pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

234

Click here to load reader

Upload: lamdieu

Post on 31-Dec-2016

310 views

Category:

Documents


49 download

TRANSCRIPT

Page 1: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI

PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH

KABUPATEN BOYOLALI

(SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh :

WIRATNO

C0105052

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI

PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH

KABUPATEN BOYOLALI

(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

Disusun oleh:

WIRATNO

C0105052

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Sri Mulyati, M.Hum. Prof. Dr. Sumarlam, M. S.

NIP 195610211981032001 NIP 196203091987031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutardjo, M.Hum.

NIP 196001011987031004

Page 3: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI

PONDOK PESANTREN DARUSY SYAHADAH

KABUPATEN BOYOLALI

(KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)

Disusun oleh:

WIRATNO

C0105052

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal: ………………..…

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum ………………

NIP 195710231986012001

Sekretaris Drs. Sujono, M.Hum ………………

NIP 195504041983031002

Penguji I Dra. Sri Mulyati, M.Hum. ………………

NIP 195610211981032001

Penguji II Prof. Dr. Sumarlam, M.S. .………………

NIP 196203091987031001

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M.A.

NIP 195303141985061001

Page 4: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

MOTTO

“Karakteristik waktu adalah keras dan tidak kenal menunggu, ia akan mengerus

siapa saja yang ada di dalamnya.” (Amron Yuflaeli Widyanto).

“Jika berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu sore, kerjakanlah

sekarang jangan menunggu nanti, sesunguhnya kematian amat dekat dengan

kita.” (Anonim).

“Barang siapa memudahkan urusan muslim di dunia, maka Allah akan

memudahkan urusanya di akhirat (hadits).

Page 5: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERNYATAAN

Nama : Wiratno

NIM : C0105052

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pemakaian Bahasa Jawa

oleh Santri Pondok Pesantren Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali (Kajian

Sosiolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan

oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi

(kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari

skripsi tersebut.

Surakarta, 1 Maret 2011

Yang membuat pernyataan,

Wiratno

Page 6: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk :

• Keluarga, Ibu, Bapak, Kakakku (Winendro), Adikku (Capung).

• Olisches, trimakasih selalu sabar, memberi kasih sayang, cinta, doa, dan

semangat.

• Sahabat-sahabat Ponpes Darusy Syahadah Boyolali (Nawawi) dan Ustads.

Page 7: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

Skripsi dengan judul Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesantren

Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali (Kajian Sosiolinguistik) ini merupakan salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret yang memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah

FakultasSastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan kesempatan dan ilmunya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah

yang telah memberikan nasihat, semangat, dan member ilmu dalam menyusun

skripsi ini.

4. Dra. Sri Mulyati, M.Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan

untuk mencurahkan perhatian, memberikan nasihat, dan membimbing penulisan

skripsi ini sampai selesai.

Page 8: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

5. Prof. Dr. Sumarlam, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah berkenan

memberikan waktu dan ilmunya, serta memberikan masukan dan

penyempurnaan pada penulisan skripsi ini.

6. Ibu Siti Muslifah, S.S, M.hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing dari awal kuliah sampai akhir kuliah, dengan penuh perhatian dan

kebijaksanaannya.

7. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah dan dosen-dosen

Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

8. Kepala dan staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun Pusat

Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kemudahan dalam layanan.

9. Rekan-rekan Sastra Daerah, Ustad, dan sahabat-sahabat di Pondok Pesantren

Darusy Syahadah.

10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu

dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran yang

membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 1 Maret 2011

Penulis

Page 9: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRAK

Wiratno. C0105052. 2011. Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesanten

Darusy Syahadah Kabupaten Boyolali. (Suatu Kajian Sosiolinguistik), Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah

bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy Syahadah, 2) Faktor apa saja

yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy Syahadah?,

3) Bagaimanakah fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy

Syahadah?

Tujuan penelitian adalah 1) Mendeskripsikan bentuk ragam bahasa oleh santri

Ponpes Darusy Syahadah meliputi, alih kode, campur kode, interferensi, ragam

bahasa Jawa. 2) Menentukan faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian

bahasa Jawa Ponpes Darusy Syahadah. 3) Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa

Jawa oleh Santri Ponpes Darusy Syahadah.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data-data

lisan kebahasaan berdasarkan bentuk dan maknanya. Data dalam penelitian ini berupa

kalimat yang mengandung Alih kode, campur kode, dan interferensi. Sumber data

berasal dari informan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Penyediaan data

dengan metode simak, teknik dasar dengan memakai teknik sadap.Teknik lanjutan: 1)

Teknik Simak Libat Cakap 2) Teknik Bebas Libat Cakap, 3) Teknik Rekam, 4)

Teknik catat. Dari hasil rekam kemudian data di transkrip kedalam bentuk tulisan.

Teknik analisis dengan menggunakan metode distribusional dan metode padan.

Dari hasil analisis ditemukan: 1. Bentuk pemakaian bahasa Jawa yang berupa

1). Alih kode external dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab dan sebaliknya. Alih

kode internal berupa bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia dan sebaliknya, serta

antar ragam bahasa Jawa (ngoko ke krama dan sebaliknya). 2). Campur kode bahasa

Indonesia dalam bahasa Jawa; “lima waktu”. Campur kode bahasa Arab dalam bahasa

Jawa; “dinul Islam”. Campur kode bahasa Inggris dalam bahasa Jawa; “global

warming”. 3). Interferensi dari bahasa Indonesia; “dithuthoklah” Interferensi dari

bahasa Arab; “syariat”. Interferensi dari Bahasa Inggris; “moderen”. Wujud tingkat

tutur bahasa Jawa ragam ngoko,madya dan krama.

2. Faktor yang menjadi sebab pemakian bahasa Jawa dipengaruhi oleh

beberapa hal yaitu, (1) penutur atau orang pertama, (2) mitra tutur atau orang kedua,

(3) pokok pembicaraan atau topik, (4) untuk membangkitkan rasa humor, (5)

keinginan untuk menjelaskan, (6) sebagai rasa hormat dan kesantunan berbahasa.

3. Fungsi dari pemakaian bahasa Jawa antara lain, (1) untuk menghormati

mitra tutur, (2) untuk menunjukkan status sosial atau menempatkan dalam hierarkhi

status sosial penutur, dan (3) mengubah dari ragam resmi menjadi ragam santai.

Page 10: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................. i

PERSETUJUAN .............................................................................................. ii

PENGESAHAN ............................................................................................... iii

MOTTO ........................................................................................................... iv

PERNYATAAN ............................................................................................... v

PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ......................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Pembatasan Masalah ....................................................................... 10

C. Rumusan Masalah ........................................................................... 10

D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 11

E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11

1. Manfaat Teoretis ..................................................................... 11

2. Manfaat Praktis ....................................................................... 12

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA .......................................................................... 14

A. Sosiolinguistik ................................................................................. 14

B. Masyarakat Bahasa .......................................................................... 15

C. Variasi Bahasa ................................................................................ 16

D. Kontak Bahasa ............................................................................... 20

1.Alih Kode .................................................................................... 20

2.Campur Kode .............................................................................. 22

3.Interferensi .................................................................................. 25

Page 11: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

E. Bilingualisme ................................................................................... 27

F. Diglosia ............................................................................................ 28

G. Tingkat Tutur Bahasa Jawa ............................................................ 29

1. Ragan Ngoko .............................................................................. 31

2. Ragan Madya ............................................................................. 32

3.Ragam Krama ............................................................................. 33

H. Komponen Tutur ............................................................................. 34

I. Pondok Pesantren Darusy Syahadah................................................ 36

J. Kerangka pikir .................................................................................. 48

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................ 50

A. Jenis Penelitian ................................................................................ 50

B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 50

C. Data ................................................................................................ 50

D. Sumber Data .................................................................................... 51

E. Populasi ........................................................................................... 51

F. Sampel ............................................................................................. 52

G. Alat Penelitian ................................................................................. 52

H. Metode dan Teknik Penyediaan Data .............................................. 53

I. Metode dan Teknik Analisis Data ................................................... 55

J. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ............................................ 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ............................. 62

A. Bentuk Pemakaian Bahasa .............................................................. 62

1. Bentuk Alih kode ....................................................................... 62

2.Bentuk Campur kode................................................................... 113

3.Bentuk Interferensi ...................................................................... 162

4.Bentuk Tingkat Tutur Bahasa Jawa ............................................ 200

B. Faktor yang Melatar Belakangi Pemakaian Bahasa Jawa .............. 210

C. Fungsi Pemakaian Bahasa Jawa ..................................................... 214

BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 218

A. Simpulan ......................................................................................... 218

Page 12: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

B. Saran ............................................................................................. 220

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 221

LAMPIRAN ……… ......................................................................................... 228

Page 13: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. Daftar Tanda

‘…’ : glos sebagi penjepit terjemahan

“…” : tanda petik menandakan kutipan langsung

� : tanda panah artinya berubah menjadi

[…] : tanda titik-titik maksudnya ada kalimat yang dihilangkan

[ ] : penganti kata

/ : garis miring adalah menyatakan atau

/…/ : pengapit fonetis

B. Daftar Singkatan

ACI : Alih kode, Campur kode, Interferensi

BUL : Bagi Unsur Langsung

DS : Darusy Syahadah

KMA : Kuliyyatul Mu’allimat (SMA Putri)

KMI : Kuliyyatul Mu’allimin (SMA Putra)

MDI : Madrasah Diniyah Islamiyah

MDA : Madrasah Diniyah Awwaliyah

MDU : Madrasah Diniyah Ulya

MDW : Madrasah Diniyah Wustho

MI : Madrasah Ibdidaiyah

MP3 : Musik Player 3 (Tiga)

MTs : Madrasah Tsanawiyah (SMP)

Page 14: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

OSIS : Organisani Siswa Intra Sekolah

PDS : Pondok Pesantren Darusy Syahadah

Ponpes : Pondok Pesantren

SAPALA : Santri Pecinta Alam

SD : Sekolah Dasar

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMU : Sekolah Menengah Umum

SMS : Short Massage Service (Pesan Singkat)

dkk : dan kawan kawan

Swt. : Subhanahu wata`ala

Saw : Sallalahhu a’llahi wasalam

TID : Takhasshush I’dad Du’at / Da’iyat (Paska SMA)

TKS : Takhasshush (Persiapan masuk setigkat SMA)

TPA : Taman Pendidikan Al Qur’an

WIB : Waktu Indonesia Bagian Barat

Page 15: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak dapat terlepas dari

peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi manusia memerlukan sarana untuk

mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas, dan sebagainya. Sarana

yang paling utama dan vital adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah

bahasa. Dengan demikian fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana

komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas selalu terlibat dalam

komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai komunikator (pembicara atau penulis)

maupun sebagai komunikan (mitra bicara, penyimak, pendengar, atau pembaca)

(Sumarlam, 2005:1).

Bahasa Jawa merupakan bagian dari bahasa nusantara dan termasuk rumpun

bahasa austronesia yang ada di dunia ini. Secara linier bahasa Jawa memiliki sejarah

yang panjang, area pemakaian yang amat luas dan jumlah penutur yang banyak,

sebanyak orang Jawa yang ada (Wakit Abdullah dan Sri Lestari Handayani, 2007:11).

Bahasa Jawa digunakan dibeberapa wilayah di Indonesia, yang terutama di Jawa

Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian daerah di Jawa

Barat, maupun di luar negeri.

Dalam konteks proyeksi kehidupan manusia, bahasa senantiasa digunakan

secara khas dan memiliki suatu aturan permainan tersendiri. Untuk itu, terdapat

Page 16: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

banyak permainan bahasa dalam kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan tidak

terbatas, dan antara tataran permainan bahasa satu dengan lainnya tidak dapat di

tentukan dengan suatu aturan yang bersifat umum. Namun demikian, walaupun

terdapat perbedaan ada kalanya terdapat suatu kemiripan, dan hal ini sulit ditentukan

secara definitif dan pasti. Meskipun orang tidak mengetahui secara persis sebuah

permainan bahasa tertentu, namun manusia mengetahui apa yang harus diperbuat

dalam suatu komunikasi. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan hakikat bahasa

dalam kehidupan manusia dapat dilaksanakan dengan melakukan suatu deskripsi

serta memberikan contoh-contoh dalam kehidupan manusia yang digunakan secara

berbeda.

Sebagian orang berpendapat bahwa bahasa sebagai sistem mediasi, bahasa

tidak hanya menggambarkan cara pandang manusia tentang dunia dan konsepsinya,

tetapi juga membentuk visi tentang realitas. Hal tersebut, menggacu pada pemikiran

bahwa dengan bahasa mendapat arti jauh lebih tinggi dari pada sistem bunyi atau

fonem.

Masyarakat Indonesia mempunyai banyak ragam bahasa, antara bahasa satu

dengan yang lain mempunyai ciri yang berbeda, perbedaan tersebut merupakan

kekayaan hasil budaya. Beberapa bahasasa yang digunakan oleh masyarakat di

Indonesia berasal dari bahasa suku-suku di Indonesia juga dari bahasa dari Negara

lain yang membudaya dalam masyarakat bahasa. Jika salah satu bahasa hanya

difahami oleh masyarakat minoritas tertentu atau kelompok, jika digunakan dalam

masyarakat umum maka akan timbul komunikasi yang tidak baik. Hal ini disebabkan

karena bahasa sebagai sistem bunyi gagal mengendap dalam kantong-kantong

Page 17: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

budaya, maka masyarakatpun gagal untuk memahami dan dipahami dalam konteks

komunikasi antarbudaya.

Dalam kehidupan masyarakat fungsi bahasa secara tradisional dapat dikatakan

sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan oleh masyarakat untuk

berkomunikasi. Akan tetapi fungsi bahasa tidak hanya semata-mata sebagai alat

komunikasi, bagi sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat yang fungsinya

menyampaikan pikiran saja dianggap terlalu sempit (Abdul Chaer, 2004:15). Hal

tersebut merupakan fungsi bahasa sebagai expresi atau buah pikiran manusia.

Jika dalam suatu kelompok masyarakat terdiri dari berbagai daerah-daerah

dan penguasaan bahasa yang perbeda-beda akan menimbulkan bahasa yang unik,

apalagi jika suatu kelompok masyarakat tersebut merupakan pengguna lebih dari satu

bahasa (multi lingual) akan timbul pencampuran bahasa atau sering disebut campur

kode dan alih kode.

Dalam sistem pendidikan formal maupun nonformal bahasa sangat berperan

penting dalam penyampaikan ilmu dari pendidik kepada orang yang mencari ilmu.

Bahasa merupakan modal utama agar terjadi proses pencapaian ilmu untuk difahami

dan dimengerti oleh para pencari ilmu. Dalam proses belajar menggajar dalam

instansi resmi bahasa yang digunakan cenderung bahasa formal nasional atau

Internasional, tetapi dalam proses belajar-mengajar nonformal bahasa yang digunakan

sesuai dengan kebutuhan, tidak harus formal tetapi dapat dimenggerti oleh para

penuntut ilmu. Tetapi dalam menyampaikan ilmu, terutama pengajar berasal dari

daerah lain yang dimungkin penguasaan bahasanya terbatas dengan para penuntut

ilmu yang merupakan asli daerah setempat. Dari hal itu dimungkinkan banyak terjadi

Page 18: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

percampuran bahasa yang dikuasai oleh pengajar dalam menyampaikan ilmu.

Sehingga dalam penelitian bahasa yang mengkaji tentang sosiolinguistik, terutama

meneliti pemakaian bahasa yang mengandung alih bahasa sangat menarik untuk

dilakukan.

Penelitian yang terdahulu tentang tingkat tutur bahasa Jawa, alih kode,

campur kode antara lain penelitian yang dilakukan oleh; Mulyani dalam tesis dengan

judul “Alih Kode dan Campur Kode Dalam Kegiatan Belajar-Mengajar di Pesanttren

Moderen Arrisalah Kabupaten Ponorogo” (Kajian Sosiolinguistik). Penelitian ini

menampilkan data alih kode dan campu kode dari empat bahasa, yaitu bahasa

Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Jawa. Dalam analisinya meninjau

(1) Wujud alih kode yang ditemukan dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, di

pesantren moderen “Arrisalah” serta kapan munculnya. (2) Campur kode yang

ditemukan dalam kegiatan belajar-mengajar. (3) Faktor-faktor penentu peristiwa alih

kode dan campur kode.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut (1) Terjadi alih kode dari

bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, Arab, dan Jawa. (2) kegiatan alih kode

muncul pada kegiatan belajar-mengajar pada awal (meliputi; salam, tegur, sapa, dan

memberikan motifasi), kegiatan inti (meliputi; memberikan penjelasan, merespon

pemahaman santri, dan menarik kesimpulan topik pelajaran), kegiatan akhir

(meliputi; menutup pelajaran, salam, dan motivasi). (3) Terjadi campur kode ke-luar

(counter code mixing) dan campur kode ke-dalam (inner code mixing) dari base

language (bahasa dasar), bahasa Indonesia. (5) Wujud campur kode berupa

Page 19: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

penyisipan kata, frasa, idiom atau ungkapan, kata ulang, dan klausa antar bahasa

Indonesia dengan bahasa Inggris, bahasa Arab, serta bahasa Jawa.

Skripsi “Pemakaian Bahasa Jawa dalam Ludruk” (Tinjauan Sosiolinguistik)

(1986) oleh Siti Zuhriyah, yang membahas tentang aspek kebahasaan yaitu alih kode,

interferensi bahasa, bahasa slang, undha usuk, kosakata, lafal, dan bentuk kata. Inti

dari pembahasanya dalam kajian bahasa Jawa dalam Ludruk memiliki perbedaan-

perbedaan dengan bahasa baku dalam hal lafal kata, bentuk kata, dan kosakata serta

banyak ditemukanya alih kode, interferensi bahasa Indonesia, pemakaian slang, dan

penggunaan ragam krama desa.

Skripsi pada tahun 2001 dengan judul “Kajian Bahasa Jawa di Desa Ketandan

Kecamatan Klaten Utara” (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik) oleh Arisanti Suwarso.

Dalam skripsi tersebut mengkaji tentang bentuk bahasa Jawa dan ragam bahasa Jawa

yang digunakan oleh masyarakat desa ketandan, kelurahan Klaten Utara. Salah satu

faktor yang menentukan penggunaan ragam bahasa Jawa masyarakat Desa Ketandan.

Penggunaan bahasa Jawa di daerah tersebut mengunakan jenis wacana berdasarkan

pemaparanya. Meliputi wacana historis dan wacana eksposisi. Tingkat tutur yang

digunakan masyarakat tersebut adalah (1) penutur, (2) mitra tutur, (3) situasi tutur, (4)

tujuan tutur, (5) hal yang dituturkan.

Peneliti tertarik terhadap salah satu kelompok masyarakat sebagai pengguna

lebih dari satu bahasa adalah lembaga pendidikan pesantren atau lebih popular

disebut dengan Pondok Pesantren (selanjutnya disingkat: Ponpes). Terutama Ponpes

yang ada di wilayah Jawa Tenggah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Karesidenan Surakarta yang merupakan salah satu daerah yang banyak lembaga

Page 20: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

pendidikan Ponpes. Lebih spesifik Boyolali merupakan bagian dari Karesiden

Surakarta yang mempunyai lembaga pendidikan Islam Ponpes yang sampai sekarang

masih ada bahkan semakin berkembang sistem pendidikanya. Salah satu Kecamatan

Boyolali yang memiliki lembaga pendidikan Ponpes adalah Kecamatan Simo, Desa

Gunungmadu. Lembaga tersebut benama Ponpes Darusy Syahadah (selanjutnya

disingkat: PDS). Bahasa yang umum digunakan di PDS adalah bahasa Indonesia,

bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan bahasa Jawa tidak dipakai dalam

aktifitas di PDS, tetapi dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar ponpes, bahasa

Jawa sering digunakan dan memegang peranan penting dalam tercapainya suatu

komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar.

Secara geografis ponpes tersebut berlokasi di pedesaan sehingga masyarakat

sekitar merupakan pengguna bahasa Jawa. Dalam berkomunikasi dengan masyarakat

sekitar, santri PDS menggunakan beberapa bahasa salah satunya adalah bahasa Jawa,

bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Inggris. Sehingga dalam komunikasi dengan

masyarakat, santri PDS mengunakan beberapa bahasa secara bersama dan ada

percampuran bahasa yang digunakan. Disamping itu, para santri yang kebanyakan

berasal dari luar daerah setempat, bahkan santri berasal dari luar pulau Jawa.

Sehingga dipastikan ada perbedaan ciri kebahasaan yang dikuasai oleh para santri

khususnya bahasa Jawa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan penduduk

setempat. Walaupun bahasa Jawa tidak dibolehkan digunakan dalam situasi formal

dalam pondok, tetapi diperbolehkan dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar,

sehingga bahasa Jawa masih sering digunakan bagi santri yang mampu berbahasa

Jawa.

Page 21: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Salah satu wadah komunikasi dengan masyarakat di wilayah sekitar PDS

adalah kajian yang dilakukan oleh para santri. Kajian tersebut atau istilah yang

digunakan oleh santri PDS disebut dengan kegiatan Ta’lim, kegiatan tersebut

merupakan pengabdian santri PDS terhadap masyarakat sekitar. Kegiatan ta’lim

tersebut dilakukan di wilayah sekitar PDS, yaitu wilayah kecamatan Simo. Ta’lim

dilakukan oleh para santri PDS putra selama duakali dalam sepekan, yaitu hari selasa

dan hari ju’mat. Kegiatan ta’lim tersebut dimulai sekitar pukul lima belas tiga puluh

atau jam setengah empat sore dan selesai sekitar pukul tujuh malam.

Kegiatan ta’lim (belajar) tersebut berupa pengajaran ilmu agama Islam, kajian

Islam, atau tausyiah untuk para masyarkat. Ta’lim tersebut dilakukan di masjid dan

mushola sekitar PDS atau dalam wilayah Kecamatn Simo. Masyarakat sekitar

merupakan pemakai bahasa Jawa sehingga dalam penyampain materi harus

menyesuaikan dengan bahasa yang dikuasai masyarakat sekitar. Sehingga

dimungkinkan akan banyak alih kode, campur kode dan interferensi bahasa yang

digunakan oleh santri dalam menyampaikan ilmu.

Melihat kenyataan diatas, jika beberapa bahasa tersebut digunakan untuk

berkomunikasi dengan masyarakat maka akan timbul percampuran bahasa atau

penggunaan bahasa lebih dari satu. Peneliti mengangap bahwa objek tersebut sesuai

dengan bidang linguistik terutama dalam kajian sosiolinguistik, maka penelitian ini

mengambil judul Pemakaian Bahasa Jawa oleh Santri Pondok Pesantren Darusy

Syahadah Kabupaten Boyolali. Penelitian tersebut untuk meneliti tentang

pemakaian bahasa Jawa oleh sanri PDS dengan kajian sosiolinguistik.

Page 22: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari hasil survai lapangan yang biasa dipaparkan dalam kaitanya dengan

peristiwa alih kode, campur kode, dan interferensi yang terjadi santri PDS dalam

kegiatan pengapdian masyarakat yang berupa kegiatan rutin ta’lim di masjid dan

mushola di wilayah sekitar kecamantan Simo adalah sebagai berikut.

a. Alih kode

1. Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni

kecuali dengan taubat. (279)

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh perbuatan

dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali

dengan taubat.’

2. Menawi Rasaullullah ngelaksanaaken ngeten niki nggih kita ngelaksanaaken,

ananging yen menawi Rasullullah mboten ngelaksanaake, nggih kita mboten

ngelaksanaake. Amargi napa, man amilla ammallaisa allahwama asmummah

falya’ rabbun. (255)

‘Terus ada, Rassul Allah (utusan Allah) ya pernah bicara. Barang siapa yang

mempercayai dukun atau tukang sihir maka selama empat puluh hari

sholatnya tidak diterima.’

b. Campur kode

1. Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar, seper empat

dinar niku nek dirupiahke berapa buk? Satu dinar niku berapa? (59)

‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat dinar (mata

uang emas) satuseper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa Bu? Satu dinar

itu berapa?’

2. Nek misale iqab wonten ndonya nggih kathah sanget buk. Iqab ndonya nggih

ibuk sampun ngerthosi ananing yen iqob wonten akhirat kita sedhaya boten

ngertosi magkih di antar kita sedaya wonten ingkang mlebet suwarga nggih

boten ngertos, wonten ing neraka nggih boten ngertos sedhaya. (151)

‘Kalau misalnya balasanadadi dunia ya banyak sekali. Balasan dunia ya ibu

sampun ngertosi tapi kalau balasan di akhirat kita semua tidak mengetahui

nanti diantara kita semua ada yang masuk syurga ya tidak mengetahui, di

dalam neraka ya tidak mengetahui semua.’

Page 23: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Interferensi

1. Kemudian napa malih buk? Ketika sujud. Kletika terdholimi, jenengan

tersakiti oleh orang lain. Nggih misale napa namine? Bu Sini niki dithutuklah

kalih buk takmirlah. (12)

‘Kemudia apa lagi Bu? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti oleh

orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu Takmir

lah.’

2. Pemerintahan niku di rancang kalian islam didadhekke hukum-hukum Islam

kalian pemimpin niku hanya bertaqwa kepada Allah, mboten wonten korupsi,

mboten wonten. Bahwasane niku malah seperti sakniki jamane pemilu

demokrasi, pemilu niki sing nyalonke nggih butuh ragat gedhe, dadhos ngeh

mangkih wonten maksud liyane. (110)

‘Pemerintahan itu dirancang dengan Islam dijadikan hukum-hukum Islam

oleh pemerintah itu hanya bertaqwa kepada Allah, tidak ada korupsi, tidak

ada. Bahwasanya itu malah seperti sekarang jamanya pemilu demokrasi

pemilu ini yang mencalonkan ya butuh biyaya besar, jadi ya nanti ada maksud

lainya.’

Dalam paparan tersebut merupakan model bahasa yang digunakan oleh santri

PDS dalam berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Ihwal kode merupakan hal

yang penting untuk diteliti dalam bidang linguistik, terutama dalam pendekatan

sosiolinguistik. Dalam penelitian ini membahas alih kode, campur kode, interferensi

serta ragam bahasa Jawa pada masyarkat multilingual, yaitu kelompok masyarakat

pengguna beberapa bahasa. Berupa Pemakaian bahasa oleh santri Pondok Pesantren

Darusy Syahadah. Penelitian ini berfokus pada alih kode, campur kode, interferensi,

dan bahasa Jawa yang digunakan oleh Santri PDS dalam berkomunikasi dengan

masyarakat. Terjadinya ACI (Alih kode, Campur kode, dan Interferensi) karena

bahasa Santri PDS merupakan pengguna beberapa bahasa yang digunakan secara

Kondisional.

Page 24: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

B. Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengkhususkan pada pemakaian bahasa Jawa oleh santri putra

Ponpes Darusy Syahadah, yaitu untuk menentukan, alih kode campur kode,

interferensi, ragam bahasa Jawa atau pilihan kata dalam berkomunikasi. Terutama

komunikasi dalam masyarakat pada kegiatan ta’lim yang diselengarakan oleh PDS

secara rutin dua kali dalam sepekan, pada hari selasa dan jum’at di lingkup Kecaman

Simo.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan

di atas, maka penelitian ini mengajukan tiga masalah, yaitu.

1. Bagaimanakah bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy

Syahadah? (rumusan ini mencakup alih kode, campur kode, interferensi, dan

ragam /tingkat tuturbahasa Jawa).

2. Faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa oleh santri

Ponpes Darusy Syahadah? (rumusan ini mengkaji faktor-faktor yang

mepengaruhi pemakaian bahasa Jawa).

3. Bagaimanakah fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh santri Ponpes Darusy

Syahadah? (rumusan ini membahas fungsi bahasa Jawa dalam alih kode,

campur kode, interferensi, dan ragam bahasa).

Page 25: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

D. Tujuan Penelitian

Tujuan ahli bahasa adalah untuk mempelajari selengkap mungkin tentang

segala sesuatu yang sistematis dalam pemakaian bahasa (Uhlenbeck, 1982:15).

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi.

1. Mendeskripsikan bentuk pemakaian bahasa oleh santri Ponpes Darusy

Syahadah meliputi, alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa

Jawa.

2. Menentukan faktor apa saja yang melatarbelakangi pemakaian bahasa Jawa

Ponpes Darusy Syahadah.

3. Mendeskripsikan fungsi pemakaian bahasa Jawa oleh Santri Ponpes Darusy

Syahadah.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari suatu penelitian adalah menggambarkan nilai dan

kualitas penelitian. Adapaun manfaat penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat

memberikan manfaat baik secara teoretis, maupun secara praktis

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan mengenai

sosiolinguistik . Terutama menberikan pemahaman dan pengetahuan tentang wujud

alih kode, campur kode, interferensi, dan pemakaian bahasa Jawa oleh santri PDS

dalam komunikasi lisan.

Page 26: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

2. Manfaat Praktis

1) Bagi peneliti, selanjutnya diharapkan dapat memberikan informasi tentang

alih kode, campur kode, dan interferensi dalam pandangan sosiolinguistik.

Selain itu dapat dipakai sebagai model penelitian berikutnya.

2) Bagi masyarakat, penelitian ini dapat membantu memberi informasi

kebahasaan serta mengetahui penggunaan bahasa Jawa oleh santri dalam

berkomunikasi dengan masyarakat.

3) Bagi santri, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan contoh pemakaian

bahasa Jawa untuk melaksanakan ta’lim dengan baik dan benar.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan atau hasil penelitian ini terdiri dari lima bab

yaitu sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

Bab II Kajian Pustaka dan kerangka pikir. Untuk kajian pustaka mencakup

pengertian sosiolinguistik, masyarakat bahasa, variasi bahasa, kontak

bahasa, bilingualisme, diglosia, tingkat tututr bahasa Jawa, komponen tutur,

serta informasi keadaan ponpes Darusy Syahadah. Sedangkan untuk kerang

kapikir merupakan tahapan- tahapan alur kerja penelitian.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang jenis penelitian, lokasi penelitian,

data penelitian, sumber data, populasi, sample, alat penelitian, metode dan

Page 27: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, dan metode

penyajian hasil analisis data.

Bab IV Hasil Analisis Data dan Pembahasan. Bab ini merupakan hasil analisis dan

pembahasan dari keseluruhan data mengenai pemakaian bahasa Jawa oleh

Santri Ponpes DS Kabupaten Boyolali.

Bab V Penutup. Bab ini adalah bagian akhir yang memuat tentang kesimpulan dan

saran yang didapat dari penelitian.

Page 28: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Sosiolinguistik

Pengertian sosiolinguistik dari berbagai pakar bahasa tidak jauh berbeda,

diantaranya adalah menurut Abdul Chaer, sosiolinguistik merupakan cabang ilmu

linguitik yang bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian

hubungan antara bahasa dengan faktor sosial di dalam masyarakat tutur (Abdul

Chaer, 2004:4). Menurut Kridalaksana, sosiolingusistik merupakan ilmu yang

mempelajari ciri bahasa, beberapa variasi bahasa dan hubungan antara pengguna

bahasa dengan ciri fungsi variasi bahasa dalam suatu masyarakat tutur (Kridalaksana,

dalam Abdul Chaer 2004:3 197). Sosiolinguistik menurut pendapat lain merupakan

kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa

digunakan. Dalam hal ini bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah

sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara

kelompok yang satu dengan yang lain.

Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan

kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat,

karena dalam kehidupan bermasyarakat tidak lagi sebagai individu, akan tetapi

sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan manusia

dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi disekitarnya.

Disimpulkan oleh I Dewa Putu Wijana dan Muhammmad Rohadi bahwa (2006:7),

Page 29: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Sosiolinguistik sebagai ilmu interdisipliner yang menggarap masalah-masalah

kebahasaan dalam hubunganya dengan faktor-faktor sosial, situasional, dan kultural.

B. Masyarakat Bahasa

Dalam kamus linguistik masyarakat bahasa (speech community) adalah

kelompok orang yang merasa memiliki bahasa bersama atau yang merasa termasuk

dalam kelompok itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama (Harimurti

krida laksana, 2001:134). I Dewa Putu Wijana dan muhammad Rohadadi (2006:46)

menyebut masyarakat bahasa dengan istilah masyarakat tutur. Mereka berpendapat

bahwa masyarakat tutur adalah sekelompok orang dalam lingkup luas atau sempit

yang berinteraksi dengan bahasa tertentu yang dapat dibedakan dengan kelompok

masyarakat yang lain atas dasar perbedaan bahasa yang bersifat signifikan.

“Masyarakat Bahasa (Speech Community) menurut para pakar

antara lain, John Gumperz (1968) Masyarakat bahasa adalah sebuah

bangsa, masyarakat subwilayah, asosiasi sekelompok orang dalam

pekerjaan, atau geng suatu lokasi yang mencirikan keganjilan bahasa.

Dell Hymes (1972/1973) Masyarakat bahasa adalah semua anggota

masyarakat yang tidak hanya menggunakan satu aturan yang sama

secara bersama-sama dalam berbicara, tetapi juga menggunakan

setidak-tidaknya satu variasi bahasa. Glyn Williams (1992)

Masyarakat bahasa adalah sekumpulan individu dalam interaksi.

Bernard Spolski (2003) Masyarakat bahasa adalah semua orang yang

menggunakan satu bahasa dengan pengucapan dan gramatika yang

sama atau berbeda”. (http://www.sigodang.blogspot.com / 27 / 11 /

2008).

Dalam sosiolinguistik Dell Hymes tidak membedakan secara eksplisit antara

bahasa sebagai sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai

kemampuan komunikatif (communicative competence). Kemampuan komunikatif

meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan

Page 30: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

mengungkapkan bahasa tersebut sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma

pemakaian dalam konteks sosialnya.

Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok disebut

verbal repertoire. Verbal repertoire dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verbal

repertoire yang dimiliki individu dan yang dimiliki masyarakat. Jika suatu

masyarakat memiliki verbal repertoire yang relatif sama dan memiliki penilaian yang

sama terhadap pemakaian bahasa yang digunakan dalam masyarakat disebut

masyarakat bahasa.

Menurut Ferdinan De jsarangih, Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki

oleh masyarakat pada umumnya, dibedakan menjadi tiga masyarakat bahasa, antara

lain (1) Masyarakat monolingual (masyarakat penguna satu bahasa), (2) Masyarakat

bilingual (masyarakat penguna dua bahasa), (3) Masyarakat multilingual atau

masyarakat penguna lebih dari 2 bahasa dalam berkomunikasi (di kutip dalam

http://www.sigodang.blogspot.com/27/11/ 2008).

C. Variasi Bahasa / Ragam Bahasa

Variasi bahasa atau ragam bahasa merupakan bahasa pokok dalam studi

sosiolinguistik (Abdul Chaer, 2004:5). Sebagai sebuah langue sebuah bahasa

mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa

itu. Namun karena penutur bahasa tersebut meski berada dalam masyarakat tutur

tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang

kongret disebut parole, menjadi tidak seragam. Sehingga bahasa menjadi bervariasi,

terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para

Page 31: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang

mereka lakukan sangat beragam. Dalam hal variasa atau ragam bahasa ini ada dua

pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya

keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu. Kedua, variasi

atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi

dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Atau dengan kata lain, variasi

bahasa pertama-tama dibedakan berdasarkan penutur dan penggunanya.

Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:62) mengklasifikasikan variasi-

variasi bahasa sebagai berikut.

a) Variasi dari Segi Penutur

Pertama, variasi dari segi penutur adalah Idiolek, yaitu variasi bahasa yang

bersifat perseorangan. Hal ini berkenaan dengan suara, pilihan kata, gaya bahasa, dan

susunan kalimat. Kedua, Dialek yaitu variasi bahasa dari sekelompok penutur yang

yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.

Ketiga, Kronolek atau dialek temporal yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh

kelompok sosial pada masa tertentu. Keempat, Sosiolek atau Dialek sosial yaitu

variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para

penuturnya. Sehubungan dengan variasi bahasa berkenaan dengan tingkatan,

golongan status, dan kelas sosial biasanya dikemukakan orang variasi bahasa yang

disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot dan ken. Adajuga yang

menyebut dengan bahasa prokem.

Page 32: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

b) Variasi dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaanya, pemakainya, atau fungsinya

disebut fungsiolek, ragam atau register (Nababan:1984, dalam Abdul Chaer:2004).

Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat

keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi ini menyangkut bahasa itu digunakan

untuk apa. Misalnya dalam bidang agama, pendidikan, dan lain sejenisnya.

c) Variasi dari Segi Keformalan

Berdasarkan keformalan, (Martin Joos:1967, dalam Abdul Chaer:2004)

membagi bahasa menjadi lima macam gaya (selanjutnya disebut ragam), yaitu gaya

atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha

(konsulatif). Gaya atau ragam Santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).

1) Ragam beku

Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan dalam

situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi. Misalnya dalam khutbah di masjid,

upacara kenegaraan, dan lain sejenisnya.

2) Ragam resmi

Ragam resmi atau formal adalah variasi bahasa yang digunakan dalam pidato

kenegaraan, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku

pelajaran dan lain sejenisnya.

3) Ragam usaha atau ragam konsulatif

Ragam usaha adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan

disekolah, dalam rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau

Page 33: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

produksi. Atau dengan kata lain ragam ini adalah ragam bahasa yang paling

oprasional. Wujud ragam ini berada diantara ragam formal dan ragam informal.

4) Ragam santai atau ragam kasual

Ragam santai adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi

untuk berbincang-bincang. Bentuk santai ini banyak menggunakan bentuk alegro,

yaitu bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kosakatanya banyak dipenuhi unsur

leksikal dialek dan unsur bahasa daerah, begitu juga dengan struktur morfologi dan

sintaksis yang normatif tidak digunakan.

5) Ragam akrab atau ragam intimate

Ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur

yang hubunganya sudah akrab, seperti teman yang sudah akrab. Ragam ini ditandai

dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan

artikulasi yang tidak jelas. Hal ini terjadi karena diantara partisipan sudah ada saling

pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.

d) Variasi dari Segi Sarana

Variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan.

Dalam hal ini dapat disebut adanya ragam lisan dan ragam tulis atau juga ragam

dalam bahasa dengan menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya bahasa dalam

telepon atau bahasa dalam SMS (short massage service) layanan pengiriman data via

Handphone. Adanya ragam bahasa ini memiliki wujud atau struktur yang tidak sama.

Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini karena dalam berbahasa lisan atau dalam

menyampaikan informasi secara lisan, kita dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental

Page 34: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

atau unsur nonlinguistik yang berupa nada atau suara gerak-gerik tanggan dan

sejumlah gejala-gejala lainnya, tetapi dalam bahasa tulis hal tersebut tidak ada dan

diekspresikan secara verba.

D. Kontak Bahasa

Dalam masyarakat sosial, artinya masyarakat yang angotanya dapat menerima

kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu

masyarakat akan terjadi kontak bahasa (Abdul Chaer, 1984:65). Kontak bahasa itu

merupakan bentuk-bentuk yang mungkin saja tidak sesuai dengan standar yang

berlaku pada masyarakat yang mengalami kontak bahasa.

Bahasa Indonesia tentu saja memiliki karakter khusus karena berakar dari

tradisi etnik lokal yang kemudian dimodifikasi dan diadopsi menjadi bahasa

persatuan yang berfungsi sebagai perekat keberagaman etnik. Bahasa Indonesia

bersifat fleksibel dan ini tampak dalam berbagai dialek misalnya bahasa Indonesia

dialek Betawi, dialek Banyumas, dialek Surakarta, dialek Yogyakarta, dialek

Sulawesi Selatan, dialek Palembang, dialek Papua dan lain sebagainya, dan menurut

Saussure dalam Chaer (2004), hal ini adalah aspek parole dari bahasa. Dari kontak

bahasa tersebut akan dengan menggunakan dwibahasa tersebut sehingga

menimbulkan alih kode, campur kode, dan interverensi.

1. Alih Kode

Menurut Appel dalam Abdul Chaer (2004:114) mendefinisikan alih kode

sebagai gejala peralihan bahasa karena perubahan situasi. Tetapi menurut Dell

Page 35: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Hymes, dalam Kunjana Rahardi (2001:20) menyatakan bahwa alih kode bukan hanya

terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang

berbeda dalam suatu bahasa. Apabila seseorang berkomunikasi semula menggunakan

bahasa Jawa, kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia, atau berubah dari

ragam santai menjadi ragam resmi atau kebalikanya, maka peralihan pengunaan

bahasa seperti itu disebut alih kode (code switching) di dalam sosiolinguistik

peristiwa alih kode biasa berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya, atau alih

register (Soewito, 1983:68).

Alih kode dapat berupa alih kode tetap dan alih kode sementara atau tidak

tetap. Alih kode tetap merupakan alih kode jika penutur semula menggunakan bahasa

X kemudian tidak lagi menggunakan bahasa X akan tetapi menggunakan bahasa Y.

Untuk alih kode sementara peralihan penggunaan bahasa X ke dalam bahasa Y yang

sifatnya hanya sementara dapat berubah lagi menggunakan bahasa sebelumnya

(bahasa X) hal tersebut karena dipengaruhi faktor-faktor tertentu.

Pendapat Soewito (1983: 69) alih kode terdiri dari dua, yaitu alih kode intern

dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang

berlangsung antar bahasa sendiri, sedangkan alih kode ekstrn terjadi antara bahasa

sendiri dengan bahasa asing.

