efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri di pondok...
TRANSCRIPT
EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP KEDISIPLINAN
SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
Oleh
AKHMAD JIHAD
NIM: 106011000066
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP KEDISIPLINAN SANTRI
DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
AKHMAD JIHAD
106011000066
Dosen Pembimbing
Yudhi Munadi, MA.
NIP. 19701203 199803 1 003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam sidang Ujian
Munaqasah pada tanggal 2 Maret 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu,
penulis berhak memperoleh gelar sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan
Agama Islam.
Jakarta, 2 Maret 2011
Panitia Sidang Munaqosah
Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag_________ …………… …...………
NIP. 1968030.199803.1.002
Sekretaris
Drs. Sapiudin Shidhiq, M.Ag …………… ……………
NIP. 19670328.200003.1.001
Penguji I
Dra.Hj. Elo Albugis, M.Ag …………… …………….
NIP. 19560119.199403.2.001
Penguji II
Dra. Hj. Djunaidatul Munawarah, M.Ag ……………. ……………..
NIP. 19580918.198701.2.001
Mengetahui :
Dekan,
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA
NIP. 19571005.198703.1.003
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Akhmad Jihad
Nim : 106011000066
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : “Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam”.
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya sendiri yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Februari 2011
(Akhmad Jihad)
v
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Alhamdulillâhi al-ladzî nawwaranâ bi al-’ilmi wa al-’aqli. Segenap puja
dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah
melimpahkan petunjuk, bimbingan dan kekuatan lahir batin kepada diri penulis,
sehingga penelitian hasil dari sebuah usaha ilmiah yang sederhana ini guna
menyelesaikan tugas akhir kesarjanaan terselesaikan dengan sebagaimana
mestinya, setelah menjalani proses akademik yang cukup panjang. Sholawat dan
salam semoga dilimpahkan oleh-Nya kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW, sosok historis yang membawa proses transformasi dari masa
”uncivilized” yang gelap gulita ke arah alam yang sangat terang benderang dan
berperadaban ini, juga kepada para keluarga, sahabat serta semua pengikutnya
yang setia disepanjang zaman.
Penelitian yang berjudul EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP
KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM ini
pada dasarnya disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karenanya hal ini merupakan kulminasi-formal
akademik yang sudah barang tentu tetap disertai akuntabilitas akademik juga,
penelitian ini sebenarnya juga merupakan sebuah karya ilmiah perdana penulis di
bidang kependidikan, jadi sebenarnya tulisan ini bukan hanya untuk memenuhi
kewajiban akademik (scholar duty) saja tapi juga merupakan sebuah bentuk dari
buah pikiran dan kerja keras penulis dalam menyusunnya.
Cukup terharu rasanya ketika penulis telah menyelesaikan proses
akademik dan penyusunan skripsi ini. Karena dengan media ini penulis telah
banyak belajar, berfikir, berimajinasi, mencurahkan segenap kemampuan dalam
hal pemikiran, kreativitas dan ketelitian untuk memenuhi kebutuhan kurioritas
(rasa ingin tahu) penulis dalam masalah pendidikan. Dan penulis sadar akan
berbagai kelemahan, kebodohan dan keterbatasan yang ada dalam diri penulis
vi
yang terdapat di dalam tulisan ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
semata.”wamâ ûtîtum min al’ilmi illa qalîlan”.
Dalam proses penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang
membantu penulis sehingga karya sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan
hanya angan dan keinginan semata. Mereka adalah:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Bahrissalim, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yudhi Munadi, MA., selaku dosen pembimbing yang telah dengan
tekun dan sabar serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan
memberikan kritik konstruktif dalam proses penyusunan penelitian ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan
pencerahan untuk selalu berpikir kritis-edukatif-transformatif-inovatif
menggali ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah selama berada di lingkungan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. K. H. Ahmad Syahiduddin dan Ustadzah Dra. Hj. Enah Huwaenah selaku
pimpinan Pondok Pesantren Daar el-Qolam dan semua ustadz dan
ustadzah yang telah mendidik dan memberikanku bekal ilmu dunia
maupun akhirat ketika menjadi santri.
6. Ustadz Umar yang merupakan wali kelasku ketika kelas enam di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam dan banyak memberikan masukan dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Teman seperjuanganku Novri Haryono yang sedang mengabdi di
almamater tercinta Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang telah banyak
membantu ketika pengumpulan data untuk skripsi ini.
8. Santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang menjadi
responden untuk penelitian ini. Hikmah Qolbi, Fitri al-Maghfirah, Caesar
vii
Pamungkas, dan Mulya Fatwa. Terima kasih atas partisipasi kalian ketika
memberikan data dalam wawancara.
9. Almarhum Ayahanda tercinta (Alm. Fadillah) yang selalu ada dihati dan
sanubari, yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi indahku. Kasih sayangmu
akan selalu abadi dihati keluarga ini. Kenangan indah bersamamu akan
terus menyemangati kami dalam mengarungi lautan kehidupan yang fana.
Do’a kami akan terus mengalir untuk ketenanganmu di alam sana.
10. Ibuku tercinta (Yusniati) yang senantiasa memeras keringat menitikkan air
mata untuk keluarga, mendo'akan dan memberikan perhatian, motivasi
serta kasih sayang yang tiada tara sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan baik.
11. Kakakku (Rezha Fahlevi) yang meneruskan perjuangan ayahanda, menjadi
bapak bagi adik-adiknya yang selalu memberikan motivasi serta kritik
yang konstruktif untukku.
12. Adik-adikku tersayang (Hikmah Qolbi, Risky) yang selalu ada dalam suka
maupun duka dikeluarga, yang motivasiku untuk bisa hidup dalam
kesederhanaan dan sayang kepada saudara.
13. Ivana Megawati yang selalu menemaniku dalam penyusunan skripsi ini
dengan tawa dan air mata, yang menginspirasiku dengan cinta dan kasih
sayang untuk semangat dalam berusaha. Banyak pengorbanan yang sudah
kita lalui dalam suka maupun duka. Kamu adalah bukti dari idiom Arab
yang berbunyi: ”Alhayâtu bighoiri habîbah kahayâti al-ghorîbah”.
Kaulah hal terindah dalam hidup ini yang membuatku sadar akan adanya
harapan dan masa depan. Mudah-mudahan Allah menyatukan kita dalam
ikatan suci yang takkan putus sampai ajal tiba.
14. Abi Sudirman Ketua Yayasan Panti Asuhan Darussalam Annur yang telah
membimbing dan mengajarkan aku akan sedekah yang edukatif dalam
memberikan perhatian mendalam kepada anak yatim dan dhu’afa dan telah
menjadi bapak wawasan bagiku selama menjadi pengurus di sana, dan
semua teman-teman pengurus di Yayasan Panti Asuhan Darussalam
Annur, yaitu: Wahyu, Muhasan, Wawan, Tias, Wati. Dan adik-adikku di
viii
yayasan: Rian, Dimas, Fahri, Aklis, Jajat, Azis, Vicky, Yusuf, Dedet, Abi
(Ebreng), Indra, Akbar, Widi, Bayu, Jaya, Nandu, Dewi, Desi, indri. Dan
semua orang yang ada di yayasan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
15. Ustadz Zunni Nurrochim, M. Ag. dan Ustad Sofyan yang memberikan
masukan dan do’a seorang ulama, yang sangat membantu dalam
kelancaran penulis dalam menyusun skripsi ini.
16. Teman-teman seperjuangan dalam perjalanan panjang yang melelahkan, di
FITK Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) angkatan 2006 kelas C, dan
teman-teman di BEM-J PAI angkatan 2008-2009 terima kasih atas
bantuan dan kerja samanya yang tak akan dilupakan.
17. Teman-teman kuliah; Iqbal Razi, Arip Wicaksono, Ina, Ephee, Apit,
Maria, Jimi, Agus, Ali, Encung, Juned, Dayat, Ikeng, Isma, Puji, Munzir,
Mui, dan semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
18. Teman-teman PPKT; Jojo, Mahmud, Ayu Arsyi, Ayudia, Ade, Ufi yang
menemani saat praktek mengajar di SMA 87 dan semua siswa SMA 87
yang telah membantu meringankan beban ketika praktek mengajar.
19. Ustadz Sohib, teman-teman remaja masjid An-nur Poris Gaga Baru dan
teman-teman CAME (Comunity Anak Majlis El-faurisy); Bari, Dian, Ina,
Aris, Baynur, Dukut, Eman, Ratu, Jahro dan semuanya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukan.
20. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tak
terlupakan bantuannya yang turut dalam penyelesaian penelitian ini.
ix
Akhirnya, semoga segala bantuannya yang tidak ternilai ini mendapatkan
balasan dari Allah SWT dengan balasan yang sepantasnya, dan semoga penelitian
ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri.
Tangerang, 16 Februari 2011
Penulis
Akhmad Jihad
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
ABSTRAK ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................. 5
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Hukuman .................................................................................... 7
1. Pengertian Efektifitas dan Hukuman .......................... 7
2. Syarat-syarat Hukuman ................................................ 12
3. Macam-macam Hukuman ............................................. 17
4. Tujuan Hukuman ........................................................... 18
5. Prinsip-prinsip Hukuman ............................................. 20
B. Kedisiplinan ................................................................................ 21
1. Pengertian Kedisiplinan ................................................ 21
2. Tujuan Disiplin ............................................................... 24
3. Bentuk-bentuk Disiplin .................................................. 25
C. Kerangka Konsep dan Definisi Operasional ........................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian ......................................................................... 32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 33
C. Pengumpulan Data ..................................................................... 33
xi
a. Sumber Data ................................................................... 33
b. Jenis Data ........................................................................ 34
c. Cara dan Alat Bantu Pengumpulan Data .................... 35
D. Validitas Data ............................................................................. 35
E. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................... 37
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren
Daar el-Qolam Gintung Jayanti Tangerang ................ 37
2. Landasan Filosofis Pondok Pesantren Daar el-Qolam 40
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daar el-Qolam ........ 41
4. Panca Jiwa dan Motto Pondok ..................................... 42
5. Fasilitas ........................................................................... 44
6. Jenjang Pendidikan ........................................................ 46
7. Kurikulum ...................................................................... 47
B. Penyajian Data .......................................................................... 48
1. Proses Wawancara ......................................................... 48
2. Hasil Penelitian ............................................................... 49
1) Efektifitas Hukuman Terhadap
Kedisiplinan Santri ....................................................... 49
a. Disiplin Waktu ....................................................... 49
b. Disiplin Belajar ....................................................... 55
c. Disiplin Bertingkah Laku ...................................... 59
C. Interpretasi Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman
Terhadap Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar
el-Qolam ..................................................................................... 63
a. Efektifitas Disiplin Waktu ..................................... 64
b. Efektifitas Disiplin Belajar .................................... 66
c. Efektifitas Disiplin Bertingkah Laku ................... 69
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 75
B. Saran ............................................................................................ 76
DAFTAR KEPUSTAKAAN ......................................................................... 78
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Kalender Penelitian ....................................................................... 33
Tabel 2: Profil Informan .............................................................................. 34
Tabel 3: Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap
Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam ......... 73
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kisi-kisi Instrumen Pedoman Wawancara
2. Pedoman Wawancara
3. Hasil Wawancara
4. Daftar Rekapitulasi Pelanggaran Santri Tahun Ajaran 2010-2011
5. Surat Keterangan Penelitian
6. Lembar Pengajuan Proposal Judul Skripsi
7. Surat Bimbingan Skripsi
8. Surat Permohonan Izin Penelitian
9. Surat Permohonan Izin Observasi
10. Surat Permohonan Riset/Wawancara
xv
ABSTRAK
AKHMAD JIHAD (NIM: 106011000011). Efektifitas Hukuman Terhadap
Kedisiplinan Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Skripsi. Jakarta: Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta. 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pemberian hukuman
(punishment) menurut teori pendidikan; (2) disiplin di Pondok Pesantren Daar el-
Qolam; (3) efektifitas hukuman dalam mendisiplinkan peserta didik di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam.
Pembahasan skripsi ini berdasarkan penelitian lapangan (field research)
yang bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi, baik berupa hasil
wawancara dan dokumen-dokumen pesantren yang berkaitan dengan variabel
penelitian. Field Research dilakukan dengan cara terjun langsung kelapangan
demi memperoleh data yang valid agar kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan. Dalam riset ini data yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam
dan telaah dokumen akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Data
yang terkumpul disusun dan kemudian baru dianalisis. Analisa ini berguna bagi
penulis sebagai upaya penggalian lebih lanjut mengenai masalah efektifitas
hukuman dalam mendisiplinkan santri. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1)
Hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang bersalah mempunyai syarat dan
macamnya, karena hukuman yang baik itu bukanlah yang bersifat memojokkan
tetapi menyadarkan dan mendidik. Jika terpaksa harus mendidik dengan hukuman,
sebaiknya diberi peringatan dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak
dengan kekerasan, tetapi dengan kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi
dan kadang-kadang dengan muka masam atau dengan cara agar ia kembali kepada
perbuatan baik, atau kadang-kadang dipuji, didorong keberaniannya untuk berbuat
baik. Perbuatan demikian merupakan perilaku yang mendahului tindakan khusus.
(2) Pondok Pesantren Daar el-Qolam merupakan salah satu pesantren modern di
Indonesia yang mengintegrasikan antara pendidikan tradisional yaitu pelajaran
kitab kuning dan pendidikan modern yaitu yang mengacu kepada kurikulum
nasional dipadu dengan bilingual dalam penyampaiannya di kelas dan disiplin
berbahasa Inggris dan Arab di luar kelas. Dalam penelitian ini dibahas beberapa
disiplin yang diterapkan di pondok pesantren tersebut, yaitu antara lain: disiplin
waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku. (3) hukuman merupakan
konsekuensi yang akan didapatkan bagi pelanggar disiplin di Pondok Pesantren
Daar el-Qolam setelah sebelumnya diberikan peringatan dan ancaman sebagai
penunjang disiplin agar tetap berjalan dengan baik. Hukuman yang diberikan
memang terbukti efektif dalam membuat santri berdisiplin, apabila pemberian
hukuman tersebut mengacu kepada pedoman dalam memberikan hukuman dan
kebijakan pondok pesantren. Tetapi kadang hukuman akan berdampak pada
perasaan benci anak didik apabila menyakiti fisik dan tidak mengandung unsur
edukatif.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kedisiplinan selalu menjadi hal yang banyak dibicarakan oleh banyak orang,
baik itu disiplin dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Terutama sekali
disiplin yang ada di dalam suatu sekolah, karena di sekolah jelas sekali ada
peraturan yang dimuat untuk mendisiplinkan anak didik di sekolah itu. Hal ini
tentu saja tidak lepas dari seorang anak didik dan pendidiknya, terutama para
pendidik, sebab disiplin sangat mempengaruhi keberhasilan seorang guru dalam
mendidik, dengan mendidik dapat menjadikan seorang anak lebih bertanggung
jawab atas segala tindakannya yang menyimpang dan dapat membuat anak didik
lebih menghargai waktu dengan baik, sehingga tujuan pendidik didalam
membentuk pribadi baik pada anak dapat tercapai. Seperti telah dikatakan diatas,
bahwasanya disiplin tidak hanya kita temukan di sekolah atau lembaga-lembaga
lain yang memberlakukan disiplin saja, akan tetapi disiplin yang kita temukan
untuk pertama kali adalah di rumah, dengan peranan utama orang tua dalam
mendidik kedisiplinan, sebab disiplin akan menjadi tanggung jawab orang tua
murid jika keberadaan anak murid di rumah, begitu juga sebaliknya, disiplin akan
menjadi tanggung jawab pihak sekolah (guru) jika keberadaan murid di sekolah.
Menurut pendapat Thomas Gordon bahwa, “Disiplin (peraturan) ini
dilakukan, karena semua orang tua dan guru mengakui akan pentingnya bahwa di
2
dalam tumbuh kembangnya anak membutuhkan batasan-batasan tertentu”.1
Batasan itulah nantinya yang akan membawa anak kepada kedisiplinan dalam
sesuatu, dengan batasan itu seorang anak di didik untuk meninggalkan apa-apa
yang dilarang oleh orang tua ataupun gurunya, ketika seorang anak sudah biasa
meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh orang tua ataupun gurunya, maka ia
akan dengan mudah tanpa paksaan lagi bisa menjalani peraturan ataupun disipilin
dengan baik. Untuk itu semua yang paling penting adalah bagaimana batasan-
batasan tersebut dibangun, dan yang menjadi pokok persoalannya adalah
bagaimana cara menentukan alat yang digunakan untuk disiplin agar lebih efektif.
Karena dalam permasalahan ini para orang tua dan guru biasanya merasa tidak
tahu bagaimana mereka harus bertindak, harus bertindak lunak atau keras,
menjadi orang yang memberlakukan disiplin dengan keras (otoritas) atau menjadi
seorang yang permisif.
Keduanya mempunyai kelemahan masing-masing, lebih lanjut Thomas
Gordon menjelaskan, “Bagi orang yang memberlakukan disiplin dengan ketat,
mereka dapat dikatakan sebagai otoriter, sebab pengawasan terhadap disiplin
dipegang sepenuhnya oleh orang tua dan guru atau pada orang yang lebih dewasa,
sedangkan yang bersikap permisif, ini lebih bersikap toleran”.2 Maksud dari sikap
toleran ini adalah anak-anak diizinkan mengawasi dan mengatur, namun jumlah
guru permisif seperti ini lebih sedikit dibandingkan sikap guru yang otoriter.
Selain dari itu itu ada juga yang menggunakan alternatif lain, yaitu dengan
menggabungkan keduanya, menggunakan cara otoriter dan permisif. Dalam hal
ini seorang pendidik dituntut untuk bisa menjadi seorang yang “keras” pada saat
tertentu, dan menjadi seorang yang “lembut” pada saat yang lain. Dengan kata
lain seorang pendidik harus bisa melihat kondisi dan situasi sebelum ia bertindak
dalam mendisiplinkan anak didik, yaitu dengan cara memilih cara mana yang
harus digunakan, kapan harus menjadi seseorang yang otoriter dan kapan harus
menjadi seorang yang permisif. Jika seseorang pendidik yang menerapkan otoritas
1 Thomas Gordon, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, di rumah dan di Sekolah, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 10. 2 Thomas Gordon, Mengajar Anak..., h. 12.
3
berdasarkan kekuasaan harus diingatkan secara khusus bahwa otoritas yang
diterapkan haruslah berdasarkan rasa kasih sayang atau penuh kebajikan.
Pada dasarnya otoritas itu sangat dibutuhkan dalam memberlakukan disiplin,
seperti pendapat Emile Durkheim, yang menyatakan bahwa: “Agar siswa mentaati
kaidah peraturan, ia (siswa) harus merasakan adanya sesuatu yang berharga dan
patut dihormati yaitu otoritas moral di mana kaidah itu ditanamkan”.3
Kedisiplinan juga membutuhkan penopang agar bisa tetap survive, sesuatu
yang bisa menjadikan kedisiplinan bisa dijalani dengan sebaik-baiknya oleh anak
didik, yaitu yang disebut dengan alat kedisiplinan, salah satunya adalah hukuman,
yaitu suatu alat yang menjadi alternatif terakhir setelah alat pendidikan lain tidak
efektif digunakan. Secara umum hukuman ini ditujukan untuk memperbaiki
tingkah laku yang buruk menjadi baik, setelah anak menyadari dan menyesali
perbuatan salah yang telah dilakukannya. Thomas Gordon mengatakan: “Selain
itu juga hukuman dapat mencegah timbulnya beberapa prilaku anak yang tidak
dapat diterima atau mengacaukan”.4
Hukuman selalu mengandung rasa tidak enak pada anak, oleh karena itu di
dalam memberikan hukuman pendidik harus mempertimbangkan hukuman yang
akan diberikan sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya. Dalam memberikan
hukuman pendidik harus dengan sebaik mungkin menghindari hukuman fisik dan
hukuman yang keras berdasarkan kekuasaan, sebab cara itu akan memupuk agresi
dan kekerasan pula pada anak. Anak akan menjadi frustasi dan reaksinya akan
menimbulkan agresi dan rasa dendam, dan hukuman yang seharusnya menjadi alat
kedisiplinan agar anak lebih teratur dan terarah menjadi tidak efektif lagi, sebab
hukuman fisik ini mengandung rasa dendam.
