-
EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN AKTA
YANG DIBUATNYA
(Studi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung)
(Skripsi)
Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
SARAH NABILANPM: 1652011074
http://www.kvisoft.com/pdf-merger/
-
ABSTRAK
EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN
AKTA YANG DIBUATNYA(Studi Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung)
Oleh:Sarah Nabila
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Lampung merupakan suatu badanyang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dankewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikandan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilanNotaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau ProtokolNotaris yang dimana Notaris melakukan kesalahan dalam menjalankanwewenangnya dan dalam pembuatan Akta. Permasalahan dalam penelitian iniyaitu mengenai prosedur pengambilan keputusan MKN-Wilayah dalam prosesperadilan, efektivitas peran MKN-Wilayah dalam mengambil keputusan dalamproses peradilan terhadap Notaris dan Akta yang dibuatnya, dan yang akandiakhiri dengan permasalahan apa yang menjadi faktor pendukung danpenghambat dalam pelaksanaan peran MKN-Wilayah terhadap Notaris dan aktayang dibuatnya dalam proses peradilan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif atau penelitian kepustakaan.Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif. Data yangdigunakan adalah data primer dan data sekunder dengan bahan hukum primer.Pengumpulan data dengan studi lapangan dan kepustakaan. Pengolahan datadilakukan dengan cara seleksi data, klarifikasi data, penyusunan data secarasistematis dan logis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa prosedur pengambilan keputusan oleh MKN-Wilayah untuk pemanggilan Notaris kedalam persidangan diketahui bahwa sangatmembantu proses persidangan berjalan lebih efektif dan komprehensif. Ditinjaudari 3 konsep keefektivitasan organisasi, MKN-Wilayah menunjukan secaramenyeluruh bahwa MKN-Wilayah berperan secara efektif dalam proses peradilan.Adanya faktor pendukung yaitu adanya tiga unsur di keanggotaan MKN-Wilayahyang menjadikan MKN-Wilayah dalam memberikan keputusan sudah sangatkomprehensif dan bertanggung jawab. Adanya faktor yang menjadi penghambatyaitu adanya aparat hukum yang masih tidak mengetahui mengenai fungsi dankeberadaan MKN-Wilayah.
Kata Kunci: Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, Proses Peradilan,Notaris.
-
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS ROLE OF REGIONAL NOTARY HONORARYCOUNCIL (MKNW) IN THE JUDICIAL PROCESS OF THE NOTARY AND
ITS DEED(Study in Regional Notary Honorary Council in Lampung Province)
By:Sarah Nabila
Regional Notary Honorary Council in Lampung Province is a body that has theauthority to carry out the formation of a Notary Public and the obligation to giveapproval or refusal for the purposes of investigation and the judicial process, fortaking a photocopy of the Minutes of Deed and calling the Notary to be present atthe examination relating to the Deed or Notary Protocol which the Notary made amistake in carrying out his authority and in making the Deed.The problem in thisresearch is regarding the MKN-Regional decision-making procedure in thejudicial process, the effectiveness of the MKN-Regional role in making decisionsin the judicial process against the Notary and Deed he made, what are thesupporting and inhibiting factors in the implementation of the MKN-Regional roleto the notary public and the deed made in the judicial process.
This type of research is normative research or literature research. The problemapproach used is juridical normative. The data used are primary data andsecondary data with primary legal material. Data collection by field study andliterature. Data processing is done by means of data selection, data clarification,systematic and logical data preparation.
The results of the research showed that the decision-making procedure by theMKN-Region for summoning Notaries to the trial was found to be very helpful inthe process of proceeding more effectively and comprehensively. Judging from the3 concepts of organizational effectiveness, the MKN-Regional shows overall thatthe MKN-Region has an effective role in the judicial process. There aresupporting factors, namely the existence of three elements in the MKN-Regionmembership which makes the MKN-Region in making decisions verycomprehensive and responsible. There are inhibitor factors, namely the existenceof legal apparatus who still do not know about the function and the existence ofMKN-Region.
Keywords: The Role of Regional Notary Honorary Council, Judicial Process,Notary.
-
EFEKTIVITAS PERAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH(MKNW) DALAM PROSES PERADILAN TERHADAP NOTARIS DAN
AKTA YANG DIBUATNYA
Oleh
Sarah Nabila
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum KeperdataanFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2020
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Sarah Nabila, dilahirkan pada tanggal 01
Desember 1997 di Bandar
Lampung. Penulis merupakan anak
kedua dari lima bersaudara dari
pasangan Zul April, S.H. dan
Yulianti, S.E.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Kartika II-27 yang
diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 yang diselesaikan pada
tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Pelita Bangsa yang diselesaikan pada
tahun 2013 dan menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelita
Bangsa Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada tahun 2016. Penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Lampung (Unila) melalui jalur
Mandiri pada tahun 2016. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada akhir
semester 5 (lima) selama 40 (empat puluh) hari di Desa Tanjung Beringin II, Kecamatan
Tanjung Raja, Kabupaten Lampung Utara. Selama menjadi mahasiswa, penulis ikut dan
aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unila, HIMA Perdata FH Unila, UKM-F
Mahkamah FH Unila. Penulis pernah menjadi Wakil Kepala Dinas Pemuda dan
Olahraga pada Badan Eksekutif Mahasiswa FH Unila.
-
MOTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Al-Insyirah : 5)
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar
kesanggupannya”
(Q.S. Al-Baqarah:286)
“The key to success is to start before you are ready”
-
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hatisaya persembahkan skripsi ini kepada:
Mama dan Papa ku tercinta, yang selalu membimbing, menyayangi, menyemangati,serta memberikan dukungan dan doa kepadaku,
“Ma, Pa, terima kasih selama ini telah memberikanku segalanya, cinta kalian, kasihsayang kalian, dan doa-doa kalian untukku, semua ini ku persembahkan untuk kalian,
aku menyayangi kalian”
-
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil‘alamin, segala puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat
Allah SWT. Tanpa izin-Nya, saya tidak akan mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Efektivitas Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW)
Dalam Proses Peradilan Terhadap Notaris Dan Akta Yang Dibuatnya”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari
berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan
terimakasih kepada
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung;3. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan,
motivasi dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;4. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, masukan,
motivasi dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
-
5. Ibu Rohaini, S.H., M.H., Ph.D, selaku Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik yang membangun, saran dan pengarahan selama proses
penulisan skripsi ini;6. Ibu Dwi Rimadona, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah
memberikan kritik yang membangun, saran dan pengarahan selama proses
penulisan skripsi ini;7. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama saya menempuh pendidikan
di Fakultas Hukum Universitas Lampung;8. Seluruh dosen dan karyawan yang bertugas di Fakultas Hukum Universitas
Lampung, yang selama ini telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
sangat berharga bagi saya untuk terus melangkah maju;9. Kedua Orang tua tercinta Bapak Zul April dan Ibu Yulianti yang selama ini
selalu memberikan kasih sayang, cinta, doa, dan dukungan kepadaku;10. Kakakku tersayang Juan Kusuma, S.E., Adik-adikku tersayang Farrel
Adhyaksa, Viola Pramesari dan Zhafira Azzalea yang selalu memberikan
dukungan dan doa kepadaku;11. Zul April, S.H., selaku Ketua Pengwil INI Provinsi Lampung dan Anggota
MKN-Wilayah Provinsi Lampung yang telah memberikan waktu dan ilmu
nya yang sangat berharga bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir:12. Heri Setyawan, S.I.K., M.H., Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah
Lampung dan Anggota MKN-Wilayah Provinsi Lampung yang telah
memberikan waktu dan ilmu nya yang sangat berharga bagi saya untuk
menyelesaikan tugas akhir:13. Fatmawati, S.H.,M.H., Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kantor
Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Lampung dan Anggota MKN-
Wilayah Provinsi Lampung yang telah memberikan waktu dan ilmu nya yang
sangat berharga bagi saya untuk menyelesaikan tugas akhir:
-
14. Terima kasih kepada sahabat-sahabat Marcel, Safiya, Moza, Fahri, Zafir, Eki,
Epan, Adipati, Rafik, Ridho, Rifqi, Roni, Yuka, Dilla, Dandi, Cia, Chintya,
Tria, Rinda, Vionna, Agil, Junia, Agis, Alvika, Tasya, Azizah, Inti, Seli,
Tarigan, Reza, Farrel, Andrian, Firdaus, Niya, Jibon dan teman-teman yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah menemani, memberikan
dukungan, kasih sayang dan semangat;15. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 2016 khususnya bagian Hukum
Keperdataan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih
dukungan dan kebersamaannya selama ini;16. Terima kasih kepada teman-teman, pengurus dan adik-adik BEM FH Unila,
HIMA Perdata, UKM-F Mahkamah FH Unila;
17. Teman-teman KKN Desa Tanjung Beringin dan Seluruh Desa di Kecamatan
Tanjung Raja Kabupaten Lampung Utara Periode I tahun 2019, terimakasih
untuk setiap dukungan dan doa yang kalian berikan.
