efektifitas kebijakan fiskal dan moneter dalam mengantisipasi krisis energi dan pangan
TRANSCRIPT
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
Efektifitas Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam MengantisipasiKrisis Energi dan Pangan
PENDAHULUAN
Harga minyak dunia akhirnya menembus diatas USD 135 per barel yang
merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah, bahkan tidak mustahil menembus
angka psikologis USD 150 per barel. Perkembangan fluktuasi harga minyak jelas
berakibat buruk bagi upaya pembangunan ekonomi ke depan. Meningkatnya harga
minyak akan mengubah komposisi APBN 2008 dan arah kebijakan moneter. Di
antara dua dampak itu, akan terdapat ramifikasi lebih jauh yang bisa berujung
pada melemahnya perekonomian bila tidak ada respons kebijakan yang memadai.
Dari sisi fiskal, kenaikan harga minyak di atas asumsi USD 60 per barel akan
mengubah komposisi APBN 2008 melalui dampaknya pada pendapatan maupun
belanja negara. Pada sisi pendapatan, kenaikan harga minyak akan meningkatkan
pendapatan production sharing (KPS) minyak dan PNBP gas serta pendapatan
negara dari PPh Migas. Dari sisi belanja, kenaikan harga minyak akan
meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke pemerintah daerah.
Dalam hal ini, risiko fiskal dari kenaikan harga minyak secara umum tidak separah
sebagaimana yang diprediksi sebagian pengamat. Kenaikan harga minyak global
justru menguntungkan pemerintah karena akan terdapat peningkatan penerimaan
bersih yang bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain.
Dari struktur APBN 2008, kenaikan harga minyak yang rata-rata USD 10 per
barel akan meningkatkan surplus (penerimaan bersih) pemerintah Rp 3 triliun.
Peningkatan penerimaan bersih itu dimungkinkan oleh adanya fiscal space yang
lebih luas dalam struktur APBN sejak diambilnya kebijakan pemotongan subsidi
BBM pada 2005. Namun, peningkatan surplus di atas hanya dimungkinkan bila
target lifting minyak domestik, yang diasumsikan 1,034 juta barel per hari pada
APBN 2008, terpenuhi. Bila terdapat penurunan lifting minyak domestik 50 ribu
barel per hari, justru akan terdapat peningkatan defisit bersih antara Rp 10 triliun-
Rp 11 triliun pada APBN 2008. Untuk itu, dari sisi fiskal, yang perlu diwaspadai
adalah pengurangan jumlah lifting minyak domestik. Berdasar pengalaman tahun-
tahun sebelumnya, penurunan asumsi hampir selalu terjadi. Sebagai contoh, ada
selisih 50 ribu barel per hari dalam asumsi APBN Perubahan (APBNP) 2007dibandingkan APBN 2007.
Kenaikan harga energi terutama minyak bumi mempunyai pengaruh
signifikan terhadap harga pangan dan dapat menyebabkan krisis pangan dunia.
Membubungnya harga pangan dunia, sebagian merupakan akibat dari banyaknya
penggunaan bahan pangan yang digunakan untuk bahan bakar organik (biofuel),
yang dimaksudkan menjadi tren kesadaran lingkungan negara industri maju.
Seperti jagung dan kelapa sawit, sebelumnya kedua pangan itu untuk konsumsi
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
masyarakat dunia, namun saat ini banyak dijual untuk biofuel yang permintaannya
tinggi. Produksi jagung di dunia dari 2004 - 2007, dalam catatan Bank Dunia,
hampir seluruhnya digunakan untuk biofuel di AS.
Kenaikan harga pangan yang drastis akibat dari penggunaan produk pangan
untuk pemenuhan energi global dapat terlihat dari fluktuasi harga pangan yang
telah terjadi di Indonesia. Harga beberapa komoditas pangan penting terus
merangkak naik sejak akhir tahun 2007 hingga kini. Kenaikan berkisar 18% hingga
60%. Lonjakan tertinggi terjadi pada komoditas minyak goreng, disusul kedelai,
tepung terigu, dan beras. Harga minyak tanah pun sempat melonjak hingga 50%.
