ekstraksi dan isolasi tugas

Upload: isnaeni-s-rahmadi

Post on 15-Oct-2015

105 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

30

EKSTRAKSI DAN ISOLASIKOMPONEN BIOAKTIF DARI TEH HIJAU(Camellia sinensis)(Laporan Akhir Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Komponen Bioaktif)

OlehISNAINI RAHMADI1114051028

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG2012

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teh merupakan tanaman yang telah dikenal secara luas di dunia, seduhan air teh umumnya menjadi minuman penjamu tamu. Aromanya yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini banyak dikonsumsi. Disamping itu, terdapat banyak zat yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Teh juga dapat digunakan sebagai antioksidan, memperbaiki sel-sel yang rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh, mencegah kanker, mencegah. penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam darah, melancarkan sirkulasi darah. Walaupun demikian, terdapat pula zat yang terkandung dalam teh yang berakibat kurang baik untuk tubuh, zat itu adalah kafein. Zat ini dapat menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki seperti insomnia, gelisah, pernapasan meningkat, dan lain-lain (Misra, 2008).

Komponen yang terkandung dalam teh hijau dapat dipisahkan dengan ekstraksi. Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemindahan satu atau lebih komponen dari satu fase ke fase lainnya. Secara garis besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar. Pertama dengan penambahan sejumlah massa solven untuk direaksikan dengan sampel, biasanya melalui proses difusi. Kemudian, solute akan terpisah dari sampel dan larut oleh solven membentuk fase ekstrak. Tahap terakhir adalah dengan pemisahan atau isolasi fase ekstrak dengan sampel. Sehingga diperoleh komponen murni yang tidak tercampur dengan komponen lain (Majid, 2008).

Ekstraksi biasanya menggunakan pelarut organik, karena pelarut organik akan melarutkan semua senyawa bioaktif dan senyawa yang berpotensi lainnya dalam bahan. Contoh pelarut organik yang dapat digunakan antara lain alkohol, heksana, aseton, etil asetat dan pelarut-pelaryt lainnya. Metode ekstraksi dan ukuran partikel dalam proses ekstraksi akan mempengaruhi rendemen ekstrak yang dihasilkan, karena ukuran partikel sangat mempengaruhi internal difusi dari pelarut ke dalam padatan (Hernani, 2009).

Tingginya konsentrasi pelarut juga menunjukkan turunnya polaritas pelarut, hal ini dikarenakan semakin tinggi konsentrasi pelarut maka semakin rendah tingkat kepolaran pelarut. Akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pelarut dalam mengekstrak. Semakin lama waktu ekstraksi, rendemen yang diperoleh pun akan meningkat (Ramadhan, 2009).

Jenis ekstraktor yang digunakan pada percobaan kali ini adalah ekstraktor Soxhlet. Ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.

Bahan yang akan diekstrak menggunakan ekstraksi soxhlet dijadikan serbuk dan diletakkan dalam pembungkus (kertas saring). Pembungkus tersebut dimasukkan ke dalam alat soxhlet, pada bagian atas dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dan batu didih dimasukkan ke dalam labu dan diekstrak dengan suhu dan waktu yang diinginkan. Keuntungan ekstraksi soxhlet adalah proses dapat berlangsung berulang-ulang secara otomatis sampai ekstraksi sempurna. Namun, kekurangan dari sistem ini adalah suhu campuran pada tabung ekstraksi tidak sama dengan titik didih pelarutnya, sehingga proses ekstraksi membutuhkan waktu lama (Nuryanti, 2010).

Setelah proses ekstraksi awal selesai, maka ekstrak yang diperoleh memasuki tahap evaporasi untuk menguapkan pelarut. Evaporasi adalah peristiwa menguapnya pelarut dari campuran yang terdiri atas zat terlarut yang tidak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Tujuan dari evaporasi adalah memekatkan konsentrasi larutan sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Intrumen yang biasa digunakan untuk evaporasi adalah rotary evaporator. Rotary evaporator merupakan suatu instrumen yang terdiri dari beberapa instrumen, yang bergabung menjadi satu bagian. Rotary evaporator adalah instrumen yang menggunakan prinsip destilasi (pemisahan). Prinsip utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah titik didihnya (Azam, 2012).