Alih kode interen nampak misalnya ketika orang semula menggunakan bahasa

Jawa kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia, bisa juga orang semula

menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko kemudian mengunakan bahasa Jawa ragam

krama, disebabkan sesuatu hal. Sedangkan alih kode ekstern nampak jika seorang

Page 36: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penutur semula menggunakan bahasa Jawa tetapi atas suatu hal penutur tersebut

beralih menggunakan bahasa Arab.

Menurut Suwito (1983: 72), wujud alih kode intern maupun ekstern

dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1) Penutur atau orang pertama, dilakukan

dengan maksud mengubah situasi dari situasi resmi ke situasi tak resmi. 2) Mitra tutur

atau orang kedua, pada umumnya ingin mengimbangi bahasa yang digunakan oleh

lawan tutur. 3) Hadirnya orang ketiga, hal tersebut karena ingin berinteraksi dengan

bahasa kelompok etniknya. 4) Pokok pembicaraan atau topik, biasanya berupa pokok

pembicaran formal informal. 5) Untuk membangkitkan rasa humor, agar tidak merasa

bosan atau tegang. 6) Untuk sekedar gengsi, bahwa penutur mampu mengunakan

bahasa lain.

2. Campur Kode

Hampir rancu pengertian alih kode dan campur kode, kesamaan yang ada

antara alih kode dan campur kode adalah orang yang mengunakan dua bahasa atau

lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Banyak ragam

pendapat mengenai nilai keduanya namun, yang jelas kalau dalam alih kode setiap

bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonom masing-

masing, dilakukan dengan sadar, dengan sengaja dengan sebab-sebab tertentu.

Sedangkan campur kode dilakukan untuk mempermudah menyampaikan suatu hal

dan tidak serta-merta dilakukan dengan sadar, tetapi dilakukan secara spontanitas.

Menurut Thender (1976) seperti yang dikutip oleh Abdul Chaer (2004:115)

dalam membedakan campur kode dengan alih kode apabila dalam suatu peristiwa

Page 37: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke bahasa lain, maka peristiwa

tersebut adalah alih kode. Tetapi di dalam suatu peristiwa tutur baik klausa-klausa

maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa atau frasa campuran (hybrid

clauses, hybrid pharase), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi

mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa tersebut merupakan peristiwa

campur kode.

Menurut Kachru dalam Suwito (1983: 76) memberikan batasan campur kode

sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur

bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain secara konsisten.

Campur kode dipengaruhi oleh beberapa hal, faktor yang menjadi sebab

terjadinya campur kode menurut Suwito dalam Mulyani (tesis tahun 2004) berlatar

belakang pada sikap dan kebahasaan. Sehingga atas dasar tersebut, faktor penyebab

alih kode adalah: 1) Identifikasi peranan, yaitu berkenaan dengan sosial, registral, dan

edukasional. (2) identifikasi ragam, dimana seseorang ingin menempatkan dalam

hierarkhi status sosialnya. 3) Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan. Dari hal

di atas ketiga faktor tersebut saling bergantung dan tumpang tindih.

Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan

suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa

lainnya. Hal ini bisaanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar

belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Bisaanya ciri menonjolnya

berupa keadaan santai atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan

bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada

keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.

Page 38: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).

Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu; (1) campur kode ke dalam (innercode-

mixing) adalah campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala

ragamnya, (2) campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal

dari bahasa asing.

Ditinjau wujud lingualnya, sebagian bahasa yang diperoleh dari bahasa lain

dapat berupa kata-kata, tetapi dapat juga berupa frasa atau unit-unit bahasa yang lebih

besar. Wujud campur kode dapat dibedakan berdasarkan unsur-unsur kebahasaan

yang terlibat di dalamnya (Suwito, 1983: 78) yaitu:

1) Unsur yang berwujud kata yang disisipkan.

A : Nggih pak nderekke

‘ Ya pak mengikuti’

B : Antum mau ikut?

‘Kamu (laki-laki) mau ikut?’

2) Frasa yang disisipkan.

Nggih napa naminipun ukuwah ihwah, saudara bersaudara jenengan niku

saudara kula.

‘Ya apa namanya rasa persaudaraan, saudara bersaudara anda itu saudara

saya’

3) Bentuk baster yang disisipkan.

Dilanjutkan dengan pengaosan ataupun ta’lim rutin hari selasa dan jum’at

dalam keadaan sehat wal’afiah.

‘Dilanjutkan dengan pengkajian atau pertemuan rutin hari selasa dan jum’at

dalam keadaan sehat dan selamat’.

Page 39: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

4) Pengulangan kata yang disisipkan.

Wasilah-wasilah utawi napa namine niku perantara-perantara kersane iman

kita tambah, kersane iman kita niku baru, iman kita niku napa jadi kuat niku

sing sepinda napa mbah?

‘Hal-hal atau apa namanya itu perantara-perantara agar keyakinan kita

bertambah, agar keyakinan kita baru, keyakinan kita itu apa jadi kuat itu yang

pertama apa embah?’

5) Ungkapan atau idiom yang disisipkan.

Kemudian sing nomer tiga niku nggih punika mencuri, haa. Syirik, durhaka

kepada orang tua, kemudian mencuri. Rasullullah niku bersabda assarikku

wasarikoh fatau uadiaadiahuma.

‘Kemudian yang nomor tiga itu ya itu mencuri, haa. Menyekutukan, durhaka

kepada orang tua, kemudian mencuri. Rosullullahitu bersabda pencuru itu

potonglah tanganya.’

6) Klausa yang disisipkan.

Napa buk kira-kira? Qira’atul e.. dzikrullah fi ayamillah, yaitu dzikir

dhumateng Allah dimanapun kita berada. Dzikir nggih buke. Dzikir ndek

mbiyen punika buk napa namine?

‘Apa buk kira-kita? Membaca e.. mengingat Allah dimanapun, yaitu

mengingat kepada Allah dimanapun kita berada. Dikir ya buk. Dikir kala dulu

itu buk apa namanya?’

Dari hal tersebut campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik

antara peranan (penutur), bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang

mempunyai latar belakang tertentu ingin menduduki fungsi tertentu yaitu

menunjukkan status sosial dan identitas pribadi dalam masyarakat, menurut pendapat

Suwito (1983:78).

3. Interferensi

Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953) dalam

Abdul Chaer (2004:120) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa

Page 40: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa

lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur bilingual adalah penutur

yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, dan penutur multi lingual,

masyarakat pengguna bahasa-bahasa secara bergantian.

Mackey dalam paul ohoiwutun (2007), menyebut gejala interferensi dapat

dilihat dalam 3 (tiga) dimendi kejadian : (1) dimensi tingkah laku berbahasa dari

individu-individu di tenggah masyarakat. (2) dari system ke-dua bahasa atau lebih

yang berbaur dalam satu masyarakat. (3) dimensi pembelajaran bahasa.

Dimensi tingkah laku individu penutur dapat disimak dari berbagai praktek

campur kode yang dilalukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni

merupakan rancangan atau model buatan penutur itu sendiri yaitu menyampur atau

mentransfer satu atau lebih komponen dari bahasa yang satu untuk dirakit dalam

konteks bahasa lainya. Interferensi dapat masuk dalam masyarakat karena sistem ke-

dua bahasa yang kedua bahasa atau lebih merupakan bahasa yang digunakan secara

umum dalam masyarakat. Sehingga interferensi muncul untuk suatu tujan tertentu

oleh individu penguna bahasa.

Interferensi jenis ke-tiga yaitu dalam dimensi pembelajaran. Dalam hal ini

proses pembelajaran bahasa ke-dua atau Asing, pembelajar tentu menjumpai unsur-

unsur yang mirip atau mungkin sama dengan bahasa pertama (bahasa induk). Kondisi

demikian dianggap dapat mempermudah proses pembelajaran. Pembelajaran

menyesuaikan unsur-unsur yang mirip dan sama itu dalam mengenai dan

menggunakan sistem bahasa yang baru.

Page 41: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Proses ‘transfer’ ini diidentifikasi sebagai transfer positif. Sebaliknya bahasa

pertama dengan bahasa asing sangat berlainan sehingga hampir tidak memiliki

komponen yang mirip, maka proses pembelajaran akan semakin rumit. Transfer

dalam bisnis pembelajaran bahasa yang kurang menguntungkan ini dikategorikan

sebagai transfer (pembelajaran) negative. Transfer positif dapat dapat dijadikan alat

oleh guru untuk membantu keberhasilan pembelajaran. Sebaliknya guru dapat

berupaya mengurangi sedapat mungkin terjadinya transfer negatif pada siswa.

Baik transfer positif maupun negatif tergolong interferensi, karena kedua-

duanya melibatkan pengalihan unsur-unsur bahasa dari satu bahasa yang satu

kedalam bahasa yang lainnya. Interferensi terjadi dalam pembelajaran bahasa secara

resmi di kelas dan dapat juga terjadi dalam proses pemerolehan bahasa ke-dua atau

bahasa asing di luar program kelas, misalnya adalah hal pidato, kajian agama atau

ta’lim atau dalam pergaulan kita dalam masyarakat yang bilingual atau multi lingual.

Jika interferensi dalam masyarakat berlangsug dalam waktu yang lama

sehingga unsure serapan dari suatu bahasa telah dapat menyesuaikan diri dengan

system bahasa penyerapnya, sehingga menjadi umun karena tidak lagi terasa asing

oleh suwito disebut dengan integrasi (Suwito, 1983:59).

E. Bilingualisme

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut

juga kedwibahasaan. Secara harfiah bilingualisme merupakan penggunaan dua

bahasa atau dua kode bahasa. Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa

oleh seorang penutur dalam pergaulanya dengan orang lain secara bergantian (Abdul

Page 42: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Chaer 2004:84). Pendapat Blomfield mengenai bilingualisme, yaitu kemampuan

seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa secara sama baiknya, menguasai dua

buah bahasa, berarti menguasai dua buah sistem kode (Blomfield dalam Abdul Chaer,

1933:87).

Pakar lain berpendapat bahwa bilingualisme adalah praktik penggunaan

bahasa secara bergantian, dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang

penutur (Mackey dalam Abdul Chaer 2004:87). Pergantian dalam pemakaian bahasa

dilatarbelakangi dan ditentukan oleh situasi dan kondisi yang dihadapi oleh penutur

itu dalam tindak tutur (bdk.Sumarsono dalam Kunjana Rahardi, 2001:14).

Macnamara, seperti yang dikutip oleh Kunjana Rahardi (2001:14), mengatakan

bahwa batasan bilingualisme pemilikan penguasan (mastery) atas paling sedikit

bahasa pertama dan bahasa kedua.

F. Diglosia

Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu

masyarakat dimana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan

dan masing-masing memiliki peranan tertentu (Ferguson dalam Abdul Chaer,

2004:92). Menurut Ferguson dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu

bahasa : variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan

yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R).

Menurut Fishman seperti yang dikutip oleh Kunjana Rahardi (2001:14),

melihat diglosia sebagai adanya perbedaan fungsi, mulai adanya perbedaan stilistik

Page 43: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

dari sebuah bahasa sampai adanya perbedaan fungsi dari dua buah bahasa yang

berbeda yang terdapat antara dialek, register, atau fariasi bahasa secara fungsional.

Fasold, dalam (Abdul Chaer, 2004: 98) konsep diglosia dikembangkan

menjadi apa yang disebut broad diglosia (diglosia luas). Di dalam konsep broad

diglosia perbedaan itu tidak hanya antara dua bahasa atau dua ragam atau juga dua

dialek secara biner, melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek itu. Dengan

demikian termasuk juga keadaan masyarakat yang di dalamnya ada perbedaan tingkat

fungsi kebahasaan, sehingga muncul apa yang disebut oleh Fasold diglosia ganda

dalam bentuk yang disebut doubel overlapping diglosia adalah adanya situasi

pembedaan derajat dan fungsi bahasa secara berganda. Double-nested diglosia adalah

keadaan dalam masyarakat multi lingual, yang terdapat dua bahasa yang

diperbedakan yaitu, satu sebagai bahasa tinggi dan yang lain sebagai bahasa rendah.

Sedangkan linear polyglosia dimana dalam masyarakat multi lingual terdapat bahasa

yang mempunyai dua kedudukan.

G. Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, juga

harus memperhatikan siapa orang yang diajak bicara. Berbicara dengan orang tua

berbeda dengan berbicara pada anak atau yang seumur. Tingkat tutur merupakan

sistem ragam bahasa menurut hubungan antara pembicara, secara kasar dari bentuk

ngoko, madya dan krama (Harimurti Kridalaksana, 1993:223). Sry Satriya Tjatur

Sasangka (1997:1), menggunakan istilah unggah-ungguh bahasa untuk menyebut

istilah tingkat tutur bahasa yang digunakan oleh Harimurti Krida Laksana. Begitu

Page 44: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

juga Aryo Bimo Setiyanto (2007:26), menyebut tingkat tutur bahasa Jawa dengan

istilah unggah-ungguhing basa.

Dalam Parama Sastra Bahasa Jawa tingkat tutur bahasa Jawa pada dasarnya

dibagi menjadi tiga, yaitu ngoko, madya, dan krama. Selain itu orang-orang

Istana/Kedhaton menggunakan bahasa Kedhaton atau sering disebut bahasa

bagongan, sehingga tingkat tutur bahasa Jawa dapat dibagi menjadi empat bagian,

yaitu ngoko, madya, krama, dan kedhaton. Ngoko dibagi menjadi dua, (1) ngoko

lugu, (2) ngoko andhap. Madya dibagi menjadi tiga, (1) madya ngoko, (2) madya

krama, dan (3) madyaantara. Krama dibagi menjadi lima, yaitu (1) mudha krama, (2)

krama antara, (3) wredha krama, (4) krama inggil, dan (5) krama desa. Bahasa

kedhaton tidak dibagi tetapi hanya disebut dengan bahasa bagongan (Aryo Bimo

Setiyanto, 2007:26).

Karti Basa dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:12-13) disebut

bahwa tindak tutur bahasa Jawa dengan istilah undha-usuk bahasa Jawa terdiri dari

(1) ngoko,(2) madya, (3) krama, (4) krama inggil, (5) kedhaton, (6) krama desa, dan

(7) kasar. Tingkat tutur ngoko dibedakan menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko

andhap. Ngoko andap dibedakan lagi menjadi dua, yaitu ngoko antyabasa dan

basaantya. Tingkat tutur madya dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) madya ngoko, (2)

madya antara, dan (3) madya krama. Tingkat tutur Krama Juga dibedakan lagi

menjadi tiga, yaitu (1) mudha krama, (2) krama antara, dan (3) wredha krama.

Poerbatjaraka dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:17)

berpendapat bahwa tingka tutur bahasa Jawa pada prinsipnya hanya terdiri dari empat

macam, yaitu ngoko, krama, ngoko krama, dan krama ngoko. demikian juga halnya

Page 45: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

dengan Hadiwijana, menbagi tingkat tutur Jawa menjadi basa baku, basa krama,

basa madya, dan bahasa hurmat. Sudaryanto juga membagi tingkat tutur menjadi

empat, yaitu, ngoko, krama alus, krama, dan krama alus.

Eko Wardono dalam Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka (2007:18)

mengelompokkan tingkat tutur bahasa Jawa menjadi dua yaitu ngoko dan krama. Jika

tingkat tutur ngoko ditambah krama inggil, tingkat tutur tersebut akan menjadi ngoko

alus. Jika tingkat tutur krama ditambah krama inggil, tingkat tutur tersebut akan

menjadi krama inggil, tingkat tutur tersebut hanya berupa ngoko lugu atau krama

lugu. Jadi ada kesamaan antara pendapat Sudaryanto dengan Eko Wardonono.

Berdasarkan uraian diatas tingkat tutur bahasa Jawa atau unggah ungguhing

basa yang dipakai dalam penelitian membagi tingkat tutur BJ menjadi tiga seperti

dalam buku parama sastra jawa oleh Antun Suhono (1953); (1) ragam Ngoko, (2)

ragam Madya, (3) ragam Krama. Ragam Ngoko dibagi menjadi 2 (dua), Ngoko Lugu

dan Ngoko Andap. Ragam madya dibagi menjadi 3 (tiga); Madya Ngoko, Madya

Krama, dan Madyantara. Sedangkan ragam Krama di bagi menjadi lima, Muda

Krama, Kramaantara, Wredakrama, Krama Inggil, dan Krama Desa.

1. Ragam Ngoko

Yang dimaksud dengan ragam ngoko adalah bentuk unggah-ungguh bahasa

Jawa yang berintikan leksikon ngoko, atau yang menjadi inti ragam ngoko adalah

leksikon ngoko bukan leksikon yang lain. Tingkat tutur ini merupakan tingkat tutur

yang menunjukkana kesopanan rendah. Dalam ragam ini ada dua bentuk varian, yaitu

ngoko lugu dan ngoko andap.

Page 46: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

a) Ngoko Lugu adalah semua kata dalam tingkat ini bentuk ngoko dan netral

tanpa ada leksikon yang lain. Biasa ditandai dengan afiks [-e] (dak, ko, di),

dan kata aku (ku), kowe (mu) serta [-ake]. Ragam ini digunakan untuk; orang

tua kepada anak, untuk urang sedrajat, status sosial tinggi kepada status sosial

rendah.

b) Ngoko Andap adalah percampuran leksikon ngoko, netral dan krama tetapi

yang dominan adalah leksikon ngoko, leksikon krama (krama inggil atau

krama andap) yang muncul dalam ragam ini hanya digunakan untuk

penghormat mitra tutur (menyebut mitra tutur) . Digunakan untuk orang yang

sudah akrab.

2. Ragam Madya

Ragam ini merupkan tingkatan sedang, leksikon terdapat dalam tingkat tutur

ini adalah leksikon ngoko dan leksikon krama yang kadar kehalusanya relatif rendah.

Ragm ini dibagi menjadi 3 (tiga) seperti di bawah ini.

a) Madya Ngoko, leksikon yang muncul adalah leksikon madya dan ngoko.

Misalnya /aku/ menjadi /kula/, /kowe/ menjadi /dika/. Digunakan oleh orang

desa atau orang pegunungan.

b) Madya Krama, terdiri dari leksikon madya tercampur leksikon krama.

Misalnya /aku/ menjadi /kula/, /kowe/ menjadi /sampeyan/. Digunakan oleh

orang desa dengan orang desa lainya.

c) Madyantara, terdiri dari leksikon madya, leksikon krama, dan leksikon krama

inggil. Digunakan untuk orang istri (tingakt sosial rendah) kepada suwaminya.

Page 47: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

3. Ragam Krama

Tingkat tutur krama merupakan ragam atau tingkat tutur bahasa Jawa yang

berintikan leksikon krama bulan leksikon yang lain. Afik yang sering muncul dalam

ragam ini adalah afik berbentuk krama. Ragam krama mencerminkan penuh rasa

sopan santun.

a) Muda Krama adalah semua kata dalam tingkat ini bentuk krama, meskipun

begitu yang menjadi leksikon inti adalah dalam ragam krama dan terdapat

krama inggil digunakan untuk lawan bicara. Ragam ini cocok untuk siapa

saja, misalnya orang muda kepada orang tua

b) Kramantara adalah merupakan bentuk ungah-unguh bahasa Jawa yang semua

kosakatanya merupakan kosakata krama tidak tercampur krama inggil.

c) Wreda Krama, sama seperti kramantara tetapi megandung afiks [di-] dan [-e]

d) Krama Inggil, tingkat tutur tingkatan paling tinggi. bentuk tingkat tutur yang

terdiri dari leksikon krama smua dan krama Inggil (misalnya, dipun-, -ipun,

dan –ake).

e) Krama Desa, ragam krama dan mendapat leksikon krama desa (bahsa desa).

Misalnya, /wani/ menjadi /wantun/, /kwali/ menjadi /kwangsul/, /belo/

menjadi /belet/ dan lain sejenisnya.

Page 48: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Bagan 1

Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Menurut Antun Suhono

H. Komponen Tutur / Speaking

Suatu komunikasi antara orang satu dengan orang lain yang bentuk

kebahasaannya berbeda, menurut Dell Hymes (1972) dalam Abdul Chaer (2004:48)

bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen sebagai unsur

berbahasa (component of speech) yang dihasilkan berdasarkan analisisnya dalam

suatu akronim bahasa Inggris dengan huruf [S], [P], [E], [A], [K], [I], [N], [G] yang

menyangkup antara lain (a) Setting and Scene, (b) Participants, (c) Ends, (d) Act

sequence, (e) Key, (f) Instrumentalities, (g) Norm of interpretation, (h) Genres.

Penjelasan komponen di atas antara lain sebagai berikut.

Madya Ngoko

Madya Krama

Madyantara

Tingkat Tutur Bahasa Jawa

Ngoko Krama Madya

Ngoko Lugu

Ngoko Andap

Muda Krama

Kramantara

Wredakrama

Krama Inggil

Krama Desa

Page 49: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

1. Setting and scene

Seting berkenaan denga waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene

mengacu pada latar psikolagis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang

berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi yang berbeda. Dalam penelitian ini

mengambil tempat ta’lim PDS, di masjid atau mushola sekitar kecamatan Simo,

Boyolali.

2. Participants (Partisipan)

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam petuturan, bisa pembicara

dengan pendengar, penyapa dengan pesapa, atau pengirim dengan penerima (pesan).

Dalam penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri (murid) dengan santri,

santri orang lain atau masyarakat.

3. Ends (Tujuan)

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam

kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu

agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).

4. Act sequence (Urutan Tindak)

Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini

berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana pengunaanya, dan hubungan

antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Pembicaran pada situasi belajar

mengajar berbeda dengan situasi pada saat olah raga.

Page 50: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

5. Key (Kunci)

Key, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan

disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong

dan lain sejenisnya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.

6. Instrumentalities (Alat)

Instrumentalis, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan,

tertulis melalui surat atau SMS. Hal ini juga mengacu pada kode ujaran yang

digunakan, seperti bahasa, dialek, dan register. Dalam penelitian ini lebih dominan

adalah bahasa lisan yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari dalam kegiatan

ta’lim.

7. Norm of interpretation (Norma Interprestasi)

Norm of interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi.

Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya.

Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

8. Genre (Jenis)

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,

pepatah, doa, dan sejenisnya.

I. Pondok Pesantren Daruss Syahadah (PDS)

Pondok Pesantren adalah sebuah lembaga yang multi fungsi, dalam arti bahwa

disamping pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan sebagai pengajaran

agama Islam, sekaligus juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan umum, lembaga

Page 51: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

sosial, politik dan lembaga kebudayaan. Sebagai lembaga keagamaan, lembaga

Ponpes merupakan pusat pendidikan, pembinaan, pengkajian, pengembangan ajaran-

ajaran agama Islam, dan sebagai tempat untuk mencetak atau menggodok kader-kader

ulama Islam. Sejarah juga membuktikan peranan pesantren dalam menentang

penetrasi dan dominasi kolonial dibidang politik, sosial, budaya, ekonomi, dan agama

(Ahmad Yunus, 1995).

Selain Sebagai lembaga pendidikan keagamaan, Ponpes dewasa ini juga

sekaligus berfungsi sebagai lembaga pendidikan umum. Modernisasi menurut

ketrampilan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejalan dengan itu,

maka para santri tidak hanya dituntut untuk menguasai dan mendalami ilmu-ilmu

agama saja, melainkan juga dituntut untuk ketrampilan dan penguasaan IPTEK. Oleh

sebab itu, dewasa ini banyak pondok pesantren yang sekaligus juga menyelengarakan

pendidikan umum dan tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sisi lain dari

sebuah lembaga pesantren adalah sebagai wadah interaksi dan komunikasi orang-

orang dari latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

Ponpes Darusy Syahadah merupakan salah satu Ponpes di wilayah Boyolali,

ponpes tersebut didirikan oleh yayasan Yasmin Surakarta pada tahun 1994. Ponpes

Darusy Syahadah terdiri dari dua wilayah, yaitu Ponpes Darusy Syahadah Putra yang

berlokasi di Dukuh Gunungmadu, Kelurahan Kedunglengkong, Kecamatan Simo,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tenggah. Ponpes Darusy Syahadah Putri yang berlokasi di

Dukuh Kauman, Kelurahan Blagung, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali. Akan

tetapi dewasa ini PDS putri akan di pindah dikarenakan kapasitas pondok yang dirasa

Page 52: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

sempit disebabkan semakin banyak santri putri yang menuntut pendidikan di PDS,

sehinga lokasi PDS putri di tempatkan pada lokasi baru.

Visi PDS adalah Terwujudnya insani yang memiliki keseimbangan spiritual,

intelektual, dan moral menuju generasi ulul albab yang berkomitmen tinggi terhadap

kemaslahatan umat dengan berlandaskan pengabdian kepada Allah. PDS memiliki

misi ialah Menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang berorientasi pada

kualitas untuk mewujudkan kader umat yang menjadi rahmatan lil’alamin. Mendidik

dan menyiapkan kader ‘alim mu’ttaqi yang siap berperan aktif dalam amal

iqomatuddin.

Sedangkan Tujuan PDS yaitu membentuk manusia yang beriman, bertaqwa,

berilmu, berakhlak mulia, dan mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan

masyarakat berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman

Salafusshaleh. Juga untuk mencetak generasi robbani (yang selalu mencari keridhoan

Allah) dan ulama’ ’amilin fisabillillah (seorang ulama’ yang siap berkhitmat di jalan

Allah).

Unit yang dibuka MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah), TKS (Takhasshush)

dan KMI (Kuliyyatul Mu’allimin), untuk putra / KMA (Kuliyyatul Mu’allimat) untuk

putri dan TID, Takhasshush I’dad Du’at (untuk putra), Takhasshush I’dadaud Da’iyat

yaitu untuk pasca SLTA santri putri.

MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah) syaratnya santri tidak tinggal di komplek

pesantren, mendidik putra putri yang ada di wilayah sekitar pesantren, usia SD / MI,

SMP / MTs dan yang sederajatnya. Waktu belajar sore hari mulai pukul 14.30-17.00.

unit ini dibagi menjadi 3 jenjang : unit madrasah diniyah awwaliyah (MDA), wustho

Page 53: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

(MDW), dan ulya (MDU) lama pendidikan 3 (tiga) tahun, dengan target sebagai

berikut :

1. Memiliki rasa cinta terhadap Al-Qur’an dan As Sunnah

2. Disiplin Ibadah

3. Berakhlak karimah

4. Memiliki dasar-dasar ulumuddin

5. Memiliki dasar-dasar bahasa arab

TKS dan KMI (Putra) / KMA (putri) atau setara dengan SMA, Santri wajib

tinggal di komplek pesantren, mendidik lulusan SLTP / MTs dan yang sederajadnya

dengan lama pendidikan 4 (empat) tahun, 1 (satu) tahun TKS dan 3 (tiga) tahun KMI

/ KMA. Unit TKS merupakan jenjang persiapan sebelum memasuki jenjang KMI /

KMA dengan target pendidikan sebagai berikut :

1. Mampu memahami Islam secara lebih mendalam

2. Menguasai ilmu alat dalam Fiqih dan lughah

3. Berakidah salimah dan berakhlak karimah

4. Disiplin ibadah dan berjuang

5. Siap terjun (pakai) dalam Masyarakat

6. Terampil dan sensitive terhadap perkembangan zaman

7. Dapat melanjutkan study di pesantren-pesantren tinggi (ma’had ‘aly)

baik di dalam maupun luar negri.

Page 54: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

TID (Takhasshush I’dad Du’at) untuk pasca SLTA santri putra, sedangkan

(Takhosshuas I’dadaud Da’iyat), yaitu untuk pasca SLTA santri putri atau setara

dengan D2 (Diploma Dua). Santri wajib tinggal di komplek pesantren mendidik

tamatan SLTA keatas lama pendidikan 2 tahun, unit ini dibuka khusus bagi para dai /

calon da’i dakwah dan para mu’allim / calon mu’allim yang menuntut peningkatan

kualitas ilmiah dalam jenjang pendidikan yang tidak terlalu lama, karena di dalamnya

mempelajari ilmu’ilmu dinniyyah saja denga target pendidikan sebagai berikut :

1. Santri menguasai bahasa arb dan secara lisan dan tulisan.

2. Santri mampu memahami kitab-kitab al UMM (induk).

3. Santri mampu memahami ilmu-ilmu alat seperti : ‘ulumul Qur’an,

ilmu Hadits, Ushul Fiqh, dan lain sebagainya.

4. Santri mampu memahami fiqh Da’wah dan didaktik methodic.

5. Alumnus TID siap terjun di tenggah-tenggah umat sebagai Du’aat

illallah.

Guna mewujudkan tujun tersebut PDS juga mempunyai program-program,

dari program yang diadakan adalah sebagai berikut :

a) Program ekstrakurikuler

1. Muhadhoroh pidato 3 bahasa (Arab, Inggris, dan Indonesia).

2. Muhawaroh percakapan bahasa Arab dan bahasa Inggris.

3. Sapala atau Santri pecinta alam (kepanduan).

4. Lifeskill computer, kalligrafi, dan karya tulis.

Page 55: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

b) Program Khusus (khususu di kelas-kelas akhir)

1. Karya ilmiah paper (bahasa Arab dan bahasa Indonesia).

2. Workshop dan amaliyah tadris (ilmu didiktik dan praktik mengajar).

3. Fathul kutub (praktek takhrij hadits).

4. Diklat Iqro, tsaqifa & TPA (training belajar mengajar bahasa Al

Qua’an bagi pemula).

5. Tajhizul janaiz (diklat penyelenggaraan jenazah).

6. Manasik haji (diklat manasik haji).

7. Tibbun nabawi (diklat ruqyah dan bekam).

8. Tazwidud du’at (pembekalan calon da’i).

c) Kegiatan Harian

Kegiatan pokok yang menjadi rutinitas para santri setiap harinya adalah

belajar di kelas. Semua ini dimaksudkan untuk membekali para santri dengan ilmu

agama yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Kegiatan belajar mengajar dimulai

pada jam tujuh pagi. Sepuluh menit sebelum jam tujuh diadakan apel pagi guna

mengontrol kesiapan santri dalam mengikuti mengikuti kegiatan belajar.

Untuk materi pelajaran yang diajarkan di dalam kelas (sesuai kurikulum)

terdiri atas ilmu-ilmu agama aplikatif (aqidah, fiqih, tahfiz, tahsin, bahasa Arab, dan

lain sebagainya) ataupun ilmu-ilmu alat untuk memahami ilmu agama (nahwu,

shorof, ilmu hadits, ilmu qur’an, dan lain sebagainya). Sedangkan pelajaran yang

lainya disesuaikan dengan kebutuhan seperti bahasa Inggris, bahasa Indonesia,

sosiologi kemasyarakatan, dan tata Negara Islam.

Page 56: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Guna mempermudah dan merealisasikan tujuan yang ada, semua materi

diasuh oleh pengajar yang sangat berkompeten dan menguasai materi dengan sangat

baik. Diantara tenaga pengajarnya adalah lulusan pondok tahfidzul qur’an (pengampu

materi tahfidz dan tahsin). Untuk materi bahasa Arab oleh lulusan LIPIA Jakarta, dan

pengajar dari Sudan (native speaker), sehingga diharapkan kualitas berbahasa santri

di pondok dapat maksimal. Untuk hari libur sekolah pesantren mengambil hari jum’at

sebagi hari libur pengganti hari minggu, sehingga hari minggu tidak termasuk hari

libur.

Selain kegiatan rutin belajar mengajar setiap harinya, untuk mendukung

pembentukan karakter dan belajar yang lebih maksimal, maka dibentuklah halaqoh

(study club). Masing-masing kelompok halaqoh selain ditangani oleh kakak kelas

yang notaben telah lama di pondok, juga dibimbing langsung oleh asatidzah yang

ada.

Selain jenis kegiatan tersebut di atas, juga memaksimalkan dalam masalah

ta’abbudiyah (peribadatan). Oleh karena itu lima belas menit sebelum adzan seluruh

santri sudah harus siap di masjid guna melaksanakan sholat berjama’ah. Selain itu

mereka dapat mengisinya dengan jenis ibadah yang lainya seperti dzikir maupun

membaca dan menghafal Al-Quran.

Itu semua dimaksudkan untuk memberikan rasa selalu diawasi dan selalu

diawasi dan selalu terhubung dengan Allah. Selain itu setelah sholat ashar dibacakan

satu atau dua hadits nabi, dengan tujuan agar para santri selalu mendengar sabda

Rossul. Untuk mengontrol kegiatan setiap hari juga diadakan apel malam pukul

setenggah sepuluh malam.

Page 57: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Adapun aktifitas keseharian sesuai jadwal sebagai berikut:

1. 03.00-04.00 bangun/sholat malam/persiapan

2. 04.00-04.45 sholat shubuh berjama’ah

3. 04.45-05.15 membaca Al Qur’an

4. 05.15-06.00 kerja pagi/mandi/olah raga

5. 06.00-07.00 makan pagi persiapan sekolah

6. 07.00-11.30 masuk sekolah

7. 11.30-12.25 shalat dhuhur berjama’ah

8. 12.25-13.15 masuk sekolah siang

9. 13.15-14.00 makan siang

10. 14.00-14.45 istirahat/tidur siang

11. 14.45-15.25 shalat ashar berjama’ah

12. 15.25-15.50 persiapan masuk sekolah

13. 15.50-17.15 masuk sekolah sore

14. 17.15-17.30 mandi/istirahat /refresing

d) Kegiatan Pekanan

Selain kegiatan yang menjadi rutinitas harian, juga ada jenis kegiatan yang

dilaksanakan setiap pekan. Diantara kegiatan tersebut adalah:

Muhawaroh jama’i (praktek berbahasa secara bersama sama) dilakukan dua

kali dalam sepekan, yaitu pada hari senin dan kamis. Untuk hari senin muhawaroh

dengan bahasa Iggris, sedang hari kamis muhawaroh dengan bahasa Arab. Untuk

program ini diampu oleh lembaga pengembangan bahasa (qismu lughoh al markazi).

Selain didukung tenaga pengajar dari Sudan (native speaker) untuk bahasa Arab, dan

bahasa Inggris diampu oleh pengajar dan pembimbing yang telah lama belajar

sekaligus mengajar disebuah lembaga pendidikan bahasa Inggris di Pare, Jawa Timur.

Pada hari selasa dan jum’at sore, santri kelas akhir dan kelas satu KMI, diberi

kesempatan untuk mengajar di masjid-masjid yang ada di wilayah sekitar pesantren.

Dari tahun ketahun jumlah masjid yang mengajukan tenaga pengajar selalu

meningkat. Pada tahun ajaran ini jumlah masjid dan musholla yang menjalin

Page 58: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

kerjasama dengan pesantren untuk mengadakan ta’lim (pembelajaran Islam untuk

masyarakat) ada sekitar 43 masjid dan musholla.

Peserta ta’lim meliputi semua golongan umur dan gender, serta dengan latar

belakang pengatahuan yang berbeda beda. Mulai dari anak-anak (TPA), remaja,

dewasa, bapak-bapak, dan ibu-ibu. Kegiatan ini diemban dan dibawah tangung Jawab

organisasi santri bagian dakwah.

Untuk membiasakan parasantri dalam berinteraksi dengan buku-buku utama

(kitab-kitab induk / ummahatul kutub), setiap hari senin sore diadakan kegiatan yang

diampu oleh bagian maktabah dengan ragam dan jenis kegiatan yang berbeda-beda.

Diantaranya nahtsul masail di haditssah (pembahasan permasalahan kontemporer),

berbeda buku, al munaqosah al ilmiyah (dialog ilmiyah) dan lain sebagainya.

Selain kegiatan tersebut guna meningkatkan dan melatih kemampuan santri

dalam berorasi dan menyampaikan materi, diadakan kegiatan muhadhoroh (pidato)

dengan bahasa Arab, Inggris, dan Indonesia. Dengan jenis pidato umum khutbah

jum’at, khutbah Idul Fitri an lain sebagainya. Kegiatan ini di bawah tanggung jawab

bagian ta’mir (pemakmuran masjid) dan bekerja sama dengan pengurus IST (OSIS)

lainya.

e) Kegiatan Bulanan

Diantara jenis kegiatan bulanan adalah munaqosyah ’ammah

(pertemuan terbuka) antara pengurus dengan santri ataupun antar sesama santri

(pengurus IST dengan adik kelas). Hal ini dimaksudkan untuk mendengarkan aspirasi

Page 59: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada secara terbuka. Selain itu,

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah yang diajukan oleh santri. Pengurus

ponpes juga memperbolehkan santri keluar komplek untuk memenuhi kebutuhan

yang dibutuhkan, pada salah satu hari libur (jum’at) dengan ketentuan dan aturan

yang telah disepakati sebelumnya.

f) Kegiatan Tahunan

Diantara kegiatan yang menjadi agenda dalam setiap tahunya adalah

pergantian dan pengangkatan pengurus IST baru, yang mana semua santri yang

duduk di kelas dua KMI diberi kepercayaan untuk memimpin dan menjalankan

sebuah organisasi yang besar. Karena organisasi IST menjadi ujung tombak dari

semua kegiatan harian yang telah dicanangkan oleh pesantren. Dengan pengalaman

ini diharapkan semua santri mampu untuk bekerja sama dalam sebuah organisasi.

Diharapkan dari organisasi tersebut kedepanya ketika telah membaur dengan

masyarakat dapat berperan aktif dalam kegiatan bermasyarakat.

Out bond juga merupakan agenda akhir tahun bersama dengan jenis dan

fariasi kegiatan yang bermacam-macam, diantaranya adalah mendaki gunung, long

mach, mukhoyyamah (perkemahan) dan lain sebagainya. Kegiatan ini setiap akhir

tahun setelah ujian sebelum ujian kenaikan kelas, diantara rekor yang pernah

dilakukan adalah long mach dari pantai selatan Yogyakarta sampai PDS dengan jarak

kurang lebih 150 (seratus limapuluh) kilo meter, dan long mach ini telah dilakukan

sebanyak dua kali.

Page 60: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Selain itu juga pernah mendaki gunung merbabu yang ada di sisi bagian barat

Boyolali dilanjutkan dengan long mach ke pesantren, dengan jarak kurang lebih 65

(enam puluh lima) kilo meter. Untuk mengimbangi dan meningkatkan kemampuan

ilmiah santri, setiap tahun diadakan al muthorodah al lughowiyah (perlombaan

bahasa) maupun karya ilmiah. Selain internal sesama santri yang ada di PDS juga

pernah diadakan dengan ponpes lainya.

g) Kegiatan Insidental

Diantara kegiatan insidental yang menjadi agenda pesantren adalah

studi banding ke pesantren-pesantren yang ada di Jawa, kegiatan tersebut

dimaksudkan agar kualitas meningkat dan daya tawar tersendiri untuk pesantren.

Selain itu juga diadakan persahabatan beladiri dengan pesantren yang

memungkinkan, bahkan dewasa ini PDS mengagendakan persahabatan beladiri antar

pesantren dan perguruan yang ada di pulau Jawa. Hal tersebut guna menjalin

kerjasama dengan lembaga lain sesama muslim dan untuk mensosialisasikan PDS

pada khalayak.

Selain kegiatan yang menjadi rutinitas harian, pekanan, bulanan, maupun

tahunan tersebut santri PDS juga membuat organisasi SAPALA ( Santri Pecinta

Alam), sejenis pramuka atau kepanduan. Kegiatan tersebut juga termasuk kegiatan

ekstrakulikuler. Kegiatan ini ditawarkan pada kelas 1 (satu) KMI dan 2 (dua) KMI,

agar para anggota SAPALA mempunyai kelebihan dari segi fisik yang kuat, ahlak

dan pengetahuan yang unggul.

Page 61: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Dari kesemua program pesantren diatas, salah satu program rutin yang

dijalankan oleh PDS adalah kegiatan Ta’lim, seperti diungkap di atas. kegiatan Ta’lim

merupakan pengapdian santri terhadap masyarakat sekitar. Sehingga kegiatan tersebut

merupakan obyek penting dari penelitian ini, karena kegiatan tersebut dilakukan di

tenggah masyarakat, sehingga diharapkan banyak pengunaan bahasa yang menjadi

data untuk penelitian ini. Adapun pengertian ta’lim secara bahasa adalah belajar,

sedangkan pengertian menurut PDS merupakan kegiatan yang diselengarakan oleh

santri PDS yang bertujuan untuk latihan berdakwah dan menyampaikan materi Islam

yang diperoleh dari ponpes untuk masyarakar sekitar PDS, sehingga berguna bagi

masyarakat.

Waktu penyelengaraan ta’lim dimulai setelah sholat magrib, sekitar pukul

06.00 (enam petang) sampai pulul 07:00 (tuju malam) atau sebelum sholat isya’ pada

hari selasa dan jum’at. Khusus minggu pertama ta’lim hari jum’at diajukan hari

kamis. Karena hari jum’at pada minggu pertama digunakan oleh santri putri untuk

kegiatan keluar pondok. Sebelum ta’lim dimulai, santri mengajar TPA (Taman

Pembelajaran Al-Qur’an) untuk anak-anak yang dimulai sekitar pukul 04:00 (empat

sore) sampai sebelum magrib, sekitar pukul 05:45.

Lingkup wilayah kegiatan ta’lim hampir seluruh kecamatan Simo, yang

tersebar di masjid-masjid dan mushola. Menurut PDS terdapat 43 tempat (masjid dan

mushola), tetapi santri yang berani menggunakan bahasa Jawa hanya beberapa santri.

Karena sebagian besar santri berasal dari luar pulau Jawa (pengguna bahasa Jawa)

sehingga santri yang menggunakan bahasa Jawa dalam kegiatan ta’lim sangat sedikit.

Page 62: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

J. KERANGKA PIKIR

Bagan 2

Kerangka Pikir Penelitian

Faktor penentu yang menonjol peristiwa

alih kode, campur kode, interferensi,

ragam bahasa Jawa.