Bahkan di beberapa daerah terjadi kelangkaan. Kondisi seperti ini tentunya sangat
memukul masyarakat miskin dan juga mulai berdampak pada masyarakat ekonomi
menengah. Kekurangan pasokan bahan pangan dunia sudah dapat dipastikan akan
mendorong kenaikan harga pangan dunia, terlebih pada negara yang sangat
tergantung pada impor. Melihat kenyataan ini, perlu dibangun konsensus global
untuk memprioritaskan menjaga kestabilan harga pangan dunia.
Untuk mengantisipasi kemungkinan krisis pangan dan energi yang akan
terjadi karena kenaikan harga energi global dan penggunaan komoditas pertanian
untuk kebutuhan energi maka diperlukan langkah kongkrit dari pemerintah selaku
pemegang kebijakan fiskal maupun bank Indonesia selaku pemegang kebijakan
moneter di Indonesia. Kebijakan yang diambil harus dapat memperhatikan
dampaknya terhadap perekonomian nasional serta kondisi riil yang dihadapi saat ini
berkenaan dengan permintaan akan kebutuhan energy dan pangan secara global.
ANALISIS
A. Kebijakan Fiskal
Sektor publik dalam perekonomian campuran mempunyai fungsi utama
antara lain; (1) fungsi alokasi yaitu mengatur alokasi faktor faktor produksi dalam
menghasilkan barang publik dan privat, (2) fungsi distribusi yaitu mengatur
pembagian pendapatan (dan kekayaan) untuk lebih menjamin pembagian
pendapatan secara adil, (3) fungsi stabilisasi yaitu untuk menjamin tingkat
pertumbuhan, mempertahankan stabilisasi harga, kesempatan kerja dan kurs.
Untuk melaksanakan fungsi pemerintah tersebut dilakukan melalui kebijakan fiskal
yaitu dengan pengaturan anggaran penerimaan (pajak) dan pengeluaran
Pembangunan ekonomi dinegara - negara berkembang peran sektor publik
sangat penting, karena dalam pembangunan mengandalkan kepada peran sektor
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
publik disamping sektor swasta. Sektor publik atau pemerintah diberikan peran
sebagai “Agent of Development” (mempelopori, memfasilitasi, dan lain lain).
Didalam melaksanakan perannya melakukan pembangunan diperlukan berbagai
strategi yaitu strategi pertumbuhan, kesempatan kerja penuh, penghapusan
kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pasar
Dunia perminyakan Indonesia yang menyangkut masalah produksi dan
pemakaian BBM (Migas Hilir) pada saat ini menghadapi suatu dilemma. Pemerintah
tidak mampu menaikkan harga BBM untuk pemakaian dalam negeri sama dengan
harga pasar untuk mengurangi subsidi yang sudah sangat membebani anggaran
pemerintah. Rencana pemerintah yang dikemukakan Wapres Jusuf Kalla untuk
menaikkan harga BBM sebesar 24% pada tahun 2008 adalah untuk menekan
defisit APBN sebagai akibat kenaikan harga minyak mentah dunia.