Jadi hukuman fisik ini pada dasarnya hanya mengajari anak untuk
menggunakan kekerasan itu sendiri, karena mereka akan menganggap bahwa
kekerasan itu diperbolehkan. Jadi hukuman fisik yang kita bicarakan tadi tidak
pantas diterapkan di sekolah, karena lebih banyak bernilai negatif, sedangkan
hukuman yang dapat bernilai positif adalah hukuman yang bermakna mendidik
3 Emile Durkheim, Pendidikan Moral, Suatu Teori Dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan,
(Penerbit: Erlangga, 1990), h. 144. 4 Thomas Gordon, Mengajar Anak..., h. 86.
4
untuk mencapai kearah kedewasaan dan dapat dipertanggung-jawabkan, seperti
pendapat Langeveld berikut ini: “Supaya suatu hukuman dapat dipertanggung-
jawabkan dan penderitaan yang ditimbulkan mempunyai nilai paedagogies, maka
hukuman itu harus membantu anak menjadi dewasa dan dapat berdiri sendiri”.5
Melihat betapa pentingnya seorang pendidik dalam mengefektifkan hukuman
terhadap kedisiplinan santri atau siswa, maka penulis tertarik meneliti masalah
tersebut dengan judul: “EFEKTIFITAS HUKUMAN TERHADAP
KEDISIPLINAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM”.
Judul tersebut penulis pilih atas dasar pertimbangan sebagai berikut:
1. Di setiap pondok pesantren memiliki disiplin pondok yang harus
dilaksanakan oleh santri dan disiplin ini tidak akan berjalan tanpa
adanya sanksi bagi santri yang melanggar, dengan demikian hukuman
diberlakukan untuk meningkatkan kedisiplinan santri dalam
melaksanakan peraturan pesantren.
2. Daar el-Qolam adalah pondok pesantren modern yang mempunyai
sistem pengajaran yang menerapkan disiplin 24 jam, mulai dari santri
bangun tidur sampai santri tidur kembali.
3. Penulis ingin mengetahui apakah hukuman yang diberlakukan di
pondok pesantren tersebut efektif dalam mendisiplinkan santri.
4. Judul tersebut juga dipilih untuk memudahkan penelitian, karena
penulis merupakan alumni dari pondok pesantren tersebut.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
i. Efektifitas hukuman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
efektifitas hukuman yang diberikan oleh sistem pengajaran pesantren
yang dalam hal ini dilaksanakan oleh guru (ustadz) ataupun pengurus
(mudabbir) yang terkait kepada santri yang melanggar sebagai alat
pendidikan.
55
M. J. Langeveld, diterjemahkan oleh I. P. Simanjuntak, Beknopte Theoritische
Paedagogiek, (Jakarta: Aksara baru, 1984), h. 156.
5
ii. Disiplin yang dimaksud di sini adalah disiplin santri dalam
mematuhi peraturan dan tata tertib yang dibagi menjadi tiga, yaitu:
Disiplin waktu, disiplin belajar, dan disiplin bertingkah laku.
b. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas maka
penelitian ini dirumuskan dalam dua rumusan besar, yaitu rumusan
masalah umum (Major Research Question), yaitu:
- “Hukuman apakah yang diberikan kepada santri yang
melanggar peraturan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam”.
- “Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang
melanggar peraturan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
efektif dalam mendisiplinkan santri”.
Dan rumusan masalah khusus (Minor Research Question), yaitu:
- “Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang
melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam
efektif dalam mendisiplinkan waktu santri”.
- “Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang
melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam
efektif dalam mendisiplinkan belajar santri”.
- “Apakah hukuman yang diberikan kepada santri yang
melanggar peraturan di pondok pesantren Daar el-Qolam
efektif dalam mendisiplinkan tingkah laku (akhlak) santri”.
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah keefektifan hukuman terhadap
kedisiplinan santri di pondok pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti
Tangerang.
2. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian yang menjadi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1) pada jurusan Pendidikan
6
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penelitian ini akan berguna untuk:
a. Pondok Pesantren Daar el-Qolam, dalam mengetahui efektifitas hukuman
terhadap kedisiplinan santri.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi para pendidik dalam
menerapkan kedisiplinan santri di pondok pesantren.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Hukuman
1. Pengertian Efektifitas dan Hukuman
Secara etimologi, efektifitas merupakan kata serapan berasal dari bahasa
Inggris, yaitu effective menjadi efektif, lalu berubah menjadi efektifitas.
Sedangkan menurut terminologi efektifitas berarti: “Dapat membawa hasil”.1
Sedangkan dalam kamus Ensiklopedia Indonesia, Efektifitas secara terminologi
berarti, “menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan”.2 Jadi suatu usaha akan
dapat dikatakan efektif kalau usahanya itu mencapai tujuannya.
Hukuman sebagai salah satu alat pendidikan mendapat perhatian besar dari
para filosof dan ahli pendidik muslim seperti: Ibnu Sina, al-Ghozali, al-Abdari,
Ibnu Khaldun, dan Muhammad Athiyyah al-Abrasyi. Mereka sepakat berpegang
pada prinsip yang menyatakan:
ز من العالج الىقات خ
“Menjaga (tindakan preventif) lebih baik ketimbang mengobati (tindakan
kuratif)”.3
Tindakan kuratif dikatakan metode yang buruk dibandingkan dengan
tindakan preventif karena tindakan mencegah adalah lebih baik daripada
1 G. B Yuwono, Pedoman Umum Ejaan Indonesia, yang telah disempurnakan. (Surabaya:
Indah, 1987), cet, ke-1, h. 39. 2 Hasan Shadili, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, t. th), h. 883.
3 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Logos, 1999), h, 200.
8
mengobati, apabila seorang anak sudah mencoba sesuatu yang buruk dan sudah
tercebur ke dalamnya maka akan lebih sulit lagi untuk mengajaknya untuk
meninggalkan perbuatan buruk itu. Jadi hukuman yang berupa metode kuratif itu
merupakan metode terburuk atau bisa dikatakan sebagai metode terakhir setelah
metode lain tidak efektif digunakan.
Adapun diantara para ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian hukuman diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menurut KH. R. Zainuddin Fananie.
“Pembalasan atas kerja yang tidak baik, yang merugikan bagi yang bersama,
atau bagi dirinya anak didikan sendiri, supaya berhenti dan bertaubat dari
kerjanya, dan menjadi cermin bagi lain-lainnya itulah yang disebut
hukuman”.4
b. Menurut Amier Daien Indrakusuma.
“Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan
sengaja sehingga menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak
akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji dalam hatinya untuk tidak
mengulanginya”.5
Kata “nestapa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna sedih
sekali atau susah hati, sedangkan “kenestapaan” berarti kesusahan hati atau
kesedihan.
c. Menurut M. Ngalim Purwanto.
“Hukuman adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan
sengaja oleh seseorang (orang tua, guru dan sebagainya) sesudah terjadi
pelanggaran, kejahatan, atau kelemahan”.6
d. Menurut Drs. Suwarno.
“Hukuman adalah memberikan atau mengadakan nestapa atau penderitaan
dengan sengaja kepada anak yang menjadi asuhan kita dengan maksud
4 KH. R. Zainuddin Fananie, Pedoman pendidikan Modern, (Jakarta, Fananie Center, 2010),
Cet. ke-1, h. 108. 5 Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
h. 150. 6 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1995), ed. Ke-2, Cet ke-8, h. 186.
9
agar penderitaannya itu betul-betul dirasakannya untuk menuju kearah
perbaikan”.
e. Menurut A. Mursal Hadi yang dikutip dari buku karangan Dr. Zaenuddin,
dkk.
“Hukuman adalah suatu perbuatan dimana seseorang sadar dan sengaja
menjatuhkan nestapa pada orang lain dengan tujuan untuk memperbaiki
atau melindungi dirinya sendiri dari kelemahan jasmani dan rohani
sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran”.7
Dari semua pendapat yang telah dikemukakan diatas maka penulis dapat
mengambil sebuah pemahaman bahwa hukuman adalah sesuatu yang diberikan
kepada anak yang dapat membuatnya menderita dengan maksud agar
penderitaannya itu dapat merubahnya ke arah yang lebih baik lagi.
Selain pendapat beberapa ahli pendidikan yang mengemukakan pengertian
tentang hukuman secara umum, sedangkan dalam syariat Islam telah diterangkan
oleh sebuah ayat Al-Quran yang menjelaskan bahwa kita diperbolehkan
memberikan hukuman kepada orang yang telah melakukan kesalahan, ayat
tersebut berbunyi:
{٣٤: النساء}
7 Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
Cet ke-1, h. 86.
10
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
myaratereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar”. (Q. S. An-Nisa‟ 4: 34).8
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kasus yang dialami oleh Sa„id bin
Rabi„ yang telah menampar istrinya yaitu Habibah binti Zaid bin Abi Hurairah,
karena telah melakukan nusyûz (pembangkangan). Habibah sendiri kemudian
datang kepada Rasul s.a.w. dan mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasul.
Rasul kemudian memutuskan untuk menjatuhkan qishâs kepada Sa„id. Akan
tetapi, Malaikat Jibril kemudian datang dan menyampaikan wahyu surat an-Nisa„
ayat 34 ini. Rasulullah s.a.w. pun lalu bersabda (yang artinya), “Aku menghendaki
satu perkara, sementara Allah menghendaki perkara yang lain. Yang dikehendaki
Allah adalah lebih baik.” Setelah itu, dicabutlah qishâs tersebut.9
Dalam riwayat yang lain, sebagaimana secara berturut-turut dituturkan oleh
al-Farabi, „Abd bin Hamid, Ibn Jarir, Ibn Mundzir, Ibn Abi Hatim, Ibn
Murdawiyah, dan Jarir bin Jazim dari Hasan. Disebutkan bahwa seorang lelaki
Anshar telah menampar istrinya. Istrinya kemudian datang kepada Rasul
mengadukan permasalahannya. Rasul memutuskan qishâsh di antara keduanya.
Akan tetapi kemudian, turunlah ayat berikut:
8 Tim Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1992), ed.
Revisi, h. 123. 9 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munîr, juz V, hlm. 53-54.
11
Artinya:
“Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.” (QS Thaha [20]: 114).
Rasul pun diam. Setelah itu, turunlah surat an-Nisa‟ ayat 34 di atas hingga
akhir ayat.10
Hukuman yang dilakukan oleh Sa‟id bin Rabi‟ kepada istrinya bukan semata-
mata karena dia dendam kepada istrinya, melainkan karena ada sebab yang
memaksa dia melakukan itu yaitu kesalahan (pembangkangan) yang dilakukan
oleh istrinya. Dan ketika Rasulullah ingin memberikan qishash kepada Sa‟id
karena perlakuannya kepada istrinya tersebut turunlah surat An-nisa ayat 34 yang
membolehkan pemberian hukuman kepada istri karena pembangkangannya.
Selain ayat tersebut terdapat sebuah hadits yang juga berkaitan dengan
pembahasan hukuman, yaitu:
ع بن سبزة ز بن الزب بن حجز أخبزنا حزملت بن عبد العز حدثنا عل
و عن جده قال ع سبزث عن أب عن عمو عبد الملك بن الزب قال : الجهن
ن.: م. رسىل اهلل ص الصالة إذا بلغ سبع سن واضزبىه , علمىا الصب
ها إذا بلغ عشزة عل
.{رواه الخزمذي}
10
Abdur Rahman ibn al-Kamal Jalaluddin as-Suyuthi, Dâr al-Mansyûr fî at-Tafsîr al-
Ma’tsûr, juz III, hlm. 512-513. Beirut: Darul Fikr.
12
Artinya:
“Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Harmalah bin Abdul Aziz Ar Rabi’
bin Sabrah Al Juhani memberitahukan kepada kami dari pamannya yaitu Abdul
Malik bin Ar Rabi bin Sabrah dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “Ajarkanlah anak kecil melakukan shalat ketika berumur tujuh
tahun dan pukullah dia karena meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh
tahun”. (H. R. Tirmidzi).11
Dari kedua dalil naqli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukuman boleh
dilakukan dan bahkan harus dilakukan kepada orang-orang yang telah melakukan
suatu kesalahan atau pelanggaran dan sebelumnya ia telah tahu bahwa hal tersebut
tidak boleh dilakukan atau dilanggar. Hukuman ini bermaksud untuk memberi
peringatan atau teguran.
2. Syarat-syarat hukuman
Dalam lingkungan sekolah selalu saja ada anak yang melakukan pelanggaran
terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah dan konsekuensi dari pelanggaran
tersebut adalah hukuman. Hukuman diberlakukan jika alat pendidikan yang lain
seperti peringatan atau teguran sudah tidak efektif lagi digunakan, maka hukuman
sebagai alternatif terakhir yang dapat digunakan oleh pendidik. Hukuman ini
mempunyai tujuan umum yaitu untuk memberikan kesadaran kepada pelanggar
bahwa perbuatannya itu salah. Karena menurut Stern, kesadaran dapat terjadi
karena adanya konflik.12
Dalam hal ini juga, seorang pemikir Islam yaitu Al-Ghozali, tidak sependapat
kepada orang tua dan pendidik yang dengan cepat-cepat dan sekaligus memberi
hukuman terhadap anak-anak yang berlaku salah dan melanggar peraturan.
Hukuman adalah jalan yang paling akhir apabila teguran, peringatan dan nasihat-
nasihat belum bisa mencegah anak melakukan pelanggaran.13
11
H. Moh. Zuhri, dkk. Terjemahan sunan At-Tirmidzi, (Semarang: CV. As Syifah, 1992),
Cet ke-1, jilid 1, h. 504-505. 12
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), Cet. Ke-1, h. 241. 13
Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
Cet ke-1, h. 86.
13
Hendaknya para pendidik atau guru mempergunakan cara-cara yang dapat
menjauhkan anak melakukan perbuatan tidak baik yang dilakukan dalam bentuk
persuatif dan kekeluargaan. Bila guru ingin mencegah anak berbuat buruk lebih
baik menggunakan cara-cara yang membiarkan mereka seolah-olah tidak
diperhatikan (metode حعزض), bukan cara langsung menegurnya dengan keras
atau kasar (metode خ ,Bahkan mereka diperlakukan dengan kasih sayang .(حسز
karena dengan demikian, anak tidak akan selalu berperilaku buruk. Dalam sebuah
Hadits disebutkan: “Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila
menjanjikan sesuatu kepada mereka tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui
hanya kamulah yang memberi mereka rezeki. (HR. Ath-Thahawi).
Berkaitan dengan hal ini Al-Ghozali mengatakan: “Karena dengan menegur
secara kasar/keras akan menyingkapkan rasa takut dan menimbulkan keberanian
menyerang orang lain, dan mendorong timbulnya keinginan untuk melakukan
pelanggaran, sedang cara yang mendorong ke arah pengertian (metode حعزض)
atau cara persuatif, membuat anak cenderung ke arah mencintai kebaikan, dan
berpikir kreatif dalam memahami suatu kejadian oleh karena itu dengan cara ini
anak akan dapat mengambil faedah dari kegemaran berpikir kritis terhadap suatu
makna dalam setiap kejadian bahkan senantiasa mereka mencintai ilmu beserta
sebab-sebab timbulnya ilmu itu”.
Menurut Ibnu Sina: “Suatu kewajiban pertama ialah mendidik anak dengan
sopan santun, membiasakannya dengan perbuatan yang terpuji sejak mulai
disapih, sebelum kebiasaan jelek mempengaruhinya”.
Jika terpaksa harus mendidik dengan hukuman, sebaiknya diberi peringatan
dan ancaman lebih dulu. Jangan menindak anak dengan kekerasan, tetapi dengan
kehalusan hati, lalu diberi motivasi dan persuasi dan kadang-kadang dengan muka
masam atau dengan cara agar ia kembali kepada perbuatan baik, atau kadang-
kadang dipuji, didorong keberaniannya untuk berbuat baik. Perbuatan demikian
merupakan perilaku yang mendahului tindakan khusus.
Tetapi jika sudah terpaksa memukul, cukuplah pukulan sekali yang
menimbulkan rasa sakit, karena pukulan yang cukup banyak menyebabkan anak
14
merasa ringan, dan memandang hukuman itu sebagai suatu yang remeh.
Menghukum dengan pukulan dilakukan setelah diberi peringatan keras
(ultimatum) dan menjadikan sebagai alat penolong untuk menimbulkan pengaruh
yang positif dalam jiwa anak.
Hukuman yang dijatuhkan kepada anak yang bersalah mempunyai syarat dan
macamnya, karena hukuman yang baik itu bukanlah yang bersifat memojokkan
tetapi menyadarkan dan mendidik. Ada beberapa ahli yang mengemukakan
syarat-syarat hukuman yang mendidik.
KH. R. Zainuddin Fananie dalam bukunya mengatakan bahwa syarat-syarat
diberikannya hukuman adalah sebagai berikut:
1. Agar hukuman itu menimbulkan rasa dan pengakuan salah, dan ingin
bertaubat. Anak yang dihukum dengan tidak mengetahui atau merasa
kesalahannya, memandang hukuman yang diberikan kepadanya itu
semata-mata hanya merupakan tindakan dari kebencian orang yang
menghukumnya (pendidik) saja.
2. Hendaklah hukuman itu seimbang dengan kesalahan.
3. Hukuman itu harus membuat (anak yang bersalah) merasa sakit dan
merasakan kepahitan.
4. Supaya hukuman tadi membawa penyesalan, perasaan pedih dalam
hatinya. Maka dari itu hendaknya jangan ada yang merasa sayang dan
kasihan ketika mendapat hukuman itu.
5. Supaya anak didik itu paham bahwa hukuman adalah hasil (resiko) atau
buah dari tiap-tiap kesalahan yang lazim diberikan.
6. Keadilan.
Jangan sekali-kali hukuman itu diberikan melainkan kepada anak yang
jelas melakukan kesalahan, dan perbuatan salah itu memang sengaja
dilakukan.
15
7. Hukuman diberikan bervariatif berlainan menurut umur, karakter atau
tabi‟at, sebagaimana juga hukuman diberikan bervariatif menurut
kesalahan yang dilakukannya.14
Selain dari itu ada juga ahli pendidikan yang berpendapat bahwa syarat-syarat
pemberian hukuman harus berfifat mendidik, yaitu antara lain:
a. Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggung-jawabkan. Ini berarti
bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan sewenang-wenang.
b. Hukuman harus bersifat memperbaiki.
c. Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang
bersifat perseorangan.
d. Jangan menghukum ketika sedang marah.
e. Hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau
dipertimbangkan sebelumnya.
f. Bagi anak, hukuman itu hendaklah dapat dirasakannya sendiri sebagai
kedukaan atau penderitaan yang sebenarnya.
g. Jangan melakukan hukuman badan/fisik.
h. Hukuman tidak boleh merusakkan hubungan baik antara pendidik dengan
anak didik.
i. Sehubungan dengan butir hukuman di atas, maka perlu adanya
kesanggupan memberi maaf oleh pendidik.15
Dari syarat-syarat di atas, jelaslah terlihat dan dapat dimaklumi bahwa di
dalam memberikan hukuman harus bersifat mendidik dan harus disertai dengan
pertimbangan apakah hukuman yang akan dijatuhkan itu sesuai dengan
kesalahannya, sehingga dalam hal ini seorang pendidik tidak boleh berbuat
seenaknya dalam menjatuhkan hukuman. Menurut Al-Gazhali, “Sebelum
memberikan hukuman, pendidik harus menyelidiki latar belakang yang
menyebabkan ia berbuat kesalahan serta mengenai umur yang membuat kesalahan
tersebut harus dibedakan antara yang kecil dan yang besar dalam menjatuhkan
14
KH. R. Zainuddin Fananie, Pedoman Pendidikan Modern, (Jakarta: Fananie Center,
2010), Cet. Ke-1, hal. 113. 15
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan..., h. 192.
16
hukuman dan memberi pendidikan”.16
Pendidik yang baik tidak boleh
memberikan hukuman dengan perasaan dendam, karena alasan rasa dendam di
dalam memberikan hukuman itu sangat tidak baik dampaknya, dan hukuman yang
telah dijatuhkan harus dapat dipertanggung-jawabkan.
Pada dasarnya hukuman yang diinginkan disini adalah hukuman yang bersifat
mendidik, jadi pendidik diharapkan jangan menjatuhkan hukuman yang dapat
menyakiti badan/fisik, sebab itu akan mmeberikan pengaruh buruk terhadap
perkembangan jiwa anak, dan kemungkinan besar yang timbul bukannya rasa
sesal si anak tetapi malah menimbulkan rasa kesal pada anak, dan mungkin
bahkan anak akan merasa dendam terhadap guru yang menjatuhkan hukuman
tersebut. Dan pada akhirnya itu akan membuat hubungan baik antara guru dengan
murid menjadi renggang, dan jika hukuman yang dijatuhkan efektif, maksudnya
dapat membuat anak menyesal maka sebaiknya pendidik jangan bersikap
memojokkan atau mengungkit-ungkit kesalahannya dahulu, sebab itu akan
membuat si ank menjadi rendah diri dan sulit untuk bergaul kembali. Jadi, yang
terpenting hendaklah guru dapat bersikap lebih bijaksana dalam memberikan
hukuman serta dapat memberi maaf kepada siswa yang telah menyesali
kesalahannya untuk kemudian tidak berbuat kesalahan untuk yang kesekian
kalinya.