Pilihan kode (Bahasa)

Jawa, Indonesia, Arab,

Inggis, dan ragam bahasa

Jawa.

Wujud

alih kode, campur

kode, interferensi,

dan ragam bahsa

Jawa

Faktor yang melatar

belakangi pemakaian

bahasa Jawa

Fungsi pemakaian

bahasa Jawa

Kegiatan interaksi, komunikasi oleh santri

Kegiatan Ta’lim

Masyarakat Santri Peristiwa komunikasi lisan

Page 63: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Secara sederharna kerangka berfikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pesantren DS merupakan bentuk komunitas pemakai bahasa (dalam hal ini

adalah santri) yang masih menjadi siswa di PDS sebagian besar mempunyai

penguasaan lebih dari dua bahasa, sehingga PDS merupakan salah satu

bentuk masyarakat multi lingual.

2. Kegiatan Ta’lim merupakan kegiatan formal dari PDS dan rutin.

3. Dalam kegiatan Tak’lim terjadi peristiwa komunikasi lisan formal, non formal

yang dilakukan oleh santri PDS dan masyarakat.

4. Santri PDS merupakan merupakan komunitas yang sebagian besar memiliki

kemampuan memakai dan menguasai lebih dari dua bahasa (multy lingual).

5. Dalam melakukan kegiatan Ta’lim santri dan masyarakat memanfaatkan

pilihan kode atau bahasa agar komunikasi yang dilakukan bisa bermanfaat

untuk kepentingan bersama.

6. Wujud alih kode, campur kode, interferensi, tingkat tutur dipengaruhi oleh

pengetahuan yang dikuasai oleh santri dan masyarakat ketika mereka

berkomunikasi. Ketika penutur berada dalam konteks domain situasi yang

bersesuaian dengan tuntutan makna dan konteks.

7. Untuk mengetahui makna dan konteks dalam peristiwa alih kode, campur

kode, interverensi, dan tingkat tutur perlu ditemukan juga faktor yang

menonjol yang memperngaruhi peristiwa tersebut, termasuk juga komponen

tutur.

Page 64: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Secara umum metode kualitatif merupakan metode pengkajian atau metode

penelitian terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan

prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 1992:5). Jenis Penelitian ini deskriptif

kualitatif yaitu mendeskripsikan pengunaan bhasa Jawa leh Santri PDS yang berupa

kata dan tidak mengunakan statistik.

B. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan keadaan situasi kebahasaan maka lokasi penelitian di lingkup

masyarakat atau di tempat ta’lim (di masjid atau lingkup masyarakat sekitar

kecamatan Simo, kabupaten Boyolali, Jawa Tenggah). Lokasi tersebut dipilih sebagai

lokasi penelitian karena, lokasi tersebut merupakan tempat dimana santri dapat

berkomunikasi dengan masyarakat secara leluasa, sehingga dimungkinkan banyak

terjadi penggunaan bahasa lebih dari satu terutama bahasa Jawa yang menjadi data

kebahasaan yang lebih diutamakan dalam penelitian ini.

C. Data

Data dalam penelitian ini berupa data lisan, data lisan merupakan data

kebahasaan yang hidup dalam masyarakat pemakai bahasa yang akan diteliti. Dalam

Page 65: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

penelitian ini data lisan berupa bahasa dari semua aktivitas kebahasaan yang

digunakan oleh santri PDS dalam kegiatan ta’lim serta meneliti bahasa yang

mengandung alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa Jawa. Data ini

berupa fenomena kebahasaan dengan segala aspeknya dari penutur pengguna bahasa

yang akan diteliti secara wajar dan alami, maksudnya tanpa dibuat-buat.

D. Sumber Data

Sumber data lisan berasal dari informan yang terpilih sebagai Pengguna

bahasa dalam komunikasi di Ponpes DS. Adapun kriteria informan: (1) Santri Ponpes

DS yang masih tinggal di Ponpes tersebut, (2) penutur bahasa Jawa, (3) memiliki alat

ucap yang baik, (4) memiliki waktu yang cukup untuk diteliti, dan (5) bersedia

memberikan informasi kebahasaan secara jujur.

Informasi yang tepat maka akan diperoleh data: (1) alamiah, maksudnya

bahasa yang dipakai tidak direkayasa / diciptakan secara mendadak tetapi sudah ada

dalam kehidupan masyarakat, (2) lisan, kehadiranya yaitu unsur yang dihadirkan

berupa bunyi, (3) normal, maksudnya bahasa tersebut kehadiranya secara normal baik

dalam pemakaian maupun kejiwaan pemakaianya sehingga sempurna kemaknaanya,

dan (4) wajar, maksudnya situasi pemakaian dipakai wajar oleh penuturnya.

E. Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah

keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto, 1992:32). Populasi

dalam penelitian ini adalah keseluruhan pemakai bahasa para santri Ponpres Darussy

Page 66: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Syahadah yang digunakan untuk berkomunikasi dengan masyrakat. Terutama pada

sa’at kegiaatan ta’lim yang memungkinkan untuk saling berkomunikasi antara Santri

Pondok Pesantren Darusy Syahadah dengan masyarakat sekitar. Sehingga populasi

tersebut merupakan Santri KMI (Kuliyyatul Mu’allimin) dan TID (Takhasshush I’dad

Du’at) yang masih aktif menuntut ilmu di PDS. �

F. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek

penelitian langsung, yang mewakili atau dianggap mewakili populasi secara

keseluruhan (Subroto, 1992:32). Teknik pengambilan sampel sesuai dengan masalah

dan tujuan penelitian. Teknik purposive sampling, yaitu pengambilan secara selektif

dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian berdasarkan data yang

ada (D. Edi Subroto, 1985:28). Teknik tersebut mampu menangkapan kelengkapan

dan keadaan di dalam menghadapi realitas yang tidak tunggal (Sutopo, 2002:36).

Peneliti mengambil sampel pemakaian bahasa (Jawa) oleh santri yang mengandung

alih kode, campur kode, interferensi, dan ragam bahasa Jawa pada kegiatan ta’lim

(hari selasa dan jum’at) di masjid dan musola sekitar PDS, pada tanggal 20 Maret

2009, 27 Maret 2009, 31 Maret 2009, dan 3 April 2009.

G. Alat Penelitian

Alat penelitian ada dua macam, yaitu alat utama dan alat bantu. Alat utama

yaitu peneliti sendiri, Peneliti dalam penelitian kualitatif dengan bantuan orang lain

merupakan alat pengumpul data utama. (Fatimah Djajasudarma, 1993:11). Alat bantu

Page 67: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

berupa alat rekam (MP3, atau walkman), alat tulis (kertas, pena, pensil, seperangkat

komputer), dan alat-alat yang lain yang mendukung penelitian.

H. Metode dan Teknik penyediaan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dengan mengunakan metode simak ,

dengan menyimak penggunaan bahasa santri Ponpes DS. Disebut metode simak

karena pengumpulan data dengan menyimak pengunaan bahasa. Teknik dasar dengan

mengunakan teknik sadap, yaitu mendapat data dengan cara menyadap (Sudaryanto,

1993: 133). Penyadapan terhadap bahasa yang digunakan santri pada kegiatan ta’lim.

Teknik lanjutan: (1) Teknik Simak Libat Cakap, Peneliti terlibat langsung

dalam pengambilan data, maksudnya peneliti terlibat dengan mitra tutur. (2) Teknik

Bebas Libat Cakap, maksudnya pengambilan data tanpa mengikut sertakan penelitian

untuk terlibat lagsung dalam percakapan. Peneliti hanya sebagai pengamat yang

berada di luar pembicaraan. (3) Teknik Rekam, teknik ini bisa secara terbuka yaitu

perekaman diketahui oleh pihak perekam dan secara tertup yaitu perekaman yang

tidak diketahui oleh pihak informan untuk mendapat data secara wajar. (4) Teknik

catat, Selain perekaman dilakukan pencatatan data yang diperkirakan perlu perhatian

atau keterangan khusus, seperti waktu dan tempat terjadinya tindak tutur, identitas

penutur, situasi, tutur, dan tujuan tutur. (5) Dari hasil rekam kemudian data

ditranskrip kedalam bentuk tulisan.

Adapun langkah-langkah kongkret untuk pengumpulan data adalah sebagai

berikut.

Page 68: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

1) Peneliti menyimak dan merekam semua data lian yang muncul dari sampel

yang sudah ditentukan dengan baik peneliti terlibat dalam komunikasi (saat

keadaan santai) atau peneliti tidak terlibat lagsung dalam percakapan. Untuk

teknik simak libat cakap diambil saat situasi santai, sedangkan untuk teknik

bebas libat cakap diambil dalam kegiatan ta’lim, dimana peneliti tidak terlibat

langsung dalam kommunikasi.

2) Peneliti mencatat sesuatu yang penting untuk melengkapi data, misalnya

waktu, tempat, dan suasana.

3) Data hasil rekam ditranskrip ke dalam bentuk tulisan, kemudian dipisah-

pisahkan dan diberi nomor data.

4) Data yang sudah diberi nomor kemudian dibedakan antara bahasa Jawa,

bahasa Indonesia, bahasa Arab, dan bahasa Asing (jika ada) dengan cara

member garis bawah (underline), miring (italic), dan yang lain. Hal ini guna

membedakan antara bahasa satu dengan bahasa yang lain.

5) Mengklasifikasi data yang merupakan wujud alih kode, campur kode, dan

interferensi.

6) Menganalisis data sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan yaitu

bentuk, faktor, fungsi dari alih kode, campur kode, dan interferensi.

7) Jika data menunjukkan kesamaan dalam hal wujud baik itu alih kode, campur

kode maupun interferensi, maka data tersebut direduksi sesuai kebutuhan.

Page 69: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

I. Metode dan Teknik Analisis Data

Penelitian ini mengunakan metode distribusional dan metode padan untuk

menganalisis data. Metode distribusional untuk perumusan masalah pertama, untuk

perumusan masalah kedua dan ketiga mengunakan metode padan.

1. Metode Distribusional

Metode distribusional yaitu metode yang menganalisis satuan lingual tertentu

berdasarkan perilaku atau tingkah laku kebahasaan, satuan itu dalam hubunganya

dengan satuan lain. Metode distribusional digunakan untuk menganalisis bentuk serta

ragam bahasa Jawa yang digunakan dalam PDS. Metode distribusional terurat atas

beberapa teknik; 1) teknik urai unsur terkecil, 2) teknik urai unsur langsung, 3) teknik

oposisi pasangan minimal dan teknik oposisi dua-dua, 4) teknik pengantian atau

subtitusi, 5) teknik perluasan atau exspansi, 6) teknik pelepasan atau delisi, 7) teknik

penyisipan atau interupsi, 8) teknik pembalikan urutan atau permutasi, dan 9) teknik

parafrasis (D.Edi Subroto, 1992:65-82).

Dalam penelitian ini teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik urai unsur

langsung (immediate constituentu analysis) untuk mengurai suatu konstruksi

morfologi atau sintaksis tertentu kedalam unsur-unsur langsung berdasarkan intuisi

yang didukung oleh penanda lahir (intonasi) sehingga dapat menentukan unsur

langsung suatu konstruksi, teknik tersebut untuk menentukan wujud alih kode dan

tingkat tutur bahasa Jawa dalam data yang ada. Kemudian teknik lanjutan dengan

teknik parafrasis (ubah wujud).

Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan mengunakan teknik

urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis) maksudnya adalah mengurai suatu

Page 70: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

satuan lingual tertentu atas unsur-unsur terkecil. Unsur terkecil tersebut merupakan

‘morfem’ atau yang mempunyai makna. Kemudian dianalisis dengan lanjutan yaitu

teknik pengantian atau subtitusi, terwujud dalam dalam kemungkinannya

menggantikan satuan lingual atau unsur tertentu dari konstruksi morfologis atau

fraseologis tertentu oleh satuan lingual lain, Satuan lingual atau unsur yang saling

mengantikan, itu termasuk dalam kelas struktural yang sama. Fungsi teknik ganti ini

untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau katagori unsur terganti dengan unsur

penganti, khususnya bila tataran penganti sama dengan tataran terganti.

Penerapan analisis di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah tidak akan mengampuni kecuali

dengan taubat. (75)

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh perbuatan

dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali

dengan taubat.’

Dari data kalimat di atas di analisi dengan teknik dasar urai unsur langsung

menjadi dua unsur langsung (untuk membedakan pemakaian bahasa Jawa dengan

bahasa lain) terlihat sebagai berikut ini.

1a) Mboten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki.

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’

1b) Contoh-contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat.

Dari tuturan tersebut terjadi alih kode dari bahasa Jawa (1a) ke bahasa

Indonesia (1b) data tersebut merupakan wujud dari alih kode. Alih kode tersebut

merupakan alih kode kedalam (internal), karena dari bahasa Jawa ke dalam bahasa

Indonesia yang merupakan bahasa serumpun (austonesia).

Page 71: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

1c) Mboten sah dipun terangngake mawon empun jelas nggih buk niki.

Tuladha-tuladha tumindak dosa-dosa ageng ingkang Pundi Allah niku

mboten badhe ngapurani kajaba ngange tobat.

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat.’

1d) Ora sah diterangke wae uwis jelas ya buk iki. Tuladha-tuladha

tumindak dosa-dosa gedhe ling endi Allah kuwi ora arep ngampuni

kajaba ngawa tobat.

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat.’

Hasil analisis pada data (1c) dan (1d) dengan teknik ubah wujud dari bahasa

Indonesia menjadi bahasa Jawa ragam krama (1c) dan ragam ngoko (1d) ternyata

dapat diganti. Akan tetapi untuk untuk diubah menjadi ragam ngoko tidak sesuai

dengan kaidah tingkat tutur bahasa Jawa, karena mitra tutur atau peserta tutur

merupakan orang yang harus dihormati (orang Tua) dengan mengunakan bahasa Jawa

krama. �

Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan mengunakan teknik

urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis), adapun teknik tersebut dapat dilihat

sebagai berikut :

2) Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar, […] (59)

‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat dinar […]’

Data tersebut merupakan data campur kode. Jika data tersebut diurai menurut

unsur terkecil, maka akan seperti berikut, di bawah ini.

2a) “Dados nek”

‘Jadi kalau’

Page 72: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

2b) “dicuri”

2c) “niku ukurane napa namine”

‘itu ukuranya apa namanya’

2d) “seper empat”

Untuk menunjukkan campu kode atau interferensi bisa langsung menunjuk

unsure terkecil yang mengandung campur kode atau interferensi tanpa harus

mengurai unsur langsung menjadi beberapa bagian kecil.

Dari kalimat tersebut terjadi peristiwa campur kode dari bahasa Indonesia

dalam bahasa Jawa. Peristiwa campur kode terlihat pada uraian unsur terkecil

“dicuri” dan “seper empat”.

Kemudian teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, menjadi

sebagai berikut ini.

2e) Dados nek dicolong niku ukurane napa namine seprapat dinar.

‘Jadi kalau (yang) dicuri itu ukuranya apa namanya satuper empat

dinar.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,

karena dapat mengunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari

campur kode yang digunakan penutur. Hal tersebut dengan mengunakan kata

“dicolong” atau “dimaling” untuk menganti kata “dicuri”, sedangkan “seprapat”

penganti dari “seper empat” (bahasa Indonesia).

Sedangkan untuk wujud interferensi, analisis data dengan mengunakan teknik

urai unsur terkecil menjadi sebagai berikut ini.

3) Lha saking nikilah, nikilah Islam, nikilah agamane Allah ingkang sangat indah

nek kita sedhaya ngelaksanaaken kebaikan lan kesemuanya punika dipun

Page 73: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

kalikan, ananging yen kita melakukan kejelekan niku boten dikalikan. Niku

agama Islam. (160)

‘Lha dari inilah, inilah Islam, inilah agamanya Allah yang sangat indah kalau

kita semua melaksanakan kebaikan dan kesemuanya itu dikalikan, tetapi kalau

kita melakukan kejelekan itu tidak dikalikan. Itu agama Islam.’.

Unsur terkecil yang merupakan Interferensi terdapat pada data di atas

berupa akhiran atau morfem /lah/ yang terdapat pada kata “nikilah” ‘inilah’,

karena kata tersebut dari kata dasar dari bahasa Jawa “niki” ‘ini’ yang mendapat

akhiran /lah/ dari bahasa Indonesia. Hal tersebut merupakan interferensi jenis

morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks

bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah

dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.

Kemudian teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, menjadi

sebagai berikut ini.

3a) Lha saking punika, niki Islam, niki agamane Allah ingkang sae sanget

nek kita sedhaya ngelaksanaaken kabecikan lan sedhanten punika

dipun lipe-lipetaken, ananging yen kita ngelaksanaaken tumindhak ala

niku boten dilipet-lipetaken. Niku agama Islam.

Dari ubah wujud tersebut dapat diubah wujud menjadi bahasa Jawa, tanpa

tersisipi interferensi maupun bahasa lain. Sehingga interferensi /lah/ tidak perlu

muncul dalam kalimat.

2. Metode Padan

Adapun metode padan dalam penelitian ini dipakai untuk mengkaji faktor dan

fungsi pemakaian bahasa Jawa. Metode Padan atau metode Identitas yaitu metode

untuk menentukan identitas satuan lingual tertentu dengan memakai alat penentu

Page 74: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

yang berada diluar bahasa yang berupa konteks sosial dalam peristiwa penguanaan

bahasa dalam masyarakat, telepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa

yang bersangkutan (D. Edi Subroto, 1992:55)

Menurut Edi Subroto (1992:55-60), metode padan berdasarkan alat

penentunya dibagi 5 (lima) yaitu:

1. Metode padan alat penentunya referensial dengan kenyataan yang ditunjuk

bahasa (benda, barang, objek, tindakan, peristiwa, perbuatan, dan lain

sejenisnya) dan benar-benar berada diluar bahasa.

2. Metode padan alat penentunya alat ucap (fonetis artikulatoris).

3. Metode padan alat penentunya bahasa lain (translational).

4. Metode padan alat penentunya bahasa tulisan (ortografis).

5. Metode padan alat penentunya lawan bicara (pragmatis).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode padan dengan alat

penentunya referensial untuk mengetahui faktor dan fungsi pemakaian bahasa Jawa.

Berikut contoh penerapannya.

Adapun analisis teknik metode padan sebagai berikut ini.

4) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni

kecuali dengan taubat. (279)

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh perbuatan

dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni kecuali dengan

taubat’

Untuk menentukan faktor dan fungsi dari alih kode maupun tingkat tutur

bahasa Jawa, dianalisis dengan teknik padan dengan alat refensial yang dari luar

bahasa. Adapun analisi dengan metode tersebut terlihat sebagai berikut di bawah ini.

Page 75: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan

berbentuk ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian

menjadi serius, dengan mengunakan bahasa lisan dalam kajian ta’lim.

Faktor dari alih kode di atas disebabkan karena topik pembicaraan

semula penutur berkomunikasi aktif, dengan bertanya menggunakan bahasa Jawa

kepada peserta tutur kemudian penutur melanjutkan dengan menggunakan

bahasa Indonesia karena penutur masuk dalam materi yang disampaikan.

Fungsi dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur dalam kalimat

tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap peserta tutur yang

kebanyakan orang tua sebagai pengguna bahasa Jawa aktif. Sedangkan fungsi

dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi kode bahasa Indoneia adalah untuk

mengubah dari ragam santai berbahasa Jawa, kemudian menggunakan bahasa

Indonesia yang merupakan ragam resmi dalam acara ta’lim tersebut.

J. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian analisis dalam penelitian ini, menggunakan metode

penyajian informal. Maksudnya rumuskan hasil analisis dengan bentuk uraian

berwujud kalimat-kalimat biasa. (Sudaryanto, 1993:145). Teknik informal untuk

mendeskripsikan adanya ragam bahasa dan bentuk-bentuknya.

Hasil analisis data berupa kaidah kebahasaan yang berkaitan dengan rumusan

masalah serta disertai data pengunaan bahasa Jawa oleh santri di Ponpes DS,

dehingga dapat mempermudah pemahaman terhadap hasil-hasil penelitian yang

didapat.

Page 76: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Bentuk Pemakaian Bahasa

Dari penemuan penelitian di lapangan menunjukkan pemakaian bahasa Jawa

oleh santri PDS pada kegiatan ta’lim di masjid sekitar kecamatan Simo kabupaten

Boyolali. Terdapat alih kode, campur kode, serta interferensi yang muncul oleh

dalam komunikasi antara santri dengan masyarakat.

Dalam berkomunikasi selain bahasa Jawa, santri kadang menggunakan

bahasa Indonesia, dan bahasa Arab, juga ada beberapa menggunakan leksikon dari

bahasa lain. Adapun temuan alih kode, campur kode, interferensi, serta tingkat tutur

bahasa Jawa termasuk juga faktor dan fungsi dari ACI serta tingkat tutur bahasa Jawa

dipaparkan sebagai berikut.

1. Alih Kode

Santri PDS merupakan bentuk masyarak multilingual yang terbiasa

menggunakan dua bahasa atau lebih, dalam berkomunikasi. Sehingga dalam

pemakaian Bahasa banyak muncul perpindahan bahasa, yang semuka menggunakan

bahasa X beralih menggunakan bahasa dan/atau bahasa Z, begitu pula sebaliknya.

Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah Alih Kode (code switching). Jika dalam

peristiwa komunikasi muncul alih kode bukanlah selalu menjadi kesalahan

berkomunikasi, tetapi hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang melatar

belakangi terjadinya alih kode pada peristiwa komunikasi.

Page 77: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Adapun wujud alih kode dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain; 1)

alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, 2) dari bahasa Jawa ke bahasa Arab,

3) dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, 4) dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.

1) Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia

Berikut merupakan wujud Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia, data

yang dianalisis dengan metode urai unsur langsung seperti dibawah ini.

1) Nggih kula nggih boten saget bayanke, dadi nek banyak berdusta

seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati. (64)

‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau banyak berdusta

seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.’

Data di analisis dengan metode urai unsur langsung menjadi dua bagian

seperti dibawah ini.

1a) Nggih kula nggih boten saget bayangke, dadi nek.

‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau.’

1b) Banyak berdusta seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.

Wujud bahasa pada (1a) “Nggih kula nggih boten saget bayangke, dadi nek.”

Data tersebut merupakan wujud bahasa Jawa, leksikon pembentuk kalimat tersebut

adalah leksikon krama dan ngoko “dadi”, serta terdapat afik [-e] pada kata

“bayangke”. Sehingga tergolong dalam bentuk tingkat tutur bahasa Jawa Ragam

madya ngoko. Kemudian penutur berbicara dengan memakai bahasa Indonesia (1b)

“Banyak berdusta seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.”.

Kemudian data ubah wujud atau parafrasis, dengan merubah tuturan yang

yang mengandung bahasa Indonesia dijadikan bentuk tuturan menjadi bahasa Jawa

ragam krama (karena penutur lebih muda dari peserta tutur), seperti di bawah ini.

Page 78: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

1c) Nggih kula nggih boten saget bayangngaken, dados menawi kathah

blenjani (ngapusigarah) kadhos punika dados kita kedhah katah

ngatos-atos.

‘Ya saya ya tidak bisa membayangkan, jadi kalau banyak berdusta

seperti itu jadi kita harus banyak berhati-hati.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari penutur

yang merasa gengsi, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa

menjadi bahasa Indonesia.

Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur.

Sedangkan fungsi dari alih kode tersebut adalah untuk menambah ragam bahasa oleh

penutur.

Alih kode selanjutnya terdapat dalam data di bawah ini.

2) Senes niku nggih jenengan niku niate yakin, bahwasanya yang

memberikan kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.

(246)

‘Bukan itu ya anda itu niatnya bahwasanya yang memberikan

kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.’

Data di atas didistribusi menjadi 2 (dua) unsur, seperti di bawah ini.

2a) Senes niku nggih jenengan niku niate yakin.

‘Bukan itu ya anda itu niatnya.’

2b) Bahwasanya yang memberikan kesembuhan itu Allah tapi

melalui perantara dokter.

Wujud alih kode terlihat pada (2a) “Senes niku nggih jenengan niku niate

yakin.” Merupakan bahasa Jawa krama kemudian penutur menggunakan bahasa

Page 79: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Indonesia, terlihat pada (2b) “Bahwasanya yang memberikan kesembuhan itu Allah

tapi melalui perantara dokter”.

Selanjutnya data dianalisis dengan parafrasis, dengan merubah tuturan

menjadi bahasa Jawa ragam, seperti di bawah ini.

2c) Senes menika nggih jenengan punika niatipun yakin, estun ingkang

nyaosi kasarasan menika Allah nanging saking perantaranipun

dokter.

‘Bukan itu ya anda itu niatnya. Bahwasanya yang memberikan

kesembuhan itu Allah tapi melalui perantara dokter.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi sebab terjadinya alih kode karena penutur, untuk

merubah situasi. Sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa menjadi

bahasa Indonesia.

Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan

menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih

kode tersebut adalah untuk merubah situasi nonformal menjadi situasi formal ta’lim.

Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia yang lain dapat dilihat pada

data di bawah ini.

3) Lha niku mumpung dereng kebacut niki, niki napa namine hati-hati

dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir. (31)

‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini ini apa namanya hati-hati

dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.’

Page 80: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Data di analisis dengan distribusional menjadi dua unsur, untuk memisahkan

antara kode bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Dua unsur tersebut nampak

seperti dibawah ini.

3a) Lha niku mumpung dereng kebacut niki, niki napa namine.

‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini ini apa namanya.’

3b) Hati-hati dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.

“Lha niku mumpung dereng kebacut niki niki napa namine.” (3a) merupakan

bahasa Jawa kemudian penutur menggunakan bahasa Indonesia (3b) “Hati-hati

dengan-dengan tipudaya dukun atau tukang sihir.”. Inti dari kalimat tersebut

merupakan himbauan agar supaya berhati-hati dalam tipu daya dukun atau tukang

sihir.

Kemudian diuji dengan teknik ubah wujud dengan bahasa Jawa Krama.

3c) Lha punika mumpung dereng kebacut, menika napa asmanipun atos-

atos kalian dukun utawi tukang sihir.

‘Lha ini mumpung belum terlanjur ini, ini apa namanya. Hati-hati

dengan-dengan tipu daya dukun atau tukang sihir.’

Uji dengan ubah wuju menjadi bahasa Jawa, secara makna dapat mewakili

dari alih kode, sehingga alih kode bisa tidak digunakan diganti dengan

menggunakakan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Penutur

dalam kalimat tersebut merubah situasi santai menjadi situasi formal.

Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra

tutur yang terdiri dari para orang tua dan sedikit pemuda. Sedangkan fungsi dari alih

kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia untuk mempermudah penutur dalam

merubah situasi santai menjadi formal.

Page 81: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud alih kode berikutnya, muncul pada tuturan kalimat di bawah ini.

4) Dados dongga-dongga niku napa namine? akan mengurangi siksanya.

(50)

‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya? akan mengurangi siksanya.’

Data di atas didistribusi menjadi dua unsur, seperti di bawah ini.

4a) Dados dongga-dongga niku napa namine?

‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya.

4b) Akan mengurangi siksanya.

Alih kode dari terlihat setelah data diurai menjadi 2 (dua) yaitu pada (5a)

“Dados dongga-dongga niku napa namine?” merupakan pemakain ragam bahasa

Jawa krama menjadi bahasa Indonesia “Akan mengurangi siksanya”. Penutur dalam

kalimat di atas menyampaikan pada mitra tutur bahwa do’a dapat menguranggi siksa

kubur.

Selanjutnya di analisis dengan teknik lanjutan berupa ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, menjadi serti dibawah ini,

4c) Dados dongga-dongga menika napa asmanipun? supadhos ngirangi

siksanipun.

‘Jadi do’a-do’a itu apa namanya? Akan mengurangi siksanya.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah penutur. Dimana

penutur dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa alih kode guna merubah situasi

santai menjadi situasi formal.

Page 82: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra

tutur yang terdiri dari para orang tua dan sedikit pemuda. Sedangkan fungsi dari alih

kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia untuk mempermudah penutur dalam

menyampaikan materi ta’lim, yaitu merubah situasi santai menjadi formal.

Wujud alih kode yang selanjutnya terlihat pada kalimat di bawah ini.

5) Indonesia niku boten wonten bencana yen ngoteniku, karena keridhaan

Allah kepada pemimpin. (251)

‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu karena keridhaan Allah

kepada pemimin.’

5a) Indonesia niku boten wonten bencana yen ngoteniku.

‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu.’

5b) Karena keridhaan Allah kepada pemimpin.

Alih kode dari bahasa Jawa seperti pada (5a) “Indonesia niku boten wonten

bencana yen ngoteniku.” kemudian penutur melanjutkan dengan memakai bahasa

Indonesia (5b) “Karena keridhaan Allah kepada pemimpin.”.

Bentuk analisis dengan teknik lanjutan ubah wujud menjadi seperti berikut

ini.

5c) Indonesia menika boten wonten bencana ingkang ngateniku, amargi

keridhaanipun Allah dhumateng pamimpin.

‘Indonesia itu tidak ada bencana, kalau begitu, karena keridhaan Allah

kepada pemimin.’

Data uji dengan teknik ubah wujud (5c) secara makna dapat ditrima atau

mewakili dari maksud. Kalimat tersebut menerangkan bahwa Indonesia tidak akan

ditimpa bencana apabila para pemimpin Negara beriman dan bertaqwa kepada Allah,

sehingga Allah memberikan keridhaan kepada pemimpin pemimpin tersebut. Data

Page 83: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

asli (251) mengandung unsur bahasa Arab pada kata “keridhaan” hal tersebut

termasuk dalam interferensi.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari penutur

yang merasa gengsi, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa Jawa

menjadi bahasa Indonesia.

Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan

menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih

kode tersebut adalah untuk menambah ragam bahasa untuk merubah situasi tutur, dari

ragam non formal menjadi bahasa formal.

Alih kode yang lain berupa tuturan data dibawah ini.

6) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng Allah

niku bahwasane ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga merubah

dengan iman ketaqwa’an. (120)

‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen dari

Allah itu bahwasanya jangan sampai kemaksiatan kita sahingga

merubah dengan iman ketaqwa’an.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

6a) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen

teng Allah niku bahwasane ampun ngantos.

‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen

dari Allah itu bahwasanya jangan sampai.’

6b) Kemaksiatan kita sahingga merubah dengan iman ketaqwa’an.

Setelah diurai menjadi 2 unsur untuk memisahkan antara bahasa Jawa dengan

bahasa Indonesia. Data tersebut terdapat alih kode dari bahasa Jawa (6a) “Lha terus

kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng Allah niku bahwasane ampun

Page 84: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

ngantos.”, untuk istilah “asset-aset” “dokumen” “kemaksiatan” dan “ketakwaan”

merupakan interferensi. Kemudian penutur menggunakan bahasa Indonesia (6b)

“Kemaksiatan kita sahingga merubah dengan iman ketaqwa’an.”.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.

6c) Lha lajeng kita saget ngantos asset-aset estu dokumen saking Allah

menika estu ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga ngantos kalian

iman ketaqwa’an.

‘Lha terus kita bisa merubah-aset-aset bahwasanya dokumen dari

Allah itu bahwasanya jangan sampai. Kemaksiatan kita sahingga

merubah dengan iman ketaqwa’an.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode adalah faktor dari tujuan

yang ingin dicapai penutur, sehingga penutur menggunakan alih kode dari bahasa

Jawa menjadi bahasa Indonesia.

Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa untuk menghormati peserta tutur dan

menyetarakan pemahaman bahasa oleh peserta mitra tutur. Sedangkan fungsi dari alih

kode tersebut adalah untuk merubah dari ragam santai menjadi ragam resmi kegiatan

ta’lim.

Alih kode yang berikutnya berupa kalimat di bawah ini.

7) Anangging nek kita pengen do’ane kita pahalane, bertambah banyak

sehabis sholat kita berwudhu. (190)

‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya, bertambah banyak

sehabis sholat kita berwudhu.’

Page 85: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

7a) Anangging nek kita pengen do’ane kita pahalane.

‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya.’

7b) Bertambah banyak sehabis sholat kita berwudhu.

Alih kode terlihat pada uraian (7a) dengan kalimat “Anangging nek kita

pengen do’ane kita pahalane.” Merupakan bahasa Jawa kemudian penutur

menggunakan bahasa Indonesia pada tuturan (7b) berupa kalimat “Bertambah

banyak, sehabis sholat kita berwudhu.”. terjadi interferensi berupa kata “do’ane” dan

“pahalane” berasal dari bahasa Arab.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.

7c) Anangging menawi kita pengen dongga kita ganjaranipun, tambah

kathah saksampunipun sholat kita wudhu maleh.

‘Tetapi kalau kita pengen do’a kita pahalanya. Bertambah banyak,

sehabis sholat kita berwudhu.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di atas adalah karena tujuan

yang ingin dicapai penutur.

Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan oleh penutur sebagai bentuk hormat

serta untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu dengan

bahasa Jawa. Sedangkan fungsi dari alih kode tersebut sebagai mempermudah dalam

merubah situasi santai menjadi situasi serius (formal).

Page 86: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Alih kode yang lain dapat dilihat pada data lisan yang dikutip dalam tulisan di

bawah ini.

8) Oo niku sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang sukuran.

Peletakan batu pertama yang ada. (207)

‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita orang

syukuran peletakan batu pertama yang ada.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

8a) Oo niku sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang

sukuran.

‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita

orang syukuran.’

8b) Peletakan batu pertama yang ada.

Peralihan bahasa terlihat (8a) penutur menggunakan bahasa Jawa “Oo niku

sukuran, misale belih kebo, misale kita tiyang sukuran.” kemudian menggunakan

bahasa Indonesia pada (8b) yaitu pada kata “Peletakan batu pertama yang ada.”.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.

8c) Oo menika sukuran, tuladhanipun belih kebo, tuladhanipun kita tiyang

sukuran. Peletakan batu pertama (wiwitananipun bangun)ingkang

wonten.

‘Oo itu syukuran, misalnya menyembelih kerbau, misalnya kita orang

syukuran. Peletakan batu pertama yang ada.’.

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode tujuan yang ingin dicapai

oleh penutur, untuk mempermudah dalam merubah dari ragam santai menjadi ragam

resmi.

Page 87: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan penutur untuk kelancaran

komunikasi antara penutur dan peserta tutur dan rasa hormamat kepada peserta tutur.

Sedangkan fungsi alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia berguna

untuk merubah situasi nonformal menjadi formal.

Berikut di bawah ini merupakan wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi

bahasa Indonesia.

9) Terus wonten napa namine niku palang-palang partai niku ambruk.

Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho, niku akhire nibani,

pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal. (242)

‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.

Gambar-gambar partai itu calek-calek (calon legislative pemerintahan)

itu lho, itu akhirnya menjatuhi, pengenara motor dan sampainya

akhirnya meninggal.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

9a) Terus wonten napa namine niku palang-palang partai niku

ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho, niku

akhire nibani

‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.

Gambar-gambar partai itu calek-calek (calon legislative

pemerintahan) itu lho, itu akhirnya menjatuhi’

9b) Pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal.

Alih kode terjadi pada data (9a) berbahasa Jawa, “Terus wonten napa namine

niku palang-palang partai niku ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek niku lho,

niku akhire nibani” kemudian beralih dengan bahasa Indonesia pada data (9b) dengan

perkataan “Pengenara motor dan sampainya akhirnya meninggal.”. Terdapat

Page 88: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

interferensi dari kalimat tersebut muncul berupa kata “partai” dan “calek/calon

legislative”.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.

9c) Lajeng wonten napa naminipun punika palang-palang partai punika

ambruk. Gambar-ganbar partai calek-calek menika, menika akiripun

nibani, tiyang nite montor lan lajeng akhiripun sedha.

‘Terus ada apa namanya itu spanduk-spanduk partai itu roboh.

Gambar-gambar partai itu calek-calek itu lho, itu akhirnya menjatuhi

pengendara motor dan sampai akhirnya meninggal.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode tujuan yang ingin dicapai

oleh penutur, untuk mempermudah dalam merubah dari ragam santai menjadi ragam

resmi.

Fungsi dari bahasa Jawa yang digunakan penutur untuk kelancaran

komunikasi antara penutur dan peserta tutur dan rasa hormat kepada peserta tutur.

Sedangkan fungsi alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia berguna

untuk merubah situasi nonformal menjadi formal.

Aliah kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Indonesia terakhir terdapat pada

tuturan kalimat di bawah ini.

10) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. Contoh-

contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat. (279)

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat.’

Page 89: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

10a) Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki.

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini.’

10b) Contoh-contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah

niku tidak akan mengampuni kecuali dengan taubat.

Wujud alih kode dari muncul pada data yang diurai, (10a) berupa kalimat

berbahasa Jawa “Boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki”

kemudian penutur alih dengan bahasa Indonesia pada (10b) yaitu pada kata “Contoh-

contoh perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan mengampuni

kecuali dengan taubat”.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa ragam Krama, seperti di bawah ini.

10c) Boten sah dipunterangake mawon empun jelas nggih buk menika.

Thiladha-thuladha tumindhak dosa-dosa ageng ingkang pundi Allah

punika boten badhe ngampuni kajaba ngange tobat.

‘Tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya buk ini. Contoh-contoh

perbuatan dosa-dosa besar yang mana Allah niku tidak akan

mengampuni kecuali dengan taubat.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor dari alih kode di atas disebabkan karena topik pembicaraan semula

penutur berkomunikasi aktif, dengan bertanya menggunakan bahasa Jawa kepada

peserta tutur kemudian penutur melanjutkan dengan menggunakan bahasa Indonesia

karena penutur masuk dalam materi yang disampaikan.

Page 90: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Fungsi dari bahasa Jawa madya yang digunakan penutur dalam kalimat

tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap peserta tutur yang kebanyakan

orang tua sebagai pengguna bahasa Jawa aktif. Sedangkan fungsi dari alih kode dari

bahasa Jawa menjadi kode bahasa Indonesia adalah untuk merubah dari ragam santai

berbahasa Jawa, kemudian menggunakan bahasa Indonesia yang merupakan ragam

resmi dalam acara ta’lim tersebut.

2) Alih kode Bahasa Jawa ke Bahasa Arab

Pemakaian bahasa Jawa dalam kalimat yang mengadung alih kode bahasa

Jawa ke Bahasa Arab di bawah ini.

Wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat pada data-

data di bawah ini.

1) Kala ndek biyen nika kae. Man akatahinan faqathadhabimayyaku

faqatkhafaradaminanjaila Rosullahi salalahiwasalam. (28)

‘Kala waktu dulu itu. Barang siapa yang mendatanggi dukun/tukang-

tukang sihir kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu

telah mengkhafiri apa yang diberikan oleh Rosullullah Saw.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

1a) Kala ndek biyen nika kae.

‘Kala waktu dulu itu.’

1b) Man akatahinan faqathadha bimayyaku faqatkha

faradaminanjaila Rosullahi salalahi wasalam.

‘Barang siapa yang mendatanggi dukun/tukang-tukang sihir

kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu telah

mengkhafiri apa yang diberikan oleh Rosullullah Saw.’

Wujud alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab yang pertama terlihat

pada data di atas pada (1a) “Kala ndek biyen nika kae” kemudian menggunakan

Page 91: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

bahasa Arab pada data (1b) “Man akatahinan faqathadha bimayyaku faqatkha

faradaminanjaila Rosullahi salalahi wasalam.”.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud, diuji pada data tersebut menjadi

wujud bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

1c) Kala ndek biyen menika, sinten tiyangipun ingkang tindhak dateng

dukun, tukang-tukang sihir lajeng percaya ingkang dipun ucapaken

menika, inggih punika sampun medhal punapa ingkang dipun wenehi

saking Rosullullah Saw.’

‘Kala waktu dulu itu. Barang siapa yang mendatanggi dukun / tukang-

tukang sihir kemudian mempercayai yang dikatakanya tersebut, yaitu

telah menghianati apa yang diberikan oleh utusan Allah.’

Uji alih kode unsur bahasa Arab menjadi bahasa Jawa seperti di atas, tidak

sesuai dari tujuan, agar mitra tutur mengetahui dasar ilmu yang berupa qur’an dan

hadits. Sehingga untuk teknik ubah wujud tidak bisa diterapkan dalam alih kode dari

bahasa Jawa ke bahasa Arab. Akan tetapi untuk menyebutkan arti bahasa Arab yang

di gunakan bisa menggunakan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik atau pokok

pembicaraan dimana penutur semula berkomunikasi dengan masyarakat sebagai

pengguna bahasa Jawa kemudian penutur menerangkan ilmu dengan berpedoman

dari hadits (perkataan Rossul) dan menyebutkan hadits tersebut. Sehingga penutur

menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan kutipan hadits.

Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab merubah topik, semula santai

kemudian formal untuk menyampaikan sumber asli dari hadits. Sedangkan Fungsi

dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur adalah untuk menghormati kepada

peserta tutur, hal tersebut wujud kesantunan dari penutur.

Page 92: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Alih kode yang lain sebagai berikut dibawah ini.

2) Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika. Man ata arafan

faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu argbaina yauman. (245)

‘Terus ada, Rassul Allah (utusan Allah) ya pernah bicara. Barang siapa

yang mempercayai dukun atau tukang sihir maka selama empat puluh

hari sholatnya tidak diterima.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

2a) Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika.

‘Terus ada, utusan Allah ya pernah bicara.’

2b) Man ata arafan faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu

argbaina yauman.

