ekstrak kulit jeruk dari kiki korneliani
DESCRIPTION
PERBEDAAN DAYA PROTEKSI BERBAGAI EKSTRAK KULIT JERUK (Citrus sp.) SEBAGAI REPELEN TERHADAP KONTAK NYAMUK Aedes aegypti DAN Aedes albopictus DALAM UPAYA PERLINDUNGAN DIRI DARI PENYAKIT DBDTRANSCRIPT
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 93
PERBEDAAN DAYA PROTEKSI BERBAGAI EKSTRAK KULIT JERUK (Citrus sp.)
SEBAGAI REPELEN TERHADAP KONTAK NYAMUK Aedes aegypti DAN Aedes albopictus
DALAM UPAYA PERLINDUNGAN DIRI DARI PENYAKIT DBD
Kiki Korneliani1
1. Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes diantaranya adalah Aedes
aegypti dan Aedes albopictus merupakan masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia.
Salah satu tindakan pencegahan terhadap kontak nyamuk adalah dengan pemakaian repelen
yang pada umumnya berbahan aktif bahan kimia sintetis. Perlunya dicari bahan alami yang lebih
aman dalam mengindari kontak dengan nyamuk, diantaranya penggunaan kulit jeruk. Kulit jeruk
banyak mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai alternatif repelen. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimental sederhana dan bertujuan untuk
mengetahui daya proteksi tiga jenis ekstrak kulit jeruk yaitu jeruk keprok, purut dan nipis sebagai
repelen terhadap nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Total sampel yang digunakan adalah
nyamuk betina sebanyak 150 ekor. Pengujian dilakukan dengan cara memasukan punggung
telapak tangan secara bergantian antara yang diberi perlakuan dan kontrol (tidak diberi perlakuan)
kedalam kurungan nyamuk dan dihitung jumlah nyamuk yang hinggap setiap jam, selama enam
jam.Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata daya proteksi ekstrak kulit jeruk keprok terhadap
kontak nyamuk Ae. aegypti (55,33 %), sedangkan pada Ae. albopictus (57,42 %), rata-rata daya
proteksi ekstrak kulit jeruk purut terhadap kontak nyamuk Ae. aegypti (60,42 %) dan pada Ae.
albopictus (61,94 %), ekstrak kulit jeruk nipis memiliki rata-rata daya proteksi terhadap kontak
nyamuk Ae. aegypti (57,64), sedangkan pada Ae. albopictus (58,33 %). Hasil analisis dengan
menggunakan Anova menunjukan ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis sebagai
repelen terhadap kontak nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam upaya pencegahan
penyakit DBD tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dengan nilai p-value (1,00). Ketiga jenis
ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis memiliki potensi sebagai daya tolak, karena
mampu bertahan selama 6 jam meskipun daya proteksinya tidak mencapai lebih dari 90 % hingga
jam ke-6, maka dianjurkan penggunaan repelen secara berulang atau digunakan ketika serangga
mulai aktif menggigit
Kata kunci : Daya Proteksi, Kulit Jeruk, Ae. aegypti, Ae. albopictus
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 94
ABSTRACT
Dengue Haemorrhagic Fever disease, which is infected by Aedes among them Aedes aegypti and
aedes albopictus, is a health problem in the world, including in Indonesia. One of preventive efforts
on the mosquito’s contact is to use a repellent, which has an active material in general in form of
the chemical synthetic. There is a necessary to search a natural materials, that they are safer to
avoid a contact with the mosquito’s, among them, using the orange peel. The orange peel has
many a volatile oil and it can be used as a repellent alternative.This research is a quantitative
research using a simple experimental method and it is designed to find out the protection power of
three varieties of the orange peel extract, that is keprok, purut and nipis as the repellent against the
mosquito’s, such as Ae. aegypti and Ae. albopictus. Total sample has used as much as 150 female
mosquito’s. Testing is conducted in where the back palm hand is entered alternatively the back
palm hand has the treatment and the back palm hand has no treatment (control), into the
mosquito’s cage and then to compute the sum of mosquito’s that got perch each hour, for six
hours.The result of research has proved that the extract of peel orange keprok has an average of
the protective power against Ae aegypti mosquito’s contact as much as 55,33%, whereas in that of
Ae. albopictus as much as 57,42 %, the extract of peel orange purut has an average the protective
power against Ae. aegypti mosquito’s contact as much as 60,42 % and in that of Ae. albopictus as
much as 61,94 %, the extract of peel orange nipis has an average the protective power against Ae
aegypti mosquito’s contact as much as 57,64 %, whereas in that of Ae. albopictus as much as
58,33 %. The analysis results, using Anova, showed that the extract of peel orange keprok, purut
and nipis as the repellents against the contact of Ae. aegypti and Ae. albopictus have no the
significant difference with p-value (1,00). The three varieties of the orange peel extract, that keprok,
purut and nipis have the potential as a repellents, because they have able to maintain for 6 hours
although their protective power did not reached more than 90% up to sixth hour, so it is suggested
the using of repellant in repeating or it is used when the mosquito’s or insets begin to bite actively.