Oleh karena itu setelah pendidik menjatuhkan hukuman baiknya pendidik
perlu melihat reaksi atau tanggapan anak yang muncul. Untuk itu ada pendapat
beberapa ahli yang mengemukakan teorti tentang reksi yang mungkin timbul.
Menurut pendapat Prof. Gunning, Khonstamm, dan Scheller, yaitu: “Hukuman itu
tiada lain pengasahan kata hati atau mengbangkitkan kata hati”. Maksud dari
hukuman membangkitkan kata hati disini adalah hukuman yang bernilai positif
yaitu hukuman yang dapat membuat anak menyesal dan kemudian berusaha
memperbaikinya, sedangkan hukuman yang bernilainegatif adalah hukuman yang
dapat menimbulkan reaksi buruk yang tidak diinginkan seperti mendendam atau
menentang, dikarenakan hukuman yang diberikan tidak seimbang dengan apa
16
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1990), Cet. Ke-6, h. 155.
17
yang diperbuatnya dan ini menimbulkan reaksi negative dari anak. Menurut Agus
Sujanto, bahwa: “Anak akan bersikap menentang, apabila tuntutan yang diterima
terlalu berat”.17
3. Macam-macam Hukuman
Ada yang berpendapat bahwa hukuman itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Hukuman preventif yaitu, hukuman yang dilakukan dengan maksud agar
tidak atau jangan terjadi pelanggaran, sehingga hal itu dilakukannya
sebelum pelanggaran dilakukan.
2. Hukuman corektif yaitu, hukuman yang dilakukan oleh karena adanya
pelanggaran, oleh adanya kesalahan yang telah dilakukannya. Jadi,
hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran.
Selain macam-macam hukuman yang terdapat di atas ada pula beberapa ahli
yang mengemukakan tentang macam-macam hukuman ini, antara lain adalah:
a. Hukuman Asosiatif
Umumnya orang yang mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan atau
pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan
perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan yang tidak
enak (hukuman) itu, biasanya anak akan menjauhi perbuatan yang baik atau yang
dilarang.
b. Hukuman Praktis
Hukuman ini diberikan kepada anak yang agak besar, yang telah mengerti
bahwa itu adalah akibat yang logis dari perbuatannya yang tidak baik. Anak
mengerti bahwa ia mendapat hukuman akibat dari kesalahan yang dia perbuat.
c. Hukuman Normatif
Hukuman ini bermaksud untuk memperbaiki moral anak-anak, hukuman ini
dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran mengenai norma-norma etika. Jadi
hukuman normatif sangat erat hubungannya dengan pembentukan watak anak-
anak, dengan hukuman ini pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak,
17
Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), h. 241.
18
menginsafkan anak itu terhadap perbuatannya yang salah dan memperkuat
kemauan untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan.
Menurut pendapat Suwarno, hukuman dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Hukuman yang bersifat menjerakan, dengan tujuan agar setelah anak
melakukan pelanggaran dan mendapat hukuman, kemudahan ia merasa
jera dan akhirnya tidak mengulanginya lagi.
b. Bentuk tujuan menakut-nakuti. Teori ini bertujuan untuk menimbulkan
rasa takut pada orang yang belum pernah melakukan pelanggaran, sifat
hukuman ini semakin lama semakin berat.
c. Bentuk hukuman pembalasan, bertujuan untuk mengembalikan atau
membalas dengan apa yang pernah dirusak anak.
d. Hukuman membetulkan, teori ini bertujuan untuk memperbaiki anak
kepada hal-hal yang positif dan memperbaiki hubungan antara anak didik
dengan pendidik.18
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
hukuman yang akan dijatuhkan oleh pendidik harus disesuaikan dengan kesalahan
yang telah diperbuat. Jadi seorang pendidik harus hati-hati dan teliti dalam
memberikan hukuman, agar tidak terjadi kesalah pahaman antar guru, anak didik
serta orang tua yang anak didik tersebut. Hukuman akan menjadi efektif apabila
seorang anak memandang hukuman yang telah diberikan itu sesuai dan logis
untuknya. Apalagi jika ia menerima hukman tersebut karena ia memandang yang
memberikan hukuman tersebut memang patut disegani, bukan karena rasa takut
tetapi karena kewibawannya. Oleh karena itu wibawa sangat dibutuhkan sekali
oleh seorang pendidik.
4. Tujuan Hukuman
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang maksud atau tujuan dari pada
hukuman, dan salah diantaranya yaitu Ngalim Purwanto yang menyatakan bahwa
maksud atau tujuan orang dalam memberikan hukuman itu sangat berkaitan
dengan pendapat orang-orang mengenai teori hukuman, seperti:
a. Teori Pembalasan
18
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta, Aksara Baru, 1982), Cet ke-1, h. 118.
19
Menurut teori ini hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap
kesalahan dan pelanggaran yang telah dilakukan seseorang, tentu saja teori ini
tidak boleh dipakai dalam pendidikan sekolah.
b. Teori Perbaikan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk membasmi kejahatan. Jadi
maksud hukuman ini ialah untuk memperbaiki pelanggar agar jangan berbuat
kesalahan semacam itu lagi. Teori inilah yang bersifat paedagogies, karena
bermaksud memperbaiki pelanggar baik lahiriyah maupun batiniyah.
c. Teori Perlindungan
Menurut teori ini hukuman diadakan untuk menlindungi masyarakat dari
perbuatan-perbuatan yang tidak wajar. Dengan adanya hukuman ini masyarakat
dapat dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan.
d. Teori Ganti Rugi
Menurut teori ini hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian
yang telah diderita akibat dari kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini
banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintah. Dalam proses pendidikan,
teori ini tidak cocok karena dengan menerima hukuman semacam ini anak jadi
merasa tidak bersalah karena kesalahannya telah terbayar dengan hukuman.
e. Teori Menakut-nakuti
Menurut teori ini hukman diadakan untuk menimbulkan rasa takut kepada si
pelanggar akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga ia akan selalu takut
untuk melakukan perbuatan tersebut dan mau meninggalkannya. Teori ini juga
membutuhkan teori perbaikan, sebab dengan teori ini besar kemungkinan anak
meninggalkan suatu perbuatan itu hanya karena rasa takut bukan karena kesadaran
bahwa perbuatannya bahwa perbuatannya memang salah dan tidak baik, dalam hal
ini anak tidak terketuk kata hatinya.19
Selain menurut Drs. Ngalim Purwanto di atas sedangkan pendapat Charles
Schaefer mengenai tujuan hukman tersebut bahwa: “Tujuan jangka pendek dari
hukuman itu adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah, sedangkan
tujuan jangka panjang panjangnya ialah untuk mengajar dan mendorong anak-
19
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan..., h. 188.
20
anak untuk menghentikan sendiri tingkah laku mereka yang salah, agar anak dapat
mengarahkan dirinya sendiri. Anak-anak ingin dikoreksi, tetapi mereka
menghendaki koreksi yang bersifat mengasuh dan mendorong mereka”.
Dari pendapat diatas, maka dapat dikemukakan, bahwa tujuan atau maksud
dari hukuman adalah mencegah, mengoreksi, dan memberi kesadaran kepada anak
agar anak memahami kesalahannya sekaligus memperbaikinya dan tidak lagi
mengulanginya dikemudian hari serta agar membuat anak berpikir lebih dewasa
lagi.
5. Prinsip-prinsip Hukuman
a. Prinsip Psikologi (kejiwaan)
Pada dasarnya setiap anak memiliki banyak perbedaan baik dari segi fisik
maupun psikis. Perbedaan inilah yang menjadi problem bagi guru didalam
menentukan sikap maupun menjatuhkan hukuman kepada anak didiknya yang
melakukan pelanggaran. Oleh karena itu seorang guru harus mengetahui dan
memahami benar, bagaimana tabi‟at, kesenangan, pembawaan, ataupun
akhlaknya. Untuk itu semua seorang guru dituntut mengenal muridnya dari dekat.
Agar ia selalu mempertimbangkan langkahnya ketika ia menghadapi seorang
murid yang bermasalah. Suatu hukuman mungkin akan cocok untuk seorang anak,
tetapi belum tentu cocok juga bagi anak yang lainnya. Sebagaimana ungkapan Al-
Gozhali yang berbunyi: “Bila dokter mengobati seluruh pasiennya dengan satu
macam obat saja, tentu banyak dari mereka yang akan mati”.20
Dari ungkapan di
atas dapat dinyatakan bahwa seorang guru harus mempunyai berbagai macam
metode dalam menghadapi anak muridnya.
b. Prinsip keadilan
Yang dimaksud prinsip keadilan disini adalah prinsip untuk menyesuaikan
antara bentuk pelanggaran serta siapa yang melakukannya. Menurut Charles
Schaefer: “Untuk kepentingan keadilan tetaplah ingat untuk mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut: Pelanggaran yang pertama atau sudah beberapa kali,
20
Nasharuddin Thaha, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, (Jakarta: Mutiara,
1997), h. 43.
21
pelanggaran atau perbuatan karena dorongan yang tiba-tiba, sifat dan tingkah laku
yang umum dan setiap perbuatan karena tertekan atau situasi.”
c. Prinsip kasih sayang
Salah satu syarat hukuman yang bersifat paedagogies adalah hukuman yang
dapat diberikan atas dasar cinta kasih, ini berarti anak dihukum bukan karena
benci atau karena pendidik ingin balas dendam dengan menyakiti anak didik.
Tetapi pendidik ingin menghukum demi kebaikan anak, demi kepentingan dan
masa depan anak. Oleh karena itu setelah hukuman diberikan jangan sampai
berakibat putusnya hubungan kasih sayang antara pendidik dan anak didik.
d. Prinsip keharusan atau keterpaksaan
Hukuman bukanlah satu-satuya alat dalam mendidik dan bukan pula pilihan
pertama yang harus dijatuhkan kepada anak didik yang melakukan pelanggaran.
Hukuman ini dijatuhkan jika keadaan memaksa, karena alternatif lain sudah
digunakan namun kurang efektif.
B. Kedisiplinan
1. Pengertian Kedisiplinan
Disiplin merupakan istilah yang sudah memasyarakat di berbagai instansi
pemerintah maupun swasta. Kita mengenal adanya disiplin kerja, disiplin lalu
lintas, disiplin belajar dan macam istilah disiplin yang lain. Masalah disiplin yang
dibahas dalam penelitian ini hanya difokuskan mengenai disiplin belajar, disiplin
waktu dan disiplin bertingkah laku. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati
dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada
keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, disiplin adalah
sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih.
Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Qur‟an dan Hadist yang
memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan,
antara lain surat An Nisa ayat 59:
22
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. An-nisa: 59 )
Sebagai kata benda disiplin biasanya dipahami sebagai prilaku dan tata tertib
yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan. Kata disiplin menurut Thomas
Gordon berasal dari bahasa asing, yaitu: “Dicipline, yang artinya tertib atau
ketertiban. Disiplin juga mempunyai dua arti yang berbeda, yang pertama seperti
yang telah disebutkan di atas yaitu disiplin yang bertujuan untuk mengawasi,
sedangkan yang kedua disiplin yang berkaitan dengan tindakan memberi instruksi,
mengajar, dan mendidik”.21
Menurut W.J.S. Poerwadarminta disiplin adalah: “Latihan batin dan watak
dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib dan
peraturan”.22
Sedangkan menurut Amatembun disiplin adalah: “Suatu keadaan tertib
dimana para pengikut itu tunduk dengan senang hati pada ajaran-ajaran
pemimpin atau suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang bergabung
dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan yang telah ada dengan rasa
senang hati”.23
21
Thomas Gordon, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1996), h. 5. 22
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h.
245. 23
Amatembun, Management Kelas, (Bandung, IKIP, 1981), Cet ke-1. H. 8.
23
Sedangkan menurut Oemar Hamalik disiplin yaitu: “Mengikuti atau belajar
dibawah seorang pemimpin”.24
Menurut purbawakaca: “Disiplin adalah proses pengamalan atau pengabdian
kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan keagamaan, keinginan
atau kepentingan kepada suatu cita-cita atau tujuan tertentu untuk mencapai
efek yang lebih besar”.25
Sedangkan menurut Soejardo, disiplin adalah: “Kemampuan untuk
mengendalikan diri dalam bentuk tidak sesuai dan bertentangan dengan
sesuatu yang telah ditetapkan dan melakukan sesuatu yang mendukung dan
melindungi sesuatu yang telah ditetapkan”.26
Dewa Ketut Sukardiv dalam bukunya Bimbingan dan Konseling
mendefinisikan disiplin sebagai berikut: “Disiplin memberikan dua arti yang
berbeda, tetapi keduanya mempunyai hubungan yang erat. Disiplin dibedakan
arti positif dan negatif, arti positif adalah, suatu rentetan aktivitas atau latihan
yang berencana yang dianggap perlu atau penting mencapai suatu tujuan
tertentu. Arti negatif disiplin adalah hukuman terhadap prilaku yang dianggap
tidak diinginkan karena telah melanggar peraturan atau tata tertib”.
Dalam random house dictionary-nya Dr. Thomas Gordon kata kerja to
disciplin (mendisiplin) didefinisikan sebagai “Menciptakan keadaan tertib dan
patuh dengan pelatihan” dan “Pengawasan dan menghukum demi kebaikan”.27
Pendapat para ahli diatas mengindikasikan bahwa kedisiplinan itu berupa
peraturan atau tata tertib, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang harus
dipatuhi oleh semua orang yang berada dalam lingkup kedisiplinan, dan dalam hal
ini pada hakekatnya semua orang adalah termasuk kedalam lingkup kedisiplinan,
baik dalam lingkungan keluarga, lngkungan sekolah, maupun lingkungan
masyarakat, yang mana disiplin itu sendiri dilaksanakan agar tujuan yang
24
Oemar Hmalik, Mengajar, Azas, Metodik, (Bandung, Pustaka Mardiana, 1981), Cet ke-2,
h. 210. 25
Soegarda Purbawakaca, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h. 81. 26
Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Pembangunan
Nasional, (Jakarta: Balai Pustaka 1999), h. 51. 27
Thomas Gordon, Mengajar anak..., h. 119.
24
diinginkan tercapai. Dan agar kedisiplinan tersebut berjalan lancar maka dalam
hal ini dibutuhkan hukuman dan ganjaran sebagai alat pendukung.
Kemudian yang terpenting dalam hal ini adalah seorang siswa perlu memiliki
sikap disiplin dengan melakukan latihan yang memperkuat dirinya sendiri untuk
selalu terbiasa patuh dan mempertinggi daya kendali diri. Sikap disiplin yang
timbul dari kesadarannya sendiri akan dapat lebih memacu dan tahan lama,
dibandingkan dengan sikap disiplin yang timbul karena adanya pengawasan dari
orang lain. Seorang siswa yang bertindak disiplin karena ada pengawasan ia akan
bertindak semaunya dalam proses belajarnya apabila tidak ada pengawas. Karena
itu perlu ditegakkan di sekolah berupa koreksi dan sanksi. Apabila melanggar
dapat dilakukan dua macam tindakan yaitu koreksi untuk memperbaiki kesalahan
dan berupa sanksi. Keduanya harus dilaksanakan secara konsisten untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap norma dan kaidah
yang telah disepakati bersama. Hal ini dilakukan mengingat orang cenderung
berperilaku sesuka hati. Begitu pula di lingkungan keluarga. Disiplin perlu
diajarkan kepada anak sejak kecil oleh orang tuanya. Anak yang dididik disiplin,
perlu mendapatkan perlakuan yang sesuai/sepatutnya bagi orang yang belajar.
Apabila anak telah mengetahui kegunaan dari disiplin, maka siswa sebagai
manifestasi dari tindakan disiplin akan timbul dari kesadarannya sendiri, bukan
merupakan suatu keterpaksaan atau paksaan dari orang lain. Sehingga siswa akan
berlaku tertib dan teratur dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah. Dan
akan menghasilkan suatu sistem aturan tata laku. Dimana siswa selalu terikat
kepada berbagai peraturan yang mengatur hubungan dengan lingkungan
sekolahnya dan lingkungan keluarganya.
2. Tujuan Disiplin
Dalam hidup kita sebagai manusia harus menciptakan kedisiplinan agar hidup
yang kita jalani ini serba teratur, dan agar tidak ada kekacauan, kesulitan dan
ketidak berhasilan. Adapun pendapat para ahli mengenai tujuan daripada disiplin
ini antara lain adalah: Menurut Hasan Langgulung bahwa tujuan disiplin adalah:
“Menjadikan peserta didik dalam hidupnya mempunyai keteraturan sehingga
25
terarah berjalan menuju jalan yang dituju”.28
Sedangkan Menurut Alex Sobur,
tujuan berdisiplin adalah: “Menjadikan peserta didik mempunyai pengendalian
diri dengan mudah yaitu menghormati dan mematuhi peraturan-peraturan dan
mempunyai ketegasan terhadap hal-hal yang boleh dilakukan dan yang
dilarang”.29
Dari kedua pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua
ahli sepakat bahwasanya disiplin bertujuan untuk menjadikan peserta didik
mempunyai tingkah laku yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada demi
kebaikan dirinya dan kebaikan bersama, dan dengan adanya disiplin tersebut akan
membentuk manusia yang lebih bertanggung jawab dan tepat waktu, sehinga
kehidupan akan lebih teratur dan terarah.
3. Bentuk-bentuk Disiplin
Karena banyaknya bentuk-bentuk disiplin yang diterapkan, maka penulis
hanya mambahas tiga bentuk disiplin saja, karena menurut penulis ketiga bentuk
disiplin ini mempunyai peranan yang sangat signifikan bagi peserta didik atau
santri. Disiplin yang ada didalam diri tidaklah terbentuk dengan sendirinya, akan
tetapi melalui proses, yaitu dengan melakukan suatu kegiatan (disiplin) secara
berulang-ulang sehingga yang melakukan menjadi terbiasa melakukannya
sehingga menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya menjadi suatu sifat atau
kepribadian.
a. Disiplin Waktu
Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwasanya hal yang paling mendasar
daripada bentuk kedisiplinan yang pertama adalah disiplin waktu, dan sebagai
contoh dari disiplin waktu ini dapat ditemukan pada kegiatan kita sehari-hari,
seperti halnya shalat tepat pada waktunya, itu dapat membentuk kedisiplinan
anak. Dan untuk membiasakan hal itu harus dilatih sejak kecil. Kewajiban shalat
yang harus dikerjakan lima kali dalam sehari itu harus dirasakan oleh seorang
anak sebagai suatu tanggung jawab yang harus dikerjakan, sehingga jika tidak
dikerjakan maka akan menjadi suatu beban, karena didalam menerapkan disiplin
28
Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Al Husna, 1989), Cet
ke-I, h. 400.
26
ada suatu alat yang digunakan agar berjalannya disiplin tersebut, dan alat tersebut
adalah hukuman dan ganjaran. Sehingga bagi orang yang melanggar disiplin
tersebut akan diberikan sangsi, seperti hukuman. Dan pada akhirnya mau tidak
mau orang yang menjalaninya akan berpikir banyak jika mau melanggar.
Dari kegiatan (shalat) yang pada awalnya dilakukan karena takut akan sangsi
atau hukuman, tetapi karena sudah terbiasa pada akhirnya akan menjadi suatu
kebiasaan bahkan menjadi suatu kebutuhan, karena ia akan merasakan ada sesuatu
yang hilang jika tidak dikerjakan.
b. Disiplin Belajar
Pada dasarnya belajar atau menuntut ilmu sangat penting bagi umat manusia
umumnya dan juga menjadi wajib bagi umat Islam khususnya, meskipun kita
berada dalam keadaan perang. Ini berarti kedudukan ilmu sangat penting bagi
manusia. Dan menuntut ilmu itu juga salah satu cara lain untuk berjihad selain
pergi ke medan perang. Agar dalam belajar atau menuntut ilmu berjalan dengan
baik, teratur dan terarah, maka disiplin belajar dibutuhkan. Sehingga kita dapat
belajar semaksimal mungkin. Dengan disiplin belajar akan menimbulkan
kesadaran diri untuk belajar tanpa didorong oleh other-imposed atau faktor dari
luar. Meskipun kita pada awalnya belajar bedasarkan dorongan dari luar, namun
pada akhirnya keinginan belajar akan timbul dari dirinya sendiri. Karena jika ia
tidak melaksanakan disiplin belajar itu, ia akan merasa rugi karena kehilangan
waktu yang ia buang. Sehingga dia dapat mengatakan bahwa waktu adalah
belajar.
