elektroforesis gel agarosa
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Biologi Molekuler, BiologiTRANSCRIPT
ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA
Oleh:
Nama : Annisa Dwinda FatimahNIM : B1J011082Kelompok : 1 Rombongan : II Asisten : Marsekal Muhammad Karana
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI MOLEKULER
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Elektroforesis adalah sutu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas
ukurannya. Elektroforesis menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sempel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat
digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul,
misalnya DNA yang bermuatan negatif (Triwibowo, 2008). Menurut Winarno dan
Agustinah (2007) elektroforesis adalah suatu cara pemisahan campuran dan beberapa
senyawa dengan melakukan suspensi ke dalam air dan kemudian diberikan aliran
listrik. Gel yang ditempatkan ke dalam sumur elektroforesis yang mengandung
larutan buffer dan dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH
netral akan bergerak kearah positif. DNA bergerak melalui gel pada kecepatan yang
berbeda tergantung ukurannya.
Menurut Alberts et al. (2002), kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain:
1. Ukuran molekul DNA. Semakin besar berat molekul DNA, maka semakin
cepat laju migrasinya
2. Konsentrasi agarosa. Semakin rendah konsentrasi agarosa, semakin cepat
laju migrasi DNA.
3. Konformasi DNA.
4. Voltase yang digunakan. Semakin tinggi voltase, semakin cepat laju
migrasi DNA.
5. Adanya etidium bromide di dalam gel
6. Komposisi larutan buffer.
Kualitas DNA dapat ditentukan oleh elektroforesis. Selain itu, elektroforesis
dapat digunakan untuk analisis protein (Alberts et al., 2002). Gel yang biasa
digunakan yaitu gel agarose dan gel poliakrilamida. Gel agarose untuk memisahkan
fragmen-fragmen DNA yang ukurannya mempunyai rentang ratusan hingga sekitar
20.000 pasangan basa. Gel poliakrilamida biasa digunakan untuk fragmen-fragmen
DNA yang lebih kecil (Old dan Primrose, 1989).
Umumnya sampel dijalankan dengan bantuan matriks seperti kertas, selulose-
asetat, gel pati, agarosa atau gel poliakrilamid (Sigma, 1988). Pemisahan dibantu
dengan poliakrilamid atau agarosa, sesuai dengan Sigma (1988) yang menyatakan
bahwa agarosa dan poliakrilamid dapat digunakan untuk memisahkan molekul
berdasarkan ukurannya. Elektroforesis dilakukan melalui proses (a) running, untuk
menjalankan sampel melewati matriks (gel) sehingga dapat terpisah berdasarkan
bobot molekulnya, kemudian (b) fiksasi dengan menggunakan TCA untuk
memfiksasi zona hasil running, (c) pewarnaan untuk mewarnai zona tempat jalannya
sampel sehingga dapat dilihat hasil pemisahan berdasarkan bobot molekulnya
(Sigma, 1988).
B. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan cara kerja elektroforesis
gel agarosa.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Bahan yang digunakan adalah DNA marker, sampel DNA buah, sampel DNA
bakteri, agarosa, larutan buffer TAE 50x (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial;
100 ml EDTA 0,5 M pH 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml), akuades,
Loading dye 6x (0,25% bromophenol blue; 0,25% xylene cyalol; 15% ficoll tipe
4000; EDTA 120 mM), dan larutan Etidium Bromid (EtBr).
Alat yang digunakan adalah gelas ukur 1000 ml, labu erlenmeyer 50 ml,
tabung mikrosentrifuga, sarung tangan, seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-
Rad dan Axygen Scientific), kertas parafilm, seperangkat alat elektroforesis, UV
transluminator, kaca mata UV, dan kamera digital.
B. Metode
1. 500 ml larutan buffer TAE 1x dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml TAE 50x
ke dalam 490 ml akuades.
2. Gel agarosa 1% dibuat dengan cara menimbang agarosa 0,6 g untuk dilarutkan ke
dalam bufer TAE 1x hingga volume 60 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga
larut sempurna.
3. Baki gel agarosa disiapkan, selotip dilekatkan di tiap ujung baki gel agarosa.
4. Sisir elektroforesis dipasang di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi
hampir menyentuh dasar baki.
5. Suhu larutan agarosa diperiksa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan,
jika suhunya sudah turun hingga sekitar 50-600C, ditambahkan 1 μl etidium
bromid.
6. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian larutan dituangkan ke dalam
baki gel agarosa, larutan dibiarkan hingga berubah menjadi gel yang padat.
