institut goresan santri€¦ · institut goresan santri sabtu, 07 september 2019 edisi...

4
Institut Goresan Santri SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIII darussunnah.ponpes.id PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI Halaman 1 WARTA PESANTREN Oleh Ziyad Husaini Menyelami Lautan Pahala CATATAN SANTRI Oleh Faiz Abyan Di dalam Pondok Pesantren Darus- Sunnah ada berbagai problemaka yang berada di antara para musyrif dan para santri, salah satunya ialah salat fardhu secara berjamaah. Patut kita ketahui bahwa salat fardhu lima waktu itu hukumnya wajib dan disunnahkan bagi kita untuk melakukan secara ber- sama-sama atau lebih sering kita sebut dengan “berjamaah”. Para asaz kewalahan dalam menerbkan santri- santri untuk turun ke masjid, akhirnya ha para pengurus ISDAR bergejolak untuk membantu para asaz dalam menerbkan santri-santri yang sulit untuk melangkahkan kakinya menuju tempat yang mulia. Para santri pun d- ak habis akal untuk bersembunyi dan melawan para pengurus, oleh karena itu sering terjadi kesalahpahaman anta- ra pengurus dan santri. Dengan menjadi santri kita harus menjadi tauladan bagi selain santri. Jika kita santri dan teman kita bukan santri tetapi kelakuan kita sama dengan kelakuan mereka, lalu buat apa kita mondok. Jika mereka Menu Ice Cream AICE Baru-baru ini Koperasi Unit Darus- Sunah (KUDS) menambah menu yang berbeda, yakni es krim Aice. Pelopor hadirnya menu spesial ini adalah ustaz Roki’in, beliau bekerja sama dengan bagian seller dari perusahaan tersebut. Petugas koperasi pun harus merubah tata letak barang, menggeser-geser posisi dagangan untuk meletakkan di posisi mana yang tepat untuk menaruh “mesin es krim”. Begitu datang es krim Aice ini, langsung diserbu para santri yang junior maupun senior. Juga semakin menarik karena banyaknya variasi bentuk serta rasa yang sangat unik, seper mangga, se- mangka, hingga moci. Harganya pun terjangkau sesuai variasi bentuk dan rasanya. Belum berlalu seminggu, be- berapa jenis es krim telah ludes terjual. Dengan hadirnya es krim ini di koperasi, keluarnya para santri dari pondok untuk mencari jajan di luar jadi berkurang. Karena sering kali, para santri yang keluar dak terkontrol oleh asaz dan musyrif, dak ikut kegiatan pondok, mengganggu kenyamanan warga di luar, hingga mencoreng nama baik Darus-Sunnah. Laba yang diperoleh koperasi pun meningkat, hingga KUDS semakin berkembang dan bisa mem- batu keuangan Ma’had. Semoga Koperasi Unit Darus-Sunnah semakin berkembang dan berinovasi sehingga dapat membantu ma’had. Para santri juga menjadi terb tanpa harus keluar untuk mencari makanan, karena hampir seluruh kebutuhan sandang dan pangan telah tersedia di koperasi ini. Harapan semua pun tekabul.

Upload: others

Post on 22-Jun-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Institut Goresan Santri€¦ · Institut Goresan Santri SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIIIdarussunnah.ponpes.id PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI Halaman 1 WARTA PESANTREN mencari jajan

Institut Goresan Santri

SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIII darussunnah.ponpes.id

PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI

Halaman 1

WARTA PESANTREN

Oleh Ziyad Husaini

Menyelami

Lautan Pahala

CATATAN SANTRI

Oleh Faiz Abyan

Di dalam Pondok Pesantren Darus-

Sunnah ada berbagai problematika

yang berada di antara para musyrif dan

para santri, salah satunya ialah salat

fardhu secara berjamaah. Patut kita

ketahui bahwa salat fardhu lima waktu

itu hukumnya wajib dan disunnahkan

bagi kita untuk melakukan secara ber-

sama-sama atau lebih sering kita sebut

dengan “berjamaah”. Para asatiz

kewalahan dalam menertibkan santri-

santri untuk turun ke masjid, akhirnya

hati para pengurus ISDAR bergejolak

untuk membantu para asatiz dalam

menertibkan santri-santri yang sulit

untuk melangkahkan kakinya menuju

tempat yang mulia. Para santri pun tid-

ak habis akal untuk bersembunyi dan

melawan para pengurus, oleh karena

itu sering terjadi kesalahpahaman anta-

ra pengurus dan santri. Dengan menjadi

santri kita harus menjadi tauladan bagi

selain santri. Jika kita santri dan teman

kita bukan santri tetapi kelakuan kita

sama dengan kelakuan mereka, lalu

buat apa kita mondok. Jika mereka

Menu Ice Cream AICE

Baru-baru ini Koperasi Unit Darus-

Sunah (KUDS) menambah menu yang

berbeda, yakni es krim Aice. Pelopor

hadirnya menu spesial ini adalah ustaz

Roki’in, beliau bekerja sama dengan

bagian seller dari perusahaan tersebut.