Setelah diperoleh ekstrak dengan konsentrasi tinggi, maka komponen-komponen dipisahkan dengan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur, dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua. Kemudian kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok dan didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair. Komponen kimia akan terpisah kedalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Pelarut-pelarut yang digunakan adalah larutan yang memiliki sifat polar, semipolar dan polar (Dinda, 2008).

Hasil yang diperoleh, kemudian diidentiffikasi menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography) yang biasa disebut Kromatografi Lapis Tipis (KLT). TLC dapat memisahkan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama. Sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Dinda, 2008).

Komponen dalam TLC kemudian dianalis di dalam pancaran sinar ultra violet, sehingga terbentuk noda. Noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV (Dinda, 2008).

Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasi beberpa permsalahan sebagai berikut, yaitu:1. Apa saja komponen bioaktif yang terkadung dalam teh hijau?2. Larutan apa saja yang sesuai untuk ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen bioaktif pada teh hijau?

B. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini antar lain sebagai berikut:1. Mengetahui komponen bioaktif yang terkadung dalam teh hijau.2. Mengetahui larutan yang sesuai untuk ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen bioaktif pada teh hijau.

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teh

Teh (Camellia sinensis) merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan kini telah ditanam dilebih dari 30 negara. Dari 3.000 jenis yang ada, pada prinsipnya teh berasal dari satu jenis tanaman dengan hasil perkawinan silangnya. Teh merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia, dan posisinya berada pada urutan kedua setelah air. Kepopulerannya tersebut dikarenakan teh mempunyai rasa dan aroma yang aktraktif. Berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong), dan teh tanpa fermentasi (teh hijau) ( Rohdiana, dkk, 2005).

Lebih dari tiga perempat teh dunia diolah menjadi teh hitam, salah satu jenis yang paling digemari di Amerika, Eropa, dan Indonesia. Cara pengolahannya, daun dirajang dan dijemur di bawah panas matahari sehingga mengalami perubahan kimiawi sebelum dikeringkan. Perlakuan tersebut akan menyebabkan warna daun menjadi coklat dan memberikan cita rasa teh hitam yang khas. Teh hijau memiliki kandungan yang paling baik karena dalam proses pembuatannya, teh jenis ini tidak dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari tetapi menggunakan teknik pengeringan secara khusus. Sedangkan teh jenis lainnya diproses dengan cara fermentasi sehingga memiliki cita rasa dan karakteristik tersendiri. Meskipun demikian, ketiga jenis teh tersebut memiliki khasiat dan potensi kesehatan yang sama (Pambudi, 2006).

Dengan perkembangannya keberbagai belahan dunia, teh telah menjadi bagian yang menyatu dengan tradisi setempat. Di Beijing, Cina, para peminum teh lebih menyukai bila diaromai dengan wangi bunga melati yang kuat dengan cara membakar daun teh terlebih dahulu dengan uap panas bunga melati segar. Lain halnya dengan di Mongolia dan Inggris, peminum teh lebih menyukai teh yang dicampur dengan susu sewaktu sarapan pagi. Dan bagi sebagian besar orang Indonesia, teh bukanlah minuman yang asing karena telah menjadi bagian dari budayanya (Nazaruddin dan Paimin. 1993).

B. Komponen Daun Teh

Daun teh mengandung beberapa zat kimia yang dapat digolongkan menjadi empat. Keempat golongan itu adalah : substansi fenol (katekin, flanavol), bukan fenol (karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, asam amino, klorofil, asam organik), senyawa aromatis, dan enzim. Secara rinci kandungan tersebut sebagai berikut.Zat yang tidak larut dalam air :Protein16 %Lemak 8 %Klorofil dan pigmen lain 1,5 %Pektin 4 . %Pati 0.5 %Serat kasar, selulosa, lignin, dll22 %Jumlah52 %

Zat yang larut dalam airPolifenol yang dapat difermentasi20 %Polifenol lain10 %Kafein (theine) 4 %Gula dan getah 3 %Asam amino 7 %Mineral 4 %Jumlah48 %(Nazaruddin dan Paimin,1993).

Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol, termasuk di dalamnya flavonoid. Flavonoid merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alamiah ada pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur. Pada tanaman, flavonoid memberikan perlindungan terhadap adanya stres lingkungan, sinar ultra violet, serangga, jamur, virus, dan bakteri, disamping sebagai pengendali hormon dan enzim inhibitor. Subkelas dari polifenol meliputi flavon, flavonol, flavanon, katekin, antokianidin, dan isoflavon. Katekin dan asam fenolik umumnya ditemukan di dalam teh. Katekin yang terdapat dalam teh berupa epi-catechin (EC), epigallo-catechin (EGC), epicatechin gallate (ECG), epigallo-catechin gallate (EGCG), dan asam fenolik berupa gallic acid (GA) (Zou et al, 2001).

Pada teh hijau, katekin merupakan komponen utama. Sedangkan pada teh hitam dan teh oolong, katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigins. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam teh hitam, theaflavin merupakan senyawa yang mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena fungsinya sebagai antioksidan, antipatogen, dan antikanker (Das et al, 2008).

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah pencarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Dinda, 2008).

D. Prinsip ekstraksi

1. Prinsip Maserasi

Pencarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan pencari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan pencari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pencari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan pencari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Dinda, 2008).

2. Prinsip Perkolasi

Pencarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan pencari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan pencari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan (Dinda, 2008).

3. Prinsip Soxhletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan pencari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan pencari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan pencari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Dinda, 2008).

4. Prinsip Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan pencari lalu dipanaskan, uap-uap cairan pencari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan pencari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan mencari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai pencarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Dinda, 2008).

5. Prinsip Destilasi Uap Air

Pencarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Dinda, 2008).

6. Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan pencarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan pencari dapat menguap 5-10 C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan pencari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Dinda, 2008).

Bagian-bagian dari alat dalam proses rotary evaporator yaitu sebagai berikutWater bathWater bath merupakan alat yang berfungsi untuk memanaskan sampel dengan suhu yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Dalam water bath terdapat bagian-bagian, yaitu :1. Layar penampil suhu2. Tombol Up/Down untuk menaik turunkan suhu3. Tombol untuk mengatur suhu.KondensorKondensor merupakan alat yang digunakan untuk mendinginkan uap pelarut yang telah menguap. Dalam hal ini kondensor yang digunakan berbentuk spiral agar uap pelarut dapat dikondensasikan dan proses kondensasi berjalan dengan lancar. Di dalam kondensor juga terdapat selang-selang kecil yang berfungsi sebagai tempat mengalir keluar uap gas yang tidak dapat terkondensasikan atau sering disebut gas liar/gas buang. Kondensor juga memiliki lubang yang berfungsi sebagai tempat keluar masuknya air dari mesin pendingin.

Mesin pendingin Mesin pendingin berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk nmendinginkan air yang akan dipompakan ke kondensor. Di atas alat ini terdapat dua selang yang berfungsi sebagai tempat masuk dan keluarnya air dari mesin pendingin ke kondensor.

Tunkai atas dan tungkai bawahTungkai bawah berfungsi untuk mengatur tinggi rendahnya labu sampel sedangkan tunkai atas dimana alat ini berfungsi untuk mengatur kemiringan kondensor dan labu alas bulat.

Labu alas bulatLabu alas bulat berfungsi sebagai tempat bergantungnya labu alas bulat tempat pelarut yang telah menguap. Labu alas bulat juga sebagai tempat sampel dan pelarut yang akan dipisahkan yang berfungsi sebagai tempat bergantungnnya labu alas bulat sampel dan pelarut.

Pompa vakumPompa vakum yaitu alat yang digunakan untuk mengatur tekanan dalam labu, sehingga mempermudah penguapan sampel (Pangestu, 2011)

7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Dinda, 2008).

8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Dinda, 2008).

9. Prinsip Penampakan Noda

a. Pada UV 254 nmPada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi (Dinda, 2008).

b. Pada UV 366 nmPada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Dinda, 2008).

E. Metode Soxhletasi

Ekstraksi soxhlet merupakan proses ekstraksi yang berlangsung secara berulang-ulang dan teratur. Bahan yang akan diekstrak dijadikan serbuk dan diletakkan dalam pembungkus yang berpori (Nuryanti, 2010). Pada metode soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya.

