edema paru akut

28
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP ACUTE LUNG EDEMA (ALO) 1. Pengertian Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan yaitu peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru (Muttaqin, 2008). Acute lung oedem (ALO) atau kardiak adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravascular (Piece dan Wilson, 2006). Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Dalam edema puloner, cairan terkumpul dalam ruang ekstravaskular paru- paru. Dalam edema paru kardiogenik, akumulasi cairan disebabkan oleh kenaikan tekanan venosa pulmoner dan hidrostatik kapiler. Edema pulmuner merupakan komplikasi umum dari gangguan kardiak dan bisa muncul sebagai kondisi kronis yang berkembang dengan cepat dan berakibat fatal. Ventrikel kiri yang terganggu membutuhkan kenaikan tekanan pengisian untuk mempertahankan kecukupan output; tekanan tersebut dihantarkan ke atrium kiri, vena pulmoner, dan dasar kapiler pulmoner. Peningkatan dorongan hidrostatik kapiler pulmoner ini menyebabkan cairan intravaskular mengalir ke interstitium pulmoner, sehingga menurunkan pemenuhan paru-paru dan mengganggu pertukaran gas (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008). Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika

Upload: andrias-wulansari

Post on 02-Jan-2016

857 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edema Paru Akut

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP ACUTE LUNG EDEMA (ALO)

1. Pengertian

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di

ekstravaskuler dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan yaitu

peningkatan tekanan hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru (Muttaqin,

2008).

Acute lung oedem (ALO) atau kardiak adalah akumulasi cairan di paru-paru secara

tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravascular (Piece dan Wilson, 2006).

Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya

tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena

pulmonalis. Dalam edema puloner, cairan terkumpul dalam ruang ekstravaskular

paru-paru. Dalam edema paru kardiogenik, akumulasi cairan disebabkan oleh

kenaikan tekanan venosa pulmoner dan hidrostatik kapiler. Edema pulmuner

merupakan komplikasi umum dari gangguan kardiak dan bisa muncul sebagai

kondisi kronis yang berkembang dengan cepat dan berakibat fatal. Ventrikel kiri yang

terganggu membutuhkan kenaikan tekanan pengisian untuk mempertahankan

kecukupan output; tekanan tersebut dihantarkan ke atrium kiri, vena pulmoner, dan

dasar kapiler pulmoner. Peningkatan dorongan hidrostatik kapiler pulmoner ini

menyebabkan cairan intravaskular mengalir ke interstitium pulmoner, sehingga

menurunkan pemenuhan paru-paru dan mengganggu pertukaran gas (Lippincott

Wiiliams & Wilkins, 2008).

Edema Paru Akut (Kardiak)  menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah

protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di

atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri (Smeltzer dan Bare, 2000).

Edema paru disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat

disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena

peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Edema paru terjadi ketika cairan yang

disaring ke paru lebih cepat dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi

masalah serius bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa

terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur

perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang klasik (Sjaharudin Harun

& Sally Aman Nasution, 2006)

2. Etiologi

Page 2: Edema Paru Akut

Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu:

Kardiogenik

1) Penyakit pada arteri koronaria

2) Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit

lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri

dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri

tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa

darah lagi seperti biasa.

3) Kardiomiopati

4) Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli

diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi

pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari

obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan

ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan

dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi.

Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah

akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di

paru-paru (flooding).

5) Gangguan katup jantung

6) Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur

aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu

menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir

kembali melalui katub menuju paru-paru.

7) Hipertensi

8) Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot

ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

Non-Kardiogenik

Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon

peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang

dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

2) Kondisi yang berpotensi serius

Disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-

racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh

Page 3: Edema Paru Akut

Menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada

pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis

mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

4) High altitude pulmonary edema

Yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi

lebih dari 10,000 feet.

5) Trauma otak

Perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau

operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,

menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

6) Paru yang mengembang secara cepat

Dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi

pada kasus-kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar

dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi

yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi

yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

7) Penyebab yang jarang terjadi

Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.

Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus

pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan

pulmonary edema.

8) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema

mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke

paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-

related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada

wanita-wanita hamil.

3. Klasifikasi

I. Ketidak-seimbangan Starling Forces :

1. Peningkatan tekanan kapiler paru :

a. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

(stenosis mitral).

b. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel

kiri.

c. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan

arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

2. Penurunan tekanan onkotik plasma.

Page 4: Edema Paru Akut

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing

enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

3. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

a. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

b. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut

bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

4. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

            Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

II. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress

Syndrome)

1. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

2. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).

3. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

naphthyl thiourea).

4. Aspirasi asam lambung.

5. Pneumonitis radiasi akut.

6. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

7. G Disseminated Intravascular Coagulation.

8. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

9. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

10. Pankreatitis Perdarahan Akut.

III. Insufisiensi Limfatik :

1. Post Lung Transplant.

2. Lymphangitic Carcinomatosis.

3. C. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

IV. Tak diketahui/tak jelas

1. High Altitude Pulmonary Edema.

2. Neurogenic Pulmonary Edema.

3. Narcotic overdose.

4. Pulmonary embolism.

5. Eclampsia.

6. Post Cardioversion.

7. Post Anesthesia.

8. Post Cardiopulmonary Bypass.

(Smeltzer dan Bare, 2000; Price dan Wilson, 2006).

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Untuk

pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasarnya. Sebagian besar

Page 5: Edema Paru Akut

penyebab dari penyakit ini adalah gagal jantung kiri. Gagal jantung sisi kiri ini dapat

disebabkan oleh adalah ateriosklerosis, penyakit jantung kardiomiopatik, hipertensi, dan

penyakit jantung vaskuar (Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

Faktor Predisposisi yang mungkin dapat berpengaruh antara lain adalah:

a. Menurunnya tekanan osmotic koloid serum (nefrosis, luka bakar, penyakit

hepatic, defisiensi nutrisional)

b. Terganggunya drainase limfatik paru-paru (penyakit Hodgin, limfangitis obliteratif)

c. Infusi cairan I.V. secara berlebihan

d. Miksoma atrial kiri

e. Stenosis mitral.

f. Penyakit oklusif veno pulmoner

(Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

4. Patofisiologi

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan

dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan sekelilingnya,

menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam

pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran darah untuk menahan cairan

dalam plasma (bagian dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru. Area yang

ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang

sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana oksigen dari udara diambil

oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam

alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat

tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli

kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli

dipenuhi dengan cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai

ganti udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan

karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang buruk.

Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika menggambarkan kondisi

ini pada pasien.

Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar pembuluh darah

dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang dibuat oleh Starling.

Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡

Qf = aliran cairan transvaskuler;

Kf = koefisien filtrasi;

Page 6: Edema Paru Akut

Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler;

Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial;

σ = koefisien refleksi osmosis;

πmv = tekanan osmotic protein plasma;

πpmv = tekanan osmotic protein intersisial.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan tekanan

vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral); Peningkatan

tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan

tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis.

Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena

penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.

Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat pneumotorak

atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi

saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume akhir ekspirasi (asma)

(Smeltzer dan Bare, 2000; Price dan Wilson, 2006; Lippincott Wiiliams & Wilkins,

2008).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto

toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar

dideteksi dini.

Stadium 1

Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki

pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan

pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.

Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya

ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat

inspirasi.

Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi

kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal

(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih

memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh

gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea.

Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea

Page 7: Edema Paru Akut

juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial

diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi

hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih

kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi

right-to-left intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi

pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.

Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati.

(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution, 2006)

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler

paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi

edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan

pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat

cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru

sekunder akibat peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih

memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut

dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan

lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru

sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan

permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang

rendah seperti pada cardiogenic shock lung (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,

2006).

Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tanda dan gejala pada edema

pulmoner dibagi menjadi 2 tahapan, yaitu tanda gejala awal dan tanda gejala di kemudian

hari.

1) Tanda dan gejala awal

a. Batuk

b. Dedas dependen

c. Kekencangan diastolik (S3)

d. Dispnea saat mengerahkan tenaga

e. Distensi vena jugular

f. Ortopnea

g. Dispnea noktural paroksimal

h. Takikardi

i. Takipnea

2) Tanda dan gejala di kemudian hari

Page 8: Edema Paru Akut

a. Aritmia

b. Kulit dingin, lembab, diaforetik, dan sianotik

c. Konfusi

d. Output Cardiac berkurang

e. Tingkat kesadaran menurun

f. Dedas menyebar

g. Sputum berbusa atau berdarah

h. Hipotensi

i. Takikardi meningkat

j. Respirasi sulit dan cepat

k. Denyut nadi sangat halus dan nyaris tidak tampak.

6. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan darah meliputi ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit, urinalisa.

Analisa gas darah arterial (ABG) menunjukkan hipoksia. Tekanan parsial

karbondioksida bervariasi. Pasien bisa mengalami alkalosis dan asidosis respiratorik

yang sangat parah. Asidosis metabolic muncul jika output kardiak rendah.

2) Foto toraks

Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-

ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung

jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari

vertebral column,dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-

bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang

dari dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin

menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada

biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat

menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan

visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan

ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari  pulmonary edema,

namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyabab

yang mungkin mendasarinya.

Gambaran Radiologi yang ditemukan:

1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vascular di hilus)

2. Coarakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

3. Kranialisasi vaskuler

4. Hilus suram (batas tidak jelas)

5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Page 9: Edema Paru Akut

Gambar 1: Edema Intesrtitial Gambaran underlying disease (kardiomegali,

efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2: Kardiomegali dan edema paru

1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)

2) Edema “butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3: Bat’s Wing

Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai

kelainan sebelumnya, contoh: emfisema).

3) EKG

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemia atau

infark pada infark miokard akut dengan edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi

gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri.

Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya

menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang

yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghiland

dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada

beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-

Page 10: Edema Paru Akut

endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada dinding,

peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibat perubahan

metabolik atau katekolamin.

4) Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T)

5) Echocardiografi transtorakal

Ekokardiogram bisa memperlihatkan otot jantung yang lemah, katup jantung yang

bocor atau sempit, atau cairan yang mengelilingi jantung.

6) Angiografi koroner

7) Kateterisasi arteri pulmoner

Mengidentifikasi gagal jantung sisi kiri yang ditunjukkan dengan kenaikan tekanan baji

arteri pulmoner (pulmonary artery wedge pressure)

(Lippincott Wiiliams & Wilkins, 2008).

Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru Non Kardiak (EPNK)

EPK EPNKAnamnesis

Acute cardiac event (+) JarangPenemuan Klinis

Perifer

S3 gallop/kardiomegaliJVP

Ronki

Dingin (low flow state)

(+)Meningkat

Basah

Hangat (high flow meter)Nadi kuat

(-)Tak meningkat

KeringTanda penyakit dasar

LaboratoriumEKG

Foto toraksENzim kardiak

PCWPShunt intra pulmonerProtein cairan edema

Iskemia/infarkDIstribusi perihiler

Bisa meningkat> 18 mmHg

Sedikit< 0.5

Biasanya normalDistribusi periferBiasanya normal

< 18 mmHgHebat> 0.7

Keterangan:

JVP: jugular venous pressure

PCWP: Pulmonary Capilory wedge pressure(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

7. Penatalaksanaan

Menurut Santoso Karo et al. (2008) penatalaksanaan pada edema pulmoner

adalah sebgai berikut:

a. Posisi ½ duduk

b. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk

(pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan >

Page 11: Edema Paru Akut

60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau

tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi

endotrakeal, suction dan ventilator. Oksigenasi dipantau melalui pulsa oksimetri dan

pengukuran gas darah arteri (Smmeltzer dan Bare, 2000).

c. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.

d. Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema paru karena

mengurangi preload. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-

0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan

Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil

memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit

bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan

perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya

mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang

adekuat ke organ-organ vital.

e. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya

dihindari). Efek venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah

balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload),

dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload berkurang. Efek

sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas tulang-otot dan tenaga pernafasan.

Penggunaan morfin tidak boleh diberikan bila edema paru dsebabkan oleh cidera

vascular otak, penyakit paru kroni, atau syok kardiogenik. Pasien harus diawasi bila

terjadi depresi pernapasan berat; antagonis morfin (Naloxone hydrochloride (Narcan)

harus tersedia (Smeltzer, 2000).

f. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4

jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Efek

bifasik dicapai pertama dalam 5 menit terjadi venodilatasi sehingga aliran (preload).

Efek kedua adalah diuresis yang mencapai puncaknya setelah 30-60 menit.

