edema paru

36
EDEMA PARU (Lukmianto, Besse Arfiana, Erlin Syahril) I. PENDAHULUAN Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau srosanguinosa yang berlebihan dalam ruang intertisial dan alveolus paru. Edema paru dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya. 1,2 Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik 1,2 1

Upload: anctho-lukmi

Post on 29-Dec-2015

98 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edema Paru

EDEMA PARU(Lukmianto, Besse Arfiana, Erlin Syahril)

I. PENDAHULUAN

Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau srosanguinosa yang

berlebihan dalam ruang intertisial dan alveolus paru. Edema paru dapat

disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau

karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)

yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema

paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit

terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada

mikrosirkulasi atau sebaliknya. 1,2

Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke

ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan

kembali ke darah atau melalui saluran limfatik 1,2

Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari

cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi

paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru

dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan

protein diparu menjadi masalah yang klasik 1,2

Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya

keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari

edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh

secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, 1

Page 2: Edema Paru

tekanan tinggi, hidrostatik,atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya disebut

keseimbangan edema paruterganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan

antara cairan dan zat terlarut didalam paru. 2

II. ETIOLOGI

Edema paru dibagi kedalam 2 kelompok, pertama edema paru karena

penyakit di luar jantung (nonkardiogenik) dan kedua, edema paru dengan

penyebab utama dari jantung (kardiogenik).4

Edema paru yang bukan karena penyakit jantung atau edema non

kardiogenik disebabkan oleh:

a. Obat dan racun Heroin dan narkotik Salisilat Hidrokarbon dan

nitrofurantoin

b. Gas racun: Asap toksik Oksida dan nitrogenKlor, ozon, fosgen, teflon

c. Lain-lain: Trauma kepala, tenggelam, tempat ketinggian, kontusi paru,

uremia, shock,sepsis, emboli lemak, dan pancreatitis. 4

Edema paru kardiogenik merupakan manifestasi yang lazim pada kegagalan

ventrikel kiri, dimana edemanya akibat dari kenaikan tekanan vena pulmonalis,

atau edema dapat disebabkan oleh hipervolemi karena invus intravena yang terlalu

cepat atauterlalu banyak. Edema paru merupakan penyulit dari kegagalan jantung

kongestif. 4

2

Page 3: Edema Paru

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Secara harfiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju

ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses

pernapasan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernapasan, sistem saraf

pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada

dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang

menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli,

yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.

1

Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru,

paru itu sendiri, dan struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan

udara masuk keluar paru melaliu saluran pernapasan. Saluran pernapasan

merupakan saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat

terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan

darah dapat berlangsung. 3

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,

laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran

pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang

bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring,

dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari

mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel

goblet. 1,3

3

Page 4: Edema Paru

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)

bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau

alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli,

dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. 1,3

Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang

dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk

suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada

waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah

alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat

mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap

pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu

ekspirasi. 1,3

Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli

tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-

permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi

yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri

dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan

jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel

fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan

cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam

lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,

4

Page 5: Edema Paru

solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini

dijabarkan dalam hukum starling. 1

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

dan membuang karbon dioksida, yang dicapai melalui ventilasi paru, difusi

oksigen dan karbon dioksida antar alveoli dan darah, pengangkutan oksigen dan

karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh serta

pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.5

Melalui barnapas, paru-paru dikembangkempiskan melalui dua cara yaitu,

pertma dengan gerakan naik turun diafragma untuk memperbesar yang melibatkan

diafragma sendiri dan kontraksi otot-otot atau memperkecil rongga dada dan

abdomen. Kedua dengan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil

diamater anteroposterior rongga dada.5

Gambar 1. Anatomi paru-paru manusia. (dikutip dari kepustakaan 1)

5

Page 6: Edema Paru

Gambar 2. Alveoli paru normal.(dikutip dari kepustakaan 6)

IV. MEKANISME EDEM PARU

Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:

a. Membran kapiler alveoli

Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang

interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke

dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam

keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh

darah ke ruang interstitial. Studi eksperimental membuktikan bahwa

hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi

sistemik.2

b. Sistem limfatik 

6

Page 7: Edema Paru

Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk merima larutan, koloid dan cairan

balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negative di daerah

interstisial peribronkial dan perivascular dan dengan peningkatan

kemampuan dari interstisium nonalveolar ini, cairan lebih sering

meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari

saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe

terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema.

Diperkirakan pada pasien dengan berat badan 70 kg dalam keadaan

istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20ml/jam. Pada percobaan

didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang

dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium

kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai

kemampuan untuk mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang

lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai

konsekuensinya terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan

pembuluh darah akan terkompresi. 2

7

Page 8: Edema Paru

Gambar 3 perbedaan mekanisme edem paru kardiogenik dan non kardiogenik

(dikutip dari kepustakaan 6)

V. KLASIFIKASI :2

Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus

a. Ketidak-seimbangan Starling Forces

- Peningkatan tekanan kapiler paru.