Menurut The Liang Gie, bahwa: “Berdisiplin dalam belajar selain akan
membuat seseorang memiliki kecakapan mengenai cara belajar yang baik, juga
merupakan proses ke arah pembentukan watak yang baik sehingga akan tercipta
suatu pribadi yang luhur”.30
Jadi memang pada dasarnya disiplin belajar itu selain dapat membentuk etos
belajar yang baik juga dapat membentuk kepribadian yang baik pula. Dan salah
satu lembaga pendidikan yang menerapkan disiplin belajar secara intensif itu
30
The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, (Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi, 1985),
Cet ke-5, h. 59.
27
adalah pondok pesantren. Karena segala aktivitas disana selalu dimotori, dan jika
ada yang melanggar disiplin akan diberikan sangsi. Selain disiplin waktu disiplin
belajar juga menjadi hal yang utama di sana.
c. Disiplin Bertingkah Laku
Selain dua disiplin yang sudah dibahas di atas, sekarang disiplin bertingkah
laku yang akan penulis bahas. Yang dimaksud disiplin bertingkah laku disini
adalah disiplin dalam bersikap, dalam perkataan maupun perbuatan yang
disesuaikan dengan ajaran agama Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW
bersabda:
ثما كنج واحبع الس ث الحسنت حمحها وخالق الناس بخلق حسنئاحق اهلل ح
(رواه الطبزانى أب ذر)
Artinya:
“Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana saja, iringilah kejahatan dengan
kebaikan, maka terhapuslah kejahatan itu dan pergaulilah manusia dengan budi
pekerti yang baik.” (H. R. Thabrani dari Abi Zarr).
Maksud dari hadits tersebut adalah agar santri tidak salah memilih dalam
bergaul, santri dengan yang lainnya, sehingga akan terjalin hubungan yang baik di
dalam maupun di luar lingkungan pondok pesantren.
Dari uraian di atas, yaitu mengenai disiplin waktu, disiplin belajar, dan
disiplin bertingkah laku dapat dilakukan dengan baik dan secara kontinu, maka
ketiga disiplin itu akan menjadi suatu bagian dari dirinya, sehingga jika ia
melanggar salah satu disiplin tersebut ia akan merasa rugi, karena ketiga disiplin
tersebut telah menjadi suatu kebutuhan.
C. Karangka Konsep dan Definisi Operasional
Kerangka konsep dalam penelitian disamping berfungsi sebagai pedoman
yang memperjelas jalan, arah dan tujuan penelitian juga akan membantu
pemilihan konsep-konsep yang diperlukan guna pembentukan hipotesis. Dalam
penelitian ini, kerangka konsep akan menjadi landasan untuk menjelaskan
bagaimana efektifitas hukuman mempengaruhi disiplin belajar, disiplin waktu,
28
dan disiplin bertingkah laku santri di pondok pesantren Daar el-Qolam. Untuk itu
akan dijelaskan bagaimana rasionalisasi kerangka konsep sebagai berikut:
Bahwasanya efektifitas hukuman itu, jika penggunaannya dapat
mendisiplinkan santri, yaitu bilamana hukuman tersebut mengandung nilai
paedagogis bukan bersifat agresi ataupun kekerasan.
Jadi hukuman yang diinginkan bukan hanya sekedar membuat siswa jera saja,
tetapi membuat sadar siswa bahwa hukuman yang telah dijatuhkan itu adalah
bukan karena rasa dendam guru, akan tetapi karena rasa sayang guru terhadap
siswa, karena tidak ingin anak muridnya melakukan kesalahan. Oleh karena itu
hukuman yang diberikan harus bersifat mendidik.
Meskipun hukuman di sini sebagai alternatif terakhir yang digunakan guru
(usstadz) untuk membuat jera santri yang berbuat salah, namun hukuman ini besar
sekali pengaruhnya terhadap kedisiplinan santri. Sebab dengan hukuman ini santri
akan merasakan penderitaan, dan jika ia mengulangi kesalahan yang sama, maka
ia akan merasakan penderitaan yang sama bahkan lebih menderita, karena jika
kesalahan yang sama dilakukan secara berulang-ulang, maka hukuman yang
diberikan akan lebih berat dari kesalahan yang pertama. Namun hukuman yang
diberikan tetap harus bersifat edukatif, sehingga kedisiplinan terhadap santripun
bertambah. Dengan demikian, maka dapat diduga terdapat hubungan positif antara
efektifitas hukuman dengan kedisiplinan santri.
Masalah disiplin didalam sistem pendidikan bukanlah masalah yang berdiri
sendiri, namun memiliki keterkaitan dengan komponen-komponen lain, karena
pendidikan, pembelajaran, maupun pelatihan merupakan sebuah sistem. Oleh
karena itu, kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan sistem yang terdiri atas input, process, dan output. Komponen input
terdiri atas kebijakan pondok pesantren, sumber daya organisasi meliputi SDM
(Sumber Daya Manusia) pondok pesantren, yaitu antara lain; Dewan
Guru/Ri‟ayah, Pengurus ISMI yang terkait, dan santri yang bersangkutan.
Komponen process terdiri atas pelaksanaan penegakan disiplin, monitoring dan
evaluasi. Komponen output meliputi keefektifitasan hukuman dalam merubah
29
sikap santri dalam berdisiplin, yaitu meliputi: pemanfaatan waktu, disiplin belajar
dan bertingkah laku dalam berinteraksi.
Kerangka konsep penelitian ini dapat diskemakan sebagai berikut:
Masukan (input) Proses (process) Luaran (Output)
Kebijakan pelaksanaan
Pondok penegakan
Pesantren disiplin di
Sumber Daya Pondok Pesantren
Organisasi: Daar el-Qolam
SDM, yaitu
antara lain;
Dewan perencanaan
Guru/Ri‟ayah,
Pengurus ISMI
yang terkait, pengawasan dan
dan santri yang evaluasi
bersangkutan.
Dampak
Antara
(Outcome)
Meningkatnya
kedisiplinan
santri di
Pondok
Pesantren Daar
el-Qolam
Dampak Jangka
Panjang (Impact)
Terbentuknya
kepribadian yang
sempurna (Insan
Kamil) yang bisa
me-manage
hidupnya dengan
baik, baik dalam
berinteraksi
dengan Tuhannya
maupun dengan
sesama manusia.
Keterangan:
- - - - - - = variable yang dikaji dalam penelitian
Untuk memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di
dalam kerangka konsep di atas di bawah ini dijelaskan definisi operasionalnya.
Keefektifitasan
hukuman dalam
merubah sikap
santri dalam
berdisiplin:
1. Berdisiplin
dalam
memanfaatkan
waktu dengan
baik
2. Berdisiplin
dalam belajar
3. Berdisiplin
dalam
bertingkah laku
dalam
berinteraksi.
30
1. Input
a. Kebijakan adalah ketetapan yang dibuat oleh pondok pesantren
terkait dengan disiplin dan hukuman bagi yang melanggar disiplin.
Teknik Pengumpulan Data (TPD) : wawancara mendalam, telaah
dokumen
Alat Pengumpulan Data (APD) : pedoman wawancara,
dokumen bagian pengasuhan
b. SDM adalah dewan guru/ri‟ayah, pengurus ISMI (Ikatan Santri
Madrasatul Mu‟allimin al-Islamiyah) yang terkait dan santri yang
bersangkutan.
TPD : wawancara mendalam, telaah dokumen
APD : pedoman wawancara, dokumen daftar pelanggaran santri
bagian keamanan, ibadah dan bagian bahasa.
2. Process
a. Perencanaan adalah tahapan kegiatan yang dilakukan oleh pengurus
ISMI yang terkait dalam merancang program kerja masing-masing
bagian.
TPD : wawancara mendalam, telaah dokumen
APD : pedoman wawancara, dokumen rancangan program kerja
pengurus ISMI
b. Pengawasan dan evaluasi adalah proses pemantauan dan
pengendalian yang dilakukan pada setiap proses pelaksanaan
penegakan disiplin dalam setiap aktifitas sehari-hari di pesantren.
Dan di evaluasi berkala dalam tingkat yang berbeda, yaitu sebulan
sekali, dua bulan sekali, dst.
TPD : wawancara mendalam, telaah dokumen
APD : pedoman wawancara, dokumen evaluasi daftar
pelanggaran santri
3. Output
a. Berdisiplin dalam memanfaatkan waktu dengan baik adalah sebuah
kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang santri.
31
TPD : wawancara mendalam
APD : pedoman wawancara
b. Berdisiplin dalam belajar adalah sebuah kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang santri.
TPD : wawancara mendalam
APD : pedoman wawancara
c. Berdisiplin dalam bertingkah laku dalam berinteraksi adalah sebuah
kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang santri.
TPD : wawancara mendalam
APD : pedoman wawancara
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Disain Penelitian
Penelitian mengenai gambaran efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan
santri di pondok pesantren Daar el-Qolam ini adalah suatu penelitan kualitatif,
yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena
objek yang diteliti dan dibandingkan dengan teori yang sesuai dengan masalah
penelitian. Metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Moleong (2005) menyimpulkan penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subyek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-
lain, secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.
Pembahasan skripsi ini berdasarkan penelitian lapangan (field research) yang
bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi, baik berupa hasil wawancara,
observasi dan telaah dokumen-dokumen pesantren yang berkaitan dengan variabel
penelitian.
33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Gintung,
Jayanti, Tangerang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas beberapa
pertimbangan akademis, yakni Pondok Pesantren Daar el-Qolam adalah salah satu
lembaga yang menerapkan kedisiplinan melalui media hukuman. Disamping itu
Daar el-Qolam termasuk Pondok Pesantren yang telah memiliki ribuan alumni
yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, yang berarti pesantren ini harus selalu
melakukan peningkatan mutu alumninya.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Desember
2010 dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 1
Kalender Penelitian
NO KEGIATAN PENELITIAN
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
Oktober November Desember Ket.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan BAB I 23 Okt. s/d 5 Nov.
2. Penyusunan Kerangka Teori BAB II 6 s/d 13 November
3. Perumusan dan Penetapan Metode Penelitian 14 s/d 17 November
4. Perumusan dan Penyusunan Alat Pengumpulan Data 18 s/d 20 November
5. Penelitian Lapangan 21 s/d 27 November
6. Pengolahan Data 28 Nov. s/d 4 Des.
7. Penyusunan Hasil Penelitian 5 s/d 11 Desember
C. Pengumpulan Data
a. Sumber Data
Informan dari responden dipilih secara purposive yaitu orang yang memiliki
pengetahuan terhadap masalah yang sedang diteliti dan mempunyai peranan baik
dalam hubungannya dengan efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan santri, baik
yang melanggar disiplin, yang memberikan hukuman kepada yang melanggar,
maupun yang memberikan kebijakan terhadap hukuman apa yang harus diberikan
kepada yang melanggar disiplin. Dengan kata lain informan dipilih dengan
menggunakan prinsip kesesuaian dan kecukupan.
34
Kesesuaian berarti informan dipilih berdasarkan keterkaitan dengan topik
penelitian, yakni meliputi dewan guru (bagian ri’ayah), pengurus (mudabbir)
ISMI (Ikatan Santri Madrasatul Mu’allimin al-Islamiyah) Daar el-Qolam, dan
santri yang belum pernah menjadi pengurus.
Sedangkan kecukupan berarti data yang diperoleh harus dapat
menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam
penelitian. Jumlah informan dalam penelitian kualitatif bukanlah penentu utama
penelitian ini, tetapi yang penting adalah kelengkapan data yang diperoleh.
Untuk lebih jelasnya tentang informan-informan yang terpilih dapat dilihat
dalam tabel berikut ini:
Tabel 2
Profil Informan
No. Nama Status Keterangan
1. H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., Guru Ketua 1 bagian ri’ayah
2. Caesar Pamungkas Santri Pengurus bagian keamanan
3. Hikmah Qolbi Santri Pengurus bagian bahasa
4. Mulya Fatwa Santri Anggota
5. Fitri Al-Maghfirah Santri Anggota
Sumber: Hasil Wawancara (diolah)
b. Jenis Data
Data penelitian dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni data primer dan data
sekunder. Pertama, data primer yakni data yang diperoleh melalui wawancara
mendalam (indepth interview) yakni untuk memperoleh informasi sejelas
mungkin tentang hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kedua, data
sekunder yakni data yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung data
primer. Data sekunder ini diperoleh melalui dokumentasi yang tersedia di lokasi
penelitian. Selain itu, data sekunder dapat juga diperoleh melalui literature, hasil
penelitian yang terkait dengan masalah yang diteliti.
35
c. Cara dan Alat Bantu Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam (indepth interview),
observasi, dan telaah dokumen. Metode wawancara mendalam digunakan untuk
mengumpulkan data dari semua informan yang telah disebut diatas. Sedangkan
alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah panduan/pedoman
wawancara mendalam (indepth interview guidelines), alat pencatat, alat perekam
suara (tape recorder), catatan/hasil observasi di lapangan.
D. Validitas Data
Penelitian kualitatif dilakukan secara purposive sehingga agar validitas data
tetap terjaga perlu dilakukan beberapa strategi, uji validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi yang terdiri atas triangulasi metode dan
triangulasi sumber. Pertama, triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode dalam pengumpulan data yaitu dengan melakukan wawancara
mendalam kepada informan, observasi, dan telaah dokumen. Kedua, triangulasi
sumber dilakukan dengan menggunakan sejumlah informan yang berbeda.
Diambil dari beberapa pihak, seperti satpam, ibu dapur, dan penjaga koperasi
pelajar (KOPEL) Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Triangulasi sumber dilakukan
untuk melakukan cross check data dengan fakta dari sumber lain yang diperoleh
dari informan yang berbeda.
E. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang didapat dari wawancara dikumpulkan untuk verifikasi, yakni untuk
memeriksa kembali akurasi dan kelengkapan data. Dari hasil verifikasi tersebut,
temuan dan data yang diperoleh dapat dianalisis untuk mengetahui kecenderungan
yang terjadi dari obyek penelitian sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.
Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini dilakukan secara manual
dengan langkah-langkah berikut:
a. Pengumpulan data melalui wawancara, telaah dokumen, dan observasi.
b. Membuat transkrip data hasil wawancara dengan mengubah rekaman
(audio) hasil penelitian setiap informan menjadi bentuk tulisan (laporan
hasil wawancara).
c. Penandaan pada data atau informasi yang mempunyai pola yang sama.
36
d. Mengelompokkan informasi-informasi yang terdapat pada transkrip
masing-masing informan ke variabel-variabel yang telah ditentukan.
e. Penyajian ringkasan data dalam bentuk tabel sehingga memberikan
gambaran yang lebih jelas.
f. Analisis terhadap tabel data yang sudah dikategorikan berdasarkan
sumber informasinya sesuai tujuan penelitian dengan menggunakan
teknik analisis tema (thematic analysis) yakni sebuah metode analisis
kualitatif yang mengidentifikasi, menganalisis, dan melaporkan pola-
pola (tema) dalam data. Dengan kata lain, analisis tema adalah teknik
analisis yang membahas data hasil penelitian yang dilihat sebagai tema
untuk dicari kesenjangan datanya. Pada teknik ini dilakukan
pengkodean informasi sehingga menghasilkan daftar tema.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Daar el-Qolam Gintung Jayanti
Tangerang
Pondok Pesantren Daar el-Qolam tidak berdiri langsung dengan kemegahan dan
fasilitas yang kita saksikan pada hari ini. Daar el-Qolam tumbuh dan berkembang
selaras dengan perjuangan yang tidak kenal lelah, perjuangan yang didasarkan atas
niat ibadah untuk mencerdaskan kehidupan manusia, manusia yang memiliki
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Beberapa
tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, H. Qasad Mansyur mendirikan
sebuah lembaga pendidikan dasar yang diberi nama Madrasah Masyarikul Anwar.
Dalam perjalanan berikutnya, beliau berkeinginan agar alumninya dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Untuk merealisasikan cita-cita luhur
tersebut, H.Qasad Mansyur bermaksud menyekolahkan putra pertamanya Ahmad
Rifa’i Arif di Pondok Modern Gontor. Meski keinginan tersebut banyak mendapat
tantangan, agar Rifa’i Arif tidak perlu pergi jauh menuntut ilmu, tetapi dengan azam
yang kuat, dan pertimbangan yang matang beliau tetap istiqomah dengan niatnya,
karena itu pada tahun 1958, Ahmad Rifa’i Arif diberangkatkan ke Pondok Modern
Darussalam Gontor, agar kelak ia bisa membuka lembaga pendidikan lebih tinggi dari
yang didirikan ayahnya.
38
Ahmad Rifa’i Arief lahir di Gintung, 30 Desember 1942, anak pertama dari 12
bersaudara dari pasangan H. Qasad Mansyur dan Hj. Mastufah. Sejak kecil beliau
ingin menjadi kyai, karenanya ia tekun belajar kepada sang ayah, kemudian
memasuki sekolah rakyat pada tahun 1952 di Sumur Bandung sampai kelas 3. Pada
tahun 1954, melanjutkan pendidikan dasarnya di Caringin Labuan, dan belajar
mengaji kepada K.H. Sihabudin Makmun, juga di Madrasah Masyarikul Anwar
(MMA).
Di Gontor Ahmad Rifa’i Arif dikenal sebagai murid yang cerdas dan pandai
berpidato. Pernah menjadi ketua umum Pelajar Islam Indonesia cabang Pondok
Modern Gontor pada tahun 1963-1964, sampai beliau menamatkan pendidikannya di
Gontor pada tahun 1964. Karena kecakapannya, beliau diminta mengajar di
almamaternya dan menjadi sekretaris pribadi gurunya K.H. Imam Zarkasyi selama 2
tahun.
Bermula dari sebuah dapur tua dan 1 hektar tanah daratan pemberian Hj. Pengki
kepada H. Qasad Mansyur, K.H. Ahmad Rifa’i Arief memulai kiprahnya dalam
lembaga pendidikan pondok pesantren yang bernama Madrasatul Mualimin Al-
Islamiyah (MMI) Daar el-Qolam. Dengan 22 anak didik yang tidak lain adalah adik-
adiknya, saudara-saudaranya dan masyarakat sekitar Desa Pasir Gintung. Daar el-
Qolam berdiri pada tanggal 27 Rhamadan 1388 H, sementara awal dimulainya
pendidikan pada tanggal 20 Januari 1968 M.
Didasarkan atas keinginan untuk mencetak kader pemimpin umat yang mu'min,
muttaqin dan rasikhina fil ilmi, dunia pendidikan yang bernafaskan Islam ini terus
berpacu dan berkembang seiring dengan perkembangan dunia pendidikan dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Selaras dengan eksistensinya sebagai lembaga tafaquh
fi din, lembaga yang berdiri di atas dan untuk semua golongan. Merayap penuh
keyakinan, diiringi ketekunan dan kesabaran, Ahmad Rifa’i Arief terus berjuang
menghadap tantangan, menghalau cobaan yang datang. Tidak sedikit tekanan fisik ia
dapatkan, maupun beban perasaan yang ia rasakan. Bendera telah ia tancapkan, layar
telah ia kembangkan, pantang baginya mundur surut ke belakang.
39
Beragam peristiwa dengan selaksa keprihatinan ia rasakan, bermandi peluh dan
tetesan air mata. Bermodal keyakinan akan kekuasaan Tuhan, bersandarkan idealisme
akan kekayaaan Tuhan, ia terus berjalan menatap masa depan.
Perkembangan yang cepat mulai terlihat pada tahun 1982, ketika Daar el-Qolam
mendapat bantuan dana sebesar Rp.64.000.000,- dari Kerajaan Saudi Arabia, berkat
bantuan K.H. Muhamad Natsir tokoh Masyumi yang sangat disegani. Bantuan
tersebut dipergunakan untuk membangun asrama putra yang kemudian diberi nama
gedung Saudi.
