efektifitas kebijakan fiskal dan moneter dalam mengantisipasi krisis energi dan pangan

10
 Efektifitas Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi dan Pangan PENDAHULUAN Harga minyak dunia akhirnya menembus diatas USD 135 per barel yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah, bahkan tidak mustahil menembus angka psikologis USD 150 per barel. Perkembangan fluktuasi harga minyak jelas berakibat buruk bagi upaya pembangunan ekonomi ke depan. Meningkatnya harga minyak akan mengubah komposisi APBN 2008 dan arah kebijakan moneter. Di antara dua dampak itu, akan terdapat ramifikasi lebih jauh yang bisa berujung pada melemahnya perekonomian bila tidak ada respons kebijakan yang memadai. Dari sisi fiskal, kenaikan harga minyak di atas asumsi USD 60 per barel akan mengubah komposisi APBN 2008 melalui dampaknya pada pendapatan maupun belanja negara. Pada sisi pendapatan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan pendapatan production sharing (KPS) minyak dan PNBP gas serta pendapatan negara dari PPh Migas. Dari sisi belanja, kenaikan harga minyak akan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke pemerintah daerah. Dalam hal ini, risiko fiskal dari kenaikan harga minyak secara umum tidak separah sebagaimana yang diprediksi sebagian pengamat. Kenaikan harga minyak global  justru menguntungkan pemerintah karena akan t erdapat peningkatan penerimaan bersih yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain. Dari struktur APBN 2008, kenaikan harga minyak yang rata-rata USD 10 per barel akan meningkatkan surplus (penerimaan bersih) pemerintah Rp 3 triliun. Peningkatan penerimaan bersih itu dimungkinkan oleh adanya fiscal space yang lebih luas dalam struktur APBN sejak diambilnya kebijakan pemotongan subsidi BBM pada 2005. Namun, peningkatan surplus di atas hanya dimungkinkan bila target lifting minyak domestik, yang diasumsikan 1,034 juta barel per hari pada  APBN 2008, terpenuhi. Bila terdapat penurunan lifting minyak domestik 50 ribu barel per hari, justru akan terdapat peningkatan defisit bersih antara Rp 10 triliun- Rp 11 triliun pada APBN 2008. Untuk itu, dari sisi fiskal, yang perlu diwaspadai adalah pengurangan jumlah lifting minyak domestik. Berdasar pengalaman tahun- tahun sebelumnya, penurunan asumsi hampir selalu terjadi. Sebagai contoh, ada selisih 50 ribu barel per hari dalam asumsi APBN Perubahan (APBNP) 2007 dibandingkan APBN 2007. Kenaikan harga energi terutama minyak bumi mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga pangan dan dapat menyebabkan krisis pangan dunia. Membubungnya harga pangan dunia, sebagian merupakan akibat dari banyaknya penggunaan bahan pangan yang digunakan untuk bahan bakar organik (biofuel), yang dimaksudkan menjadi tren kesadaran lingkungan negara industri maju. Seperti jagung dan kelapa sawit, sebelumnya kedua pangan itu untuk konsumsi

Upload: akhmadfauzie

Post on 09-Jul-2015

974 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

Efektifitas Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam MengantisipasiKrisis Energi dan Pangan

PENDAHULUAN 

Harga minyak dunia akhirnya menembus diatas USD 135 per barel yang

merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah, bahkan tidak mustahil menembus

angka psikologis USD 150 per barel. Perkembangan fluktuasi harga minyak jelas

berakibat buruk bagi upaya pembangunan ekonomi ke depan. Meningkatnya harga

minyak akan mengubah komposisi APBN 2008 dan arah kebijakan moneter. Di

antara dua dampak itu, akan terdapat ramifikasi lebih jauh yang bisa berujung

pada melemahnya perekonomian bila tidak ada respons kebijakan yang memadai.