Keywords: Protective power, orange peel, Ae. aegypti, Ae. albopictus.
PENDAHULUAN
Nyamuk merupakan filum dari Arthropoda yang bisa berperan sebagai vektor penyakit
Arthropod-born viral disease. Spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit Arthropod-born
viral disease diantaranya adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyebaran kedua spesies
nyamuk ini sudah meluas, selain ditemukan di daerah perkotaan (urban) yang padat penduduk juga
ditemukan di daerah pedesaan (rural). Nyamuk Ae. aegypti merupakan vektor utama sedangkan Ae.
albopictus merupakan vektor kedua dari penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) yang biasa
disebut Dengue Haemorrahagic Fever (DHF). DBD merupakan satu dari beberapa penyakit menular
yang menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Masalah DBD telah menjadi
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 95
masalah klasik yang kejadiannya hampir dipastikan muncul setiap tahun terutama pada awal musim
penghujan (I Wayan S, 2008 dan Sudarto, 1992).
Di Indonesia jumlah kasus DBD setiap tahun cenderung meningkat dan persebarannya
semakin luas. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada saat ini endemis di sebagian besar
tanah air kita. Berdasarkan laporan Ditjen PP dan PL Depkes RI, 2009 kasus DBD berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Indonesia pernah mengalami kasus terbesar pada tahun 2005 di Asia Tenggara yaitu
95.270 orang (CFR = 1,36 %). Jumlah kasus tersebut meningkat 17% dan CFR meningkat 36%
dibanding tahun 2004. Tahun 2006 Depkes mencatat jumlah kasus sebesar 104.656 orang
(CFR=1,04 %), tahun 2007 terjadi peningkatan kasus sebesar 157..839 orang (CFR=1,01%),
selanjutnya pada tahun 2008 sebesar 133.402 orang (CFR=0,85 %) dan tahun 2009 sebesar 143.235
orang (CFR=0,92).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah DBD di Indonesia. Dalam program
pemberantasan DBD dilakukan upaya penemuan dan pengobatan penderita serta pengendalian vektor
untuk memutus rantai penularannya. Pengendalian vektor dapat digolongkan dalam pengendalian
alami (natural control) dan pengendalian buatan (artificial=applied control). Upaya pengendalian
buatan khususnya secara kimia telah banyak dilakukan untuk memutus kontak antara vektor dan
manusia. Berbagai larvasida dan insektisida telah digunakan untuk membunuh larva atau nyamuk
dewasa, namun senyawa kimia sintetik yang digunakan sebagai insektisida dapat menyebabkan sifat
resisten pada nyamuk karena seringnya paparan atau salah penggunaan dalam aplikasinya.