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal

meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang

biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal

dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang

merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.

Etiologidari keadaan ini antara lain:

8

Page 9: Edema Paru

1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri(stenosis mitral).

2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan

fungsi ventrikel kiri.

- Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,

protein-losingenteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit

nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema

paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan

tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan

edemaparu.

- Peningkatan tekanan negatif intersisial.

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara

pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:

1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura

(unilateral).

2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi

saluran napas akutbersamaan dengan peningkatan end-

expiratory volume (asma).

b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory

DistressSyndrome). Keadaan ini merupakan akibat langsung dari

kerusakan pembatas antara kapiler danalveolar. Cukup banyak kondisi

medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru

9

Page 10: Edema Paru

akibat kerusakan pembatas ini dari pada akibat ketidakseimbangan

Starling Force.

Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).

Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,

alpha-naphthylthiourea).

Aspirasi asam lambung.

Pneumonitis radiasi akut.

Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

Disseminated Intravascular Coagulation.

Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,

leukoagglutinin.

Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

Pankreatitis Perdarahan Akut.

c. Insufisiensi Limfatik: Post Lung Transplant, Lymphangitic Carcinomatosis,

Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

d. Tak diketahui/tak jelas: High Altitude Pulmonary Edema, Neurogenic

Pulmonary Edema, Narcotic overdose, Pulmonary embolism,

Eclampsia, Post cardioversion, Post Anesthesia, Post Cardiopulmonary

Bypass

10

Page 11: Edema Paru

VI. DIAGNOSIS

1. Anamnesis.

Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal

dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi

pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang

menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti

seorang yang akan tenggelam. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat

mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit

membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, seringberkeringat

dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothysputum).4,7

2. Pemeriksaan fisik.

Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi,akan

terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang

menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat

inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah

lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat

ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan

tekanan darah dapat meningkat. 2

3. Pemeriksaan Radiologis

a . Foto thoraks.

Edema paru dapat dibedakan menjadi komponen interstisial dan komponen

airspace. Gambaran radiografi edema paru interstisial disebabkan penebalan

berbagai komponen dari ruang interstisial oleh cairan. Penebalan interstitium 11

Page 12: Edema Paru

berakibat hilangnya bayangan vaskular intrapulmonal, peribronchial cuffing dan

tram tracking. Edema pada septa alveolar tidak dilihat sebagai opasitas tersendiri

tapi menghasilkan kekeruhan ground-glass di area perihilar dan daerah paru yang

lebih rendah, di mana cairan cenderung menumpuk pada fase awal edema. 8

Keterlibatan struktur interstitial perifer dan subpleural menghasilkan garis

Kerley dan edema subpleural. Garis kerley A dan garis kerley B mewakili

penebalan jaringan ikat septa dan sentral septa interlobular perifer, sementara

garis Kerley C mewakili penebalan jaringan septa interlobular. Edema subpleural

adalah akumulasi cairan di dalam lapisan (interstisial) terdalam dari pleura

visceral dan yang terlihat dengan baik pada radiograf lateral sebagai penebalan

halus di celah interlobar. Perubahan radiografi edema paru interstisial dapat

berkembang menjadi menjadi edema airspace, jika berhasil diobati, sembuh dalam

12 sampai 24 jam. 8

Edema paru airspace terjadi ketika cairan menumpuk progresif dalam ruang

interstisial dan tumpah ke alveoli. Rontgen dada biasanya menunjukkan

kekeruhan airspace simetris bilateral yang terimpit dan mendominasi di tengah

dan zona paru-paru yang lebih rendah. Airspace nodul dan temuan edema

interstitial (garis Kerley B dan edema subpleural) dapat dilihat di perifer. Bentuk

jarang dari edema paru airspace, terlihat paling sering pada gagal jantung kiri atau

gagal ginjal, yaitu bat’s wing atau butterfly. Pada keadaan seperti ini, kekeruhan

udara yang tajam terbatas pada bagian tengah, parahilar dari paru-paru, dengan

sparing dari daerah perifer atau subpleural. Sebab dari distribusi edema ini tidak

12

Page 13: Edema Paru

diketahui. Seperti edema interstitial, kekeruhan wilayah udara dari edema alveolar

cenderung berubah dengan cepat, sering dalam jam. 8

Gambar 4. Edema paru intertisila oleh karena penyakit jantung. menunjukkan kekeruhan linear bilateral (Kerley A, B, C dan garis) mewakili edema paru interstisial. (dikutip dari kepustakaan 8)

Gambar 5. Perihilar bat’s wing edema paru. Tampak kekeruhan padat perihilar bilateral. (dikutip dari kepustakaan 8)

13

Page 14: Edema Paru

Gambar 6 peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan edema.(dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 7. Edema paru pada gagal jantung dengan tampak konsolidasi perihilar bilateral membentuk gambaran bats wing appearance.