Keuntungan metode ini adalah :1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung.2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit3. Pemanasannya dapat diatur

Kerugian dari metode ini :1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.2. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu, sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.3. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Dinda, 2008).

III METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat

Praktukum tentang Ekstraksi Dan Isilasi Komponen Bioaktif dari Teh Hijau (Camellia sinensis) ini dilaksanakan pada tanggal 19 September sampai 10 Oktober 2012 di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain ekstraktor Soxhlet, rotary evaporator, erlenmeyer, labu evaporasi, kolom kromatografi, TLC (Thin Layer Chromatography), gelas ukur, mikropipet, pipet tip, pipet tetes, chamber, sendok, sinar ultra violet, pengaduk dan alat-alat pendukung lainnya.

Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain teh hijau bubuk, metanol, etil asetat, n-heksana, kertas saring, bongkahan es, sumbat dan silika gel.

C. Diagram Alir

Ekstraksi dengan ekstraktor Soxhlet

Serbuk teh hijau yang akan diekstrak diletakkan dalam pembungkus(kertas saring)Pembungkus dimasukkan ke dalam soxhlet. Pada bagian atas soxhlet dihubungkan dengan kondensorPelarut (metanol) dan batu didih dimasukkan ke dalam labu dan diekstrak dengan suhu dan waktu yang diinginkanDiekstraksi sampai cairan di sifon tidak berwarna (sirkulasi sampai 20-25 kali)Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator

Ekstrasi Cair-Cair

Filtrat teh hijau ditambahkan air sebanyak 50 ml kemudian dihomogenkanDitambahkan etil asetat sebanyak 100 ml, kemudian dihomogenkanDimasukan larutan ke dalam labu filtrasi dan dipisahkan antara larutan air dan larutan etil asetatlarutan yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary evaporator

Membuat Kolom Kromatografi

Diukur silika gel sebanyak 50 mlDitambahkan metanol sebanyak 100 ml dan dihogenkanDimasukan ke dalam kolom yang telah diberi sumbat tipisDitampung larutan yang keluar dari kolom dengan erlenmeyer

Isolasi Menggunakan Kolom Kromatografi

Disiapkan larutan n-heksana 100%, n-heksana 50% + etil asetat 50%, dan etil asetat 100% masing-masing sebanyak 200 ml dalan erlenmeyerDituangkan filtral teh hijau hasil evaporasi yang telah ditambahkan sedikit n-heksana ke dalam kolom kromatografi dan tampung larutan yang keluarDituangkan n-heksana 100% ke dalam kolom kromatografi dan tampung larutan yang keluar menggunakan erlenmeyerDituangkan n-heksana 50% + etil asetat 50% ke dalam kolom kromatografi dan tampung larutan yang keluar menggunakan erlenmeyerDituangkan etil asetat 100% ke dalam kolom kromatografi dan tampung larutan yang keluar menggunakan erlenmeyerDiamati masing-masing keadaan dari hasil isolasi

Identifikasi menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography)

Disiapkan TLC kecil berukuran 3 cm dan garis sepanjang TLC dengan jarak antar garis 1cm (membagi menjadi 3 bagian)Masing-masing bidang ditetesi 2-3 tetes sampel berbeda ( bidang 1 sampel hasil isolasi 100% n-heksana, bidang 2 hasil isolasi n-heksan 50% + etil asetat 50% dan bidang 3 hasil isolasi etil asetat 100%)Dimasukkan TLC ke dalam Chamber yang berisi 5 ml etil asetat dan tutup Chamber agar larutan naikDikeluarkan TLC dari chamber dan dimasukkan TLC ke dalam ruang sinar UVDiamati perbedaan masing-masing sampel

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pengamatann sebagai berikut.