Dipasaran setidaknya ada empat bentuk sediaan obat anti nyamuk yang popular yaitu
semprot, bakar, elektrik dan lotion (repelen). Sebuah penelitian survey tentang alat yang dipergunakan
untuk mencegah gangguan/gigitan nyamuk dalam rangka KLB-DBD pada masyarakat di Jakarta Timur
didapatkan hasil penggunaan obat nyamuk semprot sebanyak 45 %, penggunaan repelen sebesar 35
% dan penggunaan obat nyamuk bakar sebesar 28 %. Penggunaan dikhlorvos dalam semprotan
(spray) bentuk aerosol telah dilarang peredarannya dibanyak negara karena membahayakan
kesehatan manusia, sedangkan propoxur masih diperbolehkan, walaupun telah menimbulkan ribuan
korban jiwa di Bhopal-India. Obat nyamuk bakar juga memiliki efek yang berbahaya untuk kesehatan
karena ada proses pembakaran yang membuat oksigen dalam ruangan berkurang, untuk obat nyamuk
elektrik risikonya tak jauh beda dengan obat nyamuk bakar maupun semprot karena ketiga jenis
sediaan obat nyamuk tersebut dapat terhirup. Inhalasi (hirupan) merupakan jalur cepat insektisida
menuju paru-paru sekaligus peredaran darah, yang bisa menimbulkan gangguan saraf, fungsi liver,
system pernafasan hingga efek karsinogenik (memicu kanker) dalam jangka panjang (Hasimi dkk,
2005 dan WHO, 1998).
Penggunaan repelen berbentuk lotion menjadi salah satu pilihan alternatif dalam menghindari
efek buruk dari bahan kimia yang bisa terhirup dan praktis digunakan dengan cara diaplikasikan pada
permukaan kulit tubuh. Repelen adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk
menjauhkan serangga dari manusia, sehingga dapat dihindari kontak atau gigitan serangga, ataupun
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 96
gangguan oleh serangga terhadap manusia. Kenyataannya semua repelen yang beredar di Indonesia
berbahan aktif DEET (Diethyl toluamide) yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dalam
konsentrasi 10-15%. DEET merupakan bahan kimia yang tidak dianjurkan penggunaannya bagi anak-
anak, wanita hamil, dan juga wanita menyusui. DEET bisa beracun dan berbahaya apabila
penggunaannya tidak sesuai dosis standar. DEET tidak larut dalam air sehingga dapat terserap ke
dalam tubuh melalui kulit dan mengalir melalui sirkulasi darah. Senyawa kimia dapat terbuang melalui
urin hanya 10 – 15 %, sebagian besar insektisida tersebut akan meracuni tubuh. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa setelah pemakaian DEET terjadi keracunan dari efek ringan seperti pada kulit,
urtikaria sampai parah seperti ensefalopati (Sudarto, 1992 dan Koreng dkk, 2003).
Trend di dunia saat ini adalah dengan slogan Back to Nature, yaitu semangat hidup sehat
dengan kembali ke alam atau menggunakan bahan-bahan alami, termasuk dalam usaha
menanggulangi penyakit Demam Berdarah Dengue. Kulit jeruk merupakan sampah atau limbah yang
mengandung minyak atsiri dan terdiri dari berbagai komponen. Rincian komponen minyak kulit jeruk
diantaranya adalah: limonen, mirsen, linalool, oktanal, decanal, sitronellol, neral, geraniol, dan
valensen. Jerry Butler dari University of Florida membuktikan, geraniol dan sitronellol merupakan salah
satu unsur kimia nabati dari kulit jeruk yang berfungsi untuk mengusir nyamuk, lalat dan semut. Selain
berfungsi untuk mengusir nyamuk sitronellol mempunyai sifat racun kontak yang jika masuk kedalam
tubuh nyamuk bisa menimbulkan kematian karena kehilangan cairan. Sedangkan berdasarkan
penelitian dari tanaman rempah dan obat Indonesia unsur linalool pada tanaman zodia telah terbukti
dapat menghalau nyamuk ( Minyak Kulit Jeruk diunduh dari : www.ristek.go.id. dan Mengenal
Geraniol dan Sitronellol diunduh dari : www.anekaplantasia.com.).
Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau
dibudidayakan. Jeruk memiliki enam genera dan genera yang paling banyak dikenal adalah jenis
Citrus. Subgenera Citrus memiliki sepuluh spesies dan delapan di antaranya sampai saat ini telah
menjadi jeruk. Dari delapan spesies yang ada, tiga diantaranya telah banyak dilakukan penelitian baik
pada buah, daun maupun pada kulitnya karena terdapat banyak manfaat dan khasiat di dalamnya,
umum dijumpai juga sering digunakan untuk berbagai keperluan, ketiga jenis jeruk tersebut adalah
jeruk keprok (C. reticulata), jeruk purut (C. hystrik) dan jeruk nipis (C. aurantifolia). Kulit jeruk memiliki
bau harum khas jeruk yang mendorong peneliti untuk mengkaji apakah kulit jeruk memang berpotensi
sebagai repelen, mengkaji kulit jeruk manakah diatara jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis yang
memiliki daya proteksi paling baik sebagai repelen.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yaitu
rancangan percobaan yang diujikan pada kondisi homogen dengan metode eksperimental sederhana
yang disebut post test only control group design (Ahmad, 2003).
Sampel dalam penelitian ini adalah nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina diambil dari
populasi nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus di insektarium Loka Litbang P2B2 Ciamis.Teknik
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 97
pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah purposive
sampling, yang dilakukan dengan memisahkan nyamuk Ae. aegypti dan nyamuk Ae. albopictus jantan
dari tempat penangkaran, kemudian mengambil nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina untuk
sampel dari tempat penangkaran secara random sampling. Sesuai dengan pedoman standar uji
repelen pada setiap perlakuan dan kontrol adalah 25 ekor nyamuk, sehingga total sampel yang
digunakan yaitu 150 ekor nyamuk (Damar, 2008).
Kriteria Inklusi : Nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus betina, nyamuk yang berumur 3 – 5 hari,
nyamuk yang dapat terbang, nyamuk yang diberi larutan gula.
Kriteria Ekslusi : Nyamuk yang diberi darah, nyamuk yang mati.
Pengujian dilakukan selama enam jam berturut-turut dengan melihat daya proteksi masing-
masing perlakuan. Daya proteksi dihitung dengan rumus (Komisi Pestisida, 1995) :
%100xkontrolpadanyamuk
perlakuanpadakontrolpadakontaknyamukproteksiDaya
∑∑ ∑−
=
Setiap perlakuan diuji dengan cara dioleskan ke salah satu punggung telapak tangan sebanyak 0,3 ml
(hasil kabrasi), sedangkan lengan yang lainnya sebagai kontrol.Secara bergilir lengan dimasukan
kedalam kurungan nyamuk. Jumlah nyamuk yang hinggap dihitung pada setiap kali usikan. Jumlah
usikan pada setiap jam pengujian adalah enam. Jarak dari satu usikan ke usikan lain sekitar 10 detik,
satu kali usikan dianggap ulangan, sehingga jumlah ulangan setiap enam jam pengujian ini sebanyak
tiga puluh enam. Jumlah replikasi eksperimen/ulangan berdasarkan rumus (Kemas Ali , 1993) :
T (r-1) > 15
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah nyamuk yang kontak pada punggung telapak tangan
perlakuan dan kontrol, pada setiap jam dan setiap perlakuan, cara ukur observasi dan dicatat pada
lembaran isian,hasil ukur rata-rata jumlah nyamuk yang kontak pada lengan perlakuan dan kontrol
berdasarkan rumus daya proteksi.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk
nipis yang telah diekstraksi dengan teknik ekstraksi sederhana, cara ukur observasi dengan pipet
volume, hasil ukur ekstrak yang dioleskan pada punggung telapak tangan.
Variabel lingkungan fisik seperti suhu tubuh, suhu lingkungan, kelembaban lingkungan dan cara
pengolesan diukur dan dibuat sama.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis. Hasil
ekstraksi diperoleh dari 1 kg setiap jenis kulit jeruk yang dihaluskan kemudian ditumbuk dalam mortal
obat, selanjutnya ditambahkan pelarut air 50 ml dan diperas menggunakan hidrolik manual, hasil yang
berupa emulsi minyak atsiri kulit jeruk dimasukan ke dalam corong pisah dekantasi untuk memisahkan
fraksi air dan minyak atsiri, diamkan dilemari pendingin selama 24 jam.