Kepedulian Ahmad Rifa’i Arief terhadap dunia pendidikan tidak hanya terbatas
pada Pondok Pesantren Daar el-Qolam saja. Pada tahun 1989 dicanangkan berdirinya
Pondok Pesantren La Tansa Mashira yang proses pendidikannya dimulai pada tahun
1991. Seiring dengan tuntutan zaman, Daar el-Qolam kembali melebarkan sayapnya
dengan mendirikan Sekolah Tinggi Agama Islam, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
La Tansa Mashira di Rangkasbitung. Dan juga mendirikan Pondok Pesantren Wisata
Sakinah La Lahwa di Pantai Kemuning, Labuan, Banten yang pembangunan fisiknya
dimulai pada tahun 1996.
Setelah Daar el-Qolam berkembang sesuai dengan cita-cita luhur H.Qasad
Mansyur dan putra pertamanya, Madrasah Masyarikul Anwar yang menjadi cikal
bakal Daar el-Qolam, diserahkan pengelolaanya kepada Drs. K.H. Ahmad Syanwani.
Allah SWT mencintai hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh.
Suami tercinta dari Hj. Nenah Hasanah ini dipanggil menghadap keharibaan-Nya
dalam usia 55 tahun, pada hari Ahad 10 Safar 1418 H bertepatan dengan tanggal 15
Juni 1997 M. Meninggalkan 3 orang putra, 3 orang putri dan seorang cucu.
Kepergiannya dirasakan terlalu cepat bagi orang-orang yang ditinggalkannya. Yang
masih mengharap sentuhan lembutnya, yang masih merindukan petuahnya yang
menyejukan. Takdir tak dapat ditolak, ia pergi meninggalkan nama besar dengan
segala keharumannya.
Pada hari Senin, 16 Juni 1997 diadakan rapat keluarga yang disaksikan oleh KH.
Abdullah Syukri Zarkasyi pimpinan Pondok Modern Gontor, untuk menentukan
40
pengganti beliau, berdasarkan amanah yang almarhum sampaikan kepada Kyai
Syukri semasa hidupnya, maka pada hari Selasa 17 Juni 1997 disertai derasnya hujan
dan gemuruh petir yang menggelegar, dinobatkan Drs. K.H. Ahmad Syahiduddin,
Dra. Hj. Enah Huwaenah keduanya adalah adik sekaligus murid almarhum serta
putranya K.H. Adrian Mafatihullah Karim sebagai pimpinan selanjutnya. Mereka
bertiga mengemban amanat besar dan tanggung jawab untuk mempertahankan dan
mengembangkan karya besar beliau. Di samping merealisasikan cita-cita almarhum
yang berkeinginan memiliki 4 buah pesantren.
Kini pada usianya yang ke 43 Daar el-Qolam sudah berkembang pesat, berdiri di
atas 31 hektar tanah dengan sarana dan fasilitas yang ada di dalamnya dengan santri
yang kurang lebih 4500 santri. Perkembangan yang pesat ini tidak lain atas
perjuangan almarhum yang meninggalkan sistem disertai dengan kebersamaan, dan
komitmen berlandaskan amanat yang diembankan kepada komponen yang ada di
dalamnya. Daar el-Qolam tidak boleh terkenal karena kyainya, Daar el-Qolam harus
terkenal karena sistem yang ada di dalamnya. Begitulah pesan almarhum yang sering
ia ungkapkan semasa hidupnya.
Semuanya tidak terlepas dari anugerah, karunia, dan barakah Allah SWT.
"Jangan mencari banyak, tetapi carilah barakah Allah”. Demikian pula Ahmad
Rifa’i Arif berpesan semasa hidupnya. Setelah 6 tahun ditinggalkan pendirinya, Daar
el-Qolam dan yang lainnya tetap eksis mengemban misinya, Daar el-Qolam terus
berpacu dengan waktu membawa amanat dan kepercayaan umat. 44 tahun silam
menjadi refleksi perjalanan panjang Daar el-Qolam, perjalanan yang dibalut suka dan
duka yang menjadi cerita manis yang tetap terpatri di kedalaman hati, perjalanan yang
tetap terkenang selama hayat dikandung badan.
2. Landasan Filosofis Pondok Pesantren Daar El-Qolam
a. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang mencipta. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang
Termulia. Yang mengajar manusia dengan perantaraan pena (qalam). (QS.
Al-Alaq: 1-4).
41
b. “Sedangkan orang-orang yang dalam ilmunya (rasikhun fi al-Ilmi), mereka
berkata kami beriman pada al-Qur’an (ayat-ayat yang mutasyabihat),
semuanya dari sisi Tuhan kami, tidaklah dapat mengambil pelajaran (dari
padanya) melainkan orang-orang yang berfikir (ulul albab). (QS. Ali
Imran: 7).
c. Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke
medan juang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (At-Taubah:
122).
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Daar El Qolam
a. Visi
Mendidik dan mengajar masyarakat dengan qalam dan cahaya ilmu untuk
membentuk komunitas berperadaban dan memindahkan kehidupan kota
yang maju ke desa yang selalu tertinggal. Artinya membentuk kota dalam
desa.
b. Misi Pondok Pesantren Daar El-Qolam
1. Mempersiapkan kader-kader muslim masa depan yang rasikhun fil-ilmi,
mempunyai jiwa perjuangan, iman dan ketaqwaan.
2. Menggabungkan kurikulum pondok modern dengan kurikulum
Pemerintah (Departemen Agama) dalam rangka memberi kesempatan
santri untuk dapat berkiprah lebih luas.
3. Memperluas medan juang santri meliputi seluruh aspek kehidupan
dengan bekal Iman, Islam, dan Ikhsan.
4. Meningkatkan kemampuan tenaga pendidikan (guru-guru), secara
metodik dan didaktik, serta penguasaan disiplin ilmu sesuai bidangnya.
42
5. Mengutamakan pndidikan mental di atas hal yang bersifat kognitif dan
psikomotorik.1
4. Panca Jiwa dan Motto Pondok
Pondok pesantren Daar el-Qolam (dan beberapa pesantren alumni Pondok
Modern Daarussalam Gontor serta alumni Daar el-Qolam sendiri) mengusung lima
dan empat falsafah yang disebut dengan "Panca Jiwa dan Motto Pondok". Panca jiwa
adalah lima prinsip dasar yang mesti tertanam dalam jiwa siapapun yang menjadi
penghuni pondok, entah itu kiyai, guru ataupun santri.
Panca jiwa pondok itu adalah sebagai berikut :
1. Keikhlasan.
Jiwa ikhlas ialah perkara yang utama dan pertama yang mesti ada dalam diri
manusia. Ikhlas mempunyai makna yang sangat dalam, yaitu membuang
unsur-unsur yang mengarah kepada kepentingan pribadi yang dapat mengotori
tujuan hidup, serta juga tujuan pendidikan dan pengajaran. Sebagai contoh
dalam proses pendidikan dan pengajaran, guru mesti ikhlas dalam
memberikan ilmu sebagai wujud syukur dan diniatkan ibadah kepada Allah
sebagai pemilik ilmu. Manakala santri, mesti ikhlas dididik dan diajarkan
dengan tujuan untuk memahami hakekat dirinya sebagai awal langkah untuk
beribadah kepada Allah.
2. Kesederhanaan.
Maksudnya adalah melakukan sesuatu berdasarkan keperluan bukan
keinginan. Dengan demikian kesederhanan adalah sebuah sikap yang tidak
diukur oleh kuantitas, besar atau kecil, banyak atau sedikit, murah atau mahal,
tetapi karena ia diperlukan. Kesederhanaan juga berasaskan kepada
kemampuan bukan kemauan.
1 Soleh Rosyad, Kiprah Kiyai Entrepreneur, (Banten: LPPM La-Tansa Mashiro, 2005), h. 73-82.
43
3. Berdikari.
Sifat ini menunjukan kebebasan seseorang dalam menentukan sikap.
Berdikari juga bermakna berusaha dengan kemampuan dirinya sendiri tanpa
menggantungkan diri kepada orang lain. Sifat ini juga sangat penting untuk
melahirkan jiwa-jiwa militan yang siap berjuang dan berbakti kepada
masyarakat. Pondoknya pun demikian tidak menggantungkan kepada bantuan
orang lain.
4. Ukhuwah Islamiyah.
Maksud dari prinsip keempat ini adalah menjalin hubungan sesama manusia
yang berasaskan kepada prinsip dari ajaran Islam yang damai dan toleran.
Ukhuwah dalam Islam adalah nilai persaudaran dengan semangat tolong
menolong yang tidak melihat batas-batas tertentu, seperti golongan, etnik
bahkan agama atau keyakinan orang lain. Islam menyuruh umatnya untuk
menghormati siapapun, bekerjasama dan bergaul tanpa memandang status
sosial bahkan keyakinannya. Hal ini tentunya sangat selaras dengan ajaran
Islam sebagai agama yang menyebarkan kedamaian universal atau rahmatan
lil âlamîn.
5. Kebebasan.
Sikap bebas berarti melepaskan diri dari pengaruh orang lain baik pikiran
ataupun tindakan. Kebebasan bukan dimaksudkan berbuat sesuka hati, tetapi
kebebasan dalam menentukan sikap dan pendapat yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Kebebasan juga bersikap moderat tanpa
memihak, yang dibelanya adalah kebenaran sesuai dengan ajaran agama.
Berikut ini adalah Motto Pondok:
1. Berbudi luhur.
Ini adalah sifat yang harus ada dalam diri manusia terutama generasi muda.
Sifat ini sangat penting dan haruslah berada pada tingkat pertama sebelum
sifat-sifat lain yang akan dimiliki.
44
2. Berbadan Sehat.
Sebagai calon pemimpin masyarakat, kualitas fisik yang sehat dan kuat juga
sangat penting. Akhlak yang mulia, ditambah dengan fisik yang prima akan
melahirkan insan tangguh dalam menghadapi setiap tantangan dan cobaan.
3. Berpengetahuan Luas.
Syarat ini tentunya tidak diragukan lagi. Ia juga syarat utama yang mesti
dimiliki oleh calon pemimpin masa depan. Kesempurnaan seorang pemimpin
dapat diketahui melalui budi pekerti, badan yang sehat serta pengetahuannya
yang luas.
4. Berpikir Bebas.
Kepribadian yang dibalut dengan akhlak, fisik yang sehat, ilmu yang luas
harus mampu menempatkan dirinya pada tempat yang bebas, tidak terikat
kepada siapapun. Yang dibelanya hanyalah kebenaran untuk kemaslahatan
umat.
5. Fasilitas
Kompleks Pondok Pesantren Daar El-Qolam terdiri atas:
Masjid (dengan nama Masjid as-Syifa untuk santriwan dan Masjid ar-Rahmah
untuk santriwati),
Aula tempat pertemuan (tiga unit). Dua unit ditempatkan di Program
Excellent Class sebagai gedung serba guna dan mushalla dengan nama "Ulul
`Irfan" dan "Ulul `Izzah".
Lapangan olah raga
Gedung satu/dua/tiga lantai yang digunakan sebagai asrama untuk tinggal atau
kelas untuk sekolah.
o Asrama putra:
Gedung Saudi (مبنى السعودي)
Gedung Indonesia
Gedung Ibn Rusyd (مبنى ابن الرشد)
Gedung Ibn Sina (مبنى ابن سينا)
45
Gedung al-Jamarat (مبنى الجمرات)
Gedung al-Fatah (مبنى الفتاح)
Gedung an-Najah (مبنى النجاح)
Gedung Bait al-Arqam (مبنى بيت األرقام)
Gedung Bait al-Ridha (مبنى بيث الرضى)
Gedung Ashab al-Kahfi (مبنى أصحاب الكهف)
Gedung H. Muhammad Natsir
Gedung Ulul Abrar
Gedung Ulul Albab
Gedung al-Manaf
o Asrama putri:
Gedung an-Nashr
Gedung Masyithah I
Gedung Masyithah II
Gedung Masyithah III
Gedung Fatimah
Gedung Rifa`i I
Gedung Rifa`i II
Gedung Rifa`i III
Gedung Rifa`i IV
Gedung Rifa`i V
Gedung al-Farabi
Gedung Habibah
Gedung Mastufah I
Gedung Mastufah II
Gedung Ummul-Mu'minin
Gedung Khadijah
Gedung Rabiatul Adawiyah
Gedung Ulul Izzah
46
Gedung ISMI Putri
o Asrama Guru/Asatidz:
Gedung as-Syahid
Gedung as-Shafa
Gedung al-Marwah
Gedung Perumahan Guru blok I
Gedung Perumahan Guru blok II
Gedung Perumahan Guru blok III
Gedung Perumahan Guru blok IV
o Asrama lain-lain:
Wisma wali santriwan (terdapat 16 ruangan)
Wisma wali santriwati (terdapat 8 ruangan)
Ruang-ruang praktikum (praktikum IPA dan komputer)
Perpustakaan
Koperasi pelajar putra
Koperasi pelajar putri
Laboratorium computer
6. Jenjang pendidikan
Pondok Pesantren Daar el-Qolam terdiri atas tiga buah jenjang pendidikan formal
(menurut pada Depag dan Depdiknas), yakni:
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Daar el-Qolam
Madrasah Aliyah (MA) Daar el-Qolam
Sekolah Menengah Umum (SMU) Daar el-Qolam
Ada dua jenjang yang bisa ditempuh oleh para santri yang mengikuti pendidikan
di Daar el-Qolam:
Jenjang 6 tahun (untuk lulusan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah)
Adapun para santri yang mengikuti jenjang 6 tahun ini harus melewati
pendidikan 6 tahun di pesantren: 3 tahun di pendidikan menengah pertama
ditambah 3 tahun di pendidikan menengah atas (MA/SMU).
47
Jenjang 4 tahun (untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah)
Adapun santri yang mengikuti jenjang pendidikan 4 tahun harus melewati 4
tahun di pesantren: 1 tahun untuk memperdalam ilmu agama, dan 3 tahun di
pendidikan menengah atas (SMU/MA), mengingat mereka telah lulus
pendidikan menengah tingkat pertama. Setelah satu tahun mereka mengikuti
pendidikan agama, pada tahun kedua hingga tahun keempat, mereka akan
bergabung dengan para santri yang mengikuti jenjang pendidikan 6 tahun di
SMU/MA. Kelas jenjang 4 tahun ini disebut pula dengan Extension Class
atau Experimental Class (tidak sama dengan Program Excellent Class) yang
ditranslasikan dalam bahasa arab sebagai "Tajriibiyah".
7. Kurikulum
Adapun kurikulum yang diterapkan dalam Pondok Pesantren Daar el-Qolam
mencakup pelajaran agama dan pelajaran umum yang terintegrasi. Setiap hari santri
mendapatkan pelajaran 7 jam pelajaran, yang masing-masing berdurasi 45 menit,
diselai oleh 25 menit istirahat, yang berkisar dari pukul 7:00 waktu setempat hingga
pukul 15:00 waktu setempat. Di luar jam formal tersebut, santri juga mendapatkan
pengajaran al-Quran, kitab kuning, dan kursus-kursus yang bisa diikuti sesuai dengan
minat dan kemampuan santri itu sendiri, seperti kursus Bahasa Inggris, kursus Bahasa
Arab, kursus komputer, kursus bela diri, dan lain sebagainya.
Integrasi sistem itu juga memudahkan para santri untuk melanjutkan
pendidikannya pada tingkat pendidikan tinggi, khususnya ke Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) yang memang diperuntukkan untuk para lulusan madrasah dan
pesantren. Bekal bahasa Arab dan Inggris yang telah diberikan semasa belajar di
pondok, memudahkan para santri untuk memahami kurikulum pada IAIN. Beberapa
santri Daar el-Qolam yang menjadi mahasiswa berprestasi di IAIN antara lain Ihsan
Ali Fauzi, Muhammad Wahyuni Nafis, Nanang Tahqiq, Ismatu Rofi, dan Siti
Nafsiah, yang menjadi mahasiswa unggulan di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
48
Selain itu pula, banyak pula santri yang melanjutkan pendidikan ke Timur Tengah
seperti Mesir, Makkah dan Madinah.
Karena memang di dalam kelas mereka juga belajar pelajaran ilmu umum, maka
para santri juga akan dibimbing pelajaran umum dengan komposisi yang sama
dengan pelajaran ilmu agama. Hal ini dilakukan agar para santri nanti setelah keluar
dari pondok dapat melanjutkan ke lembaga pendidikan tinggi umum seperti
kedokteran, teknologi dan lain sebagainya. Tujuan ini bermisi agar umat Islam
nantinya dapat mengisi ruang-ruang sosial yang lebih beragam, tidak hanya dalam
bidang kegamaan saja.
Mulai tahun ajaran 2007/2008, Pondok Daar el-Qolam mencanangkan program
kelas unggulan, yang disebut dengan Program Excellent Class. Di dalam program itu,
semua siswa yang telah lolos kualifikasi dari segi nilai rata-rata saat kenaikan
(minimal 6.25) dan kelakukan bisa merasakan pengalaman yang sedikit berbeda
dengan kelas biasa (reguler). Di masing-masing kelas, yang terdapat 25 kelas itu,
terdapat proyektor berteknologi Digital Light Processing (DLP) dan juga
diizinkannya mereka untuk membawa dan menggunakan Internet melalui komputer
atau notebook di luar jam pelajaran formal (seperti istirahat dan malam hari), tentu
saja untuk menunjang pembelajaran.
B. Penyajian Data
1. Proses Pengumpulan Data
Kegiatan wawancara untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif ini
dilakukan di dalam lingkungan pondok pesantren Daar el-Qolam. Wawancara
pertama dilakukan dengan fitri al maghfiroh santiwati kelas 4B, wawancara dilakukan
pada tanggal 21 November 2010 pada jam 16.00 di saung sekitar lingkungan pondok
pesantren. Wawancara kedua dilakukan dengan Hikmah Qolbi santriwati kelas 6 IPS
A pada tanggal 21 November 2010 pada jam 17.00 dan wawancara dilakukan masih
di tempat yang sama yaitu di saung sekitar lingkungan pondok pesantren.
Wawancara ketiga dilakukan dengan Mulya Fatwa santri kelas 4 A pada tanggal
22 November 2010 pada jam 16.00 dan wawancara dilakukan di masjid putra pondok
49
pesantren Daar el-Qolam. Wawancara keempat dilakukan dengan Caesar Pamungkas
santri kelas 6 IPS B pada tanggal 22 November 2010 pada jam 17.00 dan dilakukan
di masjid putra pondok pesantren Daar el-Qolam. Wawancara kelima dilakukan
dengan salah seorang pengajar (ustadz) di pondok pesantren Daar el-Qolam yang
bernama ustadz H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., beliau adalah ketua 1 bagian
pengasuhan putra, wawancara dilakukan pada tanggal 23 November, wawancara
dilakukan di kediaman beliau.
2. Hasil Penelitian
Untuk mengetahui hasil dari penelitian ini, berkenaan dengan efektifitas
hukuman terhadap kedisiplinan santri di pondok pesantren Daar el-Qolam, maka
penulis terjun ke lapangan dan kemudian mengolah data yang diperoleh tersebut
dengan teknik yang telah ditentukan, kemudian menyajikan data sesuai dengan
masalah yang ingin disajikan. Dalam penyajian data ini penulis menyajikan dalam
bentuk uraian dan disajikan dengan permasalahan yang meliputi elemen-elemen dari
Minor Research Question penelitian ini yaitu: disiplin waktu, disiplin belajar dan
disiplin bertingkah laku. Dan setelah melakukan analisis terhadap hasil wawancara,
observasi dan telaah dokumen penulis menemukan satu elemen baru yang terkait
dengan penelitian ini yaitu elemen pengendalian diri yang merupakan bagian dari
disiplin bertingkah laku. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka
didapat data sebagai berikut:
1) Pelaksanaan Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri
a. Disiplin Waktu
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan para pengurus Pondok
Pesantren Daar el-Qolam yaitu Caesar Pamungkas (CP) selaku pengurus bagian
keamanan dan Hikmah Qolbi (HQ) selaku pengurus bagian bahasa, maka diperoleh
berbagai pernyataan yang terkait dengan efektifitas hukuman terhadap kedisiplinan
santri. Para pengurus ini mempunyai berbagai pendapat yang berbeda dalam tiga
disiplin terkait yaitu disiplin waktu, disiplin belajar dan disiplin tingkah laku dan juga
dalam satu elemen hasil temuan baru yaitu pengendalian diri yang merupakan bagian
50
dari disiplin tingkah laku. Dari segi disiplin waktu sebagai pengurus mereka sama-
sama sering tidak mengambil jatah makan pada waktunya yaitu pada jam setengah 7
pagi, tetapi mereka sering mengambil jatah makan pada jam istirahat pertama. HQ
menjelaskan bahwa penyebab dia tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada
waktunya adalah karena padatnya kegiatan di pagi hari khususnya pada hari sabtu, dia
menerangkan bahwa pada hari tersebut santri di wajibkan untuk mengikuti upacara
bendera, biasanya menurut HQ, setiap upacara pasti memakan waktu yang lama yang
membuatnya tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya dan
solusinya adalah mengambil jatah makan pada jam istirahat kedua. Sebagaimana
pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut
“Iya sering,,, seringnya itu pas hari sabtu pas upacara, karena biasanya
upacara itu memakan waktu yang lama sampai saya tidak sempat untuk
makan pagi, dan banyak juga teman teman yang tidak sempat, nah solusinya
ya ngambil jatah di waktu istirahat pertama.”2
Lain halnya dengan Caesar Pamungkas, CP menerangkan bahwasanya dia tidak
sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya adalah karena biasanya
persiapan CP untuk berangkat ke kelas yang memakan waktu yang lama, yang
membuatnya tidak sempat untuk mengambil jatah makan pada waktunya, diantaranya
adalah waktu mandi dan menyiapkan buku yang akan di bawa ke kelas. Bahkan untuk
hal mandi sebenarnya kadang-kadang dia tidak mengantri, CP menerangkan
bahwasanya dia sering tidak mengantri mandi jika dia terburu-buru untuk berangkat
ke masjid karena dia ingin berangkat ke masjid lebih awal, itupun apabila yang
sedang mandi adalah temannya sesama kelas 6. Sebagaimana pernyataannya dalam
hasil wawancara sebagai berikut
2 Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa,
wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00
WIB.
