efek terapi sosial skill tarining dalam asertif.pdf

Upload: desi-phyki

Post on 11-Oct-2015

116 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

EFEK TERAPI SOSIAL SKILL TARINING DALAM ASERTIF.pdf

TRANSCRIPT

  • EFEK TERAPI SOCIAL SKILL TRAINING (SST) DALAM MENINGKATKAN PERILAKU

    ASERTIF PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN RIWAYAT RESIKO PERILAKU

    KEKERASAN DI DESA PARINGAN KABUPATEN PONOROGO

    dr. Soemardini, M.Pd., Ns. Heni Dwi Windarwati S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.J., Neti Wahyu Ningrum

    ABSTRAK

    Resiko perilaku kekerasan pada individu dengan gangguan jiwa diawali dengan

    ketidakmampuan seseorang untuk melakukan perilaku asertif dimana seseorang mampu untuk

    mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan terhadap orang lain tanpa

    menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Salah satu tindakan keperawatan yang

    dapat meningkatkan perilaku asertif pada klien gangguan jiwa dengan riwayat resiko perilaku

    kekerasan adalah pemberian terapi Social Skill Training (SST). Tujuan penelitian ini adalah

    mengetahui efek terapi Social Skill Training (SST) dalam meningkatkan perilaku asertif subyek

    penelitian gangguan jiwa dengan riwayat resiko perilaku kekerasan di Desa Paringan Kabupaten

    Ponorogo. Hipotesis dalam penelitian ini Terapi Social Skill Training (SST) efektif dalam

    meningkatkan perilaku asertif pada subyek penelitian gangguan jiwa riwayat resiko perilaku

    kekerasan. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental design dengan rancangan

    penelitian pre-post test dalam satu kelompok tanpa kelompok kontrol (One Group Pretest-Posttest

    Design without control group). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan consequtive

    sampling dengan melibatkan subyek penelitiansebanyak 6 orang. Berdasarkan uji Wilcoxon

    menggunakan SPSS 16 for windows didapatkan angka signifikansi p(0,046) < (0,05) sehingga pada = 0,05 dan selang kepercayaan 95% didapatkan efektivitas pemberian terapi Social Skill Training (SST) dalam meningkatkan perilaku asertif klien gangguan jiwa dengan riwayat resiko

    perilaku kekerasan di Desa Paringan Kabupaten Ponorogo berupa peningkatan skor total tes

    sebelum (Pre-Test) dan skor total tes sesudah (Post-Test).

    Kata Kunci : terapi Social Skill Training, perilaku asertif, subyek penelitian gangguan jiwa,

    resiko perilaku kekerasan

    ABSTRACT

    The risk of violent behavior begins with the inability of a person to perform assertive

    behavior, it is a person's ability to communicate what they want, feel and think towards others

    without maintaining and respecting the rights and feelings of others. One of the nursing

    interventions to improve the client's assertive behavior who have history of mental disorders risk of

    violence behavior and which implemented in a range of therapeutic intervention is the provision of

    Social Skill Training (SST). The purpose of this study is to determine the effectiveness of Social

    Skill Training (SST) therapy in increasing assertive behavior towards clients with mental disorders

    history of violence behavior risk in Paringan village Ponorogo. This hypothesis of Therapy Social

    Skill Training (SST) is effective in increasing assertive behavior in the history of study subjects

    with mental disorders risk of violent behavior. This study uses pre-experimental design with pre-

    post-test design in the test group (one group pretest-posttest design). The samples in this study use

    consequtive sampling involving 6 people respondents. Based on the Wilcoxon test using SPSS 16

    for windows has been found significant numbers p (0.046)

  • PENDAHULUAN

    Kesehatan adalah keadaan sehat fisik,

    mental dan sosial, tidak hanya keadaan tanpa

    penyakit atau kelemahan, sehingga secara

    menyeluruh kesehatan jiwa merupakan bagian

    dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan

    (Stuart& Laraia, 2006). Faktanya, orang lebih

    melihat kesehatan jiwa sebagai bagian dari

    gangguan jiwa. Konsep gangguan Jiwa dari

    PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah

    suatu sindrom atau pola perilaku, atau

    psikologik seseorang yang secara klinik

    cukup bermakna, dan yang secara khas ber-

    kaitan dengan suatu gejala penderitaan

    (distress) atau hendaya (disability) di dalam

    satu atau lebih fungsi yang penting dari

    manusia (Maslim, 2001). Gangguan jiwa

    sama dengan gangguan jasmaniah lain, hanya

    saja gangguan jiwa bersifat lebih kompleks,

    mulai dari yang ringan seperti rasa cemas,

    takut hingga yang tingkat berat berupa sakit

    jiwa atau gila (Hardianto, 2009).

    WHO (2009) memperkirakan 450 juta

    orang di seluruh dunia mengalami gangguan

    jiwa. Menurut National Institute of Mental

    Health, gangguan jiwa mencapai 13% dari

    penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan

    akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030

    (Hidayati, 2012). Peningkatan angka kejadian

    penderita gangguan jiwa di Indonesia secara

    signifikan berdasarkan data Departemen

    Kesehatan, mencapai 2,5 juta orang (WHO,

    2006) selanjutnya dari hasil Riset Kesehatan

    Dasar (2007), prevalensi gangguan jiwa

    secara nasional sebanyak 2,8 juta orang.

    Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa

    Timur mencapai 380 ribu orang dari jumlah

    penduduk sebanyak 38 juta jiwa. Daerah yang

    cukup tinggi jumlah penderita gangguan jiwa

    di Jawa Timur adalah Kabupaten Ponorogo

    dengan jumlah penderita gangguan jiwa

    sebanyak kurang lebih 500 orang (Dinas

    Kesehatan Kabupaten Ponorogo, 2012).

    Gangguan jiwa merupakan suatu keada-

    an yang menyimpang dari konsep normatif.

    Setiap penyimpangan ini memiliki tanda dan

    gejala yang khas. Gejala gangguan jiwa meru-

    pakan hasil interaksi yang kompleks antara

    unsur somatogenik, psikogenik dan sosiogenik

    yang menandakan dekompensasi proses adap-

    tasi terutama pada pemikiran, perasaan dan

    perilaku. Tanda dan gejala gangguan jiwa

    antara lain self care, gangguan fungsi sosial,

    gangguan dalam pikiran dan persepsi, halu-

    sinasi, delusi, gangguan bicara, gangguan

    afek, gangguan peran dan gangguan perilaku

    (Otong, 1994 dalam Iyus, 2008).

    Resiko perilaku kekerasan merupakan

    salah satu gangguan perilaku dimana

    seseorang beresiko melakukan tindakan yang

    menunjukkan bahwa tindakan individu dapat

    membahayakan diri sendiri dan orang lain

    secara fisik, emosional, dan atau seksual

    (Diagnosa Keperawatan NANDA, 2012).

  • Resiko perilaku kekerasan dapat terjadi dalam

    dua bentuk, yaitu resiko perilaku kekerasan

    saat sedang berlangsung, dan resiko perilaku

    kekerasan terdahulu (riwayat resiko perilaku

    kekerasan) (Keliat, 2009). Teori yang bekem-

    bang saat ini menyatakan bahwa resiko peri-

    laku kekerasan dipengaruhi berbagai faktor

    meliputi faktor psikologis, biologis, dan sosio

    kultural. Berdasarkan faktor psikologis menu-

    rut frustasion aggresion theory (teori agresif

    frustasi), perilaku kekerasan terjadi sebagai

    hasil akumulasi frustasi yang terjadi apabila

    keinginan individu untuk mencapai sesuatu

    gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat

    mendorong individu berperilaku agresif kare-

    na perasaan frustasi akan berkurang melalui

    perilaku kekerasan (Sujono& Teguh, 2009).

    Perilaku kekerasan merupakan suatu

    rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang

    dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kema-

    rahan tersebut merupakan suatu bentuk komu-

    nikasi verbal dan proses penyampaian pesan

    dari individu bahwa ia tidak setuju, tersing-

    gung, dan merasa tidak dianggap atau dire-

    mehkan. Berdasarkan fakta, resiko perilaku

    kekerasan biasanya diawali dengan ketidak-

    mampuan seseorang untuk mengkomunika-

    sikan apa yang diinginkan, dirasakan dan

    dipikirkan terhadap orang lain tanpa menjaga

    dan menghargai hak-hak serta perasaan orang

    lain. Apabila kondisi di atas tidak teratasi

    dapat menyebabkan klien sulit dalam melaku-

    kan interaksi dengan orang lain dan jika ber-

    langsung terus tanpa kontrol dapat menyebab-

    kan terjadinya resiko perilaku kekerasan dan

    berdampak terhadap resiko tinggi menciderai

    diri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,

    2005).

    Klien gangguan jiwa dengan riwayat

    resiko perilaku kekerasan seringkali diabaikan

    atau dijauhi oleh keluarga dan masyarakat

    karena perilaku kekerasan yang pernah dila-

    kukan, begitu juga dengan klien akan sulit

    dalam melakukan interaksi karena diabaikan

    dan dijauhi oleh orang lain. Keadaan seperti

    ini memerlukan tindakan perawat dimana tin-

    dakan keperawatan pada pasien dengan peri-

    laku kekerasan diimplementasikan dalam

    sebuah rentang intervensi yang dimulai dari

    strategi preventif, antisipasi dan strategi

    pengekangan. Upaya yang dilakukan bertuju-

    an untuk menurunkan resiko perilaku keke-

    rasan, mengembalikan fungsi utama individu

    serta meminimalkan resiko relaps atau kam-

    buh sehingga dapat berinteraksi dan diterima

    kembali oleh masyarakat.

    Salah satu implementasi dari strategi

    preventif adalah perilaku asertif yang bertu-

    juan melatih klien untuk mengkomunikasikan

    apa yang diinginkan, dirasakan, dipikirkan

    kepada orang lain secara jujur dan terbuka

    dengan menghormati hak pribadi kita sendiri

    dan orang lain. Latihan keterampilan sosial

    atau Social Skill Training (SST) merupakan

    salah satu tekhnik modifikasi asertif training

    yang bertujuan meningkatkan perilaku asertif

    sehingga individu dapat berinteraksi dengan

    orang lain di sekitarnya dalam hubungan for-

    mal atau informal (Ramdhani, 2008). Teknik

  • ini dapat digunakan sebagai teknik tunggal

    maupun teknik pelengkap yang digunakan

    bersama teknik psikoterapi lain.

    Hasil survei pendahuluan yang dilaku-

    kan sebelumnya oleh peneliti, berdasarkan

    data kependudukan profil desa Paringan se-

    banyak 61 orang mengalami gangguan jiwa

    dan sekitar 15 orang memiliki riwayat resiko

    perilaku kekerasan. Hal ini juga berdasarkan

    data laporan catatan harian Pelayanan

    Kesehatan Jiwa di Puskesmas Pembantu

    Paringan bahwa penderita gangguan jiwa

    terdiagnosa dengan F20 (skizofrenia). Desa

    Paringan Kecamatan Jenangan Kabupaten

    Ponorogo merupakan desa dengan jumlah

    penderita gangguan jiwa paling banyak.

