ecc p klt
TRANSCRIPT
Laboratorium Farmakognosi-fitokimia
Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Laporan Lengkap
EKSTRAKSI, PARTISI dan KLT
NAMA : DIAN CHIKITA
NIM : N11109285
KELOMPOK : ENAM
GOLONGAN : RABU
ASISTEN : NURUL FITRIAH
MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki
wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut,
Indonesia memiliki sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu
sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem
terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi
sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem
terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis
ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge, algae, lamun
dan biota lainnya. (1)
Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu
karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase
keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang
dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah
didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan
Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis
dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut
kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo
Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis),
Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa
dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan
Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas
Calcarea ditemukan sangat sedikit. Beberapa tahun terakhir ini peneliti
kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan senyawa
bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak
dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam
katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit dari spons mengandung
senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti:
sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan antiinflamasi, antifungi,
antileukimia, penghambat aktivitas enzim. Selain sebagai sumber
senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: 1)
digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut,
2) indikator dalam interaksi komunitas dan 3) sebagai hewan penting
untuk akuarium laut. (1)
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin
meningkat, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan
memproduksi senyawa bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk
pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam
dan belum ada dari hasil budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara
terus menerus diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan populasi
secara signifikan karena terjadi tangkap lebih (overfishing), terutama pada
jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah diketahui aktifitas
farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian sumber
daya ini perlu dijaga dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan
mengancam kelestariannya harus dicegah dan dikendalikan. (1)
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1. Maksud Percobaan
1. Mengetahui dan memahami cara ekstraksi senyawa dari sampel laut
menggunakan metode tertentu
2. Mengetahui dan memahami prinsip partisi dari suatu ekstrak awal
menggunakan metode tertentu
3. Mengetahui dan memahami prinsip kromatografi lapis tipis dalam
pemisahan senyawa
I.2.2. Tujuan Percobaan
1. Melakukan ekstraksi terhadap sampel spons laut Aplysina archeri
menggunakan metode maserasi
2. Melakukan partisi cair-cair dari hasil ekstraksi sampel spons laut
Aplysina archeri
3. Melakukan pemisahan terhadap komponen kimia dari hasil partisi
sampel dengan metode kromatografi lapis tipis
I.3. Prinsip Percobaan
I.3.1. Prinsip Ekstraksi Metode Maserasi
Penyarian sederhana dengan merendam simplisia Aplysina archeri
dalam cairan penyari sehingga cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan
melarutkan zat aktif yang ada di dalamnya. Karena adanya perbedaan
konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka terjadi proses difusi dimana zat
aktif keluar bersama dengan cairan penyari. Demikian seterusnya hingga
terjadi penyarian sempurna.
I.3.2. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Pemisahan komponen kimia berdasarkan proses partisi dengan
menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur, dimana
tiap komponen kimia akan terdistribusi menuju ke fase cairan sesuai
dengan derajat kelarutannya masing-masing dalam fase, yaitu fase atas
dan fase bawah yang terpisah karena perbedaan berat jenisnya.
I.3.3. Prinsip Metode Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan komponen kimia dalam ekstrak Aplysina archeri
berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana komponen kimia bergerak
mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia bergerak dengan
kecepatan berbeda dan hal ini menyebabkan pemisahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori umum
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat
maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat
aktif dari sel adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzen
dan etil asetat. (4)
Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel biota laut adalah : pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut
sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam
sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi
keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan
antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. (3)
Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan masa. Zat aktif yang
semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi
larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut.(4)
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair,
dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang
sesuai, yaitu maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih.
Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air.
Penyarian dilakukan di luar pengaruh cahaya matahari langsung.
Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara
maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara
perkolasi. Penyarian dengan air dilakukan dengan cara maserasi,
perkolasi, atau disiram dengan air mendidih.(3)
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi criteria berikut ini:(3)
1. Murah dan mudah diperoleh
2. Stabil secara fisika dan kimia
3. Bereaksi netral
4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar.
5. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki.
6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat.