7. Sisir diambil dengan hati-hati, selotip dilepaskan dari ujung-ujung baki.
8. Baki yang telah berisi gel agarosa dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis
yang telah diisi dengan larutan bufer TAE 1x.
9. Sekitar 5 cm kertas parafilm disiapkan di dekat tangki elektroforesis.
10. 10 μl sampel DNA dan 2 μl loading dye 6x dimasukkan ke dalam sumuran gel
agarosa dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara
merata pada kertas parafilm menggunakan mikropipet.
11. Catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan
dibuat.
12. Kabel dihubungkan dari sumber arus ke tangki elektroforesis.
13. Sumber arus dinyalakan, voltase dan waktu running diatur hingga diperoleh
angka 100 V dan 40 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber
arus.
14. Elektroforesis dijalankan (running) dengan cara menekan tombol run pada
sumber arus.
15. Elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang
ditandai oleh adanya bunyi alarm. Sumber arus dimatikan dan baki diangkat dari
tangki elektroforesis.
16. Gel dikeluarkan dan diletakkan di atas UV transluminator.
17. UV transluminator dinyalakan, pita-pita DNA yang tervisualisasi diamati.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan didapatkan bahwa baik sampel DNA buah, maupun
sampe DNA E.coli menunjukkan hasil yang positif. Pita-pita DNA terlihat jelas pada
UV transiluminator. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadinya migrasi DNA oleh
proses elektroforesis. Molekul DNA yang bermuatan negatif bergerak ke arah positif
(Alberts et al., 2002). Pita DNA visualisasi hasil elektroforesis kemudian ditentukan
dengan membandingkan ukuran pita tersebut dengan marker. DNA marker
merupakan sekuens basa nukleotida dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan
untuk menentukan ukuran molekul dalam pita sampel dengan elektroforesis (Douaihy
et al. 2012).
Elektroforesis adalah sutu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas
ukurannya. Elektroforesis menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sempel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat
digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul,
misalnya DNA yang bermuatan negatif (Triwibowo, 2008). Menurut Winarno dan
Agustinah (2007) elektroforesis adalah suatu cara pemisahan campuran dan beberapa
senyawa dengan melakukan suspensi ke dalam air dan kemudian diberikan aliran
listrik. Gel yang ditempatkan ke dalam sumur elektroforesis yang mengandung
larutan buffer dan dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH
netral akan bergerak kearah positif.
DNA bergerak melalui gel pada kecepatan yang berbeda tergantung
ukurannya. Kualitas DNA dapat ditentukan oleh elektroforesis. Selain itu,
elektroforesis dapat digunakan untuk analisis protein (Alberts et al., 2002). Menurut
Clark and Switzer (1977) sistem gel elektroforesis memiliki beberapa keuntungan
tersendiri, yaitu: (1) mempunyai daya pemisah yang lebih besar, (2) besarnya pori
dapat diatur dengan menggunakan kadar bis akrilamid, (3) dapat digunakan untuk
preparatif protein. Aspek ini merupakan bagian penting, sebab gel dapat
mempertinggi fraksi yang mengatur pergerakan elektroforesis. Menurut Alberts et al.
(2002), kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Ukuran molekul DNA. Semakin besar berat molekul DNA, maka semakin cepat
laju migrasinya
2. Konsentrasi agarosa. Semakin rendah konsentrasi agarosa, semakin cepat laju
migrasi DNA.
3. Konformasi DNA.
4. Voltase yang digunakan. Semakin tinggi voltase, semakin cepat laju migrasi
DNA.
5. Adanya etidium bromide di dalam gel
6. Komposisi larutan buffer.
Proses elektroforesis membutuhkan agar atau gel sebagai medium untuk
pemisahan DNA. Ada dua tipe gel dalam proses elektroforesis yaitu agarosa dan
poliakrilamid. Selain itu, gel pati juga dapat digunakan untuk proses elektroforesis.
Gel pati berasal dari kentang yang fungsinya adalah untuk memisahkan protein.
Keuntungan dari memakai gel pati ini adalah dapat diketahui sifat proteinnya, baik
netral, asam, maupun basa (Sambrook et al., 1989). Perbedaan gel agarosa dan gel
poliakrilamid yaitu gel agarosa untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA yang
ukurannya mempunyai rentang ratusan hingga sekitar 20.000 pasangan basa,
sedangkan gel poliakrilamida biasa digunakan untuk fragmen-fragmen DNA yang
lebih kecil (Old dan Primrose, 1989). Selain itu, gel poliakrilamid pembuatannya
lebih sulit dan DNA bergerak secara vertikal, berbeda dengan gel agarosa yang
DNAnya bergerak secara horizontal. Sedangkan, gel pati letak sisirnya berada di
tengah, berbeda dengan gel agarosa dan sel pati (Sambrook et al., 1989).
