang lainnya. Taraf kesalahanyang digunakan, yaitu 5% (Kusriningrum,2008).

HASIL

Embriogenesis Telur Ikan Nila padaSalinitas Berbeda

Pada empat jam setelah fertilisasiperlakuan B, C, D dan E memperlihatkanperkembangan embrio pada awal periode

blastula, kecuali perlakuan A yangmemperlihatkan embrio berada pada akhirperiode pembelahan. Pada 45 jam setelahfertilisasi perlakuan A, D dan Ememperlihatkan pada bagian anteriorterdapat bentuk kepala yang masih samardan terdapat bercak melanofor padapermukaan telur, sedangkan perlakuan Bdan C memperlihatkan mata yang telahtampak namun belum berpigmen danterdapat bercak melanofor pada permukaantelur. Embriogenesis telur ikan nila padaempat dan 45 jam setelah fertilisasi tersebutdapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Embriogenesis telur ikan nila pada salinitas berbeda dengan perbesaran 100 kali

Page 5: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

5

Keterangan :1. Akhir periode pembelahan2. Awal periode blastula3. Bagian anterior terdapat bentuk kepala yang masih samar dan terdapat bercak melanofor pada

permukaan telur4. Mata telah tampak tapi belum berpigmen dan terdapat bercak melanofor pada permukaan telur5. Mata mulai berpigmen, otak mulai membesar, jantung tampak berdenyut, ekor terlihat

memanjang secara ventral pada cincin germinal, pada sisi ventral dekat kuning telur terdapatmelanofor

6. Embrio ikan nila yang tidak mengalami perkembangan7. Mata berpigmen, otak membesar, jantung berdenyut, ekor memanjang secara ventral pada cincin

germinal, pada sisi ventral dekat kuning telur terdapat melanofor, terbentuk faring8. Lapisan pelindung telur rusak, cairan dalam telur tertarik keluar, telur mati9. Larva umur 0 hari10. Larva umur 0-1 hari11. Larva umur 1 hari

Daya Tetas Telur Ikan Nila pada Salinitas BerbedaPenghitungan daya tetas telur ikan nila dilakukan seratus jam setelah fertilisasi. Data rata-

rata daya tetas telur ikan nila pada akhir penelitian terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata daya tetas telur ikan nila pada salinitas berbedaPerlakuan Daya tetas telur (%) ± SD

A (salinitas 0 ppt) sebagai kontrolB (salinitas 5 ppt)C (salinitas 10 ppt)D (salinitas 15 ppt)E (salinitas 20 ppt)

86,5 ± 5,45ab

65,5 ± 6,45c

88,5 ± 8,27a

76,75 ± 2,22bc

0 ± 0d

Rata-rata daya tetas telur ikan nilatertinggi dihasilkan pada perlakuan C, yaitusebesar 88,5% lalu diikuti dengan perlakuanA sebesar 86,5%. Selanjutnya, perlakuan Ddan B masing-masing menempati urutanketiga dan keempat dengan rata-rata dayatetas telur masing-masing sebesar 76,75%dan 65,5%, sedangkan perlakuan Emenghasilkan rata-rata daya tetas telurterendah dengan persentase 0%.

Hasil uji ANAVA menunjukkanbahwa perlakuan salinitas berbeda padapenetasan telur ikan nila memberikanpengaruh yang sangat nyata (P<0,01)

terhadap daya tetas telur ikan nila. Hasil UjiJarak Berganda Duncan menunjukkanbahwa perlakuan C menghasilkan daya tetastelur tertinggi, yang tidak berbeda nyatadengan perlakuan A dan berbeda nyatadengan perlakuan D, B dan E. Daya tetastelur terendah dihasilkan pada perlakuan E,yang berbeda nyata dengan perlakuanlainnya.Kualitas Air

Pengamatan embriogenesis dan dayatetas telur ikan nila dalam penelitian ini jugaperlu memperhatikan kualitas air agarkondisinya tetap sesuai untuk penetasan

Page 6: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

6

telur ikan nila. Data kualitas air yangdiukur selama penelitian selain salinitassebagai perlakuan meliputi suhu, oksigenterlarut dan p . Kualitas air yang terukurselama penelitian masih berada pada kisaranoptimum untuk penetasan telur ikan nila.Salinitas sesuai dengan perlakuan yangdiberikan, yaitu 0, 5, 10, 15 dan 20 ppt,sedangkan suhu air yang terukur berkisarantara 27-31ºC, oksigen terlarut berkisarantara 7-8 mg/l dan pH rata-rata adalah 7.