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 98
ANALISIS DATA
Analisis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan daya proteksi rata-rata ekstrak
kulit jeruk keprok, jeruk nipis dan jeruk purut terhadap kontak nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus
dengan menggunakan uji statistika Anova dengan program SPSS (Statistical Package For The Social
Sciences) versi 13.
Aspek Etis Penelitian
Menggunakan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus strain Liverpool, yang diambil dari
daerah yang tidak endemis dan telah dibuktikan bukan sebagai vektor penyakit, tidak mengandung
virus Dengue dalam tubuhnya dan telah dibiakan lebih dari 400 generasi. Pengujian repelen dilakukan
sesuai dengan metoda standar uji repelen dari Komisi Pestisida.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Rata-Rata Suhu Tubuh, Suhu dan Kelembaban Ruangan Uji
Kulit Jeruk Suhu Tubuh Suhu Kelembaban Keprok 36 26,66 87,08 Purut 35,92 26,66 87,08 Nipis 36,14 27 86 Rata-rata 36 26,77 86,72
Hasil pengukuran lingkungan fisik relatif stabil sehingga membuat variabel pengganggu ini
dalam kondisi terkendali, oleh karena suhu tubuh, suhu dan kelembaban lingkungan yang berfluktuatif
dapat berpengaruh terhadap aktifitas nyamuk dan kecepatan penguapan repelen dari kulit.
Tabel 2. Rata-Rata Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Keprok, Jeruk Purut Dan Jeruk Nipis Terhadap
Kontak Nyamuk Ae. aegypti
No Kulit Jeruk Daya proteksi pada jam ke (%) Rata-
rata 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 1 Keprok 100 90,33 50 41,66 25 25 55,33 2 Purut 100 95,83 66,67 50 25 25 60,42 3 Nipis 100 95,83 50 50 25 25 57,64
Hasil pengujian selama 6 jam menunjukkan ekstrak kulit jeruk keprok memiliki rata-rata daya
proteksi terendah yaitu 55,33 %,. Ekstrak kulit jeruk purut memiliki rata-rata daya proteksi tertinggi
yaitu 60,42 %, sedangkan ekstrak kulit jeruk nipis memiliki rata-rata daya proteksi sebesar 57,64 %.
Tabel 3.
Rata-Rata Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Keprok, Jeruk Purut Dan Jeruk Nipis Terhadap Kontak Nyamuk Ae. albopictus
No Kulit Jeruk Daya proteksi pada jam ke (%) Rata-
rata 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 1 Keprok 100 91,67 50 41,66 36,16 25 57,42 2 Purut 100 96,67 75 50 25 25 61,94 3 Nipis 100 91,67 50 41,66 41,66 25 58,33
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 99
Hasil pengujian selama 6 jam menunjukkan ekstrak kulit jeruk keprok memiliki rata-rata daya
proteksi terendah 57,42 %,. Untuk ekstrak kulit jeruk purut rata-rata daya proteksinya tertinggi yaitu
61,94 %, sedangkan ekstrak kulit jeruk nipis memiliki rata-rata daya proteksi sebesar yaitu 58,33 %.
Berdasarkan hasil pengujian selama 6 jam dengan menggunakan tiga jenis ekstrak kulit jeruk
yaitu keprok, jeruk purut dan jeruk nipis menunjukkan bahwa kulit jeruk purut mempunyai daya proteksi
tertinggi (61,94 %) terhadap kontak nyamuk Ae. albopictus, sedangkan daya proteksi terendah adalah
ekstrak kulit keprok (55,33 %) terhadap kontak nyamuk Ae. aegypti.