Pada dasarnya subsidi harga BBM sangat merugikan negara. Pengurangan
subsidi secara bertahap dan menghilangkannya dari APBN merupakan cara yang
terbaik agar Indonesia dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Sebagian pakar ekonomi juga mendukung kebijakan pengurangan subsidi dengan
argumentasi bahwa kebijakan subsidi yang dijalankan pemerintah terdahulu
ditetapkan ketika Indonesia masih menjadi negara pengekspor minyak. Tetapi
dengan posisi Indonesia saat ini yang telah menjadi negara pengimpor minyak,
maka setiap kenaikan harga minyak mentah dunia akan langsung membebani
neraca APBN. Menyadari bahwa subsidi yang ada saat ini sangat tidak berkeadilan
karena lebih banyak dinikmati oleh kelompok mampu. Rakyat Indonesia sudah
memahami bahwa subsidi harga BBM yang membunuh ini sangat merugikan
negara disaat ini maupun pada masa yang akan datang. Kondisi ini harus segera
diluruskan atau diselesaikan dengan baik secara tuntas. Kalau tidak akan
menimbulkan pemasalahan terus menerus yang tidak pernah selesai sehingga
Indonesia akan mengalami krisis yang berkepanjangan. Perlu pula digarisbawahi
bahwa didalam menghadapi problema yang dilematis tersebut di atas, Pemerintah
harus bijak dalam mengendalikan roda pemerintahan. Beberapa kebijakan fiskal
yang dapat diambil pemerintah untuk mengatasi krisis energi dan pangan adalah
sebagai berikut:
1. Pajak BBM dan Subsidi BBM
Permasalahan utama perminyakan Indonesia sekarang ini justru terletak
pada Migas Hilir. Sistim distribusi, pemasaran, penjualan (retail) dan pemakaian
BBM sebagai produksi penting atau strategis belum “dikusai” dalam arti dikelola
dengan baik. Jika dilaksanakan dengan baik dan terencana, target Pemerintah
bukan hanya sekadar mengurangi subsidi pemakaian BBM saja, tetapi bagaimana
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
usaha pemerintah untuk dapat melakukan “rasionalisasi” dan “optimalisasi” dalam
rangka demokratisasi dunia Migas Indonesia untuk menghadapi era pasar bebas
sekaligus mengantisipasi kekurangan sumber daya Migas di Indonesia pada masa
sekarang dan mendatang. Dari sudut sifatnya, ada dua karakter yang menonjol
dalam kegiatan usaha Migas Hilir yaitu; (1) usaha Migas Hilir yang merupakan
kegiatan usaha bisnis yang dapat dikenakan Pajak BBM (dan ini merupakan porsi
yang terbesar), serta (2) usaha Migas Hilir berupa BBM yang merupakan produksi
penting dan menguasai hajat hidup orang banyak sehingga memerlukan subsidi
Pemerintah.
Pajak BBM sesungguhnya menjadi hak seluruh rakyat Indonesia, dan
merupakan kewajiban bagi para pemakai BBM. Karena pemerintah sudah
menyiapkan sarana dan prasarana untuk para pemakai BBM dan mereka (pemakai
BBM) menimbulkan pencemaran lingkungan, yang dibiayai dan ditanggung seluruh
rakyat Indonesia atau oleh negara. Sejumlah 160 negara besar didunia pola
kebijakan pemasaran dan harga jual BBM dapat dibagi atas empat katagori model
yaitu; (1) pola subsidi, (2) pola pajak rendah, (3) pola pajak sedang, dan (4) pola
pajak BBM tinggi. Pola subsidi hanya dianut oleh negara penghasil Migas yang
besar, seperti negara Timur Tengah dan lainnya termasuk Indonesia yang bukan
penghasil Migas besar. Hampir 94% negara didunia ini telah menarik pajak
pemakaian BBM, yang besarnya tergantung dari kondisi negara masing masing,
dan lebih dari 60% telah menarik pajak yang cukup tinggi, lebih besar dari US $
0.5 atau Rp 5.000 perliter BBM yang dipakai, berarti nilainya lebih tinggi dari pada
harga pasar BBM itu sendiri. Pola pajak rendah atau pola Amerika yang dianut olehhampir 18.7%, pajak BBM dibawah US $ 0.20 perliter. Alasannya bahwa negara
Amerika mempunyai daratan yang sangat luas sehingga agak sulit membangun
jaringan transportasi masal yang murah, efisien dan ekonomis. Karenanya,
masyarakat lebih banyak menggunakan mobil pribadi. Pola pajak BBM tinggi atau
pola Eropa, pajak lebih besar dari US $ 0.6 perliter yang dianut oleh lebih dari 20%
negara didunia. Biasanya negara yang menganut pola pajak BBM tinggi mempunyai
sistim transportasi umum masal yang baik, efisien, ekonomis, nyaman dan aman
seperti; di Eropa dan Jepang. Paling banyak negara didunia ini menerapkan pola
pajak BBM sedang, hampir 55%, dengan pajak BBM antara US $ 0.20 s/d US $
0.60 perliter. Alasannya adalah mencari keseimbangan antara pemakaian BBMyang kena pajak untuk pemakaian mobil pribadi dengan kendaraan umum dengan
pajak rendah (subsidi), sehingga dapat menarik pajak pemakaian BBM yang
optimum. Pola ini merupakan pola pajak BBM yang paling wajar, adil dan
demokratis. Bila Migas Hilir menerapkan konsep Pajak BBM dan subsidi selektif
diterapkan dan dikelola dengan baik maka bukan memberikan beban kepada
negara dengan pemberian subsidi harga BBM, akan tetapi dapat memberikan
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
sumbangan melalui pajak pemakaian BBM yang cukup tinggi dengan nilai Rp. 250
triliun (US $ 25 milyard) pertahun (rutin, abadi), bahkan dapat lebih. (sesuai
dengan kemajuan masing – masing daerah otonomi).