7. Diperbolehkan oleh peraturan.
Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang
terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini
memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan
ekstrak dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat
berkhasiat dalam simplisia sukar didapat yang sama.(3)
Pemilihan metode penyarian pada dasarnya disesuaikan dengan
simplisia yang akan disari. Metode-metode tersebut, antara lain:(4)
Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, tiraks dan lilin.(4)
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam serbnuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna.(4)
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:(4)
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat
dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antaralain :
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan
berkurangnya lapisan-lapisan batas.
b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga
pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan
pengadukan.
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu
akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat
aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus,
waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. (3)
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas,
ampas dimaserasi lagi dengancairan penyari yang kedua. (3)
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini : (3)
a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.
b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga
akan memperkecil kepekatan setempat.
c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan
secara sempurna, karenapemindahan massa akan berhenti bila
keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi
melingkar bertingkat. (3)
Infundasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
dengan air pada suhu 90o selama 15 menit.(4)
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam ai dari bahan-bahan nabati.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh
dengan cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak.(4)
Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya gesekan (friksi).(4)
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan
yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum,
larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang
sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas.(4)
Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi
karena :(4)
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,
maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses
perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang
maksimal.(4)
Refluks
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana
cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia.
Cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut
dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas
bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam.(4)
Keuntungan metode refluks:(4)
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung
diperoleh hasil yang lebih pekat.
b. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia
yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan
mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, biji dan herba.(4)
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia
terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari
volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada
water bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan
(water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.
Setelah 4 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah
penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti
semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan
pengujian selanjutnya.(4)
Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap
cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik
dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk
kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini
berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai
dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau
jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi.(4)
Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih
pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa
menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan
terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang
cocok.(4)
Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara
panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode
soxhlet digolongkan dalam cara dingin.(4)
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu
diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong
yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam
klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi
dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water
bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong
yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan
dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan
sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak tejadi sirkulasi).
Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan
kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi
zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.(4)
Destilasi Uap
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk
simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi
pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan
kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan
dengan destilasi uap.(4)
Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan
uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian
di adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa
oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu
proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan
massa kesuatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi
permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui
dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan
selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase.
(4)
Ekstraksi Cair-Cair dan Ekstraksi Cair-Padat
Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi
dalam dua pelarut yang tidak bercampur.(5)
C1
Kd = C2
Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan sebagai
pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.
Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian
besar akan terdapat dalam fase organik. Hal ini yang dikatakan “like
dissolves like” yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam
pelarut polar dan sebaliknya. Dalam suatu larutan encer faktor kadar tidak
mempengaruhi koefisien distribusinya.(5)
Jika koefisien distribusinya sangat besar (lebih dari 1000),
penyarian sekali dengan corong pisah telah memungkinkan hampir semua
senyawa terlarut telah tersari. Walaupun demikian penyarian akan lebih
efektif jika larutan penyari dibagi dalam beberapa bagian kecil dari
penyarian sekali dengan semua penyari yang tersedia.(5)
Prinsip pemisahan ekstraksi cair-padat adalah pemisahan
komponen kimia yang bertujuan untuk memisahkan senyawa kimia dari
matriks padatan ke dalam cair dengan menggunakan pelarut nonpolar
kemudian bagian yang tidak larut dilarutkan dengan pelarut semipolar.(6)
Faktor-faktor yang memepengaruhi laju ekstraksi adalah(4):
-Tipe persiapan sampel
-Waktu ekstraksi
-Kuantitas pelarut
-Suhu pelarut
-Tipe pelarut
Syarat-syarat sampel yang menggunakan metode ECP adalah
cuplikan/ekstrak yang digunakan harus dalam jumlah yang besar dan
senyawa yang diinginkan dapat tepat larut dalam solven yang digunakan.