Tabel 4. Hasil Uji Beda Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Keprok,
Jeruk Purut dan Jeruk Nipis Terhadap Kontak Nyamuk Ae. aegypti Dan Ae. albopictus
No Kulit Jeruk Sp Nyamuk Rata-rata St. Deviasi
F
Nilai P
1 Keprok Ae. aegypti Ae. albopictus Total
55, 33 57,42 56,38
45,47 45,58 44,72
0,067 1,00
2 Purut Ae. aegypti Ae. albopictus Total
60,42 61,94 61,18
42,41 43,34 42,58
3 Nipis Ae. aegypti Ae. albopictus Total
57,64 58,33 57,99
40,00 42,25 40,85
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata daya proteksi ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk
purut dan jeruk nipis, tidak berbeda secara nyata (tidak signifikan).
PEMBAHASAN
Seluruh hasil pengujian menunjukkan ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis
sebagai repelen mempunyai daya proteksi kurang dari 90 % selama enam jam terhadap kontak
nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis dapat
berfungsi sebagai repelen, karena mempunyai kandungan minyak atsiri diantaranya adalah sitronellol,
Grafik 1. Rata-Rata Daya Proteksi Ekstrak Kulit Jeruk Keprok, Jeruk Purut dan Jeruk Nipis Terhadap Kontak Nyamuk Ae. aegypti Dan Ae. albopictus
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 100
geraniol, dan linalool, yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk (Mengenal Geraniol dan Sitronellol
diunduh dari : www.anekaplantasia.com.). Pengendalian dengan repelen baik kimia maupun botani
mempunyai target pada alat indera kimia nyamuk yaitu pada palp dan antenna. Organ ini sangat peka
dan dapat dirangsang oleh bau kimia, jika bau aktif ekstrak kulit jeruk ini mampu menutupi bau yang
dikeluarkan tubuh manusia sehingga mengganggu kemampuan nyamuk untuk mendeteksi manusia
maka nyamuk akan segera menghindari bau ekstrak tersebut (Agus Kardinan, 2007).
Ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis tidak temasuk repelen yang sesuai
dengan standar dari Komisi Pestisida Indonesia, karena daya proteksinya tidak mencapai rata-rata
90% hingga jam ke-6. Standar yang ada di Indonesia tidak sejalan dengan standar yang digunakan di
Kanada yang mengatakan bahwa suatu repelen dapat didaftarkan jika zat tersebut memberikan
proteksi lebih dari 95 % selama minimal 30 menit (Susi Tjajani, 2008). Pada dasarnya acuan Komisi
Pestisida di Indonesia ditujukan pada repelen dari bahan kimia sintetis yang komposisi senyawa
kimianya tidak mudah rusak. Selama ini DEET merupakan repelen yang paling baik untuk beberapa
spesies dengan perlindungan 6 – 8 jam, tetapi dengan melihat efek samping setelah penggunaannya,
banyak peneliti melakukan uji terhadap banyak tanaman sebagai sumber botani penolak serangga.
Pemanfaatan beberapa tanaman yang berpotensi sebagai repelen di Indonesia telah diteliti
diantaranya penelitian Nunik, Singgih, Soetiyono dan Chairul pada daun lerak, daun kecubung dan
daun orang-aring sebagai repelen Ae. aegypti pada tahun 2001 di lab Entomologi Kesehatan FKH, IPB
Bogor, hasil pengamatan didapatkan rata-rata daya proteksi lerak 61,43%, kecubung 63,64% dan
orang-aring 65,04%. Penelitian oleh Agus Kardinan yaitu potensi daun selasih sebagai repellent
terhadap nyamuk Ae. aegypti pada tahun 2006 di lab Entomologi IPB Bogor. Hasil pengamatan
didapatkan rata-rata daya proteksinya adalah 57,59% selama 6 jam setelah aplikasi, daya proteksi
tertinggi pada jam ke-1 (79,7%) dan jam ke-2 (54,2%). 8,18 Dari beberapa hasil penelitian yang telah
ada seperti diatas, tidak ada satupun daya tolak dari bahan alami yang mampu memproteksi lebih dari
90 % selama 6 jam, maka dianjurkan penggunaan repelen secara berulang dan karena daya kerjanya
dalam waktu singkat maka repelen sebaiknya digunakan ketika serangga mulai aktif menggigit.
