edema paru
TRANSCRIPT
EDEMA PARU(Lukmianto, Besse Arfiana, Erlin Syahril)
I. PENDAHULUAN
Edema paru adalah penimbunan cairan serosa atau srosanguinosa yang
berlebihan dalam ruang intertisial dan alveolus paru. Edema paru dapat
disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau
karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema
paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat sulit
terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada
mikrosirkulasi atau sebaliknya. 1,2
Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik 1,2
Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari
cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi
paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru
dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan
protein diparu menjadi masalah yang klasik 1,2
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari
edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh
secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik, 1
tekanan tinggi, hidrostatik,atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya disebut
keseimbangan edema paruterganggu karena tahanan keseimbangan pergerakan
antara cairan dan zat terlarut didalam paru. 2
II. ETIOLOGI
Edema paru dibagi kedalam 2 kelompok, pertama edema paru karena
penyakit di luar jantung (nonkardiogenik) dan kedua, edema paru dengan
penyebab utama dari jantung (kardiogenik).4
Edema paru yang bukan karena penyakit jantung atau edema non
kardiogenik disebabkan oleh:
a. Obat dan racun Heroin dan narkotik Salisilat Hidrokarbon dan
nitrofurantoin
b. Gas racun: Asap toksik Oksida dan nitrogenKlor, ozon, fosgen, teflon
c. Lain-lain: Trauma kepala, tenggelam, tempat ketinggian, kontusi paru,
uremia, shock,sepsis, emboli lemak, dan pancreatitis. 4
Edema paru kardiogenik merupakan manifestasi yang lazim pada kegagalan
ventrikel kiri, dimana edemanya akibat dari kenaikan tekanan vena pulmonalis,
atau edema dapat disebabkan oleh hipervolemi karena invus intravena yang terlalu
cepat atauterlalu banyak. Edema paru merupakan penyulit dari kegagalan jantung
kongestif. 4
2
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Secara harfiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju
ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Proses
pernapasan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernapasan, sistem saraf
pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada
dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli,
yang merupakan pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler.
1
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru,
paru itu sendiri, dan struktur toraks (dada) yang terlibat menimbulkan gerakan
udara masuk keluar paru melaliu saluran pernapasan. Saluran pernapasan
merupakan saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, tempat
terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan
darah dapat berlangsung. 3
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring,
laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis. Saluran
pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari
mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel
goblet. 1,3
3
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)
bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau
alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveoli,
dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. 1,3
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh suatu jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah suatu pengembangan pada
waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi. 1,3
Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel alveoli
tipe I, yang dalam kondisi normal membentuk suatu barrier yang relatif non-
permeabel terhadap aliran cairan dari interstisium ke rongga-rongga udara. Fraksi
yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri
dari satu lapis sel endotel di atas membran basal, sedang sisanya merupakan
jaringan ikat yang terdiri dari jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, sel
fagositik, dan beberapa sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan
cairan ekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permeabilitas sel endotel terhadap air,
4
solut, dan molekul besar seperti protein plasma. Faktor-faktor penentu ini
dijabarkan dalam hukum starling. 1
Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
dan membuang karbon dioksida, yang dicapai melalui ventilasi paru, difusi
oksigen dan karbon dioksida antar alveoli dan darah, pengangkutan oksigen dan
karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh serta
pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan.5
Melalui barnapas, paru-paru dikembangkempiskan melalui dua cara yaitu,
pertma dengan gerakan naik turun diafragma untuk memperbesar yang melibatkan
diafragma sendiri dan kontraksi otot-otot atau memperkecil rongga dada dan
abdomen. Kedua dengan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil
diamater anteroposterior rongga dada.5
Gambar 1. Anatomi paru-paru manusia. (dikutip dari kepustakaan 1)
5
Gambar 2. Alveoli paru normal.(dikutip dari kepustakaan 6)
IV. MEKANISME EDEM PARU
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:
a. Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke
dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam
keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan solute dari pembuluh
darah ke ruang interstitial. Studi eksperimental membuktikan bahwa
hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi
sistemik.2
b. Sistem limfatik
6
Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk merima larutan, koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negative di daerah
interstisial peribronkial dan perivascular dan dengan peningkatan
kemampuan dari interstisium nonalveolar ini, cairan lebih sering
meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari
saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema.
Diperkirakan pada pasien dengan berat badan 70 kg dalam keadaan
istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira 20ml/jam. Pada percobaan
didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai 200 ml/jam pada orang
dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium
kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai
kemampuan untuk mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang
lebih besar sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai
konsekuensinya terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil dan
pembuluh darah akan terkompresi. 2
7
Gambar 3 perbedaan mekanisme edem paru kardiogenik dan non kardiogenik
(dikutip dari kepustakaan 6)
V. KLASIFIKASI :2
Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus
a. Ketidak-seimbangan Starling Forces
- Peningkatan tekanan kapiler paru.