    Kabupaten Ponorogo salah satu Kabupaten di

    Provinsi Jawa Timur dalam lima tahun ter-

    akhir mengalami ledakan jumlah penderita

    gangguan jiwa sesuai hasil pemeriksaan tim

    Puskesmas, Dinas Kesehatan Ponorogo dan

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

    Ledakan jumlah penderita gangguan jiwa ini

    diukur dari standart WHO. Standart WHO,

    1:1000, akan tetapi di Kabupaten Ponorogo

    1:100, artinya dari 100 penduduk satu lebih

    diantaranya dinyatakan gila (Kompasiana,

    2011).

    Penelitian tentang Social Skill Training yang

    diberikan kepada penderita gangguan jiwa

    riwayat resiko perilaku kekerasan belum

    pernah dilakukan sebelumnya, akan tetapi

    penelitian tentang Social Skill Training ini

    pernah dilakukan sebelumnya yang diberikan

    kepada klien Isolasi Sosial. Penelitian tersebut

    dilakukan oleh Renidayati (2008) dengan

    judul Pengaruh Latihan Ketrampilan Sosial

    Terhadap Subyek penelitian Isolasi Sosial Di

    RSJ HB Saanin Padang Sumatera Barat,

    dimana setelah diberikan latihan ketrampilan

    sosial melalui 5 (lima) sesi dan setiap sesi

    diulang sebanyak 3 (tiga) kali terjadi pening-

    katan kemampuan kognitif dan perilaku.

    Berdasarkan uraian latar belakang di

    atas, penulis menganggap penting untuk

    melakukan penelitian Efek Terapi Social

    Skill Training (SST) dalam Meningkatkan

    Perilaku Asertif pada Klien Gangguan

    Jiwa Riwayat Resiko Perilaku Kekerasan

    di Desa Paringan Kabupaten Ponorogo.

    METODOLOGI

    Desain penelitian yang digunakan da-

    lam penelitian ini adalah Metode Pre Ekspe-

    rimen Design. Sampel penelitian ini sebanyak

    12 responden dengan tekhnik sampling meng-

    gunakan non probability sampling dengan je-

    nis consecutive sampling. Sampel penelitian

    diberikan tes awal (pre-test) kemudian diberi

    perlakuan (terapi SST) selanjutnya diberikan

    tes akhir (post-test) sehingga dari total sampel

    sebanyak 12 responden didapatkan sampel

    sebanyak 6 responden klien gangguan jiwa

    dengan riwayat resiko perilaku kekerasan di

    Desa Paringan Ponorogo. Dalam penelitian

    ini peneliti menggunakan metode wawancara

    dan metode observasi untuk mengisi lembar

    kuesioner pada klien gangguan jiwa dengan

    riwayat resiko perilaku kekerasan.

  • Sebelum terapi dilakukan peneliti terle-

    bih dahulu melakukan pre-test di lembar kue-

    sioner kemampuan perilaku asertif. Setelah

    itu, terapi Social Skill Training dapat dilaku-

    kan dengan menjelaskan terlebih dahulu pro-

    sedur kepada responden. Terapi ini dilakukan

    sesuai dengan waktu penelitian yang telah

    ditetapkan. Pelaksanaan Social Skill Training

    dilakukan sebanyak 8x pertemuan dalam for-

    mat terapi, dimana masing- masing pertemuan

    membutuhkan waktu 60 menit. Terdapat 4

    sesi pelaksanaan Social Skill Training dan 1

    sesi dilakukan dalam 1-2x pertemuan.

    Kuesioner yang digunakan untuk meni-

    lai kemampuan perilaku asertif pada klien

    gangguan jiwa dengan riwayat resiko perilaku

    kekerasan disusun oleh peneliti. Instrumen

    pada penelitian ini telah diuji validitasnya

    menggunakan korelasi pearson product

    moment. Instrumen yang digunakan terdiri

    dari 20 item pertanyaan, dan terbukti valid

    sehingga dapat digunakan dalam kuesioner

    penelitian. Pengujian reliabilitas instrumen

    dilakukan dengan menguji skor antar item

    dengan menggunakan Alpha Cronbach pro-

    gram Statistical Product and Service Solution

    (SPSS) 16 for Windows.

    Untuk menganalisa hasil eksperimen

    pre- test dan post- test one group design ter-

    hadap ada atau tidaknya pengaruh terapi

    Social Skill Training (SST) dalam mening-

    katkan perilaku asertif dilakukan uji statistik

    Wilcoxon.

    HASIL PENELITIAN

    Penelitian tentang efek terapi Social

    Skill Training (SST) dalam meningkatkan

    perilaku asertif pada klien gangguan jiwa

    dengan riwayat resiko perilaku di Desa

    Paringan Kabupaten Ponorogo dilakukan

    selama bulan Maret- April 2013 dengan

    jumlah responden sebanyak 6 orang.

    Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Subyek penelitian

    berdasarkan Data Demografi Subyek penelitian

    Gangguan Jiwa Riwayat Resiko Perilaku

    Kekerasan di Desa Paringan, Ponorogo.