Semoga Allah SWT menerima dan membalas semua kebaikan saudara-saudara
sekalian dan mengumpulkan kita bersama di dalam surga-Nya serta memberikan
karunia Syahadah (Syahid) pada jalan-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Aamiin.
Bandar Lampung, 26 Februari 2020
-
Penulis, Sarah Nabila
-
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .........................................................................................................iABSTRACT.........................................................................................................iiHALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................iiiHALAMAN PENGESAHAN............................................................................ivLEMBAR PERNYATAAN................................................................................vRIWAYAT HIDUP.............................................................................................viMOTO ................................................................................................................viiHALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................viiiSANWACANA....................................................................................................ixDAFTAR ISI.......................................................................................................xii
I. PENDAHULUAN..........................................................................................1A. Latar Belakang .......................................................................................1B. Rumusan Masalah..................................................................................6C. Ruang Lingkup ......................................................................................6D. Tujuan Penelitian....................................................................................7E. Kegunaan penelitian ..............................................................................7
D. Tinjauan Umum tentang Akta Notaris atau Akta Otentik.......................36E. Tinjauan Umum tentang Majelis Kehormatan Notaris Wilayah.............40
a. Pengertian MKN-Wilayah................................................................40b. Struktur Organisasi...........................................................................44
F. Kerangka Pikir.........................................................................................45
II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9A. Tinjauan Umum tentang Efektivitas........................................................9B. Tinjauan Umum tentang Peran................................................................22C. Tinjauan Umum tentang Notaris.............................................................27
a. Pengertian Notaris............................................................................28b. Wewenang dan Pengawasan Notaris................................................32
III. METODE PENELITIAN..........................................................................46
A. Jenis Penelitian........................................................................................47
B. Tipe Penelitian.........................................................................................48
-
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Peran MKN-Wilayah Terhadap Notaris dan Akta yang Dibuatnya Dalam ProsesPeradilan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
C. Pendekatan Masalah................................................................................48
D. Lokasi Penelitian.....................................................................................48
E. Data dan Sumber Data.............................................................................48
F. Metode Pengumpulan Data.....................................................................50
G. Metode Pengolahan Data........................................................................51
H. Analisis Data...........................................................................................52
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................................53A. Prosedur Pengambilan Keputusan MKN-Wilayah terhadap Proses
Peradilan.................................................................................................................53
B. Efektivitas Peran MKN-Wilayah Dalam Mengambil KeputusanTerhadap Proses Peradilan yang Berkaitan dengan Tugas dan JabatanNotaris...................................................................................................................64
...........................................................................................77
V. PENUTUP...................................................................................................81 A. Kesimpulan................................................................................................81 B. Saran..........................................................................................................82
-
1
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 1 Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) menyebutkan
bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Notaris merupakan jabatan kepercayaan dalam rangka menjalankan profesi dalam
pelayanan hukum dan masyarakat. Notaris merupakan salah satu profesi
terhormat, luhur dan mulia. Jabatan notaris sebagai seorang pejabat umum
merupakan tempat bagi seseorang untuk memperoleh nasehat yang bisa
diandalkan segala sesuatu yang tertulis serta ditetapkan (Konstantir) adalah benar.
Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum, peranan
dan kewenangan notaris sangat penting bagi pembangunan hukum di masyarakat,
sehingga perlu mendapat perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian
hukum.1
Salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta autentik, yang dimaksud
dengan akta autentik menurut Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
1 Helena, Leny dan Freky Haris, Notaris Indonesia, Jakarta, PT. Lintas Cetak Djaja, 2017, hlm 4.
-
2
undang–undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
tempat akta itu dibuat.
Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan kewajiban dan kewenangannya
memperoleh perlindungan hukum dari Pasal 66 ayat (1) UUJN No. 30 Tahun
2004, dimana pengambilan dokumen-dokumen yang berada dalam penyimpanan
notaris tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang oleh penyidik, penuntut
umum maupun hakim dalam suatu proses pemeriksaan untuk kepentingan hukum.
Disamping itu pemanggilan notaris untuk diperiksa atau dihadirkan sebagai saksi
juga tidak dapat dilakukan secara langsung oleh penyidik, penuntut umum atau
hakim dalam suatu proses pemeriksaan baik ditingkat penyelidikan, penyidikan
oleh kepolisian, maupun ditingkat penuntutan dan pemeriksaan perkara di
pengadilan.
Sebelum dikeluarkannya Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-
X/2012 notaris pada saat menjadi saksi, terdakwa atau tergugat dalam suatu kasus,
maka penyidik, penuntut umum atau hakim yang akan melakukan pemanggilan
harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah
(MPD). Kewenangan MPD berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UUJN disebutkan:
Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim
dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada
minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan
-
3
b. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan
notaris.
Pasal 66 UUJN No. 30 Tahun 2004 lebih jauh memberikan perlindungan hukum
terhadap notaris dengan menyebutkan bahwa: pengambilan fotokopi minuta akta
atau surat-surat atau sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 66 ayat (1A) UUJN
dibuat berita acara penyerahan.
Ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN No.30 Tahun 2004 telah dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi karena dianggap bertentangan dengan persamaan
kedudukan dalam hukum dan perlindungan serta kepastian hukum sebagaimana
dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 melalui keputusannya No. 49/PUU-X/2012 diatas. MPD dianggap
menghalangi proses penyidikan terhadap notaris, oleh karena itu Mahkamah
Konstitusi menghapus MPD demi kepentingan proses penyidikan. Tetapi
keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut akan menimbulkan banyak masalah
bagi notaris karena pengawasan sangat penting untuk menghindari ancaman
pidana dan ancaman hukuman lainnya bagi notaris dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya yang menimbulkan banyak notaris sangat khawatir dengan resiko
pekerjaan, tugas dan jabatannya.
Sesuai dengan Pasal 66A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
menyatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM membentuk Majelis Kehormatan
-
4
Notaris untuk kepentingan proses peradilan, penyidikan, penuntutan umum atau
hakim dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris
dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
Akta atau Protokol Notaris.
Pasal 15 ayat (1) UUJN perubahan disebutkan bahwa notaris wajib merahasiakan
isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya, hal
ini sejalan dengan sumpah jabatan yang diucapkan sebelum notaris melaksanakan
jabatannya. Pasal 4 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa notaris tidak bisa secara
bebas mengungkapkan atau membeberkan rahasia jabatannya kepada siapapun
kecuali terdapat peraturan perundang-undangan lain yang memperbolehkannya
untuk membuka rahasia jabatannya.
Pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7
Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, maka terbentuklah Majelis
Kehormatan Notaris yang merupakan suatu badan yang mempunyai kewenangan
untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan
atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas
pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam
pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada
dalam penyimpanan Notaris. Sekarang didalam ketentuan MKN-Wilayah ada
batasan waktu apabila dalam 30 hari kerja tidak menjawab dalam mengambil
keputusan, maka dianggap MKN-Wilayah telah menyetujuinya. Ini dibuat karena
yang terdahulu MPD pernah dianggap menghalangi proses penyidikan, maka itu
-
5
dalam MKN-Wilayah ada batasan waktu untuk menghindari anggapan dapat
menghalangi proses penyidikan.
Pada tanggal 24 Februari 2016 bertempat di Hotel Royal Panghegar Bandung,
sesuai dengan Pasal 66A ayat (2) UUJN, Menteri Hukum dan HAM telah
melantik dan megambil sumpah anggota MKN-Pusat berjumlah 7(tujuh) orang,
yang terdiri atas unsur:
a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c. Ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
Maka terbentuklah MKN-Pusat yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
terhadap MKN-Wilayah yang berkaitan dengan tugasnya.2
Sesuai Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
7 Tahun 2016 Tentang MKN (Permenkumham No. 7/2016), bahwa MKN-
Wilayah yang berkedudukan di ibukota Provinsi perlu dibentuk, dilantik dan
diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3) Permenkumham No. 7/2016.
Pada tanggal 21 September 2016 bertempat di Surabaya, telah dilantik dan
diambil sumpah MKN-Wilayah seluruh Indonesia termasuk juga MKN-Wilayah
provinsi Lampung yang terdiri dari 7(tujuh) orang yaitu 3(tiga) orang dari unsur
notaris, 2(dua)orang dari unsur pemerintahan dan 2(dua) orang dari unsur ahli dan
2 Muhammad Hafid dan Habib Adjie, Memahami: Majelis Kehormatan Notaris, Sinergi Offset, Semarang, 2016, hlm 6.
-
6
akademisi, maka sejak saat itulah MKN-Wilayah provinsi Lampung mulai dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai Permenkumham No. 7/2016.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai MKN-
Wilayah dalam mengambil keputusan, prosedur yang dilakukann dalam
pengambilan keputusan sampai faktor pendukung dan penghambat MKN-Wilayah
dalam proses peradilan terhadap notaris dan akta yang dibuatnya.
Penelitian ini kemudian akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul:
“Efektivitas Peran Majelis Kehormatan Notaris Wilayah(MKNW) dalam
Proses Peradilan terhadap Notaris dan Akta yang Dibuatnya”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah dirumuskan masalah yang menjadi fokus penelitian,
sebagai berikut:
a. Bagaimana prosedur pengambilan keputusan MKN-Wilayah Provinsi
Lampung terhadap proses peradilan?
b. Bagaimana efektivitas peran MKN-Wilayah Provinsi Lampung dalam
mengambil keputusan terhadap proses peradilan yang berkaitan dengan tugas
dan jabatan notaris?
c. Apakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
peran MKN-Wilayah Provinsi Lampung terhadap notaris dan akta yang
dibuatnya dalam proses peradilan?
-
7
C. Ruang Lingkup
Dari permasalahan penelitian maka ruang lingkup penelitian ini, sebagai berikut :
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari lingkup bidang ilmu, lingkup kajian, dan
lingkup hasil survey pada persidangan. Lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini
adalah hukum keperdataan, khususnya hukum Etika Profesi. Lingkup kajian
penelitian ini adalah menyangkut tentang tanggung jawab MKN-Wilayah dalam
proses peradilan kepada Notaris dan Akta yang dibuat oleh Notaris. Sedangkan
lingkup hasil survey pada persidangan akan diteliti secara langsung dengan MKN-
Wilayah.
D. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan penelitian yang dilaksanakan, pada dasarnya memiliki tujuan dan
kegunaan sesuai dengan topik permasalahan penelitian yang dimaksud. Adapun
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji dan menganalisis mengenai prosedur pengambilan keputusan MKN-
Wilayah terhadap proses peradilan.b. Mengkaji dan menganalisis mengenai efektivitas peran MKN-Wilayah dalam
mengambil keputusan dalam proses peradilan yang berkaitan dengan tugas
dan jabatan notaris.c. Mengkaji dan menganalisis mengenai faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan peran MKN-Wilayah terhadap notaris dan akta yang
dibuatnya dalam proses peradilan.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
-
8
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum
perdata. Melalui penelitian ini maka diharapkan dapat membuka cakrawala dan
pengetahuan mengenai penerapan hukum secara nyata (law in action) sehingga
untuk masa yang akan datang tercipta situasi hukum yang lebih kondusif.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penulisan penelitian ini diharapkan:
1. Mengembangkan pola piker dan pemahaman serta mengetahui kemampuan
penulis menerapkan ilmu yang diperoleh.
2. Memberikan informasi kepada pemba mengenai peran MKN-Wilayah dalam
proses peradilan terhadap notaris dan akta yang dibuatnya.
3.Dapat memberikan masukan kepada MKN-Wilayah Provinsi Lampung dalam
menjalankan kewenangannya.
-
9
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer
mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah
sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai
berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturani.3
Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk
memantau.4 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini
adalah pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari
kata efektif, yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi
hasil tujuan yang hendak dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu.
Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian
tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki
3 Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm 284.4 Ibid.
-
10
fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi
seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan yang
serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu hukum
juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang
maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat
berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang
tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi
hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.
Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita
pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh
sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan
bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian,
sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat
mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau
tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.5 Sebagaimana yang
telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam- macam,
di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.
Faktor-faktor yang mengukur ketaatan terhadap hukum secara efektivitas antara
lain6:
a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari
orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.
b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami
5 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Penerbit Kencana, 2009, hlm 375.
6 Ibid, hlm 376.
-
11
oleh target diberlakukannya aturan hukum.
c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.
d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya
aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab
hukum yang bersifat melarang (prohibitur) lebih mudah dilaksanakan
ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan (mandatur).
e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat
aturan hukum yang dilanggar tersebut.
f. Berat ringannya sanksi yang diancam dalam aturan hukum harus
proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan.
g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi
pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang
memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,
memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya
memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan penghukuman).
h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif
akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan
nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target
diberlakukannya aturan tersebut.
i. Efektif atau tidak efektifnya suatu aturan hukum secara umum, juga
tergantung pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum
untuk menegakkan aturan hukum tersebut.
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan
-
12
adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.
Berbeda dengan pendapat dari C.G. Howard & R. S. Mumnresyang berpendapat
bahwa seyogyanya yang dikaji, bukan ketaatan terhadap hukum pada umumnya,
melainkan kataatan terhadap aturan hukum tertentu saja. Achmad Ali sendiri
berpendapat bahwa kajian tetap dapat dilakukan terhadap keduanya :7
a. Bagaimana ketaatan terhadap hukum secara umum dan faktor-faktor apa
yang mempengaruhinya;
b. Bagaimana ketaatan terhadap suatu aturan hukum tertentu dan faktor-faktor
apa yang mempengaruhinya.
Jika yang akan dikaji adalah efektivitas perundang-undangan, maka dapat
dikatakan bahwa tentang efektifnya suatu perundang-undangan, banyak
tergantung pada beberapa faktor, antara lain :8
a. Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.
b. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
c. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan didalam
masyarakatnya.
d. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh
dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang
diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang
sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Jadi, Achmad Ali berpendapat bahwa pada umumnya faktor yang banyak
mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan
7 Ibid, hlm 376.8 Ibid, hlm 378.
-
13
optimal pelaksanaaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum,
baik di dalam penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun
dalam penegakan perundang-undangan tersebut.9
Menurut Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam
penegakan hukum pada lima hal yakni :10
1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik
penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara
kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud
nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim
memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada
kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan
mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum
tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.11
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum
memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas
kurang baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan
masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum,
artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak
hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan
karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau
9 Ibid, hlm 379.10 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 5.11 Ibid, hlm 8
-
14
perbuatan lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum.
