efektivitas peran majelis kehormatan ... - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/61691/3/skripsi...

74
EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH (MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN AKTA YANG DIBUATNYA (Studi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung) (Skripsi) Oleh: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020 SARAH NABILA NPM: 1652011074

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN AKTA

    YANG DIBUATNYA

    (Studi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung)

    (Skripsi)

    Oleh:

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG

    2020

    SARAH NABILANPM: 1652011074

    http://www.kvisoft.com/pdf-merger/

  • ABSTRAK

    EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN

    AKTA YANG DIBUATNYA(Studi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung)

    Oleh:Sarah Nabila

    Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung merupakan suatu badanyang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dankewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikandan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilanNotaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau ProtokolNotaris yang dimana Notaris melakukan kesalahan dalam menjalankanwewenangnya dan dalam pembuatan Akta. Permasalahan dalam penelitian iniyaitu mengenai prosedur pengambilan keputusan MKN-Wilayah dalam prosesperadilan, efektivitas peran MKN-Wilayah dalam mengambil keputusan dalamproses peradilan terhadap Notaris dan Akta yang dibuatnya, dan yang akandiakhiri dengan permasalahan apa yang menjadi faktor pendukung danpenghambat dalam pelaksanaan peran MKN-Wilayah terhadap Notaris dan aktayang dibuatnya dalam proses peradilan.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif atau penelitian kepustakaan.Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yangdigunakan adalah data primer dan data sekunder dengan bahan hukum primer.Pengumpulan data dengan studi lapangan dan kepustakaan. Pengolahan datadilakukan dengan cara seleksi data, klarifikasi data, penyusunan data secarasistematis dan logis.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pengambilan keputusan oleh MKN-Wilayah untuk pemanggilan Notaris kedalam persidangan diketahui bahwa sangatmembantu proses persidangan berjalan lebih efektif dan komprehensif. Ditinjaudari 3 konsep keefektivitasan organisasi, MKN-Wilayah menunjukan secaramenyeluruh bahwa MKN-Wilayah berperan secara efektif dalam proses peradilan.Adanya faktor pendukung yaitu adanya tiga unsur di keanggotaan MKN-Wilayahyang menjadikan MKN-Wilayah dalam memberikan keputusan sudah sangatkomprehensif dan bertanggung jawab. Adanya faktor yang menjadi penghambatyaitu adanya aparat hukum yang masih tidak mengetahui mengenai fungsi dankeberadaan MKN-Wilayah.

    Kata Kunci: Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, Proses Peradilan,Notaris.

  • ABSTRACT

    THE EFFECTIVENESS ROLE OF REGIONAL NOTARY HONORARYCOUNCIL (MKNW) IN THE JUDICIAL PROCESS OF THE NOTARY AND

    ITS DEED(Study in Regional Notary Honorary Council in Lampung Province)

    By:Sarah Nabila

    Regional Notary Honorary Council in Lampung Province is a body that has theauthority to carry out the formation of a Notary Public and the obligation to giveapproval or refusal for the purposes of investigation and the judicial process, fortaking a photocopy of the Minutes of Deed and calling the Notary to be present atthe examination relating to the Deed or Notary Protocol which the Notary made amistake in carrying out his authority and in making the Deed.The problem in thisresearch is regarding the MKN-Regional decision-making procedure in thejudicial process, the effectiveness of the MKN-Regional role in making decisionsin the judicial process against the Notary and Deed he made, what are thesupporting and inhibiting factors in the implementation of the MKN-Regional roleto the notary public and the deed made in the judicial process.

    This type of research is normative research or literature research. The problemapproach used is juridical normative. The data used are primary data andsecondary data with primary legal material. Data collection by field study andliterature. Data processing is done by means of data selection, data clarification,systematic and logical data preparation.

    The results of the research showed that the decision-making procedure by theMKN-Region for summoning Notaries to the trial was found to be very helpful inthe process of proceeding more effectively and comprehensively. Judging from the3 concepts of organizational effectiveness, the MKN-Regional shows overall thatthe MKN-Region has an effective role in the judicial process. There aresupporting factors, namely the existence of three elements in the MKN-Regionmembership which makes the MKN-Region in making decisions verycomprehensive and responsible. There are inhibitor factors, namely the existenceof legal apparatus who still do not know about the function and the existence ofMKN-Region.

    Keywords: The Role of Regional Notary Honorary Council, Judicial Process,Notary.

  • EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN

    AKTA YANG DIBUATNYA

    Oleh

    Sarah Nabila

    Skripsi

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA HUKUM

    Pada

    Bagian Hukum KeperdataanFakultas Hukum Universitas Lampung

    FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG2020

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama Sarah Nabila, dilahirkan pada tanggal 01

    Desember 1997 di Bandar

    Lampung. Penulis merupakan anak

    kedua dari lima bersaudara dari

    pasangan Zul April, S.H. dan

    Yulianti, S.E.

    Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Kartika II-27 yang

    diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 yang diselesaikan pada

    tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pelita Bangsa yang diselesaikan pada

    tahun 2013 dan menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelita

    Bangsa Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada tahun 2016. Penulis terdaftar

    sebagai mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) melalui jalur

    Mandiri pada tahun 2016. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada akhir

    semester 5 (lima) selama 40 (empat puluh) hari di Desa Tanjung Beringin II, Kecamatan

    Tanjung Raja, Kabupaten Lampung Utara. Selama menjadi mahasiswa, penulis ikut dan

    aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unila, HIMA Perdata FH Unila, UKM-F

    Mahkamah FH Unila. Penulis pernah menjadi Wakil Kepala Dinas Pemuda dan

    Olahraga pada Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unila.

  • MOTO

    “Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

    (QS. Al-Insyirah : 5)

    “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar

    kesanggupannya”

    (Q.S. Al-Baqarah:286)

    “The key to success is to start before you are ready”

  • PERSEMBAHAN

    Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hatisaya persembahkan skripsi ini kepada:

    Mama dan Papa ku tercinta, yang selalu membimbing, menyayangi, menyemangati,serta memberikan dukungan dan doa kepadaku,

    “Ma, Pa, terima kasih selama ini telah memberikanku segalanya, cinta kalian, kasihsayang kalian, dan doa-doa kalian untukku, semua ini ku persembahkan untuk kalian,

    aku menyayangi kalian”

  • SANWACANA

    Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat

    Allah SWT. Tanpa izin-Nya, saya tidak akan mampu menyelesaikan skripsi yang

    berjudul “Efektivitas Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW)

    Dalam Proses Peradilan Terhadap Notaris Dan Akta Yang Dibuatnya”

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

    Hukum Universitas Lampung.

    Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari

    berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan

    terimakasih kepada

    1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

    Universitas Lampung;2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan

    Fakultas Hukum Universitas Lampung;3. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

    meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan,

    motivasi dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;4. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

    meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan,

    motivasi dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;

  • 5. Ibu Rohaini, S.H., M.H., Ph.D, selaku Dosen Pembahas I yang telah

    memberikan kritik yang membangun, saran dan pengarahan selama proses

    penulisan skripsi ini;6. Ibu Dwi Rimadona, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah

    memberikan kritik yang membangun, saran dan pengarahan selama proses

    penulisan skripsi ini;7. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

    telah memberikan bimbingan dan arahan selama saya menempuh pendidikan

    di Fakultas Hukum Universitas Lampung;8. Seluruh dosen dan karyawan yang bertugas di Fakultas Hukum Universitas

    Lampung, yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengalaman yang

    sangat berharga bagi saya untuk terus melangkah maju;9. Kedua Orang tua tercinta Bapak Zul April dan Ibu Yulianti yang selama ini

    selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan kepadaku;10. Kakakku tersayang Juan Kusuma, S.E., Adik-adikku tersayang Farrel

    Adhyaksa, Viola Pramesari dan Zhafira Azzalea yang selalu memberikan

    dukungan dan doa kepadaku;11. Zul April, S.H., selaku Ketua Pengwil INI Provinsi Lampung dan Anggota

    MKN-Wilayah Provinsi Lampung yang telah memberikan waktu dan ilmu

    nya yang sangat berharga bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir:12. Heri Setyawan, S.I.K., M.H., Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah

    Lampung dan Anggota MKN-Wilayah Provinsi Lampung yang telah

    memberikan waktu dan ilmu nya yang sangat berharga bagi saya untuk

    menyelesaikan tugas akhir:13. Fatmawati, S.H.,M.H., Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor

    Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Lampung dan Anggota MKN-

    Wilayah Provinsi Lampung yang telah memberikan waktu dan ilmu nya yang

    sangat berharga bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir:

  • 14. Terima kasih kepada sahabat-sahabat Marcel, Safiya, Moza, Fahri, Zafir, Eki,

    Epan, Adipati, Rafik, Ridho, Rifqi, Roni, Yuka, Dilla, Dandi, Cia, Chintya,

    Tria, Rinda, Vionna, Agil, Junia, Agis, Alvika, Tasya, Azizah, Inti, Seli,

    Tarigan, Reza, Farrel, Andrian, Firdaus, Niya, Jibon dan teman-teman yang

    tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah menemani, memberikan

    dukungan, kasih sayang dan semangat;15. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 2016 khususnya bagian Hukum

    Keperdataan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih

    dukungan dan kebersamaannya selama ini;16. Terima kasih kepada teman-teman, pengurus dan adik-adik BEM FH Unila,

    HIMA Perdata, UKM-F Mahkamah FH Unila;

    17. Teman-teman KKN Desa Tanjung Beringin dan Seluruh Desa di Kecamatan

    Tanjung Raja Kabupaten Lampung Utara Periode I tahun 2019, terimakasih

    untuk setiap dukungan dan doa yang kalian berikan.

    Semoga Allah SWT menerima dan membalas semua kebaikan saudara-saudara

    sekalian dan mengumpulkan kita bersama di dalam surga-Nya serta memberikan

    karunia Syahadah (Syahid) pada jalan-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga

    skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Aamiin.

    Bandar Lampung, 26 Februari 2020

  • Penulis, Sarah Nabila

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK .........................................................................................................iABSTRACT.........................................................................................................iiHALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................iiiHALAMAN PENGESAHAN............................................................................ivLEMBAR PERNYATAAN................................................................................vRIWAYAT HIDUP.............................................................................................viMOTO ................................................................................................................viiHALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................viiiSANWACANA....................................................................................................ixDAFTAR ISI.......................................................................................................xii

    I. PENDAHULUAN..........................................................................................1A. Latar Belakang .......................................................................................1B. Rumusan Masalah..................................................................................6C. Ruang Lingkup ......................................................................................6D. Tujuan Penelitian....................................................................................7E. Kegunaan penelitian ..............................................................................7

    D. Tinjauan Umum tentang Akta Notaris atau Akta Otentik.......................36E. Tinjauan Umum tentang Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.............40

    a. Pengertian MKN-Wilayah................................................................40b. Struktur Organisasi...........................................................................44

    F. Kerangka Pikir.........................................................................................45

    II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9A. Tinjauan Umum tentang Efektivitas........................................................9B. Tinjauan Umum tentang Peran................................................................22C. Tinjauan Umum tentang Notaris.............................................................27

    a. Pengertian Notaris............................................................................28b. Wewenang dan Pengawasan Notaris................................................32

    III. METODE PENELITIAN..........................................................................46

    A. Jenis Penelitian........................................................................................47

    B. Tipe Penelitian.........................................................................................48

  • C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Peran MKN-Wilayah Terhadap Notaris dan Akta yang Dibuatnya Dalam ProsesPeradilan

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    C. Pendekatan Masalah................................................................................48

    D. Lokasi Penelitian.....................................................................................48

    E. Data dan Sumber Data.............................................................................48

    F. Metode Pengumpulan Data.....................................................................50

    G. Metode Pengolahan Data........................................................................51

    H. Analisis Data...........................................................................................52

    IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................53A. Prosedur Pengambilan Keputusan MKN-Wilayah terhadap Proses

    Peradilan.................................................................................................................53

    B. Efektivitas Peran MKN-Wilayah Dalam Mengambil KeputusanTerhadap Proses Peradilan yang Berkaitan dengan Tugas dan JabatanNotaris...................................................................................................................64

    ...........................................................................................77

    V. PENUTUP...................................................................................................81 A. Kesimpulan................................................................................................81 B. Saran..........................................................................................................82

  • 1

    I.PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pasal 1 Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

    Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan

    bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

    autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-

    undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.

    Notaris merupakan jabatan kepercayaan dalam rangka menjalankan profesi dalam

    pelayanan hukum dan masyarakat. Notaris merupakan salah satu profesi

    terhormat, luhur dan mulia. Jabatan notaris sebagai seorang pejabat umum

    merupakan tempat bagi seseorang untuk memperoleh nasehat yang bisa

    diandalkan segala sesuatu yang tertulis serta ditetapkan (Konstantir) adalah benar.

    Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum, peranan

    dan kewenangan notaris sangat penting bagi pembangunan hukum di masyarakat,

    sehingga perlu mendapat perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian

    hukum.1

    Salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta autentik, yang dimaksud

    dengan akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    (KUHPerdata) adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

    1 Helena, Leny dan Freky Haris, Notaris Indonesia, Jakarta, PT. Lintas Cetak Djaja, 2017, hlm 4.

  • 2

    undang–undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di

    tempat akta itu dibuat.

    Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan kewajiban dan kewenangannya

    memperoleh perlindungan hukum dari Pasal 66 ayat (1) UUJN No. 30 Tahun

    2004, dimana pengambilan dokumen-dokumen yang berada dalam penyimpanan

    notaris tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang oleh penyidik, penuntut

    umum maupun hakim dalam suatu proses pemeriksaan untuk kepentingan hukum.

    Disamping itu pemanggilan notaris untuk diperiksa atau dihadirkan sebagai saksi

    juga tidak dapat dilakukan secara langsung oleh penyidik, penuntut umum atau

    hakim dalam suatu proses pemeriksaan baik ditingkat penyelidikan, penyidikan

    oleh kepolisian, maupun ditingkat penuntutan dan pemeriksaan perkara di

    pengadilan.

    Sebelum dikeluarkannya Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-

    X/2012 notaris pada saat menjadi saksi, terdakwa atau tergugat dalam suatu kasus,

    maka penyidik, penuntut umum atau hakim yang akan melakukan pemanggilan

    harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah

    (MPD). Kewenangan MPD berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UUJN disebutkan:

    Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim

    dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:

    a. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada

    minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan

  • 3

    b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

    akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan

    notaris.

    Pasal 66 UUJN No. 30 Tahun 2004 lebih jauh memberikan perlindungan hukum

    terhadap notaris dengan menyebutkan bahwa: pengambilan fotokopi minuta akta

    atau surat-surat atau sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 66 ayat (1A) UUJN

    dibuat berita acara penyerahan.

    Ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN No.30 Tahun 2004 telah dibatalkan oleh

    Mahkamah Konstitusi karena dianggap bertentangan dengan persamaan

    kedudukan dalam hukum dan perlindungan serta kepastian hukum sebagaimana

    dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar

    Tahun 1945 melalui keputusannya No. 49/PUU-X/2012 diatas. MPD dianggap

    menghalangi proses penyidikan terhadap notaris, oleh karena itu Mahkamah

    Konstitusi menghapus MPD demi kepentingan proses penyidikan. Tetapi

    keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan menimbulkan banyak masalah

    bagi notaris karena pengawasan sangat penting untuk menghindari ancaman

    pidana dan ancaman hukuman lainnya bagi notaris dalam melaksanakan tugas dan

    fungsinya yang menimbulkan banyak notaris sangat khawatir dengan resiko

    pekerjaan, tugas dan jabatannya.

    Sesuai dengan Pasal 66A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

    Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,

    menyatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM membentuk Majelis Kehormatan

  • 4

    Notaris untuk kepentingan proses peradilan, penyidikan, penuntutan umum atau

    hakim dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang

    dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris

    dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan

    Akta atau Protokol Notaris.

