ejurnal depresi_astri.doc

13
EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK DENGAN FOKUS PERHATIAN PERACUNAN TERHADAP DIRI SENDIRI: SEBUAH LAPORAN KASUS I.A Ida Astri Latamaosandhi, S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali . ABSTRAK Depresi berat sering disebut sebagai depresi klinis dimana depresi berat merupakan bentuk penyakit mental yang memengaruhi dan mengubah cara orang merasa, berpikir, dan juga bertindak. Di antara berbagai gangguan mental, depresi merupakan faktor risiko yang terkait erat dengan bunuh diri. Sekitar 1% kematian yang terjadi di dunia merupakan akibat dari bunuh diri. Di Amerika Serikat tersendiri, bunuh diri menduduki peringkat ke-8 sebagai penyebab kematian. Umumnya pasien depresi mengeluhkan berbagai gejala somatik sehingga mereka akan lebih sering mengunjungi dokter perawatan primer sehingga peran dokter perawatan primer sangat penting dalam mendiagnosis depresi sedini mungkin dan mencegah terjadinya bunuh diri. Laporan ini membahas kasus episode depresi berat tanpa gejala psikotik dengan percobaan bunuh diri pada pria berusia 23 tahun. Pasien ini mendapatkan psikoterapi dan juga pengobatan berupa fluoxetine dan clobazam. Kata kunci: depresi berat, bunuh diri, percobaan bunuh diri MAJOR DEPRESSIVE WITHOUT PSYCHOTIC SYMPTOMS WITH A FOCUS OF ATTENTION ON SELF-POISONING : CASE REPORT I.A Ida Astri Latamaosadhi, S.Ked Medical Faculty of Udayana University ABSTRACT Major depressive is often referred to as clinical depression in which depression is a form of mental illness that affect and change the way people feel, thinking, and acting. Among a variety of mental disorders, depression is a risk factor related to suicide. Approximately 1% of deaths occurring in the world are the result of suicide. In the United States, suicide as the 8th leading cause of 1

Upload: astri

Post on 16-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK DENGAN FOKUS PERHATIAN PERACUNAN TERHADAP DIRI SENDIRI: SEBUAH LAPORAN KASUS

I.A Ida Astri Latamaosandhi, S.Ked

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.ABSTRAKDepresi berat sering disebut sebagai depresi klinis dimana depresi berat merupakan bentuk penyakit mental yang memengaruhi dan mengubah cara orang merasa, berpikir, dan juga bertindak. Di antara berbagai gangguan mental, depresi merupakan faktor risiko yang terkait erat dengan bunuh diri. Sekitar 1% kematian yang terjadi di dunia merupakan akibat dari bunuh diri. Di Amerika Serikat tersendiri, bunuh diri menduduki peringkat ke-8 sebagai penyebab kematian. Umumnya pasien depresi mengeluhkan berbagai gejala somatik sehingga mereka akan lebih sering mengunjungi dokter perawatan primer sehingga peran dokter perawatan primer sangat penting dalam mendiagnosis depresi sedini mungkin dan mencegah terjadinya bunuh diri. Laporan ini membahas kasus episode depresi berat tanpa gejala psikotik dengan percobaan bunuh diri pada pria berusia 23 tahun. Pasien ini mendapatkan psikoterapi dan juga pengobatan berupa fluoxetine dan clobazam. Kata kunci: depresi berat, bunuh diri, percobaan bunuh diri MAJOR DEPRESSIVE WITHOUT PSYCHOTIC SYMPTOMS WITH A FOCUS OF ATTENTION ON SELF-POISONING : CASE REPORT