Dari sisi fiskal, kenaikan harga minyak di atas asumsi USD 60 per barel akan

mengubah komposisi APBN 2008 melalui dampaknya pada pendapatan maupun

belanja negara. Pada sisi pendapatan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan

pendapatan production sharing (KPS) minyak dan PNBP gas serta pendapatan

negara dari PPh Migas. Dari sisi belanja, kenaikan harga minyak akan

meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke pemerintah daerah.

Dalam hal ini, risiko fiskal dari kenaikan harga minyak secara umum tidak separah

sebagaimana yang diprediksi sebagian pengamat. Kenaikan harga minyak global

 justru menguntungkan pemerintah karena akan terdapat peningkatan penerimaan

bersih yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain.

Dari struktur APBN 2008, kenaikan harga minyak yang rata-rata USD 10 per

barel akan meningkatkan surplus (penerimaan bersih) pemerintah Rp 3 triliun.

Peningkatan penerimaan bersih itu dimungkinkan oleh adanya fiscal space yang

lebih luas dalam struktur APBN sejak diambilnya kebijakan pemotongan subsidi

BBM pada 2005. Namun, peningkatan surplus di atas hanya dimungkinkan bila

target lifting minyak domestik, yang diasumsikan 1,034 juta barel per hari pada

  APBN 2008, terpenuhi. Bila terdapat penurunan lifting minyak domestik 50 ribu

barel per hari, justru akan terdapat peningkatan defisit bersih antara Rp 10 triliun-

Rp 11 triliun pada APBN 2008. Untuk itu, dari sisi fiskal, yang perlu diwaspadai

adalah pengurangan jumlah lifting minyak domestik. Berdasar pengalaman tahun-

tahun sebelumnya, penurunan asumsi hampir selalu terjadi. Sebagai contoh, ada

selisih 50 ribu barel per hari dalam asumsi APBN Perubahan (APBNP) 2007dibandingkan APBN 2007.

Kenaikan harga energi terutama minyak bumi mempunyai pengaruh

signifikan terhadap harga pangan dan dapat menyebabkan krisis pangan dunia.

Membubungnya harga pangan dunia, sebagian merupakan akibat dari banyaknya

penggunaan bahan pangan yang digunakan untuk bahan bakar organik (biofuel),

yang dimaksudkan menjadi tren kesadaran lingkungan negara industri maju.

Seperti jagung dan kelapa sawit, sebelumnya kedua pangan itu untuk konsumsi

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

masyarakat dunia, namun saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya

tinggi. Produksi jagung di dunia dari 2004 - 2007, dalam catatan Bank Dunia,

hampir seluruhnya digunakan untuk biofuel di AS.

Kenaikan harga pangan yang drastis akibat dari penggunaan produk pangan

untuk pemenuhan energi global dapat terlihat dari fluktuasi harga pangan yang

telah terjadi di Indonesia. Harga beberapa komoditas pangan penting terus

merangkak naik sejak akhir tahun 2007 hingga kini. Kenaikan berkisar 18% hingga

60%. Lonjakan tertinggi terjadi pada komoditas minyak goreng, disusul kedelai,

tepung terigu, dan beras. Harga minyak tanah pun sempat melonjak hingga 50%.

Bahkan di beberapa daerah terjadi kelangkaan. Kondisi seperti ini tentunya sangat

memukul masyarakat miskin dan juga mulai berdampak pada masyarakat ekonomi

menengah. Kekurangan pasokan bahan pangan dunia sudah dapat dipastikan akan

mendorong kenaikan harga pangan dunia, terlebih pada negara yang sangat

tergantung pada impor. Melihat kenyataan ini, perlu dibangun konsensus global

untuk memprioritaskan menjaga kestabilan harga pangan dunia.

Untuk mengantisipasi kemungkinan krisis pangan dan energi yang akan

terjadi karena kenaikan harga energi global dan penggunaan komoditas pertanian

untuk kebutuhan energi maka diperlukan langkah kongkrit dari pemerintah selaku

pemegang kebijakan fiskal maupun bank Indonesia selaku pemegang kebijakan

moneter di Indonesia. Kebijakan yang diambil harus dapat memperhatikan

dampaknya terhadap perekonomian nasional serta kondisi riil yang dihadapi saat ini

berkenaan dengan permintaan akan kebutuhan energy dan pangan secara global.