‘Barang siapa yang mempercayai dukun atau tukang sihir maka

selama empat puluh hari sholatnya tidak diterima.’

Alih koede terjadi terlihat dari data (2a) yang merupakan wujud bahasa Jawa

“Terus wonten, Rosullullah nggih pernah ngendhika.” Kemudian penutur

menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan hadits kepada peserta tutur, terlihat

pada data (2b) “Man ata arafan faqathadhabimayyakul llatuba shalattanhu argbaina

yauman.”.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik atau pokok

pembicaraan dimana penutur semula berkomunikasi dengan masyarakat sebagai

pengguna bahasa Jawa kemudian penutur menerangkan ilmu dengan berpedoman

dari hadits (perkataan Rossul) dan menyebutkan hadits tersebut. Sehingga penutur

menggunakan bahasa Arab untuk menyampaikan kutipan hadits.

Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab merubah topik, semula santai

kemudian formal untuk menyampaikan sumber asli dari hadits. Sedangkan Fungsi

dara bahasa Jawa dari kalimat diatas adalah untuk berkomunikasi sesuai dengan mitra

Page 93: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

tutur agar faham. Fungsi dari bahasa Jawa krama yang digunakan penutur adalah

untuk menghormati kepada peserta tutur, hal tersebut wujud kesantunan dari penutur.

Hal tersebut juga berfungsi agar bahasa yang digunakan dalam menyampaikan ilmu

mudah untuk dimenggerti, sehingga peserta tutur faham terhadap materi yang

disampaikan dalam kegiatan ta’lim tersebut.

Alih kode yang lain dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat pada

kalimat di bawah ini.

3) Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer kalih

kiroatul bii maysiri salafu salaf ash-hsalih. (10)

‘Usaha agar keyakinan (pada Allah) kita bertambah itu yang nomor

dua meneladani perjalanan-perjalanan pendahulu kita yang ta’at (pada

Islam).’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

3a) Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer

kalih.

‘Usaha agar keyakinan (pada Allah) kita bertambah itu yang

nomor dua.’

3b) Kiroatul bii maysiri salafu salaf ash-shalih.

‘Meneladani perjalanan-perjalanan pendahulu kita yang ta’at

(pada Islam).’

Alih kode nampak pada data (3a) yang merupakan bahasa Jawa krama, pada

kata “Wasilah kersane iman kita bertambah iku ingkang nomer kalih.” Kemudian

menjadi bahasa Arab pada data (3a) yang berbunyi “Kiroatul bii maysiri salafu salaf

ash-shalih.”.

Page 94: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dari bahasa Jawa menjadi

bahasa Arab karena topik pembicaraan, penutur dalam menyampaikan ilmu yang

bersumber dari hadits. Hal tersebut merupakan bentuk pembelajaran bagi masyarakat

yang bersumber Hadits sehingga penutur mengetahui bagaimanna bunyi bahasa arab

dari hadits.

Fungsi dari alih kode adalah untuk merubah topik pembicaraan. Dari bahasa

Jawa kemudian menyampaikan hadist atau ilmu secara langsung dari sumbernya, hal

tersebut sebagai pembelajaran bahasa Arab secara tidak langung. Sedangkan fungsi

dari bahasa Jawa merupakan bentuk dari ketepatan penggunaan bahasa oleh santri

(penutur), karena penutur merupakan pengguna bahas Jawa pada umumnya.

Alih kode juga terdapat pada tuturan dibawah ini.

4) Nabi sulaiman nggih pak, lha niku contone, niku ayat

bissmillahirahmanirahim laqodkanalisabain fiimaskanihim aayadun,

jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin kulumirrizqirobbikum waskurulahu.

(92)

‘Nabi Sulaiman ya pa, lha itu contohnya, itu seperti ayat. Dengan

menyebut nama Allah yang maha pemurah dan penyayang.

Sesungguhnya bagi kaum saba’ adalah tanda (kekuasaan) Allah di

tempat kediaman mereka, dua buah kebun di sebelah kanan dan

sebelah kiri. Makanlah olehmu dari rezeki yang Tuhanmu dan

bersyukurlah kepadaNya.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

4a) Nabi Sulaiman nggih pak, lha niku contone, niku ayat .

‘Nabi Sulaiman ya pa, lha itu contohnya, itu seperti ayat.’

4b) Bissmillahirahmanirahim. laqodkanalisabain fiimaskanihim

aayadun, jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin

kulumirrizqirobbikum waskurulahu.

Page 95: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah dan

penyayang. Sesungguhnya bagi kaum sabak adalah tanda

(kekuasaan) Allah di tempat kediaman mereka, dua buah

kebun di sebelah kanan dan sebelah kiri. Makanlah olehmu

dari rezeki yang Tuhanmu dan bersyukurlah kepadaNya.’

Alih kode dari bahasa Jawa terlihat pada (4a) pada kalimat “Nabi Sulaiman

nggih pak, lha niku contone, niku ayat” kemudian penutur menggunakan bahasa Arab

sebagai berikut “Bissmillahirahmanirahim. laqodkanalisabain fiimaskanihim

aayadun, jannataani ‘ayyamiiwwasyimalin kulumirrizqirobbikum waskurulahu.”.

Kalimat tersebut berasal dari kitab suci al-qur’an surat saba’, atau ayat ke 34 (tiga

puluh empat).

Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan berbentuk

ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian menjadi serius

dalam pemakaian dengan bahasa Arab, dengan menggunakan bahasa lisan dalam

kajian ta’lim.

Faktor yang menjadi penyebab alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa

Arab adalah topik pembicaran. Penutur yang ingin menyampaikan kutipan surat

dalam al-qur’an sehingga mitra tutur lebih mengetahui bacaan tersebut, lebih bisa

memahami maksud dari ayat tersebut sehingga fungsi dari al-qur’an sebagai pedoman

hidup umat Islam dapat lebih difahami dan dilaksanakan.

Fungsi alih kode menjadi bahasa Arab guna kepentingan topik pembelajaran

dalam arti mengkaji makna dan tafsir al-qur’an sebagai penerang bagi umat Islam.

Karena menuntut ilmu itu wajib bagi orang Islam. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa

Page 96: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

dalam tuturan tersebut sebagai bahasa yang lebih mudah untuk digunakan dalam

berkomunikasi dengan mitra tutur.

Alih daari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab terdapat dalam kalimat di bawah

ini.

5) Wonten gesang, wonten ing ndonya. Saking annabihurairrah

radhianhu kola Rosullullah Saw minhusni islam mar’i sarkuhum

mala’i yaqihi. (254)

‘Ada hidup ada di dunia. Dari saya abuhurairrah radhianhu berkata,

Rasullullah Saw berbicara sebagian dalam Islam itu meninggalkan hal-

hal yang tidak berguna.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

5a) Wonten gesang, wonten ing ndonya, saking.

‘Ada hidup ada di dunia, saking.’

5b) Annabihurairrah radhianhu kola Rasullullah Saw minhusni

islam mar’i sarkuhum mala’i yaqihi.

‘Dari saya abuhurairrah radhianhu berkata, Rasullullah Saw

berbicara sebagian dalam Islam itu meninggalkan hal-hal yang

tidak berguna’

Alih kode berupa bahasa Jawa berwujud (5a) sebagai berikut “Wonten

gesang, wonten ing ndonya, saking.” Penutur melanjutkan dengan bahasa Arab yang

mengutip dari perkataan Nabi. Adapun alih kode bahasa Arab berwujud kalimat

berikut “Anabihurairrah radhianhu kola Rasullullah Saw minhusni islam mar’i

sarkuhum mala’i yaqihi.”.

Faktor yang menjadi penyebab dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi

bahasa Arab adalah adalah karena topik guna pembelajaran. Dimana dalam

menyampaikan ilmu yang bersumber dari hadits yang harus disampaikan agar redaksi

Page 97: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

dari hadits tersebut dapat dipelajari ataupun dapat dimengerti. Hal tersebut

merupakan bentuk pembelajaran bagi masyarakat yang bersumber Hadits sehingga

penutur mengetahui bagaimanna kalimat bahasa arab dari hadits yang dikupas atau di

kaji.

Fungsi dari alih kode adalah untuk merubah topik. Penutur menyampaikan

hadist atau ilmu secara langsung dari sumbernya, hal tersebut sebagai pembelajaran

bahasa Arab secara tidak langung bagi peserta tutur. Sedangkan fungsi dari bahasa

Jawa merupakan bentuk dari ketepatan penggunaan bahasa oleh santri (penutur),

karena penutur merupakan pengguna bahas Jawa pada umumnya.

Alih kode yang berikutnya terdapat pada data di bawah ini.

6) Lha kaping sepindhah inggih punika judi. Istiqalu bima’nihi taziku

wa’annu dhaiful iman. (144)

‘Lha yang pertama ya itu judi. Jika diantara kalian melakukan hal yang

tidak berguna bertanda bahwa iman kalian lemah’.

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

6a) Lha kaping sepindhah inggih punika judi.

‘Lha yang pertama yaitu judi.’

6b) Istiqalu bima’nihi taziku wa’annu dhaiful iman.

‘Jika diantara kalian melakukan hal yang tidak berguna tanda

bahwa iman kalian lemah’

Terlihat pada (6a) penutur menggunakan bahasa Jawa dengan kalimat “Lha

kaping sepindhah inggih punika judi.” Kemudian penutur menggunakan bahasa Arab

yaitu pada (6b) yang berbunyi “Lha kaping sepindhah inggih punika judi. Istiqalu

bima’nihi taziku wa’annu dhaiful iman.”.

Page 98: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Penutur dalam kalimat tersebut semula menggunakan bahasa Jawa ragam

krama, kemudian penutur beralih dengan menggunakan bahasa Arab.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode dari bahasa Jawa menjadi

bahasa Arab karena penutur gengsi, sehingga penutur menggunakan bahasa Arab

yang bersumber dari hadits.

Fungsi dari alih kode dari bahasa Jawa menjadi bahasa Arab sebagai ragam

bahasa bahwa santri mampu berbahasa Arab. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa

sebagai penghormat kapada peserta tutur.

Alih kode yang lain dapat dilihat dalam tuturan sebagai berikut di bawah ini.

7) Lan saking gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-dhamel

maos al-quran, dhamel liya-lianipun benjeng badhe ditangletake

dhumateng Allah Swt lan, wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha. (252)

‘Dan dari hidup-hidup sudah kita gunakan buat-buat membaca al-

qur’an, untuk yang lain-lainya besok akan ditanyakan oleh Allah dan

setiap kalimat yang terucap akan mendapat balasan.’.

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

7a) Lan saking gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-

dhamel maos al-quran, dhamel liya-lianipun benjeng badhe

ditangletake dhumateng Allah Swt lan.

‘Dan dari hidup-hidup sudah kita gunakan buat-buat membaca

al-qur’an, untuk yang lain-lainya besok akan ditanyakan oleh

Allah.’

7b) Wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha.

‘dan setiap kalimat yang terucap akan mendapat balasan’

Terjadi alih kode dari bahasa Jawa terdapat pada (7a) yaitu “Lan saking

gesang-gesang sampun kita gunaaken dhamel-dhamel maos al-quran, dhamel liya-

Page 99: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

lianipun benjeng badhe ditangletake dhumateng Allah Swt lan.” Kemudian penutur

menggunakan bahasa Arab pada kalimat “Wa’ankuli kalimattan yuanaquli biha”.

Penutur dalam kalimat tersebut menerangkan kepada peserta tutur bahwa

setiap kalimat yang pernah terucap dari bibir kita akan mendapatkan balasan di

ahkirat. Jika mulut kita digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan kebaikan yang

tujuanya adalah ibadah maka akan mendapat balasan yang baik, sedangkan kita mulut

kita berucap yang buruk yang tidak bermanfa’at atau perkataan yang tidak benar

maka akan mendapatkan siksa di akhirat.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode menjadi bahasa Arab

karena penutur gengsi hanya menggunakan bahasa Ibu (Jawa), penutur inggin

langsung menggunakan bahasa Arab sebagai rujukan bahasa Ilmu pengetahauan

Islam. Sehingga penutur menggunakan kutipan hadits yang asli dari bahasa Arab.

Fungsi dari alih kode sebagai ragam bahasa yang menambah pengetahuan

terhadap bahasa Arab sebagai bahasa Internasional di Negara-negara Timur Tenggah

dan bahasa ilmu pengetahuan terutama pengetahuan tentang jalan hidup atau agama.

Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi yang efektif dan

santun.

Alih kode berikut ini juga merupakan wujud dari alih kode dari bahasa Jawa

menjadi bahasa Arab.

8) Niku ingkag sepindhah, lan ingkang kaping kalih iq’ radhu an’amalli

yaknutharik wal majah. (152)

‘Ini yang pertama, dan yang ke-dua. meningalkan perbuatan yang

buruk dan tidak bermanfa’at.’

Page 100: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

8a) Niku ingkang sepindhah, lan ingkang kaping kalih

‘Ini yang pertama, dan yang ke-dua.’

8b) Iq’ radhu an’amalli yaknutharik wal majah.

‘meningalkan perbuatan yangburuk dan tidak bermanfa’at’

Kalimat di atas wujud alih kode yang semula berbahasa Indonesia pada (8a)

yang berupa “Niku ingkang sepindhah, lan ingkang kaping kalih” kemudian menjadi

bahasa Arab “Iq’ radhu an’amalli yaknutharik wal majah.”. Dari data tersebut

penutur melanjutkan materi kedua. Sehingga penutur setelah menggunakan bahasa

Jawa kemudian beralih dengan menggunakan bahasa Arab.

Faktor dari alih kode tersebut merupakan topik pembicaraan. Topik tersebut

berupa transfer ilmu yang bersumber dari buku hadits. Sehingga penutur

menyampaikan dengan mengutip bahasa sesuai dengan apa adanya, yaitu bahasa

Arab.

Fungsi dari alih kode menjadi bahasa Arab guna menyampaikan ilmu agama

Islam yang berbahasa Arab, dari buku hadits yang berlatar belakang topik

pembicaraaan. Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati

dan menyampaikan materi kajian agama terhadap peserta tutur yang sebagian besar

merupakan masyarakat pengguna bahasa Jawa.

Kalimat di bawah ini juga merupakan wujud alih kode dari bahasa Jawa ke

bahasa Arab.

9) Dados Buqori niku ngendhika saking Rosulullah Saw ida aksana

ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin yakmaluha tuktafulahu bi

Page 101: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

asra anfaliha, ilatu anmu ditfin wakuli syaitadin yak maluha

tuktafulahu bi musliha. (158)

‘Jadi Buqori itu berkata dari utusan Allah. Jika telah benar ke-Islaman

kita semua maka setiap kebaikan dicatat Allah sepuluh sampai seratus

kebaikan tetapi jika melakukan keburukan dicatat keburukan yang

dilalukannya saja.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

9a) Dados Buqori niku ngendhika saking Rosulullah Saw.

‘Jadi Buqori itu berkata dari utusan Allah.’

9b) Ida aksana ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin

yakmaluha tuktafulahu bi asra anfaliha, ilatu anmu ditfin

wakuli syaitadin yak maluha tuktafulahu bi musliha.

‘Jika telah benar ke-Islaman kita semua maka setiap kebaikan

di catat Allah sepuluh sampai seratus kebaikan tetapi jika

melakukan keburukan dicatat keburukan yang dilalukannya

saja’

Wujud alih kode dari bahasa Jawa terdapat dengan kalimat “Dados Buqori

niku ngendhika saking Rosulullah Saw.” Kemudian menjadi bahasa Arab pada

kalimat “Ida aksana ah’hadukum islammahu wakuli hasanatin yakmaluha

tuktafulahu bi asra anfaliha, ilatu anmu ditfin wakuli syaitadin yak maluha

tuktafulahu bi musliha.”.

Penutur dalam kalimat tersebut ingin menyampaikan hadits yang diriwayatkan

oleh Buqori, isinya tentang jika seorang yang memeluk agama Islam dengan baik

perbuatan baik yang dilakukan orang tersebut akan dicatat sepuluh sampai dengan

seratus kebaikan. Akan tetapi setiap perbuatan buruk hanya dicatat keburukan yang

dilalukan oleh orang tersebut.

Page 102: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Faktor yang menjadi penyebab dari alih kode di atas karena topik

pembicaraan. Penutur yang ingin menyampaikan sumber ilmu yang dari buku hadits

yang berbahasa Arab, untuk kepentingan pembelajaran ilmu Islam.

Fungsi alih kode untuk merubah dari ragam santai menjadi ragam resmi.

Sedangkan fungsi dari bahasa Jawa merupakan bahasa santun dan bahasa yang santai.

3) Alih Kode Bahasa Arab ke Bahasa Jawa

Wujud alih kode dari bahasa Arab ke bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

1) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanasta’firuhu,

wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina, wamin say’ati ‘amalina,

manyahdihihufaamudhillah waman yadhlil falahadiy’lah.

Ashaduanlaillahaillah wahdahula syarikalahu wa

ashaduannamuhammadan ‘abduhu warasullu lanabbi warassullah

ba’dah. Kallahuta’ala ya ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi

wala tamu tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah ing

kesempatan punka kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu. (78)

‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari bantuan-Nya

dan pengampunan dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri

kita dan kejahatan kita, dari petunjuk Allah tidak menyesatkan dia dan

tidak disesatkan. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah,

sendirian tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah

hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan aku takut

akan Allah telah memenangkan orang-orang benar. Hai orang yang

beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan tidak mati

kecuali sebagai Muslim. Segala puji bagi Allah. Di kesempatan ini

saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-bapak, ibu-ibu.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

1a) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu

wanastag’firuhu, wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina,

wamin say’ati ‘amalina, manyahdihillahhu fala mudhillah

waman yudhlilahu falahadiy’lah. Ashaduanlaillahaillah

wahdahula syarikalahu wa ashaduannamuhammadan ‘abduhu

warasullu lanabbiyi warassullah ba’dah. Kallahuta’ala ya

Page 103: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi wala tamu

tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah.

‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari

bantuan-Nya dan pengampunan dan kita berlindung kepada

Allah dari kejahatan diri kita dan kejahatan kita, dari petunjuk

Allah tidak menyesatkan dia dan tidak disesatkan oleh Hadi.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, sendirian

tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah

hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan

aku takut akan Allah telah memenangkan orang-orang benar.

Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus

ditakuti dan tidak mati kecuali sebagai Muslim. Segala puji

bagi Allah.’

1b) Ing kesempatan punika kula saget ngisi kalian bapak-bapak,

ibu-ibu.

‘Di kesempatan ini saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-

bapak, ibu-ibu.’

Wujud dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa terlihat pada data

terlihat setelah data diurai atau dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian. Bagian pertama

merupakan kalimat dengan menggunakan bahasa Arab seperti data di atas (1a) yaitu

“Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanastag’firuhu […]”. Kemudian

penutur beralih dengan menggunakan bahasa Jawa pada data (1b) yang berbunyi “Ing

kesempatan punika kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu.”.

Karena alih kode yang mengandung unsur bahasa Arab tidak bisa di ubah

wujud menjadi bahasa Jawa secara utuh, karena akan mengurangi arti, makna, dan

retorika dakwah. Maka alih kode yeng mengandung bahasa Arab tidak bisa

dihilangkan dan diganti dengan bahasa lain.

Data tersebut merupakan data yang diambi dari kegiatan ta’lim pada awal-

awal dimulainya kajian tersebut, dimana penutur menggunakan kalimat pembuka

Page 104: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan bahasa Arab mengajak kepada peserta tutur bersyukur dan meningkatkan

ketaqwaan terhadap Tuhan. Hal tersebut merupakan tatacara berdakwah secara teratur

dalam kajian atau ta’lim, tatacara tersebut merupakan retorika dakwah. Kemudian

penutur menggunakan bahasa Jawa.

Sehingga dari hal tersebut di atas yang menjadi faktor penutur menggunakan

alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena topik atau pokok

pembicaraan. Kalimat pembuka disesuaikan dengan retorika dakwah kemudian

penutur beralih dengan bahasa Jawa untuk menanyakan kabar kepada peserta tutur.

Fungsi dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena untuk

merubah situasi dari ragam beku menjadi situasi yang komunikatif yaitu termasuk

ragam non formal. Sehingga suasana santai lebih mewarnai kegiatan pembelajaran

tentang Pemahaman ilmu Islam tesebut.

Fungsi dari bahasa Jawa (krama) adalah sebagai bahasa yang diangap santun

dan lebih komunikan dalam menghadapi peserta tutur yang notabenya merupakan

pengguna bahasa Jawa aktif, serta mengimbangi bahasa yang dikuasai peserta tutur.

Alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa terdapat juga pada tuturan di

bawah ini.

2) Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi wallatamuttuna wa

antum muslimun. Wakallah rassullahi sallallahhu’alayhi wassalam

bihadifiahtarif innaifqatif hadits wal qitabbullah wal qairul hadil hajji

Muhammad sallallah huallay wassalam wa syarull umurri muhadad

uqha allla wa innaqulam fisiddini bid’ah wa qulla bid’ahtun

dhalallalah wa qalaradhatun binnar. Ibu-ibu ingkang dipun rahmati

Allah inggkang ing wedhal dalu punika kita sedaya boten lepat lan

kita sedaya boten lali manjataken raos syukur dhumateng Allah. (137)

Page 105: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

‘Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan

tidak mati kecuali sebagai Muslim. Berkata Rasullullah. Dia yang

menaati Allah dan Rasul-Nya telah memenangkan kemenangan besar.

Al-Qur’an dari Allah, dan yang terbaik dari bimbingan adalah

bimbingan Nabi Muhammad dan semua hal yang jahat yang baru

ditemukan sebuah penambahan dan setiap penambahan adalah sesat

dan setiap kesesatan dalam api.’

Data di atas dianalisis dengan metode distribusional dengan teknik dasar urai

unsur langsung menjadi 2 bagian, seperti dibawah ini.

2a) Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi

wallatamuttuna wa antum muslimun. Wakallah rassullahi

sallallahhu’alayhi wassalam bihadifiahtarif innaifqatif hadits

wal qitabbullah wal qairul hadjil hadjil Muhammad sallallah

huallay wassalam wa syarull umurri muhadad uqha allla wa

innaqulam fisiddini bid’ah wa qulla bid’ahtun dhalallalah wa

qalaradhatun binnar.

‘Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah harus

ditakuti dan tidak mati kecuali sebagai Muslim. Berkata

Rasullullah Saw. Dia yang menaati Allah dan Rasul-Nya telah

memenangkan kemenangan besar. Al-Qur’an dari Allah, dan

yang terbaik dari bimbingan adalah bimbingan Nabi

Muhammad dan semua hal yang jahat yang baru ditemukan

sebuah penambahan dan setiap penambahan adalah sesat dan

setiap kesesatan dalam api. Ibu-ibu yang di rahmati Allah yang

di waktu malam hari ini kita semua tidak lupa dan kita semua

tidak lupa memanjatkan rasa syukur kepada Allah.’

2b) Ibu-ibu ingkang dipun rahmati Allah inggkang ing wedhal

dalu punika kita sedaya boten lepat lan kita sedaya boten lali

manjataken raos syukur dhumateng Allah Swt.

‘Ibu-ibu yang di rahmati Allah yang di waktu malam hari ini

kita semua tidak lupa dan kita semua tidak lupa memanjatkan

rasa syukur kepada Allah’

Alih kode selanjutnya yang merupakan peralihan dari bahasa Arab menjadi

bahasa Jawa terlihat dari data di atas yang diurai menjadi 2 (dua) bagian untuk

memisahkan antara bahasa Arab dan bahasa Jawa. Untuk bahasa Arab terdapat pada

Page 106: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

uraian (2a) yang berbunyi “Yaayuhaladinaamanu itaqqullah hahadhukhadi

wallatamuttuna wa antum muslimun […]”.

Foktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode dari bahasa Arab menjadi

bahasa Jawa seperti data sebelumnya yaitu karena pokok atau topik pembicaraan

dimana kata pembuka disesuaikan dengan retorika dakwah kemudian penutur beralih

dengan bahasa yang komunikatif dengan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dan

mengajak peserta tutur untuk memanjatkan rasa syukur.

Fungsi dari alih kode dari bahasa Arab menjadi bahasa Jawa karena untuk

merubah situasi dari ragam beku menjadi situasi yang komunikatif yaitu termasuk

ragam non formal. Seadangkan fungsi dari bahasa Jawa (krama) adalah sebagai

bahasa yang diangap santun dan lebih komunikan dalam menghadapi peserta tutur

yang merupakan pemakai bahasa Jawa.

4) Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Jawa

1) Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti

biasanya. Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula tanglet

ingkang sampun kula sampekne ngek biyen nggih. (7)

‘Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti

biasanya. Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah

saya sampaikan kala dulu ya.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

1a) Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan

seperti biasanya.

Page 107: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

1b) Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula tanglet ingkang

sampun kula sampekne nggek biyen nggih.

‘Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah

saya sampaikan kala dulu ya.’

Dari data tersebut merupakan data diambil dari santri TID (Takhasshush I’dad

Du’at) yang berlokasi di masjid desa Candran Kecamatan Simo, dalam pembelajaran

ilmu Islam (ta’lim), kegiatan tersebut merupakan kegiatan formal dari PDS, sehingga

termasuk ragam resmi. Penutur merupakan santri PDS, sedangkan mitra tutur

merupakan jama’ah sholat magrib yang terdiri dari usia tua, orang tua, dan pemuda.

Untuk Anak-anak berada diserambi (luar) masjid jadi tidak ikut dalam komponen

tutur. Data diambil setelah shalat magrib, sekitar pukul 18.10 WIB.

Data tersebut menunjukkan munculnya alih kode dari bahasa Indonesia ke

dalam bahasa Jawa. Alih kode tersebut tampak pada kalimat (pada data 1a)

“Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti biasanya” yang

merupakan kode dengan kalimat bahasa Indonesia, kemudian beralih kode dengan

menggunakan bahasa Jawa (pada 1b) “Sakdherenge napa namine mlebet materi, kula

tanglet ingkang sampun kula sampekne nggek biyen nggih.”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

1c) Lajeng mawon, ingkang mekaten kita mlebet materi lan kadhos

biasanipun, sakdherenge napa namine mlebet materi, kula nyuwun

pirsa ingkang sampun kula sampekne kala biyen nggih.

‘Kemudian langsung saja, kalau begitu kita masuk materi dan seperti

biasanya Sebelum apa namanya masuk materi, saya tanya yang sudah

saya sampaikan kala dulu ya.’

Page 108: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Dari uji ubah wujud menjadi bahasa Jawa seperti data di atas, ternyata dapat

mewakili makna yang terkandung dalam tuturan tersebut serta menambah rasa

hormat dengan pemakaian bahasa Jawa.

Fungsi dari alih kode dari bahasa Indonesia menjadi bahasa Jawa adalah

merubah ragam resmi berbahasa Indonesia menjadi ragam santun berbahasa Jawa.

Juga agar komunikasi lebih efektif atau mengimbanggi bahasa yang dikuasai peserta

tutur, mengingat peserta tutur merupakan pemakai bahasa Jawa aktif. Sedangkan alih

kode bahasa Jawa tersebut termasuk jenis ragam krama, tetapi masih ada leksikon

yan merupakan jenis krama desa pada kata “tanglet” ‘tanya’ seharusnya

menggunakan kata “nyuwun pirsa” atau “dherek pirsa” yang lebih sesuai dengan

kaidah bahasa Jawa. Terdapat juga interferensi pada kata “materi”. Fungsi ragam

bahasa Jawa merupakan untuk menghormati mitra tutur yang sebagian besar

merupakan usia tua.

Wujud alih kode oleh santri PDS juga muncul pada kalimat di bawah ini.

2) Mereka syirik ini orangnya meninggal, Dados dosane niku boten

diampuni Allah. (26)

‘Mereka syirik ini orangnya meninggal. Jadi dosanya itu tidak

diampuni Allah.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

2a) Mereka syirik ini orangnya meninggal.

2b) Dados dosane niku boten diampuni Allah.

‘Jadi dosanya itu tidak diampuni Allah.’

Page 109: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Wujud alih kode tejadi pada (2a) merupakan kode bahasa Indonesia beralih

menjadi kode bahasa Jawa pada (2b). Penutur (Santri PDS) dalam data tersebut

berbicara dengan mitra tutur (masyarakat) mengenai topik tentang orang yang

menyekutukan Allah dan akibat yang didapat dari perbuatan tersebut. Materi yang

disampaikan merupakan ilmu yang diambil dari buku kemudian penutur

menyampaikan materi tersebut. Alih kode bahasa Jawa yang digunakan merupakan

ragam madya, terlihat dalam kalimat “Dados dosane niku boten diampuni Allah”.

Terdapat interferensi berupa kata “syirik”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

2c) Piyambakipun syirik punika tiyangipun sedha. Dados dosannipun

menika boten dipun ampuni Allah.

‘Mereka syirik ini orangnya meninggal. Jadi dosanya itu tidak

diampuni Allah.’

Uji ubah wujud menjadi bahasa Jawa seperti di atas, secara makna dapat

mewakili dari tuturan aslinya.

Fungsi dari alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa untuk merubah

dari situasi resmi menjadi situasi santai dengan bahasa Jawa yang lebih imbang

dengan keadaan peserta tutur.

Kemudian data yang lain yang menunjukkan alih kode dengan latar belakang

penutur yang sama, berupa alih kode sebagai berikut:

3) Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-

apanya. Dibandingke ibu kita sedaya boten wonten napa-napane buk.

(46)

Page 110: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

‘Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-

apanya dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

3a) Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak

ada apa-apanya.

3b) Dibandingke ibu kita, sedaya boten wonten napa-napane buk.

‘Dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’

Data (3) merupakan wujud alih kode dari bahasa Indonesia (3a)

“Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada apa-apanya.”

kemudian menjadi bahasa Jawa (3b) “Dibandingke ibu kita, sedaya boten wonten

napa-napane bu”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

3c) Pangorbanan ingkang kita caosaken dhumateng tiyang sepuh kita

menika boten wonten napa-napa. Dipunbandingaken ibu kita sedaya

boten wonten napa-napanipun buk.

‘Pengorbanan yang kita berikan kepada orang tua kita itu tidak ada

apa-apanya dibandingkan ibu kita, semua tidak apa-apanya buk.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia bisa diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor yang menjadi penyebab terjadinya alih kode karena topik pembicaraan,

dari bahasa Indonesia yang merupakan wujud dari ragam formal menjadi bahasa

Jawa berupa ragam nonformal. Juga karena oleh mitra tutur atau lawan tutur yang

Page 111: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

merupakan masyarakat pengguna bahasa Jawa Aktif (masyarakat pedesaan).

Sehingga guna berkomunikasi dan mengimbanggi bahasa yang dikuasai peserta tutur.

Fungsi dari alih kode dari tersebut untuk menjelaskan atau menegaskan

maksud dari ucapan penutur agar lebih memahami maksud dari apa yang

disampaikan penutur. Alih kode bahasa Jawa di atas termasuk jenis ragam madya,

berguna sebagi bahasa yang santai mencerminkan situasi nonformal.

Terlihat juga alih kode berupa kalimat sebagai berikut ini.

4) Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,

mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Dados nggih niku

nggih syirik buk, Jenengan. (20)

‘Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,

mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Jadi ya itu ya

menyekutukan buk, anda.’

Jika di atas diurai menjadi dua bagian (4a dan 4b,) seperti di bawah ini.

4a) Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain

Allah, mengantungkan diri dan bersujud selain Allah.

4b) Dados nggih niku nggih syirik buk, Jenengan.

‘Jadi ya itu ya menyekutukan buk, anda.’

Terjadi alih kode dari bahasa Indonesia (4a) “Contohnya meminta rizeki

ataupun kesehatan kepada selain Allah, mengantungkan diri dan bersujud selain

Allah.”. kemudian menjadi bahasa Jawa (4b) “Dados nggih niku nggih syirik buk,

Jenengan.”. Penutur dalam kalimat di atas bermaksud memberikan contoh tentang

perbuatan menyekutukan Allah adalah meminta rizeki, bersujud, dan

menggantungkan diri kepada selain Allah.

Page 112: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

4c) Thuladhanipun nyuwun rejeki utawi kasarasan dhumateng senesipun

Allah, ngantungaken piyambakipun lan sujud dhumateng senesipun

Allah. Dados nggih menika nggih syirik buk, Jenengan.

‘Contohnya meminta rezeki ataupun kesehatan kepada selain Allah,

mengantungkan diri dan bersujud selain Allah. Jadi ya itu ya

menyekutukan buk, anda.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Munculnya alih kode disebabkan karena topik yang menerangkan ilmu yang

bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa yang

lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi

menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai

penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur.

Alih kode selanjutnya berupa tuturan di bawah ini.

5) Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta, niku

napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngomong menclamencle, boten

pas ditakoni ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten pas lah,

boten pas. (62)

‘Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta. Ini apa

sih? Banyak-banyak menipu kalau bicara seenaknya, tidak pas ditanya

timur jawabnya selatan, yang penting tidak pas lah, tidak pas.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

Page 113: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5a) Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta.

5b) Niku napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngomong

menclamencle, boten pas ditakoki ngetan ngulon ngalor

ngidul, sing penting boten pas lah, boten pas.

‘Ini apa sih? Banyak bohongnya, sering menipu kalau bicara

seenaknya, tidak pas ditanya timur jawabnya selatan, yang

penting tidak pas lah, tidak pas.’

Alih kode terjadi pada data setelah dianalisis dengan diurai yaitu (5a)

“Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta” yang berupa bahasa

Indonesia kemudian menjadi bahasa Jawa (5b) “Niku napa tha? Katah-katah

ngapusi, yen ngomong menclamencle, boten pas ditakok ngetan ngulon ngalor

ngidul, sing penting boten pas lah, boten pas.”.

Penutur dalam data tersebut ingin menyampaikan pada mitra tutur, bahwa

dosa besar setelah mencuri adalalah berdusta atas apa yang diucapkan. Kemudian

penutur Alih kode menjadi bahasa Jawa disebabkan karena penutur yang semula

berbicara dengan membaca buku kemudian berganti bahasa yang lebih komunikatif

dengan bahasa Jawa.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

5c) Saklajengipun dosa ageng wau saksampunipun nyolong katah apus-

apus, menika napa tha? Kathah-kathah ngapusi, yen ngendhika

mencla-mencle, boten pas dipunsuwuni pirsa ngetan ngulon ngalor

ngidul, ingkang penting boten pas, boten pas.

‘Selanjutnya dosa besar tadi setelah mencuri banyak berdusta. Ini apa

sih? Banyak-banyak menipu kalau bicara seenaknya, tidak pas ditanya

timur jawabnya selatan, yang penting tidak pas lah, tidak pas.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Page 114: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Munculnya alih kode disebabkan karena topik yang menerangkan ilmu yang

bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa yang

lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi

menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai

penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur, serta

bahasa yang santai.

Alih kode yang lain terdapat pada kalimat serikut ini.

6) Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin

itu napa namine embah-embah niku boten ayem, kersane tepang kalih

putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten saget. (40)

‘Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin

itu, Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, agar bertemu dengan

cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen menjenguk tidak

bisa.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

6a) Di taruh di Panti Jompo walaupun dikasih uang banyak itu

saya yakin itu.

6b) Napa namine embah-embah niku boten ayem, kersane tepang

kalih putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten

saget.

‘Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, biar bertemu

dengan cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen

memjenguk tidak bisa.’

Page 115: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Data di atas setelah diurai menjadi dua bagian telihat alih kode yang muncul

dari (6a) “Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin itu”

kemudian menggunakan bahasa Jawa (6b) “Napa namine embah-embah niku boten

ayem, kersane tepang kalih putune, kalih anake boten saget, pengen njenguk boten

saget.”. terdapat interferensi pada kata “njenguk”

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

6c) Dipun lebetaken wonten Panti Jompo badhe diwenehi artha kathah

menika kula yakin menika napa naminipun embah-embah menika

boten ayem, kersane tepang kalih putunipun, kalih anakipun boten

saget, pengen soan boten saget.

‘Di taruh di panti jompo walaupun dikasih uang banyak itu saya yakin

itu, Apa namanya embah-embah itu tidak tenang, agar bertemu dengan

cucu-cucunya, sama anaknya tidak bisa, kepengen menjenguk tidak

bisa.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor penyebabterjadinya alih kode karena topik yang menerangkan ilmu

yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa

yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Fungsi dari alih kode ke bahasa Jawa untuk merubah dari ragam resmi

menjadi ragam santai. Bahasa Jawa sebagi penyeimbang dari bahasa yang dikuasai

penutur dan merupakan bahasa yang bernilai kesopanan terhadap peserta tutur, serta

bahasa yang santai.

Alih kode selanjutnya muncul sebagai berikut ini.

7) Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir.

Dados hukumane Islam niku dereng ditegakke buk. (55)

Page 116: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir, Jadi

hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

7a) Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang

kafir.

7b) Dados hukumane Islam niku dereng ditegakke buk.

‘Jadi hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’

Data ke-9 untuk wujud alih kode seperti di atas setelah dibagi unsur langsung

yang menunjukkan perbedaan bahasa. Bagian data yang bertanda (7a) “Itu karena

hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir” penutur menggunakan bahasa

Indonesia dan beralih dengan bahasa Jawa, terlihat pada data (7b) “Dados hukumane

Islam niku dereng ditegakke buk”. Terdapat interferensi berupa kata “kafir” ‘orang

yang keluar dari Islam’.

Penutur menyampaikan bahwa hukuman yang dipakai oleh Negara adalah

hukum orang kafir, karena jika hukum Islam apabila ada orang yang mencuri

dipotong tanganya sesuai dengan batas materi yang dicuri. Batas minimal untuk

hukuman potong (jari, tangan, kali) oleh penutur diterangkan bahwa jika yang dicuri

senilai seperempat dinar (mata uang emas).

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

7c) Menika amargi hukuman kita tasih hukum-hukum tiyang-tiyang kafir.

Dados hukumanipun Islam menika dereng dipuntegakake buk.

Page 117: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Itu karena hukuman kita masih hukum-hukum orang-orang kafir, Jadi

hukuman Islam itu belum ditegakkan buk.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor penyebab terjadinya alih kode karena penutur, yang menerangkan

ilmu yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa

Jawa yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Fungi dari alih kode bahasa Jawa adalah untuk merubah dari ragam resmi

menjadi ragam santai dengan bahasa Jawa.

Alih kode dalam kalimat di bawah ini ada hubunganya dengan data sebelunya.

8) Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus lima

puluh sampai tiga ratus ribuan buk. Dados telungatus sewu nganti

ronggatus seket niku yen dirupiahke sekitar niku buk. (247)

‘Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus

lima puluh sampai tiga ratus ribuan buk. Jadi tiga ratus ribu sampai

dua ratus lima puluh itu kalau dirupiahkan sekitar itu buk.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

8a) Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua

ratus limapuluh sampai tiga ratus ribuan buk.

8b) Dados telungalatus sewu nganti ronggatus seket niku yen

dirupiahke sekitar niku buk.

‘Jadi tigaratus ribu sampai dua ratus lima puluh itu kalau

dirupiahkan sekitar itu buk.’

Menurut data di atas diterangkan bahwa seperempat dinar jika dirupiahkan

setara dengan dua ratus lima puluh ribu sanpai dengan tiga ratus ribu rupiah. Jika

seorang mencuri minimal dua ratus lima puluh ribu rupiah dihukum dengan dipotong

Page 118: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

bagian tangan, entah itu jari atau tangan. Hukuman tersebut hanya dapat dilakukan

oleh pengadilan syari’ah, dimana pengadilan atau pemerintahan setempat

menerapkan hukum Islam yang bersumber dari Tuhan. Dari hukuman tersebut

dipastikan pencuri akan jera terhadap perbuatan yang merugikan tersebut serta orang

yang mencuri mendapat balasan yang setimpa di dunia sehingga di akhirat orang

yang mencuri tersebut dapat masuk syurga dengan timbangan amal baik yang pernah

dilakukan.

Alih kode untuk data setelah diurai (8a) “Seperempat dinar ya sekitarnya,

dirupiahkan ya sekitar dua ratus lima puluh sampai tiga ratus ribuan buk” merupakan

kalimat berbahasa Indonesia kemudian menggunakan kalimat berbahasa Jawa seperti

diurai dalam uraian (8b) “Dados telungalatus sewu nganti ronggatus seket niku yen

dirupiahke sekitar niku buk.”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

8c) Seprapat dinar nggih kinten-kinten, dipunrupiahaken nggih

sekitaripun kalih atus gangsal ngantos tigang atus ewu buk. Dados

tigang atus sewu ngantos kalihatus seket menika menawi dipun

rupiahaken sekitar menika buk.

‘Seperempat dinar ya sekitarnya, dirupiahkan ya sekitar dua ratus

limapuluh sampai tiga ratus ribuan buk. Jadi tigaratus ribu sampai dua

ratus lima puluh itu kalau dirupiahkan sekitar itu buk.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor penyebab terjadinya alih kode karena penutur, yang menerangkan ilmu

yang bersumber dari buku berbahasa Indonesia kemudian beralih dengan bahasa Jawa

yang lebih komunikatif terhadap lawan bicara.

Page 119: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Fungi dari alih kode bahasa Jawa adalah untuk merubah dari ragam resmi

menjadi ragam santai dengan bahasa Jawa.

Alih kode selanjutnya berupa tuturan sebagai berikut ini.

9) Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Nggih

niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki. (248)

‘Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Ya ini

tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’

Setelah data urai menjadi beberapa bagian, menjadi berikut ini.

9a) Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat.

9b) Nggih niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk

niki.