    Pasal 15 ayat (1) UUJN perubahan disebutkan bahwa notaris wajib merahasiakan

    isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya, hal

    ini sejalan dengan sumpah jabatan yang diucapkan sebelum notaris melaksanakan

    jabatannya. Pasal 4 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa notaris tidak bisa secara

    bebas mengungkapkan atau membeberkan rahasia jabatannya kepada siapapun

    kecuali terdapat peraturan perundang-undangan lain yang memperbolehkannya

    untuk membuka rahasia jabatannya.

    Pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7

    Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, maka terbentuklah Majelis

    Kehormatan Notaris yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan

    untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan

    atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas

    pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam

    pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada

    dalam penyimpanan Notaris. Sekarang didalam ketentuan MKN-Wilayah ada

    batasan waktu apabila dalam 30 hari kerja tidak menjawab dalam mengambil

    keputusan, maka dianggap MKN-Wilayah telah menyetujuinya. Ini dibuat karena

    yang terdahulu MPD pernah dianggap menghalangi proses penyidikan, maka itu

  • 5

    dalam MKN-Wilayah ada batasan waktu untuk menghindari anggapan dapat

    menghalangi proses penyidikan.

    Pada tanggal 24 Februari 2016 bertempat di Hotel Royal Panghegar Bandung,

    sesuai dengan Pasal 66A ayat (2) UUJN, Menteri Hukum dan HAM telah

    melantik dan megambil sumpah anggota MKN-Pusat berjumlah 7(tujuh) orang,

    yang terdiri atas unsur:

    a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;

    b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan

    c. Ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.

    Maka terbentuklah MKN-Pusat yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan

    terhadap MKN-Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya.2

    Sesuai Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor

    7 Tahun 2016 Tentang MKN (Permenkumham No. 7/2016), bahwa MKN-

    Wilayah yang berkedudukan di ibukota Provinsi perlu dibentuk, dilantik dan

    diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3) Permenkumham No. 7/2016.

    Pada tanggal 21 September 2016 bertempat di Surabaya, telah dilantik dan

    diambil sumpah MKN-Wilayah seluruh Indonesia termasuk juga MKN-Wilayah

    provinsi Lampung yang terdiri dari 7(tujuh) orang yaitu 3(tiga) orang dari unsur

    notaris, 2(dua)orang dari unsur pemerintahan dan 2(dua) orang dari unsur ahli dan

    2 Muhammad Hafid dan Habib Adjie, Memahami: Majelis Kehormatan Notaris, Sinergi Offset, Semarang, 2016, hlm 6.

  • 6

    akademisi, maka sejak saat itulah MKN-Wilayah provinsi Lampung mulai dapat

    melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai Permenkumham No. 7/2016.

    Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai MKN-

    Wilayah dalam mengambil keputusan, prosedur yang dilakukann dalam

    pengambilan keputusan sampai faktor pendukung dan penghambat MKN-Wilayah

    dalam proses peradilan terhadap notaris dan akta yang dibuatnya.

    Penelitian ini kemudian akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:

    “Efektivitas Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah(MKNW) dalam

    Proses Peradilan terhadap Notaris dan Akta yang Dibuatnya”

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah dirumuskan masalah yang menjadi fokus penelitian,

    sebagai berikut:

    a. Bagaimana prosedur pengambilan keputusan MKN-Wilayah Provinsi

    Lampung terhadap proses peradilan?

    b. Bagaimana efektivitas peran MKN-Wilayah Provinsi Lampung dalam

    mengambil keputusan terhadap proses peradilan yang berkaitan dengan tugas

    dan jabatan notaris?

    c. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan

    peran MKN-Wilayah Provinsi Lampung terhadap notaris dan akta yang

    dibuatnya dalam proses peradilan?

  • 7

    C. Ruang Lingkup

    Dari permasalahan penelitian maka ruang lingkup penelitian ini, sebagai berikut :

    Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari lingkup bidang ilmu, lingkup kajian, dan

    lingkup hasil survey pada persidangan. Lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini

    adalah hukum keperdataan, khususnya hukum Etika Profesi. Lingkup kajian

    penelitian ini adalah menyangkut tentang tanggung jawab MKN-Wilayah dalam

    proses peradilan kepada Notaris dan Akta yang dibuat oleh Notaris. Sedangkan

    lingkup hasil survey pada persidangan akan diteliti secara langsung dengan MKN-

    Wilayah.

    D. Tujuan Penelitian

    Setiap kegiatan penelitian yang dilaksanakan, pada dasarnya memiliki tujuan dan

    kegunaan sesuai dengan topik permasalahan penelitian yang dimaksud. Adapun

    tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Mengkaji dan menganalisis mengenai prosedur pengambilan keputusan MKN-

    Wilayah terhadap proses peradilan.b. Mengkaji dan menganalisis mengenai efektivitas peran MKN-Wilayah dalam

    mengambil keputusan dalam proses peradilan yang berkaitan dengan tugas

    dan jabatan notaris.c. Mengkaji dan menganalisis mengenai faktor pendukung dan penghambat

    dalam pelaksanaan peran MKN-Wilayah terhadap notaris dan akta yang

    dibuatnya dalam proses peradilan.

    E. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Kegunaan Teoritis

  • 8

    Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

    pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum

    perdata. Melalui penelitian ini maka diharapkan dapat membuka cakrawala dan

    pengetahuan mengenai penerapan hukum secara nyata (law in action) sehingga

    untuk masa yang akan datang tercipta situasi hukum yang lebih kondusif.

    2. Kegunaan Praktis

    Secara praktis, penulisan penelitian ini diharapkan:

    1. Mengembangkan pola piker dan pemahaman serta mengetahui kemampuan

    penulis menerapkan ilmu yang diperoleh.

    2. Memberikan informasi kepada pemba mengenai peran MKN-Wilayah dalam

    proses peradilan terhadap notaris dan akta yang dibuatnya.

    3.Dapat memberikan masukan kepada MKN-Wilayah Provinsi Lampung dalam

    menjalankan kewenangannya.

  • 9

    II.TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Umum tentang Efektivitas

    Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau

    sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer

    mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau

    menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah

    sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai

    berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturani.3

    Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk

    memantau.4 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini

    adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari

    kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu

    perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi

    hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.

    Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian

    tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan

    yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki

    3 Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm 284.4 Ibid.

  • 10

    fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi

    seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang

    serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum

    juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang

    maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat

    berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang

    tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi

    hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

    Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita

    pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh

    sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan

    bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian,

    sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat

    mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau

    tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.5 Sebagaimana yang

    telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam- macam,

    di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.

    Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara efektivitas antara

    lain6:

    a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari

    orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.

    b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami

    5 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Penerbit Kencana, 2009, hlm 375.

    6 Ibid, hlm 376.

  • 11

    oleh target diberlakukannya aturan hukum.

    c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

    d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya

    aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab

    hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan

    ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).

    e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat

    aturan hukum yang dilanggar tersebut.

    f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus

    proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

    g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi

    pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

    memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,

    memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya

    memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,

    penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).

    h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif

    akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan

    nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target

    diberlakukannya aturan tersebut.

    i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga

    tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum

    untuk menegakkan aturan hukum tersebut.

    j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan

  • 12

    adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.

    Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang berpendapat

    bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap hukum pada umumnya,

    melainkan kataatan terhadap aturan hukum tertentu saja. Achmad Ali sendiri

    berpendapat bahwa kajian tetap dapat dilakukan terhadap keduanya :7

    a. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa

    yang mempengaruhinya;

    b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-faktor

    apa yang mempengaruhinya.

    Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat

    dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak

    tergantung pada beberapa faktor, antara lain :8

    a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.

    b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.

    c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam

    masyarakatnya.

    d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh

    dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang

    diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang

    sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan

    masyarakat.

    Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak

    mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan

    7 Ibid, hlm 376.8 Ibid, hlm 378.

  • 13

    optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum,

    baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun

    dalam penegakan perundang-undangan tersebut.9

    Menurut Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam

    penegakan hukum pada lima hal yakni :10

    1. Faktor Hukum

    Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik

    penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara

    kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud

    nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim

    memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada

    kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan

    mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum

    tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.11

    2. Faktor Penegakan Hukum

    Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum

    memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas

    kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan

    masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum,

    artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak

    hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan

    karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau

    9 Ibid, hlm 379.10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,

    Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 5.11 Ibid, hlm 8

  • 14

    perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum.

    Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum

    tersebut.12

    3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

    Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat

    keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat

    bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat

    komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai

    peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana

    atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan

    peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.13

    4. Faktor Masyarakat

    Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

    kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit

    banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf

    kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.

    Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah

    satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

    5. Faktor Kebudayaan

    Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang

    berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi- konsepsi yang abstrak

    amengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap

    buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau

    12 Ibid, hlm 21.13 Ibid, hlm 37.

  • 15

    mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis

    (perundang- undangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat

    yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-

    undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari

    hukum adat, agar hukum perundang- undangan tersebut dapat berlaku secara

    aktif.14

    Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok

    dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan

    hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya

    sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-

    undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh

    penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh

    masyarakat luas15.

    Efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,pengaruhnya),

    dapat membawa hasil, berhasil guna (tindakan) serta dapat pula berarti mulai

    berlaku (tentang undang-undang/peraturan).16 Menurut Gibson et. Al. pengertian

    efektivitas adalah : Penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu,

    kelompok, dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang

    diharapkan (standar), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka.17

    Dari pengertian tersebut di atas dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian

    maka dapat diidentifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu:

    14 Bambang Waluyo, Penegakkan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm 78.15Ibid, hlm 53. 16 Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm 250.17 Gibson Et Al, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Terjemahan), Edisi Delapan,

    Jakarta, Binarupa Aksara, 1996, hlm 30.

  • 16

    (1) individu,

    (2) kelompok,

    (3) organisasi.

    Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan tanggung jawab

    manajerial yaitu bahwa para manajer bertanggung jawab atas efektivitas individu,

    kelompok dan organisasi.

    Pencapaian hasil (efektivitas) yang dilakukan oleh suatu organisasi menurut

    Jones 18 terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau masukan,

    perubahan dan hasil. Input meliputi semua sumber daya yang dimiliki, informasi

    dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal.

    1. Dalam tahap input, tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat

    menentukan kemampuan yang dimiliki. 2. Tahap conversion ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk

    memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, manajemen dan penggunaan

    teknologi agar dapat menghasilkan nilai. Dalam tahap ini, tingkat keahlian

    SDM dan daya tanggap organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat

    menentukan tingkat produktifitasnya.3. Sedangkan dalam tahap output, pelayanan yang diberikan merupakan hasil

    dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM. Organisasi yang dapat

    memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dapat

    meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan pelayanan dengan

    memuaskan kebutuhan pelanggan.

    18 Charles Jones, Riset Dalam Efektivitas Organisasi (Terjemahan: Sahat Simamora), Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1994.

  • 17

    Keunggulan kompetitif suatu organisasi menurut Jones19, sangat tergantung dari

    tingkat kompleksitas yang dimilikinya, yakni sejauh mana kemampuannya untuk

    mencapai hasil atau value creation. Kemampuan tersebut meliputi manufacturing

    (pada perusahaan). Kemampuan penelitian dan pengembangan serta perancangan

    organisasi (organizational design).

    Apabila kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan

    dikembangkan secara gradual, maka organisasi itu dapat mengungguli saingan-

    saingannya dan memberikan pelayanan yang lebih baik. Keahlian yang dimiliki

    oleh SDM, penggunaan teknologi yang semakin canggih serta kemampuan

    manajemen yang sangat profesional akan menentukan tingkat efektivitas

    organisasi. Berdasarkan pendapat Steers20, batu uji yang sebenarnya untuk

    organisasi yang baik adalah kemampuan mengorganisasi dan memanfaatkan

    sumber daya yang tersedia dalam tugas untuk mencapai dan memelihara suatu

    tingkat operasi yang efektif. Kata kunci pengertian ini adalah pada kata efektif

    karena pada akhirnya keberhasilan kepemimpinan dan organisasi diukur dengan

    konsep efektivitas itu.

    Menurut Jones 21, pemahaman para manajer mengenai efektivitas organisasi

    sangat mempengaruhi kemampuannya guna memanfaatkan sumber daya yang

    dimiliki untuk mencapai hasil (value creation). Semakin produktif dan efisien

    suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya maka

    semakin tinggi value creation yang dicapainya. Jones juga mengemukakan bahwa

    19 Ibid.20 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi : Kaidah Perilaku ( Terjemahan:

    Magdalena Jamin), Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga, 1997, hlm 1.21 Charles Jones, Riset Dalam Efektivitas Organisasi (Terjemahan: Sahat Simamora),

    Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1994. Op. cit.

  • 18

    control (pengendalian), innovation (penemuan) dan efficiency merupakan 3

    penekanan dalam top organization yang akan menentukan efektivitas organisasi.

    1. Pertama, Control atau pengendalian merupakan kemampuan suatu organisasi

    untuk mengendalikan lingkungan eksternal sekaligus untuk menarik sumber

    daya dan pelanggannya. Lingkungan eksternal merupakan suatu hal yang

    dinamis, yakni selalu mengalami perubahan dimana organisasi harus

    menanggapi dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan

    tersebut.Kemampuan suatu organisasi untuk memanfaatkan lingkungannya

    dengan menggunakan dan melindungi sumber dayanya secara optimal

    menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan lingkungan eksternalnya. 2. Kedua, Innovation merupakan pengembangan dan peningkatan keahlian suatu

    organisasi untuk menemukan cara-cara dan hasil baru dalam proses pelayanan.

    Innovation juga berarti penerimaan atau pembentukan nilai-nilai baru yang

    lebih konstruktif agar suatu organisasi dapat meningkatkan kemampuannya

    untuk menanggapi, menyesuaikan diri dan meningkatkn mekanisme

    kerjanya.223. Ketiga, Efficiency merupakan rasio antara output dan input, yakni penerapan

    cara-cara baru untuk meningkatkan produktifitas. Kemampuan teknis dari

    suatu organisasi, yakni tingkat produktivitas dan efisiensi (rasio output dan

    input) dari sumber daya yang dimiliki. Baik mutu SDM, teknologi yang

    dimilikinya dan manajemen akan menentukan output yang dihasilkannya.23

    Berdasarkan pendapat Steers 24, organisasi merupakan suatu kesatuan yang

    kompleks yang berusaha untuk mengalokasikan sumber dayanya secara rasional

    22 Ibid.23 Ibid.24 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi : Kaidah Perilaku ( Terjemahan:

    Magdalena Jamin), Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga, 1997. Op. cit., hlm 4.

  • 19

    demi tercapainya tujuan. Dalam meneliti efektivitas suatu organisasi sumber daya

    manusia dan perilaku manusia muncul sebagai pusat perhatian dan usaha-usaha

    untuk meningkatkan efektivitas harus selalu dimulai dengan meneliti perilaku di

    tempat kerja.

    Pengertian efektivitas organisasi menurut Steers dapat dijelaskan dengan

    memahami 3 konsep yang saling berhubungan, yaitu optimisasi tujuan,

    sistematika dan tekanan pada segi perilaku manusia dalam susunan organisasi.

    1. Optimisasi tujuan, keberhasilan yang tercapai oleh suatu organisasi tergantung

    dari kemampuannya untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber dayanya

    yang langka dan berharga secara sepandai mungkin dalam usahanya mengejar

    tujuan operasi dan kegiatannya. Dalam hal ini, organisasi harus mengatasi

    hambatan-hambatan yang dapat menghalangi tercapainya tujuan dan mencari

    alternatif terbaik guna mencapai tujuan organisasi secara optimal.

    2. Perspektif sistem, organisasi terdiri dari berbagai unsur yang saling

    mendukung dan saling melengkapi. Unsur-unsur tersebut sangat berpengaruh

    terhadap proses pencapaian tujuan suatu organisasi.

    3. Perilaku manusia, tingkah laku individu dan kelompok, menentukan

    kelancaran tercapainya tujuan suatu organisasi.