(dikutip dari kepustakaan 11)

14

Page 15: Edema Paru

Gambar 8. Edema Intesrtitial pada gagal jantung kiri stadium 2. (dikutip dari kepustakaan 11)

Gambar 9. Pulmonary edema. Edema paru, atau overload cairan, ditunjukkan oleh pembuluh paru karena yang terpancar dari hilus disebut sebagai "bats wing" sebagai

pertanda edema yang memburuk (dikutip dari kepustakaan 12)

15

Page 16: Edema Paru

b. Ekokardiografi

Diagnosis yang lebih spesifik didapatkan dengan alat ini. Foto polos toraks

digunakan untuk pemantauan dan jika terjadi deteriorisasi yang akut. 7

Gambar 10. Tampak gelembung-gelembung udara besar pada sisi kanan jantung learning (dikutip dari kepustakaan 10)

c. CT-Scan

Meskipun tidak umum digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan edema

paru, CT dan HRCT menunjukkan temuan terhadap karakteristik gangguan.

Penebalan struktur subpleural, septum, dan bronchovascular digambarkan dengan

baik pada HRCT. Mild edema parenkim menghasilkan pola ground-glass di

sekitar hilus. Edema alveolar stadium awal dipandang sebagai nodul airspace

centrilobular sekitar arteri, sedangkan edema alveolar yang memburuk

menghasilkan kekeruhan udara padat perihilar. Cardiomegaly, distensi vena

pulmonalis, dan pleura efusi berkaitan dengan temuan pada edema kardiogenik

atau cairan yang berlebihan. 8

16

Page 17: Edema Paru

Gambar 11. Edema paru dengan peningkatan tenkanan hidrostatik.(dikutip dari kepustakaan 10)

Gambar 12. CT scan dengan kontras potongan axial menunjukkan edema paru alveolar dan interstisial. (dikutip dari kepustakaan 9)

4. Laboratorium

Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji

diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit

lainmisalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain

natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan

dapat menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada

17

Page 18: Edema Paru

kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik,

harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal

jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus

dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.2

5. EKG

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda

iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan

krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan

gambaranhipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi

yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan

QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis

stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini

belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi

penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan

peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau

peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin. 2,6

VII. DIAGNOSIS BANDING 13,14

1. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)13

ARDS merupakan kondisi mengancam hidup dimana terjadi gangguan

perolehan udara ke paru-paru dan ke dalam darah yang memberikan gejala berupa

kesulitan bernapas, hipotensi, takipneu dan sesak napas. 15

18

Page 19: Edema Paru

Temuan rontgen dada ARDS bervariasi tergantung pada tahap penyakit.

Temuan yang paling sering bilateral, terutama perifer, konsolidasi agak asimetris

disertai gambaran air bronchogram. Garis septum dan efusi pleura jarang

ditemukan. 16

Gambar 13. Tampak kekeruhan bilateral(dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 14. Peningkatan Permeabilitas (Lung Injury) Edema pada ARDS. Tampak kekeruhan wilayah udara bilateral dengan distribusi yang agak ke perifer, mewakili

kerusakan alveolar difus dan edema permeabilitas.(dikutip dari kepustakaan 8)

19

Page 20: Edema Paru

Gambar 15. Tampak efusi pleura kanan, konsolidasi dengan air-bronchograms, dan beberapa kekeruhan ground-glass appearance. Temuan menunjukkan proses alveolar, kerusakan alveolar.

(dikutip dari kepustakaan 16)

2. Perdarahan Paru

Perdarahan paru dapat disebabkan oleh trauma, perdarahan diatesis, infeksi

(aspergillosis invasif, mucormycosis, Pseudomonas, influenza), obat

(penisilamin), emboli paru, ARDS, dan penyakit autoimun. Penyakit autoimun

yang dapat menyebabkan perdarahan paru termasuk sindrom Goodpasture,

perdarahan paru idiopatik, Wegener granulomatosis, lupus eritematosus sistemik,

rheumatoid arthritis, dan polyarteritis nodosa. 17

Gambar 16. Perdarahan paru pada Syndrome Goodpasture. Foto PA dada pada pasien dengan sindrom Goodpasture menunjukkan airspace asimetris bilateral sebagai presentasi darah intra-

alveolar. (dikutip dari kepustakaan 17)20

Page 21: Edema Paru

Gambar 16. Perdarahan paru. Pola fluffy alveolar (alveli berbulu) dihasilkan oleh cairan yang mengisi alveoli. (dikutip dari kepustakaan 18)