I.A Ida Astri Latamaosadhi, S.Ked

Medical Faculty of Udayana UniversityABSTRACTMajor depressive is often referred to as clinical depression in which depression is a form of mental illness that affect and change the way people feel, thinking, and acting. Among a variety of mental disorders, depression is a risk factor related to suicide. Approximately 1% of deaths occurring in the world are the result of suicide. In the United States, suicide as the 8th leading cause of death. Generally, the patient with depressed complained of somatic symptoms so they will be more likely to visit a primary care physician, because of that the role of primary care physicians is essential in diagnosing depression as early as possible and prevent suicide. This report discusses a case of severe depressive episode without psychotic symptoms with attempted suicide that happened to a men aged 23 years old. These patients get psychotherapy and also fluoxetine and clobazam treatment.Keywords : depression, suicide, attempted suicidePENDAHULUAN

Depresi umumnya didefinisikan sebagai perasaan sedih, hilangnya suatu minat ataupun kesenangan dalam hampir semua kegiatan serta mencakup berbagai gejala lain seperti perubahan selera makan, pola tidur yang terganggu, meningkat atau berkurangnya tingkat aktivitas, gangguan perhatian dan konsentrasi, dan perasaan tidak berharga serta menurunnya kepercayaan diri. (Ralph, E., 2007)Depresi berat sering disebut sebagai depresi klinis. Hal ini berbeda dari perasaan sedih yang normal, dimana depresi berat merupakan bentuk penyakit mental yang mempengaruhi dan mengubah cara orang merasa, berpikir, dan juga bertindak. Onset gangguan depresi rata-rata terjadi pada usia sekitar 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien depresi dengan onset usia diantara 20 tahun dan 50 tahun. (R.H. Belmaker dkk, 2008) Di antara berbagai gangguan mental, depresi merupakan faktor risiko yang terkait erat dengan bunuh diri. Menurut survei yang dilakukan Kielholz dengan menggunakan metode otopsi psikologis, 70-90% dari mereka yang bunuh diri terbukti menderita beberapa gangguan mental ketika hidup serta 60-70% mengalami depresi (Yoshitomo Takahashi, 2001)