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal
meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang
biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal
dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang
merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologidari keadaan ini antara lain:
8
1. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri(stenosis mitral).
2. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
- Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losingenteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema
paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan
tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan
edemaparu.
- Peningkatan tekanan negatif intersisial.
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural, contoh yang sering menjadi etiologi adalah:
1. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akutbersamaan dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
b. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
DistressSyndrome). Keadaan ini merupakan akibat langsung dari
kerusakan pembatas antara kapiler danalveolar. Cukup banyak kondisi
medis maupun surgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
9
akibat kerusakan pembatas ini dari pada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthylthiourea).
Aspirasi asam lambung.
Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
c. Insufisiensi Limfatik: Post Lung Transplant, Lymphangitic Carcinomatosis,
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
d. Tak diketahui/tak jelas: High Altitude Pulmonary Edema, Neurogenic
Pulmonary Edema, Narcotic overdose, Pulmonary embolism,
Eclampsia, Post cardioversion, Post Anesthesia, Post Cardiopulmonary
Bypass
10
VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis.
Edema paru kardiak berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal
dyspnea, karena kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi
pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman yang
menakutkan bagi pasien karena mereka merasa ketakutan, batu-batuk dan seperti
seorang yang akan tenggelam. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi, atau sedikit
membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin disertai sianosis, seringberkeringat
dingin, batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (frothysputum).4,7
2. Pemeriksaan fisik.
Dapat ditemukan frekuensi nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi,akan
terlihat retraksi inspirasi pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang
menunjukkan tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronki basah kasar setengah
lapangan paru atau lebih, sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan
tekanan darah dapat meningkat. 2
3. Pemeriksaan Radiologis
a . Foto thoraks.
Edema paru dapat dibedakan menjadi komponen interstisial dan komponen
airspace. Gambaran radiografi edema paru interstisial disebabkan penebalan
berbagai komponen dari ruang interstisial oleh cairan. Penebalan interstitium 11
berakibat hilangnya bayangan vaskular intrapulmonal, peribronchial cuffing dan
tram tracking. Edema pada septa alveolar tidak dilihat sebagai opasitas tersendiri
tapi menghasilkan kekeruhan ground-glass di area perihilar dan daerah paru yang
lebih rendah, di mana cairan cenderung menumpuk pada fase awal edema. 8
Keterlibatan struktur interstitial perifer dan subpleural menghasilkan garis
Kerley dan edema subpleural. Garis kerley A dan garis kerley B mewakili
penebalan jaringan ikat septa dan sentral septa interlobular perifer, sementara
garis Kerley C mewakili penebalan jaringan septa interlobular. Edema subpleural
adalah akumulasi cairan di dalam lapisan (interstisial) terdalam dari pleura
visceral dan yang terlihat dengan baik pada radiograf lateral sebagai penebalan
halus di celah interlobar. Perubahan radiografi edema paru interstisial dapat
berkembang menjadi menjadi edema airspace, jika berhasil diobati, sembuh dalam
12 sampai 24 jam. 8
Edema paru airspace terjadi ketika cairan menumpuk progresif dalam ruang
interstisial dan tumpah ke alveoli. Rontgen dada biasanya menunjukkan
kekeruhan airspace simetris bilateral yang terimpit dan mendominasi di tengah
dan zona paru-paru yang lebih rendah. Airspace nodul dan temuan edema
interstitial (garis Kerley B dan edema subpleural) dapat dilihat di perifer. Bentuk
jarang dari edema paru airspace, terlihat paling sering pada gagal jantung kiri atau
gagal ginjal, yaitu bat’s wing atau butterfly. Pada keadaan seperti ini, kekeruhan
udara yang tajam terbatas pada bagian tengah, parahilar dari paru-paru, dengan
sparing dari daerah perifer atau subpleural. Sebab dari distribusi edema ini tidak
12
diketahui. Seperti edema interstitial, kekeruhan wilayah udara dari edema alveolar
cenderung berubah dengan cepat, sering dalam jam. 8
Gambar 4. Edema paru intertisila oleh karena penyakit jantung. menunjukkan kekeruhan linear bilateral (Kerley A, B, C dan garis) mewakili edema paru interstisial. (dikutip dari kepustakaan 8)
Gambar 5. Perihilar bat’s wing edema paru. Tampak kekeruhan padat perihilar bilateral. (dikutip dari kepustakaan 8)
13
Gambar 6 peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan edema.(dikutip dari kepustakaan 10)
Gambar 7. Edema paru pada gagal jantung dengan tampak konsolidasi perihilar bilateral membentuk gambaran bats wing appearance.