51
“waktu itu saya buru-buru karena ingin berangkat ke masjid lebih awal dari
biasanya... tapi saya tidak mengantri ketika yang mengantri itu teman teman
saya semua dari kelas 6,,,.”3
Sedangkan dalam hal disiplin waktu yang berkaitan dengan berangkat ke kelas
mereka berdua sama-sama pernah terlambat berangkat ke kelas, alasan yang mereka
tuturkan pun hampir senada, CP menerangkan bahwasanya keterlambatannya
berangkat ke kelas disebabkan karena tanggung jawabnya sebagai bagian keamanan,
tanggung jawabnya adalah mengawasi santri di setiap rayon untuk tidak tidur lagi
setelah shalat subuh dan mengawasi dapur para anggota untuk selanjutnya dia harus
bersiap-siap berangkat ke kelas, hal ini yang menyita waktunya untuk bersiap
berangkat ke kelas. HQ pun menerangkan bahwasanya keterlambatannya berangkat
ke kelas adalah karena tanggung jawabnya sebagai pengurus bagian bahasa yang
mengharuskannya mengawasi disiplin bahasa para santri sebelum akhirnya HQ
bersiap untuk berangkat ke kelas, dan dia menyebutkan bahwa sebenarnya pengurus
di berikan dispensasi waktu 5 menit dari waktu yang sudah ditentukan untuk masuk
ke kelas yaitu jam 07.00 WIB. Konsekuensi dari pelanggaran adalah hukuman, begitu
menurut mereka, ketika mereka terlambat untuk masuk kelas hukumannya adalah di
jewer, dan mereka mengaku jera dengan hukuman yang diberikan, sebagaimana
penuturan HQ sebagai berikut
“Iya,,, hukumannya biasanya oleh guru yang bersangkutan yang sedang
mengajar di kelas, hukumannya paling cuma dijewer trus setelah itu boleh
duduk, tapi sebenarnya bukan di jewernya yang saya tidak mau tapi malunya,
malu sama teman teman yang melihat saya sedang di jewer.”
Dan dia menyebutkan bahwasanya sudah menjadi hal yang wajar jika seorang
santri sesekali melanggar suatu disiplin, dalam hal ini yaitu terlambat ke kelas.
Sebagaimana pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut
3 Wawancara dengan Caesar Pamungkas, santriwan kelas 6 IPS B selaku pengurus bagian
keamanan, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22
November 2010, jam 17.00 WIB.
52
“... kalau menurut saya wajar kalau masih jadi seorang santri terlambat
ataupun sesekali melanggar, engga afdhol kalau belum melanggar.”4
Kedua responden yang merupakan pengurus ini pun sama-sama mengikuti salah
satu ekstrakurikurer yang di laksanakan di dalam lingkungan pondok, CP mengikuti
ekskul karate, dia mengatakan bahwasanya ketertarikannya pada karate memang
sudah ada bahkan sebelum dia masuk Pondok Pesantren. Sedangkan HQ mengikuti
ekskul JMQ (Jam’iyyatul Qurro’), yaitu salah satu ekskul unggulan di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam yang mengajarkan kepada santrinya untuk lebih fokus lagi
dalam mempelajari al-Qur’an, selain mempelajari baca tulis al-Qur’an juga
mempelajari Qira’ah Sab’ah dalam membaca al-Qur’an dan perbacaan tartil al-
Qur’an, maupun seni membaca al-Qur’an dengan mujawwaz. HQ mengatakan
bahwasanya jadwal latian JMQ itu sama dengan jadwal mengaji para santri yang lain
yaitu setelah shalat maghrib sampai dengan adzan untuk shalat isya, jadi kegiatannya
tidak mengganggu jadwal mengaji yang lain, dan HQ menerangkan bahwasanya dia
tidak pernah terlambat untuk shalat berjamaah karena mengikuti ekskul ini.
Walaupun mereka berdua adalah pengurus tetapi ada yang mengawasi disiplin
ibadah mereka yaitu ustadz bagian Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an
(LPTQ) pusat, lebih lanjut CP menuturkan bahwasanya ada hukuman bagi pengurus
yang terlambat untuk berangkat shalat berjamaah yaitu dipukul pahanya,
sebagaimana pernyataannya sebagai berikut
“... biasanya kalau sudah “hatta khomsah”, kita langsung kocar kacir dah
buru-buru berangkat, nah kalau sudah sampai hitungan ke-5 hukumannya
dipukul pahanya sekali, kalau sudah sampai kelima untuk yang kedua kalinya
hukumannya di pukul dua kali,,, begitu seterusnya.”5
4 Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa,
wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00
WIB. 5 Wawancara dengan Caesar Pamungkas, santriwan kelas 6 IPS B selaku pengurus bagian
keamanan, wawancara dilakukan di masjid putra Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22
November 2010, jam 17.00 WIB.
53
Kedua responden lainnya yaitu Mulya Fatwa (MF) dan Fitri Al-Maghfirah (FA)
yang merupakan perwakilan dari salah satu dari a’dho (anggota) santri Pondok
Pesantren Daar el-Qolam, mempunyai pengalaman yang berbeda yang berkaitan
dengan disiplin waktu, dari hasil wawancara penulis dengan MF dia menyebutkan
bahwa dia selalu tepat waktu untuk mengambil jatah makan di pagi hari, dia
menyebutkan bahwa penyebabnya adalah karena uang jajan yang minim yang dia
terima per-bulan dari orangtuanya yang menyebabkannya jarang membeli makanan di
kantin, sebagaimana dalam pernyataannya sebagai berikut
“... karena kalau untuk makan biasanya saya tepat waktu karena hehe..,
maklum lah uang jajan saya minim saya tidak bisa jajan seperti teman teman
saya yang di kasih uang jajan yang banyak, oleh karena itu biasanya saya
selalu awal waktu untuk makan di dapur walaupun kadang kadang saya
kurang sreg sama lauknya yang seadanya.”6
Lain halnya dengan FA, dia menerangkan bahwa dia jarang mengambil jatah
makan pada pagi hari, disamping kadang dari lauknya yang dia tidak suka di dapur,
juga menurutnya kegiatan di pagi harinya yang membuatnya tidak sempat untuk
mengambil jatah makan dipagi hari. Menurutnya dia memang sering tidak makan
pagi karena dia tidak suka dengan lauk pada pagi hari, terlebih lagi pada hari sabtu
hari upacara bendera yang memakan waktu lama sampai para santri banyak yang
tidak bisa mengambil jatah makan pada waktunya. Pernyataannya adalah sebagai
berikut
“Iya pernah... malahan sering sekali karena tidak sempat makan kalau pagi-
pagi, dan biasanya seringnya itu pada hari sabtu, karena pada hari sabtu itu
kan upacara dan kita disuruh masuk itu lebih awal sekitar jam 7 kurang 15,
6 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra
Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
54
dan kadang-kadang ustadnya juga lama bicaranya ketika upacara, yang lama
tuh biasanya ustad hamdan, ustad odi.”7
Persamaan dari kedua responden ini adalah sama-sama mengikuti salah satu
ekskul yang diadakan pondok, MF mengatakan bahwa dia mengikuti ekskul marawis
yang sudah menjadi hobinya sebelum masuk Pondok Pesantren, sedangkan FA
mengatakan bahwasanya dia mengikuti ekskul pramuka, dan mereka berdua
menerangkan kadang-kadang karena mengikuti ekskul tersebut mereka sering
terlambat untuk berangkat shalat berjamaah khususnya shalat maghrib, karena
biasanya untuk ekskul disediakan waktu setelah shalat ashar sampai jaros (bel) untuk
makan sore yaitu sekitar jam setengah 5. Berkaitan dengan disiplin waktu masuk
kelas FA menuturkan bahwasanya dia belum pernah sama sekali terlambat untuk
berangkat ke kelas. Karena menurutnya dia akan rugi jika dia terlambat masuk kelas,
pelajaran di Pondok Pesantren sangat banyak dibandingkan dengan pelajaran di
sekolah luar, oleh karena itu seorang santri biasanya akan terlambat untuk bisa
mengikuti pelajaran selanjutnya apabila ia tidak masuk pada pertemuan sebelumnya.
Banyak hal yang menjadi alasan terlambatnya santri ketika masuk kelas, MF
mengungkapkan pernyataan yang berbeda yaitu penyebab keterlambatannya masuk
kelas adalah karena biasanya santri ini tidur kembali setelah selesai shalat subuh dan
melaksanakan kegiatan setelah shalat subuh seperti belajar kitab kuning dan ilqoul
lughoh (penyampaian kosakata), ini terlihat dari hasil wawancaranya sebagai berikut
“Yang membuat saya terlambat itu karena biasanya saya setelah shalat subuh
tidur lagi sebentar di kamar hehe.., nah kadang kadang teman saya tidak
ngebangunin saya ya udah deh saya jadi terlambat, tega banget.”8
Santri ini juga mengungkapkan bahwasanya setiap dari pelanggaran pasti ada
hukumannya, dalam hal ini yaitu berhubungan dengan bagian pengajaran.
Hukumannya bagi yang pertama kali terlambat adalah piket, yaitu membersihkan
7 Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung
sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB. 8 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra
Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
55
kelas di gedung sekitar lingkungan Pondok Pesantren dan ditugaskan untuk mencari
pelanggar disiplin yang lain kemudian menulisnya di kertas jasus.
b. Disiplin Belajar
Dalam hal disiplin belajar semua santri yang menjadi responden baik dari
perwakilan mudabbir (pengurus) maupun perwakilan a’dho (anggota) mempunyai
banyak pernyataan yang senada, dalam hal ini penulis mendahulukan penyajian data
kedua responden dari perwakilan pengurus, yaitu sebagai berikut:
Kedua reponden ini mempunyai persamaan yaitu kadang-kadang mengantuk di
kelas, mereka menyebutkan bahwa penyebab rasa kantuk yang meraka rasakan adalah
karena padatnya kegiatan yang ada di Pondok, dari bangun tidur sampai tidur kembali
ditambah tanggung jawab mereka sebagai pengurus yang harus mengatur
kedisiplininan santri dalam berbagai hal, dan kurangnya istirahat adalah penyebab
utamanya. Dalam hal ini mereka sependapat untuk membawa makanan ke kelas
walaupun mereka tahu dan mengerti disiplin kelas yang melarang mereka untuk
membawa makanan ke dalam kelas. Mereka menyebutkan bahwa makanan yang
mereka bawa ke kelas adalah sebagai solusi untuk menghilangkan rasa kantuk yang
kadang mereka rasakan dalam kelas. Bahkan CP menuturkan bahwasanya dia pernah
dihukum karena ketahuan sedang makan permen saat guru sedang menerangkan
pelajaran, dan CP diberi hukuman oleh guru yang bersangkutan yaitu untuk
membawa permen untuk diberikan kepada seluruh teman sekelasnya. Bahkan karena
seringnya dia mengantuk sampai-sampai dia dijuluki abu naum (tukang tidur) oleh
teman-temannya. Sebagaimana penuturannya dalam wawancara sebagai berikut
“Ngga boleh,,, tapi ada aja sih yang bawa makanan, seringnya sih bawa
permen kopi gitu, ya kalo engga kopiko ya palingan permen kiss..., ... Saya
pernah sekali ketahuan membawa permen kekelas trus saya disuruh bawa
permen buat satu kelas..., ... malah sering sekali saya ngantuk di kelas, sampai
56
sampai saya punya julukan “abu naum”, teman-teman saya memanggil
begitu.”9
Selanjutnya CP mengaku walaupun sudah diberi hukuman seperti itu dia masih
tetap mengulangi perbuatannya yaitu membawa makanan ke kelas, karena
menurutnya itu adalah solusi untuk menghilangkan rasa kantuknya di kelas,
sebagaimana pernyataannya sebagai berikut
“Engga,,, besokannya saya masih bawa permen juga, soalnya bagaimana ya...
ya kalau tidak bawa permen nanti saya ngantuk di kelas.”10
Ketika waktu senggang saat pergantian pelajaran mereka berdua mengaku
menggunakannya sekedar untuk menghilangkan rasa kantuk yang mereka rasakan
saat pembelajaran, CP menerangkan bahwa biasanya dia pergi ke kamar mandi untuk
sekedar cuci muka untuk menghilangkan kantuknya, lain halnya dengan HQ yang
mengaku justru dia malah memilih untuk tidur sebentar untuk menghilangkan rasa
kantuk yang dia rasakan.
Dalam hal belajar berbahasa wajib, yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris kedua
responden ini mengaku bahwa mereka pun tetap harus menaati disiplin bahasa
walaupun mereka sudah menjadi pengurus, terlebih lagi HQ yang merupakan
pengurus bagian bahasa, HQ menerangkan bahwasanya berat sekali untuk menjadi
bagian bahasa, karena bahasa merupakan taajul ma’had (mahkota pondok) yang
harus dijaga dengan baik dan sungguh-sungguh. Walaupun sudah menjadi pengurus
tapi tetap ada yang mengawasi disiplin bahasa kelas 6 yaitu Central Language
Improvement (CLI) yang merupakan pusat pengembangan bahasa di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam. Walaupun pengurus bagian bahasa sebenarnya tidak akan
masuk persidangan bagian CLI, tetapi menurut HQ pernah ada bagian bahasa yang
masuk CLI terlebih lagi yang masuk adalah ketua bagian itu sendiri. Sebagaimana
pernyataan HQ dalam wawancara sebagai berikut
9 Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra
Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB. 10
Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra
Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
57
“Kalau pengurus bagian bahasa tidak masuk bagian CLI, tapi pernah ada
kejadian pengurus bagian bahasa tepatnya yaitu ketua bagian bahasanya
sendiri, dipanggil ke CLI dikarenakan dia berbicara dengan batavia, tetapi
pada saat itu dia tidak berbicara di asrama melainkan dia berbicara ketika
sedang dijenguk oleh keluarganya bersama teman-temannya, yang namanya...
ngobrol sama teman kita diluar pondok pasti kita ngomong batavia kan,,,?!
mungkin disitu ada anggota yang mendengar lalu melaporkannya ke CLI
akhirnya si ketua ini di panggil ke CLI.”11
Lain halnya dengan CP yang mengaku bahwa dia pernah masuk CLI karena
sedikit berbahasa Indonesia, itu pun menurutnya, karena solidaritasnya kepada teman,
dia menerangkan bahwa ketika kelas 6 mendapatkan kertas jasus CLI maka teman-
teman kelas 6 yang lain harus bersedia untuk di tulis namanya di kertas jasus tersebut
jika dia belum pernah masuk persidangan CLI, ataupun baru sekali masuk
persidangan. Dalam kebanyakan disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
menggunakan sistem jasus, yaitu menggunakan mata-mata untuk mencari pelanggar
disiplin, dan menuliskan nama si-pelanggar tersebut di kertas jasus untuk kemudian
diserahkan kepada pengurus terkait.
Wajib belajar malam yang dimulai ba’da shalat isya yaitu sekitar jam 17.30 WIB
sampai jam 10.00 WIB menurut salah satu responden yang merupakan bagian
keamanan ini justru tidak bisa dia gunakan dengan baik, karena tanggung jawab
seorang pengurus bagian keamanan adalah untuk selalu mengawasi disiplin santri
yang berhubungan dengan bagian keamanan dan membantu bagian pengajaran untuk
mendisipkan belajar malam santri.
Berkaitan dengan disiplin belajar anggota pun sebenarnya tidak jauh berbeda,
kedua responden ini menerangkan mereka sering mengantuk di kelas, penyebabnya
pun berbeda, MF mengatakan bahwa penyebab dari kantuknya adalah karena
11
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa,
wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00
WIB
58
padatnya kegiatan pondok yang membuatnya lelah ketika di kelas, dan juga karena
malamnya dia kurang tidur. Berbeda dengan MF, FA menerangkan bahwa
penyebabnya adalah metode ceramah yang dipakai guru dalam mengajar yang
membuatnya jenuh dan mengantuk. Bahkan FA mengatakan dia sering membawa
makanan ke dalam kelas, walaupun dia tahu dan mengerti disiplin kelas yang
melarangnya untuk tidak membawa makanan ke dalam kelas. Untuk menghilangkan
kantuknya kadang FA makan permen, atau cuci muka ke kamar mandi, bahkan
bercanda dengan temannya untuk mengisi waktu senggang saat pergantian pelajaran.
Dalam kaitannya dengan disiplin belajar berbahasa wajib yaitu bahasa Arab dan
bahasa Inggris, kedua responden ini mempunyai cerita yang menarik untuk diteliti.
Yang pertama adalah dari Mulya Fatwa, MF mengaku bahwa dia kesulitan untuk
berbahasa wajib karena dia kurang lancar untuk berbahasa wajib, bahkan dia
mengaku kadang-kadang dia tidak berbahasa wajib jika tidak ada pengurus, itu pun
jika teman yang dia ajak ngobrol adalah teman dekatnya yang bukan jasus, dia pun
menerangkan kadang-kadang ada juga teman dekatnya yang tetap saja menuliskan
namanya di kertas jasus. Santri ini mengaku tahun ini dia sudah tiga kali masuk
persidangan bagian bahasa, dan hukuman yang dia terima ketika masuk persidangan
bagian bahasa untuk yang ketiga kalinya adalah menulis vocabularies (kosakata)
sebanyak 60 dan dihafalkan kemudian dibuat di satu kalimat, ditambah lagi diberikan
tiga kertas jasus.
Masih berhubungan dengan pelanggaran disiplin bahasa, kedua responden ini
pun mengatakan sering melihat contoh tidak baik dari kakak kelas, MF mengatakan
dia sering melihat kakak kelas yang seenaknya berbahasa indonesia, begitu juga
dengan FA, santri ini menerangkan sebagai berikut
59
“... berbicara tidak memakai bahasa wajib di depan anggota, kalau kita masih
jadi anggota kan kita pasti takut untuk tidak berbahasa tapi kalau meraka kan
sudah jadi kelas tinggi jadi merasa bebas gitu,,,.”12
Dia menerangkan bahwa kakak kelas yang dia kenal banyak yang mencontohkan
perlakuan buruk yang tidak layak mereka contohkan di depan anggota mereka,
selanjutnya FA menerangkan bahwa mungkin mereka berani untuk berbuat seperti itu
karena mereka sudah menjadi kelas yang tertinggi.
c. Disiplin Bertingkah Laku
Dalam penyajian datanya, disiplin bertingkah laku terbagi menjadi dua bagian
pembahasan, yaitu:
1) Hubungan dengan orang lain
Dalam hal yang berhubungan dengan disiplin tingkah laku sebagai seorang
pengurus CP dan HQ banyak dikenal oleh adik kelas, mereka menerangkan bahwa
mereka banyak dikenal oleh adik kelas karena mereka merupakan pengurus yang
menggerakkan disiplin yang berhadapan dengan adik kelas ataupun anggota setiap
hari. CP mengatakan, ada adik kelas yang akrab dengan dia, tapi tidak sedikit juga
adik kelas yang membenci dia, hal ini disebabkan karena CP adalah pengurus bagian
keamanan yang mengharuskannnya untuk selalu menjaga wibawa dan bersikap tegas
kepada anggota, khususnya kepada anggota yang melanggar, dia tidak pilih kasih
dalam memberikan hukuman. Lain halnya dengan HQ, dia menerangkan bahwa
banyak sekali adik kelas yang dekat dengan dia, khususnya adik kelas yang di JMQ,
banyak adik kelas yang sering datang kepada dia untuk menanyakan suatu pelajaran.