PEMBAHASAN

Hasil pengamatan mikroskopisembriogenesis telur ikan nila pada salinitas5, 10, 15 dan 20 ppt menunjukkan bahwafase perkembangannya sesuai dengan faseperkembangan telur ikan nila pada kondisikontrol (salinitas 0 ppt). Hal ini sesuaidengan pernyataan Kosztowny et al. (2008)bahwa embrio, larva dan benih yangdipelihara dalam air laut tidak mengalamiperubahan aktivitas, aktivitas yang dialamiembrio, larva dan benih tersebut samaseperti halnya pada air tawar.

Pada empat jam setelah fertilisasi,embrio ikan nila pada perlakuan A terlihatberada pada akhir periode pembelahan,sedangkan perlakuan B, C, D dan E embriotelah memasuki awal periode blastula. Halini disebabkan ketika telur ikan nila yangterfertilisasi dimasukkan ke dalam salinitaslebih tinggi, kandungan sel klorid yangterdapat pada telur ikan nila tersebutmeningkat seiring dengan meningkatnyasalinitas, sesuai dengan pernyataan Maetzdan Bornancin (1975). Pada telur ikan nilasel klorid ini terkandung dalam membrankantong kuning telur dan berubah menjadikompleks sebagai respon terhadapperubahan salinitas (Kaneko et al., 2002).Sel klorid ini berperan dalam mengontrolosmoregulasi (Kaneko et al., 2002), dapatmeningkatkan aktivitas Na+, K+ - ATPase

dalam pertukaran garam untukmeningkatkan kemampuan toleransi (Prunetdan Bornancin, 1989) dan sangat berperandalam proses sekresi garam (Foskett danScheffey, 1982). Peranan sel klorid tersebutmenyebabkan cairan dalam telur ikan nilamenjadi lebih kental dan semakin mendekatikonsentrasi cairan dalam media penetasan,sehingga energi yang digunakan untukaktivitas osmoregulasi dan proses-proseslain yang terjadi di dalam telur menurun danenergi yang tersisa dapat digunakan untukpertumbuhan (Stickney, 1979) dalamWibowo (1993). Hal ini juga diperkuatdengan pernyataan Bouf dan Payan (2001)yang menyatakan bahwa pada salinitas lebihtinggi ikan air tawar menunjukkanperkembangan dan pertumbuhan yang lebihtinggi.

Pada 45 jam setelah fertilisasi,embrio ikan nila pada perlakuan A, D dan Emengalami perkembangan pada bagiananterior, yaitu terdapat bentukan sepertikepala yang masih samar dan terdapatsedikit bercak melanofor pada permukaantelur, sedangkan perlakuan B dan Cmemperlihatkan mata yang telah tampaktetapi belum berpigmen dan terdapat bercakmelanofor pada permukaan telur. Hal initerjadi karena konsentrasi cairan dalam telurikan nila pada perlakuan A, D dan E sedikitmenjauhi konsentrasi cairan dalam mediapenetasan, sehingga menyebabkan aktivitasosmoregulasi meningkat dan energi banyakdigunakan untuk menyeimbangkan tekananosmotik antara telur dengan mediapenetasan, sedangkan konsentrasi cairandalam telur ikan nila pada perlakuan B danC semakin mendekati konsentrasi cairandalam media penetasan, sehingga energiyang dibutuhkan untuk aktivitasosmoregulasi menurun dan energi yangtersisa dapat digunakan untuk mempercepatperkembangan embrio. Hal ini sesuaidengan pernyataan Stickney (1979) dalam

Page 7: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

7

Wibowo (1993) bahwa apabila konsentrasicairan dalam telur sudah mendekatikonsentrasi garam dalam media penetasandan telur masih dapat mentoleransiperubahan salinitas yang diberikan, makaenergi metabolisme yang digunakan untukosmoregulasi lebih sedikit dan energi tersisacukup banyak untuk perkembangan