Pemakaian BBM di Indonesia yang hampir 60 juta KL atau 60 milyar liter
pertahun, banyak sekali dana pajak dapat dihimpun. Jika pajak pemakaian BBM Rp
6.000 perliter atau harga BBM Rp 8.000 perliter, pemakaian BBM akan turun
diperkirakan menjadi 50 juta KL dan yang dikenakan pajak 40 juta KL dan yang
dapat subsidi 10 juta KL. Potensi dana yang dapat dihimpun mencapai US $ 25
milyar (hampir 250 triliun rupiah) per tahun secara terus menerus, abadi, walaupun
Indonesia nantinya bukan pengekspor migas atau tidak menghasilkan migas lagi.
Jumlahnya tergantung dari perkembangan dan pertumbuhan sistim transportasi
dimasing masing daerah. Makin bagus sistim tranportasi dari suatu daerah (seperti
di pulau jawa) makin banyak dana yang dapat dihimpun atau diperoleh,
pembayaran subsidi BBM, diambil dari dana pajak BBM. Karena PERTAMINA belum
mampu menyiapkan sistim untuk dapat mengontrol pemisahan dan penyampaian
BBM yang disubsidi sampai ketangan yang berhak dan menarik pajak pemakaian
BBM dari yang wajib membayar pajak, secara tepat, cepat, dan transparan maka
kerugian negara mencapai 250 trilyun rupiah/per tahun.
Sesungguhnya Pemerintah dan PERTAMINA dapat mengurangi subsidi dan
menarik pajak pemakaian BBM. Rakyat sudah memperlihatkan pengertian positif
tentang subsidi yang membunuh. Mengurangi subsidi, akan menaikan harga BBM
secara merata yang mengakibatkan kenaikan harga disegala sektor terutama
bahan pokok, yang berakibat meningkatkan beban masyarakat. Jumlah BBM yang
harus diberikan subsidi hanya sedikit, lebih kurang hanya sekitar 10% (sepuluh
persen) dari total keseluruhan pemakaian BBM, selebihnya dapat dikenakan pajak.
Subsidi yang diberikan berupa subsidi harga yang hampir merata kepada
seluruh pemakai. Pada saat sekarang pemerintah telah berusaha menaikan harga
BBM, diharapkan bisa sampai sama dengan harga Internasional, dalam rangka
mengurangi subsidi. Tetapi jika kondisi sistim distribusi, penjualan, pemasaran dan
pemakaian BBM masih seperti sekarang ini (belum dapat memisahkan secara tepat
mana BBM yang patut disubsidi dan yang dikenakan pajak) tentu saja upaya untuk mengurangi subsidi sangat sulit. Hidup tanpa subsidi adalah bentuk pengorbanan
paling riil dari suatu bangsa bagi kemakmuran sendiri, selain itu pajak adalah
kewajiban sekaligus hak berbangsa dan bernegara. Subsidi dan juga pajak
merupakan salah satu upaya pemerintah mewujudkan keadilan dan kemakmuran
masyarakat. Dalam prakteknya, subsidi dapat diberikan berupa pendidikan dan
kesehatan seperti yang diterapkan sejumlah negara, yang merupakan investasi
pemerintah terhadap rakyat.
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
Di Indonesia, subsidi terbesar diwujudkan dalam bentuk subsidi harga BBM,
yang merupakan subsidi konsumtif. Pada subsidi BBM ini, pemerintah membayari
sebahagian harga BBM yang dibeli masyarakat sehingga harga BBM menjadi murah
dari nilai sebenarnya. Seharusnya subsidi BBM hanya diberikan kepada yang
berhak saja secara terbatas dan harus dapat dikontrol dengan baik. Subsidi yang
dapat diberikan baik berupa subsidi harga atau subsidi pajak maupun keduanya.