Petugas koperasi pun harus merubah

tata letak barang, menggeser-geser

posisi dagangan untuk meletakkan di

posisi mana yang tepat untuk menaruh

“mesin es krim”.

Begitu datang es krim Aice ini, langsung

diserbu para santri yang junior maupun

senior. Juga semakin menarik karena

banyaknya variasi bentuk serta rasa

yang sangat unik, seperti mangga, se-

mangka, hingga moci. Harganya pun

terjangkau sesuai variasi bentuk dan

rasanya. Belum berlalu seminggu, be-

berapa jenis es krim telah ludes terjual.

Dengan hadirnya es krim ini di koperasi,

keluarnya para santri dari pondok untuk

mencari jajan di luar jadi berkurang.

Karena sering kali, para santri yang

keluar tidak terkontrol oleh asatiz dan

musyrif, tidak ikut kegiatan pondok,

mengganggu kenyamanan warga di

luar, hingga mencoreng nama baik

Darus-Sunnah. Laba yang diperoleh

koperasi pun meningkat, hingga KUDS

semakin berkembang dan bisa mem-

batu keuangan Ma’had.

Semoga Koperasi Unit Darus-Sunnah

semakin berkembang dan berinovasi

sehingga dapat membantu ma’had.

Para santri juga menjadi tertib tanpa

harus keluar untuk mencari makanan,

karena hampir seluruh kebutuhan

sandang dan pangan telah tersedia di

koperasi ini. Harapan semua pun

tekabul.

Page 2: Institut Goresan Santri€¦ · Institut Goresan Santri SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIIIdarussunnah.ponpes.id PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI Halaman 1 WARTA PESANTREN mencari jajan

SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIII darussunnah.ponpes.id

Halaman 2

nongkrong kita juga ikut nongkrong,

kita sebagai santri sudah seharusnya

menjadi yang lebih baik daripada mere-

ka dalam menambah kebaikan dan

mengurangi keburukan. Sudah seha-

rusnya sebagai seorang santri harus

sering melangkahkan kakinya dan lebih

banyak menghabiskan waktu di masjid

untuk membaca Al-Qur’an, berzikir

kepada Allah, dan lain-lain. Jika kalian

masih merasa kesulitan maka hadis ini

mungkin bisa memotivasi kalian untuk

semangat melangkahkan kaki ke mas-

jid.

Nabi Muhammad SAW telah bersabda

kepada kita untuk sering melangkahkan

kaki ke masjid. Di dalam kitab hadis

Riyadus Shalihin yang kita pelajari, ter-

dapat di kitab fadhail dalam bab keu-

tamaan berjalan ke masjid. Tertulis

bahwa hadis yang diriwayatkan oleh

sahabat Abu Hurairah, bahwasanya

Rasulullah SAW bersabda :

“Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu

yang dengannya Allah akan menghapus

dosa dan menaikkan derajat?” Para

sahabat menjawab, “Tentu ya

R a s u l u l l a h ! ” B e l i a u b e r s a b d a ,

“Menyempurnakan wudhu pada saat-

saat yang tidak disukai, memperbanyak

langkah menuju ke masjid, serta me-

nanti salat berikutnya setelah salat”.

(HR. Muslim)

Secara tidak langsung hadis ini men-

jelaskan bahwa ada beberapa tahap

yang setiap tahapnya memiliki pahala

tesendiri. Ketika kita menyempurnakan

wudhu saat malas lalu berhenti, di situ

sudah dapat pahala karena sudah men-

jalankan sunnah yang pertama. Lalu

pergi ke masjid, kita dapat pahala lagi

karena sudah menjalankan sunnah

yang kedua. Lalu kita menunggu salat

yang berikutnya setelah salat yng telah

kita lakukan, kita dapat pahala lagi ka-

rena sudah menjalankan sunnah yang

ketiga. Jadi janganlah malas untuk me-

nyelami lautan pahala!