.Embrio ikan nila pada 76 jam setelah

fertilisasi memperlihatkan pada perlakuan Aterdapat larva yang telah menetas dan masihmemiliki kantung kuning telur. Perlakuan B,C dan D memperlihatkan embrio ikan niladengan perkembangan mata yang mulaiberpigmen, otak mulai membesar, jantungtelah tampak berdenyut, ekor terlihatmemanjang secara ventral pada cincingerminal dan pada sisi ventral dekat kuningtelur terdapat melanofor, sedangkanperlakuan E memperlihatkan embrio ikannila yang tidak mengalami perkembangan.Perlakuan A, telur telah menetasdikarenakan pada media penetasan tersebuttidak terdapat pengaruh salinitas, sehinggatelur ikan nila menetas pada waktunya. Padaperlakuan B, C dan D telur ikan nilamenunjukkan perkembangan yang baiknamun belum menetas, hal ini dikarenakanpada media penetasan tersebut sebagianenergi digunakan untuk aktivitasosmoregulasi, yaitu untuk menyeimbangkantekanan osmotik antara telur dengan mediapenetasan, sehingga telur pada mediapenetasan tersebut tidak menetas padawaktunya. Hal ini sesuai dengan pernyataanSmith (1982) bahwa jika tekanan osmoseantara telur dan media penetasan semakinmenjauhi maka energi metabolisme yangdibutuhkan untuk osmoregulasi semakinbanyak, sehingga energi untukperkembangan berkurang. Perlakuan E tidakmengalami perkembangan dikarenakan padamedia penetasan tersebut konsentrasi cairandalam telur sudah semakin menjauhikonsentrasi cairan dalam media penetasan,

sesuai dengan pernyataan Wibowo (1993)bahwa pada keadaan tersebut aktivitasosmoregulasi menjadi maksimum dan energitidak banyak tersisa untuk perkembanganembrio.

Pada 85 jam setelah fertilisasiembrio pada perlakuan B memperlihatkanlarva ikan nila yang baru menetas dan masihmemiliki kantung kuning telur. Padaperlakuan C dan D memperlihatkan embrioikan nila dengan perkembangan yangsempurna dan terbentuknya faring.Perkembangan embrio ikan nila padaperlakuan C dan D berlangsung dengan baiknamun masih belum menetas dikarenakanaktivitas osmoregulasi meningkat namuntelur ikan nila masih dapat mentoleransiperubahan salinitas yang diberikan, sehinggaperkembangan embrionya sedikit melambatnamun telur ikan nila masih dapat bertahan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibowo(1993) bahwa jika salinitas kurang sesuaimaka banyak energi yang digunakan untukproses osmoregulasi maksimum, sehinggaenergi yang tersisa untuk perkembanganembrio sedikit. Perlakuan E, lapisanpelindung telur ikan nila terlihat rusak,sehingga cairan dalam telur tertarik keluardan akhirnya mati. Hal ini dikarenakan padamedia penetasan tersebut konsentrasi cairandalam telur ikan nila sudah semakinmenjauhi konsentrasi cairan dalam mediapenetasan dan telur ikan nila tersebut sudahtidak dapat mentoleransi perubahan salinitasyang diberikan, sehingga sesuai denganpernyataan Maisura (2004) bahwa dalamkeadaan tersebut telur dapat mengalamiturgor (peningkatan tekanan di dalam telur)atau plasmolisis (pengkerutan telur karenakeluarnya cairan dari telur ke media) apabilaperubahan salinitas yang diberikan telahmelewati batas toleransi yang dapat diterimaoleh telur. Pada seratus jam setelahfertilisasi perlakuan C dan Dmemperlihatkan adanya larva ikan nila yang

Page 8: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

8

telah menetas dan masih memiliki kantungkuning telur.

Daya tetas telur selain dipengaruhioleh faktor dalam seperti hormon danvolume kuning telur juga dipengaruhi olehfaktor luar seperti salinitas, suhu, pH,oksigen terlarut dan intensitas cahaya(Gusrina, 2008). Penelitian untuk mengujidaya tetas telur ikan nila denganmenggunakan perlakuan salinitas berbedadiduga memberikan hasil daya tetas telurikan nila yang sangat terpengaruh olehsalinitas.

Rata-rata daya tetas telur ikan nilamenunjukkan bahwa hasil daya tetas telurtertinggi adalah pada salinitas 10 ppt, meskitidak berbeda nyata dengan salinitas 0 pptatau kontrol. Hal ini disebabkan konsentrasicairan antara media penetasan dengan telurikan nila berada dalam keadaan hampirmendekati, sehingga sesuai denganpernyataan Maisura (2004) bahwa dalamkeadaan demikian proses penyerapanmaupun pengeluaran pada media penetasandan telur tidak sampai menyebabkanterjadinya turgor maupun plasmolisis.Guyton dan Hall (2000) juga menambahkan,apabila konsentrasi air dalam cairanintraseluler dan ekstraseluler adalah samadan zat terlarut tidak dapat masuk ataukeluar dari sel, maka keadaan tersebutdisebut isotonik dan pada kondisi ini telurmempunyai daya tahan yang baik, sehinggabisa menghasilkan daya tetas yang tinggi.Keadaan konsentrasi cairan yang hampirmendekati antara konsentrasi cairan dalamtelur ikan nila dengan konsentrasi cairandalam media salinitas 10 ppt tersebutmenunjukkan bahwa salinitas 10 ppttersebut merupakan salinitas terbaik untukmenghasilkan daya tetas telur tertinggi.