Bunuh diri merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Sekitar 1% kematian yang terjadi di dunia merupakan akibat dari bunuh diri. Di Amerika Serikat tersendiri, bunuh diri menduduki peringkat ke delapan sebagai penyebab kematian. Depresi adalah gangguan yang paling umum mengakibatkan bunuh diri dibandingkan dengan gangguan yang lain, dimana sekitar 60% orang di dunia mengalami kondisi ini. Kematian akibat bunuh diri dapat memengaruhi hampir semua kelompok usia namun prevalensi tertinggi terjadi pada usia 40 tahun sampai dengan 59 tahun. Sedangkan prevalensi bunuh diri yang terjadi pada pria tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 17.9% : 5.3%per 100.000. (Louise Bradvik dkk, 2011) Banyak pasien yang menderita depresi tidak pernah memiliki akses perawatan kejiwaan atau menjalani pengobatan yang tepat. Umumnya pasien yang menderita depresi mengeluhkan berbagai gejala somatik sehingga mereka akan lebih sering mengunjungi dokter perawatan primer daripada psikiater. Oleh karena itu, peran dokter perawatan primer sangat penting dalam mencegah pasien tersebut melakukan bunuh diri. (Yoshitomo Takahashi, 2001)ILUSTRASI KASUS Pasien laki-laki, 23 tahun, agama Hindu, suku Bali, bangsa Indonesia, pendidikan terakhir tamat SMP, penjaga warnet (warung internet), belum menikah, datang ke Unit Gawat Darurat RSUP Sanglah (19/09/2013). Pasien diwawancarai dalam posisi berbaring diatas brankar UGD RSUP Sanglah dengan pemeriksa berada di sebelah kanan pasien. Pasien mengenakan baju kaos berwarna putih, celana pendek jeans berwarna biru tua dan menggunakan sandal jepit. Pasien berperawakan tinggi dan cukup gemuk dengan tinggi badan sekitar 170 cm dengan rambut hitam ikal yang diikat kebelakang dan kulit sawo matang dengan roman muka sedih serta tampak murung. Selama wawancara berlangsung pasien nampak tenang dan menatap mata pemeriksa. Pasien menjawab pertanyaan pemeriksa dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan suara yang pelan namun terdengar cukup jelas. Pasien dapat menyebutkan nama, umur, dan alamat tempat tinggal pasien dengan benar dan mampu membedakan apakah saat itu pagi atau malam hari. Pasien mengetahui bahwa dirinya sedang berada di UGD RSUP Sanglah dan diantar oleh orang tuanya saat ke rumah sakit. Saat ditanyakan tiga perbedaan antara pesawat dengan layang-layang pasien dapat menyebutkannya dengan benar dengan menjawab kalau pesawat lebih besar dari layang-layang, pesawat terbuat dari logam dan layang-layang terbuat dari plastik dan bambu, layang-layang terbang karena angin dan pesawat dengan mesin. Pasien juga dapat menjawab dengan benar saat diminta menghitung hasil pengurangan dari 100-7 yang dilanjutkan hasil tersebut dikurangi 7 lagi dan seterusnya. Saat pasien diminta untuk mengulang menyebutkan 3 nama benda didekatnya yaitu tas, meja, dan kursi, pasien dapat mengulangnya dengan benar. Pasien dapat menyebutkan dengan benar ibukota Indonesia yakni Jakarta dan ibukota Provinsi Bali yakni Denpasar dan bisa menjawab siapa presiden Indonesia saat ini yakni SBY dan Gubernur Bali yakni Mangku Pastika. Pasien dapat melanjutkan peribahasa "berakit rakit ke hulu" yang dilanjutkan dengan "bersakit sakit dahulu bersenang-senang kemudian".Pasien mengatakan bahwa dirinya dibawa ke RSUP Sanglah karena berusaha untuk bunuh diri. Pasien mengaku berusaha bunuh diri dengan