Pemanfaatan bahan aktif dari ekstrak kulit jeruk sebagai repelen merupakan salah satu cara
alternatif untuk menghindari frekuensi kontak antara manusia dengan nyamuk sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan, namun pengendalian vektor tidak cukup hanya dengan satu cara,
pengendalian berbagai usaha terpadu bisa dilakukan misalnya pengendalian biologi, fisik, kimia dan
modifikasi lingkungan. Dengan melakukan pengendalian terpadu dan berkesinambungan diharapkan
tercapai pengendalian yang aman, mudah, murah, efektif dan dapat diterima masyarakat, sehingga
dapat menekan populasi vektor, mengurangi kontak dengan vektor dan dapat menurunkan angka
kesakitan terutama penyakit Demam Berdarah Dengue.
©FKM-UNSIL 2011 ISBN 978-602-96943-1-4
Prosiding Seminar Nasional “Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” 12 April 2011 101
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tidak ada perbedaan daya proteksi ekstrak kulit jeruk keprok, jeruk purut dan jeruk nipis
sebagai repelen terhadap kontak nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam upaya perlindungan
diri dari penyakit DBD.
Saran
Repelen dari kulit jeruk ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif perlindungan diri dari
penyakit DBD, penggunaan repelen secara berulang dan digunakan ketika nyamuk mulai aktif
menggigit, dan melakukan penelitian pada jenis tanaman lain yang memiliki potensi sebagai repelen.
DAFTAR PUSTAKA 1. I Wayan Supartha. Pengendalian Terpadu Vektor Demam Berdarah Dengue.Dies Natalis Universitas
Udayana. Bali: 2008. h. 1.
2. Sudarto.Entomologi Kedokteran.Jakarta:EGC;1992, h 96 -105.
3. Depkes RI. Laporan Kasus DBD.Subdit Arbovirus. Jakarta : Ditjen PPM & PLP;2009.
4. M Hasimi, Supratman S Rita K, Enny M. Situasi Vektor Demam Berdarah Saat KLB di Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Jakarta: Media Litbangkes Vol XV no 2; 2005.
5. World Health Organization. Draft guideline specifications for household insecticide product mosquito coils,
vaporising mats, liquid vaporisers, aerosols. Geneva : Report of the WHO informal consultation. ; feb 3-6, 1998.
6. Koreng G, Matsui D, Bailey B. DEET based insect repellents safety implications for children, pregnant and
lactating women. Canada : Canadian Mrdical Association Journal 169; 2003. p. 209-212. 7. Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Minyak Kulit
Jeruk.[diunduh 1 November 2009]. Tersedia dari : http://www.ristek.go.id..
8. Irna Inayah .Mengenal Geraniol dan Sitronellol.2007.[diunduh 1 November 2009]. Tersedia dari : http://www.anekaplantasia.com
9. Ahmad Watik Pratiknyo. Dasar-Dasar Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada; 2003. 10. Damar Tri Boewono. Standar Prosedur Kerja Pengujian Efikasi Terhadap Nyamuk Menggunakan Kandang
Uji Repellent Dengan Formulasi Gel, Kertas Tissue, Cair, Lotion dan Stick. Salatiga : Balai Besar Litbang VRP; 2008.
11. Komisi Pestisida Departemen Pertanian.Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida. Jakarta : 1995. h. 7-8.
12. Kemas Ali. Rancangan Percobaan Teori&Apikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada; 1993.
13. Agus Kardinan.Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.Bogor: Jurnal Litri;13(2); Juni 2007. h39-42.
14. Susy Tjajani. Daya Repelen Beberapa Minyak Esensial dan Deet terhadap Culex. Bandung : JKm: vol 7; 2 Februari 2008. H. 181-186.
15. Nunik S. Singgih H. Soetiyono P. Chairul. S. rarak, D metel dan E. prostate sebagai repellent Aedes aegypti. Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran.2001;131:h. 7-9.