Hal ini disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum
tersebut.12
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat
keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat
bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat
komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai
peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana
atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan
peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.13
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit
banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang.
Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah
satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi- konsepsi yang abstrak
amengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap
buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau
12 Ibid, hlm 21.13 Ibid, hlm 37.
-
15
mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis
(perundang- undangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat
yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-
undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari
hukum adat, agar hukum perundang- undangan tersebut dapat berlaku secara
aktif.14
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok
dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan
hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya
sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-
undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh
penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh
masyarakat luas15.
Efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,pengaruhnya),
dapat membawa hasil, berhasil guna (tindakan) serta dapat pula berarti mulai
berlaku (tentang undang-undang/peraturan).16 Menurut Gibson et. Al. pengertian
efektivitas adalah : Penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu,
kelompok, dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang
diharapkan (standar), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka.17
Dari pengertian tersebut di atas dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian
maka dapat diidentifikasikan tiga tingkatan analisis yaitu:
14 Bambang Waluyo, Penegakkan Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2016, hlm 78.15Ibid, hlm 53. 16 Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm 250.17 Gibson Et Al, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Terjemahan), Edisi Delapan,
Jakarta, Binarupa Aksara, 1996, hlm 30.
-
16
(1) individu,
(2) kelompok,
(3) organisasi.
Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan tanggung jawab
manajerial yaitu bahwa para manajer bertanggung jawab atas efektivitas individu,
kelompok dan organisasi.
Pencapaian hasil (efektivitas) yang dilakukan oleh suatu organisasi menurut
Jones 18 terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau masukan,
perubahan dan hasil. Input meliputi semua sumber daya yang dimiliki, informasi
dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal.
1. Dalam tahap input, tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat
menentukan kemampuan yang dimiliki. 2. Tahap conversion ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, manajemen dan penggunaan
teknologi agar dapat menghasilkan nilai. Dalam tahap ini, tingkat keahlian
SDM dan daya tanggap organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat
menentukan tingkat produktifitasnya.3. Sedangkan dalam tahap output, pelayanan yang diberikan merupakan hasil
dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM. Organisasi yang dapat
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara efisien dapat
meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan pelayanan dengan
memuaskan kebutuhan pelanggan.
18 Charles Jones, Riset Dalam Efektivitas Organisasi (Terjemahan: Sahat Simamora), Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1994.
-
17
Keunggulan kompetitif suatu organisasi menurut Jones19, sangat tergantung dari
tingkat kompleksitas yang dimilikinya, yakni sejauh mana kemampuannya untuk
mencapai hasil atau value creation. Kemampuan tersebut meliputi manufacturing
(pada perusahaan). Kemampuan penelitian dan pengembangan serta perancangan
organisasi (organizational design).
Apabila kemampuan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dan
dikembangkan secara gradual, maka organisasi itu dapat mengungguli saingan-
saingannya dan memberikan pelayanan yang lebih baik. Keahlian yang dimiliki
oleh SDM, penggunaan teknologi yang semakin canggih serta kemampuan
manajemen yang sangat profesional akan menentukan tingkat efektivitas
organisasi. Berdasarkan pendapat Steers20, batu uji yang sebenarnya untuk
organisasi yang baik adalah kemampuan mengorganisasi dan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia dalam tugas untuk mencapai dan memelihara suatu
tingkat operasi yang efektif. Kata kunci pengertian ini adalah pada kata efektif
karena pada akhirnya keberhasilan kepemimpinan dan organisasi diukur dengan
konsep efektivitas itu.
Menurut Jones 21, pemahaman para manajer mengenai efektivitas organisasi
sangat mempengaruhi kemampuannya guna memanfaatkan sumber daya yang
dimiliki untuk mencapai hasil (value creation). Semakin produktif dan efisien
suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya maka
semakin tinggi value creation yang dicapainya. Jones juga mengemukakan bahwa
19 Ibid.20 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi : Kaidah Perilaku ( Terjemahan:
Magdalena Jamin), Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga, 1997, hlm 1.21 Charles Jones, Riset Dalam Efektivitas Organisasi (Terjemahan: Sahat Simamora),
Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1994. Op. cit.
-
18
control (pengendalian), innovation (penemuan) dan efficiency merupakan 3
penekanan dalam top organization yang akan menentukan efektivitas organisasi.
1. Pertama, Control atau pengendalian merupakan kemampuan suatu organisasi
untuk mengendalikan lingkungan eksternal sekaligus untuk menarik sumber
daya dan pelanggannya. Lingkungan eksternal merupakan suatu hal yang
dinamis, yakni selalu mengalami perubahan dimana organisasi harus
menanggapi dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
tersebut.Kemampuan suatu organisasi untuk memanfaatkan lingkungannya
dengan menggunakan dan melindungi sumber dayanya secara optimal
menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan lingkungan eksternalnya. 2. Kedua, Innovation merupakan pengembangan dan peningkatan keahlian suatu
organisasi untuk menemukan cara-cara dan hasil baru dalam proses pelayanan.
Innovation juga berarti penerimaan atau pembentukan nilai-nilai baru yang
lebih konstruktif agar suatu organisasi dapat meningkatkan kemampuannya
untuk menanggapi, menyesuaikan diri dan meningkatkn mekanisme
kerjanya.223. Ketiga, Efficiency merupakan rasio antara output dan input, yakni penerapan
cara-cara baru untuk meningkatkan produktifitas. Kemampuan teknis dari
suatu organisasi, yakni tingkat produktivitas dan efisiensi (rasio output dan
input) dari sumber daya yang dimiliki. Baik mutu SDM, teknologi yang
dimilikinya dan manajemen akan menentukan output yang dihasilkannya.23
Berdasarkan pendapat Steers 24, organisasi merupakan suatu kesatuan yang
kompleks yang berusaha untuk mengalokasikan sumber dayanya secara rasional
22 Ibid.23 Ibid.24 Richard M. Steers, Efektivitas Organisasi : Kaidah Perilaku ( Terjemahan:
Magdalena Jamin), Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga, 1997. Op. cit., hlm 4.
-
19
demi tercapainya tujuan. Dalam meneliti efektivitas suatu organisasi sumber daya
manusia dan perilaku manusia muncul sebagai pusat perhatian dan usaha-usaha
untuk meningkatkan efektivitas harus selalu dimulai dengan meneliti perilaku di
tempat kerja.
Pengertian efektivitas organisasi menurut Steers dapat dijelaskan dengan
memahami 3 konsep yang saling berhubungan, yaitu optimisasi tujuan,
sistematika dan tekanan pada segi perilaku manusia dalam susunan organisasi.
1. Optimisasi tujuan, keberhasilan yang tercapai oleh suatu organisasi tergantung
dari kemampuannya untuk memperoleh dan memanfaatkan sumber dayanya
yang langka dan berharga secara sepandai mungkin dalam usahanya mengejar
tujuan operasi dan kegiatannya. Dalam hal ini, organisasi harus mengatasi
hambatan-hambatan yang dapat menghalangi tercapainya tujuan dan mencari
alternatif terbaik guna mencapai tujuan organisasi secara optimal.
2. Perspektif sistem, organisasi terdiri dari berbagai unsur yang saling
mendukung dan saling melengkapi. Unsur-unsur tersebut sangat berpengaruh
terhadap proses pencapaian tujuan suatu organisasi.