 ANALISIS

 A. Kebijakan Fiskal 

Sektor publik dalam perekonomian campuran mempunyai fungsi utama

antara lain; (1) fungsi alokasi yaitu mengatur alokasi faktor faktor produksi dalam

menghasilkan barang publik dan privat, (2) fungsi distribusi yaitu mengatur

pembagian pendapatan (dan kekayaan) untuk lebih menjamin pembagian

pendapatan secara adil, (3) fungsi stabilisasi yaitu untuk menjamin tingkat

pertumbuhan, mempertahankan stabilisasi harga, kesempatan kerja dan kurs.

Untuk melaksanakan fungsi pemerintah tersebut dilakukan melalui kebijakan fiskal

yaitu dengan pengaturan anggaran penerimaan (pajak) dan pengeluaran

Pembangunan ekonomi dinegara - negara berkembang peran sektor publik 

sangat penting, karena dalam pembangunan mengandalkan kepada peran sektor

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

publik disamping sektor swasta. Sektor publik atau pemerintah diberikan peran

sebagai “Agent of Development” (mempelopori, memfasilitasi, dan lain lain).

Didalam melaksanakan perannya melakukan pembangunan diperlukan berbagai

strategi yaitu strategi pertumbuhan, kesempatan kerja penuh, penghapusan

kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pasar

Dunia perminyakan Indonesia yang menyangkut masalah produksi dan

pemakaian BBM (Migas Hilir) pada saat ini menghadapi suatu dilemma. Pemerintah

tidak mampu menaikkan harga BBM untuk pemakaian dalam negeri sama dengan

harga pasar untuk mengurangi subsidi yang sudah sangat membebani anggaran

pemerintah. Rencana pemerintah yang dikemukakan Wapres Jusuf Kalla untuk 

menaikkan harga BBM sebesar 24% pada tahun 2008 adalah untuk menekan

defisit APBN sebagai akibat kenaikan harga minyak mentah dunia.

Pada dasarnya subsidi harga BBM sangat merugikan negara. Pengurangan

subsidi secara bertahap dan menghilangkannya dari APBN merupakan cara yang

terbaik agar Indonesia dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Sebagian pakar ekonomi juga mendukung kebijakan pengurangan subsidi dengan

argumentasi bahwa kebijakan subsidi yang dijalankan pemerintah terdahulu

ditetapkan ketika Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak. Tetapi

dengan posisi Indonesia saat ini yang telah menjadi negara pengimpor minyak,

maka setiap kenaikan harga minyak mentah dunia akan langsung membebani

neraca APBN. Menyadari bahwa subsidi yang ada saat ini sangat tidak berkeadilan

karena lebih banyak dinikmati oleh kelompok mampu. Rakyat Indonesia sudah

memahami bahwa subsidi harga BBM yang membunuh ini sangat merugikan

negara disaat ini maupun pada masa yang akan datang. Kondisi ini harus segera

diluruskan atau diselesaikan dengan baik secara tuntas. Kalau tidak akan

menimbulkan pemasalahan terus menerus yang tidak pernah selesai sehingga

Indonesia akan mengalami krisis yang berkepanjangan. Perlu pula digarisbawahi

bahwa didalam menghadapi problema yang dilematis tersebut di atas, Pemerintah

harus bijak dalam mengendalikan roda pemerintahan. Beberapa kebijakan fiskal

yang dapat diambil pemerintah untuk mengatasi krisis energi dan pangan adalah

sebagai berikut:

1.  Pajak BBM dan Subsidi BBM 

Permasalahan utama perminyakan Indonesia sekarang ini justru terletak 

pada Migas Hilir. Sistim distribusi, pemasaran, penjualan (retail) dan pemakaian

BBM sebagai produksi penting atau strategis belum “dikusai” dalam arti dikelola

dengan baik. Jika dilaksanakan dengan baik dan terencana, target Pemerintah

bukan hanya sekadar mengurangi subsidi pemakaian BBM saja, tetapi bagaimana

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

usaha pemerintah untuk dapat melakukan “rasionalisasi” dan “optimalisasi” dalam

rangka demokratisasi dunia Migas Indonesia untuk menghadapi era pasar bebas

sekaligus mengantisipasi kekurangan sumber daya Migas di Indonesia pada masa

sekarang dan mendatang. Dari sudut sifatnya, ada dua karakter yang menonjol

dalam kegiatan usaha Migas Hilir yaitu; (1) usaha Migas Hilir yang merupakan

kegiatan usaha bisnis yang dapat dikenakan Pajak BBM (dan ini merupakan porsi

yang terbesar), serta (2) usaha Migas Hilir berupa BBM yang merupakan produksi

penting dan menguasai hajat hidup orang banyak sehingga memerlukan subsidi

Pemerintah.

Pajak BBM sesungguhnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia, dan

merupakan kewajiban bagi para pemakai BBM. Karena pemerintah sudah

menyiapkan sarana dan prasarana untuk para pemakai BBM dan mereka (pemakai

BBM) menimbulkan pencemaran lingkungan, yang dibiayai dan ditanggung seluruh

rakyat Indonesia atau oleh negara. Sejumlah 160 negara besar didunia pola

kebijakan pemasaran dan harga jual BBM dapat dibagi atas empat katagori model

yaitu; (1) pola subsidi, (2) pola pajak rendah, (3) pola pajak sedang, dan (4) pola

pajak BBM tinggi. Pola subsidi hanya dianut oleh negara penghasil Migas yang

besar, seperti negara Timur Tengah dan lainnya termasuk Indonesia yang bukan

penghasil Migas besar. Hampir 94% negara didunia ini telah menarik pajak 

pemakaian BBM, yang besarnya tergantung dari kondisi negara masing masing,

dan lebih dari 60% telah menarik pajak yang cukup tinggi, lebih besar dari US $

0.5 atau Rp 5.000 perliter BBM yang dipakai, berarti nilainya lebih tinggi dari pada

harga pasar BBM itu sendiri. Pola pajak rendah atau pola Amerika yang dianut olehhampir 18.7%, pajak BBM dibawah US $ 0.20 perliter. Alasannya bahwa negara

  Amerika mempunyai daratan yang sangat luas sehingga agak sulit membangun

  jaringan transportasi masal yang murah, efisien dan ekonomis. Karenanya,

masyarakat lebih banyak menggunakan mobil pribadi. Pola pajak BBM tinggi atau

pola Eropa, pajak lebih besar dari US $ 0.6 perliter yang dianut oleh lebih dari 20%

negara didunia. Biasanya negara yang menganut pola pajak BBM tinggi mempunyai

sistim transportasi umum masal yang baik, efisien, ekonomis, nyaman dan aman

seperti; di Eropa dan Jepang. Paling banyak negara didunia ini menerapkan pola

pajak BBM sedang, hampir 55%, dengan pajak BBM antara US $ 0.20 s/d US $

0.60 perliter. Alasannya adalah mencari keseimbangan antara pemakaian BBMyang kena pajak untuk pemakaian mobil pribadi dengan kendaraan umum dengan

pajak rendah (subsidi), sehingga dapat menarik pajak pemakaian BBM yang

optimum. Pola ini merupakan pola pajak BBM yang paling wajar, adil dan

demokratis. Bila Migas Hilir menerapkan konsep Pajak BBM dan subsidi selektif 

diterapkan dan dikelola dengan baik maka bukan memberikan beban kepada

negara dengan pemberian subsidi harga BBM, akan tetapi dapat memberikan

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

sumbangan melalui pajak pemakaian BBM yang cukup tinggi dengan nilai Rp. 250

triliun (US $ 25 milyard) pertahun (rutin, abadi), bahkan dapat lebih. (sesuai

dengan kemajuan masing – masing daerah otonomi).