    Pencapaian efektivitas organisasi meliputi 3 perspektif yang saling berhubungan

    antara unsur-unsur utama dari sistem organisasi dan bagaimana unsur-unsur

    tersebut saling mempengaruhi untuk mempermudah atau menghambat pencapaian

    tujuan organisasi. Konsep efektivitas yang dikemukakan para ahli organisasi dan

  • 20

    manajemen memiliki makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan yang

    dipergunakan.

    Pendapat Emitai Etzioni25 mengemukakan pendekatan pengukuran efektivitas

    organisasi yang disebutnya System Model, mencakup empat kriteria, yaitu

    adaptasi, integrasi, motivasi, dan produksi.

    1. Kriteria adaptasi dipersoalkan kemampuan suatu organisasi untuk

    menyusuaikan diri dengan lingkungannya. 2. Kriteria integrasi, yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu

    organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan

    komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya.3. Motivasi anggota, dalam kriteria ini dilakukan pengukuran mengenai

    keterikatan dan hubungan antara pelaku organisasi dengan organisasinya dan

    kelengkapan sarana bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. 4. Kriteria produksi, yaitu usaha pengukuran efektivitas organisasi dihubungkan

    dengan jumlah dan mutu keluaran organisasi serta intensitas kegiatan suatu

    organisasi.

    Pendapat lain juga penting untuk diperhatikan ialah teori yang menghubungkan

    pengertian efektivitas organisasi dengan tingkat kepuasan para anggotanya.

    Menurut pandangan teori ini, sesuatu organisasi dikatakan efektif bila para

    anggotanya merasa puas. Pandangan ini merupakan kelanjutan pandangan

    penganut paham hubungan antar manusia, yang menempatkan kepuasan anggota

    sebagai inti persoalan organisasi dan manajemen.

    25 Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasii Modern (Terjemahan: Suryatim), Jakarta, Pustaka Bradjaguna ( Atas Kerja Sama Dengan Universitas Indonesia), 2000, hlm 227

  • 21

    Menurut pendapat Johny setyawan26 efektivitas (hasil guna) dapat dipahami

    sebagai derajat keberhasilan suatu organisasi (sampai seberapa jauh suatu

    organisasi dapat dinyatakan berhasil) dalam usahanya untuk mencapai apa yang

    menjadi tujuan organisasi tersebut.

    Definisi ini menyatakan bahwa efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa

    jauh suatu sistem sosial mencapai tujuannya. Efektivitas harus dibedakan dengan

    pengertian efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan

    antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan

    pencapaian suatu tujuan. Dari berbagai pendapat diatas ternyata semuanya hanya

    menunjukkan pada pencapaian organisasi, sedangkan bagaimana cara

    membahasnya tidak dibahas. Terdapat beberapa yang mengarah pada bagaimana

    mencapai tingkat efektivitas, salah satunya adalah pendapat Argyris 27 Efektivitas

    organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian

    tujuan, kemampuan pemecahan dan pemanfaatan tenaga manusia.

    Sedangkan Georgepoulos dan Tannenbaum 28 berpendapat lebih lanjut bahwa

    efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang

    merupakan sistem sosial, dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang

    tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dengan menghindari

    ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya. Kriteria penting yang

    digunakan untuk menilai efektivitas organisasi adalah performance “performance

    is primary criterian for judging organization”.

    26 Johny Setyawan, Efektivitas Organisasi, Yogyakarta, BPFE, 1998.27 Argyris, Efektivitas Organisasi, Jakarta, Sinar Grafika, 1999, hlm 312.28 Georgepoulos dan Tannenbaum, Efektivitas Dalam Organisasi, Jakarta, Erlangga,

    2000, hlm 82.

  • 22

    Pandangan lainnya sebagai hasil penelitian, dikemukakan oleh Georgepoulus dan

    Tannenbaum yang dikutip oleh Adam I.Indrawijaya 29dikatakan bahwa, Suatu

    pendekatan yang dapat lebih dipertanggung jawabkan, sebagaimana yang diajukan

    oleh para peneliti, adalah suatu cara pengukuran efektivitas yang mempergunakan

    beberapa unsur yang biasa terdapat dalam kehidupan organisasi yang berhasil.

    B. Tinjauan Umum Tentang Peran

    Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila

    seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

    maka dia menjalankan suatu peranan 30. Pentingnya peranan adalah karena ia

    mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada diri

    seseorangharus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan.

    Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis

    yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih

    banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi,

    seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu

    peranan. Atas dasar tersebut Soekanto menyimpulkan bahwa sesuatu peranan

    mencakup paling sedikit tiga aspek, yaitu:

    a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

    seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

    peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

    b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu dalam

    masyarakat sebagai organisasi.

    29 Adam I. Indrawijaya, Perilaku Organisasi, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2000.30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 2012.

  • 23

    c. Peranan jugan dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi

    struktur sosial masyarakat.

    Menurut Abdulsyani31 peranan adalah suatu perbuatan seseorang atau

    sekelompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan

    kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Pelaku peranan dikatakan

    berperan jika telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status

    sosialnya dengan masyarakat. Jika seseoarang mempunyai status tertentu dalam

    kehidupan masyarakat, maka selanjutnya akan ada kecenderungan akan timbul

    suatu harapan-harapan baru. Sedangkan, Abu Ahmadi32 menyebutkan bahwa

    peranan dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika

    menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Seseorang dapat

    memainkan fungsinya dengan menduduki jabatan tertentu.

    Pengertian ini dikembangkan oleh paham interaksionis, karena lebih

    memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peranan. Seseorang

    dikatakan menjalankan peranannya manakala ia menjalankan hak dan kewajiban

    yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap

    status sosial terkait dengan satu atau lebih peranan sosial.

    Merujuk dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa

    peranan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya meliputi status atau keberadaan

    seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan hak dan kewajibannya

    sesuai dengan kedudukannya atau posisinya dalam suatu kelompok. Jika ditinjau

    dari sudut organisasi atau kelembagaan maka dapat disimpulkan bahwa peran

    31 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2007, hlm 94.

    32 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan: Membahas Gejala Pendidikan Dalam Konteks Struktur Sosial Masyarakat, Jakarta, Bina Ilmu, 1982 , hlm 256.

  • 24

    adalah suatu kegiatan yang didalamnya mencakup hak-hak dan kewajiban yang

    dilaksanakan oleh sekelompok orang yang memiliki suatu posisi dalam suatu

    organisasi atau lembaga.

    2. Konsep dan Teori Peranan

    Peranan dinilai lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan

    kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.33 Dalam

    pembahasan tentang aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu

    dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan adanya beberapa

    pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:

    a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur

    masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

    b. Peranan tersebut dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap

    mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dan

    mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.

    c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak

    mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat,

    oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu

    banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.

    d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum

    tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.

    Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-

    peluang tersebut.

    33 J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta , Kencana Media Group, 2006, hlm 159.

  • 25

    Menurut teori peranan, peranan adalah sekumpulan tingkah laku yang

    dihubungkan dengan suatu posisi tertentu34. Menurut teori ini, peranan yang

    berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Tetapi apa yang

    membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam

    situasi lain relative independent (bebas) pada seseorang yang menjalankan

    peranan tersebut. Sarbin dan Allen 35juga menyebutkan bahwa analisis terhadap

    perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

    1. Ketentuan peranan, adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku

    yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya.

    2. Gambaran peranan, yaitu suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual

    ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya.

    3. Harapan peranan, adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang

    ditampilkan seseorang dalam menampilkan peranannya.

    Menurut Narwoko peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku,

    karena fungsi peran sendiri adalah:

    1. Memberi arahan pada proses sosialisasi;

    2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan;

    3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat; dan

    4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan

    kehidupan masyarakat.

    Sejalan dengan hal itu untuk melihat peranan dari Tim Terpadu, penulis

    34 Sarbin & Allen, Sosiologi Pengantar dan Terapan (Terjemahan: Sahat Simamora), Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1968.