(4)
Deret entropi (2):
pelarut Nilai
n-heksana 1,88
Sikloheksana 2,023
Toluena 2,34
Benzena 2,384
Kloroform 4,806
Eter 4,340
Etil asetat 6,025
Aseton 20,7
Etanol 24,3
Methanol 33.62
air 80,37
Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik analisa sederhana
yang untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip
partisi dan adsorpsi. Kromatografi lapis tipis terbuat dari lempeng gelas
ataulogam yang bahan karet atau lempengan tipis yang cocok sebagai
penyangga.(2)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi serapan,
tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena penyerap telah
dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan
banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah,
sederhana, waktu analisis cepat, dan daya pisah cukup baik.(4)
Prinsip KLT adalah pemisahan secara fisikokimia. Pemisahan
komponen kimia berdasarkan prinsip adsopsi dan partisi dimana
komponen kimia bergerakmengikuti cairan pengembang karena daya
serap adsorben terhadap komponen kimia bergrak dengan kecepatan
berbeda dan hal ini menyebabkan pemisahan.(2)
Lapisan yang memisahkan terdiri dari bahan yang berbutir-butir,
ditempatkan dalam penyangga berupa plat planar, logam/lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan
berupa bercak/pita. Setelah plat/lapisan diletakkan di dalam bejana yang
ditutup rapat berisi fase gerak, pemisahan terjadi selama pengembangan.
(2)
Pada KLT, jarak tempuh senyawa dinyatakan dengan nilai Rf:(6)
Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =
Jarak yang ditempuh pelarut
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :(6)
- Pelarut
- Bahan penmgambang (jenis dan ketebalan lapisan)
- Kejenuhan ruangan akan pelarut
- Kelembaban udara
- Konsentrasi
- Komposisi larutan diperiksa
- Panjang trayek migrasi
- Senyawa asing
- Ketidak homogenan kertas
- Arah serabut kertas
- Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas
- Derajat kejenuhan bejana
Penampakan noda pada lampu UV 366 adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula
sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan
fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda. (2)
Penampakan noda pada UV 254 disebabkan karena kemampuan
memantulkan cahaya oleh lempeng yang diberi indikator fluoresensi pada
gelombang UV 254, sedangkan noda akan menyerap cahaya. Sehingga,
penampakan yang timbul adalah perpendaran lempeng sedangkan noda
terlihat sebagai bagian yang gelap. (5)
Sedangkan penampakan noda oleh H2SO4 10 % adalah karena
asam sulfat ini bersifat reduktor sehingga dapat memutuskan ikatan
rangkap sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang
lebih panjang sehingga dapat terlihat oleh mata. (2)
Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder,
menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya melalui pori-pori
(ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran
(channel) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons
termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori
dan saluran. Melalui pori-pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh
sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai
cambuk. Jenis sel ini dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane:
cerobong, kytos=berongga). Diduga hewan ini berasal dari jaman
paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu.(7).
Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan
plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan
sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan. Ukuran dan
bentuk spons bervariasi. Ukurannya mulai dari mikroskopis hingga
mencapai 2 meter. Sedangkan bentuknya merambat, bercabang, tegak
seperti cerobong atau pipa (Bergquist, 1978). Warna spons bervariasi,
dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan oleh
pigmen karotenoid. Spesies spons tertentu memiliki pigmen yang
berwarna gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya
mampu menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit
manusia. (8).
Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda
mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi jika diamati secara seksama, di
dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir
melalui pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif
sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam, sehingga membuatnya
seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air
laut untuk memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung
nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri, protozoa), bahan-bahan
organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang
telah mati, serta senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan
atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian dimodifikasi oleh
spons di dalam tubuhnya (8).
II.2 Uraian Sampel
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Verongida
Famili : Aplysiamidae
Genus : Aplysina
Spesies : Aplysina archeri (9)
Spons ini sebagian besar tinggal di Samudera Atlantik : di Karibia ,
Bahama , Florida , dan Bonaire . Mereka menyaring pengumpan ,
mereka makan makanan seperti plankton atau ditangguhkan detritus
saat melewati mereka. Sangat sedikit yang diketahui tentang pola
perilaku mereka kecuali ekologi makan mereka dan biologi reproduksi.