Dana subsidi harus didapat dari sistim pemakaian BBM itu sendiri (mandiri) seperti
dari pajak pemakaian BBM, tidak diambil dari dana penjualan minyak mentah atau
dari pajak lainnya.
2. Stimulus Fiskal Untuk Komoditas Pertanian
Mengantaisipasi kenaikan harga komoditas pertanian pemerintah
memberlakukan kebijakan untuk menstabilkan harga komoditas-komoditas
pertanian, pada awal Februari 2008 pemerintah memutuskan untuk menyiapkan
stimulus fiskal sebesar Rp 13,7 triliun. Stimulus fiskal ini akan digunakan untuk
subsidi, yang ketentuannya dituangkan dalam beberapa Peraturan Menteri
Keuangan. Pemerintah memilih untuk melaksanakan subsidi dengan cara
membebaskan atau menurunkan bea masuk dan menanggung pajak pertambahan
nilai (PPN) komoditas-komoditas penting tersebut. Hal ini karena pemberian subsidi
secara langsung pada masyarakat miskin dinilai memiliki banyak kendala teknis.
Pemberian stimulus fiskal oleh pemerintaah akan memberikan dampak positif
pada penurunan harga pangan. Dengan adanya stimulus ini diharapkan rakyat
Indonesia dapat memenuhi kebutuhannya akan komoditas pangan. Pemberian
stimulus fiskal merupakan kebijakan fiskal jangka pendek yang tentunya harus
diimbangi dengan peningkatan produktifitas pangan secara nasional. Karena
kebijakan tersebut akan membebani keuangan Negara karena menyebabkan
penurunan pendapatan Negara, maka pemerintah dapat memberlakukan kebijakan
fiskal lainnya sehingga kebijakan tersebut dapat berjalan seiring tanpa membebani
keuangan Negara.
Pemberian subsidi pada sektor pertanian yang diberlakukan di Negara maju
dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan sektor pertanian yang
berujung pada ketahanan pangan dan menghindarkan Indonesia dari krisis
pangan. Negara maju, seperti AS dan Uni Eropa, menyubsidi produk pertanian
mereka secara berlebih untuk sejumlah komoditas pangan, terutama beras,
jagung, kedelai, gula, gandum, daging sapi dan unggas, susu, serta komoditas
hortikultura seperti sayur. Berbagai ragam subsidi tersebut tampak dari besaran
angka produser support estimate/PSE, antara lain market price support, payments
based on area planted/animal numbers/input use/input contraints.
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
Sebagai gambaran, pendapatan petani beras, gula, dan daging sapi di Negara
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berasal
dari bantuan pemerintah mencapai berturut-turut 78 persen, 51 persen, dan 33
persen. Itu artinya hanya 22 persen pendapatan petani beras di OECD yang berasal
dari usaha mereka sendiri. Selebihnya disubsidi. Dampak kebijakan subsidi pangan
yang besar dari negara maju akan memukul usaha tani di negara berkembang,
termasuk Indonesia. Kasus kedelai bisa menjadi contoh nyata, pada saat subsidi
pangan dilakukan secara besar-besaran, membuat harga pangan di dunia rendah
sehingga persaingan menjadi tidak adil. Hal itu akan berpengaruh negatif terhadap
petani di negara berkembang seperti Indonesia. Konsekuensi dari hal tersebut
adalah petani menjadi malas menjalankan usaha taninya sehingga lama-lama
produksi komoditas pangan turun, sehingga pada akhirnya Indonesia akan
bergantung sepenuhnya dari pangan impor. Dengan pemberian subsidi dalam
sektor pertanian diharapkan produktifitas pertanian dan daya saing produk pertanian Indonesia dapat meningkat dan menghindarkan Indonesia dari krisis
pangan.