    35 Ibid.

  • 26

    menggunakan teori yang dikemukakan oleh Hendropuspio dalam Narwoko36

    dikatakan bahwa peranan sosial dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1. Peranan yang diharapkan (expencted roles) Yaitu cara ideal dalam pelaksanaan

    peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang

    diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat

    ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Perana jenis ini antara

    lainperanan hakim, peranan protoler, diplomatik, dan sebagainya; dan

    2. Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya

    peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat

    disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.

    Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi

    kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat. Menurut

    penulis terkait permasalahan dalam konflik tanah Register Way Waya teori yang

    sesuai dan dirasa tepat untuk digunakan dalam pendekatan resolusi konflik

    adalah teori yang dikemukakan oleh Hendropuspio yaitu teori expected roles

    karena pelaksanaan peranan Tim Terpadu harus mendapatkan penilaian ideal dan

    menyeluruh dari pihak yang bertikai dalam hal ini yaitu masyarakat Pekon

    Madaraya dan Sumber Bandung. Masyarakat menjadi instrumen penilaian yang

    utama dalam konflik ini sebab tugas pokok dan fungsi dari Tim Terpadu tersebut

    memang ditujukan untuk pemecahan masalah dan masyarakat adalah informan

    yang paling memahami akar permasalahan secara lebih mendalam, dengan

    demikian penilaian dari masyarakat merupakan sebuah peranan yang tidak dapat

    ditawar dan harus dilaksanakan oleh Tim Terpadu.

    36 J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta , Kencana Media Group, 2006, Op.Cit.,hlm 160.

  • 27

    Sedangkan teori yang juga serupa dan memungkinkan untuk digunakan dalam

    penelitian ini adalah actual roles, yang lebih menekankan bagaimana peranan itu

    dijalankan dalam tataran pelaksanaan yang lebih fleksibel dan dapat disesuaikan

    dengan situasi dan kondisi pada lokasi penelitian. Namun, penulis merasa bahwa

    teori actual roles justru berdampak pada lambatnya penyelesaian konflik

    dikarenakan pendekatan dalam teori ini lebih mengedepankan fleksibilitas dari

    penanganan konflik ini, sedangkan konflik horizontal yang terjadi sudah

    tergolong urgent untuk segera diselesaikan mengingat kondisi di lapangan sudah

    terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan, yang tidak menutup kemungkinan

    untuk terjadinya konflik yang lebih serius seperti anarkisme pihak yang

    berkonflik.

    Pendekatan dalam teori actual roles seperti yang telah dikemukakan juga belum

    tentu dapat mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang berkonflik karena teori

    ini melihat kekurangan yang muncul dalam pelaksanaan resolusi konflik dapat

    dianggap wajar oleh masyarakat, hal ini jelas tidak sesuai dengan fakta di

    lapangan yang penulis ketahui setelah pra riset dari penelitian ini.

    C. Tinjauan Umum Tentang Notaris

    Lembaga notariat eksis disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan kepastian

    hukum, hal ini dimulai sejak abad ke 11 dan 12 didaerah pusat perdagangan

    Italia Utara yang merupakan tempat asal dari lembaga notariat yang dinamakan

    Latijnse Notariaat, yang karakteristiknya terlihat dari dalam diri notaris yang

    diangkat oleh penguasa untuk kepentingan masyarakat banyak dan menerima

    uang jasa dari masyarakat yang kepentingannya dituangkan dalam suatu akta.

  • 28

    Perkembangan lembaga Notariat meluas dari Italia Utara ke Perancis, dinegara

    mana lembaga ini sepanjang masa dikenal sebagai suatu pengabdi kepada

    masyarakat umum, yang kebutuhan dan kegunaannya senantiasa mendapat

    pengakuan, telah memperoleh puncak perkembangannya. Dari Perancis ini

    pulalah, pada permualaan abad ke-19 lembaga notariat telah meluas kenegara-

    negara sekelilingnya dan bahkan kenegara-negara lain.37

    Nama “Notariat” sebenarnya telah dikenal jauh sebelum diadakannya lembaga

    notariat. Notariat itu sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama

    Notarius. Akan tetapi, apa yang dimaksudkan dengan nama Notarius dahulu

    tidaklah sama dengan notaris yang dikenal sekarang ini. Notarius ialah nama

    yang pada zaman Romawi diberikan kepada orang-orang yang menjalankan

    pekerjaan menulis. Dalam buku hukum dan tulisan Romawi klasik telah berulang

    kali ditemukan nama atau title Notarius untuk menandakan suatu golongan

    orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu.38

    a. Pengertian Notaris

    Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 mengatakan:

    A notary public is a public officer, whoose function it is

    a. To administer oaths;

    b. To attest and certify by his hand and official seal certain classes of documents,

    in order to give them credit and authenticity in foreign jurisdictions;

    37 Lumban Tobing, Op.Cit., hlm 5.38 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia. Suatu Penjelasan, Jakarta,

    Raja Grafindo Persada, hlm 13.

  • 29

    c. To take acknowledgment of deeds and other conveyances and certify the

    same;

    d. To perform certain official acts, chiefly in commercial matters, such as

    protesting of notes and bills, the noting of foreign drafts and marine protests

    in cases of loss and damage.

    Halsbury’s Law of England, vol. 34, Butterworth 1980, mengatakan:

    A notary public is a duly appointed officer, whose public office it is among others

    matters:

    1. To draw, attest and certify under his official seal, deeds and other

    documents, including conveyances of real and personal property and powers

    of attorney;

    2. To note or certify transactions relating to negotiable instruments;

    3. To prepare wills and other testamentary documents;

    To draw up protests or other formal papers relating to occurrences on the

    voyages of ships and their navigation as well as the carriage of cargo in ships.39

    Dilihat dari pengertian diatas, hanya sebagian kecil dari tugas-tugas notaris yang

    dijabarkan. Namun, hal-hal tersebut telah menggambarkan pengertian dari

    notaris sendiri, yakni orang yang menyelanggarakan tugas-tugas

    keadministrasian, menjamin keotentikan dari suatu dokumen untuk dipergunakan

    sesuai dengan kepentingan dari pihak-pihak dan menyatakan keotentikan dari

    suatu dokumen serta membuat akta-akta seperti akta protes dan perjanjian bisnis.

    39 Tan Thong Kie, Studi Notariat (Beberapa Mata Pelajaran) dan Serba-Serbi PraktekNotaris, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hlm 232.

  • 30

    Baik dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan

    Jabatan Notaris) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

    Notaris ditegaskan pengertian dari Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang

    berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

    dimaksud dalam Undang-Undang ini. Notaris diangkat oleh pemerintah melalui

    Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengemban tanggung jawab

    untuk melayani masyarakat atas pembuatan akta dan memberikan nasehat-

    nasehat yang berkenaan dengan pembuatan akta atau hal-hal yang berkaitan

    dengan kenotariatan. Undang-Undang tentang Jabatan Notaris membatasi

    kewenangan notaris untuk tidak berhak membuat akta-akta yang telah

    diwenangkan kepada pejabat lain seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-

    Undang tersebut, seperti pembuatan akta kelahiran, akta perkawinan dan akta

    kematian merupakan wewenang pejabat kantor catatan sipil sedangkan

    pembuatan akta lelang dilaksanakan oleh pejabat lelang.

    Profesi notaris merupakan jabatan yang sangat mulia dan harus diemban dengan

    rasa tanggung jawab yang besar. Untuk mendukung penguatan moral seorang

    notaris, sebelum menjalankan profesi jabatannya tersebut, seorang notaris harus

    mengangkat sumpah sesuai dengan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan

    Kode Etik Profesi Notaris yang akan dipaparkan pada sub bab berikutnya.