cara meminum autan (lotion anti nyamuk). Dirinya meminum autan tersebut sebanyak 4 sachet tanpa dicampur dengan bahan lainnya hingga habis. Saat minum autan, pasien hanya sendirian di kamarnya dan tidak ada orang lain di sekitarnya. Pasien mengatakan bahwa autan tersebut memang sudah ada di kantong celananya karena ia biasa menggunakan autan tersebut sehari-hari untuk menghindari gigitan nyamuk. Saat bercerita pasien nampak murung dan mengatakan perasaannya saat ini sedih. Pasien mengatakan minum autan tersebut dengan tujuan untuk mengakhiri hidupnya. Pikiran bunuh diri tersebut muncul secara tiba-tiba pada hari ketika ia melakukan usaha bunuh diri setelah sebelumnya menelpon mantan pacarnya untuk diajak rujuk kembali, tetapi mantannya itu tidak mau kembali pada pasien. Dia lalu memikirkan bahwa ia ingin mati saja, ia sempat berpikir apakah ingin menggunakan pisau atau autan di kantong celananya untuk bunuh diri. Akhirnya ia memilih meminum autan, karena jika menggunakan pisau, ia harus ke dapur dan melewati kamar ibunya sehingga ia akan diketahui oleh ibunya akan melakukan suatu hal yang berbahaya. Kemudian pasien segera meminum autan yang ada di kantongnya. Sebelum minum autan ia sempat menelpon mantan pacarnya dan mengatakan bahwa ia lebih baik mengakhiri hidupnya apabila tidak kembali bersama mantannya tersebut. Beberapa saat setelah minum autan dirinya muntah-muntah dan merasa perutnya sangat mual serta kepalanya sangat pusing. Suara muntahan tersebut didengar oleh ibu pasien. Kemudian ia dibawa ke Rumah Sakit Sanglah oleh orang tuanya. Pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah punya ide untuk bunuh diri sebelumnya. Saat itu ia tidak ada mendengar suara yang menyuruhnya untuk melakukan bunuh diri ataupun melihat bayangan atau orang yang menyuruhnya untuk meminum autan itu. Pasien juga menyangkal jika ia pernah mencium, mengecap atau merasakan hal aneh yang ia belum pernah alami sebelumnya.Pasien mengatakan ia sering merasa frustasi dan tertekan akibat permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Permasalahan tersebut berawal saat ia berhenti sekolah sekitar 7 tahun yang lalu dimana saat dirinya masih duduk di kelas 1 SMA. Pasien berhenti sekolah karena orang tuanya tidak bisa membayar uang sekolahnya. Dia juga mengatakan bahwa sebenarnya sangat ingin melanjutkan sekolah dan iri melihat teman-temannya sekolah. Namun karena keadaan ekonomi keluarganya yang kurang terpaksa ia bekerja di warnet agar dapat membantu orang tuanya dan saat itu ia tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.Kemudian sekitar 5 tahun yang lalu pasien medapatkan pacar yang berumur 2 tahun di bawahnya. Dia mengatakan bahwa pacarnya sangat memahaminya dan hubungan antara dia dan pacarnya telah menjadi sangat serius sejak 2 tahun lalu dan dikatakan sudah seperti suami istri. Dia juga telah merencanakan untuk menikah dengan pacarnya namun diminta untuk menunda terlebih dahulu oleh orang tuanya karena tidak ada biaya. Hubungan pasien menjadi renggang sejak 2 bulan yang lalu karena pacar pasien diganggu oleh rekan sekerjanya yang sering merayunya melalui jejaring sosial. Pasien telah berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik-baik namun malah menjadi bertengkar dengan pacarnya. Setelah bertengkar pasien memutuskan hubungannya dengan pacarnya sekitar 1 bulan yang lalu.