    Variabel Frekuensi Persen

    Usia

    31-40 tahun

    >40 tahun

    Jenis Kelamin

    Laki-laki

    Perempuan

    Pendidikan

    Tidak Sekolah

    SD

    SMP

    Pekerjaan

    Tidak Bekerja

    Bekerja

    Status Perkawinan

    Tidak Menikah

    Menikah

    Janda/Duda

    Lama Sakit

    11 tahun

    3

    3

    4

    2

    2

    2

    2

    2

    4

    2

    1

    3

    5

    1

    50

    50

    66.7

    33.3

    33.3

    33.3

    33.3

    33.3

    66.7

    33.3

    16.7

    50

    83.3

    16.7

    Sumber : Data Primer

  • ANALISIS DATA

    Tabel 5. 5 Uji Tanda Wilcoxon pada Pre dan

    Post Test

    Uji Wilcoxon Signifikansi Keterangan

    Skor Total

    Pre Test-

    Skor Total

    Pos Test

    0,046

    Terdapat

    Perbedaan yang

    signifikian

    antara Skor

    Total Pre Test

    dan Skor Total

    Pos Test

    Dari hasil uji tanda Wilcoxon tersebut diperoleh

    signifikansi p(0,046)< (0,05), sehingga dapat

    disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sig-

    nifikan antara rata- rata ranking skor total Pre-

    Test dan skor total Post- Test dalam pemberian

    terapi Social Skill Training (SST). Dengan demi-

    kian H0 ditolak, sehingga pada = 0,05 dan se-

    lang kepercayaan 95% didapatkan efek pembe-

    rian terapi Social Skill Training (SST) dalam

    meningkatkan perilaku asertif subyek penelitian

    gangguan jiwa riwayat resiko perilaku kekerasan

    di Desa Paringan Kabupaten Ponorogo berupa

    peningkatan skor total Tes sebelum (Pre Test) dan

    skor total Tes sesudah (Post Test).

    PEMBAHASAN

    Identifikasi Perilaku Asertif Klien Gangguan

    Jiwa Riwayat Resiko Perilaku Kekerasan

    Sebelum diberikan Terapi Social Skill Training

    Hasil penelitian sebelum diberikan terapi

    Social Skill Training (SST), diperoleh bahwa

    seluruh subyek penelitian menunjukkan respon

    kognitif, afektif, psikomotor, dan perilaku yang

    asertif dalam kategori rendah sebesar 100%. Hasil

    pre eksperimen yang rendah dalam penelitian ini

    berkaitan dengan observasi domain oleh peneliti.

    Dalam segi kognitif, individu dengan Resiko

    Perilaku Kekerasan (RPK) mengalami kesulitan

    dalam berpikir jernih dan logis, seringkali mereka

    sulit konsentrasi sehingga perhatian mudah ber-

    alih (Stuart and Laraia, 2005). Analisa peneliti

    bahwa reaksi emosional seseorang dipengaruhi

    oleh cara berpikir individu itu sendiri. Seperti con-

    toh ketika seseorang sedang merasakan emosi ma-

    rah terkadang orang tersebut kurang dapat berpikir

    secara rasional dan berpikir untuk jangka panjang.

    Hal ini sesuai dengan pendapat Rochelle (1986)

    yang menyatakan bahwa emosi adalah perasaan

    yang dialami oleh manusia, seperti sedih, gembi-

    ra, kecewa, semangat, marah, benci, cinta. Sebut-

    an yang diberikan kepada perasaan tertentu, tentu

    mempengaruhi cara berpikir mengenai perasaan

    tersebut dan bagaimana cara bertindak (Alibin,

    2005). Karakteristik status pendidikan yang ren-

    dah berpengaruh terhadap kemampuan berpikir

    seseorang. Konsep pendidikan merupakan pende-

    katan yang dikembangkan sebagai kemampuan

    berpikir sehinggan intelegensi seseorang menen-

    tukan harkat dan martabat individu sendiri yang

    dapat mendorong perkembangan potensi lain yang

    ada pada diri sseseorang. Hal ini sesuai dengan

    Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa ren-

    dahnya tingkat pendidikan akan menyulitkan

    seseorang dalam memahami masalah yang terjadi

    dan sulit untuk menerima ilmu yang didapat.

    Letak geografis Desa Paringan yang ter-

    isolasi dan jauh dari kota Kabupaten Ponorogo

    turut mendukung faktor karakteristik status pen-

    didikan karena sarana pendidikan tidak memadai,

    terbukti hanya berdiri satu Sekolah Dasar. Kondisi

    geografis juga mempersulit bagi masyarakat di

    Desa Paringan memperoleh informasi baik infor-

    masi elektronik maupun non elektronik. Sebagian

    besar masyarakat yang tidak bisa membaca, dan

    tidak memiliki Televisi sebagai bukti bahwa mas-

    yarakat tidak dapat memperoleh informasi, se-

  • hingga secara tidak langsung hal ini turut

    mendukung kurangnya pengetahuan masyarakat.

    Afektif atau sikap seorang individu dapat

    diramalkan perubahannya bila seseorang telah

    memiliki kognitif tingkat tinggi (Abbas, 2012).

    Menurut peneliti, sikap tidak dapat diamati secara

    langsung dan dalam waktu yang singkat. Fakta

    yang peneliti pelajari dari subyek penelitian dalam

    penelitian ini bahwa ketika mereka baru pertama

    kali bertemu dengan orang lain yang sebelumnya

    tidak kenal, responden akan tertutup sehingga pe-

    neliti harus melakukan proses pendekatan selama

    beberapa waktu untuk menjalin sikap trust dan

    kerjasama dengan responden. Selain itu, ketika

    mereka merasa bahwa dirinya sedang terancam,

    maka ia akan bereaksi untuk mempertahankan diri

    dalam bentuk perilaku kekerasan baik secara fisik

    maupun verbal.