‘Ya ini tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’

Alih kode tersebut merupakan data contoh-contoh perbuatan dosa besar yang

bisa langar oleh manusia. Setelah diurai menjadi beberapa bagian, muncul alih kode

pada uraian setelah diurai wujud alih kodemuncul pada (9a) “Ada berjudi, kemudian

zina, kemudian meninggalkan sholat” kemudian menggunakan bahasa Jawa krama

(9b) “Nggih niki boten sah diterangke mawon empun jelas nggih buk niki”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

9c) Wonten judi, lajeng zina, lajeng ningalaken sholat. Nggih menika

boten sah dipunterangake mawon empun jelas nggih buk menika.

‘Ada berjudi, kemudian zina, kemudian meninggalkan sholat. Ya ini

tidak usah diterangkan saja sudah jelas ya bu ini.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Page 120: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan, semula

menerangkan dari membaca buku, kemudian beralih bahasa Jawa untuk

berkomunikasi dengan mitra tutur.

Fungsi dari alih kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari

ragam resmi menjadi ragam usaha atau konsulatif, karena membicarakan tentang

penawaran atau hasil bahwa sebagian poin materi tidak dibahas secara luas.

Selanjutnya data untuk bernomor (78-136) merupakan penutur KMI

(Kuliyyatul Mu’allimin) setara dengan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) kelas

1 (satu). Walaupun berbeda dengan kelas yang diatasnya dalam memberi materi ilmu,

tergolong masih pemula. Namun meskipun pemula santri tersebut sudah terjun dalam

masyarakat dalam menyampaikan ilmu kapada masyarakat sekitar PDS. Dilihat dari

asal mula tempat tinggal, santri tersebut berasal dari Sukoharjo, Jawa tenggah. Jika

ditarik historis penutur tersebut merupakan pengguna bahasa Jawa aktif.

Alih kode yang muncul pada yaitu berupa kalimat di bawah ini.

10) Penyakit malah semakin bertambah. Amargi saking tindhakan kita

sami ingkang boten kita ngertosi. (119)

‘Penyakit malah semakin bertambah. Karena dari tindakan kita semua

yang tidak kita ketahui.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, sehingga mengetahui bagian dari kedua

bahasa tersebut.

Page 121: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

10a) Penyakit malah semakin bertambah.

10b) Amargi saking tindhakan kita sami ingkang boten kita

ngertosi.

‘Karena dari tindakan kita semua yang tidak kita ketahui.’

Alih kode terwujud dalam data (10a) “Penyakit malah semakin bertambah.”

Kemudian beralih dengan berbahasa Jawa (10b) “Amargi saking tindhakan kita sami

ingkang boten kita ngertosi.”. Inti kalimat diatas merupakan akibat dari berbuatan

dosa yang diperbuat oleh manusia dimuka bumi maka Allah akan menimpa azab

berupa penyakit yang tidak pernah ditemui sebelumya dan semakin bertambah

banyak segala macam penyakit yang menimpa masyarakat.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

10c) Penyakit malah samsaya tambah. Amargi saking tumindhak kita sami

ingkang boten kita ngertosi.

‘Penyakit malah semakin bertambah. Karena dari tindakan kita semua

yang tidak kita ketahui.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga tanpa menggunakan bahasa Indonesia dapat diganti dengan bahasa Jawa.

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan, semula

menerangkan dari membaca buku, kemudian beralih bahasa Jawa untuk

berkomunikasi dengan mitra tutur.

Fungsi dari alih kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari

ragam resmi menjadi ragam santai.

Page 122: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Alih kode dari bahasa Jawa antar ragam yang muncul pada penelitian ini,

dapat dilihat pada kalimat di bawah ini.

5) Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Krama ke Ragam Ngoko

1) Nanging sakniki kita ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget

napa ngolah, gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe.(117)

‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa

mengolah, cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa ragam krama dengan ragam ngoko, sehingga mengetahui bagian dari

kedua ragam tersebut.

1a) Nanging sakniki kita ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget

napa ngolah.

‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa

mengolah.’

1b) Gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe.

‘Cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’

Alih kode terwujud dari ragam krama dalam data (1a) “Nanging sakniki kita

ngertosi napa ing Indonesia niki boten saget napa ngolah.” Kemudian beralih dengan

ragam ngoko (1b) “Gur gacho penting apa sak enggo-enggone dewe”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

1c) Nanging sakmenika kita ngertosi napa ing Indonesia menika boten

saget napa ngolah, namung gacho penting napa dipun damel kiambak.

‘Tapi sekarang kita mengetahui apa di Indonesia ini tidak bisa apa

mengolah, cuma iseng penting apa dipake-pake sendiri.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam karma, semua.

Page 123: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih

kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam resmi dalam bahasa

Jawa menjadi ragam santai dalam bahasa Jawa.

Alih kode berikutnya terdapat dalam kalimat dibawah ini.

2) Boten wonten ingkang ajeng dizakati, malah padha-padha pengen

njakati. (96)

‘Tidak ada yang akan beri zakat, malah sama-sama inggin membayar

zakat.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa ragam krama dengan ragam ngoko, sehingga mengetahui bagian dari

kedua ragam tersebut.

2a) Boten wonten ingkang ajeng dizakati.

‘Tidak ada yang akan beri zakat.’

2b) Malah padha-padha pengen njakati. (96)

‘Malah sama-sama inggin membayar zakat.’

Alih kode terwujud dari ragam krama dalam data (1a) “Boten wonten ingkang

ajeng dizakati.” Kemudian beralih dengan ragam ngoko (1b) “Malah padha-padha

pengen njakati”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

2c) Boten wonten ingkang badhe dipunzakati, malah sami-sami kepengen

njakati. (96)

‘Tidak ada yang akan beri zakat, malah sama-sama inggin membayar

zakat.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam karma, semua.

Page 124: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih

kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam resmi dalam bahasa

Jawa menjadi ragam santai dalam bahasa Jawa.

6) Alih Kode dari Bahasa Jawa Ragam Ngoko ke Ragam Krama

1) Wis saiki koe nyembahna laler siji wae, satungal mawon laler boten

purun akibate napa buk? Akibate nggih ya dipenggal. Laler wau saget

mlebetke swarga, kiambake dipun nyembahaken laler boten purun

saget mlebet dhumateng swarga. (202)

‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja, satu saja

lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal. Lalat tadi

bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan lalat tidak

mau bisa masuk ke dalam syurga.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa ragam ngoko dengan ragam krama, sehingga mengetahui bagian dari

kedua ragam tersebut.

1a) Wis saiki koe nyembahna laler siji wae.

‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja.’

1b) Satungal mawon laler boten purun akibate napa buk? Akibate nggih

ya dipenggal. Laler wau saget mlebetke swarga, kiambake dipun

nyembahaken laler boten purun saget mlebet dhumateng swarga.

‘satu saja lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal.

Lalat tadi bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan

lalat tidak mau bisa masuk ke dalam syurga.’

Alih kode terwujud dari ragam ngoko dalam data (1a) “Wis saiki koe

nyembahna laler siji wae.” Kemudian beralih dengan ragam krama (1b) “Satungal

mawon laler boten purun akibate napa buk? Akibate nggih ya dipenggal. Laler wau

Page 125: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

saget mlebetke swarga, kiambake dipun nyembahaken laler boten purun saget mlebet

dhumateng swarga”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

1c) Empun sakmenika panjenengan nyembahaken laler satunggal mawon,

satungal mawon laler boten purun akibatipun napa buk? Akibatipun

nggih ya tugel. Laler wau saget mlebetaken swarga, kiambakipun

nyembahaken laler boten purun saget mlebet dhumateng swarga.

(202)

‘Sudah sekarang kamu mempersembahkan lalat satu saja, satu saja

lalar tidak mau akibatnya apa buk? Akibatnya ya dipenggal. Lalat tadi

bisa memasukkan syurga, dirinya disuruh menyembahkan lalat tidak

mau bisa masuk ke dalam syurga.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam krama, semua.

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih

kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam santai dalam

bahasa Jawa menjadi ragam resmi dalam bahasa Jawa.

Alih kode selanjutnya dapat dilihat dalam kalimat dibawah ini.

2) Dikei kepenak kok malah nglimpekake malah padha ngerogoh

rempela. Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok

malah dikecewakake. (103)

‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin

mengambil kekayaan (rempela). Ya Allah ya marah, bahwasanya

Allah sudah ikhlas kok malah di kecewakan.’

Data di atas dianalisis dengan teknik urai unsur langsung untuk memisahkan

antara bahasa ragam ngoko dengan ragam krama, sehingga mengetahui bagian dari

kedua ragam tersebut.

Page 126: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

2a) Dikei kepenak kok malah nglimpekake malah padha ngerogoh

rempela.

‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin

mengambil kekayaan (rempela).’

2b) Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok malah

dikecewakake.

‘Ya Allah ya marah, bahwasanya Allah sudah ikhlas kok malah di

kecewakan.’

Alih kode terwujud dari ragam ngoko dalam data (1a) “Dikei kepenak kok

malah nglimpekake malah padha ngerogoh rempela.” Kemudian beralih dengan

ragam krama (1b) “Nggih Allah nggih nesu, bahwasane Allah sampun ridha kok

malah dikecewakake”.

Kemudian data di atas diuji dengan teknik lanjutan yaitu teknik ubah wujud

atau parafrasis, menjadi sebagai berikut ini.

2a) Dipun wenehi kepenak kok malah nglimpekaken malah sami ngerogoh

rempela. Nggih Allah nggih nesu, estunipun Allah sampun ridha kok

malah dipunkuciwani.

‘Diberi kesenangan kok malah menyembunyikan malah sama inggin

mengambil kekayaan (rempela). Ya Allah ya marah, bahwasanya

Allah sudah ikhlas kok malah di kecewakan.’

Dari ubah wujud di atas, secara arti dapat mewakili dari kalimat aslinya.

Sehingga dapat diubah dengan bahasa Jawa ragam krama, semua.

Faktor penyebab alih kode di atas karena pokok pembicaraan. Fungsi dari alih

kode bahasa Jawa pada kalimat di atas untuk merubah dari ragam santai dalam

bahasa Jawa menjadi ragam resmi dalam bahasa Jawa.

Page 127: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

2. Campur Kode

Dari penelitian ini terdapat beberapa campur kode, wujud campur kode di

bagi menjadi 3 (tiga) baian, antara lain; (1) campur kode bahasa Indonesia dalam

bahasa Jawa, (2) Campur Kode Bahasa Arab dalam Bahasa Jawa, dan (3) Campur

Kode Bahasa Inggris dalam Bahasa Jawa. Adapun wujud campur kode tersebut

sebagai berikut di bawah ini.

1) Campur Kode Bahasa Indonesia dalam Bahasa Jawa

Dibawah ini merupakan wujud campur kode bahasa Indonesia dalam tuturan

kalimat berbahasa Jawa. Untuk menentukan campur kode dan interferensi dengan

menggunakan teknik urai unsur terkecil (ultimate constituen analysis), adapun teknik

tersebut dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini.

1) Wasilah-wasilah utawi napa namine niku perantara-perantara

kersane iman kita tambah, kersane iman kita niku baru, iman kita

niku napa jadi kuat niku sing sepindhah napa mbah? dhek biyen

punika. (8)

‘Cara-cara atau apa namanya itu perantara-perantara agar iman kita

bertambah, agar iman kita itu baru, iman kita itu apa jadi kuat itu yang

pertama apa embah? Kala dulu itu.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas adalah;

/perantara-perantara/, /baru/, dan /jadi kuat/. Kalimat yang digunakan penutur

dalam data yang mengandung campur kode di atas merupakan kalimat bahasa Jawa

ragam madya.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

1a) Wasilah-wasilahipun utawi napa namine menika Cara-caranipun

kersane iman kita tambah, kersane iman kita menika anyar, iman kita

Page 128: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

menika napa dados kiat niku sing sepindhah napa mbah? kala biyen

punika.

‘Cara-cara atau apa namanya itu perantara-perantara agar iman kita

bertambah, agar iman kita itu baru, iman kita itu apa jadi kuat itu yang

pertama apa embah? Kala dulu itu.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,

karena dapat menggunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari

campur kode yang digunakan penutur. Pengantian tersebut pada kata /perantara-

perantara/ � /Cara-caranipu/, /baru/� /anyar/, dan /jadi kuat/ �/dados kiat/.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identitas ragam

sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan pengulangan kata.

Fungsi dari campur kode di atas adalah untuk mempermudah dalam mencari

kata yang sulit diucapkan dan sebagai penjelas terhadap makna kata.

Wujud campur kode yang lain nampak juga dalam kalimat berikut ini.

2) Jenengan misale menghadapi Allah niku napa njing ajeng, Gusti

Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta, kula boten bali teng

neraka dilebetke syurga. […] Boten tha lha dados nggih sangune niku

amal-amal ibadah kita amal shaleh kita, nggih ngaji kita sholat kita,

sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita. (15)

‘Anda misalnya menghadapi Allah itu apa nati mau, Tuhan Allah ini

saya beri uang ini berapa juta, saya tidak dikembalikan ke neraka

dimasukkan ke syurga. Tidak kan lha jadi ya bekalnya itu amal-amal

ibadah kita amal shaleh kita, ya amallan al-qur’an kita, sholat kita,

sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita.’

Unsur terkecil yang mengandung campur kode yaitu berupa kata;

/menghadapi/, /lima waktu/, dan /puasa /, data di atas bahwa penutur menerangkan

yang dinilai Allah, apakah orang tersebut di masukkan neraka atau syurga yaitu amal-

Page 129: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

amal ibadah dan amal-amal shalih. Jenis kalimat tersebut tergolong bahasa Jawa

ragam madya.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

2a) Jenengan thuladhanipun ngadepi Allah menika napa njing ajeng,

Gusti Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta, kula boten bali

teng neraka dilebetke syurga. […] Boten tha lha dados nggih sangune

menika amal-amal ibadah kita amal shaleh kita, nggih ngaji kita

sholat kita, sholat gangsal wedal, ee zakat kita siam kita menika

ingkang dipun biji deneng Allah Swt.

‘Anda misalnya menghadapi Allah itu apa nati mau, Tuhan Allah ini

saya beri uang ini berapa juta, saya tidak dikembalikan ke neraka

dimasukkan ke syurga. Tidak kan lha jadi ya bekalnya itu amal-amal

ibadah kita amal shaleh kita, ya amallan al-qur’an kita, sholat kita,

sholat lima waktu, ee zakat kita puasa kita.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut karena kata yang dicampur lebih perperan dalam mewakili

pikiran yang ingin diucapkan.

Wujud campur kode yang lain nampak juga dalam kalimat berikut ini.

3) Yang pertama nggih, ingkang sepindhah niku dosa besar inggih

punika syirik buk. Syirik ndek emben nika syirik napa? Apa mbah,

syirik ndek emben? Menyekutukan Allah, masksute menyekutukan

Allah niku gimana tha? Menyembah selain Allah, dados jenengan

misale nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah wit,

Page 130: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

napa, napa namine menyembah napa waelah selain Allah niku

termasuk syirik. Syirik niku dosane besar mbah. (18)

‘Yang pertama ya, yang pertama itu dosa besar yaitu adalah syirik

buk. Syirik dulu itu syirik apa? Apa embah, syirik dulu itu?

Menyekutukan Allah, masksudnya menyekutukan Allah niku gimana

tha? Menyembah selain Allah, jadi anda misalnya menyembah

matahari, menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya

menyembah apa sajalah selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu

dosanya besar embah.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara

lain, /yang pertama/, /dosa besar/, /apa/, /menyekutukan/, /gimana/, /menyembah

selain/, /termasuk/, dan /besar/. Penutur dalam tuturan di atas menerangkan tentang

dosa besar.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

3a) Ingkang sepindhah nggih, ingkang sepindhah menika dosa ageng

inggih punika syirik buk. Syirik kala emben menika syirik napa? napa

mbah, syirik kala emben? nyekutuaken Allah, masksutipun

nyekutuaken Allah menika pripun tha? nyembah senesipun Allah,

dados jenengan cononipun nyembah matahari, menyembah kuburan,

menyembah wit, napa, napa namine nyembah napa waelah senesipun

Allah niku kalebet syirik. Syirik niku dosane ageng mbah.

‘Yang pertama ya, yang pertama itu dosa besar yaitu adalah syirik

buk. Syirik dulu itu syirik apa? Apa embah, syirik dulu itu?

Menyekutukan Allah, masksudnya menyekutukan Allah niku gimana

tha? Menyembah selain Allah, jadi anda misalnya menyembah

matahari, menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya

menyembah apa sajalah selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu

dosanya besar embah.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia tidak perlu terjadi,

karena dapat menggunakan bahasa Jawa secara makna sama dengan makna dari

campur kode yang digunakan penutur.

Page 131: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut sebagai kata yang lebih mudah dalam mengungkapkan pesan.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

4) Sing lagi panas-panas niki napa ponari? Ponari nggih. Ponari nika

nek jenengan jenengan nilai niku syirik napa boten buk? Syirik napa

boten niku? Jenengan misale sakit mbah, kemudian jenengan

nyuwun dhawak, nyuwun obat dhumateng ponari niku termasuk

syirik napa boten mbah? (19)

‘Yang lagi panas-panas ini apa ponari? Ponari ya. Ponari itu kalau

anda anda nilai itu syirik apa tidak buk? Syirik apa tidak itu? anda

misalnya sakit embah, kemudian anda minta dhawak, nyuwun obat

kepada ponari itu termasuk syirik apa tidak embah.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara

yaitu /besar/, /nilai/, /sakit/, /kemudian/, dan /termasuk/. Data di atas penutur

berbicara tentang dosa syirik dan contohnya. Kalimat yang digunakan pentur

merupakan leksikon krama, jika di tulis dalam bahasa Indonesia menjadi.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

4a) Sing lagi panas-panas menika napa ponari? Ponari nggih. Ponari

menika nek jenengan jenengan biji niku syirik napa boten buk? Syirik

napa boten menika? Jenengan thuladhanipun gerah mbah, lajeng

jenengan nyuwun tombo, nyuwun obat dhumateng ponari menika

kalebet syirik napa boten mbah?

‘Yang lagi panas-panas ini apa ponari? Ponari ya. Ponari itu kalau

anda anda nilai itu syirik apa tidak buk? Syirik apa tidak itu? anda

misalnya sakit embah, kemudian anda minta dhawak, nyuwun obat

kepada ponari itu termasuk syirik apa tidak embah.

Page 132: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

karena kata yang dicampur lebih mudah terucap dan lebih perperan dalam mewakili

pikiran yang ingin diucapkan.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

5) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku

masuk akal boten buk? Watu nggih, watu dicelupke. Kan ceritane

kesamber bledek tha? Terus niku watu terus dicelupke banyu niku

mengko sok lara ngombe diminum-minum lan akhirnya sembuh.

(21)

‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode carannya pengobatannya itu

masuk akal tidak buk? Batu ya, batu dicelupkan. Kan ceritanya

tersambar petir kan? Terus itu batu terus dicelupkan air itu nanti yang

sakit minum diminum-minum dan akhirnya sembuh.’

Campur kode dari bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa dapat dilihat pada

data di atas yaitu pada kata /lihat/, /kita lihat/, /masuk akal/, /diminum-minum/,

dan /akhirnya sembuh/. Data di atas penutur berbicara mengenai pengobatan dukun

cilik ponari.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

Page 133: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

5a) Nggih kita Pirsa buk, kita pirsa metode caranipun pengobatanipun

niku masuk akal boten buk? Watu nggih, watu dicelupaken. Kan

ceritanipun kesamber bledek tha? lajeng menika watu enika

dipuncelupake banyu menika mengko sok gerah ngunjuk dipununjuk-

dipununjuk lan akhiripun saras.

‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode carannya pengobatannya itu

masuk akal tidak buk? Batu ya, batu dicelupkan. Kan ceritanya

tersambar petir kan? Terus itu batu terus dicelupkan air itu nanti yang

sakit minum diminum-minum dan akhirnya sembuh.’

Dari analisis tersebut campur kode unsur bahasa Indonesia dapat diganti

dengan bahasa Jawa, secara makna dapat mengantikan dengan makna dari campur

kode yang digunakan penutur tersebut. Sehingga tanpa ada campu kode dari bahasa

Indonesia, kalimat tersebut bisa menggunakan bahasa Jawa. Sehingga kalimat yang

tersusun semua berbahasa Jawa tanpa mengurangi makna yang terdapat dalam

kalimat tersebut.

Faktor penyebab campur kode adalah keterbatasa bahasa (identifikasi ragam)

dan ingin menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur.

Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa,

dan pengulangan kata. Fungsi dari campur kode tersebut sebagai ragam dari ragam

resmi dan berfungsi untuk menerangkan sesuatu hal kepada peserta tutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

6) Misale ndek emben jenengan kula isyarataken misale mbahe iki lara,

lara untu nggih, jenengan mendatanggi dukun, nggih mengkih insya

Allah untune mbah Siam sembuh, tapi syarate napa mangkih jam

rolas ngawa banyu kembang adus ngawa pitik, pitike warnane ireng,

terus napa namine betha, betha wedus lha niku misale. (29)

‘Misalnya kala dulu anda saya ibaratkan misalnya embah ini sakit,

sakit gigi, anda mendatanggi dukun, ya nanti atas kehendak Allah

giginya mbah Siam sembuh, tapi syaratnya apa nanti jam dua belas

Page 134: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

membawa air kembang masih membawa ayam, ayam warnanya hitam,

terus apa namanya membawa, membawa kambing lha itu misalnya.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas antara

lain yaitu /mendatanggi/, /sembuh/, dan /tapi/.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

6a) Misalipun kala emben jenengan kula isyarataken misale mbahe iki

gerah, gerah untu nggih, jenengan ngrawuhi dukun, nggih mengkih

insya Allah untunnipun mbah Siam saras, nanging syaratipun napa

mangkih jam kalih welas mbetha banyu kembang siram ngange pitik,

pitikipun warnannipun ireng, lajeng napa naminnipun betha, betha

wedus lha menika misalipun.

‘Misalnya kala dulu anda saya ibaratkan misalnya embah ini sakit,

sakit gigi, anda mendatanggi dukun, ya nanti atas kehendak Allah

giginya mbah Siam sembuh, tapi syaratnya apa nanti jam dua belas

membawa air kembang masih membawa ayam, ayam warnanya hitam,

terus apa namanya membawa, membawa kambing lha itu misalnya.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa. Data tersebut juga ada kekliruan dalam menyebut /lara/

‘sakit’ seharusnya dengan kata /gerah/ untuk menghormati mitra tutur dengan

leksikon krama.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam bahasa dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan katadan pengulangan kata. Fungsi dari

campur kode tersebut untuk ragam ragam dan lebih berperan dalam mewakili pikiran

yang ingin diucapkan serta untuk menerangka terhadap sesuatu hal.

Page 135: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

7) Dados nek misale empun diantara ibuk-ibuk misale mawon nggih buk

melakukan syirik niku segera bertaubat kersane amale ditrima

deneng Allah Swt. Kemudian syirik niku wonten kalih nggih buk,

syirik niku wonten kalih napa namine, syirik besar lan syirik kecil.

(32)

‘Jadi kalu misanya saudah diantara ibu-ibu misalnya saja ya

melakukan syirik itu segera bertaubat agar amal anda ditrima oleh

Allah. Kemudian syirik itu ada dua ya buk, syirik itu ada dua apa

namanya, syirik besar dan syirik kecil.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/diantara/, /melakukan/, /segera bertaubat/, /Kemudian/, /besar/, /kecil/, dan

/atau/. Campur kode diatas sebagian berupa kata penghubung (/kemudian/ dan

/atau/) dan ukuran (/besar/ dan /kecil/). Kalimat yang digunakan penutur dari

kalimat di atas merupakan bahasa Jawa ragam madya.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

7a) Dados menawi contonipun empun saking ibuk-ibuk contonipun

mawon nggih buk tumindhak syirik menika cepet taubat kersane

amal panjenengan dipun trima deneng Allah. Lajeng syirik menika

wonten kalih nggih buk, syirik menika wonten kalih napa namine,

syirik ageng lan syirik alit.

‘Jadi kalu misanya saudah diantara ibu-ibu misalnya saja ya

melakukan syirik itu segera bertaubat agar amal anda ditrima oleh

Allah. Kemudian syirik itu ada dua ya buk, syirik itu ada dua apa

namanya, syirik besar dan syirik kecil.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur.

Page 136: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Sedangkan

fungsi dari campur kode yang muncul dari kalimat tersebut kata yang lebih berperan

dalam tuturan dan sebagai penjelas dan himbauan terhadap peserta tutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

8) Kathah tha, lha nek nek jaman sekarang nggih buk napa, napa

namine orang-orang kota niku kalau udah embah-embah ngoten

niku, tau orang-orang kota nggeh buk? (37)

‘Banyakan, lha kalau jaman sekarang ya buk apa, apa namanya orang-

orang kota itu kalau sudah kakek-nenek seperti itu, tau orang-orang

kota ya bu?’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/sekarang/, /orang-orang kota/, /kalau udah/, dan /tau/, campur kode tersebut

tejadi dalam tuturan berbahasa Jawa krama, campur yang muncul sebagai penunjuk

orang (orang kota) dan waktu (jaman sekarang).

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

8a) Katah tha, lha nek nek jaman sakniki nggih buk napa, napa

naminipun tiyang-tiyang kutha menika yen empun embah-embah

ngoten niku, ngerthos tiyang-tiyang kutha nggeh buk?

‘Banyakan, lha kalau jaman sekarang ya buk apa, apa namanya orang-

orang kota itu kalau sudah kakek-nenek seperti itu, tau orang-orang

kota ya bu?’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

Page 137: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Sedangkan

fungsi dari campur kode yang muncul dari kalimat tersebut kata yang lebih berperan

dalam tuturan dan sebagai penjelas dan himbauan terhadap peserta tutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

9) Jenengan diumpamane di taruh panti jompo purun napa boten niku

buk, mbah, mbah Painah? Umpamine jenengan di taruh di panti

jompo purun napa boten mbah? (38)

‘Anda dimisalkan di taruh panti jompo mau apa tidak itu buk, embah,

embah Painah? Seandainya anda di taruh di panti jompo mau apa tidak

embah?’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

yaitu; /di taruh/ dan /dikasih/, kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang

diajukan oleh penutur kepada mita tutur (nenek).

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

9a) Jenengan diumpamiaken di dheleh panti jompo purun napa boten

menika buk, mbah, mbah Painah? Umpamine jenengan di dheleh

wonten panti jompo purun napa boten mbah?

‘Anda dimisalkan di taruh panti jompo mau apa tidak itu buk, embah,

embah Painah? Seandainya anda di taruh di panti jompo mau apa tidak

embah?’

Page 138: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam karena keterbatasan

bahasa sehingga mengunakan ragambahasa lain. Campur kode di atas termasuk jenis

campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode yang muncul dalam kalimat

tersebut adalah sebagai ragam bahasa, penutur sering menggunakan bahasa Indonesia

dalam aktifitas keseharian di ponpes.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

10) Tapi tetep yakin apa namine niku tetep tersiksa buk. Umpamine tebih

kalih anake kalih mantune niku tetep hatine tetep hatine tersiksa. (42)

‘Tapi tetap yakin apa namanya itu tetap tersiksa buk. seandainya jauh

dengan anaknya sama memantunya itu itu tetap hatinya tetap tersiksa.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/tapi/, /apa/, dan /tersiksa/. Kalimat tersebut menjelaskan kepada peserta tutur

khususnya para Ibu bahwa bahwa orang yang sudah tua jika jauh dengan anak dan

dengan menantunya hatinya tersiksa tidak tentram.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

10a) Nanging tetep yakin napa namininpun menika tetep rekaos buk.

Umpaminipun tebih kalih putranipun kalih mantunipun menika tetep

atinnipun tetep manahipun rekaos.

‘Tapi tetap yakin apa namanya itu tetap tersiksa buk. seandainya jauh

dengan anaknya sama memantunya itu itu tetap hatinya tetap tersiksa.’

Page 139: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi

ragam, terlihat pada penutur yang kesulitan mencari leksikon bahasa Indoneisa

dalam menjelaskan sesuatu kepada peserta tutur. Campur kode di atas termasuk jenis

campur kode penyisipan kata dan jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut adalah untuk ragam bahasa dan alih kode tersebut lebih

berperan dalam penyampaian kalimat dengan kondisi penutur yang sesulitan dalam

menggunakan bahasa Jawa.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

11) Misale kita membayangkan misale ibu niki nggih buk. […] Dados

ibu melahirkan niku katanya nggih nyawane kanggo taruhan, yen

boten mati nggih hidup. (44)

‘Misalnya kita membayangkan misalnya ibu ini ya buk. Jadi itu

melahirkan itu katanya ya nyawanya buat taruhan, kalau tidak mati ya

hidup.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu;

/membayangkan/, /melahirkan/, /katanya/, dan /hidup/. Penutur menerangkan

bahwa pengorbanan ibu terhadap anak pada waktu melahirkan diantara hidup dan

mati.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

Page 140: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

11a) Misalipun kita bayangaken Misalipun ibu menika nggih buk. […]

Dados ibu nglairaken menika sanjengngipun nggih nyawane kanggo

taruhan, menawi boten seda nggih gesang.

‘Misalnya kita membayangkan misalnya ibu ini ya buk. Jadi itu

melahirkan itu katanya ya nyawanya buat taruhan, kalau tidak mati ya

hidup.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang dipengaruhi oleh

kemampuan dan kebahasaan menggunakan bahasa Indonesia setiap harinya.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

12) Inkang jamane sahabat niku wonten namine, namine Abdhullah Bin

Syayid niku napa namine ngendong ibue buk, ngendong ibue niku

saking mekah teng madinah niku ngendong teng kota nek biyen nek

digendong niku jaraknya niku sekitar nggih puluhan meter buk,

puluhan ribu meter niku buk. (47)

‘Pada jamanya sahabat itu ada orang namanya, namanya Abdhullah

anak dari Syayid itu apa namanya mengendong ibunya buk,

mengendong ibunya dari Mekah ke Medinah itu mengendong ke kota

kalau dulu kalau mengendong itu jaraknya itu ya puluhan meter buk,

puluhan ribu meter itu buk.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/sahabat/, /jaraknya/, dan /puluhan ribu/. Penutur dalam kalimat di atas

menyampaikan tentang sahabat Nabi sayang terhadap ibunya.

Page 141: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

12a) Ingkang jamanipun sahabat menika wonten asmanipun Abdhullah Bin

Syayid menika napa namine ngendong ibue buk, ngendong ibue

menika saking mekah dateng madinah menika ngendong dateng kutha

menawi biyen menawi digendong menika jarakipun punika sekitar

nggih puluhan meter buk, puluhan ewu meter punika buk.

‘Pada jamanya sahabat itu ada orang namanya, namanya Abdhullah

anak dari Syayid itu apa namanya mengendong ibunya buk,

mengendong ibunya dari Mekah ke Medinah itu mengendong ke kota

kalau dulu kalau mengendong itu jaraknya itu ya puluhan meter buk,

puluhan ribu meter itu buk.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Kecuali “sahabat” tidak bisa diganti dengan bahasa Jawa karena makna akan

rancu, “sahabat” dari kalimat tersebut artinya ‘orang pengikut Nabi Muhammmad

yang hidup semasa dengan beliau’.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut adalah sebagai ragam yang lebih berperan dalam penyampaian

kalimat tersebut.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

13) Mbah kersane kula diparinggi panen sing kathah, kula diparinggi

beras, kula diparigi kersane dinten selasa kula angsal entuk, angsal

arisan. Lha niku malah kewalikan tha. (52)

Page 142: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Embah agar saya diberi panen yang banyak, saya beri beras, saya di

beri agar hari selasa saya dapat, dapat arisan. Lha itu malah kebalik

kan.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

‘kebalik’ atau ‘terbalik’. Dari kalimat di atas penutur menjelakan kapada mitra tutur

contoh perbuatan yang keliru.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

13a) Mbah supayanipun kula diparinggi panen sing katah, kula diparinggi

beras, kula diparigi kersanipun dinten selasa kula angsal arisan. Lha

menika malah kosok wangsulipun tha.

‘Embah agar saya diberi panen yang banyak, saya beri beras, saya di

beri agar hari selasa saya dapat, dapat arisan. Lha itu malah kebalik

kan.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam karena penutur

mengalami keterbatasan bahasa. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode

penyisipan kata. Funsi dari campur kode tersebut sebagai kalimat yang mudah

terucap oleh penutur, menginggat penutur dalam keseharian sering menggunakan

bahasa Indonesia.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

14) Lha sing dipotong niku nggendine tha niku? Wonten riwayat niku

sing dipotong niku mbah pergelangan mriki dipotong, nek tasih

nyuri meleh niku wonten riwayat niku kemudian kakinya, kakinya

Page 143: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

kiri, kaki kiri haa. Kemudian masih nyuri lagi niku dipotong

tanggannya kiri haa. Terus nyuri lagi dipotong tangan kanan,

kaki kanan terus nyuri lagi niku di asingkan, dados dicing lah. Napa

namine diasingkan kon minggat napa pripun, niku buk menawi

ngoten niku niku nek pelaku pencuri mbah. (56)

‘Lha yang dipotong itu dimana sih itu? Ada riwayat itu yang dipotong

itu embah pergelangan ini dipotong, kalau masih mencuri lagi itu ada

riwayat itu kemudian kaki, kaki kiri pencuri, kaki kiri haa. Kemudian

masih mencuri lagi itu dipotong tangan kiri terus mencuri lagi

dipotong tangan kanan, kaki kanan terus mencuri lagi diasingkan, jadi

dikucilkan apa namanya diasingkan suruh pergi apa gimana, itu kalau

seperti itu kalau pelaku pencuri embah.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/dipotong/, /pergelangan/, /nyuri/, /kakinya kiri/, /kaki kiri/, /Kemudian masih

nyuri lagi/, /dipotong tanggannya kiri/, /nyuri lagi dipotong tangan kanan/, /di

asingkan/, dan /pelaku pencuri/. Penutur dalam data tersebut menerangkan kepada

mitra tutur tentang hukum bagi orang yang mencuri bernilai banyak.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

14a) Lha ingkang dipuntugel menika ingkang pundi tha niku? Wonten

riwayat menika ingkang dipuntugel menika mbah ugel-ugel mriki

dipuntugel, menawi tasih nyolong meleh menika wonten riwayat

menika lajeng sukunipun, sukunipun kiwa, haa. lajeng tasih nyolong

meleh menika dipuntugel asthanipun kiwa haa. Terus nyolong meleh

dipuntugel asthanipun tengen, sukunipun tenggen lajeng nyolong

melih menika dipun negake, dados dicing. Napa namine dicing ken

minggat napa pripun, menika buk menawi ngoten niku niku menawi

tiyang nyolong mbah.

‘Lha yang dipotong itu dimana sih itu? Ada riwayat itu yang dipotong

itu embah pergelangan ini dipotong, kalau masih mencuri lagi itu ada

riwayat itu kemudian kaki, kaki kiri pencuri, kaki kiri haa. Kemudian

masih mencuri lagi itu dipotong tangan kiri terus mencuri lagi

dipotong tangan kanan, kaki kanan terus mencuri lagi diasingkan, jadi

dikucilkan apa namanya diasingkan suruh pergi apa gimana, itu kalau

seperti itu kalau pelaku pencuri embah.’

Page 144: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan penyisipan

klausa. Fungsi dari campur kode tersebut untuk menjelaskan dan menafsirkan kepada

peserta tutur yang diangap lebih mudah dengan bahasa yang dicampur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

15) Nek ngoten niku insya Allah kapok tha buk. Nek wonten pencuri terus,

terus dingoten nikukan boten kapok maleh, boten nyoba-nyoba meleh

yen ngoten tha tapi niki nggih wonten batesane. (57)

‘Kalau seperti itu atas kehendak Allah (inya Allah) kapok kan buk.

Kalau ada pencuri terus, terus dilakukan seperti itu kan tidak kapok

lagi, tidak mencoba-coba kembali kalau seperti itu tapi ini ya ada

batasanya.’

Wujud campur kode pada data di atas merupakan lanjutan dari data sebelunya

yang berbicara tentang hukuman seorang pencuri. Unsur terkecil yang merupakan

wujud campur kode dari data di atas yaitu ‘pencuri’ dan ‘tapi’.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

15a) menawi ngoten niku insya Allah kapok tha buk. menawi wonten tiyang

maling lajeng dipunngotennikukan boten kapok meleh, boten nyoba-

nyoba meleh menawi ngoten tha nanging menika nggih wonten

batesanipun.

Page 145: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Kalau seperti itu atas kehendak Allah (inya Allah) kapok kan buk.

Kalau ada pencuri terus, terus dilakukan seperti itu kan tidak kapok

lagi, tidak mencoba-coba kembali kalau seperti itu tapi ini ya ada

batasanya.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Funsi dari campur kode tersebut

sebagai kalimat yang lebih berperan dalam menyebut seorang yang diceritakan dalam

kalimat tersebut dan sebagai mempermudah kalimat.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

16) Batesane sing diambil niku ukurane sak napa tha? Mosok nek nyuri

pelem, nyuri rambutan mawon kok dikethok niku ketoe kejem banget

agama Islam niku. Kok mosok nyuri pelem, nyuri pitik kok dikethok

tangane, kok kejem sekali. (58)

‘Batasannya yang diambil itu ukuranya seberapa sih? Masak kalau

mencuri mangga, mencuri rambutan saja kok dipotong itu kelihatanya

kejam sekali agama Islam itu. Kok masak mencuri mangga, mencuri

ayam kok dipotong tanganya, kok kejam sekali.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/diambil/, /Masak/, /nyuri/, /kejem/, /banget /, dan /kejem sekali/.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

16a) Batesanipun ingkang dipun pendhet menika ukuranipun sepinten?

Mosok menawi nyolong pelem, nyolong rambutan mawon kok

dipunkethok menika kadhose ngenes banget agama Islam menika. Kok

mosok nyolong pelem, nyolong pitik kok dipunkethok astonipun, kok

ngenes banget.

Page 146: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Batasannya yang diambil itu ukuranya seberapa sih? Masak kalau

mencuri mangga, mencuri rambutan saja kok dipotong itu kelihatanya

kejam sekali agama Islam itu. Kok masak mencuri mangga, mencuri

ayam kok dipotong tanganya, kok kejam sekali.

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga jika tidak mengunakan bahasa lain selain bahasa Jawa kalimat

tersebut dapat ditrima oleh orang lain.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi

ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, dan

penyisipan frasa. Fungsi campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang

mudah diucapkan oleh penutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

17) Dados nek dicuri niku ukurane napa namine seper empat dinar,

seper empat dinar niku nek dirupiahke berapa buk? Satu dinar niku

berapa? (59)

‘Jadi kalau dicuri itu ukuranya apa namanya satu seper empat dinar

satu seper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa buk? Satu dinar

itu berapa?’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/dicuri/, /seper empat/ ‘satuper empat’, /berapa buk/, /satu/, dan /berapa/.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

17a) Dados menawi dipuncolong menika ukuranranipun napa namine

seprapat dinar, seprapat dinar menika menawi dirupiahake pinten

buk? setunggal dinar menika pinten?

Page 147: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Jadi kalau dicuri itu ukuranya apa namanya satu seper empat dinar

satu seper empat dinar itu kalau dirupiahkan berapa buk? Satu dinar

itu berapa?’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi

campur kode tersebut sebagai kata yang lebih berperan dalam menebut sesuatu dan

inggin bertanya terhadap mitra tutur dengan kode yang mudah diucapkan.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

18) Nggih niku setuju napa boten nek hukum ngoteniku, setuju tha? […]

Katah-katah bohongge, sering ngapusi yen ngomong menclamencle,

boten pas di takok ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten

pas lah, boten pas. (62)

‘Ya itu setuju apa tidak kalau hukuman seperti itu, setuju kan?

Banyak-banyak berbohong, sering menipu kalau berbicara asal bicara,

tidak pas ditanya sering berbolak-balik arah, yang penting tidak pas

lah, tidak pas.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/setuju/, /hukuman/, dan /sering/.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

Page 148: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

18a) Nggih menika sarujuk napa boten menawi ukuman ngoteniku,

sarujuk tha? […] Katah-katah ngapusi, gaweanipun ngapusi menawi

ngendhika mencla-mencle, boten pas dipun suwuni pirsa ngetan

ngulon ngalor ngidul, sing penting boten pas.

‘Ya itu setuju apa tidak kalau hukuman seperti itu, setuju kan?

Banyak-banyak berbohong, sering menipu kalau berbicara asal bicara,

tidak pas ditanya sering berbolak-balik arah, yang penting tidak pas

lah, tidak pas.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

karena peranan dari kata yang mudah terucap dan lebih berperan dalam

menyampaikan hal tersebut.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

19) Nggih mbah niki nggih hampir sama. Sihir niku nggih nggih sihir

misale nek nggih ngomong napa melet niku nggih termasuk dosa

besar. […] Dados napa namine nyembelih sesuatu niku boten untuk

Allah, nek biasane nek ngen kula niku nek dinten sura, bulan sura niku

katah ngotenniku buk. (66)

‘Ya embah ini ya hampir sama. Sihir itu ya sihir misalnya kalau ya

berbicara apa pelet itu termasuk dosa besar. Jadi apa namanya

menyembelih sesuatu itu tidak untuk Allah, kalau biasanya kalau

ditempat saya itu kalau hari syura, bukan syura itu banyak seperti itu

buk.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,

/hampir sama/, /sihir/, /termasuk dosa besar/, /nyembelih sesuatu/ ‘menyembelih

sesuatu’, dan /untuk/.