Setelah putus ia mengaku menyesal dan menjadi sedih. Pasien menjadi jarang di rumah dan lebih sering menghabiskan waktu bermain di game online dari siang pukul 13.00 hingga pukul 17.00. Sepulang dari bermain game online dirinya pergi bekerja menjadi penjaga warnet. Selama bekerja ia merasa sulit memusatkan perhatian di tempatnya bekerja. Dia juga merasa sedih karena tidak memiliki jenjang pendidikan yang tinggi. Pasien mengatakan bahwa jika ia menjalin hubungan dengan perempuan dan akhirnya menikah, ia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan istrinya kelak dengan penghasilannya yang hanya sebagai penjaga warnet, sehingga ia merasa rendah diri serta tidak percaya diri. Selain itu dia merasa masa depannya tidak pasti karena setiap melamar pekerjaan selalu dimintai ijazah minimal SMA. Pasien juga mengatakan tidurnya menjadi terganggu sejak putus dengan pacarnya dimana ia baru memulai tidur pukul 01.00 dini hari namun terbangun tiba-tiba dan tidak dapat kembali tidur sehingga ia akan pergi untuk menghabiskan waktunya untuk main game online di warnet. Pasien juga mudah lelah apabila melakukan pekerjaan rumah sehingga ia jarang untuk membersihkan kamarnya ataupun pakaian yang kotor jarang dicuci olehnya. Di rumah, pasien mandi hanya 1 kali sehari namun nafsu makannya dikatakan tidak ada perubahan sebelum maupun setelah putus dengan pacarnya. Sebelumnya pasien memiliki hobi bermain bola bersama teman-temannya. Namun setelah diputus oleh pacarnya, ia menjadi jarang bermain bola. Ia mengatakan bahwa hidupnya terasa hampa dan tidak ingin melakukan sesuatu apapun. Pasien mengatakan memiliki kebiasaan merokok kira-kira sebanyak 3-4 batang tiap harinya. Apabila pasien sedang emosi biasanya ia akan melampiaskannya dengan membanting barang-barang disekitarnya seperti halnya pintu kemudian ia akan keluar rumah tanpa memikirkan lingkungan sekitarnya. Namun apabila emosinya sudah mereda ia akan kembali ke rumahnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik seperti hipertensi, kencing manis, asma, trauma kepala, epilepsi atau penyakit sistemik lainnya.Berdasarkan heteroanamnesis dari ibu pasien dikatakan sebelum kejadian ia sedang diam menonton televisi di kamarnya, selang beberapa saat ia mendengar suara muntah-muntah dari kamar anaknya. Ia langsung berlari menuju kamar anaknya dan mendapatkan anaknya telah muntah-muntah. Ibu pasien menjadi panik dan segera meminta pertolongan. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering bengong di kamarnya setelah putus dengan pacarnya sekitar sebulan yang lalu dengan alasan yang tidak diketahui oleh ibunya. Pasien juga jarang berada di rumah dan lebih sering berada di game online dan menginap di kos temannya. Menurut ibunya, hubungan anaknya dengan mantan pacarnya sudah sangat serius dan sudah seperti suami istri karena pacarnya sering diajak menginap di rumahnya. Ibu pasien mengatakan bahwa dulu suaminya juga sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan minum bodrex dicampur minuman bersoda, oleh karena saat akan menikah dengan dirinya mereka tidak disetujui oleh keluarga dari pihak suaminya, namun suaminya masih bisa diselamatkan.Dari pemeriksaan fisik didapatkan status general dan status neurologi dalam batas normal. Status psikiatri, kesan umum penampilan wajar, nampak sedih, kontak verbal dan visual dengan pemeriksa cukup, konsentrasi dan perhatian menurun, mood/afek sedih/appropiate. Bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi pikir ide bunuh diri ada. Persepsi halusinasi dan ilusi tidak ada. Dorongan instingtual insomnia dan hipobulia ada. Pemahaman pasien akan penyakitnya memiliki tilikan 6.Diagnosis multiaxial pasien adalah axis I: Episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), Fokus perhatian peracunan diri dengan sengaja dengan menggunakan obat-obatan atau zat kimia (X.68), axis II: ciri kepribadian pasif agresif, axis III: tidak ada diagnosis, axis IV: masalah putus dengan seseorang yang disayangi, axis V: GAF saat ini 20-11, GAF 1 tahun terakhir 90-81. Pasien mendapatkan terapi yaitu psikoterapi dan farmakoterapi berupa fluoxetine 1 x 20 mg per oral serta clobazam 1 x 10 mg per oral. DISKUSIDalam survei terbaru, gangguan depresi berat memiliki prevalensi tertinggi yaitu hampir 17 persen dari setiap gangguan kejiwaan dan secara signifikan menimbulkan penderitaan terhadap penderitanya. (Harold Kaplan dkk, 2010) WHO memperkirakan bahwa gangguan depresi berat akan menjadi penyebab tertinggi kedua morbiditas global dan kematian pada tahun 2020. Bunuh diri adalah alasan utama terjadinya peningkatan mortalitas pada depresi, dengan rasio mortalitas standar umum sebesar 20,4%. (Chidchanok Ruengorn dkk, 2012) Di Amerika Serikat prevalensi gangguan depresi berat lebih banyak mengenai wanita yaitu sebesar 10% - 25% dibandingkan mengenai laki laki yaitu hanya 5 % - 12 %. Hal ini diduga karena melibatkan perbedaan hormonal antara wanita dan lakilaki, perbedaan stressor psikososial antara perempuan dan lakilaki, dan model perilaku dari masing-masing orang. (R.H. Belmaker dkk, 2008)Etiologi terjadinya depresi meliputi beberapa faktor, antara lain faktor biologis, genetik, dan psikososial. Terjadinya penurunan neurotransmitter serotonin dan norepinefrin memiliki peran penting dalam patofisiologi terjadinya gangguan depresi. Serotonin menjadi neurotransmitter amin biogenik yang paling sering dikaitkan dengan terjadinya depresi. Dimana depresi dihubungkan oleh karena rendahnya kadar serotonin yang dimiliki seorang individu. Selain itu, stres juga dapat menyebabkan terjadinya depresi. Disebutkan bahwa terdapat kaitan antara stress dengan genetik yang membuat seseorang mengalami depresi. (Harold Kaplan dkk, 2010).