Pemakaian BBM di Indonesia yang hampir 60 juta KL atau 60 milyar liter

pertahun, banyak sekali dana pajak dapat dihimpun. Jika pajak pemakaian BBM Rp

6.000 perliter atau harga BBM Rp 8.000 perliter, pemakaian BBM akan turun

diperkirakan menjadi 50 juta KL dan yang dikenakan pajak 40 juta KL dan yang

dapat subsidi 10 juta KL. Potensi dana yang dapat dihimpun mencapai US $ 25

milyar (hampir 250 triliun rupiah) per tahun secara terus menerus, abadi, walaupun

Indonesia nantinya bukan pengekspor migas atau tidak menghasilkan migas lagi.

Jumlahnya tergantung dari perkembangan dan pertumbuhan sistim transportasi

dimasing masing daerah. Makin bagus sistim tranportasi dari suatu daerah (seperti

di pulau jawa) makin banyak dana yang dapat dihimpun atau diperoleh,

pembayaran subsidi BBM, diambil dari dana pajak BBM. Karena PERTAMINA belum

mampu menyiapkan sistim untuk dapat mengontrol pemisahan dan penyampaian

BBM yang disubsidi sampai ketangan yang berhak dan menarik pajak pemakaian

BBM dari yang wajib membayar pajak, secara tepat, cepat, dan transparan maka

kerugian negara mencapai 250 trilyun rupiah/per tahun.

Sesungguhnya Pemerintah dan PERTAMINA dapat mengurangi subsidi dan

menarik pajak pemakaian BBM. Rakyat sudah memperlihatkan pengertian positif 

tentang subsidi yang membunuh. Mengurangi subsidi, akan menaikan harga BBM

secara merata yang mengakibatkan kenaikan harga disegala sektor terutama

bahan pokok, yang berakibat meningkatkan beban masyarakat. Jumlah BBM yang

harus diberikan subsidi hanya sedikit, lebih kurang hanya sekitar 10% (sepuluh

persen) dari total keseluruhan pemakaian BBM, selebihnya dapat dikenakan pajak.

Subsidi yang diberikan berupa subsidi harga yang hampir merata kepada

seluruh pemakai. Pada saat sekarang pemerintah telah berusaha menaikan harga

BBM, diharapkan bisa sampai sama dengan harga Internasional, dalam rangka

mengurangi subsidi. Tetapi jika kondisi sistim distribusi, penjualan, pemasaran dan

pemakaian BBM masih seperti sekarang ini (belum dapat memisahkan secara tepat

mana BBM yang patut disubsidi dan yang dikenakan pajak) tentu saja upaya untuk mengurangi subsidi sangat sulit. Hidup tanpa subsidi adalah bentuk pengorbanan

paling riil dari suatu bangsa bagi kemakmuran sendiri, selain itu pajak adalah

kewajiban sekaligus hak berbangsa dan bernegara. Subsidi dan juga pajak 

merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudkan keadilan dan kemakmuran

masyarakat. Dalam prakteknya, subsidi dapat diberikan berupa pendidikan dan

kesehatan seperti yang diterapkan sejumlah negara, yang merupakan investasi

pemerintah terhadap rakyat.

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

Di Indonesia, subsidi terbesar diwujudkan dalam bentuk subsidi harga BBM,

yang merupakan subsidi konsumtif. Pada subsidi BBM ini, pemerintah membayari

sebahagian harga BBM yang dibeli masyarakat sehingga harga BBM menjadi murah

dari nilai sebenarnya. Seharusnya subsidi BBM hanya diberikan kepada yang

berhak saja secara terbatas dan harus dapat dikontrol dengan baik. Subsidi yang

dapat diberikan baik berupa subsidi harga atau subsidi pajak maupun keduanya.