Page 149: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

19a) Nggih mbah niku nggih mirip. Sihir niku nggih nggih sihir misalipun

menawi nggih ngendhika napa melet menika nggih kalebet dosa

ageng. […] Dados napa naminipun belih napa menika boten kangge

Allah, nek biasanipun nek ngen kula menka nek dinten sura, bulan

sura niku katah ngotenniku buk.

‘Ya embah ini ya hampir sama. Sihir itu ya sihir misalnya kalau ya

berbicara apa pelet itu termasuk dosa besar. Jadi apa namanya

menyembelih sesuatu itu tidak untuk Allah, kalau biasanya kalau

ditempat saya itu kalau hari syura, bukan syura itu banyak seperti itu

buk.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Kecuali sihir jika makna dalam bahasa Jawa cenderung rancu, tidak perlu

diganti.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan penyisipan

klausa. Fugsi dari campur kode tersebut sebagai kata yang lebih berperan dalam

situasi sosial dan berfungsi sebagai menjelaskan tentang perbuatan dosa.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

20) Boten nggih, dados nggih kula niku wonten Magetan niki wonten

Perguruan beladiri niku pakaianya item sedhaya, item-item niku.

Niku nek pas sura niku mesthi beleh pitik mbah. (68)

‘Tidak ya, jadi ya saya itu ada di Magetan ini ada perguruan beladiri

itu pakaianya hitam semua, hitam-hitam itu. Itu kalau pas (bulan)

syura itu pasti menyembelih ayam embah.’

Page 150: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/perguruan beladiri/, /pakaianya item/ ‘pakaanya hitam’, dan /item-item/ ‘hitam-

hitam’.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

20a) Boten nggih, dados nggih kula niku wonten Magetan punika wonten

Perguruan beladiri niku pakaianya ireng sedhaya, ireng-ireng niku.

Niku nek pas sura niku mesthi beleh pitik mbah.

‘Tidak ya, jadi ya saya itu ada di Magetan ini ada perguruan beladiri

itu pakaianya hitam semua, hitam-hitam itu. Itu kalau pas (bulan)

syura itu pasti menyembelih ayam embah.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan frasa, dan pengulangan

kata. Fungsi dari campur kode tersebut adalah sebagai peranan edukasi untuk

menyebut sesuatu hal tersebut.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

21) Niku percaya sekali niku mbah, niku nggih tiyang-tiyang nem-neman

niku, nggih seumuran saya ngeteniki. (69)

‘Itu percaya sekali itu embah, itu ya orang-orang muda-muda itu, ya

seumuran saya seperti ini.’

Page 151: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/percaya sekali/, dan /seumuran saya/. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan

dengan menunjuk obyek berupa pemuda.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

21a) menika percaya sanget menika mbah, punika nggih tiyang-tiyang

nem-neman niku, nggih saumuran kula ngeteniki.

‘Itu percaya sekali itu embah, itu ya orang-orang muda-muda itu, ya

seumuran saya seperti ini.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi

ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi

dari campur kode tersebut adalah sebagai ragam bahasa yang digunakan penutur dan

sebagai peranan yang menunjukkan keadaan penutur sebagai siswa yang menuntut

ilmu di ponpes.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

22) […] mangkih nek dinten sura niku ditandingkan, diadu kemudian nek

bar diadu niku napa namine dibeleh, dibeleh niki terus napa sing

saget mendet napa mendet atine, kan dibelah nek mendet atine atine

pitik juga terus diuntal terus dipangan niku tanpa dimasak. (70)

‘Nanti kalau hari syura itu dipertandingkan, diadu kemudian kalau

diadu itu apa namanya dipotong, dipotong ini terus apa yang bisa

Page 152: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

mengambil apa hati ayam, kan di potong kalau mengambil hati ayam

juga terus ditelan terus dimakan itu tanpa dimasak.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,

/diadu/, /kemudian/, /dibelah/, /juga terus/, dan /dimasak/. Campur kode yang

terjadi berupa tuturan berbahas Jawa.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

22a) […] mangkih menawi dinten sura menika ditandingaken, didhu lajeng

nek bibar didhu niku napa namine dibeleh, dibeleh niki lajeng napa

ingkang saget mendet napa mendet manahipun, kan dibeleh nek

mendhet atinipun pitik lajeng diuntal dupun dhahar niku tanpa

dipunmasak.

‘Nanti kalau hari syura itu dipertandingkan, diadu kemudian kalau

diadu itu apa namanya dipotong, dipotong ini terus apa yang bisa

mengambil apa hati ayam, kan di potong kalau mengambil hati ayam

juga terus ditelan terus dimakan itu tanpa dimasak.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Kecuali kata “dimasak” jika digandi di ‘ghodhok’ maka tidak akan sesuai

karena artinya, sedangan “dimasak” beraneka ragam caranya.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa. Fungsi dari

campur kode tersebut adalah sebagai campuran kode yang mudah terucap oleh

penutur dan fungsi untuk menjelaskan tentang sesuatu yang bertahap.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

Page 153: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

23) Niku katanya niku mangkih sangar ngaten, gelute bagus ngaten kaya

Jacky Chan nggih nggen tipi ngoteniku. Menangan mbah dadose wong

pira dilawan, nek jare nek isoh napa niku nggih percaya tiyang-tiyang

niku percaya buk. Niku jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik namine niku.

(71)

‘Itu katanya itu nanti garang begitu, berkelahi bagus begitu seperti

Jack Chan ya ditelevisi seperti itu. Selalu menang embah jadi

orangnya berapa dilawan, kalau katanya kalau bisa apa itu ya percaya

orang-orang itu percaya buk. Itu jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik

namanya itu.’

Unsur terkecil dari data di atas yang merupakan wujud campur kode bahasa

Indonesia dalam kalimat berbahasa Jawa yaitu, /katanya/, /bagus/, dan /dilawan/.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa Indonesia

diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

23a) Niku sanjangipun niku mangkih sangar ngaten, gelute sae ngaten

kaya Jacky Chan nggih nggen tipi ngoteniku. Menangan mbah dadose

tiang pinten dipunlawan, sanjangipun menawi saget napa niku nggih

percaya tiyang-tiyang niku percaya buk. Niku jelas-jelas syirik jelas-

jelas syirik namine niku.

‘Itu katanya itu nanti garang begitu, berkelahi bagus begitu seperti

Jack Chan ya ditelevisi seperti itu. Selalu menang embah jadi

orangnya berapa dilawan, kalau katanya kalau bisa apa itu ya percaya

orang-orang itu percaya buk. Itu jelas-jelas syirik jelas-jelas syirik

namanya itu.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

adalah sebagai kata yang berperan dalam mewakili fikikran dari penutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

Page 154: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

24) Sing merah-merah niku, niku tapak suci namine buk. Nek niku insya

Allah boten wontenlah unsur-unsur seperti itu. (74)

‘Yang merah-merah itu? Itu tapak suci namanya buk, kalau itu insya

Allah tidak ada unsur-unsur seperti itu.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode yang nampak pada

kalimat tersebut adalaha ‘merah-merah’ dan ‘seperti itu’. Kalimat tersebut

menjawab pertanyaan peserta tutur tentang kelompok bela diri, apakah ada unsur

syirik.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

24a) Sing abang-abang punika? menika tapak suci naminipun buk, menawi

niku insya Allah boten wonten unsur-unsur kadhos niku.

‘Yang merah-merah itu? Itu tapak suci namanya buk, kalau itu insya

Allah tidak ada unsur-unsur seperti itu.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan identifikasi

ragam. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata, penyisipan

frasa, dan pengulangan kata. Fungsi dari campur kode tersebut adalah sebagai kata

yang berperan dalam situasi sosial yang lebih memasyarakat dan sebagai ragam yang

mudah untuk menyebut untuk sesuatu hal.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

25) Nggih boten napa-napa istiqomah sing semangat inggih insya Allah

mangkih dapat balasanya sendiri nggih. […] Niki kula akhiri nggih

Page 155: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

mbah mangkih nek wonten ditangletke pertemuan depan nggih bisa

disambung. (77)

‘Ya tidak apa-apa istiqomah (teguh pendirian) yang semangat ya insya

Allah nanti dapat balasanya sendiri ya. Ini saya akhiri ya embah nanti

kalau ada ditanyakan pertemuan depan ya bisa disambung.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,

/semangat/, /dapat balasanya sendiri/, pertemuan depan/, dan /bisa disambung/.

Kalimat tersebut merupakan himbauan dan penutup dari kegiatan ta’lim.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

26) Saget niku mangkih diubah kalian pribadinipun piamba-piyambak.

(88)

‘Bisa itu nanti diganti dengan diripribadi sendiri-sendiri.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/diubah/ ‘dirubah’.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, dari bahasa

Indonesia diganti dengan bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

26a) Saget niku mangkih dipunganthos kalian pribadinipun piyambak-

piyambak.

‘Bisa itu nanti diganti dengan diripribadi sendiri-sendiri.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Indonesia dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur. Sehingga tanpa ada campuran dari bahasa Indonesia, kalimat tersebut bisa

menggunakan bahasa Jawa.

Page 156: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

adalah untuk menujukkan peranan dalam percampuran bahasa yang mudah

diucapkan.

2) Campur Kode Bahasa Arab dalam Bahasa Jawa

Di bawah ini merupakan wujud campur kode bahasa Arab dalam tuturan

kalimat berbahasa Jawa.

1) Maksute pacaran niku nggih cuma berdua-duaan kalian Allah diwaktu-

waktu yang mustajab, […]. (11)

‘Maksudnya pacaran itu ya cuma berdua-duaan dengan Allah diwaktu-

waktu yang terkabul.’

Wujud campur kode yang digunakan oleh penutur (santri PDS) yaitu, kata

/mustajab/ ‘terkabul’. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan tentang cara

mendekatkan diri dengan Allah.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi

bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

1a) Maksutipun pacaran niku nggih namung kalian Allah wonten wedal

dipunkabulaken, […].

‘Maksudnya pacaran itu ya Cuma berdua-duaan dengan Allah

diwaktu-waktu yang terkabul.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Arab dapat diganti dengan bahasa

Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan penutur.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan. Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

Page 157: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

merupakan campur kode yang lebih berperan atau lebih popular dalam tigkat sosial

umat Islam dan lebih mudah terucap oleh penutur.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

2) Lha terus sakniki nggih dibagi cabang-cabang, sakjane niku boten

wonten manfa’at yen niku tertegak iman lan taqwa kalian ammar

ma’ruf nahi munkar. Pada wae yen Muhammadiyah tasih wonten

ndangndutan ngajakke ndangndutan padahal muhammadiyah, tasih

ngadakke kaya klenikan kaya napa niku sejenise. (133)

‘Lha terus sekarang ya dibagi cabang-cabang, semestinya itu tidak ada

manfa’at kalau itu ditegakkan oleh keimanan dan ketaqwaan.

Mengerjakan amal yang baik dan mencegah perbuatan buruk. Sama

saja kalau Muhammadiyah masih ada dangdutan mengajak berdangdut

padahal Muhammadiyah, masih mengadakan seperti syirik seperti apa

itu sejenisnya.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /ammar ma’ruf nahi munkar/ ‘mengerjakan amal yang baik dan

mencegah perbuatan buruk’.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi

bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

2a) Lha lajeng sakmenika nggih dipunpara cabang-cabang, estu menika

boten wonten manfa’atipun menawi niku jejekipun iman lan taqwa

kalian tumindhak sae lan brantas tumindhak ala. Pada wae yen

Muhammadiyah tasih wonten ndangndutan ngajak ndangndutan

padahal Muhammadiyah, tasih wontenake kaya klenik kaya napa

menika sakjenisipun.

‘Lha terus sekarang ya dibagi cabang-cabang, semestinya itu tidak ada

manfa’at kalau itu ditegakkan oleh keimanan dan ketaqwaan.

Mengerjakan amal yang baik dan mencegah perbuatan buruk. Sama

saja kalau Muhammadiyah masih ada dangdutan mengajak berdangdut

padahal Muhammadiyah, masih mengadakan seperti syirik seperti apa

itu sejenisnya.’

Page 158: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Arab dapat diganti dengan bahasa

Jawa, tetapi akan menimbulkan makna yang agak rancu karena dalam ta’lim

menerangkan tentang ilmu agama Islam yang bersumber dari bahasa Arab. Sehingga

untuk selanjutnya, teknik lanjutan ubah wujud tidak digunakan dalam campur kode

bahasa Arab.

Faktor penyebab campur kode adalah menjelaskan dan penafsiran. Campur

kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode

tersebut sebagai penjelasan terhadap sikap yang dilarang dan anjurkan oleh Tuhan

dengan unkapan berupa campur kode tersebut.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

3) Tapi nek ahlusunnah wal jamma’ah mengikuti sahabat lan

Rosullulah, insya Allah niku adalah Islam yang benar. (134)

‘Tetapi kalau mengikuti sunah dan berjama’ah mengikuti sahabat dan

Rosullullah (utusan Allah), atas kehendak Allah itu adalah Islam yang

benar.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /ahlusunnah wal jamma’ah/, ‘mengikuti sunah nabi dan berjama’ah’.

Penutur dalam kalimat tersebut merbicara tentang Islam yang benar.

Faktor penyebab campur kode adalah untuk menjelaskan sesuatu hal. Campur

kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode

tersebut sebagai penjelasan dan penerjemahan dari ungkapan yang bersumber dari

ilmu hadits yang berahasa Arab.

Page 159: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

4) […]ingkang sampun betha kita saking jaman jahilliyah dhumateng

jaman islamiah menika dinulislam. (138)

‘yang ke-dua tidak henti-hentinya kita panjatkan puji syukur kepada

kita anda semua apa, sholawat dan salam kepada Rosullullah Saw,

yang sudah membawa kita dari zaman kebodohan, kepada zaman

islam yaitu agama Islam.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu /dinulislam/ ‘agama / jalan hidup Islam’.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

sebagai peranan dalam kepentingan untuk menyebut persamaan dalam kata yang

sebelumnya “islamiah” dengan “dinul Islam”. Kata tersebut lebih sesuai karena arti

dinul Islam tidak hanya sebagai agama atau peribadatan tetapi sebagai jalan hidup

sebagai pedoman, penggatur, dan hukum agar tidak tersesat dalam hidup di dunia.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

5) Saking Abu Hurairrah Radhianhu ngendhika, Rosullulah Saw punika

ngendhika dhumateng kita sedaya minhusni islam dari Alamat napa

dari alamat seorang muslim punika meningalkan dari dari

kesempurnaan, seorang muslim punika niku meningalkan hal-hal

ingkang boten berguna. (141)

‘Dari Abu Hurairrah Radhianhu berkata, Rosullulah Saw ngendhika

kepada kita semua sebagian dalam Islam dari Alamat apa dari alamat

seorang muslim itu meningalkan dari dari kesempurnaan, seorang

muslim itu meningalkan hal-hal yang tidak berguna.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /minhusni islam/ ‘sebagian dalam Islam’. Penutur dalam kalimat tersebut

menerangkan tentang hadits.

Page 160: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor penyebab campur kode adalah untuk menjelaskan sesuatu hal. Campur

kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode

tersebut berguna sebagai penjelasan atau penafsiran dari suatu ilmu yang bersumber

dari hadits, hal tersebut sebagai penempatan seseorang penutur yang mengetahui atau

memahami bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

6) Bahwasanya tiyang muslim punika mas’ul napa bertanggung jawab,

bertangung jawab atas pekerjaan-pekerjaan inkang sampun kita

lakokaken. (146)

‘Bahwasanya orang muslim itu bertanggung jawab apa bertangung

jawab, bertangung jawab atas pekerjaan-pekerjaan yang sudah kita

lakukan.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu /mas’ul/ ‘bertanggung jawab’. Penutur dalam kalimat di atas menerangkan

tentang tanggung jawab apa yang dikerjakan orang Islam.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata.

Fungsi dari wujud campur kode tersebut sebagai penjelasan terhadap peserta tutur

dari suatu pengetahuan serta menunjukkan bahwa penutur selain bahasa Jawa dan

bahasa Indonesia juga menguasai bahasa Arab. Bahasa Arab yang muncul

dipengaruhi juga karena penutur terbiasa mengunakan dan menguasai bahasa

tersebut.

Page 161: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

7) Saking omonge kita sedhaya nek kita omonge mungkin sak

bendintenne ngomongake tentang kebaikan, mugkin dzikir dhumateng

Allah Swt, insya Allah benjang ing yaumul qiyamah kita badhe

dimasokake dhumateng Allah Swt, lan ananging tiyang-tiyang inkang

boten saget njaga lisanipun benjeng nggih ajeng disenggeni ajeng

dikei inggih punika neraka jahanam. (147)

‘Dari perkataan kita semua kalau kita berkata mungkin setiap hari

berkata tentang kebaikan, mungkin dzikir kepada Allah Swt, insya

Allah (atas kehendak Allah) nanti dihari kiamat kita akan di masukkan

oleh Allah Swt, dan tetapi orang-orang yang tidak bisa menjaga lisan

nati juga harus dimarahi akan diberi yaitu neraka jahanam.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /yaumul qiyamah/ ‘hari, kiamat’.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari wujud campur kode di atas

berperan sebagai ragam dari bahasa arab yang mudah atau sering digunakan dalam

kegiatan dakwah sehinga peserta tutur mengetahui arti dari wujud campur kode

bahasa Arab tersebut.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

8) Nek misale iqab wonten ndonya nggih kathah sanget buk. Iqab ndonya

nggih ibuk sampun ngerthosi ananing yen iqob wonten akhirat kita

sedhaya boten ngertosi magkih di antar kita sedhaya wonten ingkang

mlebet suwarga nggih boten ngertos, wonten ing neraka nggih boten

ngertos sedaya. (151)

‘Kalau misalnya balasan ada di dunia ya banyak sekali. Balasan dunia

ya ibu sampun mengetahui tapi kalau balasan di akhirat kita semua

Page 162: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

tidak mengetahui nanti diantara kita semua ada yang masuk syurga ya

tidak mengetahui, di dalam neraka ya tidak tau semua.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /iqab/ ‘balasan / teguran’. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia menjadi.

Faktor penyebab campur kode adalah identitas ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode tersebut

merupakan penempatan penutur dalam status sosial sebagai santri yang memahami

leksikon bahasa Arab, sehinga dalam dakwah sering menggunakanya bahasa Arab

guna menerangkan ilmu.

Wujud campur kode bahasa Arab selanjutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

9) Anangging nek tiyang muslim punika boten ngertos kewajibane napa,

yen mungkin kula niki dados tholabul ilmi, boten ngertos kewajibane

kula sebagai tholabul ilmi lha niku pripun. (154)

‘Tetapi kalau orang Islam (muslim) itu tidak mengetahui kewajibanya

apa, kalau mungkin saya ini jadi menuntut ilmu, tidak tau kewajibanya

saya sebagai penuntut ilmu lha itu gimana.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /tholabul ilmi/ ‘menuntut ilmu’. Penutur dalam kalimat tersebut

menerangkan hadits tentang menuntut ilmu, yang wajib dilakukan oleh umat Islam.

Faktor penyebab campur kode adalah identitas ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut

merupakan penempatan penutur dalam status sosial sebagai santri yang memahami

leksikon bahasa Arab, sehinga dalam menyebut status penutur dalam sosial sebagai

orang yang menuntut ilmu di Ponpes.

Page 163: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

10) Lan ingkang kaping kalih punika wadait amanah, ngelaksanaaken

amanah. (163)

‘Dan yang ke-dua itu melaksanakan amanah, melaksanakan amanah.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /wadait amanah/ ‘melaksanakan amanah. Penutur dalam kalimat tersebut

menlanjutakan tentang hadits yang diterengkan oleh penutur.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu

yang berasal dari Tuhan melalui utusan-Nya dalam bahasa Arab, sehinga dalam

menyebut penyampaian kajian sering muncul campur kode dari bahasa Arab sebagai

bahasa dunia Timur Tenggah pada umumnya Islam pada Khususnya.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

11) Nggih ingkang sepindhah nggih kita nggih wajib napa ibadah

dhumateng Allah Swt, qiroatuk qur’an. (164)

‘Ya yang pertama ya kita ya wajib apa ibadah kepada Allah Swt,

membaca qur’an.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /qiroatuk qur’an/ ‘membaca qur’an’. Penutur dalam kalimat tersebut

menerangkan tentang kewajiban seorang muslim.

Page 164: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi ragam. Campur kode di atas

termasuk jenis campur kode penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut

merupakan bahasa Arab dalam ritual dakwah yang sering menggunakan memahami

leksikon bahasa Arab yang mudah difahami dan Islami. Sehinga dalam menyebut

leksikon bahasa Arab peserta tutur sedikit lebih akrab dengan leksikon bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

12) Kan nek rasa bersyukur nuku kan kathah sanget nggih buk? Nek

nggih, Abu zaid punika ngendhika nek tiyang ingkang bersyukur

punika lan tiyang ingkang zuhud punika niku nek boten wonten niku

bersyukur dhumateng Allah Swt. (169)

‘Kan kalau rasa bersyukur kan banyak sekali ya buk? Kalau ya Abu

zaid itu berkata kalau orang bersyukur itu dan orang ingkang

meningalkan keduniawian itu kalau tidak ada itu bersyukur dhumateng

Allah Swt.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu /zuhud/ , zuhud secara bahasa atau etimologi berati ‘kurang kemauan

terhadap sesatu’ sedangkan secara istilah atau terninologi artinya suatu polahidup

yang menghindari dan meningalkan keduniawian karena ibadah kepada Allah Swt.

Sehingga orang zuhud biasanya mengisi dunia semata-mata hanya untuk mencari

ridha Allah yaitu mencapai akhirat berupa syurga. Orang zuhud terlihat dengan

kesederhanaanya dalam menjalani hidup di dunia.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata.

Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu

Page 165: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

agama Islam dalam bahasa Arab, sehinga dalam menyebut penyampaian kajian sering

muncul campur kode dari bahasa Arab sebagai bahasa dunia Islam.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

13) Lha Sakniki kita mlebet pembahasan ndek winggi sampun telas

nawaqidhu syahadat, nggih pembatal-pembatal […]. (199)

‘Lha sekarang kita masuk pembahasan waktu kemarin sudah habis

pembatal keislaman, ya pembatal-pembatal.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu /nawaqidhu syahadat/, ‘pembatal syahadat (keislaman). Penutur dalam

kalimat tersebut merupakan bagian awal pembahasan.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu

yang sesuai di sampaikan dengan menggunakan istilah dari bahasa Arab, menginggat

sehinga dalam menyebut kajian tersebut sering muncul campur kode dari bahasa

Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

14) Lha ingkang kaping satunggal niku syarate napa? Amal ingkang saget

dipun trima satunggal inggih punika becik ikhlas billahi ridha

marang dhumateng Allah Swt. (204)

‘Lha yang pertama itu syaratnya apa? Amal (perbuatan) yang bisa

diterima pertama yaitu baik iklas menerima karena Allah untuk

kepada Allah Awt.’

Page 166: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/ikhlas billahi ridha/ ‘ikhlas karena Allah dan menerima ketetapan-Nya (Allah)’.

Kalimat tersbut merupakan penjelasan tentang amal yang ditrima oleh Tuhan.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan klausa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari

leksikon bahasa Arab untuk kepentigan dakwah, sehinga penutur merasa pas dan

serta merta terucap dengan sendirinya dari kebisaan menguasai dan menggunakan

bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

15) Innalallaha layassyikru, Allah niku boten ngampuni dosa syirik,

hanangging ngampuni dosa-dasa selainipun syirik. (212)

‘Allah tidak mengampuni dosa syirik (Innalallaha layassyiru), Allah

itu tidak mengampuni dosa menyekutukan Allah, tetapi mengampuni

dosa-dosa selain menyekutukan-Nya.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/Innalallaha layassyikru / ‘Allah tidak mengampuni syirik’. Penutur dalam kalimat

tersebut membicarakan tentang dosa yang tidak akan diampuni dan dosa yang

diampuni Allah.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu

Page 167: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa

menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

16) Ingkang kaping kalih inggih menika syarat ingkang ditrima syarat

amale niku napa buk, pak? Ingkang kaping kalih inggih punika

istiba’u arrabbu. (216)

‘Yang ke-dua yaitu syarat yang ditrima syarat amal itu apa Buk, Pak?

Yang ke-dua yaitu mengukuti Allah (utusan).’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /istiba’u arrabbu/ ‘mengikuti Allah’. Kalimat tersebut berupa pertanyaan

dan jawaban dari pertanyaan tersebut, untuk pengingatkan kepada peserta tutur.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu

yang berbahasa Arab untuk kepentigan pengetahuan Islam, penutur merasa terbiasa

menggunakan bahasa Arab dalam berkomunikasi.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

17) Menawi badhe amalan, hanangging yen menawi Rasullullah niku

boten ngelaksanaake falya’ rabbun, tertolak amalipun. (217)

‘Kalau akan beramal tetapi kalaupun Rosullullah itu tidak

melaksanakan tidak ditrima almalnya tertolak amalnya.’

Page 168: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/falya’ rabbun/ ‘tidak ditrima amalnya’. Kalimat tersebut merupakan penjelasan

tentang amal yang ditolak yaitu amal yang tidak contohkan oleh Nabi.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu

yang berbahasa Arab untuk kepentingan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa

menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.

Wujud campur kode bahasa Arab terlihat juga dalam kalimat, seperti di bawah

ini.

18) Qulhujahali bid’ah, Sesuatu ingkang engal, lha dados niki dados

ditampi boten niki, badhe ditampa misale maos al-quar’an,

sebulanipun khatam. (218)

‘Fitnah sesat’sesuatu yang pertama, lha jadi jadi ditrima tidak ini, akan

ditrima misalnya membaca al-qur’an sebulan selesai.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu /Qulhujahali bid’ah/ ‘fitnah sesat’. Penutur dalam kalimat tersebut

berbicara tentang contoh amal yang ridak ditrima oleh Allah.

Faktor penyebab campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan dan

menafsirkan. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di ambil dari ilmu

yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur merasa terbiasa

menggunakan bahasa Arab dalam situasi berbahasa.

Page 169: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

19) Mersani gambaripun tiyang alit sementen iki tasih alit sanget

maringgi safa’at nyembuhaken tiyang ingkang sakit, amargi napa?

Anggsal suatu niku kenek bledek niku dipercaya mariggi madharat

manfaat lha niku tiyang alit artanipun satunggal dinten niku sak

milyar, padahal paling sitik niku mung gangsal welas ewu kalih dasa,

hananging ingkang dugi pinten? (224)

‘Melihat gambaran orang kecil seperti ini masih kecil sekali memberi

pertolongan menyembuhkan orang yang sakit, karena apa?

mendapatkan sesuatu itu terkena petir itu dipercaya memberi

pertolongan manfaat lha itu orang kecil uangnya satu hari itu satu

milyar, padahal paling sedikit itu cuma lima belas ribu sampai dua

puluh ribu, tetapi yang hadir berapa.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,

/safa’at/, ‘pertolongan’ /madharat/ ‘menolong’. Kalimat tersebut menerangkan

tentang brita dukun cilik “Ponari” yang berita tersebut sedang hangat dibicarakan

masyarakat.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan pada kata /safa’at/

dan ingin menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur pada

kata /madharat/. Campur kode tersebut lebih dikenal oleh peserta tutur yang telah

lama mengikuti kegiatan ta’lim yang dilakukan sudah bertahun-tahun. Campur kode

di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata. Fungsi dari campur kode

tersebut sebagai penjelasan dan penafsiran sebagai ilmu agama Islam dalam bahasa

Arab, sehinga dalam menyebut penyampaian kajian sering muncul campur kode dari

bahasa Arab sebagai bahasa dunia pada umumnya Islam pada Khususnya.

Page 170: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

20) Lha niki kalallu ta’ala wayukfirluna, Piyambak ipun ihklas

dhumateng tiyang ingkang napa, membutuhkan bantuannipun. (236)

‘Lha ini karena Allah saya membantu kepada orang yang

membutuhkan, dirinya ihklas kepada orang yang apa, membutuhkan

bantuan.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu,

/kalallu ta’ala wayukfirluna/ ‘Karena Allah saya membantu kepada orang yang

membutuhkan’. Penutur dalam kalimat tersebut menjelaskan tentang ilmu.

Faktor penyebab campur kode adalah ingin menjelaskan sesuatu agar mitra

tutur faham maksud ucapan penutur. Campur kode di atas termasuk jenis campur

kode penyisipan klausa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang di

ambil dari ilmu yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur

merasa terbiasa menggunakan bahasa Arab dalam situasi komunikasi.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

21) Tiyang musibah ingkang ngaku saudara kula niku saudara nipun

dhumateng pajenengan, nggih napa naminipun ukuwah ihwah,

saudara bersaudara jenengan niku saudara kula. (137)

‘Orang musibah yang mengaku saudara saya itu saudaranya kepada

anda, ya apa namanya rasa tali persaudaraan bersaudara anda itu

saudara saya.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/ukuwah ihwah/ ‘tali pesaudaraan (Islam)’. Penutur dalam kalimat tersebut

menerangkan bentuk rasa persaudaraan sesama Islam.

Page 171: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan dan ingin

menjelaskan sesuatu agar mitra tutur faham maksud ucapan penutur, karena campur

kode tersebut sering diucapkan dalam ceramah keagamaan (Islam). Campur kode di

atas termasuk jenis campur kode penyisipan idiom. Fungsi dari campur kode tersebut

merupakan bahasa dalam ritual dakwah yang sesuai guna kepentingan memahami

ilmu Islam, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur sedikit lebih

mudah dengan leksikon bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

22) Lha nek sakniki, amargi niki napa namine, niki wau dalilipun

Rasulullah Saw nggih niki wonten bukune, bukune nggih sae sanget,

fikih, kitab fikih wonten tuntunane sholat komplit. Rasullullah sampun

nyonthoke kita teng Islam, niki sampun komplit nayahhidu

mayahdilllah, petunjuk dhumateng Allah. (140)

‘Lha kalau sekarang, amargi ini apa namanya, ini tadi dalilnya

Rosullullah ya ini ada bukunya, bukunya ya baik sekali, pemahaman,

buku pemahaman ada tuntunanya sholat komplit. Rasullullah sudah

mencontohkan kita dalam Islam, ini sudah komplit petunjuk Allah

tidak menyesatkan petunjuk kepada Allah.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari data di atas yaitu

/nayahhidu mayahdilllah/, ‘petunjuk Allah tidak menyesatkan’. Dari kalimat

tersebut penutur menjawab dan menerangkan kepada peserta tutur. .

Faktor penyebab campur kode adalah penutur ingin menjelaskan sumber ilmu

yang berasal dari hadits, sehingga peserta tutur mengetahui istilah yang diterangkan

tersebut. Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan

penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa yang sering di

Page 172: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

ambil dari ilmu yang berbahasa Arab untuk kepentigan pemahaman Islam, penutur

merasa terbantu dengan menggunakan bahasa Arab dalam situasi pembelajaran

ta’lim.

Wujud campur kode bahasa Arab berikutnya nampak juga dalam kalimat di

bawah ini.

23) Nek boten wonten pertanyaan kita tutup dengan do’a kafaratul

majelis. (241)

‘Kalau tidak ada pertanyaan kita tutup dengan do’a penutup majelis.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode bahasa Arab dari data di

atas yaitu, /kafaratul majelis/ ‘penutup majelis’. Kalimat tersebut merupakan bagian

sebelum kalimat penutur kegiatan ta’lim.

Faktor penyebab campur kode adalah identifikasi peranan karena istilah

/afaratul majelis/ lebih berperan dalam kegiatan pembelajaran agama Islam. Campur

kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam ritual

dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang mudah

difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur

sedikit lebih akrab dengan bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

24) Amargi napa, tiyang jamane, lha sakniki ngeten mawon sakniki.

Jamanipun Jafar Abu Muthaib niku jamanipun Rasulullah Saw

uswatun khasanah kita sedanten ingkang kita nut. (234)

Page 173: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Karena apa, orang jamanya, lha sekarang gini saja sekarang.

Jamannya Jafar Abu Muthaib itu jamanya Rasullullah contoh teladan

yang baik kita semua yang kita contoh.’

Wujud campur kode bahasa Arab yang muncul dari tuturan di atas yaitu

/uswatun khasanah/ ‘contoh teladan yang baik’. Faktor penyebab campur kode

adalah identifikasi peranan karena istilah /uswatun khasanah/ lebih berperan dalam

kegiatan pembelajaran agama Islam.

Campur kode di atas termasuk jenis campur kode penyisipan kata dan

penyisipan frasa. Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam

ritual dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang

mudah difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta

tutur sedikit lebih akrab dengan leksikon bahasa Arab.

Wujud campur kode bahasa Arab terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

25) Nggih boten napa-napa istiqomah sing semangat inggih insya Allah

mangkih dapat balasanya sendiri nggih. (77)

‘Ya tidak apa-apa trus menerus yang semangat atas kehendak Allah

nanti dapat balasanya sendiri ya.’

Campur kode berupa kata /istiqomah/ ‘tenang/terus menerus’, Faktor

penyebab campur kode adalah identifikasi peranan karena istilah /istiqomah/ lebih

berperan dalam kegiatan pembelajaran agama Islam. Campur kode di atas termasuk

jenis campur kode penyisipan kata dan penyisipan frasa.

Fungsi dari campur kode tersebut merupakan bahasa Arab dalam ritual

dakwah yang sering menggunakan memahami leksikon bahasa Arab yang mudah

Page 174: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

difahami dan Islami, sehinga dalam menyebut leksikon bahasa Arab peserta tutur

sedikit lebih akarab dengan leksikon bahasa Arab.

3) Campur kode bahasa Inggris dalam bahasa Jawa

Campur kode dari bahasa Inggris pada pelitian ini hanya ditemukan satu

bentuk, yaitu pada wujud kalimat di bawah ini.

1) Menawi pembahasan ingkang ndek winggi kita bahas dipun cancel

rumiyen ngoten nggih. (199)

‘Kalau pembahasan yang kala dulu kita bahas dibatalkan dulu begitu

ya.’

Munculnya campur kode dari bahasa Inggris dapat dilihat pada kata /cancel/

‘batalkan’. Hal tersebut merupakan campur kode karena kata tersebut karena dari segi

pelafalan serta bentuk (tulisan) merupakan asli dari bahasa Inggris yang dipakai oleh

penutur dengan menyisipkan kata “cansel” pada kalimat diatas. Pada data di atas juga

terdapat campur kode dari bahasa Indonesia pada kata wujud “pembahasan” dan

“bahas”.Jenis campur kode dari bahasa Inggris termasuk jenis penyisipan kata.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi

bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

1a) Menawi pembahasan ingkang kala winggi kita bahas dipun batalaken

rumiyen ngoten nggih.

‘Kalau pembahasan yang kala dulu kita bahas dibatalkan dulu begitu

ya.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Inggris dapat diganti dengan

bahasa Jawa, secara makna sama dengan makna dari campur kode yang digunakan

penutur.

Page 175: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor yang menjadi sebab dari campur kode tersebut adalah identifikasi

ragam. Sedangkan fungsi dari campur kode tersebut sebagai wujud rasa gengsi,

bahwa penutur juga menguasai bahasa Inggris.

Wujud campur kode berikutnya nampak juga dalam kalimat di bawah ini.

2) Bahwasane sebagai hutan niku sakjane beberapa tahun yang lalu

adalah sebagai penampung napa untuk menghalangi banjir, napa

global warming. (117)

‘Bahwasanya sebagai hutan itu seharusnya beberapa tahun yang lalu

adalah sebagai penampung apa untuk menghalangi banjir, apa

pemanasan menyeluruh.’

Unsur terkecil yang merupakan wujud campur kode dari bahasa Inggris pada

tuturan di atas berupa frasa /global warming/ ‘pemanasan menyeluruh’. Jenis campur

kode dari bahasa Inggris termasuk jenis penyisipan kata.

Teknik lanjutan dengan teknik ubah wujud atau parafrasis, diubah menjadi

bahasa Jawa menjadi sebagai berikut ini.

2a) Bahwasanipun kangge alas menika estu pinten-pinten taun ingkang

kala biyen kangge tampungan napa kange ngalangi banjir, napa

global warming.

‘Bahwasanya sebagai hutan itu seharusnya beberapa tahun yang lalu

adalah sebagai penampung apa untuk menghalangi banjir, apa

pemanasan menyeluruh.’

Dari analisis tersebut campur kode bahasa Inggris tidak dapat diganti dengan

bahasa Jawa, karena makna akan rancu. Faktor yang menjadi sebab dari campur kode

tersebut adalah identifikasi peranan. Sedangkan fungsi dari campur kode tersebut

sebagai wujud ragam yang lebih berperan dalam komunikasi, bahwa penutur juga

mampu mengunakan bahasa Inggris.

Page 176: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

3. INTERFERENSI

Interferensi sering terjadi dalam system tuturan masyarakat multi lingual,

munculnya interferensi disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah; (1)

Dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat, (2)

Dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat, (3)

Dimensi pembelajaran bahasa.

Interferensi merupakan gejala tutur (speech dan parole), sehinga interferensi

bisa dikatakan gejala penyimpangan bahasa. Interferensi terjadi pada penutur multy

linggual yaiu santri PDS. Sehingga dalam berkomunikasi dengan beberapa bahasa

yang dikuasai oleh santri, khususnya dalam kegiatan ta’lim terjadi apa yang disebut

dengan sisa model (residue of the model) pada kata serap (loan words), dimana dari

perpindahan kode terjadi kata yang tidak terserap semua, hal tersebut merupakan

salah satu melatar belakanggi terjadinya interferensi.

Adapun wujud interferensi yang muncul dalam penenitian ini diantaranya

terdapat dalam kalimat di bawah ini.

1. Interferensi unsur pengikat/terikat bahasa Indonesia

Dari hasil reduksi data, wujud interferensi dapat dilihat sebagi berikut.

1) Istilahe gelisah boten sah binggung nggih buk, insya Allah benjeng

badhe dipun ganti Allah Swt. (140)

‘Istilahnya gelisah tidak usah binggung ya Buk, inya Allah nanti akan

diganti Allah Swt.’

Seperti yang sudah dibahas sebelunya, wujud interferensi dari kata dasar

/Istilahe/ seperti pembahasan yang sebelunya berasak dari kata dasar “istilah”

(Indonesia) mendapatkan akhiran /-e/ (Jawa). Interferensi tersebut termasuk jenis

Page 177: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

interferensi pelafalan (pranasalisasi), karena berfungsi hanya utuk mempermudah

pengucapan dalam bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah

masyarakat. Arti dalam dari tuturan di atas yaitu. Fungsi dari interferensi tersebut

sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

1a) Dipun sebat mboten ayem boten sah binggung nggih buk, insya Allah

benjeng badhe dipun gantos Allah Swt.

‘Istilahnya gelisah tidak usah binggung ya Buk, inya Allah nanti akan

diganti Allah Swt.’

Jika diuji dengan teknik ubah wujud, seperti di atas, interferensi ubah dengan

kata bahasa Jawa “dipun sebat”, kata tersebut kurang begitu cocok dalam

mengantikan interferensi yang muncul.

Wujud interferensi yang lain seperti di bawah ini.

2) Menyembah selain Allah dados jenengan misale nyembah matahari,

menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa namine menyembah

napa waelah selain Allah niku termasuk syirik. Syirik niku dosane

besar mbah. (18)

‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,

menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya

menyembah apa saja selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu

dosannya besar mbah.’

Interferensi yang terdapat dalam data di atas yaitu /misale/ ‘misalnya’,

interferensi /misale/ berasal dari bahasa Indonesia [misalnya] � [missal (contoh)]’

dan mendapat akhiran yang berupa frasa dari bahasa Jawa [-e]. Interferensi tersebut

bisa diganti dengan kata [thuladhanipun/thuladha].

Page 178: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Interferensi tersebut merupakan interferensi morfolagi. Faktor yang melatar

belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari

individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai

unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

2a) Nyembah senesipun Allah dados panjenengan thuladhanipun

nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa

namine menyembah napa waelah senesipun Allah menika kalebet

syirik. Syirik menika dosanipun ageng mbah. (18)

‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,

menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya

menyembah apa saja selain Allah itu termasuk syirik. Syirik itu

dosannya besar mbah.’

Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi ubah dengan kata bahasa

Jawa, kata tersebut dapat mengantikan interferensi yang muncul.

Wujud interferensi bahasa terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

3) Lha niku nek napa tiyang-tiyang sing naruh orang tuane teng Panti

Jompo niku termasuk durhaka pada orang tua niku buk, dados boten

boten, kasih sayangipun keliru. Magkih pikirane bener-bener, oh

mungkin di napa namine makane ikan terus kok malah tersiksa. (41)

‘Lha itu kalau apa orang-orang yang menaruh orang tuanya di Panti

Jompo itu termasuk durhaka pada orang tua itu buk, jadi tidak tidak,

kasih sayangnya keliru. Nanti fikiranya benar-benar, oh mungkin di

apa namanya makanya ikan terus kok malah tersiksa.’

Interferensi yang terjadi dalam tututran di atas berupa /orang tuane/ ‘orang

tuanya’, /sayangipun/ ‘kasih sayangnya’, dan /makane/ ‘makanya’. Interferensi

tersebut merupakan pemakaian kata-kata yang mendapat penambahan pada akhir kata

yang merupakan adopsi dari bahasa Jawa. Pada kata /orang tuane/ dari kata dasar

Page 179: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

/orang tua/ mendapat akhiran /-ne/ yang artinya menunjukkan milik leksikon bahasa

Jawa ngoko, jika keduanya tersebut digabung menjadi interferensi /orang tuane/

yang artinya orang tuanya. Kalimat tersebut dapat diganti dalam bahasa Jawa dengan

kata [tiyang sepuhipun].