Berdasarkan kriteria diagnosis DSM-IV dan ICD-10 episode depresi dibedakan menjadi episode depresi ringan, sedang dan berat. Tingkat keparahan pada kriteria diagnosis ICD-10 didasarkan atas gejala yang ada, sedangkan pada DSM-IV berdasarkan dari gejala dan gangguan fungsional. Adanya klasifikasi yang didasarkan atas tingkat keparahan ini berfungsi sebagai prediktor terhadap respon dari pengobatan. (R. Harrington dkk, 2005). Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III), diagnosis depresi berdasarkan atas adanya gejala utama dan gejala lainnya. Gejala utama depresi meliputi (1) afek depresif, (2) kehilangan minat dan kegembiraan, dan (3) berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keaadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya meliputi (1) konsentrasi dan perhatian berkurang, (2) harga diri dan kepercayaan diri berkurang, (3) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, (4) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, (5) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, (6) tidur terganggu, (7) nafsu makan berkurang. Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis. Penegakkan episode depresi berat tanpa gejala psikotik didasarkan apabila semua gejala utama depresi terpenuhi, ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat, serta sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas (Rusdi Maslim, 2001). Pada kasus ini pasien mengalami ketiga gejala utama depresi dan enam gejala lainnya yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, tidur terganggu, dan adanya perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri. Gejala-gejala tersebut sudah berlangsung lebih dari 2 minggu dan terdapat gejala yang berintensitas berat yaitu bunuh diri. Bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Terdapat lebih dari 30.000 orang bunuh diri setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan lebih dari 600.000 percobaan bunuh diri. Bunuh diri saat ini menduduki peringkat ke-8 sebagai penyebab kematian di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, penyakit serebrovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, kecelakaan, pneumonia dan diabetes mellitus. Sedangkan pada tahun 2001, bunuh diri menduduki peringkat ke tiga sebagai penyebab utama kematian di antara orang-orang berusia 15-24 tahun (Harold Kaplan dkk, 2010).Gangguan mood adalah diagnosis yang paling sering dikaitkan dengan bunuh diri. Kemajuan psikopharmakologikal dari 25 tahun terakhir mungkin telah mengurangi risiko bunuh diri di antara pasien dengan gangguan depresi. Namun, tingkat bunuh diri yang disesuaikan menurut umur untuk pasien dengan gangguan mood telah diperkirakan 400 per 100.000 untuk pasien laki-laki dan 180 per 100.000 untuk pasien perempuan. Isolasi sosial meningkatkan kecenderungan bunuh diri pada pasien depresi. Temuan ini sesuai dengan data dari studi epidemiologi yang menunjukkan bahwa orang-orang yang bunuh diri kurang berinteraksi ke dalam masyarakat. Bunuh diri di kalangan pasien depresi kemungkinan terjadi pada awal atau akhir dari episode depresi. (Jose Manoel Bertolote, 2002)Menurut Kielholz, faktor faktor risiko yang dapat mengakibatkan bunuh diri pada pasien depresi meliputi (A) adanya tanda-tanda risiko bunuh diri seperti riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya, riwayat keluarga bunuh diri, ancaman verbal bunuh diri, dan pengungkapan konkrit untuk persiapan dan pelaksanaan bunuh diri, (B) gejala - gejala khusus seperti rasa cemas yang berlebihan/mudah marah, insomnia persistent, perilaku agresif yang tidak terkendali, merasa diri bersalah, penyakit yang tidak tersembuhkan, serta ketergantungan alkohol, dan (C) pengaruh dari faktor lingkungan seperti keluarga yang tidak harmonis, kehilangan seseorang atau sesuatu yang penting, kesulitan akan pekerjaan dan keuangan, kegagalan untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan hidup, serta kehilangan afiliasi keagamaan. (Yoshimoto Takahashi, 2001) Pada pasien ini didapatkan faktor risiko yang menyebabkan bunuh diri yaitu adanya tanda tanda risiko bunuh diri dimana terdapat keluarga yaitu ayah pasien yang pernah melakukan percobaan diri sebelumnya. Selain itu terdapat gejala khusus yaitu insomnia persistent serta merasa diri bersalah dan yang juga memengaruhi pasien melakukan bunuh diri adalah pasien putus dengan seseorang yang dicintainya sehingga dirinya merasa kehilangan seseorang atau sesuatu yang penting dalam hidupnya serta adanya kesulitan akan pekerjaan dan keuangan yang mana hal-hal tersebut termasuk dalam faktor lingkungan.Penatalaksanaan yang diterapkan pada kasus ini merupakan kombinasi dari psikoterapi dan farmakoterapi, dimana tata laksana ini dinyatakan paling efektif untuk depresi berat. Teknik psikoterapi yang diterapkan yaitu psikoterapi kognitif, psikoterapi interpersonal, dan psikoterapi perilaku. Farmakoterapi yang diberikan untuk kasus seperti ini perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien dimana ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan dari depresi tersendiri. (R.H. Belmaker dkk, 2008) Pada kasus ini diberikan fluoxetine 1 x 20 mg. Obat tersebut merupakan obat anti depresi golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), dimana obat ini merupakan lini pertama untuk terapi depresi. SSRI jauh lebih efektif dibandingkan obat anti depresi lainnya dan diketahui memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat anti depresi lainnya. Efek samping yang dapat diakibatkan oleh SSRI diantaranya mengantuk (efek sedatif yang minimal), mual, mulut kering, perubahan nafsu makan, disfungsi seksual, sakit kepala dan gelisah. (James M Ferguson, 2001)RINGKASAN