Dana subsidi harus didapat dari sistim pemakaian BBM itu sendiri (mandiri) seperti

dari pajak pemakaian BBM, tidak diambil dari dana penjualan minyak mentah atau

dari pajak lainnya.

2.  Stimulus Fiskal Untuk Komoditas Pertanian 

Mengantaisipasi kenaikan harga komoditas pertanian pemerintah

memberlakukan kebijakan untuk menstabilkan harga komoditas-komoditas

pertanian, pada awal Februari 2008 pemerintah memutuskan untuk menyiapkan

stimulus fiskal sebesar Rp 13,7 triliun. Stimulus fiskal ini akan digunakan untuk 

subsidi, yang ketentuannya dituangkan dalam beberapa Peraturan Menteri

Keuangan. Pemerintah memilih untuk melaksanakan subsidi dengan cara

membebaskan atau menurunkan bea masuk dan menanggung pajak pertambahan

nilai (PPN) komoditas-komoditas penting tersebut. Hal ini karena pemberian subsidi

secara langsung pada masyarakat miskin dinilai memiliki banyak kendala teknis.

Pemberian stimulus fiskal oleh pemerintaah akan memberikan dampak positif 

pada penurunan harga pangan. Dengan adanya stimulus ini diharapkan rakyat

Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya akan komoditas pangan. Pemberian

stimulus fiskal merupakan kebijakan fiskal jangka pendek yang tentunya harus

diimbangi dengan peningkatan produktifitas pangan secara nasional. Karena

kebijakan tersebut akan membebani keuangan Negara karena menyebabkan

penurunan pendapatan Negara, maka pemerintah dapat memberlakukan kebijakan

fiskal lainnya sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan seiring tanpa membebani

keuangan Negara.

Pemberian subsidi pada sektor pertanian yang diberlakukan di Negara maju

dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor pertanian yang

berujung pada ketahanan pangan dan menghindarkan Indonesia dari krisis

pangan. Negara maju, seperti AS dan Uni Eropa, menyubsidi produk pertanian

mereka secara berlebih untuk sejumlah komoditas pangan, terutama beras,

  jagung, kedelai, gula, gandum, daging sapi dan unggas, susu, serta komoditas

hortikultura seperti sayur. Berbagai ragam subsidi tersebut tampak dari besaran

angka produser support estimate/PSE, antara lain market price support, payments

based on area planted/animal numbers/input use/input contraints.

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

Sebagai gambaran, pendapatan petani beras, gula, dan daging sapi di Negara

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berasal

dari bantuan pemerintah mencapai berturut-turut 78 persen, 51 persen, dan 33

persen. Itu artinya hanya 22 persen pendapatan petani beras di OECD yang berasal

dari usaha mereka sendiri. Selebihnya disubsidi. Dampak kebijakan subsidi pangan

yang besar dari negara maju akan memukul usaha tani di negara berkembang,

termasuk Indonesia. Kasus kedelai bisa menjadi contoh nyata, pada saat subsidi

pangan dilakukan secara besar-besaran, membuat harga pangan di dunia rendah

sehingga persaingan menjadi tidak adil. Hal itu akan berpengaruh negatif terhadap

petani di negara berkembang seperti Indonesia. Konsekuensi dari hal tersebut

adalah petani menjadi malas menjalankan usaha taninya sehingga lama-lama

produksi komoditas pangan turun, sehingga pada akhirnya Indonesia akan

bergantung sepenuhnya dari pangan impor. Dengan pemberian subsidi dalam

sektor pertanian diharapkan produktifitas pertanian dan daya saing produk pertanian Indonesia dapat meningkat dan menghindarkan Indonesia dari krisis

pangan.

B. Kebijakan Moneter 

Karakteristik Indonesia sebagai “small and open economy” , menganut sistem

devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang

(free floating ) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan

oleh pengaruh faktorfaktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak 

nilai tukar yang berlebihan, maka pelaksanaan intervensi menjadi sangat penting

terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar agar dapat memberikan kepastian

bagi dunia usaha, dan pada gilirannya dapat memberikan kemantapan bagi

pengendalian perekonomian secara makro.