Hasil Pengamatan Ekstrasi Cair-CairKeadaan AwalPerlakuan dan PenambahanHasil Akhir

Filtrat hasil evaporasiDitambahkan 50 ml air dan 100 ml etil asetat dlam labu filtrasiTerdapat dua fase larutan ( air dan etil asetat)

fase larutan airDievaporasi kembaliFiltrat

fase larutan etil asetatDievaporasi kembaliFiltrat

Hasil pengamatan Isolasi Menggunakan Kolom KromatografiKeadaan AwalPerlakuan dan PenambahanHasil larutan yang keluar

Filtrat + sedikit n-heksanaDituangkan ke dalam kolom kromatografiWarna kuning gelap

Sisa filtrat dalam kolom kromatografiDituangkan n-heksana 100% ke dalam kolom kromatografiWarna kuning terang

Sisa filtrat dalam kolom kromatografiDituangkann-heksana 50% + etil asetat 50% ke dalam kolom kromatografiWarna hijau gelap

Sisa filtrat dalam kolom kromatografiDituangkan etil asetat 100% ke dalam kolom kromatografiWarna coklat gelap

Identifikasi Menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography)NoSampelSpot (Peak) dalam ruang UV

1Filtrat teh hijau yang larut dalam n-heksana 100% Tidak ada spot

2Filtrat teh hijau yang larut dalam n-heksana 50% + etil asetat 50%Tidak ada spot

3Filtrat teh hijau yang larut dalam etil asetat 100%Ada spot

B. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi komponen bioaktif pada bahan pangan, dalam hal ini digunakan teh hijau sebagai contohnya. Untuk mengekstraksi komponen dalam teh hijau ini menggunakan soxhlet, dengan menggunakan gunakan pelarut metanol. Setelah penangas pada soxhlet dinyalakan, maka dimulailah penguapan metanol yang berada di labu pada soxhlet. Kemudian uap metanol melewati teh hijau, uap metanol beserta teh hijau diembunkan oleh kondensor yang dialiri air pendingin lalu menetes memasuki tabung sempit, penanda satu siklus. Ketika tabung sempit ini penuh dan pelarut beserta sampel yang sudah larut didalamnya kembali lagi ke labu asal pelarut, dan begitu seterusnya sampai sampai cairan di air dalam bahan menjadi jernih. Sirkulasi demikian terjadi membutuhkan waktu beberapa jam.

Setelah diekstraksi maka ekstrak dievaporasi untuk memekatkatkan ekstrak yang dihasilkan. Salah satu alat yang sering digunakan dari berbagai evaporator yaitu Rotary Evaporator dimana alat ini merupakan alat yang biasa digunakan di laboratorium kimia untuk mengefisienkan dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan. Alat ini menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Pemanasan pada alat ini menggunakan penangas air yang dibantu dengan rotavapor akan memutar labu yang berisi sampel sehingga pemanasan akan lebih merata. Selain itu, penurunan tekanan diberikan ketika labu yang berisi sampel diputar menyebabkan penguapan lebih cepat. Dengan adanya pemutaran labu maka penguapan pun menjadi lebih cepat. Pompa vakum digunakan untuk menguapkan larutan agar naik ke kondensor yang selanjutnya akan diubah kembali ke dalam bentuk cair (Azam, 2012).

Cara menggunakan Rotary Evaporator harus sesuai dengan prosedur yang ada dimana langkah yang pertama yaitu :1. Menghidupkan alat, semua kabel disambungkan ke dalam saklar masing-masing. Pertama pendingin dihidupkan dengan menekan tombol On/Off untuk power dan On/Off untuk vakum, ditunggu beberapa saat hingga temperatur menunjukkan temperatur standar yaitu 25C. Temperatur kemudian diatur dengan cara menekan tombol set kemudian mengatur suhu sesuai dengan yang diinginkan dengan menekan tombol Up/Down.2. Setelah suhu diatur, pasanglah labu sampel pada rotor penggerak dan labu destilat. Untuk memudahkan dalam melepas labu dioleskan vaselin pada bagian penghubung kedua benda, digunakan juga klip untuk memperkuat sambungan. Penangas air dinyalakan dengan menekan tombol On/Off dan suhu diatur dengan menekan tombol set dan Up/Down untuk mengatur suhunya sesuai dengan yang diinginkan. Rotavapor dinyalakan dengan menekan tombol On/Off dan kecepatan berputarnya diatur sesuai keinginan dengan memutar knop pemutar. Kemudian, pompa vakum dinyalakan.