Di dalam hadis juga dijelaskan bahwa

Rasulullah mengajak kita untuk men-

jalankan sunnahnya untuk me-

nyegerakan kita untuk menuju ke

masjid lebih awal daripada orang lain,

karena begitu besarnya keutamaan

yang tersembunyi di dalam berjalan

ke masjid. Maka beruntunglah kita

yang dekat dengan masjid, maka akan

semakin mudah untuk melangkahkan

kaki kita ke masjid. Tetapi anehnya

santri Madrasah Darus-Sunnah sangat

sulit untuk melangkahkan kakinya ke

tempat yang mulia, maka setelah

membaca tulisan ini teruslah be-

rusaha untuk membiasakan kaki kita

berjalan ke masjid, termasuk juga

saya yang juga sering lalai dalam salat

berjamaah di masjid dan terkadang

merasa berat sekali untuk me-

langkahkan kaki saya ke tempat yang

mulia itu. Oleh karena itu marilah kita

berdoa agar setelah membaca ini,

Allah memudahkan kita dalam me-

langkahkan kaki kita ke masjid.

RESENSI BUKU

Oleh Muhammad Haykal Ali

Pencarian

Jati Diri Sang

Ronggeng

Judul buku: Ronggeng Dukuh Paruk

Penulis: Ahmad Tohari

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: Februari 2003

Tebal: 408 hlm; 21 cm

Budaya atau adat istiadat adalah jati

diri suatu kelompok atau kaum yang

mengatur tata hidup kelompok terse-

but sehingga lewat media budaya inilah

kelompok tersebut menunjukkan ke-

banggaan serta eksistensinya. Hal ter-

sebut begitu terasa kental jika kita

membicarakan novel karya Ahmad To-

hari ini. Novel ini merupakan penyatuan

buku trilogi Ronggeng Dukuh Paruk,

Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera

Bianglala lalu pertama kali diterbitkan

pada tahun 1982 dengan format

terpisah kemudian disatukan dengan

memasukkan bagian-bagian yang ter-

sensor pada tahun 2003.

Tahun 1965 dan tahun-tahun

setelahnya merupakan tahun yang

menjadi malapetaka bagi dunia perpoli-

tikan Indonesia. Hak asasi manusia mu-

dah sekali diinjak-injak, sehingga per-

tumpahan darahpun tidak bisa

dihindari lagi hanya dikarenakan nafsu

serta kefanatikan pada golongan ke-

lompok tertentu yang terlalu kukuh

akan pemikiran serta budaya masing-

masing dan tidak menghendaki adanya

ragam perbedaan.

Mengambil latar waktu pada ta-

hun-tahun tersebut serta latar tempat

favorit penulis yaitu alam dan

pedesaan. Novel ini bercerita

mengenai satu dukuh atau desa terpen-

cil yang tidak terjamah oleh aneka rupa

teknologi serta perkembangan zaman

dan sangat kukuh dengan adat istiadat

nenek moyang mereka secara turun

menurun bernama dukuh paruk. Dukuh

yang kecil nan tentram ini memiliki jati

Page 3: Institut Goresan Santri€¦ · Institut Goresan Santri SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIIIdarussunnah.ponpes.id PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI Halaman 1 WARTA PESANTREN mencari jajan

Halaman 3

darussunnah.ponpes.id SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIII

diri pelambang kebanggaan budaya

mereka yaitu pementasan ronggeng.

Sudah 12 tahun lamanya dukuh paruk

merasakan kesepian dan kegersangan

mental yang sangat luar biasa, sejak

mereka ditinggalkan oleh ronggeng ter-

akhir mereka. Namun di tengah keger-

sangan tersebut muncullah Srintil, bo-

cah 11 tahun yang memperlihatkan ba-

kat layaknya titisan ronggeng dukuh ini

sehingga memberikan secercah harapan

bagi warga Dukuh Paruk yang rindu

akan tabuhan calung dan tarian mena-

wan ronggeng.

Dalam perjalanannya Srintil akhirnya

dinobatkan menjadi ronggeng dukuh

paruk dan secara otomatis pundi-pundi

uang mengalir sangat deras ke kan-

tongnya disertai dengan namanya yang

melambung menjadi kebanggaan warga

dukuh paruk. Di tengah keglamoranya

sebagai ronggeng dukuh paruk, Srintil

bertemu dengan Rasus, teman masa

kecilnya yang membuat benih-benih

cinta Srintil tumbuh. Akan tetapi benih

cinta tersebut tertahan karena tuntutan

sebagai Ronggeng membuat Srintril

tidak bisa dekat-dekat dengan Rasus.