B. Kebijakan Moneter
Karakteristik Indonesia sebagai “small and open economy” , menganut sistem
devisa bebas dan ditambah dengan penerapan sistem nilai tukar mengambang
(free floating ) menyebabkan pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan
oleh pengaruh faktorfaktor ekonomi dan non-ekonomi. Untuk mengurangi gejolak
nilai tukar yang berlebihan, maka pelaksanaan intervensi menjadi sangat penting
terutama untuk menjaga stabilitas nilai tukar agar dapat memberikan kepastian
bagi dunia usaha, dan pada gilirannya dapat memberikan kemantapan bagi
pengendalian perekonomian secara makro.
Upaya mengendalikan nilai tukar rupiah tidak selalu diartikan hanya menekan
laju depresiasi atau memelihara kurs dalam “range” yang konstan, namun upaya
stabilisasi nilai tukar lebih diartikan menjaga nilai tukar rupiah yang bergerak
dengan teratur (orderly manner ). Oleh karena itu, apabila nilai tukar bergejolak
tajam karena faktor “uncertainty” dan pasar membutuhkan suatu acuan atau“guidance” dari Otoritas Moneter/Bank Sentral sebagai sinyal. Kegiatan intervensi
yang dilakukan oleh Otoritas Moneter/Bank Sentral adalah merupakan sinyal
kepada peserta pasar bahwa pergerakan nilai tukar sudah terlalu jauh dari
fundamental.
Dari sisi moneter kenaikan harga minyak akan meningkatkan tekanan terhadap
suku bunga. Tekanan itu disebabkan prospek peningkatan inflasi domestik dan
keharusan menjaga paritas suku bunga internasional. Peningkatan inflasi domestik
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-e
akan terjadi akibat peningkatan biaya produksi dan risiko usaha. Pada saat yang
sama, risiko inflasi juga terjadi pada negara-negara lain yang pada akhirnya juga
menekan suku bunga domestik ke atas. Suku bunga domestik harus dinaikkan
untuk mengimbangi kenaikan serupa di negara lain dan mencegah adanya pelarian
modal dan depresiasi rupiah.
Kondisi itu jelas jauh dari ideal bagi perekonomian nasional. Kenaikan suku
bunga lebih tinggi daripada asumsi rata-rata 7.5 persen yang ditetapkan pada
APBN 2008 akan meningkatkan cicilan utang sehingga menambah beban belanja
negara. Dalam hal ini, peningkatan suku bunga dasar (SBI 3 bulan) sebesar 1
persen dari asumsi rata-rata sebesar 7.5 persen akan meningkatkan belanja
pembayaran utang domestik (defisit) kurang lebih Rp 2 triliun. Lebih jauh, kenaikan
suku bunga domestik menyebabkan tersendatnya upaya menstimulasi sektor riil
perekonomian. Tingginya suku bunga akan menyedot dana tersedia ke dalam aset-
aset seperti SBI atau SUN, yang berarti lebih sedikit dana tersedia untuk investasi.Tingginya suku bunga juga akan menyebabkan masyarakat merealokasi
pendapatan ke dalam bentuk aset-aset simpanan dan menahan tingkat konsumsi.
Lebih rendahnya tingkat investasi, konsumsi, dan pengikisan nilai aset yang
terjadi akibat inflasi akan menyebabkan tertekannya permintaan agregat
masyarakat. Itu berarti, akan hilang momentum pertumbuhan yang sesungguhnya
ada saat ini. Bahkan, bila kejatuhan tingkat permintaan menjadi berlarut-larut, bisa
terjadi resesi perekonomian sebagaimana yang terjadi pada pengujung 2005
hingga awal 2006. Untuk itu, pemerintah perlu segera menyiapkan strategi soft-
landing perekonomian dari dampak harga minyak. Langkah awal yang harus
dimulai adalah memperketat administrasi dan pengawasan atas tingkat liftingminyak, baik untuk pemain lokal maupun internasional. Langkah tersebut
diperlukan untuk mengisolasi komposisi fiskal dari kenaikan harga minyak.
Sementara itu, penyesuaian suku bunga merupakan hal yang tidak
terhindarkan. Apalagi bila kenaikan harga minyak terus berlanjut dan bertahan
hingga tahun depan. Penyesuaian itu diperlukan untuk menyerap guncangan akibat
ketidakseimbangan eksternal yang akan terjadi karena tingginya harga minyak
yang perlu diperhatikan ialah jumlah besaran dan timing penyesuaian suku bunga.