Kemampuan adaptasi ikan nila padasalinitas lebih tinggi tersebut dikarenakan

ikan nila memiliki kemampuan untukmengembangkan mekanisme fisiologinya(Prunet dan Bornancin, 1989). Selain ituNugon (2003) menyatakan, ikan tilapiadapat bertoleransi pada salinitas yang tinggikarena ikan tilapia dipercaya memilikiketurunan dari golongan ikan teleostei laut.Watanabe et al. (1984) juga menyatakan,pada salinitas yang sama keturunan ikan nilayang dipijahkan di air tawar dan ditetaskandalam air yang salinitasnya ditingkatkan,seperti dalam penelitian ini, menunjukkankemampuan toleransi terhadap salinitaslebih tinggi daripada keturunan ikan nilayang dipijahkan dan ditetaskan di air tawarkemudian diaklimatisasi pada salinitas yanglebih tinggi. Oleh karena itu, telur dalammedia penetasan salinitas 10 ppt padapenelitian ini dapat lebih bertahan denganbaik dan dapat menghasilkan daya tetas telurtertinggi.

Daya tetas telur terendah adalah padasalinitas 20 ppt. Pada salinitas ini semuaembrio rusak dan mati. Daya tetas telur ikannila yang rendah tersebut dikarenakankeadaan yang hipertonik, yaitu kepekatanmedia penetasan lebih tinggi daripada telurikan nila, sehingga sesuai dengan pernyataanMaisura (2004) bahwa dalam keadaanhipertonik tersebut cairan akan cenderungkeluar dari telur. Guyton dan Hall (2000)juga menambahkan, dari keadaan cairanintraseluler dan ekstraseluler yang tidakseimbang tersebut telur dapat mengalamiplasmolosis, yaitu terjadinya pengkerutankarena keluarnya cairan dari telur ke media,dan pada akhirnya dapat menyebabkankematian.

Proses penetasan telur selaindipengaruhi faktor dalam juga dipengaruhioleh faktor luar, yaitu kualitas air dalammedia penetasan (Gusrina, 2008). Kualitasair yang terukur selama penelitian sudahsesuai untuk penetasan telur ikan nila seperti

Page 9: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

9

yang dinyatakan oleh Popma dan Masser(1999), yaitu suhu air berkisar antara 27-31ºC, oksigen terlarut optimal minimal 3mg/l dan pH optimal berkisar antara 6-9.Oleh karena itu, ketiga faktor tersebut tidakmempengaruhi proses penetasan telur ikannila, sehingga hanya salinitas saja yangberpengaruh.

SIMPULAN

Pada empat jam setelah fertilisasiperlakuan B, C, D dan E memperlihatkanperkembangan embrio pada awal periodeblastula, kecuali perlakuan A yangmemperlihatkan embrio berada pada akhirperiode pembelahan. Pada 45 jam setelahfertilisasi perlakuan A, D dan Ememperlihatkan pada bagian anteriorterdapat bentuk kepala yang masih samardan terdapat bercak melanofor padapermukaan telur, sedangkan perlakuan Bdan C memperlihatkan mata yang telahtampak namun belum berpigmen danterdapat bercak melanofor pada permukaantelur. Pada 76 jam setelah fertilisasi embriopada perlakuan B, C dan D terdapatpigmentasi di mata, pembesaran otak,jantung berdenyut, ekor terlihat memanjang,sedangkan pada perlakuan A telah ada teluryang menetas dan perlakuan Ememperlihatkan embrio ikan nila yang tidakmengalami perkembangan. Pada 85 jamsetelah fertilisasi perlakuan B telah ada teluryang menetas, perlakuan C dan Dmemperlihatkan terbentuknya faring,sedangkan perlakuan E memperlihatkantelur yang lapisan pelindungnya rusaksehingga cairan dalam telur tertarik keluardan akhirnya mati. Pada seratus jam setelahfertilisasi perlakuan C dan Dmemperlihatkan telur yang baru menetas,sedangkan perlakuan E memperlihatkanembrio yang rusak dan mati.

Perlakuan salinitas berbeda padapenetasan telur ikan nila memberikanpengaruh yang sangat nyata terhadap dayatetas telur ikan nila. Perlakuan dengansalinitas 10 ppt merupakan salinitas terbaikuntuk menghasilkan daya tetas telur ikannila tertinggi.