Tahun demi tahun, pentas demi pentas

telah Srintil lalui hingga sampailah pada

tahun 1965 yaitu tahun yang menjadi

malapetaka bagi negara khususnya bagi

Dukuh Paruk dan Srintil. Dukuh ini pun

hancur karena terjebak pada lumpur

kebodohan mereka sendiri sehingga

dituduh mengancam stabilitas negara.

Srintil pun ditangkap bersama beberapa

warga lain. Momen inilah yang menjadi

titik balik yang mengawali jatuh bangun

Srintil sebagai ronggeng dan perempuan

sejati.

Ahmad Tohari menyajikan isi novel

dengan gayakhas kepenulisannya yaitu

dengan pendekatan antropologi budaya

yang sangat apik terutama budaya Jawa

semisal ia mencantumkan kidung-

kidung Jawa yang menjadi penghias

novel ini kemudian alur cerita yang sulit

ditebak juga menjadi salah satu kelebi-

han novel ini bahkan sampai titik akhir

cerita dan alurnya juga tidak datar

sehingga membuat pembaca dapat

menikmati naik turunnya alur cita.

Yang perlu menjadi catatan adalah

penulis terlalu banyak menuangkan

kalimat yang dirasa membuat novel

terlalu bertele-tele serta tidak lang-

sung masuk pada inti cerita, lalu font

kata yang dipakai juga terlalu kecil dan

membuat mata kurang nikmat ketika

membacanya.

PENERBIT: Institut Goresan Santri (INGORI) PELINDUNG: Ust. Dr.

Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, Lc., MA PEMBINA: Ust. Ja’far Tamam, Lc

PEMIMPIN REDAKSI | EDITOR | LAYOUT: Afda Alif Muhammad ANG-

GOTA: Seluruh anggota INGORI INFORMASI LENGKAP: darussun-

nah.ponpes.id/INGORI

Redaksi menerima tulisan berupa artikel. Redaksi berhak mengedit tuli-

san yang masuk tanpa mengurangi substansinya.

3 Kata Terakhir

CERBUNG PART II

Oleh Zaki

Aku berlari berusaha menghindar dari

tanah-tanah yang ingin menelan orang

-orang di sekitarku. Tak lama kemudi-

an gempa pun berhenti, suasana da-

lam sekejap menjadi sunyi. Kutatap

sekitarku, sudah tak ada lagi yang

dapat diselamatkan. Aku mencari jalan

sambil mengikuti orang-orang yang

selamat dari gempa. Tapi ada hal yang

menjanggal di hatiku. Oh tidak! Ini

masih gempa pertama, berarti akan

ada gempa susulan! Dan benar saja

gempa susulan datang… orang-orang

mulai panik kembali, begitu pun aku.

Kini aku harus lari kembali. Orang-

orang sudah tak memedulikan yang

lain, mereka tak sadar bahwa ia telah

menginjak orang, di dalam pikiran

mereka hanya ada 1 kata: “selamat”.

Aku berlari menuju ke lapangan kare-

na aku melihat yang lain mengarah ke

sana. Tiba-tiba tanah yang kupijak

terbelah. Aku bergantung di ujung

tanah berusaha agar tak jatuh. Kedua

tangan inilah menjadi penentu nasibku.

Namun, dengan sekuat tenaga aku

berhasil naik kembali ke atas, aku kem-

bali mengarah ke lapangan.

Sesampai di sana aku merasa lega kare-

na gempa susulan pun berhenti.

Kulihat kembali sekitar, penuh dengan

tetesan air mata yang bercucuran dan

banyak orang-orang yang telah terluka.

Dalam hatiku, aku menyesal karena

aku tak pernah mengirim surat ke ibu,

“Maafkan aku ibu,” aku mulai me-

nangis, tetesan air mata penuh penyes-

alan pun keluar. “KENAPA?!”, teriakku.

Tak lama kemudian tanah bergetar, ini

bukan gempa… orang-orang berlarian

kembali, di depan mereka terdapat

gelombang air yang tinggi, ini tsunami!

Aku hanya duduk menanti gelombang

itu menghampiriku, menghambisi nya-

waku, dan menghanyutkan tubuh ku

terbawa arus gelombang tsunami. Han-

ya 3 kata terakhir yang ingin kuucapkan

“AKU SAYANG IBU..”.