Upaya mengendalikan nilai tukar rupiah tidak selalu diartikan hanya menekan

laju depresiasi atau memelihara kurs dalam “range” yang konstan, namun upaya

stabilisasi nilai tukar lebih diartikan menjaga nilai tukar rupiah yang bergerak 

dengan teratur (orderly manner ). Oleh karena itu, apabila nilai tukar bergejolak 

tajam karena faktor “uncertainty”  dan pasar membutuhkan suatu acuan atau“guidance” dari Otoritas Moneter/Bank Sentral sebagai sinyal. Kegiatan intervensi

yang dilakukan oleh Otoritas Moneter/Bank Sentral adalah merupakan sinyal

kepada peserta pasar bahwa pergerakan nilai tukar sudah terlalu jauh dari

fundamental.

Dari sisi moneter kenaikan harga minyak akan meningkatkan tekanan terhadap

suku bunga. Tekanan itu disebabkan prospek peningkatan inflasi domestik dan

keharusan menjaga paritas suku bunga internasional. Peningkatan inflasi domestik 

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-e

akan terjadi akibat peningkatan biaya produksi dan risiko usaha. Pada saat yang

sama, risiko inflasi juga terjadi pada negara-negara lain yang pada akhirnya juga

menekan suku bunga domestik ke atas. Suku bunga domestik harus dinaikkan

untuk mengimbangi kenaikan serupa di negara lain dan mencegah adanya pelarian

modal dan depresiasi rupiah.

Kondisi itu jelas jauh dari ideal bagi perekonomian nasional. Kenaikan suku

bunga lebih tinggi daripada asumsi rata-rata 7.5 persen yang ditetapkan pada

 APBN 2008 akan meningkatkan cicilan utang sehingga menambah beban belanja

negara. Dalam hal ini, peningkatan suku bunga dasar (SBI 3 bulan) sebesar 1

persen dari asumsi rata-rata sebesar 7.5 persen akan meningkatkan belanja

pembayaran utang domestik (defisit) kurang lebih Rp 2 triliun. Lebih jauh, kenaikan

suku bunga domestik menyebabkan tersendatnya upaya menstimulasi sektor riil

perekonomian. Tingginya suku bunga akan menyedot dana tersedia ke dalam aset-

aset seperti SBI atau SUN, yang berarti lebih sedikit dana tersedia untuk investasi.Tingginya suku bunga juga akan menyebabkan masyarakat merealokasi

pendapatan ke dalam bentuk aset-aset simpanan dan menahan tingkat konsumsi.

Lebih rendahnya tingkat investasi, konsumsi, dan pengikisan nilai aset yang

terjadi akibat inflasi akan menyebabkan tertekannya permintaan agregat

masyarakat. Itu berarti, akan hilang momentum pertumbuhan yang sesungguhnya

ada saat ini. Bahkan, bila kejatuhan tingkat permintaan menjadi berlarut-larut, bisa

terjadi resesi perekonomian sebagaimana yang terjadi pada pengujung 2005

hingga awal 2006. Untuk itu, pemerintah perlu segera menyiapkan strategi soft-

landing perekonomian dari dampak harga minyak. Langkah awal yang harus

dimulai adalah memperketat administrasi dan pengawasan atas tingkat liftingminyak, baik untuk pemain lokal maupun internasional. Langkah tersebut

diperlukan untuk mengisolasi komposisi fiskal dari kenaikan harga minyak.

Sementara itu, penyesuaian suku bunga merupakan hal yang tidak 

terhindarkan. Apalagi bila kenaikan harga minyak terus berlanjut dan bertahan

hingga tahun depan. Penyesuaian itu diperlukan untuk menyerap guncangan akibat

ketidakseimbangan eksternal yang akan terjadi karena tingginya harga minyak 

yang perlu diperhatikan ialah jumlah besaran dan timing penyesuaian suku bunga.