    Didalam majalah Renvoi bulan September tahun 2005, Herlien Budiono

    mengemukakan bahwa notaris mempunyai dua kewenangan dalam pembuatan

    akta otentik, yaitu:

    1. Menjalankan tugas perundang-undangan;

  • 31

    2. Menjalankan tugas diluar tugas perundang-undangan.

    Menjalankan tugas perundang-undangan adalah tugas utama dari notaris yaitu

    pembuatan akta otentik (dan kewenangan lain sebagaimana diatur dalam Pasal

    15 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris); menjalankan tugas diluar

    perundang- undangan adalah kegiatan notaris lainnya selain pembuatan akta

    otentik, misalnya mengurus pendaftaran fidusia, pengurusan pengesahan sebagai

    badan hukum bagi perseroan terbatas pada instansi yang berwenang.40

    Komar andasasmita menyatakan bahwa selain tugas utama membuat akta

    otentik, sehari-harinya notaris melaksanakan tugas lainnya, yaitu:

    1. Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah

    hukum perdata;

    2. Mendaftarkan akta-akta/surat dibawah tangan (stukken), melakukan

    “waarmeking”;

    3. Melegalisir tanda tangan;

    4. Membuat dan mensahkan (waarmerken) salinan/turunan berbagai dokumen;

    5. Mengusahakan disahkannya badan-badan, seperti perseroan terbatas dan

    perkumpulan, agar memperoleh persetujuan/pengesahan sebagai badan

    hukum dari Menteri Kehakiman;

    6. Membuat keterangan hak waris (dibawah tangan), dan;

    7. Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan

    40 Herlien Budiono, “Pertanggungjawaban Notaris Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2004 (Dilema Notaris Diantara Negara, Masyarakat, dan Pasar)”, Renvoi (September2005), hlm 33.

  • 32

    perpajakan, seperti urusan bea materai dan sebagainya.41

    b. Wewenang dan Pengawasan Notaris

    a) Wewenang Notaris

    Dalam menjalankan tugas dan Jabatannya, notaris harus selalu tunduk dan patuh

    sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang terutama

    sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 1 Pasal 60 Reglement op Het

    Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) Pasal 15 ayat

    (1), (2) dan (3) yang berturut-turut berbunyi :“Para Notaris adalah pejabat-

    pejabat umum, khususnya berwenang untuk membuat akta-akta otentik

    mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan-ketetapan, yang untuk itu

    diperintahkan oleh suatu Undang-Undang umum atau yang dikehendaki oleh

    orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik,

    menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-

    grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semua itu sejauh pembuatan

    akta-akta tersebut oleh suatu Undang-Undang umum tidak juga ditugaskan atau

    diserahkan kepada pejabat- pejabat atau orang-orang lain.”

    “Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

    perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan

    dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

    akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

    memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan

    41 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Bandung, Alumni, hlm 7.

  • 33

    akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau

    orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”

    Notaris berwenang pula:

    a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah

    tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku

    khusus;c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang

    memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

    bersangkutan;d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. Membuat akta risalah lelang.

    “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris

    mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

    undangan.”

    Kewenangan lain yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) ini berupa pembuatan

    akta keterangan hak waris, dimana dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004

    tidak dengan tegas dinyatakan namun diatur dalam peraturan perundang-

    undangan.

    b) Pengawasan Notaris

    Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 89

    mengatur mengenai kode etik bagi para notaris berikut sanksi-sanksinya.

    Pengawasan terhadap notaris menurut UUJN dilaksanakan oleh tiga instansi

    yaitu:

  • 34

    a. Pemerintah sebanyak tiga (3) orang;

    b. Organisasi Notaris sebanyak tiga (3) orang;

    c. Akademisi sebanyak tiga (3) orang.

    yang dibentuk oleh Menteri Hukum Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

    Indonesia dalam tiga tingkatan, yaitu Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas

    Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Sebelum adanya Undang-undang Nomor

    30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berdasarkan Reglement op Het Notaris

    Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), pengawasan

    terhadap Notaris dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dimana wilayah hukum

    dari Notaris yang bersangkutan dengan dibantu oleh Penuntut Umum.

    Disamping Majelis Pengawas, pengawasan terhadap notaris juga dilaksanakan

    oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan

    bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI),

    yang terdiri dari Dewan Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah dan

    Dewan Kehormatan Daerah.

    Kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan

    Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar

    keputusan Kongress Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur

    dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang

    berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan

    semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk

  • 35

    didalamnya para pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris

    pengganti khusus.42

    Mengenai tata cara pengawasan dan pelaksanaan kode etik tersebut dilakukan

    dengan cara sebagai berikut:

    a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan

    Dewan kehormatan daerah;

    b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan

    Dewan kehormatan Wilayah;

    c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan

    Dewan kehormatan Pusat;43

    Adanya Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan

    pengawasan dan pelaksanaan kode etik notaris dimaksudkan untuk kepentingan

    para notaris itu sendiri yang mempunyai ikatan dengan pengawasan yang

    dilakukan Majelis Pengawas yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Mesti

    diperhatikan bahwa Dewan Kehormatan didalam menjalankan tugas dan

    wewenangnya selalu mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang telah ada, baik

    yang berkaitan dengan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun undang-

    undang jabatan notaris.

    Dalam Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28

    Januari 2005, menetapkan kode etik Ikatan Notaris Indonesia mengenai

    kewajiban.

    42 Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Hasil Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI)Bab I, tanggal 27 Januari 2005, Bandung, 2005.

    43 Ibid.

  • 36

    D. Tinjauan Umum Tentang Akta Notaris atau Akta Otentik

    Akta otentik diperlukan oleh subjek hukum sebagai alat bukti dan untuk

    melengkapi suatu perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh

    Undang- Undang. Pasal 1 angka (7) UUJN, akta notaris adalah akta otentik yang

    dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan

    dalam Undang- Undang. Dengan demikian, dapat dilihat unsur-unsur otentisitas

    suatu akta notaris tersebut, yaitu:

    a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang

    pejabat umum;

    b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-

    Undang;

    c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

    wewenang untuk membuat akta itu.

    d. Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata, dapat dikemukakan bahwa dua macam

    akta yang dikenal, yaitu :

    1. Akta Otentik

    Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh

    undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai- pegawai umum yang

    berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat.

    Pejabat pembuat akta yang dimaksud selain Notaris adalah panitera, jurusita,

    pegawai pencatat sipil, hakim dan lain-lain.

  • 37

    Menurut G.H.S. Lumban Tobing, apabila suatu akta hendak memperoleh

    stempel otentisitas, maka harus memenuhi persyaratan- persyaratan sesuai

    dengan Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu :44

    a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang

    pejabat umum;

    b. Akta itu harus dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang; dan

    c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu harus mempunyai

    wewenang untuk membuat akta itu.

    2. Akta di bawah tangan

    Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para

    pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para

    pihak yang berkepentingan. Akta di bawah tangan diatur dalam S. 1867 nomor

    29 untuk Jawa dan Madura, sedang untuk luar Jawa dan Madura diatur dalam

    Pasal 286 sampai dengan 305 Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten), diatur

    juga pada Pasal 1874 - 1880 KUHPerdata. Termasuk dalam surat di bawah

    tangan menurut S. 1867 Nomor 29 ialah surat-surat daftar (register), catatan

    rumah tangga, dan surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan pejabat.

    Menurut G.H.S. Lumban Tobing, perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta

    di bawah tangan adalah :

    a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari

    akta yang dibuat dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian.

    b. Grosse dan akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan

    eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan

    44 Tobing, Op.cit., hlm 48.

  • 38

    tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.

    c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar

    dibandingkan dengan akta otentik45.

    Beberapa pendapat para sarjana hukum atau pakar hukum mengenai arti atau

    definisi dari suatu akta.

    Prof. Subekti mengatakan bahwa:

    “Akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu

    halatau peristiwa, karenanya suatu akta harus selalu ditanda tangani.”46

    Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan Serba-Serbi

    Praktek Notaris menerjemahkan pengertian akta menurut Veegens Oppenheim-

    Polak yaitu:

    “Suatu tulisan yang diatnda tangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai

    bukti.”47

    Sedangkan A. Pitlo berpendapat bahwa :

    “Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai

    bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu

    dibuat.”48

    Sudikno Mertokusumo, berpendapat :

    45 Ibid, hlm 54.46 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2003, Cet. 31, hlm 178.47 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru

    Van Hoeve, 2000, Cet. 2, hlm, 154. Sebagaimana mengutip dari “Veegens dan Oppenheim. SchetsVan Het Nederlandsch Burgelijk Recht”, 1934, D1.III , hlm 459.