(TAMAT)

Page 4: Institut Goresan Santri€¦ · Institut Goresan Santri SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIIIdarussunnah.ponpes.id PENYAMBUNG PIKIRAN SANTRI Halaman 1 WARTA PESANTREN mencari jajan

Halaman 4

darussunnah.ponpes.id SABTU, 07 SEPTEMBER 2019 EDISI VIII

Kusala Sastra Khatulistiwa

OPINI

Oleh Luxman Saidun

Dahulu sastra lebih kaya

Mengandung perlawanan dalam kata

Mengikis ketidakadilan dalam suara

Lantang hingga semesta tak kuasa

menampungnya

Kusala Sastra Khatulistiwa adalah se-

buah ajang penghargaan bagi dunia

kesusastraan Indonesia yang didirikan

oleh Richard Oh dan Takeshi Ichiki, dan

mulai dilaksankan sejak tahun 2001.

Acara ini, sebelumnya bernama khatu-

listiwa Literary Award, tetapi berganti

nama sejak tahun 2014. Pemenang SKS

didasarkan pada buku-buku puisi dan

prosa terbit dalam kurun waktu 12 bu-

lan terakhir, yang kemudian diseleksi

ketat oleh para dewan juri. Di antara

sekian pemenang adalah penulis terke-

nal yang bernama Ratih Kumala dengan

novelnya Gadis Kretek mendapat

penghargaan SKS pada tahun 2012.

Dengan diadakannya SKS itu adalah

tempat bergelutnya antara sastrawan-

sastrawan seluruh Indonesia, bahu

membahu untuk menciptakan sebuah

karya yang pantas dan mewarnai

wajah kesusastraan Indonesia. Dengan

sastra menjadi bahan utama untuk hal

itu.

Lantas mengapa sastra menjadi bahan

utama atau yang difokuskan di ajang

tersebut? Karena dengan membaca

sastra kita bisa membaca dunia,

bagaimana perkembangan dunia ini

baik pertumbuhan rasa sosial, pertum-

buhan imajinasi, perktumbuhan baha-

sa, dan lain lain. HIGH LEVEL CULTURE

IS HIGH LEVEL SASTRA.

Permasalahannya adalah bagaimana

cara kita berkenalan dengan sastra,

kebanyakan orang tahu sastra hanya

sekilas. Kita perlu tahu apa itu sifat

sastra, fungsi sastra, dan manfaat sas-

tra, dengan itu kita bisa menyelami

lautan sastra yang dalam tak terhing-

ga.

Sastra dibagi menjadi dua, yaitu prosa

dan puisi. Prosa adalah karya sastra

yang terikat, sedangkan puisi adalah

karya sastra yang tidak terikat dengan

aturan dan kaedah kaedah yang ada.

Itu yang disebut dengan sifat sastra.

Fungsi sastra harus sesuai dengan

sifatnya, yakni menyenangkan dan

bermanfaat. Menunjukan makna ke-

hidupan, kekayaan rohani, dan santun

dalam berbahasa adalah sedikit dari

manfaat sastra.

Banyak juga orang-orang besar yang

peduli terhadap keberadaan sastra,

contoh Founding Father Sukarno

pernah berkata “Bangsa-bangsa yang

besar, bangsa-bangsa yang tahan men-

jadi besar, adalah bangsa-bangsa yang

sederhana di dalam jiwanya, yang

sedarhana di dalam cara hidupnya

sehari hari”.

Presiden Amerika Serikat John FK

pernah berbicara tentang sastra “Jika

politik itu kotor, puisi akan mem-

bersihkannya. Jika politik bengkok, sas-

tra akan meluruskannya.”

Sang Masterpiece Pramoedya Ananta

Toer pernah berkata “Kalian boleh maju

dalam pelajaran, mungkin mencapai

deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi

tanpa mencintai sastra, kalian tinggal

hanya hewan yang pandai.” Coba kita

masak otak kita yang kedua kalinya agar

lebih matang betapa pentingnya se-

buah sastra dalam negara, tapi sa-

yangnya sebuah sastra di Indonesia

hanya dipandang sebelah mata.

“Indonesia tidak kekurangan budaya

untuk ditampilkan. Namun, begitu

bicara buku dan sastra, kita kelu kare-

na naskah terjemah sangat kurang,

penulis yang berkiprah secara inter-

nasional bisa dihitung dengan jari, jadi

ini satu aspek yang harus sangat diper-

hatikan.”

-Dewi Lestari

“Seorang penulis fiksi merupakan

seorang pembohong alami yang

menemukan sesuatu dari penge-

tahuannya atau dari orang lain.”

- Ernest Hemingway