Gel agarose adalah koloid alami yang diekstrak dari rumput laut. Gel agarose
memiliki pori berukuran besar dan kegunaan utamanya untuk memisahkan molekul
yang sangat besar dengan berat molekul lebih dari 200 kiladalton (Sambrook et al.,
1989). Posisi molekul yang terseparasi dapat dilihat dengan pewarnaan gel. Untuk
mendeteksi potongan-potongan DNA berupa larik DNA pada gel agarose digunakan
pewarna yang mengandung fluorescen dengan konsentrasi rendah seperti ethidium
bromide (EtBr) (Fatchiyah, 2006). Besar kecilnya pori-pori pada agarose ditentukan
oleh konsentrasinya, makin tinggi konsentrasi agarose, maka makin kecil pori yang
terbentuk. Pori-pori ini berfungsi sebagai saringan molekul, dimana migrasi fragmen
DNA yang besar akan lebih lambat daripada fragmen yang lebih kecil (Fatchiyah,
2006).
Gel poliakrilamida terbentuk tanpa pemanasan, melainkan dengan
pencampuran larutan akrilamida dengan ammonium sulfat dan TEMED (N,N,N’,N’-
tetramethylethylenediamine). Pencampuran ini akan mengakibatkan monomer
akrilamida mengalami polimerisasi menjadi rantai panjang. Penambahan senyawa
lain N,N’-methylene bis-akrilamida (bis-akrilamida) di dalam proses polimerisasi,
terbentuk cross-linker antar rantai panjang sehingga terbentuk gel yang tingkat
porositasnya ditentukan oleh panjang rantai dan derajat penyilangan antar rantai
(cross-link). Panjang rantai polimer akrilamida ditentukan oleh konsentrasi
akrilamida di dalam reaksi polimerisasi (antara 3.5% dan 20%). Senyawa bis-
akrilamida yang berfungsi sebagai cross-linker ditambahkan dengan perbandingan
1:29 terhadap akrilamida (Muladno, 2002). Elektroforesis gel poliakrilamida
dilakukan pada posisi vertikal. Gel poliakrilamida memiliki tiga keuntungan yaitu:
(1) resolusi dalam pemisahan molekul DNA jauh lebih tinggi sehingga panjang
molekul DNA yang berbeda hanya satu nukleotida dapat dideteksi, (2) gel
poliakrilamida dapat menampung jumlah DNA yang lebih besar daripada gel agarose
dan (3) DNA yang diekstrak dari gel poliakrilamida bersifat sangat murni dan dapat
digunakan untuk analisis lebih lanjut (Muladno, 2002).
Media yang digunakan dalam elektroforesis umumnya dibuat dari gel agarosa
atau gel poliakrilamid. Gel agarosa merupakan polimer dengan struktur dasar
Ggalaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa yang diperoleh dari ganggang laut. Gel
agarosa memiliki daya pisah yang lebih rendah dibandingkan gel poliakrilamid,
tetapi mempunyai rentang pemisahan yang lebih besar. Gel agarosa dapat
memisahkan DNA yang berukuran 20 basa sampai 50 kilobasa pada konsentrasi gel
yang berbeda (Sudjadi, 2008). Konsentrasi agarosa yang sering dipakai berkisar
antara 0.8-1.5%. Konsentrasi gel yang sangat encer (0.1-0.2%) dapat meningkatkan
daya pisah elektroforesis tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena gel yang encer
sangat mudah pecah. Gel agarosa dilarutkan dalam suatu senyawa buffer. Buffer
yang umum digunakan adalah bufer Tris-Acetic:EDTA (TAE). Buffer TAE
memungkinkan DNA dapat bergerak secara perlahan dalam gel sehingga DNA
tersebut akan terpisah. Buffer TAE juga berfungsi dalam optimalisasi pH dan
konsentrasi ion di dalam gel sekaligus sebagai konduktor arus listrik yang
memungkinkan arus dapat mengalir dalam gel. Senyawa Tris yang terkandung dalam
larutan TAE berfungsi mempertahankan konsentrasi pH larutan. Larutan EDTA yang
terdapat dalam buffer TAE berfungsi mengkelat kation divalent magnesium (Mg2+)
yang mungkin terkandung dalam suspensi DNA (Hartanti 2009).
Sampel DNA yang akan dielektroforesis ditambahkan loading dye yang
berperan sebagai buffer dan pemberat agar DNA dapat tertahan di dalam gel dan
bermigrasi. Selain sampel, dimasukkan juga penanda (marker) dalam sumur gel.