Sedangkan kata /sayangipun/ dari kata dasar /sayang/ mendapat akhira /-ipun/

leksikon bahasa Jawa krama yang ber arti kepunyaan, sehingga jika digabung

menjadi interferensi berupa kata /sayangipun/ yang artinya ‘(kasih) sayangnya’n

dalam bahasa Jawa dapat diganti dengan [tresnanipun]. Untuk kata /makane/ bersal

dari dua bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, yaitu dari kata dasar [makan] mendapat

akhiran /-e/, sehingga gabungan kedua bahasa tersebut menjadi interferensi yang

berwujud /makane/ yang artinya ‘makanya’, dalam bahasa Jawa bias diganti

[dhaharipun].

Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa

yang menyerap afiks bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa. Faktor yang

melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku

berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

3a) Lha menika menawi napa tiyang-tiyang ingkang menehaken tiyang

sepuh ipun dateng Panti Jompo menika kalebet duraka dhumateng

tiyang sepuh ipun menika buk, dados boten, tresnanipun klentun.

Magkih pikiranipun estu, oh mungkin dipun napa namine dhaharipun

iwak nanging kok malah rekaos.

‘Lha itu kalau apa orang-orang yang menaruh orang tuanya di Panti

Jompo itu termasuk durhaka pada orang tua itu buk, jadi tidak tidak,

Page 180: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

kasih sayangnya keliru. Nanti fikiranya benar-benar, oh mungkin di

apa namanya makanya ikan terus kok malah tersiksa.’

Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan bahasa

Jawa, dapat mengantikan kalimat interferensi yang muncul.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

4) Tapi tetep yakin apa namine niku tetep tersiksa buk. Umpamine tebih

kalih anake kalih mantune niku tetep hatine tetep hatine tersiksa. (42)

‘Tapi tatap yakin apa namanya tatap tersiksa buk. Seandainya jauh

dari anaknya dengan menantunya itu tetap hatinya tetap hatinya

tersiksa.’

Interferensi yang muncul dari data di atas berupa kata /hatine/ ‘hatinya’, hal

tersebut menunjukkan interferensi karena kata dasar barbahasa Indonesia [hati]

mendapat akhiran /-ne/ dari bahasa Jawa, sehingga menjadi kata /hatine/ yang

artinnya ‘hatinya’. Tetapi jika diganti dengan /manahipun/ merupakan bahasa Jawa,

sehingga kalimat tersebut lebih tepat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya

interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di

tenggah masyarakat.

Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa

yang menyerap afiks bahasa lain, terpengaruh dari afiks bahasa Jawa. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

4a) Nanging tetep yakin napa naminipun menika tetep rekaos buk.

Umpaminipun tebih kalih putranipun kalih mantunipun menika tetep

manahipun tetep manahipun rekaos.

Page 181: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Tapi tatap yakin apa namanya tatap tersiksa buk. Seandainya jauh

dari anaknya dengan menantunya itu tetap hatinya tetap hatinya

tersiksa.’

Diuji dengan teknik ubah wujud, kalimat tersebut dapat mengantikan kalimat

yang mengandung interferensi sehingga menjadi kalimat berbahasa Jawa.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

5) Niku wonten napa boten niku buk sakniki? Katah tha niku, kebalikane.

(53)

‘Itu ada apa tidak buk sekarang? Banyakkan kan itu, kembalikanya.’

Interferensi yang muncul dalam data tersebut berupa kata /kebalikane/

‘kebalikanya’ seperti yang sebelumnya bahwa dari interferensi tersebut disebabkan

karena kata /kebalikan/ mendapat penambahan akhiran berupa afik /-ne/, sehingga

menjadi interferensi /kebalikane/ yang artinya ‘kebalikanya’. Dalam bahasa Jawa

bisa mengunakan kata [kualikane], [kualik], atau [kosok wangsulipun]. Interferensi

tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa yang menyerap afiks

bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi

tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

5a) Menika wonten napa boten punika buk sakniki? Katah tha niku, kosok

wangsulipun.

‘Itu ada apa tidak buk sekarang? Banyakkan kan itu, kembalikanya.’

Page 182: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

6) Maluku itu pernah di terapkan dinapa praktekkne tumindak ngoten

niku buk. (61)

‘Maluku itu pernah diterapkan apa dipraktekkan perbuatan seperti itu

buk.’

Wujud interferensi berupa kata /praktekkne/ ‘praktekkan’, dari kata /praktik/

mendapat akhiran /-ne/. Dalam bahasa Jawa bisa mengunakan kata [trapke] tau

[trapaken]. Interferensi tersebut merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu

bahasa yang menyerap afiks bahasa lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi

tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

6a) Maluku menika tau dipun terapaken dipun napa trapaken tumindak

ngoten niku buk.

‘Maluku itu pernah diterapkan apa dipraktekkan perbuatan seperti itu

buk.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Page 183: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

7) Katah-katah bohonge, sering ngapusi yen ngomong mencla-mencle,

boten pas di takok ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting boten

pas lah, boten pas. (62)

‘Banyak-banyak bohongnya, sering menipu kalau berkata tidak jelas,

tidak pas ditanya berbolak balik arah,yang penting tidak pas lah, tidak

pas.’

Dari data di atas yang menunjukkan interferensi berupa /bohonge/

‘kebohonganya’, dari kata dasar /bohong/ mendapat akhiran dari bahasa Jawa berupa

/-e/ sehingga menjadi kata /bohonge/ yang berarti ‘kebohonganya’. Dalam bahasa

Jawa bisa diganti dengan kata [gorohe], atau [ngapusi]. Interferensi tersebut

merupakan hasil dari pembentukan dalam suatu bahasa yang menyerap afiks bahasa

lain, terpengauh dari afiks bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya

interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di

tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau

importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

7a) Katah-katah garah, asring ngapusi menawi ngendika mencla-mencle,

boten pas dipun pitaken ngetan ngulon ngalor ngidul, sing penting

boten pas lah, boten pas.

‘Banyak-banyak bohongnya, sering menipu kalau berkata tidak jelas,

tidak pas ditanya berbolak balik arah,yang penting tidak pas lah, tidak

pas.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Page 184: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut ini.

8) Bahwasane menika tujuan Allah menciptaake hanyalah hamba yang

untuk menyembah Allah, bahwasane meskipun diciptakane mahkluk

banyak, tapi boten wonten sing nyembah Allah, Allah boten rugi,

makane kita butuh pajenengan sami. (80)

‘Bahwasanya itu tujuan Allah menciptakan hanyalah hamba yang

untuk menyembah Allah, bahwasanya meskipun diciptakan mahkluk

banyak, tapi tidak ada yang menyembah Allah, Allah tidak rugi,

makanya kita butuh anda semua.’

Interferensi terjadi pada kata /menciptaake/ ‘menciptakan’, /bahwasane/

‘bahwasanya’, dan /makane/ ‘makanya’. Kata /menciptaake/ berasal dari kata awalan

/me-/ mendapat kata dasar /cipta/ dan mendapat akhiran /-ake/, dalam bahasa Jawa

bisa diganti dengan kata [nyiptake] atau [nyiptaaken]. Untuk kata /bahwasane/ dari

dapat diganti dengan bahasa Jawa dengan kata [saktemenipun], sedangkan /makane/

dari kata dasar /maka/ mendapat akhiran /-ne/. Dalam bahasa Jawa bisa diganti

dengan kata [mula].

Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam

pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar

belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari

individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai

unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

8a) Estunipun menika kersanipun Allah nyiptaaken namung hamba

ingkang kangge nyembah Allah, saktemenipun ajeng dipunciptaaken

mahkluk kathah, nanging boten wonten sing nyembah Allah, Allah

boten rugi, mula kita butuh pajenengan sami.

‘Bahwasanya itu tujuan Allah menciptakan hanyalah hamba yang

untuk menyembah Allah, bahwasanya meskipun diciptakan mahkluk

Page 185: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

banyak, tapi tidak ada yang menembah Allah, Allah tidak rugi,

makanya kita butuh anda semua.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

9) Bahwasanya kemakmuran niku hanyalah, syarate hanyalah dua. Yen

di negri niku tercipta iman lan taqwa seluruhnya, niku mangkih

semuane niku mangkih makmur. (85)

‘Bahwasanya kemakmuran itu hanyalah, syaratnya hanyalah dua. Apa

bila di negeri itu tercipta iman dan taqwa seluruhnya, itu nanti

semuanya itu nanti makmur.’

Interferensi terlihat dari kata /semuane/ ‘semuanya’, kata stersebut berasal

dari kata dasar /semua/ yang mendapat akhiran dalam bahasa Jawa /-ne/. Dalam

bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [sedhanten]. Hal tersebut merupakan

interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia. Faktor yang melatar

belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari

individu-individu di tenggah masyarakat.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

9a) Estunipun kemakmuran menika namung, syaratipun namung kalih.

Menawi wonten negri punika kaciptaaken deneng iman lan taqwa

sedhantenipun, punika mangkih sedhanten menika mangkih makmur.

‘Bahwasanya kemakmuran itu hanyalah, syaratnya hanyalah dua. Apa

bila di negeri itu tercipta iman dan taqwa seluruhnya, itu nanti

semuanya itu nanti makmur.’

Page 186: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Wujud interferensi selanjutnya seperti dibawah ini.

10) Haneng nggih sakjane ngei bantuan penduduk-penduduk, ha niku gen

padangane apik, tapi mangkih ngerogoh rempela, ngerogoh njero

Negara. Asset-asset Negara niku mangkih saget dijual kalian Negara

liya. Sami ngertosi ndek winggi ajeng njual asset-asset Negara pada

Amerika, lha niku manggkih Amerika sampun nduduki Indonesia.

(111)

‘Tetapi ya sebenarnya memebari bantuan penduduk-penduduk, ha itu

agar dipandangan baik, tetapi nanti meminta hati, meminta kekayaan

Negara. Asset-asset Negara itu nanti bisa dijual dengan Negara lain.

Mengetahui kemarin akan menjual asset-asset Negara pada Amerika,

lha itu nanti Amerika sudah menduduki Indonesia.’

Interferensi yang terdapat tuturan tersebut berwujud kata /padangane/

‘pandanganya’. Untuk kata /padangane/ berasal dari kata /pandangan/ dan mendapat

akhiran /-e/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [kethoke]. Hal tersebut

merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah

masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa unsur serapan atau

importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

10a) Haneng nggih estu wenehi bantuan menika penduduk-penduduk, ha

menika kersanipun kethoke sae, nanging mangkih ngerogoh rempela,

ngerogoh jero Negara. […]

Page 187: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

‘Tetapi ya sebenarnya memebari bantuan penduduk-penduduk, ha itu

agar dipandangan baik, tetapi nanti meminta hati, meminta kekayaan

Negara.[…]’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

11) Contohe umpamane wonten pertemuan Presiden kalian niku mangkih,

lha terus mbicarak-mbicarakaken napa hibah, ngoten mangkih

negarane sampun rusak lan Presiden rusak niku mangkih boten

wonten anane kemakmuran. (113)

‘Contohnya seumpama ada pertemuan presiden dengan itu nanti, lha

terus berbicara membicarakan apa hibah, seperti itu nanti Negara

sudah rusak dan persiden rusak itu nanti tidak ada adanya

kemakmuran.’

Interferensi dapat dilihat pada kata /Contohe/ ‘contonnya’ dan /mbicarak-

mbicarakaken/ ‘bicara-membicarakan’. Kata /Contohe/ berasal dari kata dasar

/contoh/ dan mendapat akhiran /-ne/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata

[thuladhanipun]. sedangkan /bicarak-mbicarakaken/ berasal dari kata dasar /bicara/

mendapat imbuhan [m] dalam pengucapan dan mengalami pengulangan kata dan

mendapat akhiran /-aken/.

Dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [ngomongke] atau

[ngendhikaaken]. Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam

pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar

belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari

individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai

unsur serapan atau importasi.

Page 188: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

11a) Thuladhanipun umpaminipun wonten makempalanipun Presiden

kalian niku mangkih, lha lajeng ngendhikaaken napa hibah, ngoten

mangkih negaranipun sampun rusak lan Presiden rusak menika

mangkih boten wonten kemakmuran.

‘Contohnya seumpama ada pertemuan presiden dengan itu nanti, lha

terus berbicara membicarakan apa hibah, seperti itu nanti Negara

sudah rusak dan persiden rusak itu nanti tidak ada adanya

kemakmuran.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

12) Yen kita ngelaksanaaken kejelekan boten dikali, dhados kejelekan

wonten ing ndonya kita lakukan menika, niki boten dikaliaken saking

kejelekan-kejelekan yang lainne. (159)

‘Kalau kita melaksanakan keburukan tidak dikalikan, jadi kejelekan

yang berada di dunia kita lakukan itu, ini tidak dikalikan dengan

kejelekan-kejelakan yang lainya.’

Interferensi yang terdapat dalam kalimat di atas yaitu, /dikaliaken/

‘dikalikan’, dan /lainne/ ‘lainya’. Interferensi mendapat akhiran /-aken/ /dikaliaken/

yang berasal dari “kali”, perkalian/ mendapat akhiran /-aken/, dalam bahasa Jawa bisa

diganti dengan kata [dipingke/pengaken]. Sedangkan interferensi /lainne/ dari kata

/lain/ mendapat akhiran /-ne/, dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata

[liyanipun/liyane/senesipun]. Dari semua interferensi tersebut terjadi karena kata

dasar dari bahasa Indonesia mendapat akhiran dari bahasa Jawa. Hal tersebut

merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa lain.

Page 189: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi

tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai bahasa unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

12a) Menawi kita ngelaksanaaken tumindhak ala boten diping, dhados

tumindhak ala wonten ing ndonya kita tindhakaken menika, niki boten

dipingke saking tumindhak ala ingkang senesipun.

‘Kalau kita melaksanakan keburukan tidak dikalikan, jadi kejelekan

yang berada di dunia kita lakukan itu, ini tidak dikalikan dengan

kejelekan-kejelakan yang lainya.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

13) Lha nikukan permisalane kita nembe daging nggih, tahu, tempe,

krupuk nggih boten napa-napa nggih. Nek kita ajeng nika putra ibuk

ajeng betha apa. (173)

‘Lha itukan permisalanya kita baru daging ya, tahu, tempe krupuk

yang tidak apa-apa ya. Kalau kita akan itu anak ibu akan membawa

apa.’

Kata /permisalane/ ‘permisalanya’ merupakan wujud interferensi yang

muncul dari data di atas, yang berasal dari kata [permisalan] mendapat penambahan

dari bahasa Jawa berupa akhiran [-ne], dalam bahasa Jawa bisa diganti dengan kata

[thuladhane/thuladhanipun]. Hal tersebut merupakan interferensi jenis morfologi

karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi penyerapan afiks bahasa lain.

Interferensi juga terlihat pada afiks [-lah] pada kata dalam bahasa Jawa /nikulah/,

Page 190: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

afiks [-lah] merupakan unsur dari bahasa Indonesia. Faktor yang melatar belakangi

terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-

individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur

serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknik lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

13a) Lha menika thuladhanipun kita nembe daging nggih, tahu, tempe,

krupuk nggih boten napa-napa nggih. Menawi kita badhe nika putra

ibuk ajeng beta apa.

‘Lha itukan permisalanya kita baru daging ya, tahu, tempe krupuk yan

tidak apa-apa ya. Kalau kita akan itu anak ibu akan membawa apa.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

14) Nek kaet niki, nek kita tenggok sa’at niki wonten ing jaman punika-

punika, jaman ingkang sampun tua sing germelape ajeng kiamat niki.

(181)

‘Kalau dari ini, kalau kita tenggok sa’at ini ada dizaman itu-itu, zaman

yang sudah tua yang gemerlapnya akan kiamat ini.’

Interferensi berupa kata /germelape/ ‘gemerlapnya’ merupakan kata jadian

dari [gemerlap] yang mendapat akhiran [-e], pengertian /germelape/ dengan kata

bahasa Jawa [gumebyaripun]. Jika diartikan menjadi. Hal tersebut merupakan

interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah

masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Page 191: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

14a) Menawi saking punika, menawi kita pirsa wedal menika wonten ing

jaman punika-punika, jaman ingkang sampun sepuh ingkang

gumebyaripun badhe kiamat menika.

‘Kalau dari ini, kalau kita tenggok sa’at ini ada dijaman itu-itu, jaman

yang sudah tua yang gemerlapnya akan kiamat ini.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi. Tetapi arti kurang

begitu sesuai dengan kalimat aslinya.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

15) Nek kalian anake nggih pripun kewajibane ibuk niku dhumateng

anake, nggih ndidik suatu hal ingkang sae, napa kalian putu-putune,

kalih cucu-cucune. (183)

‘kalau dengan anaknya ya gimana kewajibanya ibu itu kepada

anaknya, ya mendidik suatu hal yang baik, apa dengan cucu-cucunya

dengan cucu-cucunya.’

Pengulangan kata /cucu-cucune/ merupakan interferensi yang muncul pada

data tersebut, yang merupakan pengulangan yang mendapat akhiran[-e]. Dalam

bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [putu-putunipun/putune]. Hal tersebut

merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah

masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

Page 192: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

15a) Menika panjenengan putranipun nggih pripun kajibahanipun ibuk

menika dhumateng putranipun, nggih mulang kalian ingkang sae,

punapa kalih putu-putunipun. (183)

‘kalau dengan anaknya ya gimana kewajibanya ibu itu kepada

anaknya, ya mendidik suatu hal yang baik, apa dengan cucu-cucunya

dengan cucu-cucunya.’

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

16) Mungkin masalah sholat masalah sehari-hariane, napa masalah

do’a, wonten buk? Napa? (193)

‘Mungkin masalah sholat masalah sehari-harinya, apa masalah do’a,

ada buk? Apa?’

Wujud interferensi dari data tersebut di atas berupa pengulangan kata yang

mendapat akhiran [-e] yaitu pada kata /sehari-hariane/ ‘sehari-harinya’, dalam

bahasa Jawa bisa diganti dengan kata [sabendhintenipun/sabendhinte]. Hal tersebut

merupakan interferensi jenis morfologi karena dalam pembentukan kata terjadi terjadi

penyerapan afiks bahasa lain. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah

masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

16a) Mungkin masalah sholat masalah sabendhintenipun, napa masalah

do’a, wonten buk? Napa?

‘Mungkin masalah sholat masalah sehari-harinya, apa masalah do’a,

ada buk? Apa?’

Page 193: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Diuji dengan teknik ubah wujud unsur yang mengandung interferensi dapat

diubah menjadi kalimat tanpa mengandung unsur interferensi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini

17) Kemudian napa malih buk? Ketika sujud. Kletika terdholimi.

Jenengan tersakiti oleh orang lain. Nggih misale napa namine? Bu

Sini niki dithuthoklah kalih buk takmirlah. (12)

‘Kemudia apa lagi buk? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti

oleh orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu

Takmir lah.’

Wujud interferensi berupa afiks [-lah] kata tersebut berasal dari kata

berbahasa Indonesia. Merupakan interferensi pengabungan dari bahasa pertama

dengan bahasa kedua (berupa akhiran). Faktor yang melatar belakangi terjadinya

interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di

tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur serapan atau

importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

17a) Lajeng napa malih buk? pas sujud. pas dipundholimi. Jenengan dipun

sakiti kalian tiyang sanes. Nggih tuladhanipun napa namine? Bu Sini

niki dipunthuthuk kalih buk takmir.

‘Kemudia apa lagi buk? Ketika sujud, ketika tertindas. Anda tersakiti

oleh orang lain . ya misanya apa namanya? Bu Sini itu dipukul oleh bu

Takmir lah.’

Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi dengan meghilangkan

unsur afik [-lah] dapat menghilangkan unsur interferensi tanpa merubah makna

kalimat.

Page 194: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud Campur kode terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

18) Berziarah kubur menika dados nyenguk mengunjunggi kuburan niku

tujuane sing utama niku napa buk? Mengingataken rumah kita,

rumah masa depan. (13)

‘Mengunjunggi kubur itu jadi menjengguk mengunjunggi kuburan itu

tujuan yang utama itu apa buk? Mengingatkan rumah kita, rumah

masa depan.’

Wujud interferensi berupa kata /Mengingataken/ ‘mengingatkan’, merupakan

interferensi pengabungan dari bahasa pertama dengan bahasa kedua.

sabendhintenipun [ngelengke] atau [ngemutaken]. Faktor yang melatar belakangi

terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-

individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai unsur

serapan atau importasi.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

18a) Berziarah kubur menika dados soan kuburan menika tujuanipun

ingkang utama menika napa buk? Ngemutaken griya kita, griya

ingkang badhe dateng.

‘Mengunjunggi kubur itu jadi menjenggukmengunjunggi kuburan itu

tujuan yang utama itu apa buk? Mengingatkan rumah kita, rumah

masa depan.’

Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan kata bahasa

Jawa, kata tersebut dapat mengantikan interferensi yang muncul.

2. Interferensi unsur pengikat bahasa Arab

Interferensi bahasa Arab yang muncul dari data yang disajikan sebagai berikut

dibawah ini.

Page 195: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

1) Dalam syariat Islam tapi niki jarang buk, jarang dinapa namine

dilaksanaake. Ini pernah dinapa praktekne niku. (60)

‘Dalam aturan Islam tapi ini jarang buk, jarang diapa namanya

dilaksanakan. Ini pernah dinapa praktekkan itu.’

Interferensi berupa kata /syariat/ dari kata [syar’i] (bahasa Arab) ‘aturan,

hukum (Islam)’. Merupakan jenis interferensi leksikal ferlasif karena bermakna agak

khusus, serta definisi dalam bahasa Indonesia agak panjang, padan kata secara bentuk

dan makna tidak sesuai. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau

bahasa donor.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, seperti di bawah ini.

1a) Wonten ukum Islam nanging menika jarang buk, jarang dipun napa

syariat

naminipun dipuntrapaken. Menika pernah dipun napa dipuntrapaken

menika.

‘Dalam aturan Islam tapi ini jarang buk, jarang diapa namanya

dilaksanakan. Ini pernah dinapa praktekkan itu’

Diuji dengan teknik ubah wujud untuk interferensi diganti dengan kata bahasa

Jawa, kata tersebut kurang dapat mengantikan makna interferensi yang muncul.

Sehingga untuk kepentingan pembelajaran interferensi bahasa Arab kurang bisa

digantikan dengan bahasa Jawa, maka akan selanjutnya tidak diuji dengan teknik

ganti.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

2) Ing jaman nika jaman kegelapan lan kesesatan, tidak ada akidah,

boten wonten namine ajaran-ajaran sing ditata rapi seperti ajaran-

ajaran ing ajaran di bawa nabi Muhammad, Sahingga nabi

Page 196: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Muhammad niku merubah jaman jahiliah hingga islamiah, sahingga

saget kentun sakniki. (81)

‘Di jaman itu jaman kegelapan dan kesesatan, tidak ada keyakinan,

tidak ada namanya ajaran-ajaran yang ditata rapi seperti ajaran-ajaran

diajarkan dibawa nabi Muhammad, Sahingga nabi Muhammad itu

merubah jaman kebodohan hingga Islamiah, sahingga bisa seperti

sekarang ini.’

Interferensi yang muncul pada data di atas berupa kata /akidah/ [aqidah]

‘keyakinan’, /jahiliah/, ‘kebodohan/kerusakan’, /islamiah/ ‘Islam’. /aqidah/

merupakan jenis interferensi leksikal ferlasif karena bermakna agak khusus, serta

definisi dalam bahasa Indonesia agak panjang. Untuk kata /jahiliah/ dan /islamiah/

merupakan kata dasar dari bahasa Arab mendapat akhiran [-iah] yang merupakan

interferensi leksikal penambahan (aditif).

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari

system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

3) Bahwasane rejeki mawon teng mrika enten menjadikan negriniku

buah-buahan masyarakat nika boten wonten negri miskin, boten

wonten ingkang ajeng diyakati, malah padha-padha pengen njakati.

Amarga di samping-sampinge niku mangkih tumbuh buah-buahan

sing saget bermanfaat kalian piyambake niku, karena keta’atan

kepada Allah semata. (96)

‘Bahwasanya rezeki saja di sana ada menjadikan negeri itu buah-

buahan masyarakat itu tidak ada negeri miskin, tidak ada yang akan

diberi zakat, malah sama ingin mengeluarkan zakat. Karena di

samping-sanpingnya itu nanti tumbuh buah-buahan yang sangat

bermanfa’at dengan orang tersebut, karena keta’atan kepada Allah

semata.’

Page 197: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Interferensi berupa /diyakati/ dan /njakati/, kata dasar dari dari interferensi

tersebut berupa kata ‘zakat’ yang arti secara bahasa adalah ‘mensucikan’ sedangkan

secara istilah merupakan kegiatan mengeluarkan sebagian harta untuk diberikan

kepada oaring miskin atau lembaga pengelola zakat dengan tujuan untuk mensucikan

harta pemberian Allah. Karena seriap harta yang kita peroleh 2,5% (dua setenggah

persen) merupakan milik orang miskin dan sejenisnya.

Interferensi tersebut merupakan interferensi kata depan /di/ pada istilah

/dizakati/ dan jenis interferensi morfologi alomorf /n-/ pada kata/njakati/. Faktor

yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku

berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai unsur serapan atau importasi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

4) Lha terus negri niku dinapa? Difayadh kalian toyanne sing ageng

niku. Lha niku menghapus kenikmatan Allah niku dihapus dari negri

niku, amargi negri niku boten percaya kalian Allah malih, sampun

lalai kalian nikmate Allah. (101)

‘Lha terus negeri itu diapa? dibanjirkan dengan airnya yang besar itu.

Lha itu menghapus kenikmatan Allah itu dihapus dari negeri itu,

karena negeri itu tidak percayaa dengan Allah lagi, sudah lalai dengan

nikmat Allah.’

Interferensi berupa /Difatnadh/ dari bahasa Arab ‘banjir’ mendapat awalan

[di-]. Interferensi tersebut merupakan interferensi kata depan /di/. Faktor yang

melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku

berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan atau importasi.

Page 198: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

5) Niku contohe azape Allah, bahwasane yen berpaling lha niku

mengkih. Umpamine dukuh Silak niku hanya iman lan taqwa thok

kepada Allah, niku seluruh boten ing maksiat, boten ingkang

berpaling kalian Allah, insya’ Allah niki mangkih dirahmati kalian

rejeki Allah. Allahhumma Amiin. (102)

‘Itu contohnya siksa Allah, bahwasanya kalau berpaling lha itu nanti.

Seandainya desa Silak itu hanya percaya (pada Allah) dan patuh saja

kepada Allah, itu seluruhnya tidak ada maksiat, tidak ada yang

berpaling dengan Allah, atas kehendak Allah itu nanti didapat

kemurahaNya dengan rezeki Allah. Ya Tuhanku semoga terkabul.’

Wujud interferensi berpa kata, /azape/ ‘siksa’, dan /dirahmati/ ‘dimurahkan’.

Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur

serapan atau importasi. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut

adalah dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

6) Biyen lha terus milyar-milyaran tapi napa tambah taqwane napa

imane sakedek ing taqwa kaliane imane niku hamba-hamba yang

beruntung, amargi sing masuk syurga niku inggih tiyang sekedhek

kalian Muhammad niku. Hanya orang terpilih kalian tetep istiqomah

kalian jalan nipun Allah. (108)

‘Dulu lha terus milyar-milyaran tapi apa bertambah kepatuhan apa

imanNya sedikit yang patuh dengan percaya pada Allah itu hamba-

hamba yang beruntung, karena yang masuk syurga itu ya orang sedikit

dengan Muhammmad itu. Hanya orang terpilih dengan tetap tenang

dengan jalan Allah.’

Wujud interferensi pada kalimat di atas adalah pada kata /taqwane/ ‘patuh

pada Allah’, dan /imane/ ‘percaya pada Allah’. Interferensi untuk istilah /taqwane/

dan /imane/ merupakan jenis interferensi fonologi karena penutur mereproduksi

bunyi dari bahasa pertama pada waktu mereproduksi bahasa kedua. Sedangkan

Page 199: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

/istiqomah/ tergolong dalam interferensi perluasan (replasif) dari arti secara istilah.

Juga karena masyakarat umum lebih popular menggunakan istilah tersebut. Faktor

yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dimensi tingkah laku

berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat.

Hal tersebut merupakan bentuk interferensi karena jika kalimat tersebut

diartikan akan semakin rancu dari makna kalimat. Fungsi dari interferensi tersebut

sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan atau importasi.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

7) Lha terus kula pajenengan sami termasuk ummate nabi Muhammad,

menika saget diparinggi syafa’at kalian nabi. Lha terus kita saget

masuk kalian jannahe Allah saking nikmat-nikmat Allah sagking

menunggu kalian nikmate napa […] (135)

‘Lha terus anda sekalian termasuk kaumnya nabi Muhammad, itu bisa

diberi pertolongan oleh nabi. Lha terus kita bisa masuk syurganya

Allah dari nikmat-nikmat Allah dari menungu dengan nikmatnya apa.’

Interferensi berupa kata /ummate/ ‘kaumnya’ dan /jannahe/ ‘syurgaNya’,

interferensi tersebut mendapat akhiran [-e] yang artinya milik (bahasa Jawa). Hal

tersebut merupakan interferensi fonologi karena penutur mereproduksi bunyi dari

bahasa pertama pada waktu mereproduksi bahasa kedua, bahasa Arab di sisipi afiks

bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah

dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tenggah masyarakat. Fungsi

dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor dan unsur serapan

atau importasi.

Page 200: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

8) Mungkin wonten ing kadang kutbah jum’at, wonten ing kutbah kados

niki, salah satu ceramah niku katah sanget ingkang nyataaken kita

niku wajib bersyukur dhumateng Allah Swt. (167)

‘Munkin ada yang kadang ceramah, ada diceramah seperti ini, salah

satu ceramah itu banyak sekali yang menyatakan kita itu wajib

bersyukur kepada Allah Swt.’

Interferensi yang muncul dari kalimat tersebut yaitu /kutbah/ ‘ceramah’ dari

kata “Qutbah”. Interferensi jenis ini digolongkan dalam kelas interferensi aditif,

penambahan yang lebih populer dikenal masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut

sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

9) Lha nek sakniki, amargi niki napa namine, niki wau dalilipun

Rasulullah Saw nggih niki wonten bukune, bukune nggih sae sanget,

fikih, kitab fiqih wonten tuntunane sholat komplit. (140)

‘Lha sekarang,karena ini papa namanya, ini tadi tuntunan Rasul ya ini

ada bukunya, bukunya bagus sekali, fiqih, kitab fiqih ada tuntunan

sholat lengkap.’

Fikih tergolong kedalam interferensi karena jika kata /fikih/ dari kata “fiqih”

diartikan dalam bahasa Indonesia maka definisi akan panjang tetapi jika diartikan

secara bahasa tidak akan sesuai dengan maksud yang disampaikan oleh penutur.

Masyarakat lebih popular dengan kata fikih dari pada menyebut arti dari fiqih, yaitu

salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan

hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi,

bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya. Atau asecara secara

harfiah fiqih berarti pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.

Page 201: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

10) […] ingkang sampun betha kita saking jaman jahilliyah dhumateng

jaman islamiyah menika dinulislam. (138)

‘Yang sudah membawa kita dari jaman kebdohan) kepada jaman

Islam.’

Interferensi tersebut merupakan wujud dari bahasa Arab yang mendapat afiks

dari bahasa lain [-iyah], sehingga termasuk interferensi morfologi. Fungsi dari

interferensi untuk memudahkan suatu system jaman yang dituangkan dalam kalimat.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-

dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

11) Rasullulah niku pengobatan kalih madu, habatussauda, bekam,

ruqyah niku.(225)

‘Rosullullah itu pengobatan dengan madu, habatussauda, bekam,

ruqyah itu.’

Wujud interferensi yaitu /habatussauda/, /bekam/, dan /ruqyah/.

Habatussauda merupakan obat herbal dari tumbu-tumbuhan alam yang berasal dari

Negara-negara timur tenggah. Bekam merupakan pengobatan menurut tuntunan

Rasullullah dengan cara mengeluarkan kotoran di titik-titik tertentu pada bagian

badan, sedangkan ruqyah merupakan terapi kejiwa’an dari ganguan bisikan jin. hal

tersebut merpakan interferensi karena tidak ada padan katanya dan jika diartikan

Page 202: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

pengertinanya sangat panjang. Interferensi tersebut termasuk dalam interferensi

leksikal. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.

3. Interferensi Unsur pengikat Bahasa Inggris

Interferensi dari bahasa Barat atau bahasa Inggris yang muncul dalam

penelitian ini yaitu seperti terlihat di bawah ini.

1) Ndek emben kula empun, empun napa njelaske nggih ini sebagai

penginggat aja. Sebagai memo, napa pengingatan aja materi kemaren

nggih mbah. (16)

‘Kala dulu saya sudah, sudah apa menjelaskan ya ini sebagai

pengingat saja. Sebagai memo, apa pengingat saja materi kemarin ya

embah.’

Interferensi data di atas yaitu /memo/ berasal dari kata ‘memory’ ‘pengingat’.

Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari istilah

asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut serta popular dalam

masyarakat.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari

system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai penyerap atau resipien.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa

dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah

dengan kata [emut/pangemut/pepeling] seperti di bawah ini.

1a) Rikala biyen kula sampun, sampun napa jelasaken nggih menika

kangem pepemut mawon. kagem pangemut, napa pepeling mawon

materi winggi nggih mbah.

Page 203: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Kala dulu saya sudah, sudah apa menjelaskan ya ini sebagai

pengingat saja. Sebagai memo, apa pengingat saja materi kemarin ya

embah.’

Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut

kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

2) Nggih dados napa namine defisine syirik punika, menyembah selain

Allah. (17)

‘Ya jadi apa namanya pengertian syirik itu, menyembah selain Allah.’

Interferensi yang muncul dari data di atas yaitu /defisine/ yang merupakan

serapan dari kata ‘definition’ dari bahasa Inggris yang artinya ‘pengertian’. Kalimat

tersebut bisa diubah dengan dengan bahasa Jawa dengan kata [artinipun] atau

[artosipun].

Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari

istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut serta popular

dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut

adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.

Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa

dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah

dengan kata [artosipun] seperti di bawah ini.

2a) Nggih dados napa naminipun artosipun syirik punika, nyembah

senesipun Allah. (17)

‘Ya jadi apa namanya pengertian syirik itu, menyembah selain Allah.’

Page 204: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut bisa

mewakili dari interferensi yang muuncul. Sehingga tanpa ada interferes pada kalimat

tersebut bisa mengunakan kata dalam bahasa Jawa tersebut, yaitu dengan kata

[artosipun]. Menginggat peserta tutur adalah pemakai bahasa Jawa aktif, hal tersebut

untuk mempermudah penutur dalam memahami arti yang disampaukan penutur.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

3) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku

masuk akal boten buk? (21)

‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk

akal tidak buk?’

Wujud interferensi yang muncul adalah /metode/ serapan dari bahasa Inggris

yaitu ‘method’ bisa diartikan ‘cara’. Jenis interferensi tersebut adalah interferensi

leksikal, yang mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan

istilah tersebut serta popular dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi

terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang

berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa

penyerap atau resipien.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa

dengan kata yang mendekati makna dari interferensi. Interferensi tersebut di ubah

dengan kata [cara] seperti di bawah ini.

3a) Nggih kita pirsa buk, kita pirsa cara carane pengobatane niku masuk

akal boten buk?

Page 205: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk

akal tidak buk?’

Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut

kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

4) Otomatis tetep milih di rumah nggih, di rumah dapet ketemu calone

sing cantik-cantik, calone sing ganteng-ganteng sing napa putrane,

ketemu menantunya. (39)

‘Otomatis tetap milih di rumah ya, di rumah dapet ketemu calonnya

yang cantik-cantik, calonya yang ganteng-ganteng yang apa anaknya,

bertemu menantunya.’

Interferensi berupa kata /Otomatis/ yang merupakan serapan dari bahasa

Inggris ‘automatically’. Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang

mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih diketahui dengan istilah tersebut

serta popular dalam masyarakat. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi

tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu

masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /Otomatis/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

5) Lha boten nggoten niku, niki perlu pemahaman yang detil, niki

pajenengan boten salah ngartekke. (58)

‘Lha tidak seperti itu, ini perlu pemahaman yang detil ini anda jangan

salah mengartikan.’

Page 206: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Wujud interferensi berupa /detil/ atau serapan dari bahasa Inggris “detail” jika

dalam bahasa Indonesia dengan istilah ‘detil’. Jenis interferensi tersebut adalah

interferensi leksikal, yang mengambil dari istilah asing yang maknanya lebih

diketahui dengan istilah tersebut serta lebih popular dalam masyarakat. Faktor yang

melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa

atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut

sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /detil/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud

Wujud interferensi selanjutnya terdapat dalam kalimat berikut ini.

6) Bahwasane saking Sukarno ngantos S.B.Y sakniki boten wonten sing

makmur. Setiap pemerintahane, setiap pemerintahane niku mesthi

dipenuhi dengan kemaksiatan, bencana, ndekwinggi S.B.Y bencana

tsunami […]. (84)

‘Bahwasanya dari Sukarno sampai S.B.Y sekarang tidak ada yang

makmur. Setiap pemerintahanya, setiap pemerintahanya itu pasti

dipenuhi dengan kemaksiatan, bencana, kala dulu S.B.Y bencana

tsunami.’

Interferensi yang muncul berupa kata /tsunami/. Tsunami merupakan bencana

yang disebabkan karena gempa dan mengakibatkan luapan air laut yang mengarah ke

darat dengan ketingian yang cukup tinggi.

Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang mengambil dari

istilah asing (Jepang) tetapi istilah tersebut lebih popular dan maknanya lebih

diketahui dengan istilah tersebut. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa

sumber atau bahasa donor.

Page 207: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Padan kata bahasa Jawa dari kata /tsunami/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

7) Lha terus professor, sakniki katah professor nemokke teknologi. (88)

‘Lha terus professor, sekarang banyak professor menemukan

teknologi.’

Interferensi berupa kata /professor/ dan /teknologi/ yang merupakan serapan

dari kata ‘technological’. Terjamahan dari kalimat di atas adalah. Jenis interferensi

tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil morfem dari istilah bahasa

asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Jenis interferensi tersebut

adalah interferensi leksikal, yang berupa interferensi penambahan (aditif) karena

bentuk baru mendampinggi bentul lama tetapi dengan makna yang agak khusus.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-

dua bahasa atu lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /professor/ dan /teknologi/ tidak ada,

sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

8) Terus wonten dokter, dokter niku katah spesialis bedah napa-napa

niku. Katah sakniki kalian penyakit kecil-kecil niku boten saget

diatasi. (89)

‘Terus ada dokter, dokter itu banyak khusus bedah apa-apa itu. Banyak

sekarang denga penyakit-penyakit kecil-kecil itu tidak bisa di atasi.’

Page 208: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Interferensi dari kalimat di atas berupa kata /spesialis/ yang merupakan

serapan dari kata ‘specialist’ yan artinya ‘khusus’. Jenis interferensi tersebut adalah

interferensi leksikal, yang berupa interferensi penambahan (aditif) karena bentuk baru

mendampinggi bentul lama.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari

system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /spesialis/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

9) Bahwsane sampun menyebabkan akibatkan hubungan niku mangkih

nanging nggih napa pemerintahan niku dirancang kalian Islam

didadekke hukum-hukum Islam kalian pemimpin niku hanya bertaqwa

kepada Allah, boten wonten korupsi, boten wonten. Bahwasane niku

malah seperti sakniki jamane pemilu demokrasi, pemilu niki sing

nyalonke nggih butuh ragat gedhe, dadhos ngeh mangkih wonten

maksud liyane. (110)

‘Bahwasanya sudah menyebabkan akibatkan hubungan itu nanti tetapi

ya apa pemerintahan itu dirancang dengan Islam dijadikan hukum-

hukum Islam oleh pemerintah itu hanya bertaqwa kepada Allah, tidak

ada korupsi, tidak ada. Bahwasanya itu malah seperti sekarang

jamanya pemilu demokrasi pemilu ini yang mencalonkan ya butuh

biaya besar, jadi ya nanti ada maksud lainya.’

Wujud interferensi dari tuturan di atas yang muncul yaitu /korupsi/ dan

/demokrasi/. Kata /korupsi/ merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu

‘corruption’ sedangkan istilah /demokrasi/ berasal dari kata ‘democracy’.

Page 209: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, termasuk dalam klas

interferensi perluasan (exspansif) karena bahasa pertama menyerap konsep kultur

beserta namanya. Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut

adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.

Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /korupsi/ dan /demokrasi/ tidak ada,

sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

10) Lha terus niki yen presidene niku mangkih sae, ingkang Islam, lha

terus dewekke ngertos perintah Allah, (112)

‘Lha terus ini kalau pemimpin negara itu nanti baik, yang Islam lha

terus beliau mengetahui perintah Allah, Indonesia itu tidak ada

bencana, kalau seperti itu karena keridhaan Allah kepada pemimpin.’

Interferensi yang terlihat dari kalimat diatas yaitu kata /presidene/. Jenis

interferensi tersebut adalah interferensi morfologis, karena menggunakan morfem

yang mendapat penambahan [-e] (dari bahasa Jawa) yang berarti milik. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien dan unsur serapan atau

importasi.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /presidene/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

11) Lha terus kita saget ngubah asset-aset bahwasane dokumen teng

Allah niku bahwasane ampun ngantos kemaksiatan kita sahingga

Page 210: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

merubah dengan iman ketaqwa’an niku mangkih saget insya Allah

Negara niki saget tentrem ayem. (120)

‘Lha terus kita bisa merubah kepemilikan bahwasanya dokumen dari

Allah itu bahwasanya jangan sampai kemaksiatan kita sehingga

merubah dengan iman ketaqwa’an itu nanti bisa atas hehendak Allah

Negara ini bisa tentam.’