Mereka terjadi dalam berbagai warna termasuk lavender, abu-abu dan
coklat. Mereka mereproduksi baik oleh aseksual dan seksual
reproduksi. Ketika mereka pembebasan mereka sperma , sperma
mengapung di air dan akhirnya mendarat di suatu tempat di mana
mereka mulai untuk mereproduksi sel dan tumbuh. Spons ini
mengambil ratusan tahun untuk tumbuh dan tidak pernah berhenti
tumbuh sampai mereka mati. Bekicot adalah di antara predator alami
mereka. Populasi padat dari spons akan turun karena pembuangan
beracun dan tumpahan minyak . (9)
II.3 Uraian Bahan
1) Aquadest (10)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Aquadest/air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa
dan tidak berbau
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pelarut
2) Metanol (10)
Nama Resmi : Metanol
Nama Lain : Metanol
RM : CH3OH
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk
cairan jernih tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan penyari
3) Butanol (10)
Nama Resmi : Butanol
Nama Lain : Butanol
RM : C4H9OH
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna
Kelarutan : Dapat bercampur dengan alkohol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai larutan partisi
4) Heksan (10)
Nama Resmi : Heksana
Nama Lain : Heksan
Pemerian : Cairan tidak berwarna, stabil, sangat mudah
terbakar
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen dan larutan partisi
5) Etil asetat (10)
Nama Resmi : Etil asetat
Nama Lain : Etil asetat
RM : CH3CO.O.C2H5
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, bau khas
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur
dengan etanol (95%)P dan dengan eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai eluen
6) Asam sulfat pekat (10)
Nama Resmi : Acidum Sulfuricum
Nama Lain : Asam Sulfat
RM/BM : H2SO4/98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak
berwarna, jika ditambahkan dengan air
menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain alat penyemprot,
alat sentrifuge, batang pengaduk, cawan porselin, chamber dan
penutupnya, corong biasa, corong pisah, cutter, eksikator, erlenmeyer,
gegep, gelas kimia, gelas ukur, guting, kompor listrik, lampu UV 254 nm
dan 366nm, lempeng KLT, oven, pipa kapiler, pipet skala, pipet tetes,
sendok tanduk besi, tabung reaksi, tabung sentifuge, toples, vial.
III.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aluminium foil,
aquadest, asam sulfat 10%, etil asetat, kapas, kertas label, kertas saring,
lempeng silika, metanol, n-heksan, n-butanol, sampel Spongia officinalis.
III.2. Cara Kerja
a. Ekstraksi
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan sampel yang telah dirajang ke dalam toples
3. Dimasukkan metanol untuk menyari sampel sampai pelarut
merendam seluruh sampel
4. Didiamkan selama ± 3 hari
5. Disaring ekstrak ke dalam mangkok kemudian diuapkan
6. Dilakukan remaserasi
b. Ekstraksi Cair-Padat
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang ektrak awal
3. Dilarutkan dengan etil asetat kemudian disentrifuge
4. Setelah terpisah, dilakukan pemisahan antara bagian yang larut
etil asetat dengan yang tidak larut
5. Diperoleh ekstrak larut etil asetat dan yang tidak larut etil asetat
c. Ekstraksi Cair-Cair
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Dimasukkan ekstrak ke dalam tabung reaksi
3. Ditambahkan 6 mL heksan dan 2 mL aquadest, lalu kocok
beberapa kali dan kemudian didiamkan hingga terjadi
pemisahan/ terbentuk 2 lapisan (lapisan heksan dan air)
4. Dikeluarkan lapisan heksan dan ditampung dalam cawan
porselin lalu ditambahkan lagi heksan 6 mL ke dalam tabung
reaksi tadi dan lakukan langkah seperti no.3 sampai 3
kali(hingga heksan bening)
5. Diuapkam heksan yang ditampung tadi
6. Ditambahkan lagi n-butanol jenuh air sebanyak 6 mL ke dalam
lapisan air.
7. Dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan (lapisan
butanol dan air)
8. Dikeluarkan lapisan n-butanol jenuh air dan ditampung dalam
cawan porselin
9. Ditambahkan lagi n-butanol jenuh air sebanyak 6 mL dan
dilakukan langkah no.7 sampai 3 kali hingga diperoleh lapisan
n-butanol jernih.