    48 Teguh Samudera. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung, Alumni,2004), hlm.37. sebagaimana mengutip dari Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan 1,Jakarta, Intermasa, 1978, Cet. 2, hlm 52.

  • 39

    “Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa

    yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula

    dengan sengaja untuk pembuktian.”49

    Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 memberikan beberapa pengertian yang

    tidak terpisahkan atau saling terkait mengenai akta, khususnya akta otentik,

    yaitu:

    To certify means to authenticate a thing in writing, to attest as being true. To

    attest means:

    a. To bear witness to a act;

    b. To affirm to be true or genuine;

    c. To certify to the verity of a copy of a public document formally by signature.

    Authentic is genuine, true, real, reliable, trustworthy, having the character and

    authority of an original.50

    Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akta otentik merupakan

    suatu surat, dokumen, ataupun alat yang menyatakan kebenaran suatu perbuatan

    hukum yang dituangkan ke dalam media tersebut adalah benar adanya dan bersifat

    otentisitas.

    Menurut Teguh Samudera, secara umum didalam lalu lintas hukum perdata yang

    dimaksud dengan akta adalah suatu surat (akta) yang dibuat oleh notaris.51

    Dengan demikian suatu akta didalam hukum dapat digunakan sebagai pernyataan

    dari suatu perbuatan hukum dan alat pembuktian.

    49 Ibid, hlm 101.50 Tan Thong Kie, Op.cit., hlm 231.51 Ibid, hlm 38.

  • 40

    Dengan demikian, akta otentik merupakan suatu bukti dan menyempurnakan

    perbuatan hukum dari subjek hukum, sebagai tanda, data-data ataupun identitas

    subjek hukum dinyatakan secara tegas didalam akta dan ditandatangani oleh

    subjek hukum yang bersangkutan, telah dilakukannya perbuatan hukum antara

    para pihak yang dinyatakan dalam suatu akta dan sebagai bukti bila dikemudian

    hari terjadi sengketa diantara subjek hukum yang yang telah tertuang dalam akta

    tersebut, yang dibuat “oleh” atau “dihadapan” pejabat yang berwenang.

    Suatu akta dapat dikatakan otentik apabila bentuk atau formatnya sesuai dengan

    yang telah diamanatkan oleh UUJN. Dengan hanya melihat dari bentuk lahiriah

    suatu akta, dengan mudah subjek hukum mengenali suatu akta otentik atau tidak.

    E. Tinjauan Umum Tentang Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

    a. Pengertian Majelis Kehormatan Notaris Wilayah

    Berdasarkan pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

    Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, maka terbentuklah

    Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan suatu badan yang mempunyai

    kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan

    persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan,

    atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir

    dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang

    berada dalam penyimpanan Notaris.

    Sesuai Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

    Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, bahwa Majelis

    Kehormatan Notaris Wilayah yang berkedudukan di ibukota Provinsi perlu

  • 41

    dibentuk, dilantik dan diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3)

    Permenkumham No. 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Majelis Kehormatan Notaris

    yang mempunyai kewenangan memberikan persetujuan kepada pihak

    Kepolisian, Penuntut Umum, dan Hakim untuk memeriksa notaris baru dibentuk

    pada tahun 2016. Peraturan Menteri tersebut adalah peraturan Menteri Hukum

    dan HAM Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 yang mengatur tentang

    Majelis Kehormatan Notaris. Peraturan Menteri Hukum dan HAM tersebut

    dikeluarkan pada tanggal 5 Februari 2016. Adapun isi dari peraturan Menteri

    Hukum dan HAM tersebut mengatur mengenai kedudukan Majelis Kehormatan

    Notaris, struktur organisasi dan Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris. Saat

    ini Majelis Kehormatan Notaris yang dibentuk tersebut baru ditingkat pusat.

    Sementara pada peraturan Menteri Hukum dan HAM pada Pasal 2

    mengamanatkan bahwa Majelis Kehormatan Notaris dibentuk di Pusat dan

    wilayah.

    Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang dikeluarkan merupakan aturan

    pelaksana yang diamanatkan Pasal 66 A oleh Udang-Undang Nomor 2 Tahun

    2014 untuk membetuk Majelis Kehormatan Notaris. Jika dilihat dalam

    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tidak diatur mengenai pengertian

    Majelis Kehormatan Notaris. Disamping itu tidak diatur mengenai dimana

    kedudukan Majelis Kehormatan notaris berada. Pasal 91 B Undang-Undang

    Nomor 2 Tahun 2014 mengamanatkan Bahwa peraturan pelaksana dari

    Undang-undang tersebut di bentuk paling lambat 1 (satu) tahun setelah

    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 di undangkan. Lambatnya Kementerian

  • 42

    Hukum dan HAM mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebagai

    peraturan pelaksana membuat lamanya dibentuk Majelis Kehormatan Notaris.

    Peraturan Menteri Hukum dan HAM seharusnya dikeluarkan satu tahun paling

    lambat setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 di undangkan. Akibat yang

    ditimbulkan dari terlambatnya dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM

    membuat Notaris tidak mendapat perlindungan dan kepastian hukum ketika

    dipanggil oleh penegak hukum. Hal ini didasarkan pada siapa yang memberikan

    persetujuan kepada penegak hukum ketika Notaris dipanggil maupun di periksa

    penegak hukum.

    Pengurus Majelis Kehormatan Notaris Abdul Syukur menyatakan bahwa pada

    tahun 2016 ini ada sekitar 41 Kasus diduga adanya pelanggaran hukum pidana

    yang dilakukan oleh Notaris berkaitan dengan pembuatan Akta Notaris. Dimana

    pada 41 kasus pelanggaran hukum pidana tersebut 80% terjadi di daerah Jakarta

    sedangkan sisanya 20% terjadi diluar daerah Jakarta. Abdul Syukur tidak

    menjelaskan nama- nama Notaris yang diduga melakukan pelanggaran hukum.

    Hal ini didasarkan pada untuk menjaga kerahasiaan kasus yang masuk maupun

    ditanganin oleh Majelis Kehormatan Notaris Pusat. Menurut Abdul Syukur

    bahwa dugaan terhadap pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh Notaris

    tersebut telah di proses oleh pihak kepolisian. Dimana pihak kepolisan meminta

    persetujuan kepada Majelis Kehormatan Notaris. Namun yang terjadi Majelis

    Kehormatan Notaris tidak dapat memberikan persetujuan karena kewenangan

    untuk memberikan persetujuan untuk pemeriksaan Notaris yang dilakukan oleh

  • 43

    penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian berada di bawah kewenangan

    Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (disingkat menjadi MKN-Wilayah). Hal

    ini didasarkan pada adanya aturan yang terdapat pada Pasal 23 Peraturan

    Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2016.52

    Abdul Syukur selaku pengurus pusat Majelis Kehormatan Notaris menyatakan

    bahwa sampai saat ini Majelis Kehormatan Notaris Wilayah belum dibentuk.

    Sementara menurut Abdul Syukur Notaris selaku pejabat Umum harus tetap

    diawasi dan dibina. Hal ini didasarkan bahwa Notaris merupakan perpanjangan

    tangan dari pemerintah untuk membantu masyarakat dalam membuat akta.

    Disamping itu juga tidak tertutup kemungkinan adanya oknum-oknum Notaris

    yang tidak bertanggung jawab melakukan pelanggaran hukum dan berlindung

    pada jabatannya sebagai Notaris.

    Abdul Syukur juga menjelaskan bahwa setiap akta yang dibuat dihadapan

    Notaris oleh para pihak harus dijaga kerahasiaannya dan dilindungi dari pihak

    manapun. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

    2014 tentang Sumpah Jabatan Notaris. Sehingga perlunya Lembaga Majelis

    Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk untuk menjaga indevendensi dan

    kehormatan Notaris dari pihak manapun.53

    Baru dibentuknya Majelis Kehormatan Notaris Pusat di Organisasi Ikatan

    Notaris Indonesia dan belum dibentuknya Majelis kehormatan Notaris Wilayah

    sangat menarik untuk dikaji bagaimana Peran Majelis Kehormatan