3. Perilaku manusia, tingkah laku individu dan kelompok, menentukan
kelancaran tercapainya tujuan suatu organisasi.
Pencapaian efektivitas organisasi meliputi 3 perspektif yang saling berhubungan
antara unsur-unsur utama dari sistem organisasi dan bagaimana unsur-unsur
tersebut saling mempengaruhi untuk mempermudah atau menghambat pencapaian
tujuan organisasi. Konsep efektivitas yang dikemukakan para ahli organisasi dan
-
20
manajemen memiliki makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan yang
dipergunakan.
Pendapat Emitai Etzioni25 mengemukakan pendekatan pengukuran efektivitas
organisasi yang disebutnya System Model, mencakup empat kriteria, yaitu
adaptasi, integrasi, motivasi, dan produksi.
1. Kriteria adaptasi dipersoalkan kemampuan suatu organisasi untuk
menyusuaikan diri dengan lingkungannya. 2. Kriteria integrasi, yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu
organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan
komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya.3. Motivasi anggota, dalam kriteria ini dilakukan pengukuran mengenai
keterikatan dan hubungan antara pelaku organisasi dengan organisasinya dan
kelengkapan sarana bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. 4. Kriteria produksi, yaitu usaha pengukuran efektivitas organisasi dihubungkan
dengan jumlah dan mutu keluaran organisasi serta intensitas kegiatan suatu
organisasi.
Pendapat lain juga penting untuk diperhatikan ialah teori yang menghubungkan
pengertian efektivitas organisasi dengan tingkat kepuasan para anggotanya.
Menurut pandangan teori ini, sesuatu organisasi dikatakan efektif bila para
anggotanya merasa puas. Pandangan ini merupakan kelanjutan pandangan
penganut paham hubungan antar manusia, yang menempatkan kepuasan anggota
sebagai inti persoalan organisasi dan manajemen.
25 Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasii Modern (Terjemahan: Suryatim), Jakarta, Pustaka Bradjaguna ( Atas Kerja Sama Dengan Universitas Indonesia), 2000, hlm 227
-
21
Menurut pendapat Johny setyawan26 efektivitas (hasil guna) dapat dipahami
sebagai derajat keberhasilan suatu organisasi (sampai seberapa jauh suatu
organisasi dapat dinyatakan berhasil) dalam usahanya untuk mencapai apa yang
menjadi tujuan organisasi tersebut.
Definisi ini menyatakan bahwa efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa
jauh suatu sistem sosial mencapai tujuannya. Efektivitas harus dibedakan dengan
pengertian efisiensi. Efisiensi terutama mengandung pengertian perbandingan
antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan
pencapaian suatu tujuan. Dari berbagai pendapat diatas ternyata semuanya hanya
menunjukkan pada pencapaian organisasi, sedangkan bagaimana cara
membahasnya tidak dibahas. Terdapat beberapa yang mengarah pada bagaimana
mencapai tingkat efektivitas, salah satunya adalah pendapat Argyris 27 Efektivitas
organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian
tujuan, kemampuan pemecahan dan pemanfaatan tenaga manusia.
Sedangkan Georgepoulos dan Tannenbaum 28 berpendapat lebih lanjut bahwa
efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatu organisasi yang
merupakan sistem sosial, dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang
tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dengan menghindari
ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-anggotanya. Kriteria penting yang
digunakan untuk menilai efektivitas organisasi adalah performance “performance
is primary criterian for judging organization”.
26 Johny Setyawan, Efektivitas Organisasi, Yogyakarta, BPFE, 1998.27 Argyris, Efektivitas Organisasi, Jakarta, Sinar Grafika, 1999, hlm 312.28 Georgepoulos dan Tannenbaum, Efektivitas Dalam Organisasi, Jakarta, Erlangga,
2000, hlm 82.
-
22
Pandangan lainnya sebagai hasil penelitian, dikemukakan oleh Georgepoulus dan
Tannenbaum yang dikutip oleh Adam I.Indrawijaya 29dikatakan bahwa, Suatu
pendekatan yang dapat lebih dipertanggung jawabkan, sebagaimana yang diajukan
oleh para peneliti, adalah suatu cara pengukuran efektivitas yang mempergunakan
beberapa unsur yang biasa terdapat dalam kehidupan organisasi yang berhasil.
B. Tinjauan Umum Tentang Peran
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila
seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peranan 30. Pentingnya peranan adalah karena ia
mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada diri
seseorangharus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan.
Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis
yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih
banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi,
seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu
peranan. Atas dasar tersebut Soekanto menyimpulkan bahwa sesuatu peranan
mencakup paling sedikit tiga aspek, yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
29 Adam I. Indrawijaya, Perilaku Organisasi, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2000.30 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 2012.
-
23
c. Peranan jugan dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Menurut Abdulsyani31 peranan adalah suatu perbuatan seseorang atau
sekelompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Pelaku peranan dikatakan
berperan jika telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status
sosialnya dengan masyarakat. Jika seseoarang mempunyai status tertentu dalam
kehidupan masyarakat, maka selanjutnya akan ada kecenderungan akan timbul
suatu harapan-harapan baru. Sedangkan, Abu Ahmadi32 menyebutkan bahwa
peranan dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Seseorang dapat
memainkan fungsinya dengan menduduki jabatan tertentu.
Pengertian ini dikembangkan oleh paham interaksionis, karena lebih
memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peranan. Seseorang
dikatakan menjalankan peranannya manakala ia menjalankan hak dan kewajiban
yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap
status sosial terkait dengan satu atau lebih peranan sosial.
Merujuk dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa
peranan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya meliputi status atau keberadaan
seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya atau posisinya dalam suatu kelompok. Jika ditinjau
dari sudut organisasi atau kelembagaan maka dapat disimpulkan bahwa peran
31 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2007, hlm 94.
32 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan: Membahas Gejala Pendidikan Dalam Konteks Struktur Sosial Masyarakat, Jakarta, Bina Ilmu, 1982 , hlm 256.
-
24
adalah suatu kegiatan yang didalamnya mencakup hak-hak dan kewajiban yang
dilaksanakan oleh sekelompok orang yang memiliki suatu posisi dalam suatu
organisasi atau lembaga.
2. Konsep dan Teori Peranan
Peranan dinilai lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan
kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.33 Dalam
pembahasan tentang aneka macam peranan yang melekat pada individu-individu
dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan adanya beberapa
pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:
a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur
masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap
mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dan
mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat,
oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu
banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum
tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-
peluang tersebut.
33 J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta , Kencana Media Group, 2006, hlm 159.
-
25
Menurut teori peranan, peranan adalah sekumpulan tingkah laku yang
dihubungkan dengan suatu posisi tertentu34. Menurut teori ini, peranan yang
berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula. Tetapi apa yang
membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan tidak sesuai dalam
situasi lain relative independent (bebas) pada seseorang yang menjalankan
peranan tersebut. Sarbin dan Allen 35juga menyebutkan bahwa analisis terhadap
perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:
1. Ketentuan peranan, adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku
yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya.
2. Gambaran peranan, yaitu suatu gambaran tentang perilaku yang secara aktual
ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya.
3. Harapan peranan, adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang
ditampilkan seseorang dalam menampilkan peranannya.
Menurut Narwoko peranan dapat membimbing seseorang dalam berperilaku,
karena fungsi peran sendiri adalah:
1. Memberi arahan pada proses sosialisasi;
2. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan;
3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat; dan
4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan
kehidupan masyarakat.