10.Ditampung dan diuapkan n-butanol jenuh air pada cawan
porselin
d. Kromatografi Lapis Tipis
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diaktifkan lempeng KLT pada oven dengan suhu 1050C selama
30 menit
3. Diberi batas atas dan batas bawah pada lempeng silika
4. Dilarutkan ekstrak metanol, ekstrak larut etil asetat dan ekstrak
tidak larut etil asetat dengan pelarut yang sesuai hingga
kepekatan yang diinginkan
5. Dimasukkan eluen ke dalam chamber dan dijenuhkan
6. Ditotolkan ekstrak metanol, ekstrak larut etil asetat dan ekstrak
tidak larut etil asetat dengan menggunakan pipa kapiler
7. Dimasukkan lempeng tersebut ke dalam chamber dan dibiarkan
terelusi hingga batas atas
8. Diamati noda yang tampak pada lampu UV 254 nm dan 366 nm
serta dilakukan pnyemprotan H2SO4 10%
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1. Hasil Pengamatan
IV.1.1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Data Simplisia dan Ekstrak
Nama Sampel Bobot Basah Bobot Kering Bobot Ekstrak
Aplysina archeri 1,65 kg - 22,3 gr
b. Data Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi Cair-Cair Bobot ekstrak
Larut heksan 0,76 g
c. Data Kromatografi Lapis Tipis
No Heksan:etil Awal Larut Tdk larut
1 3:1 0,436 0,49 0,39
2 4:1 0,21 0,254 0,212
3 2:1 0,33 0,36 -
IV. 2 Gambar
Ekstraksi Cair-cair
Ekstrak larut heksan Ekstrak larut n-butanol Ekstrak larut air
Kromatografi lapis Tipis
eluen: 4:1(254 nm) eluen 5 :1 (366 nm) eluen 2:1 (366 nm)
Ket: 6:1(254 nm) eluen 3:1 (254 nm)
BAB V
PEMBAHASAN
Sampel spons yang akan diidentifikasi dan diisolasi senyawa
bioaktifnya harus diekstraksi terlebih dahulu untuk menarik zat aktif yang
terdapat di dalam spons tersebut.
Metode ekstraksi yang dilakukan pada simplisia Aplysina archeri
adalah maserasi, sebab maserasi merupakan metode yang cocok untuk
sampel laut yang sangat sensitif dengan pemanasan dan dengan
pertimbangan bahwa sampel laut sulit untuk disebukkan jika ingin
diekstraksi dengan metode lain, misalnya soxhletasi.
Bobot simplisia yang dimaserasi adalah 1,65 kg, Simplisia ini
kemudian dimasukkan ke dalam wadah maserasi, dibasahi dengan
metanol dan kemudian ditambahkan metanol. Setelah itu, disimpan di
tempat terlindung dari cahaya dan didiamkan beberapa hari hingga tersari
sempurna dengan sesekali pengadukan. Simplisia dikatakan tersari
sempurna ketika cairan penyari tidak berubah warna lagi. Proses
selanjutnya, adalah mengambil ekstrak cair dengan cara menyaring.
Ekstrak cair tersebut kemudian diuapkan sampil diperoleh ekstrak kental.
Ekstrak kental kemudian dipartisi dengan cara ekstraksi cair-cair.
Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi cair-cair pada sampel
spons dimana digunakan 2 pelarut yang tidak saling bercampur, yaitu
heksan dan air, dan n-butanol jenuh air dan air. Sampel ekstrak methanol
dimasukkan dalam tabung reaksi dan dipartisi cair-cair dengan heksan :
air = 3:1. Partisi tersebut dilakukan sebanyak 3 kali dan heksan diganti
dengan n-butanol jenuh air. Dilakukan hal yang sama pada n-butanol
jenuh air hingga diperoleh tiga ekstrak yang sudah dipartisi yaitu ekstrak
larut heksan, ekstrak yang larut n-butanol jenuh air dan ekstrak larut air.
Pada ekstraksi cair-cair diperoleh ekstrak yang larut heksan,
ekstrak larut n-butanol dan ekstrak larut air dimana ekstrak larut heksan
mewakili ekstrak yang sifatnya nonpolar, ekstrak larut n-butanol termasuk
ekstrak yang mewakili sifat semipolar dan ekstrak larut air termasuk
ekstrak yang polar. Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan
melarutkan 2/3 ekstrak metanol dari jumlah total.