Penurunan tekana darah, peningkatan frekuensi jantung dan penurunan haluaran

urin merupakan petunjuk bahwa sistem peredaran darah tidak mampu mentoleransi

diuretik dan harus diambil tindakan untuk mengatasi hipovolemia yang terjadi. Pasien

dengan hyperplasia prostat harus diawasi adanya tanda retensi urin (Smeltzer dan

Bare, 2000).

g. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5

ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan

hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan Dopamin

Page 12: Edema Paru Akut

2-20mcg/kgBB/menit IV. Bila tidak membaik dengan Dopamin dosis >20

mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrine 0,5-30 mcg/menit IV,

sedangkan Dopamine diturunkan sampai 10 mcg/kgBB/menit. Bila tanpa

gejala syok berikan Dobutamine 2-20 mcg/kgBB/menit IV.

h. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

i. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil

dengan oksigen.

j. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

k. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur

dinding ventrikel/corda tendinae.

Menurut Lippincott Wiiliams & Wilkins (2008) tindakan keperawatan yang

dapat dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:

a. Secara seksama pantau pasien yang berisiko untuk melihat apakah ada

tanda edema pulmoner, terutama takipnea, taikardi, dan bunyi napas

abnormal. Periksa adanya edema perifer, yang juga bisa mengindikasikan

bahwa cairan terakumulasi dalam jaringan pulmoner.

b. Beri oksigen sesuai perintah dan pantau adanya efek.

c. Pantau tanda vital tiap 15 sampai 30 menit saat memberikan nitroprusside

dalam dextrose 5% dalam air melalui tetesan I.V.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah gagal napas. Selain itu kebanyakan

komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari komplikasi-komplikasi

yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary

edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah

oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus

pada pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti

otak (Panji, 2008).

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Page 13: Edema Paru Akut

Menurut Doegoes, 1999 pengkajian pada penderita edema pulmoner adalah sebagai

berikut:

1. Identitas, umur, jenis kelamin

2. Riwayat masuk:

Pasien biasanya dibawa ke RS setelah mengalami sesak napas, sianosis atau

batuk-batuk disertai kemungkinan adanya demam tinggi ataupun tidak. Kesadaran

kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba pada kasus trauma.

3. Riwayat penyakit sebelumnya:

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,

penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal

mungkin ditemui pada pasien.

4. Sistem Integumen

Subyektif : -

Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak

keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

5. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),

sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan

perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang

paru,

6. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah

menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

7. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

8. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot

aksesoris pernafasan

9. Sistem genitourinaria

Subyektif : -

Obyektif : produksi urine menurun/normal.

Page 14: Edema Paru Akut

10. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

11. Studi Laboratorik  :

a. Hb : menurun/normal

b. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,

kadar karbon darah meningkat/normal

c. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

d. Enzim jantung : Troponin I atau T, CKMB

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan Nanda 2012, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah

sebagai berikut:

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas

miokardial (penurunan).

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)

3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.

4) Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan

(ketidakmampuan untuk bernafas).

5) Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan

(keadaan fisik yang lemah)

6) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan

dengan kurang terpajang informasi

C. Tujuan dan Intervensi Keperawatan

Berdasarkan Carpenito, 2007 intervensi keperawatan yang dapat dilakuakan adalah

sebagai berikut:

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas

miokardial (penurunan).

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi curah jantung dalam keadaan stabil.

Kriteria hasil:

Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)

Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

Page 15: Edema Paru Akut

Tidak ada penurunan kesadaran

AGD dalam batas normal

Tidak ada distensi vena leher

Warna kulit normal

Intervensi Rasional

Catat suara jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena

terdapat kelemahan dalam memompa.

Irama gallop sering ada (S2 dan S3).

Murmur merupakan gambaran adanya

ketidaknormalan/stenosis dari katup.

Monitor tekanan darah pada awal tekanan darah meningkat

karena peningkatan SVR, lama kelamaan

badan/body jantung tidak bisa bertambah

panjang agar bisa untuk kompensasi dan

bisa terjadi hipotensi berat.

Palpasi denyut peripher Penurunan CO akan menyebabkan

kelemhn denyut pada arteri radialis,

poplitea,dorsalis pedis dan posttibial.