Hubungan kedua responden ini dengan sesama pengurus pun cukup baik, mereka
mengenal semua pengurus, CP mengatakan bahwa dia mengenal baik semua
pengurus putra tapi tidak mengenal keseluruhan dari pengurus putrinya, begitupun
sebaliknya dengan HQ, dia mengenal semua pengurus yang putri tapi tidak dengan
pengurus putra. Hubungan kedua responden ini dengan guru sama-sama kurang baik,
12
Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung
sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB.
60
ini terlihat dari kedekatan mereka yang hanya kepada wali kelasnya saja, dan
memang sudah menjadi tanggung jawab seorang wali kelas untuk bisa menjadi bapak
bagi anak-anak kelasnya, dan kedua responden ini sama-sama tidak mengenal semua
guru-guru yang mengajar di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, dari hasil pernyataan
wawancara mereka mengaku sama-sama hanya mengenal guru yang pernah mengajar
mereka saja.
Dalam hal yang berhubungan dengan disiplin tingkah laku responden yang
merupakan a’dho (anggota) MF dan FA mengatakan, mereka sering mengadakan
kegiatan belajar kelompok yang merupakan inisiatif dari mereka sendiri dan teman
teman, ini menunjukkan bahwasanya mereka mempunyai pergaulan yang positif
dengan teman-teman mereka, dan mereka pun mempunyai persamaan dalam
pernyataan mereka yang berkaitan dengan hubungan baik mereka dengan teman-
teman mereka, MF menerangkan bahwasanya dia hanya mengenal baik dengan
semua teman-temannya yang putra saja, begitupun sebaliknya dengan FA, dia
mengatakan bahwa dia hanya hafal dengan teman-temannya yang putri saja tapi tidak
mengenal semua teman-teman putra yang se-angkatan dengannya. Hubungan mereka
dengan pengurus pun bisa dikatakan cukup baik, ini terlihat dari pernyataan MF
mengatakan dia dekat sekali dengan salah satu pengurus bagian ibadah, dan FA pun
demikian, FA mengatakan dia dekat dengan salah satu pengurus, yaitu tepatnya
pengurus bagian bahasa, dia sering sekali menanyakan pelajaran yang dia anggap
sulit kepada pengurus tersebut, ini menunjukkan terbangunnya sebuah hubungan
yang positif diantara mereka antara anggota dengan pengurus. Sedangkan berkaitan
dengan hubungan mereka dengan adik kelas, mereka mempunyai pernyataan yang
berbeda satu sama lain. MF mengatakan dia banyak mengenal adik kelas karena
menurutnya dia adalah orang yang gampang bergaul dengan orang lain, lain halnya
dengan FA, dia menerangkan bahwa dia kurang bisa bergaul dengan adik kelas. Yang
menjadi persamaan dari kedua responden ini selanjutnya adalah sama-sama tidak
mengenal semua guru di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, mereka mengatakan
apabila bertemu dengan guru, mereka hanya memberi salam kepada guru yang
61
mereka kenal saja yaitu yang pernah mengajar di kelas mereka, tapi tidak kepada
guru yang tidak mereka kenal.
2) Pengendalian diri
Pengendalian diri disini merupakan satu elemen temuan baru yang ditemukan
penulis dari hasil pengolahan data melalui wawancara mendalam, observasi dan
telaah dokumen. Pengendalian diri adalah temuan baru yang dianggap perlu untuk di
teliti lebih lanjut yang merupakan bagian dari disiplin bertingkah laku, khususnya
dalam hal kaitannya dengan pembahasan penelitian ini yaitu efektifitas hukuman
terhadap kedisiplinan santri.
Pembahasan yang pertama adalah penyajian data hasil wawancara penulis
dengan pengurus, yaitu sebagai berikut:
Dalam hal pengendalian diri, banyak pernyataan dari CP yang berhubungan
dengan elemen ini, itu disebabkan karena memang CP adalah salah satu orang yang
menggerakkan disiplin keamanan, CP menerangkan bahwasanya masih banyak
kesulitan yang dia hadapi sebagai pengurus bagian keamanan, diantaranya adalah dia
masih menemukan santri yang banyak melanggar yang dia temukan diluar
persidangan, walaupun menurutnya pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran
kecil, seperti makan dan minum berdiri atau tidur tidak pada waktunya. Bahkan CP
pernah membotak santri yang ketahuan sedang merokok di kamar mandi, menurut CP
itu adalah hukuman terberat yang akan diterima santri apabila merokok. Lebih dari itu
kabur dari pondok misalnya, atau mengintimidasi santri, maka santri tersebut akan
langsung diserahkan kepada bagian pengasuhan pusat (ri’ayah). Disamping itu tutur
CP, banyak dari teman-temannya yang tidak bisa mengendalikan diri yang melanggar
disiplin tetapi tidak pernah ketahuan oleh ri’ayah, karena menurut CP mereka sesama
kelas 6 tidak akan melaporkan temannya yang melanggar, santri ini tidak bisa
mengatakan apakah ini bentuk dari solidaritasnya kepada sesama teman atau bahkan
tindakan salah yang membiarkan pelanggaran terjadi. Banyak sekali teman yang
melanggar, bahkan menurut CP ada temannya yang sampai dikeluarkan dari pondok
karena ketahuan kabur dari pondok.
62
Lain halnya dengan HQ, dalam elemen ini yaitu yang berkaitan dengan
pengendalian diri hanya sedikit pernyataan HQ yang berhubungan, diantaranya
adalah pernyataan HQ yang menerangkan bahwasanya HQ kadang-kadang pada jam
wajib belajar malam yaitu setelah shalat isya sampai jam 10 waktu setempat tidak
belajar, HQ malah lebih memilih untuk mengobrol dengan teman-temannya,
sebagaimana pernyataannya dalam wawancara sebagai berikut
“... karena setiap malam semua santri diwajibkan untuk keluar kamar sampai
jam 10, diwajibkan untuk keluar adalah untuk belajar. Tetapi kadang kadang
ya saya bukannya belajar malah ngobrol sama teman teman.”13
Pembahasan yang kedua adalah penyajian data hasil wawancara penulis dengan
santri Daar el-Qolam yang merupakan a’dho (anggota), yaitu sebagai berikut:
Disiplin keamanan Pondok Pesantren Daar el-Qolam yang lebih terkait dengan
pengendalian diri santri, dirasakan ketat sekali oleh santri yang masih menjadi
anggota, hal ini karena santri yang masih menjadi anggota pengawasan keamanannya
berasal dari dua pihak, yaitu pengurus bagian keamanan itu sendiri dan bagian
pengasuhan pusat (ri’ayah), dari wawancara penulis dengan responden yang terpilih
mereka menyatakan bahwa mereka pernah melanggar disiplin keamanan, seperti tidur
tidak pada waktunya ataupun makan dan minum dengan berdiri, padahal hal ini
dilarang untuk dilakukan di lingkungan Pondok Pesantren, tetapi mereka mengaku
tidak pernah melanggar pelanggaran yang berat, seperti merokok, berkelahi ataupun
kabur dari pondok. Dan mereka menerangkan bahwa sebenarnya mereka justru lebih
sering menemukan banyak contoh yang tidak baik dari kakak kelas yang tidak bisa
mengendalikan dirinya dengan baik dan secara tidak langsung telah mencontohkan
prilaku buruk kepada santri lain, FA mengatakan bahwa dia sering menemukan kakak
kelas yang makan dan minum dengan berdiri, bahkan dia menambahkan bahwa dia
13
Wawancara dengan Hikmah Qolbi, santriwati kelas 6 IPS A selaku pengurus bagian bahasa,
wawancara dilakukan di saung sekitar Pondok Pesantren pada tanggal 21 November 2010, jam 17.00
WIB.
63
pernah menemukan kakak kelas yang berkata dengan teriak-teriak, lebih jelasnya FA
mengatakan
“... kadang ada yang berkata dengan teriak teriak, padahal kan tidak boleh,
suaranya wanita kan aurat jadi tidak layak bagi seorang wanita untuk bicara
dengan teriak-teriak.”14
Sama halnya dengan FA, MF pun mengatakan demikian, sebagaimana dalam
pernyataannya
“... ada juga salah satu kakak kelas yang merupakan salah satu pengurus juga
yang kalau memarahi santri yang melanggar dia berkata kasar, seperti anjing,
babi, ya gitu dah nama nama kebun binatang kayanya dia keluarin semua tuh.
Padahal kan harusnya kakak kelas mencontohkan yang baik kepada adik
kelasnya.”15
Dalam pernyataannya, salah satu responden yang masih merupakan anggota ini
merasa bahwa pengurus sudah berbuat dzolim kepada anggota, walaupun sebenarnya
dia sedang menjalani tanggung jawabnya untuk menggerakkan disiplin, tetapi kata-
kata yang dia keluarkan tidak layak bagi seorang santri. Dan juga MF sering
menemukan kakak kelas yang makan dan minum berdiri tanpa ada yang berani untuk
menegurnya, hal ini menurut MF tidak selayaknya untuk dilakukan oleh seorang
kakak kelas yang sudah besar dah lebih mengerti tentang disiplin.
C. Interpretasi Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan
Santri di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
Pada penelitian ini diperoleh fakta bahwa efektifitas hukuman terhadap
kedisiplinan santri bervariasi diantara para santri, faktor kelas pun turut serta dalam
mempengaruhi efektifitas hukuman, faktanya adalah santri yang sudah kelas 6 justru
lebih banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran berat seperti berkelahi, kabur dan
merokok. Untuk lebih jelasnya fakta ini terlihat dari tabel Daftar Rekapitulasi
14
Wawancara dengan Fitri al-Maghfirah, santriwati kelas 4 B, wawancara dilakukan di saung
sekitar lingkungan Pondok Pesantren pada tanggal 21 November, jam 16.00 WIB. 15
Wawancara dengan Mulya Fatwa, santriwan kelas 4 A, wawancara dilakukan di masjid putra
Pondok Pesantren Daar el-Qolam pada tanggal 22 November 2010, jam 16.00 WIB.
64
Pelanggaran Santri Putra tahun ajaran 2010-2011 yang ditunjukkan dalam lampiran.
Faktor kelas memang berperan besar dalam pelanggaran santri, karena seorang
pengurus mempunyai waktu luang yang lebih banyak dibandingkan dengan anggota
yang berpotensi untuk melanggar suatu disiplin. Hal ini pun senada dengan penuturan
dari salah satu responden yang merupakan pengurus yang mengatakan bahwa disiplin
bagi seorang pengurus ataupun kelas tinggi pada umumnya kembali kepada dirinya
masing-masing lagi, karena banyaknya potensi untuk melakukan pelanggaran jadi
mereka harus mempunyai dhomir (hati kecil) yang baik untuk bisa menaati disiplin
walaupun tidak ada bagian ri’ayah yang melihat.
a. Efektifitas Disiplin Waktu
Dari pernyataan hasil wawancara mendalam kepada semua responden yang
berhubungan dengan disiplin waktu, semua responden mengatakan bahwa mereka
semua pernah terlambat berangkat ke kelas, hal yang menyebabkannya pun berbeda
dari semua responden, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa yang
menyebabkan keterlambatan mereka adalah karena padatnya kegiatan pada pagi hari
setelah shalat subuh, para pengurus yang sibuk mengawasi disiplin anggota dan
anggota yang diwajibkan untuk selalu tepat waktu dalam segala hal khususnya untuk
berangkat ke kelas, hukuman yang diberikan dikelas oleh guru yang bersangkutan
cukup efektif dalam membuat santri jera untuk tidak melakukan kesalahan yang
sama, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh salah satu responden yang
merupakan salah satu pengurus yang mengatakan bahwa hukuman berupa jeweran
cukup memebuatnya jera untuk tidak akan terlambat lagi masuk kelas.
Berkaitan dengan disiplin waktu mandi, terlihat bahwa yang menjadi
permasalahan bagi santri adalah santri putra yang diharuskan untuk mandi di luar
kamar, berbeda dengan santri putri yang mempunyai kamar mandi di dalam
kamarnya. Hal ini menyebabkan banyaknya pelanggaran yang terjadi ketika mandi,
salah satunya adalah santri yang mandi lebih dari seorang dalam satu kamar mandi,
sebenarnya hal itu merupakan pelanggaran disiplin tetapi tetap saja masih banyak
santri yang melakukannya, bahkan mandi bersama sudah menjadi sebuah kebiasaan
65
bagi sebagian santri. Dalam kaitannya dengan waktu makan santri, semua responden
mengatakan sering tidak sempat makan pagi karena padatnya kegiatan pada pagi hari,
kecuali salah satu responden yang mengatakan bahwasanya dia selalu tepat waktu
ketika akan mengambil jatah makan pada pagi hari karena dia tidak mempunyai uang
jajan yang lebih untuk membeli makanan ke kantin seperti kebanyakan santri lainnya.
Faktor lauk-pauk yang disediakan di dapur pun mempengaruhi keinginan santri untuk
makan di pagi hari bahkan santri lebih memilih untuk tidak makan karena lauknya
yang kurang enak menurut dia. Hari sabtu yang merupakan hari upacara pun menjadi
kendala bagi sebagian santri untuk bisa mengambil jatah makan pada waktunya,
penyebabnya adalah dipercepatnya waktu masuk kelas santri 15 menit lebih awal dari
sebelumnya. Hal yang berkaitan dengan waktu shalat berjamaah kebanyakan
responden tidak ada masalah dengan itu, hal ini menunjukkan bahwa disiplin shalat
berjamaah santri sudah relatif bagus, dan menurut salah satu responden bahwa
biasanya semua santri tepat datang ke masjid pada waktunya untuk melaksanakan
shalat berjamaah walaupun kadang masih banyak yang masbuq, dan yang
mendapatkan hukuman adalah santri yang telat untuk datang ke masjid, bukan yang
masbuq, penyebabnya adalah karena wudhunya yang mengantri, untuk itulah
pengurus bagian ibadah selalu mengawasi saat santri sedang berwudhu, dan akan
menghitung santri yang sedang wudhu jika shalat akan segera dimulai. Hukuman
yang diberikan kepada santri yang masih berwudhu setelah diberi hitungan oleh
pengurus adalah di pukul tangannya, dan hukuman tersebut efektif dalam
mendisiplinkan santri untuk bersegera dalam berwudhu.
Semua responden yang merupakan santri mengaku mengikuti salah satu
ekstrakurikurer di pondok dan ternyata ada ekskul yang kadang membuat santri
menjadi melanggar salah satu disiplin yang lain, untuk shalat maghrib berjamaah
misalnya, keterlambatan yang disebabkan oleh ekskul untuk shalat maghrib
berjamaah karena biasanya waktu latian ekskul adalah setelah shalat ashar sampai
jaros makan sore, dan terkadang santri melebihi waktu yang sudah ditentukan untuk
ekskul. Hal tersebut tersebut memakan waktu yang lama lebih daripada waktu yang
66
sudah ditentukan. Akibatnya santri telat untuk mandi dan makan sore, terlebih lagi
untuk berangkat shalat maghrib berjamaah. Lebih lanjut lagi salah satu responden
yang merupakan ketua 1 bagian ri’ayah putra yaitu H. Soleh Umar Harahap, S.Ag.
mengatakan bahwasanya faktor yang paling berpengaruh dalam mendisiplinkan
waktu santri adalah yang berwenang dalam menegakkan disiplin tersebut, dalam hal
ini yaitu pengurus yang bersangkutan, beliau mengatakan
“...faktor yang paling berpengaruh adalah yang berwenang dalam menegakkan
disiplin tersebut, penegak disiplin mempunyai tanggung jawab besar terhadap
bagian yang dia pegang, dan juga mempunyai wewenang terhadap punishment
apa yang diberikan kepada santri yang melanggar dan reward apa yang akan
diberikan kepada santri yang taat disiplin.”16
Hal ini juga terlihat dari kebijakan dewan guru yang mempercayakan pengurus
yang terkait untuk merumuskan sendiri hukuman apa yang akan mereka berikan
kepada santri yang melanggar disiplin, dan mengkonsultasikannya dahulu kepada
bagian pusat sebelum akhirnya diterapkan. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada
pengurus yang memberikan hukuman non-prosuderal kepada pelanggar disiplin.
b. Efektifitas Disiplin Belajar
Berkaitan dengan disiplin belajar semua responden mengatakan bahwasanya
mereka pernah mengantuk di kelas saat pembelajaran sedang berlangsung,
penyebabnya adalah karena padatnya kegiatan di pondok mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali. Terlebih lagi karena metode pembelajaran yang dipakai oleh
guru yang mengajar yang kurang bervariatif yang hanya memakai metode ceramah
kadang membuat siswa jenuh dan mengantuk di kelas. Dan mereka semua mengaku
pernah membawa makanan ke dalam kelas, gunanya adalah agar ketika mereka
mengantuk mereka bisa menghilangkan kantuknya dengan makan, tetapi justru
mereka akan dihukum apabila ketahuan makan saat belajar, sampai-sampai salah satu
16
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau
pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
67
responden mengatakan bahwa dia pernah di hukum membawa permen untuk se-kelas
karena ketahuan makan permen saat pembelajaran, tetapi hukuman itu tidak
membuatnya jera dan dia masih saja membawa permen setelah itu. Saat senggang
ketika pergantian pelajaran pun para responden mengatakan bahwasanya mereka
mengisinya yaitu dengan bercanda dengan teman, mengobrol untuk sekedar
menghilangkan kantuk, cuci muka ke kamar mandi bahkan ada yang malah justru
tidur sebentar untuk menghilangkan kantuknya.
Dalam hal belajar berbahasa wajib yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris semua
responden mengatakan pernah masuk pesidangan bahasa karena melanggar, dan
semua mengatakan bahwasanya hukuman yang diberikan dalam persidangan cukup
efektif dalam membuat mereka berdisiplin bahasa. Di Pondok Pesantren Daar el-
Qolam bahasa Arab dan bahasa Inggris merupakan salah satu keunggulan dari
Pondok ini, bahkan sampai saat ini kemampuan berbahasa santri Daar el-Qolam bisa
diacungkan jempol karena sering memenangkan lomba-lomba yang berhubungan
dengan bahasa, seperti lomba pidato bahasa Arab misalnya, debating dengan bahasa
Inggris, dsb. Bahasa Arab dan bahasa Inggris merupakan mahkota Pondok yang harus
dijaga oleh setiap individu dari santri Daar el-Qolam. Salah satu responden
mengatakan bahwa setelah dia menjadi pengurus bagian bahasa dia sudah tidak lagi
masuk bagian bahasa pusat (CLI), hal ini sebenarnya menjadikan suatu perasaan iri
dari teman-temannya yang lain selain pengurus bagian bahasa yang terkesan
diistimewakan oleh CLI, tetapi pengurus bagian bahasa pun akan tetap masuk
persidangan bagian bahasa pusat apabila berbahasa dengan batavia, sebagaimana
kasus yang pernah terjadi, yaitu salah satu pengurus bagian bahasa tepatnya ketua
bagian bahasa yang masuk persidangan bagian bahasa pusat (CLI) karena di laporkan
oleh salah satu santri yang melihatnya berbicara batavia (gue, loe), ini merupakan
bentuk perlawanan santri terhadap pengurus yang menggerakkan disiplin tapi justru
mereka sendiri tidak menjalankannya.