Proses berikutnya adalah identifikasi dengan KLT, proses ini
diawali dengan mengaktifkan lempeng KLT di oven pada suhu 105oC-
110oC selama 1 jam, pengaktifan lempeng bertujuan untuk memperbaiki
prose adsorpsi pada lempeng, sebab lempeng yang tidak diaktifkan
kemungkinan mengandung air, air yang terdapat dalam lempeng akan
mengganggu proses adsorpsi, pemanasan pada proses pengaktifan
lempeng akan menguapkan kandungan air tersebut. Setelah itu, digunting
lempeng ukuran 2x8 cm, ditandai batas bawah lempeng dengan pensil
pada jarak 0,7 cm dan bagian bawah 0,3 cm pada batas bawah. Setelah
penyiapan lempeng, sampel kemudian dilarutkan dengan pelarut yang
sesuai sampai diperoleh kepekatan yang sesuai, kemudian dimasukkan
eluen ke dalam chamber, kemudian dijenuhkan chamber dengan bantuan
kertas saring. Penjenuhan chamber ini dimaksudkan agar proses elusi
dari eluen hanya berasal dari eluan dari dasar chamber dan bukan dari
eluen yang menguap jika chamber tidak jenuh. Chamber akan diketahui
jenuh bila kertas saring yang dimasukkan ke dalam chamber telah basah.
Kemudian dilakukan penotolan ekstrak sampel pada batas bawah
lempeng dengan menggunakan pipa kapiler, diulangi beberapa kali
sampai sampel yang ditotolkan cukup jumlahnya, ekstrak yang ditotolkan
pada lempeng dibuat dalam konsentrasi yang sesuai, karena jika
konsentrasinya terlalu pekat, maka akan diperoleh noda yang berekor
atau yang bertumpuk. Setelah itu, dimasukkan ke dalam chamber yang
telah dijenuhkan dengan eluen dan dibiarkan terelusi sampai batas atas,
kemudian diangkat dan dikeringkan. Setelah itu, dideteksi noda dengan
menggunakan penyinaran UV dan asam sulfat 10%.
Setelah lempeng dielusi, dikeluarkan dari chamber kemudian
dibiarkan hingga mengering. Selanjutnya noda-noda tersebut diamati
dibawah lampu UV 254 nm dan UV366 nm dan kemudian disemprotkan
dengan H2SO4 10 % dan kemudian dipanaskan diatas pemanas hingga
tampak noda pada lempeng.
Pada eluen nonpolar (heksan:etil=6:1) terdapat dua noda yang
nampak seluruhnya dengan penyemprotan reagen asam sulfat 10%, UV
254 dan pada UV 366 nm sehingga profil KLT ini digunakan untuk
praktikum selanjutnya pada kromatografi kolom konvensional.
Penampakan noda pada lampu UV 366 adalah karena adanya
daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke
tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula
sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan
fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda.
Penampakan noda pada UV 254 disebabkan karena kemampuan
memantulkan cahaya oleh lempeng yang diberi indikator fluoresensi pada
gelombang UV 254, sedangkan noda akan menyerap cahaya. Sehingga,
penampakan yang timbul adalah perpendaran lempeng sedangkan noda
terlihat sebagai bagian yang gelap.
Sedangkan penampakan noda oleh H2SO4 10 % adalah karena
asam sulfat ini bersifat reduktor sehingga dapat memutuskan ikatan
rangkap sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang
lebih panjang sehingga dapat terlihat oleh mata.
Konsentrasi asam sulfat yang digunakan adalah 10 %, karena jika
konsentrasinya terlalu pekat dapat merusak lempeng namun jika
konsentrasinya terlalu rendah maka kemampuan pemutusan ikatannya
tidak maksimal. Proses pemanasan dimaksudkan untuk membantu proses
pemutusan ikatan rangkap oleh asam sulfat.