    Aspek psikomotor berkaitan dengan ke-

    trampilan atau kemampuan bertindak setelah sese-

    orang menerima pengalaman belajar tertentu dan

    merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif

    dan afektif (Abbas, 2012). Menurut peneliti,

    ketrampilan atau kemampuan seseorang diperoleh

    dari kebiasaan yang selama ini dilatih atau diajar-

    kan oleh lingkungan di sekitar responden.

    Puskesmas pembantu kesehatan jiwa baru berjalan

    sejak tahun 2011, hal ini menjadi salah satu faktor

    bahwa subyek penelitian gangguan jiwa kurang

    mendapat pelatihan dari tenaga kesehatan dan

    kader. Analisa peneliti terdapat keterkaitan antara

    beberapa aspek baik kognitif, afektif, dan psiko-

    motor yang akan saling mempengaruhi satu sama

    lain.

    Perilaku asertif adalah perilaku yang

    bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang

    diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang

    lain secara jujur dan terbuka tanpa menyakiti hak

    dan pribadi diri sendiri dan orang lain. Analisa

    peneliti perilaku asertif ini dipengaruhi oleh

    culture yang ada di masyarakat. Individu cende-

    rung tidak dapat mengatakan apa yang terjadi ke-

    pada dirinya. Mereka jarang mengungkapkan

    bahwa dirinya sedang sakit, sedang marah atau

    tidak suka terhadap suatu hal sesuai dengan apa

    yang dipikirkan dan dirasakan. Perilaku adalah hal

    yang dapat diobservasi, diukur, dicatat, bergerak

    atau beres-pon (Stuart& Laraia, 2005). Mengubah

    perilaku dapat dilakukan dengan 3 strategi (WHO,

    dalam Notoatmodjo, 2003) yaitu menggunakan

    kekuasaan/kekuatan/dorongan, pemberian infor-

    masi, diskusi dan partisipan. Sedangkan menurut

    Sunaryo (2004) menyatakan bahwa perubahan

    perilaku dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu

    kebutuhan, motivasi, sikap dan kepercayaan.

    Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui

    bahwa perilaku dapat dirubah dengan pemberian

    informasi, diskusi dan motivasi berdasarkan kebu-

    tuhan dan keyakinan individu, dimana perubahan

    tersebut dapat diobservasi dan diukur.

    Resiko perilaku kekerasan merupakan res-

    pon kemarahan yang maladaptif dalam bentuk

    perilaku menciderai diri sendiri, orang lain dan

    lingkungan sekitarnya secara verbal maupun non

    verbal mulai dari tingkat rendah sampai tingkat

    tinggi sehingga mereka tidak mampu untuk mela-

    kukan perilaku asertif. Menurut peneliti, pembe-

    rian terapi Social Skill Training ini penting untuk

    subyek penelitian dengan gangguan jiwa riwayat

    Resiko Perilaku Kekerasan melihat dampak dari

    kerugian yang ditimbulkan sehingga penanganan

    pasien perilaku kekerasan perlu dilakukan secara

    tepat oleh tenaga profesional.

    Social Skill Training merupakan salah

    satu teknik modifikasi perilaku yang mulai banyak

    digunakan terutama untuk penderita yang menga-

  • lami kesulitan dalam berhubungan dan berinte-

    raksi dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan

    Michelson,dkk (1985) yang mengemukakan

    bahwa pelatihan ketrampilan sosial dirancang

    untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi

    dan ketrampilan so-sial individu. Kemampuan

    berkomunikasi meliputi kemampuan individu

    untuk mengkomunikasikan apa yang sedang

    dipikirkan, dirasakan, dan diinginkan dengan

    menghormati hak pribadi orang lain. Ketrampilan

    sosial meliputi ketrampilan-ketrampilan memberi-

    kan pujian, mengeluh karena tidak setuju terhadap

    sesuatu hal, menolak permintaan orang lain, me-

    nuntut hak pribadi, pemecahan konflik atau masa-

    lah, serta berhubungan atau bekerjasama dengan

    orang lain. Ketrampilan dan kemampuan berko-

    munikasi yang dilatih dalam Social Skill Training

    (SST) adalah bagaimana subyek penelitian gang-

    guan jiwa dengan riwayat RPK dapat berperilaku

    asertif.

    Kata pelatihan atau training digunakan

    dalam teknik pelatihan ini karena di dalam terapi

    Social Skill Training akan diajarkan satu perilaku

    yang bersifat praktis, yaitu ketrampilan yang digu-

    nakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pela-

    tihan terdapat prinsip belajar, tetapi yang dipela-

    jari adalah pengetahuan praktis dan dipelajari da-

    lam waktu singkat. Sehingga keterbatasan dalam

    penelitian ini adalah waktu pelaksanaan pre-

    eksperimen yang terbatas.

    Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan ha-

    sil penelitian oleh Sambodo (2012) yang berjudul

    Pengaruh Social Skill Training (SST) terhadap

    Ketrampilan Sosialisasi dan Social Anxiety

    Remaja Tunarungu di SLB Kabupaten Wonosobo,

    yang menyatakan bahwa ketrampilan sosialisasi

    pada remaja tunarungu sebelum diberikan terapi

    SST rata-rata berada pada tingkatan baik. Menurut

    peneliti, hasil yang berbeda ini disebabkan oleh

    variabel dependen yang diteliti. Ketrampilan

    adalah hasil belajar pada ranah psikomotorik yang

    terbentuk menyerupai hasil belajar kognitif

    dengan sampel yang digunakan dalam penelitian

    tersebut adalah subyek penelitian yang berada di

    Sekolah Luar Biasa sehingga ketrampilan sosial

    ini dapat terbentuk dari proses belajar dan tumbuh

    melalui latihan-latihan yang dilakukan oleh

    individu itu sendiri ketika bersekolah.