Denyut dapat yang cepat atau reguler

dan mungkin juga terdapat pulsus

alternans (denyut yang kuat di selingi

denyut yang lemah)

Lihat warna kulit,pucat,cyanosis Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi

perifer sebagai akibat sekunder dari

ketidakadekuatnya CO

Nilai perubahan tanggapan panca indera

seperti : lethargy, kebingungan,

disoientasi cemas dan depresi

Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi

cerebralsebagai akibat sekunder dari

penurunan CO

Collaborative dalam pemberian O2 lewat

canul nasal/masker sesuai indikasi

Meningkatnya persediaanya O2 untuk

kebutuhan myokard untuk

menanggulangi efek hypoxia/iskemia

Collaborative pemberian diuretik Pengurangan preload penting dalam

pengobatan pada pasien cardiac out put

yang relative normal yang di sertai oleh

gejala-gejala bendungan. Pemberian

loup diuretics akan mengurangi

Page 16: Edema Paru Akut

reabsorbsi dari sodium dan air

Collaborative pemberin digoxin Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung

dan melambatkan kecepatan denyut

jantung (heart rate) dengan menurunkan

kecepatan konduksi dan memperpanjng

periode retrakter dari AV junction untuk

meningkatkan efisiensi jantung atau

cardiac output

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-

alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)

Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas

pernapasan klien kembali optimal.

Kriteria hasil:

Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis

dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,

tidak ada pursed lips)

Tanda tanda vital dalam rentang normal

AGD dalam batas normal

Status neurologis dalam batas normal

Intervensi Rasional

Auskultasi suara nafas, catat adanya

krekels.

Menunjukkan adanya bendungan

pulmonal/penumpukan secret yang

membutuhkan penanganan lebih lanjut

Atur posisi fowler dan bed rest Merangsang pengembangan paru secara

maksimal

Pantau/gambarkan seri BGA, nadi

oksimetri

hipoksemia dapat menjadi berat selama

edema paru

Collaborative pemberian O2 sesuai

indikasi

Meningkatkan konsenterasi O2 alveolar

yang akan mengurangi hypoxemia

jaringan

Collaborative pemberian diuretik Pengurangan preload penting dalam

pengobatan pada pasien cardiac out put

yang relative normal yang di sertai oleh

Page 17: Edema Paru Akut

gejala-gejala bendungan. Pemberian

loup diuretics akan mengurangi

reabsorbsi dari sodium dan air

Collaborative pemberin Bronkodilator Meningkatkan pemasukan O2 dengan

jalan dilatasi saluran nafas

3) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi

paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura

Tujuan: dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran pola

pernapasan klien kembali optimal.

Kriteria hasil:

Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

Pada pemeriksaan rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan paru

Bunyi napas terdengar jelas

Intervensi Rasional

Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasikan penyebab,

kita dapat mengambil tindakan yang

tepat

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, laporkan setiap perubahan

yang terjadi

Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan

kedalaman pernafasan, kita dapat

mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi pasien

Baringkan pasien dalam posisi yang

nyaman, dalam posisi duduk, dengan

kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90

derajat

Penurunan diafragma memperluas

daerah dada sehingga ekspansi paru

bisa maksimal

Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,

tekanan darah, RR dan respon pasien)

Peningkatan RR dan tachicardi

merupakan indikasi adanya penurunan

fungsi paru

Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4

jam

Auskultasi dapat menentukan kelainan

suara nafas pada bagian paru-paru

Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk

dan nafas dalam yang efektif

Menekan daerah yang nyeri ketika batuk

atau nafas dalam. Penekanan otot-otot

dada serta abdomen membuat batuk

lebih efektif

Page 18: Edema Paru Akut

Kolaborasi dengan tim medis lain untuk

pemberian O2 dan obat-obatan serta

foto thorax

Pemberian oksigen dapat menurunkan

beban pernafasan dan mencegah

terjadinya sianosis akibat hiponia.

Dengan foto thorax dapat dimonitor

kemajuan dari berkurangnya cairan dan

kembalinya daya kembang paru

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Page 19: Edema Paru Akut

Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

Jakarta: Salemba Medika.

Panji. 2008. Edema Paru Akut (kardiak). http://panji102blogspot.com/2008/06/edema-

paru-akut-kardiak.html. Diakses tanggal 6 April 2012. Pukul 20.00 WIB.

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3

ed. Philadelpia: LWW Publisher.

Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi Bahasa Indonesia. Alih bahasa

oleh I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC.

Lippincott Williams & Wilkins. 2011. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih

bahasa: Paramita. Editor: Bambang Sarwiji. Jakarta: PT Indeks.

LAPORAN PENDAHULUAN

Page 20: Edema Paru Akut

ACUTE LUNG EDEMADisusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Departemen Medikal

di Ruang 5 (CVCU) Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Wedha Ayu Azhari

0810720072

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012