Sejalan dengan hal itu untuk melihat peranan dari Tim Terpadu, penulis
34 Sarbin & Allen, Sosiologi Pengantar dan Terapan (Terjemahan: Sahat Simamora), Jakarta, PT. Raja Grafindo, 1968.
35 Ibid.
-
26
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Hendropuspio dalam Narwoko36
dikatakan bahwa peranan sosial dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Peranan yang diharapkan (expencted roles) Yaitu cara ideal dalam pelaksanaan
peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang
diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat
ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Perana jenis ini antara
lainperanan hakim, peranan protoler, diplomatik, dan sebagainya; dan
2. Peranan yang disesuaikan (actual roles), yaitu cara bagaimana sebenarnya
peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.
Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi
kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat. Menurut
penulis terkait permasalahan dalam konflik tanah Register Way Waya teori yang
sesuai dan dirasa tepat untuk digunakan dalam pendekatan resolusi konflik
adalah teori yang dikemukakan oleh Hendropuspio yaitu teori expected roles
karena pelaksanaan peranan Tim Terpadu harus mendapatkan penilaian ideal dan
menyeluruh dari pihak yang bertikai dalam hal ini yaitu masyarakat Pekon
Madaraya dan Sumber Bandung. Masyarakat menjadi instrumen penilaian yang
utama dalam konflik ini sebab tugas pokok dan fungsi dari Tim Terpadu tersebut
memang ditujukan untuk pemecahan masalah dan masyarakat adalah informan
yang paling memahami akar permasalahan secara lebih mendalam, dengan
demikian penilaian dari masyarakat merupakan sebuah peranan yang tidak dapat
ditawar dan harus dilaksanakan oleh Tim Terpadu.
36 J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta , Kencana Media Group, 2006, Op.Cit.,hlm 160.
-
27
Sedangkan teori yang juga serupa dan memungkinkan untuk digunakan dalam
penelitian ini adalah actual roles, yang lebih menekankan bagaimana peranan itu
dijalankan dalam tataran pelaksanaan yang lebih fleksibel dan dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi pada lokasi penelitian. Namun, penulis merasa bahwa
teori actual roles justru berdampak pada lambatnya penyelesaian konflik
dikarenakan pendekatan dalam teori ini lebih mengedepankan fleksibilitas dari
penanganan konflik ini, sedangkan konflik horizontal yang terjadi sudah
tergolong urgent untuk segera diselesaikan mengingat kondisi di lapangan sudah
terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan, yang tidak menutup kemungkinan
untuk terjadinya konflik yang lebih serius seperti anarkisme pihak yang
berkonflik.
Pendekatan dalam teori actual roles seperti yang telah dikemukakan juga belum
tentu dapat mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang berkonflik karena teori
ini melihat kekurangan yang muncul dalam pelaksanaan resolusi konflik dapat
dianggap wajar oleh masyarakat, hal ini jelas tidak sesuai dengan fakta di
lapangan yang penulis ketahui setelah pra riset dari penelitian ini.
C. Tinjauan Umum Tentang Notaris
Lembaga notariat eksis disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan kepastian
hukum, hal ini dimulai sejak abad ke 11 dan 12 didaerah pusat perdagangan
Italia Utara yang merupakan tempat asal dari lembaga notariat yang dinamakan
Latijnse Notariaat, yang karakteristiknya terlihat dari dalam diri notaris yang
diangkat oleh penguasa untuk kepentingan masyarakat banyak dan menerima
uang jasa dari masyarakat yang kepentingannya dituangkan dalam suatu akta.
-
28
Perkembangan lembaga Notariat meluas dari Italia Utara ke Perancis, dinegara
mana lembaga ini sepanjang masa dikenal sebagai suatu pengabdi kepada
masyarakat umum, yang kebutuhan dan kegunaannya senantiasa mendapat
pengakuan, telah memperoleh puncak perkembangannya. Dari Perancis ini
pulalah, pada permualaan abad ke-19 lembaga notariat telah meluas kenegara-
negara sekelilingnya dan bahkan kenegara-negara lain.37
Nama “Notariat” sebenarnya telah dikenal jauh sebelum diadakannya lembaga
notariat. Notariat itu sendiri berasal dari nama pengabdinya, yakni dari nama
Notarius. Akan tetapi, apa yang dimaksudkan dengan nama Notarius dahulu
tidaklah sama dengan notaris yang dikenal sekarang ini. Notarius ialah nama
yang pada zaman Romawi diberikan kepada orang-orang yang menjalankan
pekerjaan menulis. Dalam buku hukum dan tulisan Romawi klasik telah berulang
kali ditemukan nama atau title Notarius untuk menandakan suatu golongan
orang-orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis menulis tertentu.38
a. Pengertian Notaris
Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 mengatakan:
A notary public is a public officer, whoose function it is
a. To administer oaths;
b. To attest and certify by his hand and official seal certain classes of documents,
in order to give them credit and authenticity in foreign jurisdictions;
37 Lumban Tobing, Op.Cit., hlm 5.38 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia. Suatu Penjelasan, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, hlm 13.
-
29
c. To take acknowledgment of deeds and other conveyances and certify the
same;
d. To perform certain official acts, chiefly in commercial matters, such as
protesting of notes and bills, the noting of foreign drafts and marine protests
in cases of loss and damage.
Halsbury’s Law of England, vol. 34, Butterworth 1980, mengatakan:
A notary public is a duly appointed officer, whose public office it is among others
matters:
1. To draw, attest and certify under his official seal, deeds and other
documents, including conveyances of real and personal property and powers
of attorney;
2. To note or certify transactions relating to negotiable instruments;
3. To prepare wills and other testamentary documents;
To draw up protests or other formal papers relating to occurrences on the
voyages of ships and their navigation as well as the carriage of cargo in ships.39
Dilihat dari pengertian diatas, hanya sebagian kecil dari tugas-tugas notaris yang
dijabarkan. Namun, hal-hal tersebut telah menggambarkan pengertian dari
notaris sendiri, yakni orang yang menyelanggarakan tugas-tugas
keadministrasian, menjamin keotentikan dari suatu dokumen untuk dipergunakan
sesuai dengan kepentingan dari pihak-pihak dan menyatakan keotentikan dari
suatu dokumen serta membuat akta-akta seperti akta protes dan perjanjian bisnis.
39 Tan Thong Kie, Studi Notariat (Beberapa Mata Pelajaran) dan Serba-Serbi PraktekNotaris, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000, hlm 232.
-
30
Baik dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan
Jabatan Notaris) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris ditegaskan pengertian dari Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini. Notaris diangkat oleh pemerintah melalui
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengemban tanggung jawab
untuk melayani masyarakat atas pembuatan akta dan memberikan nasehat-
nasehat yang berkenaan dengan pembuatan akta atau hal-hal yang berkaitan
dengan kenotariatan. Undang-Undang tentang Jabatan Notaris membatasi
kewenangan notaris untuk tidak berhak membuat akta-akta yang telah
diwenangkan kepada pejabat lain seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-
Undang tersebut, seperti pembuatan akta kelahiran, akta perkawinan dan akta
kematian merupakan wewenang pejabat kantor catatan sipil sedangkan
pembuatan akta lelang dilaksanakan oleh pejabat lelang.
Profesi notaris merupakan jabatan yang sangat mulia dan harus diemban dengan
rasa tanggung jawab yang besar. Untuk mendukung penguatan moral seorang
notaris, sebelum menjalankan profesi jabatannya tersebut, seorang notaris harus
mengangkat sumpah sesuai dengan Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan
Kode Etik Profesi Notaris yang akan dipaparkan pada sub bab berikutnya.