Pihak BI harus mengupayakan agar kenaikan suku bunga tidak terlalu tinggi.
Begitu juga berdasar pengalaman kenaikan harga minyak sebelumnya, faktor
timing adalah vital. Pengetatan moneter yang tergesa-gesa hanya memberikansinyal salah kepada pasar yang bisa direspons pelaku pasar secara berlebihan.
KESIMPULAN
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
1. Sektor publik dalam perekonomian campuran mempunyai fungsi utama
antara lain; (1) fungsi alokasi yaitu mengatur alokasi faktor faktor produksi
dalam menghasilkan barang publik dan privat, (2) fungsi distribusi yaitu
mengatur pembagian pendapatan (dan kekayaan) untuk lebih menjamin
pembagian pendapatan secara adil, (3) fungsi stabilisasi yaitu untuk
menjamin tingkat pertumbuhan, mempertahankan stabilisasi harga,
kesempatan kerja dan kurs. . Untuk melaksanakan fungsi pemerintah
tersebut dilakukan melalui kebijakan fiskal yaitu dengan pengaturan
anggaran penerimaan (pajak) dan pengeluaran.
2. Mengingat pembangunan negara betumpu pada pajak dan dana pinjaman
dalam dan luar negeri, untuk mengatasi krisis energi dapat diupayakan
melalui berbagai cara diantaranya adalah; menekan subsidi dan menarik
pajak dari pengguna bahan bakar minyak (BBM).
3.
Stimulus fiskal bermanfaat terhadap penurunan harga produk pertanian danmeningkatkan produktifitas pertanian yang dapat mendorong ketahanan
pangan nasional, mengurangi impor dan menghindarkan Indonesia dari
krisis pangan.
4. Penyesuaian suku bunga merupakan hal yang tidak terhindarkan.
Penyesuaian itu diperlukan untuk menyerap guncangan akibat
ketidakseimbangan eksternal yang akan terjadi karena tingginya harga
minyak dan produk pertanian. Dalam menaikkan suku bunga yang perlu
diperhatikan ialah jumlah besaran dan timing penyesuaian suku bunga.
Pengetatan moneter yang tergesa-gesa hanya memberikan sinyal salah
kepada pasar yang bisa direspons pelaku pasar secara berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
“Ancaman Kemiskinan Global Baru Akibat Krisis Pangan”, antaranews.com, Zaenal Abidin, 20 April 2008
Anonim, “Kebijakan Energi Indonesia Tak Konsisten”, Antara News, 1 Oktober2006.
Anonim, “Boediono: Indonesia Belum Efisien Gunakan Energi”, Kompas Cyber
Media (sumber Antara), Selasa, 22 Agustus 2006.
“Bank Dunia: Krisis Pangan Indonesia Hanya Sebentar”, Dunia Zaky, Rabu 11 Juni2008
Clements, Benedict, Hong-Sang Jung, and Sanjeev Gupta (2003), “Real andDistributive Effects of Petroleum Price Liberalization: The Case of Indonesia”,IMF Working Paper No. WP/03/204.
5/10/2018 Efektifitas Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Mengantisipasi Krisis Energi D...
http://slidepdf.com/reader/full/efektifitas-kebijakan-fiskal-dan-moneter-dalam-mengantisipasi-krisis-en
“Dampak Moneter Kenaikan Harga Minyak Opini Bebas.com”, M. Ikhsan Modjo, 1November 2007
Dartanto, Teguh, “BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia”,
INOVASI online Vol. 5/XVII/ November 2005. (http://io.ppi- jepang.org/article.php?id=102).
“Harga Beberapa Komoditas Masih Terus Merangkak”, Selisik (Pikiran Rakyat), 10Maret 2008
“Krisis Minyak Dunia dan Indonesia”, Priyadi’s Palace, 30 September 2005
“Krisis Pangan dan Energi di Mata Para Ekonom”, Kompas.com, Fajar M Marta /Benny Dwi Koestanto, Senin, 21 Juli 2008
Sapiblog.com, Sapirakus, 2 Febuari 200