Gangguan depresi berat merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh karena apabila tidak ditangani dapat mengakibatkan suatu keadaan gawat darurat yaitu bunuh diri. Pada kasus ini pasien didiagnosis mengalami episode depresi berat tanpa gejala psikotik, dengan fokus perhatian peracunan diri dengan sengaja dengan menggunakan obat-obatan atau zat kimia serta diberikan terapi berupa psikoterapi dan farmakoterapi yaitu fluoxetine 1 x 20 mg per oral. Prognosis sangat bergantung terhadap ketepatan dan sedini mungkin diagnosis ditegakkan, terapi yang adekuat, serta adanya dukungan penuh dari keluarga terhadap pasien.DAFTAR PUSTAKAChidchanok Ruengorn, Kittipong Sanichwanku, Wirat Niwatananun, Suwat Mahatnirunkul, Wanida Pumpaisalchai, Jayanton Patumanond. Factors Related to Suicide Attempts Among Individuals with Major Depressive Disorder. International Journal of General Medicine 2012:5 323330.

Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.James M. Ferguson. 2001. SSRI Antidepressant Medications: Adverse Effect and Tolerability. Primary Care Companion J Clin Psychiatry 2001:3:22-27.Jose Manoel Bertolote, Alexandra Fleischmann. A Global Perspective in the Epidemiology of Suicide. Suicidologi 2002:7:6-8.

Louise Bradvik, Mats Berglund. Repetition of Suicide Attempts Across Episodes of Severe Depression Behavioural Sensitisation Found in Suicide Group But Not in Controls. BMC Psychiatry 2011: 11:5.

R. Harrington, Christopher G, HC Steinhausen. 2005. A Clinicians Handbook of Child and Adolescent Psychiatry. New York: Cambridge University Press.R.H. Belmaker and Galila Agam. Mechanisms of Disease Major Depressive Disorder. The New England Journal of Medicine 2008;358:55-68.Ralph E. Depression in Children and Adolescents: Information for Parents and Educators. National Association of School Psychologists Journal 2007;370: 201-203Rusdi Maslim. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.Yoshitomo Takahashi. Depression and Suicide. Journal of the Japan Medical Association 2000:24:1: 5962.8