Didalam majalah Renvoi bulan September tahun 2005, Herlien Budiono
mengemukakan bahwa notaris mempunyai dua kewenangan dalam pembuatan
akta otentik, yaitu:
1. Menjalankan tugas perundang-undangan;
-
31
2. Menjalankan tugas diluar tugas perundang-undangan.
Menjalankan tugas perundang-undangan adalah tugas utama dari notaris yaitu
pembuatan akta otentik (dan kewenangan lain sebagaimana diatur dalam Pasal
15 Undang-Undang tentang Jabatan Notaris); menjalankan tugas diluar
perundang- undangan adalah kegiatan notaris lainnya selain pembuatan akta
otentik, misalnya mengurus pendaftaran fidusia, pengurusan pengesahan sebagai
badan hukum bagi perseroan terbatas pada instansi yang berwenang.40
Komar andasasmita menyatakan bahwa selain tugas utama membuat akta
otentik, sehari-harinya notaris melaksanakan tugas lainnya, yaitu:
1. Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah
hukum perdata;
2. Mendaftarkan akta-akta/surat dibawah tangan (stukken), melakukan
“waarmeking”;
3. Melegalisir tanda tangan;
4. Membuat dan mensahkan (waarmerken) salinan/turunan berbagai dokumen;
5. Mengusahakan disahkannya badan-badan, seperti perseroan terbatas dan
perkumpulan, agar memperoleh persetujuan/pengesahan sebagai badan
hukum dari Menteri Kehakiman;
6. Membuat keterangan hak waris (dibawah tangan), dan;
7. Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan
40 Herlien Budiono, “Pertanggungjawaban Notaris Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2004 (Dilema Notaris Diantara Negara, Masyarakat, dan Pasar)”, Renvoi (September2005), hlm 33.
-
32
perpajakan, seperti urusan bea materai dan sebagainya.41
b. Wewenang dan Pengawasan Notaris
a) Wewenang Notaris
Dalam menjalankan tugas dan Jabatannya, notaris harus selalu tunduk dan patuh
sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang terutama
sebagaimana yang disebutkan didalam Pasal 1 Pasal 60 Reglement op Het
Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris) Pasal 15 ayat
(1), (2) dan (3) yang berturut-turut berbunyi :“Para Notaris adalah pejabat-
pejabat umum, khususnya berwenang untuk membuat akta-akta otentik
mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan-ketetapan, yang untuk itu
diperintahkan oleh suatu Undang-Undang umum atau yang dikehendaki oleh
orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik,
menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-
grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semua itu sejauh pembuatan
akta-akta tersebut oleh suatu Undang-Undang umum tidak juga ditugaskan atau
diserahkan kepada pejabat- pejabat atau orang-orang lain.”
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan
41 Komar Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Bandung, Alumni, hlm 7.
-
33
akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”
Notaris berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;b. Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;c. Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug. Membuat akta risalah lelang.
“Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.”
Kewenangan lain yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) ini berupa pembuatan
akta keterangan hak waris, dimana dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tidak dengan tegas dinyatakan namun diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
b) Pengawasan Notaris
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 89
mengatur mengenai kode etik bagi para notaris berikut sanksi-sanksinya.
Pengawasan terhadap notaris menurut UUJN dilaksanakan oleh tiga instansi
yaitu:
-
34
a. Pemerintah sebanyak tiga (3) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak tiga (3) orang;
c. Akademisi sebanyak tiga (3) orang.
yang dibentuk oleh Menteri Hukum Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dalam tiga tingkatan, yaitu Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah. Sebelum adanya Undang-undang Nomor
30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berdasarkan Reglement op Het Notaris
Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3 (Peraturan Jabatan Notaris), pengawasan
terhadap Notaris dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dimana wilayah hukum
dari Notaris yang bersangkutan dengan dibantu oleh Penuntut Umum.
Disamping Majelis Pengawas, pengawasan terhadap notaris juga dilaksanakan
oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan
bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI),
yang terdiri dari Dewan Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah dan
Dewan Kehormatan Daerah.
Kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan
Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar
keputusan Kongress Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang
berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan
semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, termasuk
-
35
didalamnya para pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris
pengganti khusus.42
Mengenai tata cara pengawasan dan pelaksanaan kode etik tersebut dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan kehormatan daerah;
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan kehormatan Wilayah;
c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan kehormatan Pusat;43
Adanya Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan
pengawasan dan pelaksanaan kode etik notaris dimaksudkan untuk kepentingan
para notaris itu sendiri yang mempunyai ikatan dengan pengawasan yang
dilakukan Majelis Pengawas yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Mesti
diperhatikan bahwa Dewan Kehormatan didalam menjalankan tugas dan
wewenangnya selalu mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang telah ada, baik
yang berkaitan dengan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun undang-
undang jabatan notaris.
Dalam Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28
Januari 2005, menetapkan kode etik Ikatan Notaris Indonesia mengenai
kewajiban.
42 Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Hasil Konggres Ikatan Notaris Indonesia (INI)Bab I, tanggal 27 Januari 2005, Bandung, 2005.
43 Ibid.
-
36
D. Tinjauan Umum Tentang Akta Notaris atau Akta Otentik
Akta otentik diperlukan oleh subjek hukum sebagai alat bukti dan untuk
melengkapi suatu perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh
Undang- Undang. Pasal 1 angka (7) UUJN, akta notaris adalah akta otentik yang
dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam Undang- Undang. Dengan demikian, dapat dilihat unsur-unsur otentisitas
suatu akta notaris tersebut, yaitu:
a. Akta itu harus dibuat “oleh” (door) atau “dihadapan” (ten overstaan) seorang
pejabat umum;
b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-
Undang;
c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.
d. Berdasarkan Pasal 1867 KUHPerdata, dapat dikemukakan bahwa dua macam
akta yang dikenal, yaitu :
1. Akta Otentik
Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh
undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai- pegawai umum yang
berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat.
Pejabat pembuat akta yang dimaksud selain Notaris adalah panitera, jurusita,
pegawai pencatat sipil, hakim dan lain-lain.
-
37
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, apabila suatu akta hendak memperoleh
stempel otentisitas, maka harus memenuhi persyaratan- persyaratan sesuai
dengan Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu :44
a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang
pejabat umum;
b. Akta itu harus dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang; dan
c. Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.
2. Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para
pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat antara para
pihak yang berkepentingan. Akta di bawah tangan diatur dalam S. 1867 nomor
29 untuk Jawa dan Madura, sedang untuk luar Jawa dan Madura diatur dalam
Pasal 286 sampai dengan 305 Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten), diatur
juga pada Pasal 1874 - 1880 KUHPerdata. Termasuk dalam surat di bawah
tangan menurut S. 1867 Nomor 29 ialah surat-surat daftar (register), catatan
rumah tangga, dan surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan pejabat.
Menurut G.H.S. Lumban Tobing, perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta
di bawah tangan adalah :
a. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, sedang mengenai tanggal dari
akta yang dibuat dibuat di bawah tangan tidak selalu demikian.
b. Grosse dan akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan
eksekutorial seperti putusan hakim, sedang akta yang dibuat di bawah tangan
44 Tobing, Op.cit., hlm 48.
-
38
tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat di bawah tangan lebih besar
dibandingkan dengan akta otentik45.
Beberapa pendapat para sarjana hukum atau pakar hukum mengenai arti atau
definisi dari suatu akta.
Prof. Subekti mengatakan bahwa:
“Akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu
halatau peristiwa, karenanya suatu akta harus selalu ditanda tangani.”46
Tan Thong Kie dalam bukunya yang berjudul Studi Notariat dan Serba-Serbi
Praktek Notaris menerjemahkan pengertian akta menurut Veegens Oppenheim-
Polak yaitu:
“Suatu tulisan yang diatnda tangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai
bukti.”47
Sedangkan A. Pitlo berpendapat bahwa :
“Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai
bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu
dibuat.”48
Sudikno Mertokusumo, berpendapat :
45 Ibid, hlm 54.46 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa, 2003, Cet. 31, hlm 178.47 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2000, Cet. 2, hlm, 154. Sebagaimana mengutip dari “Veegens dan Oppenheim. SchetsVan Het Nederlandsch Burgelijk Recht”, 1934, D1.III , hlm 459.