Begitu pula untuk cara mematikan alat ini langkah-langkah yang dilakukan yaitu harus berurutan sesuai prosedur.1. Matikan pompa vakum dengan menekan tombol On/Off. Setelah itu, matikan penangas air dengan perlahan-lahan menurunkan suhu penangas air secara bertahap. 2. Matikan rotavapor dengan menurunkan kecepatannya hingga rotor berhenti berputar.3. Matikan pendingin dengan mengenbalikan suhu pendingin kembali ke suhu standar kemudian matikan dengan menekan tombol On/Off untuk power dan On/Off untuk pompa. Biarkan semua sampel yang telah dipisahkan turun ke dalam labu destilat. Kemudian labu destilat dan labu yang berisi sampel dilepaskan dari sambungan dengan kondensor (Azam, 2012).

Setelah diperoleh filtrat dengan kepekatan yang sesuai, maka komponen bioaktif dalam teh hijau selanjutnya ditambahkan air sebanyak 50 ml dan etil asetat sebanyak 100 ml, kemudian dihogenkan.setelah homogen, larutan dimasukkan ke dalam labu filtrasi hingga membentuk dua fase larutan. Fase yang memisah ini merupakan fase pelarut yang digunakan yang tidak saling bercampur, yaitu air dan etil asetat. Dimana sebagian komponen larut pada fase air dan sebagian larut pada fase etil asetat, komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Tahap ini dikenal dengan ekstrasi cair-cair. Setelah itu, kedua fase larutan kembali dipekatkan dengan menggunakan Rotary Evaporator (Dinda, 2008).

Setelah diperoleh kembali filtrat dengan kepekatan yang sesuai, maka komponen bioaktif dalam teh hijau selanjutnya diisolasi menggunakan kolom kromatografi. Kromatografi adalah suatu cara pemisahan dimana komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan antara 2 fase,salah satunya yang merupakan fase diam (Stationer Phase),dan yang lainnya ialah fase gerak (Mobile Phase). Berdasarkan terikatnya suatu komponen pada fase gerak, komponen-komponen suatu campuran dapat dipisahkan. Komponen yang kurang larut dalam fase gerak atau yang lebih kuat terserap atau terabsorbsi pada fase diam akan tertinggal,sedangkan komponen yang lebih larut atau kurang terserap akan bergerak lebih cepat.

Pada percobaan kali ini yang kolom kromatografi menggunakan lempeng kaca yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel. Silika gel terdiri dari gugus Si-O-Si dan gugus silanol(Si-OH). Komponen-komponen penyusun campuran bergerak terbawa fase gerak ke bawah kolom. Jumlah komponen penyusun kolom kromatografi dapat terlihat sebagai cincin berwarna sepanjang kolom gelas, dan pada akhirnya komponen campuran tersebut meninggalkan kolom satu persatu.

Pelarut yang digunakan untuk isolasi menggunakan kolom kromatografi ini adalah n-heksana dan etil asetat. N-heksana merupakan senyawa organik alkana yang memiliki rumus kimia C6H12. Sedangkan pelarut kedua adalah etil asetat, etil asetat merupakan senyawa organik yang memiliki rumus kimia C3H7COOH. Etil asetat merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Sifat dari n-heksana dan etil asetat berturut-turut adalah non polar dan polar, dengan demikian komponen bioaktif yang larut dalam pelarut juga memiliki sifat kepolaran yang sama dengan pelarut. Hasil dari isolasi menggunakan sedikit n-heksana adalah larutan berwarna kuning gelap, hasil dari isolasi menggunakan n-heksana 100% adalah larutan berwarna kuning terang. Sedangkan hasil dari isolasi menggunakan n-heksana 50% dan etil asetat 50% adalah larutan berwarna hijau gelap serta hasil dari isolasi menggunakan dan etil asetat 100% adalah larutan berwarna coklat gelap.Thin Layer Chromatography (TLC) atau Kromatografi Lapis Tipis(KLT) adalah salah satu metode serba guna dari sekian banyak teknik analisis kromatografi dalam identifikasi dan pemisahan senyawa-senyawa kimia dalam suatu campuran. TLC terbukti sebagai metode analisis yang cepat, akurat, serta ekonomis dalam berbagai aplikasi, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, karena:1. Preparasi sampel sangat mudah dan dapat dikondisikan dengan cepat karena pelat bersifat disposable.2. Hasil analisis dapat divisualisasikan secara langsung, baik dengan bantuan sinar UV atau reaksi kimia sederhana.3. Mampu melakukan analisis secara simultan pada banyak sampel dalam kondisi yang identik.4. Pemisahan campuran terjadi secara dua dimensi, sehingga dapat diinterpertasi dengan sangat mudah.