    Hasil penelitian ini variabel yang dilihat

    adalah perilaku, dimana perilaku merupakan

    respon atau reaksi seseorang terhadap

    stimulus/rangsangan dari luar (Skinner, 1938

    dalam Notoatmodjo, 2003), sampel yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah subyek

    penelitian gangguan jiwa riwayat Resiko Perilaku

    Kekerasan (RPK) dimana seseorang dengan

    gangguan jiwa atau mental illness memiliki

    respon maladaptive terhadap stressor dari

    lingkungan dalam/luar yang ditun-jukkan dengan

    pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak

    sesuai dengan norma lokal dan kultural dan

    mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu

    (Townsend, 1996 dalam Yosep, 2007). Hal ini

    merupakan salah satu faktor penyebab hasil pre-

    eksperimen penelitian ini dalam kategori rendah

    dan berbeda dengan penelitian sebelumnya

    dengan variabel independen yang sama yaitu

    terapi Social Skill Training.

    Identifikasi Perilaku Asertif Subyek penelitian

    Gangguan Jiwa Riwayat Resiko Perilaku

    Kekerasan Setelah diberikan Terapi Social

    Skill Training

    Hasil penelitian setelah diberikan terapi

    Social Skill Training (SST), diperoleh bahwa

    seluruh subyek penelitianmenunjukkan respon

  • kognitif, afektif, psikomotor, dan perilaku yang

    asertif dalam kategori merata antara sedang-

    tinggi. Hasil ini diperoleh setelah individu selama

    10 kali pertemuan yang terbagi dalam 4 sesi men-

    dapat terapi Social Skill Training.

    Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

    penelitian Renidayati (2008) tentang pengaruh

    SST terhadap subyek penelitian isolasi sosial,

    dimana setelah diberikan SST dengan pendekatan

    individu terjadi peningkatan kemampuan kog-nitif

    dan perilaku subyek penelitian isolasi sosial. Pada

    penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan

    kelompok dalam memberikan terapi SST. Pelak-

    sanaan pelatihan ketrampilan sosial dapat dilaku-

    kan secara individu maupun kelompok dengan

    syarat minimal kelompok tidak boleh lebih dari 12

    orang, penelitian ini menggunakan 6 orang res-

    ponden. Hal ini yang membedakan metode pende-

    katan peneliti dengan penelitian sebelumnya, teta-

    pi hasil akhir yang diperoleh sama, yakni terdapat

    peningkatan domain perilaku dan perilaku asertif

    subyek penelitian gangguan jiwa riwayat resiko

    perilaku kekerasan.

    Merujuk pendapat dari Kwick (1978)

    dalam Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku adalah

    tindakan atau perbuatan suatu organisme yang da-

    pat diamati dan bahkan dipelajari. Analisa peneliti

    menyatakan bahwa pendapat ini sesuai dengan

    fakta yang ada, dimana dalam kurun waktu pene-

    litian, subyek penelitian dapat menunjukkan peru-

    bahan perilaku yang cenderung dalam rentang pe-

    rilaku asertif. Perubahan ini terjadi karena subyek

    penelitian mendapat terapi SST. Ketrampilan yang

    diharapkan dalam penelitian ini, setelah diberikan

    terapi Social Skill Training, subyek penelitian da-

    pat melakukan perilaku asertif ditunjukkan deng-

    an subyek penelitian bersedia untuk tersenyum

    dengan peneliti dan kader, subyek penelitian ber-

    sedia bersalaman dan berkenalan, subyek peneli-

    tian bersedia menjawab salam dari peneliti.

    Prinsip belajar dari pemberian terapi yang

    digunakan dalam pelatihan penelitian ini adalah

    andragogi atau prinsip belajar orang dewasa,

    dimana orang dewasa berbeda dengan anak-anak

    bahwa mereka menyadari jika memiliki kemam-

    puan dan pengalaman sehingga mereka ingin ter-

    libat dalam proses belajar itu. Keterlibatan yang

    aktif dalam pengalaman belajar dapat menjadi

    modal terjadinya transfer belajar yang optimal dan

    bukan hanya sebagai penerima yang pasif.

    Sebagaimana proses belajar, yang menjadi

    sasaran bukan hanya aspek intelektual atau kog-

    nitif saja, akan tetapi juga aspek emosi, afektif,

    psikomotor, dan perilaku asertif subyek penelitian

    gangguan jiwa riwayat Resiko Perilaku Kekeras-

    an. Perubahan yang meliputi keempat aspek ini

    akan tercapai apabila subyek penelitian dilibatkan

    dalam proses terapi melalui 4 tahap yakni

    modelling dimana terapis mengajarkan kepada

    subyek penelitian cara berkenalan, menjawab

    salam dan meminta tolong, role playing dimana

    subyek penelitian mendapat kesempatan untuk

    melakukan modelling yang diajarkan oleh terapis,

    performance feedback dimana terapis mengeva-

    luasi role playing yang telah dilakukan, dan

    transfer training dimana subyek penelitian

    diminta untuk menerapkan hasil latihan ke dalam

    kehidupan sehari- hari (Goldstein, 1981 dalam

    Ramdhani, 2008).