SARAN

Kegiatan pembenihan ikan nila(Oreochromis niloticus) pada salinitas lebihtinggi dari media kontrol sebaiknyadilakukan pada salinitas 10 ppt. Hal inidikarenakan pada salinitas 10 ppt tersebutpenetasan telur ikan nila dapat menghasilkandaya tetas telur tertinggi daripada perlakuansalinitas lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bouf, G dan P. Payan. 2001. Review : HowShould Salinity Influence FishGrowth?. Comparative Biochemistryand Physiology Part C. ElsevierScience Inc. 130 : 411-423.

Foskett, J. K. and C. Scheffey. 1982. TheChloride Cell : DefinitiveIdentification as the Salt-secretoryCell in Teleosts. Sci., 215 : 161-166.

Gusrina. 2008. Budi Daya Ikan Jilid 1 untukSMK. Direktorat Pembinaan SekolahMenengah Kejuruan. Jakarta. hal. 165-174.

Guyton, A. C. dan J. E. Hall. 2000. BukuAjar Fisiologi Kedokteran : Textbookof Medical Physiology. Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta. hal. 381-388.

Kaneko, T., K. Shiraishi, F. Katoh, S.Hasegawa, and J. Hiroi. 2002.Chloride Cells During Early Life

Page 10: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

10

Stages of Fish and Their FunctionalDifferentiation. Fisheries Sci., 68 : 1-9.

Kosztowny, A. L., T. Hirano dan E. G.Grau. 2008. Developmental Changesin Na+, K+ - ATPase Activity inMozambique Tilapia (Oreochromismossambicus) Embryo and Larvae inVarious Salinities. 8th InternationalSymposium on Tilapia in Aquaculture.Hawaii. 11 hal.

Kusriningrum, R. S. 2008. PerancanganPercobaan. Airlangga University Press.Surabaya. hal. 43-69.

Maetz, J. and M. Bornancin. 1975.Biochemical and Biophysical Aspects of

Salt Excretion by Chloride Cells inTeleosts. Forts. Chr. Zool., 22 : 322-362.

Maisura, I. 2004. Pengaruh PerbedaanSalinitas terhadap Tetasan Telur danKelulushidupan Larva Ikan Manvis(Pterophyllum scalare). Skripsi.Fakultas Perikanan. UniversitasBrawijaya. Malang. 52 hal.

Mubarak, A. S. 2007. Bahan Ajar TeknologiPembenihan : Pemijahan Buatan.Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas Airlangga. Surabaya. hal1.

Nugon, R. W. 2003. Salinity Tolerance ofJuveniles of Four Varieties of Tilapia.Thesis. Millsaps College. Mississipi. 5hal.

Popma, T. dan M. Masser. 1999. Tilapia :Life History and Biology. SRAC.United States Department ofAgriculture, Cooperative States

Research, Education and ExtensionService. 4 hal.

Prunet, P dan M, Bornancin. 1989.Physiology of Salinity Tolerance inTilapia : An Update of Basic andApplied Aspects. http://www.alr-journal.org. 13 Agustus 2010. 7 hal.

Setyono, B. 2009. Pembenihan Ikan.http://research-report.umm.ac.id. 16April 2010. 1 hal.

Smith, L. S. 1982. Introduction to FishPhysiology, TFH Publication, Inc.Seattle Washington, USA. pp : 19-58.

Sucipto, A. 2002. Budidaya Ikan Nila(Oreochromis sp.). Makalahdisampaikan pada WorkshopTeknologi dan ManajemenAkuakultur, Himpunan MahasiswaAkuakultur IPB, di Bogor tanggal 20,21 dan 28 April 2002. Balai BudidayaAir Tawar Sukabumi. hal 1-9.

Sutisna, D. H dan R. Sutarmanto. 1999.Pembenihan Ikan Air Tawar.Kanisius. Yogyakarta. hal 1-135.

Suyanto, R. 1994. Nila. Penebar Swadaya.Jakarta. hal 1-132.

Watanabe, W. O., C. M. Kuo dan M. C.Huang. 1984. Experimental Rearing ofNile Tilapia Fry (Oreochromisniloticus) for Saltwater Culture.Council for Agricultural Planning andDevelopment, Taipei, Taiwan andInternational Center for LivingAquatic Resources Management,Manila, Philippines. ICLARMTechnical Reports, 14 : 28 p.

Page 11: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

11

Wibowo, A. H. 1993. Pengaruh BerbagaiTingkat Salinitas terhadap Kecepatan

Menetas Telur Kakap Putih (Latescalcarifer) dan Presentase Larva yangDihasilkan (D-0). Skripsi. FakultasPerikanan. Universitas Brawijaya.Malang.52

Page 12: EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA …journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal 1.pdf · 1 EMBRIOGENESIS DAN DAYA TETAS TELUR IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA SALINITAS

12