48 Teguh Samudera. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung, Alumni,2004), hlm.37. sebagaimana mengutip dari Pitlo, Pembuktian Dan Daluwarsa, cetakan 1,Jakarta, Intermasa, 1978, Cet. 2, hlm 52.
-
39
“Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa
yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian.”49
Black’s Law Dictionary 5th Edition 1979 memberikan beberapa pengertian yang
tidak terpisahkan atau saling terkait mengenai akta, khususnya akta otentik,
yaitu:
To certify means to authenticate a thing in writing, to attest as being true. To
attest means:
a. To bear witness to a act;
b. To affirm to be true or genuine;
c. To certify to the verity of a copy of a public document formally by signature.
Authentic is genuine, true, real, reliable, trustworthy, having the character and
authority of an original.50
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akta otentik merupakan
suatu surat, dokumen, ataupun alat yang menyatakan kebenaran suatu perbuatan
hukum yang dituangkan ke dalam media tersebut adalah benar adanya dan bersifat
otentisitas.
Menurut Teguh Samudera, secara umum didalam lalu lintas hukum perdata yang
dimaksud dengan akta adalah suatu surat (akta) yang dibuat oleh notaris.51
Dengan demikian suatu akta didalam hukum dapat digunakan sebagai pernyataan
dari suatu perbuatan hukum dan alat pembuktian.
49 Ibid, hlm 101.50 Tan Thong Kie, Op.cit., hlm 231.51 Ibid, hlm 38.
-
40
Dengan demikian, akta otentik merupakan suatu bukti dan menyempurnakan
perbuatan hukum dari subjek hukum, sebagai tanda, data-data ataupun identitas
subjek hukum dinyatakan secara tegas didalam akta dan ditandatangani oleh
subjek hukum yang bersangkutan, telah dilakukannya perbuatan hukum antara
para pihak yang dinyatakan dalam suatu akta dan sebagai bukti bila dikemudian
hari terjadi sengketa diantara subjek hukum yang yang telah tertuang dalam akta
tersebut, yang dibuat “oleh” atau “dihadapan” pejabat yang berwenang.
Suatu akta dapat dikatakan otentik apabila bentuk atau formatnya sesuai dengan
yang telah diamanatkan oleh UUJN. Dengan hanya melihat dari bentuk lahiriah
suatu akta, dengan mudah subjek hukum mengenali suatu akta otentik atau tidak.
E. Tinjauan Umum Tentang Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
a. Pengertian Majelis Kehormatan Notaris Wilayah
Berdasarkan pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, maka terbentuklah
Majelis Kehormatan Notaris yang merupakan suatu badan yang mempunyai
kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan
persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan,
atas pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir
dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang
berada dalam penyimpanan Notaris.
Sesuai Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris, bahwa Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah yang berkedudukan di ibukota Provinsi perlu
-
41
dibentuk, dilantik dan diambil sumpahnya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3)
Permenkumham No. 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Majelis Kehormatan Notaris
yang mempunyai kewenangan memberikan persetujuan kepada pihak
Kepolisian, Penuntut Umum, dan Hakim untuk memeriksa notaris baru dibentuk
pada tahun 2016. Peraturan Menteri tersebut adalah peraturan Menteri Hukum
dan HAM Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 yang mengatur tentang
Majelis Kehormatan Notaris. Peraturan Menteri Hukum dan HAM tersebut
dikeluarkan pada tanggal 5 Februari 2016. Adapun isi dari peraturan Menteri
Hukum dan HAM tersebut mengatur mengenai kedudukan Majelis Kehormatan
Notaris, struktur organisasi dan Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris. Saat
ini Majelis Kehormatan Notaris yang dibentuk tersebut baru ditingkat pusat.
Sementara pada peraturan Menteri Hukum dan HAM pada Pasal 2
mengamanatkan bahwa Majelis Kehormatan Notaris dibentuk di Pusat dan
wilayah.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM yang dikeluarkan merupakan aturan
pelaksana yang diamanatkan Pasal 66 A oleh Udang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 untuk membetuk Majelis Kehormatan Notaris. Jika dilihat dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tidak diatur mengenai pengertian
Majelis Kehormatan Notaris. Disamping itu tidak diatur mengenai dimana
kedudukan Majelis Kehormatan notaris berada. Pasal 91 B Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 mengamanatkan Bahwa peraturan pelaksana dari
Undang-undang tersebut di bentuk paling lambat 1 (satu) tahun setelah
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 di undangkan. Lambatnya Kementerian
-
42
Hukum dan HAM mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM sebagai
peraturan pelaksana membuat lamanya dibentuk Majelis Kehormatan Notaris.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM seharusnya dikeluarkan satu tahun paling
lambat setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 di undangkan. Akibat yang
ditimbulkan dari terlambatnya dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
membuat Notaris tidak mendapat perlindungan dan kepastian hukum ketika
dipanggil oleh penegak hukum. Hal ini didasarkan pada siapa yang memberikan
persetujuan kepada penegak hukum ketika Notaris dipanggil maupun di periksa
penegak hukum.
Pengurus Majelis Kehormatan Notaris Abdul Syukur menyatakan bahwa pada
tahun 2016 ini ada sekitar 41 Kasus diduga adanya pelanggaran hukum pidana
yang dilakukan oleh Notaris berkaitan dengan pembuatan Akta Notaris. Dimana
pada 41 kasus pelanggaran hukum pidana tersebut 80% terjadi di daerah Jakarta
sedangkan sisanya 20% terjadi diluar daerah Jakarta. Abdul Syukur tidak
menjelaskan nama- nama Notaris yang diduga melakukan pelanggaran hukum.
Hal ini didasarkan pada untuk menjaga kerahasiaan kasus yang masuk maupun
ditanganin oleh Majelis Kehormatan Notaris Pusat. Menurut Abdul Syukur
bahwa dugaan terhadap pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh Notaris
tersebut telah di proses oleh pihak kepolisian. Dimana pihak kepolisan meminta
persetujuan kepada Majelis Kehormatan Notaris. Namun yang terjadi Majelis
Kehormatan Notaris tidak dapat memberikan persetujuan karena kewenangan
untuk memberikan persetujuan untuk pemeriksaan Notaris yang dilakukan oleh
-
43
penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian berada di bawah kewenangan
Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (disingkat menjadi MKN-Wilayah). Hal
ini didasarkan pada adanya aturan yang terdapat pada Pasal 23 Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2016.52
Abdul Syukur selaku pengurus pusat Majelis Kehormatan Notaris menyatakan
bahwa sampai saat ini Majelis Kehormatan Notaris Wilayah belum dibentuk.
Sementara menurut Abdul Syukur Notaris selaku pejabat Umum harus tetap
diawasi dan dibina. Hal ini didasarkan bahwa Notaris merupakan perpanjangan
tangan dari pemerintah untuk membantu masyarakat dalam membuat akta.
Disamping itu juga tidak tertutup kemungkinan adanya oknum-oknum Notaris
yang tidak bertanggung jawab melakukan pelanggaran hukum dan berlindung
pada jabatannya sebagai Notaris.
Abdul Syukur juga menjelaskan bahwa setiap akta yang dibuat dihadapan
Notaris oleh para pihak harus dijaga kerahasiaannya dan dilindungi dari pihak
manapun. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Sumpah Jabatan Notaris. Sehingga perlunya Lembaga Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk untuk menjaga indevendensi dan
kehormatan Notaris dari pihak manapun.53
Baru dibentuknya Majelis Kehormatan Notaris Pusat di Organisasi Ikatan
Notaris Indonesia dan belum dibentuknya Majelis kehormatan Notaris Wilayah
sangat menarik untuk dikaji bagaimana Peran Majelis Kehormatan