    Efek Terapi Social Skill Training dalam

    Meningkatkan Perilaku Asertif Subyek

    penelitian Gangguan Jiwa Riwayat Resiko

    Perilaku Kekerasan

    Hasil penelitian ini adalah terdapat

    perbedaan yang signifikan antara pre dan post

  • eksperimen, sehingga pemberian terapi Social

    Skill Training ini efektif dalam meningkatkan

    perilaku asertif pada subyek penelitian gangguan

    jiwa riwayat resiko perilaku kekerasan.

    Menurut Skinner (1938) dalam

    Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku

    merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

    stimulus dari luar. Pemberian terapi Social Skill

    Training dalam meningkatkan perilaku asertif

    merupakan salah satu bentuk stimulus yang dapat

    mengubah perilaku subyek penelitian gangguan

    jiwa dengan riwayat resiko perilaku kekerasan.

    Hal ini sesuai dengan pernyataan Kelly dalam

    Ramdhani (1991) yang menyatakan bahwa social

    skill training merupakan ketrampilan yang diper-

    oleh individu melalui proses belajar yang diguna-

    kan dalam berhubungan dengan lingkungannya

    atau stimulus dari luar dengan cara baik dan tepat.

    Salah satu tujuan pemberian terapi Social

    Skill Training adalah untuk mengajarkan kemam-

    puan berinteraksi dengan orang lain kepada indi-

    vidu yang tidak terampil menjadi terampil berin-

    teraksi dengan orang-orang di sekitarnya, baik

    dalam hubungan formal maupun informal. Ke-

    trampilan berinteraksi ini berupa individu dapat

    berperilaku asertif dimana dapat mengkomuni-

    kasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipi-

    kirkan kepada orang lain secara jujur dan terbuka

    tanpa menyakiti hak pribadi individu sendiri dan

    orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan

    Ramdhani (2009) bahwa individu yang dapat ber-

    hubungan sosial dengan baik secara informal

    adalah individu yang tidak mengalami kesulitan

    untuk membina hubungan dengan orang lain, ter-

    libat dalam pembicaraan yang menyenangkan, dan

    dapat mengakhiri pembicaraan tanpa mengecewa-

    kan atau menyakiti orang lain. Sedangkan dalam

    hubungan formal, individu dapat mengemukakan

    pendapat, memberi penghargaan atau dukungan

    terhadap pendapat orang lain, dan individu dapat

    mengemukakan kritik tanpa menyakiti orang lain.

    Pemberian terapi Social Skill Training ini

    dimaksudkan dapat dijadikan dasar untuk mening-

    katkan perilaku asertif subyek penelitian gang-

    guan jiwa riwayat resiko perilaku kekerasan.

    Berdasarkan penelitian ini terjadi peningkatan

    yang signifikan setelah pemberian terapi SST,

    sehingga Terapi Social Skill Training ini efektif

    dalam meningkatkan perilaku asertif subyek

    penelitian gangguan jiwa riwayat resiko perilaku

    kekerasan.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

    dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : dari

    hasil uji tanda Wilcoxon p(0,046)< (0,05) dan

    selang kepercayaan 95% didapatkan efek

    pemberian terapi Social Skill Training (SST)

    dalam mening-katkan perilaku asertif subyek

    penelitian gangguan jiwa riwayat resiko perilaku

    kekerasan di Desa Paringan Kabupaten Ponorogo

    berupa peningkatan skor total Tes sebelum (Pre-

    Test) dan skor total Tes sesudah (Post- Test).

    Saran

    Untuk Keperawatan

    Diharapkan informasi ini dapat meningkat-

    kan kemampuan perawat dalam praktik pelayanan

    keperawatan jiwa sebagai bentuk pelayanan yang

    holistik dan komprehensif dalam rangka mening-

    katkan mutu pelayanan serta perlu untuk mengem-

    bangkan kompetensi perawat jiwa dan komunitas

    dalam memberikan intervensi kepada subyek

    penelitian gangguan jiwa khususnya dengan resi-

    ko perilaku kekerasan untuk mengoptimalkan

    kesehatan jiwa serta meminimalkan jumlah kasus

    baru.

  • Untuk Masyarakat

    Peran kader lebih ditingkatkan dalam

    pemantauan perkembangan kesehatan jiwa dan

    pemberian latihan ketrampilan sosial di bawah

    pengawasan petugas kesehatan di Puskesmas

    Pembantu Kesehatan Jiwa di Desa Paringan.

    Untuk Peneliti Selanjutnya

    1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan

    menggunakan sampel untuk subyek penelitian

    yang lebih besar dan di lokasi yang berbeda

    serta dapat melakukan generalisasi kasus

    diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan sehingga

    tidak spesifik seperti penelitian ini.

    2. Melihat keterbatasan dalam penelitian ini,

    diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat

    mengadakan penelitian lanjutan tentang ke-

    efektifan dari terapi Social Skill Training

    dengan membandingkan perilaku kekerasan

    fisik dan perilaku kekerasan verbal.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alimul, A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan

    dan Teknik Analisis Data . Salemba

    Medika: Jakarta

    American Psychiatric Association. 1994.

    Diagnostic and Statistical Manual of

    Mental Disorder, 4th ed. Washington DC:

    American Psychiatric Association

    Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian suatu

    Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

    Cipta

    Baihaqi,dkk (Sunardi, Akhlan,R.N, Heryati,E).

    2005. Psikiatri: Konsep Dasar dan

    Gangguan-Gangguan. Bandung: PT.