Jumlah dan jenis noda yang tampak pada penampakan noda asam
sulfat 10 % dapat lebih banyak atau lebih sedikit dari penampakan noda
pada UV 366 nm. Jumlah noda yang lebih banyak pada asam sulfat 10 %
karena adanya pergesaran ke arah batokromik dan pemutusan ikatan
rangkap, sehingga noda yang tidak tampak pada UV akan tampak di
asam sulfat 10 %. Dan sebaliknya noda yang tampak pada penampakan
noda dengan asam sulfat 10 % dapat lebih sedikit dengan yang terlihat
pada lampu UV karena adanya pergesaran hipsokromik oleh adanya
auksokrom asam sulfat. Sehingga pergesaran panjang gelombang terjadi
ke arah yang lebih pendek tepatnya ke arah UV hampa dan pada akhirnya
tidak tampak pada cahaya tampak.
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada proses partisi antara lain:
1. Pemisahan yang terjadi belum sempurna
2. Kesulitan dalam penanganan ekstrak yang terlalu kental/melekat
3. Pelarut yang digunakan kurang murni
Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada proses KLT antara lain:
1. Eluen yang digunakan tidak bercampur
2. Penotolan yang terlalu tebal
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari praktikum dapat disimpulkan:
a. Sampel Aplysina archeri sebanyak 1,65 g dengan metode maserasi
menghasilkan ekstrak sebanyak 22,3 g
b. Partisi sampel Aplysina archeri dengan metode ekstraksi cair-cair
menghasilkan ekstrak larut heksan sebanyak 0,7 g
c. Dari proses KLT, profil terbaik didapatkan pada elusi menggunakan
heksan : etil asetat=6:1, dengan dua noda yang dideteksi melalui UV
254 nm, 366nm dan asam sulfat 10%.
V.2. Saran
Sarana penunjang praktikum dilengkapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Data dan Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia.(serial on the internet). 2003.(diakses 20 Mei 2011) Available
from http://www. pdpersi.co.id./ Spongia officinalis Khasiat dan
Kandungan.html
2. Gholib, ibnu. 2009. Analisis Kimia Farmasi. PT Pustaka Pelajar:
Jakarta.
3. Haryono. 1989. Sediaan Galenik. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan
4. Soedjono. (serial on internet) 2011 (diakses 20 Mei 2011). Available
from http//www.wiropharmacy blogspot. Kuliah_ekstrak.html.
5. Anonim. (serial on internet).2011.(diakses 20 Mei 2011). Available from
internet http//chem.-is-try.Ekstraksi senyawa alam.
6. Rahim, Abdul. dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fitokoimia. Fakultas
Farmasi Unhas:Makassar.
7. Anton Timur, 2008, Makalah: Peran Ilmu Kelautan dalam
Pembangunan Indonesia, Potensi Obat dari Laut Nusantara, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.
8. Bergquist, P.R., 1978, Sponges, Hutchinson and Company, London.
9. Anonim. (serial on internet).2011. (diakses 28 November 2011).
Available from http://pioneerunion.ca.schoolwebpages.com/education/
components/scrapbook/ default.php
10.Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta. Depkes R.I.
LAMPIRAN
Skema kerja
a. Ekstraksi
Sampel Aplysina archeri
yang telah dirajang
Dimasukkan ke dalam toples
Ditambahkan pelarut metanol hingga terendam
Didiamkan selama ± 3 hari
Disaring ekstrak
Ditampung dalam mangkok
Diuapkan
b. Ekstraksi Cair-Padat
Digerus ekstrak dengan pelarut etil asetat
Dipisahkan bagian yang larut dan ditampung
Dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge
Disentrifuge selama ± 15 menit
Ditampung filtrat dan diuapkan
c. Ekstraksi Cair-Cair
Ekstrak MeOH
Dilarutkan dengan air di dalam tabung reaksi
Ditambahkan hexan / butanol
Diamkan beberapa saat
Larut hexan / butanol larut air
( disimpan di vial)
Diulangi 3 x
diuapkan
d. Kromatografi Lapis Tipis
Diaktifkan lempeng silika
Dilarutkan ekstrak dengan pelarut yang sesuai
Dijenuhkan chamber dengan eluen
Ditotolkan ekstrak pada lempeng silika
Dielusi hingga batas atas
Diamati noda pada UV 254 & 366 nm
Serta penyemprotan H2SO4