(dikutip dari kepustakaan 11)
14
Gambar 8. Edema Intesrtitial pada gagal jantung kiri stadium 2. (dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 9. Pulmonary edema. Edema paru, atau overload cairan, ditunjukkan oleh pembuluh paru karena yang terpancar dari hilus disebut sebagai "bats wing" sebagai
pertanda edema yang memburuk (dikutip dari kepustakaan 12)
15
b. Ekokardiografi
Diagnosis yang lebih spesifik didapatkan dengan alat ini. Foto polos toraks
digunakan untuk pemantauan dan jika terjadi deteriorisasi yang akut. 7
Gambar 10. Tampak gelembung-gelembung udara besar pada sisi kanan jantung learning (dikutip dari kepustakaan 10)
c. CT-Scan
Meskipun tidak umum digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan edema
paru, CT dan HRCT menunjukkan temuan terhadap karakteristik gangguan.
Penebalan struktur subpleural, septum, dan bronchovascular digambarkan dengan
baik pada HRCT. Mild edema parenkim menghasilkan pola ground-glass di
sekitar hilus. Edema alveolar stadium awal dipandang sebagai nodul airspace
centrilobular sekitar arteri, sedangkan edema alveolar yang memburuk
menghasilkan kekeruhan udara padat perihilar. Cardiomegaly, distensi vena
pulmonalis, dan pleura efusi berkaitan dengan temuan pada edema kardiogenik
atau cairan yang berlebihan. 8
16
Gambar 11. Edema paru dengan peningkatan tenkanan hidrostatik.(dikutip dari kepustakaan 10)
Gambar 12. CT scan dengan kontras potongan axial menunjukkan edema paru alveolar dan interstisial. (dikutip dari kepustakaan 9)
4. Laboratorium
Kelainan pemeriksan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji
diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit
lainmisalnya asma bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain
natriuretic peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
dapat menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut. Pada
17
kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran radiologis yang tidak spesifik,
harus dipikirkan penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal
jantung tersebut, misalnya restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus
dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.2
5. EKG
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda
iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan
krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkan
gambaranhipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi
yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan
QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis
stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini
belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi
penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau
peningkatan elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin. 2,6
VII. DIAGNOSIS BANDING 13,14
1. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)13
ARDS merupakan kondisi mengancam hidup dimana terjadi gangguan
perolehan udara ke paru-paru dan ke dalam darah yang memberikan gejala berupa
kesulitan bernapas, hipotensi, takipneu dan sesak napas. 15
18
Temuan rontgen dada ARDS bervariasi tergantung pada tahap penyakit.
Temuan yang paling sering bilateral, terutama perifer, konsolidasi agak asimetris
disertai gambaran air bronchogram. Garis septum dan efusi pleura jarang
ditemukan. 16
Gambar 13. Tampak kekeruhan bilateral(dikutip dari kepustakaan 16)
Gambar 14. Peningkatan Permeabilitas (Lung Injury) Edema pada ARDS. Tampak kekeruhan wilayah udara bilateral dengan distribusi yang agak ke perifer, mewakili
kerusakan alveolar difus dan edema permeabilitas.(dikutip dari kepustakaan 8)
19
Gambar 15. Tampak efusi pleura kanan, konsolidasi dengan air-bronchograms, dan beberapa kekeruhan ground-glass appearance. Temuan menunjukkan proses alveolar, kerusakan alveolar.