Dengan kemudahan yang ada, TLC sangat cocok untuk berbagai macam aplikasi antara lain:1. Screening komposisi senyawa pada campuran.2. Analisis cepat dalam identifikasi senyawa obat.3. Pilot method dalam penentuan kondisi analisis pada High Performance Liquid Chromatography(HPLC).

Salah satu dari inovasi merk produk pelat TLC adalah Concentrating Zone plates, yakni produk pelat TLC yang menawarkan presisi tinggi dalam analisis Kromatografi Lapis Tipis . Produk ini mampu menghasilkan pita analisis yang sangat tajam, sehingga akan meningkatkan tingkat akurasi nilai Rf (Retention Factor). TLC Concentrating Zone merupakan cara yang tepat, cepat, dan mudah untuk aplikasi analisis separasi dengan karakter sampel yang mempunyai komposisi beragam, matriks sampel yang kompleks, serta sampel dengan volume tinggi. Dimana sampel-sampel jenis ini akan membentuk spot atau bercak yang cukup besar dan saling bersinggungan sehingga pengukuran nilai Rf dari masingmasing komponen menjadi kurang akurat.

TLC Concentrating Zone terdiri dari dua adsorbent silica yang memberikan profil tipe adsorpsi yang berbeda pula, yakni concentrating adsorbent yang terdiri dari material inert dengan pori-pori lebar dan separation layer yang berfungsi sebagai fase diam selektif dalam metode KLT. Dengan adanya concentrating zone, maka sampelsampel yang akan dielusi akan terkonsentrasi dalam satu bentuk pita dengan posisi start yang sama sehingga menghasilkan proses separasi dengan resolusi tinggi untuk masing-masing senyawa.

Prinsip kerja TLC adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel denganpelarut yang digunakan.Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk platsilika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak platnya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis.Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda (Mars,2011).

Pada fase gerak, pada proses serapan, yang terjadi jika menggunakan silika gel, alumina dan fase diam lainnya, pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi kolom serapan. System tak berair paling banyak digunakan dan contoh pelarut organik dalam seri pelarut mikroskop, yang meliputi (sifat hidrofob menaik) methanol, asam asetat, etanol, aseton, etil asetat, eter, kloroform, benzene, sikloheksana, dan eter petroleum. KLT mempunyai beberapa kelebihan, yaitu1. Waktu pemisahan lebih cepat2. Sensitive, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi3. Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna(Nurul, 2012).

Hasil identifikasi Menggunakan TLC (Thin Layer Chromatography) menggunakan n-heksana 100% adalah tidak menghasilkan spot. Begitu pula menggunakan n-heksana 50% dan etil asetat 50% juga tidak menghasilkan spot. Sedangkan hasil identifikasi menggunakan dan etil asetat 100% menunjukan adanya spot. Hal ini Karena kedekatan kepolaran antara sampel dengan eluen, maka sampel (etil asetat sifatnya polar) terbawaa oleh fase gerak, sehingga spot yang terlihat berupa etil asetat. Eluen sendiri merupakan larutan atau campuran yang digunakan dalam chamber. Hal ini juga berarti pada larutan etil asetat 100% yang mengandung senyawa bioaktif dari teh hijau yang dimaksud.

V KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1. Komponen senyawa bioaktif pada teh hijau dapat ekstraksi dan diisolasi serta diuji dengan teknik sokletasi, ekstraksi cair-cair, kolom kromatografi, dan analisis TLC.2. Kandungan komponen bioaktif pada teh hijau yang paling banyak adalah senyawa katekin3. Komponen bioaktif lain pada teh hijau dapat berupa, flavanol, Tehaflavin dan Teharubigin.4. Ekstrak komponen bioaktif dari teh hijau dapat dipekatkan menggunakan rotary evaporator.5. Kandungan komponen pada teh hijau dapat larut pada pelarut yang berbeda bergantung pada tingkat kepolaran masingmasing pelarut.6. Larutan yang cocok untuk menguji komponen senyawa bioaktif pada teh hijau adalah larutan etil asetat, karena terbentuk spot pada larutan etil asetat yang dapat dilihat pada sinar UV.7. Dalam mengisolasi komponen bioaktif dari teh hiaju menggunakan rotary evaporator dan kolom kromatografi.8. Kedekatan kepolaran antara sampel dan dengan eluen mempengaruhi pembentukan spot.9. Spot yang terbentuk akibat terbawa oleh fase gerak.