    Refika Aditama

    Beardsley et al. 2008. Konsep Perilaku Asertif.

    Diakses pada tanggal 15 Oktober 2012,

    dari

    lyrawati.files.wordpress.com/.../keterampi

    lan-komunikasi

    Budiarto, E. 2003. Metodologi Penelitian

    Kedokteran: Sebuah Pengantar. Jakarta:

    EGC

    Burns & Grove. (1993). The Practice of Nursing

    Research: Conduct, Critique and

    Utilization. Philadelphia: W.B. Saunders

    Company

    Dalami. 2009. Asuhan Keperawatan Subyek

    penelitian dengan Gangguan Jiwa.

    Jakarta: Trans Info Media.

    Emnina, E. (2010). Hubungan Dukungan

    Keluarga dengan Lama Hari Rawat

    Pasien Gangguan Jiwa Peserta

    JamKesMas di Rumah Sakit Jiwa Daerah

    Provinsi Medan. Medan : Fakultas Ilmu

    Keperawatan USU

    Friedman, M., M. (1998). Buku Ajar Keperawatan

    Keluarga: Teori dan Praktik. (Edisi 3).

    Jakarta: EGC.

    Gunarsa, S. (1989). Psikologi Perawatan. Jakarta:

    P.T. BPK Gunung Mulia

    Herdman, T.Heater, Phd, RN. 2012. NANDA

    International Nursing Diagnosis:

    Definitions & Classification 2012-2014.

    United Kingdom: Wiley-Blackwell

    Hidayat, A. 2007. Riset keperawatan dan Tekhnik

    Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba

    Medika

    Keliat, dkk. (2009). Influence of the abilities in

    controlling violence behavior to the

    length of stay of schizophrenic clients in

    Bogor mental hospital, Indonesia.

    Diambil pada tanggal 8 September 2009,

    darihttp://emji.com/?page=journal.detail&

    id=15

    Litbang. (2005). Macam Macam Gangguan Jiwa. Diambil pada tanggal 29 September

    2009, dari http://www.balipost.co.id/Bali

    post cetak/2005/8/3/k2.htm

    Maramis. (1994). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.

    Surabaya: Airlangga University Press.

    MC Townsend. 2009. Diagnosa Keperawatan

    pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman

    untuk Pembuatan Rencana Perawatan Ed

    3. Jakarta: EGC.

  • Monti, Peter.et al. 1999. Coping Skills Training

    and Cue Exposure Therapy in The

    Treatment of Alcoholism vol.23 no.2 .

    Diakses pada tanggal 21 Oktober 2012,

    dari pubs.niaaa.nih.gov/publications

    Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Ilmu Dan Seni.

    Jakarta : PT Rineka Cipta.

    Nurjanah S. 2011. Pengaruh Terapi Generalis

    dan Latihan Ketrampilan Sosial terhadap

    Pencapaian Identitas Diri Remaja Panti

    Asuhan di Kabupaten Banyumas. Tesis.

    Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia, Jakarta.

    Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan

    Metodologi Penelitian Ilme Keperawatan

    : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen

    Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba

    Medika

    Potter, P.A., Perry. A.G. 2005. Buku Ajar

    Fundamental Keperawatan: Konsep,

    Proses dan Praktik. Renata Komalasari

    (penterjemah). Jakarta: EGC.

    Pudjiraharjo, W. dkk. 1992. Metode Penelitian

    dan Statistik Terapan. Surabaya :

    Airlangga University Press

    Ramdhani N. 2008. Pelatihan Ketrampilan Sosial

    untuk Terapi Kesulitan Bergaul.

    http://neila.staff.ugm.ac.id/. Diakses

    tanggal 3 September 2012.

    Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental

    Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga

    (edisi pertama). Jakarta: EGC.

    Sargeant, Matt.et al. 2009. Social Skill Training

    Workshop. Diakses pada tanggal 20

    Oktober 2012, dari

    www.wisaba.org/.../Sargeant-and-Peyton-

    Social-Skill-Training-Workshop

    Setiadi. (2008). Konsep & Proses Keperawatan

    Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

    Sitompul. (2008). Penderita Ganguan Jiwa

    Meningkat. Diambil pada tanggal 7

    September 2009, dari

    http://www.prakarsa-

    rakyat.org/artikel/news/artikel_cetak.php?

    aid=30491

    Stuart, Laraia. 2005. Principles and Practice of

    Psychiatric Nursing Eight Edition. USA:

    Elsevier Mosby

    Stuart and Sudden. 1995. Buku Saku Keperawatan

    Jiwa. Jakarta: EGC

    Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi 6.,

    Bandung: PT. Tarsito Bandung

    Sugiyono, Dr. Prof. 2010. Metode Penelitian

    Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung:

    Alfabeta

    Surtiningrum A. 2011. Pengaruh Terapi Suportif

    terhadap Kemampuan Bersosialisasi pada

    Subyek penelitian isolasi Sosial di Rumah

    Sakit Jiwa Daerah Amino Gondhoutomo

    Semarang. Tesis. Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia, Jakarta.

    Veranita, Santi Kusuma. (2003). Hubungan

    Antara Pemberian Dukungan Keluarga

    Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada

    Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit

    Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat

    Lawang Malang. Malang: Fakultas Ilmu

    Pendidikan UM

    Videbeck SL. 2008. Buku Ajar Keperawatan

    Jiwa. Jakarta: EGC.

    Yosep. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung:

    Penerbit Refika Aditama

    Telah disetujui oleh,

    Pembimbing I

    dr. Soemardini, M.Pd

    NIP. 110446417