Pihak BI harus mengupayakan agar kenaikan suku bunga tidak terlalu tinggi.

Begitu juga berdasar pengalaman kenaikan harga minyak sebelumnya, faktor

timing adalah vital. Pengetatan moneter yang tergesa-gesa hanya memberikansinyal salah kepada pasar yang bisa direspons pelaku pasar secara berlebihan.

KESIMPULAN 

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

1.  Sektor publik dalam perekonomian campuran mempunyai fungsi utama

antara lain; (1) fungsi alokasi yaitu mengatur alokasi faktor faktor produksi

dalam menghasilkan barang publik dan privat, (2) fungsi distribusi yaitu

mengatur pembagian pendapatan (dan kekayaan) untuk lebih menjamin

pembagian pendapatan secara adil, (3) fungsi stabilisasi yaitu untuk 

menjamin tingkat pertumbuhan, mempertahankan stabilisasi harga,

kesempatan kerja dan kurs. . Untuk melaksanakan fungsi pemerintah

tersebut dilakukan melalui kebijakan fiskal yaitu dengan pengaturan

anggaran penerimaan (pajak) dan pengeluaran.

2.  Mengingat pembangunan negara betumpu pada pajak dan dana pinjaman

dalam dan luar negeri, untuk mengatasi krisis energi dapat diupayakan

melalui berbagai cara diantaranya adalah; menekan subsidi dan menarik 

pajak dari pengguna bahan bakar minyak (BBM).

3. 

Stimulus fiskal bermanfaat terhadap penurunan harga produk pertanian danmeningkatkan produktifitas pertanian yang dapat mendorong ketahanan

pangan nasional, mengurangi impor dan menghindarkan Indonesia dari

krisis pangan.

4.  Penyesuaian suku bunga merupakan hal yang tidak terhindarkan.

Penyesuaian itu diperlukan untuk menyerap guncangan akibat

ketidakseimbangan eksternal yang akan terjadi karena tingginya harga

minyak dan produk pertanian. Dalam menaikkan suku bunga yang perlu

diperhatikan ialah jumlah besaran dan timing penyesuaian suku bunga.

Pengetatan moneter yang tergesa-gesa hanya memberikan sinyal salah

kepada pasar yang bisa direspons pelaku pasar secara berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA 

 “Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”, antaranews.com, Zaenal Abidin, 20 April 2008

  Anonim, “Kebijakan Energi Indonesia Tak Konsisten”, Antara News, 1 Oktober2006.

  Anonim, “Boediono: Indonesia Belum Efisien Gunakan Energi”, Kompas Cyber

Media (sumber Antara), Selasa, 22 Agustus 2006.

 “Bank Dunia: Krisis Pangan Indonesia Hanya Sebentar”, Dunia Zaky, Rabu 11 Juni2008

Clements, Benedict, Hong-Sang Jung, and Sanjeev Gupta (2003), “Real andDistributive Effects of Petroleum Price Liberalization: The Case of Indonesia”,IMF Working Paper No. WP/03/204.

5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...

http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en

 “Dampak Moneter Kenaikan Harga Minyak Opini Bebas.com”, M. Ikhsan Modjo, 1November 2007

Dartanto, Teguh, “BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia”,

INOVASI online Vol. 5/XVII/ November 2005. (http://io.ppi- jepang.org/article.php?id=102).

 “Harga Beberapa Komoditas Masih Terus Merangkak”, Selisik (Pikiran Rakyat), 10Maret 2008

 “Krisis Minyak Dunia dan Indonesia”, Priyadi’s Palace, 30 September 2005

  “Krisis Pangan dan Energi di Mata Para Ekonom”, Kompas.com, Fajar M Marta /Benny Dwi Koestanto, Senin, 21 Juli 2008

Sapiblog.com, Sapirakus, 2 Febuari 200