DAFTAR PUSTAKA

Azam, Khoirul. 2012. Rotary Vakum Evaporator . http://Azam89.blogspot.com /2012/01/rotary-vakum- evaporator.html. Diakses 02 Desember 2012Das T, Gaurisankar Sa, Sreya Chattopadhyay and Baisakhi Saha. 2008. Black Tea: The Future Panacea for Cancer. Al Ameen J. Med. S c i. 1: 70-83Dinda. 2008. Ekstraksi. http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html. Diakses 05 Desember 2012Hernani, dkk. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Belimbing Wuluh terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Hewan Uji. Jurnal Pascapanen 6(1)Majid, Nugraha Thariq dan Nurkholis.2008. Jurnal Pembuatan Teh Rendah Kafein melalui Proses Ekstraksi dengan Pelarut Etil Asetat. Semarang.Mars, Fauzan. Kromatografi Lapis Tipis (KLT). 2011. http://chemedu09.wordpress.com/2011/08/11/kromatografi-lapis-tipis-klt/. Diakses 05 Desember 2012Misra H, D. Mehta, B.K. Mehta, M. Soni, D.C. Jain. 2008. Study of Extraction and HPTLC UV Method for Estimation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia sinensis) Granules. International Journal of Green Pharmacy: 47-51Nazaruddin dan Farry B Paimin. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta.Nurul, 2012. Laporan Lengkap Kromatografi Lapis. http://nunuunuruul.blogspot.com/2012/05/ laporan-lengkap-kromatografi-lapis.html. Diakses 05 Desember 2012Nuryanti, Irma. 2010. Ekstraksi. http://meoongimutz.blogspot.com/2010/08/ekstraksi. html. Diakses 05 Desember 2012Pambudi, J. 2006. Potensi Teh Sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya dalam Kesehatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. JakartaPangestu, ayu.2011. Rotary Evaporator dan Ultraviolet Lamp http://ebookbrowse.com/pm-long-wave-uv-lamp-pdf-d123036005. Diakses 02 Desember 2012Ramadhan, Ahmad Eka dan Haries Aprival Phaza.2009. Jurnal Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu dan Jumlah Stage pada Ekstraksi Oleoresin Jahe (Zingiber Officinale Rosc) Secara Batch. SemarangRohdiana D, Sri Raharjo, dan Murdijati Gardjito. 2005. Evaluasi Daya Hambat Tablet Effervescent Teh Hijau pada Oksidasi Asam Linoleat. Majalah Farmasi Indonesia, 16 (2), 76-80Zuo Y, Hao Chen, Yiwei Deng. 2001. Simultaneous Determination of Catechins, Caffeine, and Gallic Acids in Green, Oolong, Black, and Pu-erh Teas Using HPLC with a Photodiode Array Detector. Talanta, 57:307-316

LAMPIRAN

Gambar / Foto Foto Pada Saat Praktikum :

Ekstrak teh hijau ekstrak+50mL airekstrak+50mL air+100mL etil asetat

Dimasukkan kedalamditaruh diatas statifetil asetat dan airlabu pemisah

Pembuatan kolomekstrak+heksanaheksana100% 200mLkromatografisetelah dimasukkan kekolom

Heksana 50%+etil asetatetil asetat50%+heksanaekstrak+heksana 50% 200mL setelah di-setelah dimasuk-Masukkan ke koloman ke kolom

Etil asetat 100%heksana 100%ekstrak+heksana dimasukkan ke kolom

heksana 100% saat dimasukkan ke larutan yang keluarkolom kromatografi ditampung di erlenmeyer

hasil akhir berupa ekstrakteh hijau yang telah melewatitahap analisis TLC