3. Pneumonia

Secara umum dapat didefinisikan sebagai peradangan parenkim paru-paru,

dengan karakteristik konsolidasi bagian yang terkena dan mengisi ruang-ruang

udara alveolar dengan eksudat, sel-sel inflamasi, dan fibrin. Infeksi oleh bakteri

atau virus adalah penyebab paling umum. 19

Virus merupakan penyebab utama infeksi saluran pernapasan bagian atas

dan saluran napas, meskipun pneumonia relatif jarang. Radiografi dada tidak

spesifik dan biasanya menunjukkan pola bronkopneumonia atau kekeruhan

interstisial. Resolusi biasanya lengkap, namun gejala sisa permanen dapat dilihat,

termasuk bronkiektasis, bronkiolitis obliterans (yang mungkin menghasilkan

hyperlucent unilateral atau Swyer-James sindrom), dan fibrosis interstisial. 20

21

Page 22: Edema Paru

Pneumonia bakteri disebabkan oleh infeksi patogenik dari paru-paru dan

dapat timbul sebagai proses penyakit primer keadaan individu yang sudah

melemah. 20

Gambar 17. Mycoplasma Pneumonia. Menunjukkan campuran kekeruhan interstitial yang

difus dan kekeruhan airspace bibasilar. Pewarnaan immunofluorescent sampel dahak didapatkan

M. pneumoniae. (dikutip dari kepustakaan 20)

Gambar 18. Legionella Pneumonia pada Pasien immunocompromised. Radiografi dada

frontal menunjukkan kekeruhan airspce lobus tengah dengan area kavitasi. Bronkoskopi

menunjukkan L. pneumonia pneumophila. M. pneumoniae. (dikutip dari kepustakaan 20)

22

Page 23: Edema Paru

Perubahan difus ringan intertisial terlihat pada pneumonia virus M. pneumoniae. (dikutip

dari kepustakaan 21)

VIII. PENATALAKSANAAN 2,4

1. Posisi ½ duduk.

2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

Jikamemburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2

tidak bisadipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran

tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan

edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan

ventilator.

3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

4. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau

dosisditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai

dicapaiproduksi urine 1 ml/kgBB/jam.

23

Page 24: Edema Paru

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg

tiap5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa

diberikanNitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak

memberi hasilmemuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai

dosis 0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis

dinaikkansampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah

sistolik 85 –  90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal

atauselama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ

vital(10).

6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15

mg(sebaiknya dihindari).

7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin

– 5ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk

menstabilkanhemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis

atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,

asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. 4,18

24

Page 25: Edema Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). EGC. Jakarta. 1995; 736-40

2. Harun S, Nasution SA. Edema Paru Akut. In : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simandibarata, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 414

4. Alsagaff Hood, Mukty Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. 2009. Surabaya: Airlangga University Press. h.323

5. Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.495

6. Ware LB, Matthay MA. Acute Pulmonary Edema. The new england journal o f medicine. 2005;353:2788-96.

7. Sutikno RD. Gagal Jantung dan Edema Paru. Radiologi Emergensi. Bandung: Refika Aditama; 2011. p. 54-61.

8. Klein JS. Pulmonary Edema. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007

9. Khan AN. Noncardiogenic Pulmonary Edema Imaging . [updated May 27. 2012; cited 2013 11 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/360932

10. Thomas G, Patrizzio C, Pierre S, et all. 1999. Clinical and Radiologic Features of Pulmonary Edema. Departement of Diagnostic and Interntional Radiology University Hospital Center Swizsterland

11. Planner A. Heart Failure. A-Z Chest Radiology. United States of America: Cambridge University Press; 2007. p. 113.

12. Mettler FA. Congestive Heart Failure (CHF) and Pulmonary Edema. Essentials of Radiology. United States of America: Saunders; 2005.

13. Sovari AA. Cardiogenic Pulmonary Edema Differential Diagnoses [updated February 3. 2012; cited 2013 11 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/157452-differential

14. Herring. Cardiogenic and Non-cardiogenic Pulmonary Edema [cited 2013 26 march] Available from: http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20267-Pulmonary%20edema-CHF/pulmedemacorrect.html

15. Dugdale DC. Acute Respiratory Distress Syndrome [updated February 3. March 2013; cited 2013 11 march] Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000103.htm

16. Horlander AK. Imaging in Acute Respiratory Distress Syndrome. May 25 2011 ; cited 2013 12 march] Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/362571.htm

17. Klein JS. Pulmonary Hemorrhage. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007

25

Page 26: Edema Paru

18. Mettler FA. Air-Space Pathology. Essentials of Radiology. United States of America: Saunders; 2005.

19. Kamangar N. Bacterial Pneumonia. [cited 2013 26 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/300157

20. Klein JS. Pulmonary Infection. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007

21. Tsuei BJ. Chest radiography. Atlas Oral Maxillofacial Surg Clinics. USA: 2002

26