Penanda DNA telah diketahui jumlah pasangan basanya, berfungsi sebagai
pembanding untuk DNA yang diukur. Bila posisi pita DNA sejajar dengan DNA
penanda maka dapat dikatakan memiliki jumlah pasangan basa yang sama.
Pewarnaan DNA di dalam gel agarosa dilakukan dengan menggunakan larutan
etidium bromida (EtBr). Senyawa EtBr bersifat karsinogenik yang dapat
menyebabkan kanker bila terpapar pada kulit (Husniyati, 2012).
Baru-baru ini, elektroforesis resolusi tinggi (HRE) telah diusulkan sebagai
teknik elektroforesis untuk diterapkan pada cairan dengan protein konsentrasi rendah
seperti urin atau cairan cerebrospinal. HRE adalah elektroforesis zonal pada protein
yang bermigrasi berdasarkan ukuran, volume, dan massa. HRE berbeda dari AGE
standar (teknik rutin digunakan dalam serum) dengan menggunakan buffer lebih basa
(pH 8.6 vs 8,5), kandungan barbital yang berbeda (0,18% vs 0,61%), dan tegangan
yang berbeda per jam (40 V / jam vs 36 V / jam) pada 20 ° C. Kondisi analisis yang
berbeda menyebabkan pemisahan globulin yang lebih baik dibandingkan dengan
teknik standar elektroforesis. Selain itu, HRE dapat sepenuhnya otomatis dan kurang
memakan waktu, lebih standar, dan lebih murah dari SDS-USIA (Giori et al., 2011).
IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Elektroforesis adalah sutu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan atas
ukurannya. Elektroforesis dilakukan melalui proses running untuk menjalankan
sampel melewati matriks (gel) sehingga dapat terpisah berdasarkan bobot
molekulnya, kemudian pewarnaan untuk mewarnai zona tempat jalannya sampel
sehingga dapat dilihat hasil pemisahan berdasarkan bobot molekulnya.
2. Pita-pita pada sampel DNA buah dan E.coli terlihat jelas pada UV
transiluminator yang menunjukkan adanya migrasi DNA. Namun, tidak semua
kelompok menunjukkan hasil yang sama.
B. Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya lebih diperjelas kembali bagaimana
menentukan hasil praktikumnya.
DAFTAR REFERENSI
Alberts, B., A. Johnson., J. Lewis., M. Raff., K. Roberts dan P. Walter. 2002. Molecular Biology of The Cell. Fourt Edition. Garland Science, a member of the taylor and Francis Group 29 west 35th, New York.
Clark, J. M. Jr and R. L. Switzer. 1977. Eksperimental Biochemestry. Second edition W. H. Freeman and Company San Fransisco. p. 45 - 50.
Douaihy B, Sobierajska K, Jasin´ska AK, Boratyn´ska K, Tolga O, Romo A, Machon N, Didukh Y, Dagher-Kharrat MB and Boratyn´ski A. 2012. Morphological versus molecular markers to describe variability in Juniperus excels subsp. exclsa (Cupressaceae). AoB Plants. 1-14.
Fatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Laboratorium Sentral Biologi Molekuler & Seluler. Universitas Brawijaya, Malang.
Giori, L., Tricomi, F. M., Zatelli, A., Roura, X., & Paltrinieri, S. 2011. High-resolution gel electrophoresis and sodium dodecyl sulphate–agarose gel electrophoresis on urine samples for qualitative analysis of proteinuria in dogs.Journal of Veterinary Diagnostic Investigation, 23(4), 682-690.
Hartanti. 2009. Analisis abnormalitas pada kelapa sawit dengan random amplified polymorphic DNA (RAPD) [laporan praktik lapang]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Husniyati, T. 2012. Analisis Variasi Genetik Populasi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) Sumber Eksplan untuk Perbanyakan in vitro Berdasarkan RAPD. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation. Bogor.
Old, R.W dan S.B. Primrose. 1989. Prinsip-prinsip Manipulasi Gen. Blackwell Scientific Publications, London.
Sambrook, J., F. Fritsch, & T. Miniatis. 1989. Molecular Cloning Laboratory Manual. 3rd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York.
Sigma Chemical Company. 1988. SDS Molecular Weight Marker in Discontinous Buffer. Techinal Bulletin. MWS-877L.
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta, Kanisius.
Triwibowo, Y. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga, Jakarta.
Winarno dan W. Agustinah. 2007. Pengantar Bioteknologi. M-Brio Biotekindo Press, Bogor.