(dikutip dari kepustakaan 16)
2. Perdarahan Paru
Perdarahan paru dapat disebabkan oleh trauma, perdarahan diatesis, infeksi
(aspergillosis invasif, mucormycosis, Pseudomonas, influenza), obat
(penisilamin), emboli paru, ARDS, dan penyakit autoimun. Penyakit autoimun
yang dapat menyebabkan perdarahan paru termasuk sindrom Goodpasture,
perdarahan paru idiopatik, Wegener granulomatosis, lupus eritematosus sistemik,
rheumatoid arthritis, dan polyarteritis nodosa. 17
Gambar 16. Perdarahan paru pada Syndrome Goodpasture. Foto PA dada pada pasien dengan sindrom Goodpasture menunjukkan airspace asimetris bilateral sebagai presentasi darah intra-
alveolar. (dikutip dari kepustakaan 17)20
Gambar 16. Perdarahan paru. Pola fluffy alveolar (alveli berbulu) dihasilkan oleh cairan yang mengisi alveoli. (dikutip dari kepustakaan 18)
3. Pneumonia
Secara umum dapat didefinisikan sebagai peradangan parenkim paru-paru,
dengan karakteristik konsolidasi bagian yang terkena dan mengisi ruang-ruang
udara alveolar dengan eksudat, sel-sel inflamasi, dan fibrin. Infeksi oleh bakteri
atau virus adalah penyebab paling umum. 19
Virus merupakan penyebab utama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan saluran napas, meskipun pneumonia relatif jarang. Radiografi dada tidak
spesifik dan biasanya menunjukkan pola bronkopneumonia atau kekeruhan
interstisial. Resolusi biasanya lengkap, namun gejala sisa permanen dapat dilihat,
termasuk bronkiektasis, bronkiolitis obliterans (yang mungkin menghasilkan
hyperlucent unilateral atau Swyer-James sindrom), dan fibrosis interstisial. 20
21
Pneumonia bakteri disebabkan oleh infeksi patogenik dari paru-paru dan
dapat timbul sebagai proses penyakit primer keadaan individu yang sudah
melemah. 20
Gambar 17. Mycoplasma Pneumonia. Menunjukkan campuran kekeruhan interstitial yang
difus dan kekeruhan airspace bibasilar. Pewarnaan immunofluorescent sampel dahak didapatkan
M. pneumoniae. (dikutip dari kepustakaan 20)
Gambar 18. Legionella Pneumonia pada Pasien immunocompromised. Radiografi dada
frontal menunjukkan kekeruhan airspce lobus tengah dengan area kavitasi. Bronkoskopi
menunjukkan L. pneumonia pneumophila. M. pneumoniae. (dikutip dari kepustakaan 20)
22
Perubahan difus ringan intertisial terlihat pada pneumonia virus M. pneumoniae. (dikutip
dari kepustakaan 21)
VIII. PENATALAKSANAAN 2,4
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
Jikamemburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisadipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau
dosisditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai
dicapaiproduksi urine 1 ml/kgBB/jam.
23
5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikanNitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak
memberi hasilmemuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis
dinaikkansampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah
sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal
atauselama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ
vital(10).
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15
mg(sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin
– 5ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkanhemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis
atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. 4,18
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). EGC. Jakarta. 1995; 736-40
2. Harun S, Nasution SA. Edema Paru Akut. In : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simandibarata, Setiati S. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
3. Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. 414
4. Alsagaff Hood, Mukty Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. 2009. Surabaya: Airlangga University Press. h.323
5. Hall, Guyton &. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.495
6. Ware LB, Matthay MA. Acute Pulmonary Edema. The new england journal o f medicine. 2005;353:2788-96.
7. Sutikno RD. Gagal Jantung dan Edema Paru. Radiologi Emergensi. Bandung: Refika Aditama; 2011. p. 54-61.
8. Klein JS. Pulmonary Edema. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007
9. Khan AN. Noncardiogenic Pulmonary Edema Imaging . [updated May 27. 2012; cited 2013 11 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/360932
10. Thomas G, Patrizzio C, Pierre S, et all. 1999. Clinical and Radiologic Features of Pulmonary Edema. Departement of Diagnostic and Interntional Radiology University Hospital Center Swizsterland
11. Planner A. Heart Failure. A-Z Chest Radiology. United States of America: Cambridge University Press; 2007. p. 113.
12. Mettler FA. Congestive Heart Failure (CHF) and Pulmonary Edema. Essentials of Radiology. United States of America: Saunders; 2005.
13. Sovari AA. Cardiogenic Pulmonary Edema Differential Diagnoses [updated February 3. 2012; cited 2013 11 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/157452-differential
14. Herring. Cardiogenic and Non-cardiogenic Pulmonary Edema [cited 2013 26 march] Available from: http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20267-Pulmonary%20edema-CHF/pulmedemacorrect.html
15. Dugdale DC. Acute Respiratory Distress Syndrome [updated February 3. March 2013; cited 2013 11 march] Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000103.htm
16. Horlander AK. Imaging in Acute Respiratory Distress Syndrome. May 25 2011 ; cited 2013 12 march] Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/362571.htm
17. Klein JS. Pulmonary Hemorrhage. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007
25
18. Mettler FA. Air-Space Pathology. Essentials of Radiology. United States of America: Saunders; 2005.
19. Kamangar N. Bacterial Pneumonia. [cited 2013 26 march] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/300157
20. Klein JS. Pulmonary Infection. Fundamentals of Diagnostic Radiology. California: Lippincott Williams & Wilkins; 2007
21. Tsuei BJ. Chest radiography. Atlas Oral Maxillofacial Surg Clinics. USA: 2002
26