Semua responden yang merupakan santri mengatakan bahwa jam wajib belajar
pada malam hari yaitu setelah shalat isya sampai jam 10 malam, responden yang
68
merupakan salah satu pengurus bagian keamanan mengatakan bahwasanya dia
mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi disiplin belajar santri bekerjasama
dengan bagian pengajaran, yaitu mendisiplin waktu tidur santri pada jam 10 malam
setelah belajar wajib malam hari. Semua responden mengaku selalu mengikuti
muwajahah pada malam hari, muwajahah adalah belajar malam yang di adakan oleh
wali kelas untuk menunjang pembejalaran santri dalam kelas yang membahas tentang
pelajaran-pelajaran yang dianggap sulit oleh santri. Sebagian dari responden
menerangkan bahwa mereka mengikuti muwajahah karena karena sebentar lagi akan
menghadapi ujian yang memerlukan banyak persiapan pembelajaran, maka mereka
harus giat belajar, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwasanya mereka
mengikuti muwajahah karena takut dihukum, karena akan ada sanksi bagi siapa saja
yang tidak mengikuti muwajahah, hal ini menunjukkan bahwa hukuman yang
diberikan bagi siapa yang tidak mengikuti muwajahah pada malam hari cukup efektif
dalam mendisiplinkan santri untuk belajar. Walaupun pada awalnya santri merasa
terpaksa untuk melakukannya. Kebijakan ri’ayah pun ikut andil dalam
mendisiplinkan belajar santri, karena akan ada hukuman yang tegas bagi santri yang
tidak mau belajar pada malam hari, lebih jelasnya H. Soleh Umar Harahap, S.Ag.
menuturkan
“...dan memberikan teguran yang tegas kepada mereka yang mangkir belajar,
kita ingin menciptakan suasana di kota santri yang giat belajar,....”17
Bahkan lebih lanjut lagi beliau menerangkan bahwa walaupun dia adalah kelas 6
yang merupakan pengurus bagian, tetap akan diberi hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya, untuk dijadikan pelajaran bagi santri lain, khususnya kepada pengurus
bagian yang lain untuk tidak menganggap remeh disiplin walaupun sudah menjadi
pengurus.
17
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau
pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
69
c. Efektifitas Disiplin Bertingkah Laku
Sebagaimana telah diterangkan di atas dalam penyajian data, dalam interpretasi
datanya pun penulis membagi disiplin bertingkah laku menjadi dua bagian bahasan,
yaitu hubungan dengan orang lain yang merupakan indikator dasar dari disiplin
bertingkah laku, dan pengendalian diri yang merupakan temuan baru dari hasil
pengolahan data. Interpretasi datanya adalah sebagai berikut:
1) Hubungan dengan orang lain
Berdasarkan dari hasil wawancara mendalam dengan para responden yang
merupakan santri diketahui bahwasanya semuanya bergaul baik dengan teman
seangkatan mereka, banyak dari teman-teman yang mempunyai tabi’at yang kurang
baik dengan terus-terusan melanggar berbagai macam disiplin walaupun hukuman
sudah mereka dapatkan. Tetapi ada pula hubungan positif yang terjalin diantara
teman, seperti yang dipaparkan responden yang menyatakan bahwa mereka sering
mengadakan belajar kelompok bersama dengan teman-teman seangkatan. Mereka pun
berhubungan baik dengan pengurus, hal ini ditunjukkan dari kedekatan mereka
dengan salah satu pengurus bagian. MF mengatakan bahwa dia dekat dengan
pengurus bagian ibadah, sedangkan FA mengatakan dia dekat dengan pengurus
bagian bahasa. Kedekatan mereka membawa kepada hal yang positif yang
ditunjukkan dengan kebersamaan mereka dalam belajar dan berangkat shalat
berjamaah. Lain halnya dengan MF dan FA, CP dan HQ yang merupakan pengurus
bagian mengatakan bahwasanya banyak adik kelas yang dekat dengan mereka tetapi
banyak juga yang membenci, khususnya CP, sebagaimana yang telah diterangkan
oleh CP bahwasanya bagian keamanan merupakan bagian yang banyak dibenci oleh
para anggota, ini disebabkan tanggung jawab seorang pengurus bagian keamanan
yang mengharuskan bersikap tegas dan adil dalam menghukum santri.
Terkait hubungan santri dengan guru, santri terlihat kurang bisa bergaul dengan
guru-guru di Pondok Pesantren Daar el-Qolam, ini terlihat pernyataan santri yang
mengaku hanya mengenal guru-guru yang pernah mengajar mereka saja. Mereka
hanya dekat dengan wali kelas mereka masing-masing, hal ini merupakan suatu
70
kekurangan dalam berdisiplin tingkah laku, karena sudah seharusnya seorang murid
untuk mengenal gurunya walaupun guru yang belum pernah mengajar sama sekali.
Pancajiwa pondok dan motto pondok menjadi sorotan penulis dalam kaitannya
dengan disiplin bertingkah laku, ukhuwah islamiyah khususnya, semua santri
diharapkan bisa mengaplikasikan jiwa ukhuwah islamiyah dalam kehidupan sehari-
harinya, yaitu jiwa persaudaraan atas nama Islam yang mengedepankan nilai-nilai
moral yang baik, saling tolong menolong dalam kebaikan, mengajak kepada yang
ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar. Dalam hal ini H. Soleh Umar Harahap,
S.Ag selaku ketua 1 bagian pangasuhan putra menyatakan sebagai berikut
“... yang paling penting adalah ukhuwah islamiyah yaitu mengajarkan santri
untuk selalu menjaga hubungan baiknya dengan sesama teman, dengan kakak
kelas dan juga dengan guru-gurunya pada khususnya... yaitu didalam
lingkungan pondok, dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat di tempat
mereka tinggal.”18
Ukhuwah islamiyah adalah salah satu Pancajiwa Pondok Pesantren Daar el-
Qolam. Pancajiwa adalah lima prinsip dasar yang harus tertanam dalam jiwa siapapun
yang menjadi penghuni pondok, entah itu kiyai, guru ataupun santri. Maksud dari
ukhuwah islamiyah adalah menjalin hubungan sesama manusia yang berasaskan
kepada prinsip dari ajaran Islam yang damai dan toleran. Ukhuwah dalam Islam
adalah nilai persaudaran dengan semangat tolong menolong yang tidak melihat batas-
batas tertentu, seperti golongan, etnik bahkan agama atau keyakinan orang lain. Islam
menyuruh umatnya untuk menghormati siapapun, bekerjasama dan bergaul tanpa
memandang status sosial bahkan keyakinannya. Sudah sewajarnya ukhuwah
islamiyah menjadi sorotan bagi beliau, karena hubungan seseorang dengan orang lain
bisa mempengaruhi akhlak orang tersebut, oleh karena itu seorang santri harus
memilih dalam bergaul.
18
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau
pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
71
2) Pengendalian diri
Dari elemen baru yang ditemukan oleh penulis hasil pengolahan data wawancara
dan observasi adalah pengendalian diri, elemen ini merupakan bagian dari elemen
disiplin bertingkah laku, ini ditambahkan karena pada kenyataannya banyak dari
pernyataan santri dan tingkah lakunya yang berhubungan dengan elemen ini.
Interpretasi hasil datanya adalah sebgaai berikut:
Para responden yang merupakan anggota mengatakan bahwa mereka sering
melihat kakak kelas yang tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik, seperti
makan dan minum berdiri, kemudian ditambahkan juga bahwa kadang ada kakak
kelas yang berbicara dengan teriak-teriak, yang seharusnya tidak layak untuk
dilakukan oleh kakak kelas yang seharusnya mencontohkan yang baik kepada adik
kelasnya. Bahkan terkadang ada pengurus yang memarahi santri dengan kata-kata
kotor yang tidak seharusnya keluar dari mulut seorang santri, apalagi hal tersebut
bertentangan dengan teori pendidikan. Dan pada faktanya, hukuman yang diberikan
oleh pengurus yang nakal yang memberikan hukuman non-prosuderal pun menjadi
salah satu kasus yang ditemui penulis saat wawancara dan telaah dokumen, salah satu
santri kelas 6 yang merupakan pengurus bagian dibotak karena ketahuan memberikan
hukuman di luar dari kebijakan Pondok Pesantren. Hal ini tidak seharusnya
dilakukan, karena akan menimbulkan perasaan benci anggota kepada pengurus,
walaupun memang terbukti hukuman seperti itu akan sangat efektif dalam membuat
santri jera.
Salah satu responden yang merupakan bagian keamanan pun menuturkan bahwa
banyak kesulitan yang dia hadapi selaku bagian keamanan, diantaranya adalah santri
yang tetap saja melanggar walaupun setelah diberi hukuman, tetapi biasanya hanya
sekedar pelanggaran kecil seperti makan ataupun minum dengan berdiri dan tidur
tidak pada waktunya. Dan santri akan jera untuk tidak melakukan pelanggaran berat
lagi apabila telah dihukum, seperti yang dikatakannya bahwa dia pernah menjundi
santri yang ketahuan onani, dan membotak santri yang ketahuan merokok. Hal ini
terbukti tidak hanya efektif dalam mendisiplinkan si pelanggar disiplin, tetapi juga
72
efektif untuk teman-temannya yang melihatnya telah dihukum untuk tidak mengikuti
perbuatannya. Sedangkan jika pelanggarannya sangat berat seperti berkelahi dan
keluar dari pondok tanpa izin (kabur) maka santri tersebut langsung diserahkan
kepada ri’ayah untuk selanjutnya diberikan hukuman berat, yaitu dikeluarkan dari
Pondok Pesantren, karena pengurus bagian dari santri kelas enam tidak mempunyai
hak untuk memberikan hukuman seperti itu. Dari tabel rekapitulasi pelanggaran santri
menunjukkan bahwa santri yang melakukan pelanggaran berat dan mendapatkan
hukuman sampai dikeluarkan dari pondok merupakan santri kelas tinggi yaitu kelas
lima dan enam. Hukuman yang diberikan kepada santri yang melanggar pada
dasarnya merupakan suatu pendidikan yang harusnya menjadi pelajaran bukan hanya
bagi pelanggar disiplin tapi juga santri yang belum melanggar agar mengurungkan
niatnya untuk melanggar.
Hukuman yang diberikan kepada pelanggar disiplin sudah sewajarnya diterima,
karena konsekuensi dari ketaatan adalah hadiah dan pelanggaran adalah hukuman,
sedangkan tujuan dari hukuman itu sendiri merupakan penunjang untuk berjalannya
sistem di suatu lembaga pendidikan, sebagaimana ketua 1 bagian ri’ayah putra
menerangkan
“Tujuannya adalah menjaga disiplin agar tetap bisa berjalan dengan baik,
karena sudah sewajarnya di suatu lembaga pendidikan ada disiplin, sedangkan
disiplin tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya hukuman bagi yang
melanggar disiplin itu sendiri.”19
Disamping itu, hukuman yang diberikan juga harus bertahap dan klasikal. Yang
berarti bahwa hukuman harus disesuaikan dengan seberapa berat tingkat pelanggaran
yang dilakukan, dan berasal dari kelas berapa orang yang melakukan pelanggaran
tersebut.
19
Wawancara dengan H. Soleh Umar Harahap, S.Ag., wawancara dilakukan di kediaman beliau
pada tanggal 23 November 2010, pukul 16.30.
73
Tabel 3
Hasil Penelitian Tentang Efektifitas Hukuman Terhadap Kedisiplinan Santri di
Pondok Pesantren Daar el-Qolam
NO. NAMA SANTRI PELANGGARAN HUKUMAN PRILAKU SANTRI
PASCA HUKUMAN
1. Caesar Pamungkas
Berbicara dengan bahasa
indonesia
Menghafal
vocabularies Jera
Terlambat masuk kelas Di jewer Jera
Mengantuk di kelas Di kagetkan
sampai bangun Tidak jera
Membawa makanan ke kelas
Membawa
permen untuk
dibagikan
sekelas
Tidak jera
2. Hikmah Qolbi
Tidur larut malam Ditegur Tidak jera
Terlambat shalat berjamaah Dijewer Jera
Terlambat masuk kelas Dijewer Jera
Mengantuk di kelas Dibangunkan Tidak jera
Membawa makanan ke kelas Ditegur Tidak jera
3. Mulya Fatwa
Terlambat datang ke masjid
Dijewer/jalan
jongkok sampai
tempat wudhu
Jera
Melanggar disiplin bahasa
Menulis
vocabularies
sebanyak 60 dan
dihafalkan
kemudian dibuat
di satu kalimat
Jera
Tidur setelah shalat subuh Ditegur Tidak jera
Tidur di atas jam 10
Dijemur pada
jam istirahat
kedua
Jera
74
Mengantuk di kelas Ditegur Tidak jera
Membawa makanan ke kelas
Berdiri di depan
kelas dan
membawa
permen untuk
semua teman
satu kelas
Tidak jera
4. Fitri Al-Maghfirah
Terlambat shalat berjamaah Dipukul
tangannya Jera
Mengantuk di kelas Ditegur Tidak jera
Membawa makanan ke kelas
Membawa
makanan untuk
dibagikan
kepada semua
teman satu
kelas/berdiri di
depan kelas
Tidak jera
Satu kali Melanggar disiplin
bahasa
Menulis 200
vocabularies
tanpa
menghafalnya
Jera
Sumber: Hasil wawancara (diolah)
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan telaah atas pemasalahan penelitian ini melalui
pembahasan-pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Disiplin di Pondok Pesantren Daar el-Qolam dirumuskan sedemikian rupa
agar santri terbiasa berdisiplin dalam kehidupan sehari-harinya.
Berdisiplin dalam hubungannya dengan orang lain, yaitu: dalam keluarga,
masyarakat dan negara. Dan terlebih lagi yaitu berdisiplin diri dalam
berhubungan dengan Tuhannya. Untuk menjadi insan kamil yang mampu
menyelaraskan antara hablun min Allah dan hablun min an-nas.
2. Pemberian hukuman kepada santri yang melanggar disiplin di Pondok
Pesantren Daar el-Qolam mengedepankan kepada unsur edukatif tanpa
kekerasan fisik, hukuman yang diberikan bertahap dan jenis hukumannya
pun berbeda tergantung dari tingkat pelanggarannya dan santri yang
melanggarnya. Tetapi masih ada segelintir orang yang masih memberikan
76
hukuman yang menyakiti fisik dan di luar dari kebijakan dalam
memberikan hukuman. Adapun segelintir orang yang memberikan
hukuman dengan kekerasan fisik atau hukuman yang non-prosuderal
hanyalah oknum yang tidak bertanggung jawab yang tidak
mengaplikasikan teori pendidikan dalam pemberian hukuman. Hukuman
yang diberikan kepada pelanggar disiplin diharapkan agar santri merasa
jera untuk tidak mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.
3. Balasan dari ketaatan adalah hadiah dan pujian, begitupun sebaliknya
yaitu konsekuensi dari pelanggaran adalah hukuman. Hukuman yang
diberikan kepada pelanggar disiplin di Pondok Pesantren Daar el -Qolam
terbukti efektif dalam mendisiplinkan santri agar tidak mengulangi
kesalahannya untuk yang kedua kalinya. Lebih lanjut lagi hukuman
tersebut dirasakan pula efeknya pada santri yang akan melakukan
pelanggaran agar mengurungkan niatnya untuk melakukan pelanggaran
disiplin.
B. Saran
1. Untuk dewan guru yang termasuk ke dalam penggerak disiplin pusat dari
semua bagian, agar meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang telah
diberlakukan kepada santri untuk ditingkatkan kembali. Dengan cara
menjaga kebijakan-kebijakan lama yang masih terbukti efektif dalam
mendisiplinkan santri dan merumuskan kebijakan-kebijakan baru yang
lebih efektif dalam mendisiplinkan santri Pondok Pesantren Daar el-
Qolam.
2. Untuk santri yang merupakan pengurus bagian (mudabbir/mudabbirah)
Pondok Pesantren Daar el-Qolam, agar selalu sabar dalam mengurusi dan
menggerakkan disiplin santri yang masih menjadi anggota untuk tidak
memberikan hukuman di luar dari kebijakan Pondok Pesantren, karena
pemberian hukuman non-prosuderal yang mengarah kepada kekerasan
77
fisik akan menimbulkan perasaan benci dan keterpaksaan dalam
menjalankan disiplin.
3. Untuk semua santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam baik itu pengurus
maupun anggota, agar senantiasa ikhlas dalam menjalankan disiplin yang
diberlakukan di Pondok Pesantren, karena setiap disiplin yang
diberlakukan oleh Pondok pasti ada manfaatnya untuk diri sendiri yang
akan dirasakan nanti setelah menjadi alumni, yaitu akan bisa berdisiplin
dalam kehidupan sehari-hari walaupun tidak ada yang mengawasi. Dan
juga setiap santri agar memahami bahwa di setiap lembaga pendidikan
pasti terdapat disiplin yang menjadi rambu-rambu dalam menciptakan
suatu sistem pendidikan yang tertata rapi.
4. Penulis berharap, sekecil dan sesederhana apapun kajian ini dapat
bermanfaat bagi para pemerhati dan praktisi pendidikan, khususnya
pendidikan Islam di negeri ini.
78
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmadi, Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, Cet. Ke-1.
Amatembun, Management Kelas, Bandung, IKIP, 1981, Cet ke-1.
Daien Indrakusuma, Amir, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha
Nasional, 1973.
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral, Suatu Teori Dan Aplikasi Sosiologi
Pendidikan, Penerbit: Erlangga, 1990.
Fananie, Zainuddin, Pedoman pendidikan Modern, Jakarta, Fananie Center, 2010,
Cet. ke-1.
Gordon, Thomas, Mengajar Anak Berdisiplin Diri, di rumah dan di Sekolah,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Hmalik, Oemar, Mengajar, Azas, Metodik, Bandung, Pustaka Mardiana, 1981, Cet
ke-2.
Jalaluddin as-Suyuthi, Abdur Rahman ibn al-Kamal, Dâr al-Mansyûr fî at-Tafsîr
al-Ma’tsûr, juz III, Beirut: Darul Fikr.
Langeveld, M. J., diterjemahkan oleh I. P. Simanjuntak, Beknopte Theoritische
Paedagogiek, Jakarta: Aksara baru, 1984.
Langgulung, Hasan, Manusia dan pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Al Husna,
1989, Cet ke-I.
M. Athiyah, Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1990, Cet. Ke-6.
Noer Aly, Hery, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1999.
Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1985.
Purbawakaca, Soegarda, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1997.
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1995, ed. Ke-2, Cet ke-8.
Rosyad, Soleh, Kiprah Kiyai Entrepreneur, Banten: LPPM La-Tansa Mashiro,
2005.
79
Shadili, Hasan, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, t. Th.
Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya
Pembangunan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka 1999.
Sujanto, Agus, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru, 1984.
Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta, Aksara Baru, 1982, Cet ke-1.
Thaha, Nasharuddin, Tokoh-tokoh Pendidikan Islam di Zaman Jaya, Jakarta:
Mutiara, 1997.
The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi,
1985, Cet ke-5.
Tim Depag, Al-Quran dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1992,
ed. Revisi.
Yuwono, G. B, Pedoman Umum Ejaan Indonesia, yang telah disempurnakan.
Surabaya: Indah, 1987, cet, ke-1.
Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991, Cet ke-1.
Zaenuddin et. All. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi
Aksara, 1991, Cet ke-1.
Zuhaili, Dr. Wahbah, Tafsir al-Munîr, juz V.
Zuhri, H. Moh., dkk. Terjemahan sunan At-Tirmidzi, Semarang: CV. As Syifah,
1992, Cet ke-1, jilid 1.
MOTTO
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya).
Kemudian akan diberi Balasan kepadanya dengan Balasan yang paling
sempurna.” (Q.S. Al-Najm/53: 39-41)
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap.” (Q.S. Alam Nasyrah/94: 7-8)
”Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya”. (Al-Hadits)
”Kemajuan yang kau dapatkan tidaklah terukur dengan keberhasilanmu
memperbaiki segala apa yang telah terjadi, melainkan bagaimana kau merengkuh
segala apa yang akan terjadi di masa depan........” (Kahlil Gibran)
PERSEMBAHAN
Dengan tidak mengurangi rasa syukurku kepada Allah SWT, Tuhan sumber
segala ”muara” esensi.
Kupersembahkan totalitas usaha, karya, dan buah pikiran, Skripsi ini untuk:
Almarhum ayahanda tercinta,
wahai ayah.. kenangan indah bersamamu membuatku semangat untuk
menghadapi kerasnya hidup, akan kuteruskan perjuanganmu menjadi bapak untuk
adik-adikku.
Ibuku tercinta,
yang banyak menitikkan air mata dan memeras keringat untuk keluarga, yang
selalu memberikan kasih sayang, semangat, pengertian dan do’a yang tak
terputus-putus untuk keberhasilanku.
Kakakku tersayang,
yang selama ini menjadi bapak bagi adik-adiknya untuk meneruskan perjuangan
yang dititipkan ayah, dan selalu mengorbankan kepentingannya untuk keluarga,
aku bangga punya kakak sepertimu.
Adik-adikku tersayang,
yang selalu mengalah dan “dikorbankan” untuk mendahulukan cita-cita ayah yang
dititipkan kepadaku.
Ivana Megawati,
yang selalu menemani dan membantu dalam penyusunan skripsi ini dengan tawa
dan air mata, I love you so much...