Interferensi dari kalimat tersebut berupa kata /asset-asset/ atau ‘kepemilikan’

dan /dokumen/ yang merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘document’. Jenis

interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil kata dari istilah

bahasa asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /asset-asset/ dan /dokumen/ tidak ada,

sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

12) Lha terus sakniki kita ngertosi namine kristenisasi niku sampun

nyebar, niku ngangge berbusana muslim tapi isine punika ngajak

kepada orang untuk mengiguti yesus. Niku enten bahwasane kula niku

pengalaman teng Ngantiwarna. (126)

‘Lha terus sekarang ketahui namanya mengkristenkan (pemurtadtan)

itu sudah menyebar, itu berbusana Islam tapi isinya itu mengajak

kepada orang untuk mengikuti yesus. Itu ada bahwasanya saya itu

pengalaman di Gantiwarna.’

Interferensi berupa kata /kristenisasi/, terjamahan dari kalimat di atas yaitu.

Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, yang berjenis interferensi

penambahan (aditif). Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut

adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat.

Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Page 211: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Padan kata bahasa Jawa dari kata /kristenisasi/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

13) Nek tiyang sampun diklaim oleh Allah Swt boten ajeng masuk syurga,

niku nggih binggung nggih buk, nek kita niku sak bendintene boten

dijaga oleh Allah mangkih katah sangget dosa-dasa ingkang katah

kita lakoaken. (166)

‘Kalau orang sudah diakui oleh Allah Swt tidak akan masuk syurga,

itu ya binggung ya Buk, kalau kita itu setiap harinya tidak di jaga oleh

Allah nanti banyak sekali dosa-dosa yang banyak kita lakukan.’

Dari kalimat di atas interferensi berupa kata /diklaim/ yang merupakan

serapan dari kata ‘claim’ dari bahasa Inggris yang artinya ‘diakui’. Jenis interferensi

tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil morfem dari istilah bahasa

asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa. Faktor yang melatar belakangi

terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa atau lebih yang

berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut sebagai bahasa

penyerap atau resipien.

Kemudian diuji dengan teknil lanjutan berupa teknik ubah wujud menjadi

bahasa Jawa, yaitu dengan menganti interferensi dengan leksikon bahasa Jawa

dengan kata yang mendekati makna dari interfeensi. Interferensi tersebut ubah

dengan kata [diakui/dicap/ditetepke] seperti di bawah ini.

13a) Menawi tiyang sampun ditetepke deneng Allah Swt boten ajeng mlebet

syurga, niku nggih binggung nggih buk, menawi kita niku sak

bendintenipun boten dijagi deneng Allah mangkih katah sangget dosa-

dasa ingkang katah kita lakoaken.

‘Kalau orang sudah diakui oleh Allah Swt tidak akan masuk syurga,

itu ya binggung ya Buk, kalau kita itu setiap harinya tidak di jaga oleh

Allah nanti banyaksekali dosa-dosa yang banyak kita lakukan.’

Page 212: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Jika diuji dengan teknik ubah wujud menjadi seperti di atas, kata tersebut

kurang begitu cocok dalam mengantikan interferensi yang muncul.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

14) Anangging nek kita ngertosi fenomena sakniki punika jarang sekali

tiyang ingkang napa menghormati tetangane. (169)

‘Tetapi kalau kita mengetahui fenomena sekarang itu jarang sekali

orang yang apa menghormati tetanganya.’

Dari tuturan di atas interferensi ber wujud kata /fenomena/ yang merupakan

serapan dari bahasa Inggris dari kata ‘phenomenon’ bisa diartikan dengan istilah

‘penampakan, kejadian, atau gambaran’. Jika kalimat tersebut menggunakan arti dari

kata /fenomena/ akan rancu dan istilah /fenomena/ lebih popular dalam masyarakat.

Jenis interferensi tersebut terolong interferensi leksilal jenis interferensi

perluasan (ekspansif) karena menyerap konsep kultur dari bahasa lain. Faktor yang

melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-dua bahasa

atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi tersebut

sebagai penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /fenomena/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

15) Katah sakniki boten sadar matinipun ziarah, badhe ndongga terus,

buk kula nyuwun restu jenengan, mugi-mugi kula saget lulus, biji kula

apik, mugi-mugi sae saget rengkeng satunggal, dhumateng tiyang

sedha setuju boten?(208)

Page 213: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

‘Banyak sekali tidak sadar matinya ziarah, akan ber do’a terus, Buk

saya minta restu anda, moga-moga saya bisa lulus, nilai saya baik,

moga-moga baik sekali peringkat satu, kepada orang mati setuju

tidak?’

Wujud interferensi terlihat pada kata /rengkeng/ ‘rangking / peringkat’,

karena istilah ‘rangking’ lebih popular dalam masyarakat dari pada istilah

‘Peringkat’.

Jenis interferensi tersebut adalah interferensi leksikal, karena mengambil

morfem dari istilah bahasa asing (Inggris) digunakan dalam kalimat bahasa Jawa.

Faktor yang melatar belakangi terjadinya interferensi tersebut adalah dari system ke-

dua bahasa atau lebih yang berbaur dalam satu masyarakat. Fungsi dari interferensi

tersebut sebagai bahasa penyerap atau resipien.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /rengkeng/ tidak ada, sehingga tidak bisa

dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

Wujud interferensi terdapat dalam kalimat berikut di bawah ini.

16) Sakdherenge tiyang Jawi masuk Islam nenek moyang niku nyembah

napa? Animisme lan dinamisme. Niki ing tiyang Jawi niku enten

kepercayaan dhumateng uwit dhumateng keris saget menehi madharat

dhumateng tiyang. Tasih boten mriki? (ponari) (222)

‘Sebelumnya orang Jawa masuk Islam nenek moyang itu menyembah

apa? Animisme (Roh Nenek moyang) dan dinamisme (berhala). Ini

orang Jawa itu ada kepercayaan kepada pohon kepada keris bisa

memberi manfa’at kepada orang. Masih tidak di sini?’

Interferensi terjadi pada kalimat di atas berupa kata /Animisme/ ‘percaya

terhadap roh nenek moyang yang dapat memeberikan kekuatan, perlindungan dan

lain sebagainya’, dan /dinamisme/ ‘kepercayaan terhadap berhala atau benda yang

dapat memeberi rejeki, kekuatan dan lain sebagainya’. “Animisme” dan “dinamisme”

Page 214: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

merupakan interferensi karena kata tersebut jika diartikan akan sangat panjang dan

padan kata dalam tidak bisa mewakili makna yang terkandung dalam kata tersebut.

Interferensi tersebut tergolong interferensi leksikal, karena mengambil

morfem dari istilah bahasa asing (Inggris) kedalam kalimat bahasa Jawa. Fungsi dari

interferensi tersebut sebagai bahasa sumber atau bahasa donor.

Padan kata bahasa Jawa dari kata /Animisme/ dan /dinamise/ tidak ada,

sehingga tidak bisa dianalisis dengan teknik lanjutan ubah wujud.

4. TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA

Tingkat tutur bahasa Jawa hanya terdiri atas tiga ragam yaitu, ragam ngoko,

ragam madya, dan ragam krama. Tingkat tutur bahasa Jawa yang dipakai oleh santri

PDS dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini.

1. Ragam Ngoko

Tingkat tutur atau unggah-ungguh bahasa Jawa ragam ngoko merupakan

tingkat tutur yang menunjukkan kesopanan rendah. Biasanya digunakan oleh orang

yang sudah akrab atau petutur yang lebih tinggi kedudukan sosial dengan mitra tutur

lebih rendah atau menceritakan orang yang ada diluar komponen tutur. Afiks yang

muncul dalam ragam ini semuanya berbentuk ngoko (misalnya, afik di-, dan ake).

Ragam ngoko umumnya digunakan oleh orang yang tingkat tutur lebih tinggi status

sosial, orang yang lebih tinggi tingkat umurnya, dan orang yang sudah akrab. Dalam

ragam ini ada dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus.

Page 215: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

A. Ngoko Lugu

Dalam tingkat tutur bahasa Jawa ini terbentuk dari leksikon ngoko (/aku/

‘saya’, /kowe/ ‘kamu’) dan leksikon netral, tanpa ada leksikon yang lain (leksikon

krama, krama inggil, krama andap). Juga mengandung afiks [-e] (dak, ko, di, ku, mu,

dan ake).

3) Iki dadane bengkong mengko kethok bengkong mengko ora entuk dienggo iki

terus nek cenggere mlungker jarene mengko wonge jireh, jare mengko wonge

mengko ora patek wani gelut ngono pokoke akih sing aneh-aneh. (69)

‘Ini dadanya bengkok, nanti kelihatan bengkonk nanti tidak dapat

dipakai ini terus kalau bagian atas kepala melengkung nanti dikatakan

nanti orang itu takut, katanya nanti orang tersebut bengkok tidak

begitu berani berkelahi seperti itu pokoknya banyak yang aneh-aneh.’

Butir kata /iki/ ‘ini’, /dadane/ ‘dadanya’, /mengko/ ‘nanti’, /kethok/

‘kelihatan’, /ora/ ‘tidak’, /etuk/ ‘boleh’, /dienggo/ ‘dipakai’, /terus/ ‘terus’, /cenggere/

‘paruhnya’, /jarene/ ‘katanya’, /wonge/ ‘orangnya’, /jare/ ‘katanya’, /wani/ ‘berani’,

/ngono/ ‘seperti itu’, /akih/ ‘banyak’, dan /sing/ ‘yang’ merupakan leksikon ngoko.

Sedangkan leksikon netral terlihat pada butir /bengkong/, /nek/, /aneh-aneh/, /gelut/,

/pokoke/ ‘pokoknya’dan /mlungker/.

Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko lugu karena penutur merasa akrab dalam menyampaikan informasi terhadap

peserta tutur, sehingga penutur lebih memilih ragam ngoko lugu dalam komunikasi.

Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pengunaan ragam

bahasa Jawa ngoko lugu. Secara historis penutur berasal dari Magetan Jawa timur.

Fungsi dari bahasa Jawa ragan ngoko tersebut berguna untuk menunjukkan bentuk

suasana akrab sehinga menunjukkan situasi komunikasi non formal.

Page 216: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Pengunaan tingkat tutur ini kurang sesuai dengan fungsi dari ragam ngoko

lugu, karena fungsi dari ragam ini digunakan untuk orang tua kepada anak, orang

sesama (umur, pangkat, dan status sosial), status sosial tinggi dengan status sosial di

bawahnya, dan digunakan untuk berbicara dalam hati.

B. Ngoko Andap

Ragam ini terdiri dari leksikon ngoko, leksikon netral, leksikon madya dan

leksikon krama (krama ingil atau krama andap). Tetapi yang dominan dalam ragam

Ngoko andap adalah leksikon ngoko, leksikon krama (krama inggil, madya, atau

krama andap) yang muncul dalam ragam ini hanya digunakan sebagai penghormat

mitra tutur (misalnya: [panjenengan]).

1) Jenengan ngertos perguruan Setia Hati Teratai buk? Perguruan

beladiri ngotenniku lho buk. S.H niku lho buk, ngertos? (67)

‘Anda tau perguruan Setia Hati Teratai buk? Perguruan bela diri

seperti itu lho buk. S.H niku buk, ngertos?

2) Niku nek pas Sura niku mesthi beleh pitik mbah. Beleh pitik terus

pitike niku napa tha? Pitike niku sing digoleki niku dadane kudu

lurus, mengko jarene nek ra lurus mengko sing nduwe melu-melu

bengkong jarene ngono. (68)

‘Itu kalau pas Sura itu pasti menyembelih ayam embah. Menyembelih

ayam terus ayam tersebut itu apa tha? Ayam tersebut yang dicari itu

dadanya harus lurus, nanti kata orang tersebut kalau tidak lurus nanti

yang punya ikut-ikut bengkok katanya seperti itu.’

Dari data di atas yang termasuk leksikon ngoko adalah /sing/ ‘yang’, /digoleki/

‘dicari’, /kudu/ ‘harus’, /pitike/ ‘ayamnya’, /dadane/ ‘dadanya’, /jarene/ ‘katanya’,

/mengko/ ‘nanti’, /terus/ ‘terus’, /ra/ � “ora” ‘tidak, /nduwe/ ‘punya’, /melu/ ‘ikut’,

dan /ngono/ ‘seperti itu’. Dari data di atas yang termasuk leksikon netral adalah

/Beleh/ ‘menyembelih’, /Sura/ ‘(bulan) syura’, /mesthi/ ‘pasti’, /mbah/ ‘embah’,

Page 217: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

/lurus/ ‘lurus’, /pas/ ‘pas’, /pitik/ ‘ayam’, dan /nek/ ‘kalau’. Dari data di atas yang

termasuk leksikon madya adalah /napa/ ‘apa’. Sedangkan Dari data di atas yang

termasuk leksikon krama adalah /jenengan/ ‘anda’, leksikon karam hanya untuk

mnghormati penutur saja.

Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam

ngoko andap karena penutur merasa akrab dalam menyampaikan informasi terhadap

peserta tutur, sehingga penutur lebih memilih ragam ngoko andap dalam komunikasi.

Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pemakaian ragam

bahasa Jawa ngoko andap. Fungsi dari bahasa Jawa ragan ngoko andap tersebut

berguna untuk menunjukkan bentuk suasana akrab sehinga menunjukkan situasi

komunikasi non formal tanpa harus menghilangkan rasa hormat kepada peserta tutur,

dengan mengunakan leksikon krama untuk menyebut peserta tutur.

Fungsi dari ragam ngoko andap pada kalimat tersebut sebagai penghormatan

terhadap peserta tutur, tanpa harus mengubah situasi santai. Hal tersebut merupakan

bentuk komunikasi non formal, sehingga agar komunikasi lebih akrab.

2. Ragam Madya

A. Madya Ngoko

Ragam ini terdiri leksikon madya (/kula/ ‘saya’dan /dika/ ‘anda’) tercampur

leksikon ngoko. Pemakaian bahasa Jawa ragam madya ngoko seperti di bawah ini.

4) Nggih kita lihat buk, kita lihat metode carane pengobatane niku masuk akal

boten buk? Watu nggih, watu dicelupke. Kan ceritane kesamber bledek tha?

Terus niku watu terus dicelupke banyu niku mengko sok lara ngombe

diminum-minum lan akhirnya sembuh. (21)

Page 218: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

‘Ya kita lihat buk, kita lihat metode caranya pengobatannya itu masuk akal

tidak buk? Watu ya, watu dicelupkan. Kan ceritanya trsengat petir kan? Terus

itu bat uterus dicelupkan air itu nanti yang sakit minum dimimum-minum dan

akhirnya sembuh.’

Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam

madya ngoko karena penutur menempatkan dirinya dalam status yang hampir sama

dengan peserta tutur, hal tersebut untuk meghilangkan rasa formal atau asing terhadap

mitra tutur. Sehingga penutur merasa akrab tetapi masih dalam koridor santun dalam

berbicara dengan ragam madya ngoko.

Faktor historis dan pengetahuan bahasa Jawa juga mempengaruhi pemakaian

ragam bahasa Jawa madya ngoko. Fungsi dari bahasa Jawa ragan madya ngoko

tersebut berguna untuk menunjukkan bentuk suasana akrab, tetapi juga mempunyai

nilai kesantunan berbahasa.

B. Madya Krama

Ragam madya Krama terdiri dari leksikon madya tercampur leksikon krama

(/kula/ ‘saya’, /sampeyan/,/samang/ ‘kamu’). Bahasa ini sering digunakan oleh orang

desa dengan orang desa yang lainya yang disegani.

Wujud pemakaian ragam ini Nampak seperti di bawah ini.

1) Nggih misale napa namine? Bu Sini niki dithuthoklah kalih buk takmir

lah. Boten nggertos sebape ko langung dithuthok. Niku termasuk

terdholimi buk. Sampean niku tersakiti. (12)

‘Ya misalnya apa namanya? Bu Sini ini dipukul oleh ibu Takmir. Tidak

tau sebapnya kok langsung dipukul. Itu termasuk terdholimi buk. Anda

itu tersajiti.’

Leksikon krama inggil pada butir, /nggertos/ ‘mengetahui’, /dhumateng/

‘kepada’. Leksikon krama pada butir / /boten/ ‘tidak’ dan /nggih/ ‘ya’. Leksikon

Page 219: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

krama andap pada butir /namine/ ‘namanya’, /kalih/ ‘dengan’, /Sampaian/ ‘anda’,

dan. Leksikon madya terdapat pada bentuk /napa/ ‘apa’, niku/ ‘itu’, dan /niki/ ‘ini’,

Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /sebabpe/ ‘sebabnya’, /dongane/ ‘do’anya’, dan

/langung/ ‘langsung’. Leksikon netral terdapat pada /dithuthok/ ‘dipukul’.

Faktor yang melatar belakangi penutur menggunakan bahasa Jawa ragam

madya Krama karena penutur menempatkan dirinya dalam status geografi yang sama

dengan peserta tutur, yaitu masyarakat pedesaan. Serta peserta tutur merupakan

kelompok masyarakat yang dihormati oleh penutur. Sehingga dalam kalimat tersebut

mengunakan ragam madya krama

Fungsi dari bahasa Jawa ragan madya krama tersebut berguna untuk

menunjukkan identitas penutur secara asal (daerah), serta untuk wujud bahasa dengan

tingkat hormat yang sedang sehingga komunikasi lebih terjalin lebih akrab tetapi juga

mempunyai nilai kesantunan.

C. Madyantara

Pemakaian bahasa Jawa ragam madyantara tidak temukan dalam penelitian

ini. Karena ragam ini digunakan untuk suami istri. Ragam madyanatara terdiri dari

leksikon madya tercampur leksikon krama (/kula/ ‘saya’, /sampeyan/,/samang/

‘kamu’) tetapi dalam komunikasi sering pemakai leksikon krama.

3. Ragam Krama

Tingkat tutur krama merupakan ragam atau tingkat tutur bahasa Jawa yang

berintikan leksikon krama bulan leksikon yang lain.

Page 220: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

A. Muda Krama

Dalam tingkat ini dibentuk oleh leksikon krama, madya, netral, dan / atau

ngoko serta dapat krama inggil atau krama andap. Meskipun begitu yang menjadi

leksikon inti adalah dalam ragam krama lugu adalah krama, madya, dan / atau netral

sedangkan krama inggil atau krama andap yang muncul dalam ragam ini hanyalah

digunakan untuk menghormati lawan bicara.

Wujud ragam krama lugu yang muncul dalam penelitian ini sebagai berikut

ini.

1) Gusti Allah niku kula paringgi arta niki pinten yuta , kula boten bali

teng neraka, dilebetke surga. Niku ditrima napa boten buk? Boten tha.

(15)

‘Tuhan Allah ini saya beri uang berapa juta, saya tidak kembali di

neraka, di masukkan syurga. Itu ditrima apa tidak buk? Tidak kan.’

Leksikon krama terdapat pada bentuk /niku/ ‘itu’, /niki/ ‘ini’, dan /boten/

‘tidak’. Leksikon krama inggil terdapat pada bentuk /kula/ ‘saya’, /arta/ ‘uang’.

Leksikon krama andap terdapat pada bentuk, /paringgi/ ‘diberi’, dan /dilebetke/

‘dimasukkan’. Leksikon madya terdapat pada bentuk /napa/ ‘apa’, /teng/ ‘ke’

Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /pirang/ ‘berapa’, /bali/ ‘kembali’. Leksikon

netral terdapat pada bentuk /Gusti/ ‘pangeran’, /yuta/ ‘juta’, /neraka/ ‘neraka’, dan

/surga/ ‘syurga’.

Faktor yang mempenaruhi penutur menggunakan ragam krama lugu

dianaranya karena dilator belakangi penutur yang merupakan santri pengguna bahasa

ibu bahasa Jawa. Disamping itu karena komponen tutur yang terdiri dari sedikit

pemuda dan banyak dari kalangan orang tua yang berdomisili di pedesaan serta

merupakan pengguna bahasa Jawa Aktif. Situasi tutur juga mempengaruhi

Page 221: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

penggunaan bahasa Jawa Ragam Krama, karna disamping bahasa mudah dan lebih

akrab dengan peserta tutur. Fungsi dari penggunaan ragam bahasa Jawa krama lugu

sebagai bahasa santun tetapi juga mudah dan lebih efektif agar suasana tidak terlalu

formal.

B. Kramaantara

Ragam ini terdiri dari leksikon krama tanpa tercampur leksikon krama inggil.

Ragam ini jarang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Umumnya ragam ini digunakan oleh orang tua kepada pemuda.

1) Laler niku saget mlebetaken tiyang dhumaten syurga, hanangging

wonten laler ning saget mlebettaken tiyang dhumateng neraka. (201)

‘Laler itu bisa memasukkan orang kepada syurga, tetapi ada laler tapi

bisa memasukkan orang kepada neraka.’

Faktor yang melatar belatar belakanggi pemakaian bahasa Jawa ragam

kramaantara karena penutur menempatkan status sosioal sama dengan peserta tutur.

Pemakaian ragam krama lugu pada data di atas berfungsi sebagi bahasa yang

mempunyai nilai hormat kepada peserta tutur yang sebagian besar terdiri dari para

orang tua

C. Wredhakrama

1) Ha boten kok kesandung niku kok ngucapne napa niku namine kewan-

kewan sing wonten kebun bin niku, niku medal sedaya boten nggih?

(9)

‘Ha tidak kok tersandung itu kok mengucapkan apa namanya hewan-

hewan yang ada kebun binatang itu, itu keluar semua tidak ya?’

Page 222: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

Unsur yang menjadi ciri dari ragam Wredhakrama adalah penambahan afik

[di-], [-e], dan [-ake]. Ragam tersebut umumnya digunakan oleh orang tua kepada

pemuda. Ragam ini terdiri dari leksikon krama tanpa tercampur leksikon krama

inggil. Faktor yang mempengaruhi pengunaan ragam tersebut merupakan faktor dari

penutur sendiri. Fungsi dari ragam ini lebih menempatkan penutur dalam status sosial

lebih tinggi dibandingkan dengan peserta tutur.

D. Krama Inggil

Merupakan bentuk ungah-unguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya

merupakan kosakata krama, tetapi dapat ditambah dengan leksikon krama inggil dan

krama andap. Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti adalah leksikon krama.

Penggunaan krama ingil dan krama andap merupakan wujud penghormatan terhadap

mitra tutur, sedangkan leksikon ngoko dan leksikon madya tidak pernah muncul

dalam tingkat tutur jenis ini. Ragam ini tidak ditemukan dalam penelitian ini.

E. Krama Desa

Ragam karama desa yang muncl dari penelitian ini, berwujud eperti kalimat

berikut ini.

1) Kula tanglet ingkang sampun kula sampekne ngek biyen nggih. (7)

‘Saya tanya yang sudah saya sampaikan kala dulu ya.’

Leksikon krama pada butir /nggih/ ‘ya’dan /ingkang/ ‘yang’. Leksikon krama

inggil pada butir /sampun/ ‘sudah’, dan /kula/ ‘saya’. Leksikon krama andap

/sampekne/ ‘sampaikan’, . Leksikon krama desa pada butir /tanglet/ ‘tanya’.

Page 223: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

��

Leksikon ngoko terdapat pada bentuk /ngek/ ‘kala (dulu)’. Dari data tersebut muncul

leksikon dari krama desa yang bukan berasal dari bahasa ngoko atau krama, yaitu

pada kata /tanglet/ ‘tanya’.

2) Menawi kula tanglet tiyang ing desa-desa punika. Pak ngoteniku telas

pinten, kinten-kinten pak? Satus ewu nggih telas. Ngantos pinten

dinten? Niku nek ditaglet niatipun nge napa nggih? Shodakoh

diparengke pitung dalu nyuwunke arwahe terus saget maringi

manfa’at kalih keluarganipun niku. (228)

‘Kalau saya tanya orang di desa-desa itu. Pak seperti itu habis berapa,

kira-kira pak? Seratus ribu ya habis. Sampai berapa hari? Itu kalau

ditanya niatnya buat apa ya? Shodakoh diberikan tuju malam

memintakan arwahnya terus bisa memberi manfa’at oleh keluarganya

itu.

leksikon krama pada butir /telas/ ‘habis’, /ngantos/ ‘sampai’, /pinten/

‘berapa’, /dinten/ ‘hari’, /saget/ ‘bisa’, /kalih/ ‘dengan / dua’, /ing/ ‘di’, /kinten-kinten/

‘kira-kira’, /maringi/ ‘memberi’, /niku/ ‘itu’, /nggih/ ‘ya’, /ngoteniku/ ‘seperti itu’.

Leksikon krama inggil pada butir, ‘itu’, /Menawi/ ‘seandainya’, /kula/ ‘saya’, /tiyang/

‘orang’, /punika/ ‘seperti itu’, /pinten/ ‘berapa’, /niatipun/ ‘niatnya’, /keluarganipun/

‘kelurganya’, /dalu/ ‘malam’, /Pak/ ‘Bapak’. Leksikon krama andap pada butir

/nyuwunke/ ‘memintakan’, /diparengke/ ‘diberikan’. Leksikon madya terdapat pada

bentuk /napa/ ‘apa’, dan /jenengan/ ‘anda’, /Nge/ ‘untuk’. Leksikon ngoko terdapat

pada bentuk /arwahe/ ‘arwahnya’, /Satusewu/ ‘seratus ribu’, /terus/ ‘terus’, /desa-

desa/ ‘desa-desa’. Leksikon netral terdapat pada /nek/ ‘kalau’, /pitung/ ‘tujuh’.

Leksikon krama desa pada butir /tanglet/ ‘tanya’.

Faktor yang mempengaruhi pemakaian ragam ini karena faktor historis

penutur yang berasal dari kalangan pedesaan. Sehingga sesuai dengan kemampuan

berbahasa Jawa. Fungsi ragam ini digunakan oleh orang desa.

Page 224: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

���

D. Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Bahasa Jawa

Untuk menentukan faktor yang melatar belakangi pemakaian bahasa Jawa

dianalisis dengan metode padan dengan alat referen di luar bahasa yaitu dengan

komponen tutur.

Komponen tututr terdiri dari delapan unsur (component of speech) yang

dihasilkan berdasarkan analisisnya dalam suatu akronim bahasa Inggris dengan kata

SPEAKING yang menyangkup antara lain (a) Setting and Scene, (b) Participants,

(c) Ends, (d) Act sequence, (e) Key, (f) Instrumentalities, (g) Norm of interpretation,

(h) Genres.

Adapun analisis dengan metode padan seperti dibawah ini.

1) Apa mbah, syirik ndek emben? Menyekutukan Allah, masksute

menyekutukan Allah niku gimana tha? Menyembah selain Allah dados

jenengan misale nyembah matahari, menyembah kuburan, menyembah

wit, napa, napa namine menyembah napa waelah selain Allah niku

termasuk syirik. Syirik niku dosane besar mbah. (18)

‘Apa embah, syirik kala dulu? Menyembah selain Allah jadi anda

misalnya menyembah matahari menyembah apa saja selain Allah itu

termasuk syirik, syirik itu dosa besar embah.’

Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola

kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau

jam 6 (enam) sore lebih.

Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan

santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra

tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah

sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.

Page 225: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam

kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu

agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).

Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut bertanya dan untuk menerangkan

perbuatan syirik yang tergolong dosa besar, agar masyarakat menetahui dan tidak

melakukan perbuatan itu. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan

bahasa lisan.

Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam

kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pertanyaan dan pernyataan

dari materi yang disampaikan.

Nada atau cara penyampain kalimat dengan santai bertanya dan menerangkan

kepada peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan

tersebut.

Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,

mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran

terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian

dengan jenis komunikasi biasa.

2) Menyembah selain Allah dados jenengan misale nyembah matahari,

menyembah kuburan, menyembah wit, napa, napa namine menyembah

napa waelah selain Allah niku termasuk syirik. Syirik niku dosane

besar mbah. (18)

‘Menyembah selain Allah jadi anda misalnya menyembah matahari,

menyembah kuburan, menyembah pohon, apa, apa namanya

menyembah apa sajaselain Allah itu termasuk syirik. Syirik dosanya

besar embah’

Page 226: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

3) Lha nek jenengan percaya niku latiska arbaina yaumam, dados

sholate sampean boten ditrima patang puluh dinten mbah. Jenengan

sujud bendinten sujud-sujud kemudian boten ditrima niku mbah,

dados patang puluh dina niku sia-sia. (30)

‘Lha kalau anda percaya itu sholat ditak ditrima selama empat puluh

hari, jadi sholat anda tidak ditrima empat puluh hari embah. Anda

sujud tiap hari sujud-sujud kemudian tidak ditrima itu embah, adi

empat puluh hari itu sia-sia.’

Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola

kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau

jam 6 (enam) sore lebih.

Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan

santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra

tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah

sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam

kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu

agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).

Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut untuk menerangkan perbuatan syirik

dan akibat dari perbuatan tersebut, agar masyarakat menetahui dan tidak melakukan

perbuatan itu. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan bahasa lisan.

Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam

kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pernyataan dan kesimpulan

dari materi yang disampaikan.

Nada atau cara penyampain kalimat dengan serius menerangkan kepada

peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan tersebut.

Page 227: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,

mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran

terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian

dengan jenis komunikasi biasa.

4) Kalih niki pondasine awal, Bapak saget ngertosi iman lan taqwa

menika nggih Pak, Buk? Bahwasane fatawqadadu faimanqairuhuzad

taqwa, sebagai bekal itu adalah taqwa boten wonten bekal niku

pantun napa-napa, bonten napa-napane kalian taqwa niku. (82)

‘Dua ini pondasi awal, Bapak bisa mengetahui percaya dan patuh

(pada Allah) itu ya Pak, Buk? Bahwasanya sebaik-baik bekal adalah

taqwa, sebagai bekal itu adalah patuh, tidak ada bekal itu padi apa-apa,

tidak apa-apa dengan patuh itu.’

Dalam penelitian ini mengambil tempat ta’lim PDS di masjid dan mushola

kecamatan Simo, Boyolali pada waktu sehabis sholat magrib sekitar pukul 18.10 atau

jam 6 (enam) sore lebih.

Partisipan atau penelitian ini pihak-pihak yang terlibat adalah santri dengan

santri, santri orang lain atau masyarakat. Penutur adalah santri TID PDS dan mitra

tutur adalah masyarakat yang hadir dalam sholat Magrib yaitu masyarakat jama’ah

sholat magrib, mayoritas masyarakat penguna bahasa Jawa aktif.

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan petutur. Peristiwa tutur santri dalam

kegiatan ta’lim dengan masyarakat bermaksud untuk menyampaikan materi atau ilmu

agama dengan tujuan agar masyarakat mendapat pencerahan ilmu agama (Islam).

Tujuan dari tuturan dari kalimat tersebut untuk menerngkan sebaiknya bekal

dalam hidup yaitu dengan iman dan takwa kepada Allah, agar masyarakat menetahui

bekal dalam hidup. Nada penutur dalam berbicara cenderung santai, dengan bahasa

lisan.

Page 228: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Bentuk ujaran pada situasi dalam kalimat tersebut merupakan ujaran dalam

kegiatan kajian keagamaan disampaikan, dengan bentuk pernyataan dan kesimpulan

dari materi yang disampaikan.

Nada atau cara penyampain kalimat dengan santai menerangkan kepada

peserta tutur trntang bahasa yang didapat dari perbuatan yang disampaikan tersebut.

Jalur bahasa yang digunakan adalah jalur lisan, Norm of interpretation,

mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, mengacu pada norma penafsiran

terhadap ujaran dari lawan bicara. Bentuk penyampaian merupakanpenyampaian

dengan jenis komunikasi biasa.

E. Fungsi Pemakaian Bahasa Jawa

Fungsi dari pemakaian bahasa Jawa seperti dibawah ini.

1) Lha dados dikir niki mbah, dikir niki nggih napa namine. Harus kita

ucapkan disetiap waktu, disetiap dimanapun kita berada. (243)

‘Lha jadi mengingat (Allah) ini nek, mengingat (Allah) ini ya apa

namanya. Harus kita ucapkan disetiap waktu, disetiap dimanapun kita

berada’

Selanjutnya data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial,

yang berada diluar bahasa.

Komponen tutur adalah santri dan masyarakat, santri merupakan penutur dan

masyarakat merupakan peserta tutur. Tujuan dari tuturan adalah menerangkan tentang

bab mengingat Tuhan. Bentuk ujaran tersebut merupakan bentuk pertanyaan,

pernyataan dan ajakan. Nada penutur cenderung santai, dengan bahasa lisan.

Bahasa Jawa dalam tuturan tersebut merupakan wujud dari suasana santai

kemudian mulai menggunakan alih bahasa Indonesia untuk menerangkan materi.

Page 229: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

Fungsi dari bahasa Jawa adalah untuk mengimbangi dan menghormati mitra

tutur yang terdiri dari para orang tua dan beberapa pemuda. Fungsi bahasa Jawa

dalam kalimat tersebut juga berguna situasi nonformal yang santai.

2) Namine amal sing paling utama niku sing diutamahaken Rosullullah

niku napa buk? Ilmu yang ilmunya diamalkan kemudian, kemudian

anak yang saleh. (51)

‘Namanya amal yang paling utama itu yang diutamakan Rosullullah

itu apa buk? Ilmu yang ilmunya diamalkan kemudian, kemudian anak

yang sholeh.’

Selanjutnya data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial,

yang berada diluar bahasa.

Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan berbentuk

ujaran berupa pertanyaan dan pernyataan. Nada penutur cenderung santai, dengan

menggunakan bahasa lisan dalam kajian ta’lim.

Fungsi dari penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa yang nilai penghormatan

kepada peserta tutur dan bahasa yang lebih berperaserta dalam bertanya kepada

peserta tutur. Menempatkan penutur dalam status sosial sebagi penutur atau orang

Jawa.

3) Innalhamdalillah nahmaduhu wanasta’iinuhu wanasta’firuhu,

wana’uudhubillahi minsyuruuri anfusina, wamin say’ati ‘amalina,

manyahdihihufaamudhillah waman yadhlil falahadiy’lah.

Ashaduanlaillahaillah wahdahula syarikalahu wa

ashaduannamuhammadan ‘abduhu warasullu lanabbi warassullah

ba’dah. Kallahuta’ala ya ayyuhaladina ‘amanuttaqullah kaqqatuqtihi

wala tamu tunnilla wa antum muslimun. Allhamdulillah ing

kesempatan punka kula saget ngisi kalian bapak-bapak, ibu-ibu. (78)

‘Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan mencari bantuan-Nya

dan pengampunan dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri

kita dan kejahatan kita, dari petunjuk Allah tidak menyesatkan dia dan

tidak disesatkan. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah,

Page 230: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

sendirian tanpa pasangan, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah

hamba dan Rasul. Wahai manusia, aku menasihati kamu dan aku takut

akan Allah telah memenangkan orang-orang benar. Hai orang yang

beriman, bertakwalah kepada Allah harus ditakuti dan tidak mati

kecuali sebagai Muslim. Segala puji bagi Allah. Di kesempatan ini

saya bisa memberi (ilmu) kapada bapak-bapak, ibu-ibu.’

Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada

diluar bahasa. Komponen tutur adalah santri dan masyarakat. Tujuan dari tuturan

berbentuk ujaran berupa penjelasan. Nada penutur cenderung santai kemudian

menjadi serius dalam pemakaian dengan bahasa Arab, dengan menggunakan bahasa

lisan dalam kajian ta’lim.

Fungsi dari bahasa Jawa sebagai merubah topik pembicaraan, dari bahasa

menjadi Jawabahasa Arab dalam menyampaikan ilmu agama ditenggah masyarakat

pengguna bahasa Jawa Aktif. Sehingga dalam kegiatan ta’lim tersebut materi yang

disampaikan lebih terserap dan mudah difahami oleh peserta tutur yang sebagian

besar para orang tua.

4) Maluku itu pernah diterapkan, dinapa praktekkne tumindak ngoten

niku buk. Niku insya Allah pun kapok boten nyolong melih buk, boten

napa niku kapok lombok thok, pedes nek wis anu nggih baleni. (61)

‘Maluku itu pernah diterapkan Diapa praktekkan perbuatan seperti itu

buk. Itu atas kehendak Allah sudah kapok tidak mencuri lagi buk,

tidak apa itu kapok lombok, pedas kalau sudah apa ya mengulangi.’

Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada

diluar bahasa.

Fungsi dari bahasa Jawa dalam kalimat tersebut untuk merubah situasi dari

ragam beku menjadi situasi yang santai dan komunikatif yaitu termasuk ragam non

formal. Bahasa Jawa juga menunjukkan nilai sebagai bahasa yang santun dan lebih

Page 231: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

����

komunikan dalam menghadapi peserta tutur yang notabenya merupakan pengguna

bahasa Jawa aktif, serta mengimbangi bahasa yang dikuasai peserta tutur.

5) Mendingan diem saja, mendingan nek wong Jawa nggih napa tutup

mawon napa meneng mawon kersane boten, boten salah ngomong,

nggih mbah. (65)

‘Mendingan diem saja, mendingan kalau orang Jawa ya apa tutup saja

apa diam saja biar tidak, tidak salah bicara, ya nek.’

Data di analisis dengan metode padan dengan alat referensial, yang berada

diluar bahasa.

Topik pembicaraan yang semula berupa ragam resmi menjadi santai atau yang

semula menjelaskan ilmu menjadi memberikan contoh dalam bahasa. Fungsi dari

bahasa Jawa menjelaskan sesuatu hal agar mudah dimengerti oleh mitra tutur, juga

merubah suasana dari ragam resmi menjadi ragam bahsa santai.

Page 232: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

218

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis data yang mengacu pada beberapa rumusan

masalah dan pembatasan masalah dari hasil analisis pada bab sebelumnya, maka

dapat ditarik simpulan terhadap objek kajian yang berupa pemakaian bahasa santri

yang membahas alih kode, campur kode, dan interferensi pada jenis penelitian

sosiolinguistik sebagai berikut.

Data yang didapat dari penelitian sosiolimguistik tersebut merupakan data

lisan yang diambil dari kegiatan ta’lim (pembelajaran Islam untuk Masyarakat)

yang kebanyakan berupa data monolog. Bahasa yang digunakan santri dalam

kegiatan ta’lim adalah bahasa Jawa, akan tetapi mengalami alih kode, campur

kode, serta interferensi. Ragam bahasa Jawa yang muncul dalam penelitian ini

adalah ragam krama , ragam madya, serta ragam ngoko. Munculnya alih kode,

campur kode dan interferensi sebagai berikut, dibawah ini.

1. Alih kode yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) alih kode dari bahasa

Jawa ke bahasa, (2) Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Arab, (3) Alih kode

dari bahasa Arab kebahasa Indonesia, (4) Alih kode dari bahasa Indonesia ke

bahasa Jawa, dan (5) alih kode antar ragam bahasa Jawa (dari ngoko ke krama

dan sebaliknya).

Page 233: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

219

2. Campur kode

Campur kode yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) Campur kode

bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa, (2) Campur kode bahasa Arab dalam

bahasa Jawa, (3) Campur kode bahasa Ingris dalam bahasa bahasa Jawa.

3. Interferensi

Interferensi yang muncul dalam penelitian ini berupa; (1) interferensi morfem

terikat dari bahasa Indonesia, (2) interferensi morfem terikat dari bahasa Arab,

(3) interferensi morfem terikat dari bahasa Asing (Inggris). Wujud tingkat

tutur bahasa Jawa

4. Tingkat tutur bahasa Jawa

Tingkat tutur bahasa Jawa yang muncul dalam penelitian ini terdiri dari ragam

ngoko, ragam madya, dan ragam krama. Ragam ngoko terdiri dari ngoko lugu

dan ngoko alus. Ragam madya terdiri dari madya ngoko dan madya krama.

Sedangkan ragam krama terdiri dari muda krama, kramantara, wredakrama,

dan krama desa.

Faktor yang menjadi sebab pemakian bahasa Jawa dipengaruhi oleh

beberapa hal yaitu, (1) penutur atau orang pertama, (2) mitra tutur atau orang

kedua, (3) pokok pembicaraan atau topik, (4) untuk membangkitkan rasa

humor, (5) keinginan untuk menjelaskan, (6) sebagai rasa hormat dan

kesantunan berbahasa.

Sedangkan fungsi dari pemakaian bahasa Jawa antara lain, (1) untuk

menghormati mitra tutur, (2) untuk menunjukkan status sosial atau

menempatkan dalam hierarkhi status sosial penutur, dan (3) mengubah dari

ragam resmi menjadi ragam santai.

Page 234: pemakaian bahasa jawa oleh santri pondok pesantren darusy

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

220

B. Saran

Penelitian pemakaian bahasa Jawa oleh santri PDS kabupaten

Boyolali ini membahas aspek-aspek kebahasaan yang digunakan oleh santri

ponpes dalam masyarakat khusunya dalam kegiatan dakwah yaitu berupa alih

kode, campur kode, interferensi, serta tingkat tutur bahasa Jawa yang muncul

dalam pengunaan bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, peneliti

menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk mengkaji masalah yang

belum diteliti dengan pendekatan yang lain. Misalnya pragmatik atau

semantik, sehingga ada penelitian lain dengan pembahasan yang berbeda

untuk menambah penelitian bahasa dan memperluas ilmu pengetahuan.