ecc p klt

54
Laboratorium Farmakognosi-fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Laporan Lengkap EKSTRAKSI, PARTISI dan KLT NAMA : DIAN CHIKITA NIM : N11109285 KELOMPOK : ENAM GOLONGAN : RABU ASISTEN : NURUL FITRIAH MAKASSAR

Upload: sonia-ismail

Post on 09-Aug-2015

200 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: ECC P KLT

Laboratorium Farmakognosi-fitokimia

Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin

Laporan Lengkap

EKSTRAKSI, PARTISI dan KLT

NAMA : DIAN CHIKITA

NIM : N11109285

KELOMPOK : ENAM

GOLONGAN : RABU

ASISTEN : NURUL FITRIAH

MAKASSAR

2011

Page 2: ECC P KLT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki

wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut,

Indonesia memiliki sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu

sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem

terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi

sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem

terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis

ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge, algae, lamun

dan biota lainnya. (1)

Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu

karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak

dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase

keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang

dihasilkan oleh tumbuhan darat. Jumlah struktur senyawa yang telah

didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan

Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil dari 475 jenis

dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut

kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo

Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis),

Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa

Page 3: ECC P KLT

dari 100 jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan

Poecilosclerida, senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas

Calcarea ditemukan sangat sedikit. Beberapa tahun terakhir ini peneliti

kimia memperlihatkan perhatian pada spons, karena keberadaan senyawa

bahan alam yang dikandungnya. Senyawa bahan alam ini banyak

dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan harganya sangat mahal dalam

katalog hasil laboratorium. Ekstrak metabolit dari spons mengandung

senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti:

sitotoksik dan antitumor, antivirus, anti HIV dan antiinflamasi, antifungi,

antileukimia, penghambat aktivitas enzim. Selain sebagai sumber

senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti: 1)

digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut,

2) indikator dalam interaksi komunitas dan 3) sebagai hewan penting

untuk akuarium laut. (1)

Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin

meningkat, terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan

memproduksi senyawa bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk

pemanfaatan tersebut, pada umumnya diambil secara langsung dari alam

dan belum ada dari hasil budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan secara

terus menerus diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan populasi

secara signifikan karena terjadi tangkap lebih (overfishing), terutama pada

jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah diketahui aktifitas

farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya. Oleh karena itu, untuk

Page 4: ECC P KLT

mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian sumber

daya ini perlu dijaga dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan

mengancam kelestariannya harus dicegah dan dikendalikan. (1)

I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1. Maksud Percobaan

1. Mengetahui dan memahami cara ekstraksi senyawa dari sampel laut

menggunakan metode tertentu

2. Mengetahui dan memahami prinsip partisi dari suatu ekstrak awal

menggunakan metode tertentu

3. Mengetahui dan memahami prinsip kromatografi lapis tipis dalam

pemisahan senyawa

I.2.2. Tujuan Percobaan

1. Melakukan ekstraksi terhadap sampel spons laut Aplysina archeri

menggunakan metode maserasi

2. Melakukan partisi cair-cair dari hasil ekstraksi sampel spons laut

Aplysina archeri

3. Melakukan pemisahan terhadap komponen kimia dari hasil partisi

sampel dengan metode kromatografi lapis tipis

I.3. Prinsip Percobaan

I.3.1. Prinsip Ekstraksi Metode Maserasi

Penyarian sederhana dengan merendam simplisia Aplysina archeri

dalam cairan penyari sehingga cairan penyari akan menembus dinding sel

Page 5: ECC P KLT

dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan

melarutkan zat aktif yang ada di dalamnya. Karena adanya perbedaan

konsentrasi di dalam dan di luar sel, maka terjadi proses difusi dimana zat

aktif keluar bersama dengan cairan penyari. Demikian seterusnya hingga

terjadi penyarian sempurna.

I.3.2. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Pemisahan komponen kimia berdasarkan proses partisi dengan

menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur, dimana

tiap komponen kimia akan terdistribusi menuju ke fase cairan sesuai

dengan derajat kelarutannya masing-masing dalam fase, yaitu fase atas

dan fase bawah yang terpisah karena perbedaan berat jenisnya.

I.3.3. Prinsip Metode Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan komponen kimia dalam ekstrak Aplysina archeri

berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana komponen kimia bergerak

mengikuti cairan pengembang karena daya serap adsorben terhadap

komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia bergerak dengan

kecepatan berbeda dan hal ini menyebabkan pemisahan.

Page 6: ECC P KLT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori umum

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat

maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi zat

aktif dari sel adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton, benzen

dan etil asetat. (4)

Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel biota laut adalah : pelarut

organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut

sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi

keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan

antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. (3)

Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan masa. Zat aktif yang

semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi

larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut.(4)

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, dan cair,

dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang

sesuai, yaitu maserasi, perkolasi, atau penyeduhan dengan air mendidih.

Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, atau campuran etanol dan air.

Page 7: ECC P KLT

Penyarian dilakukan di luar pengaruh cahaya matahari langsung.

Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara

maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara

perkolasi. Penyarian dengan air dilakukan dengan cara maserasi,

perkolasi, atau disiram dengan air mendidih.(3)

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.

Cairan penyari yang baik harus memenuhi criteria berikut ini:(3)

1. Murah dan mudah diperoleh

2. Stabil secara fisika dan kimia

3. Bereaksi netral

4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar.

5. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki.

6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat.

7. Diperbolehkan oleh peraturan.

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang

terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini

memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam sediaan

ekstrak dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat sedangkan kadar zat

berkhasiat dalam simplisia sukar didapat yang sama.(3)

Pemilihan metode penyarian pada dasarnya disesuaikan dengan

simplisia yang akan disari. Metode-metode tersebut, antara lain:(4)

Page 8: ECC P KLT

Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak

mengandung benzoin, tiraks dan lilin.(4)

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

dilakukan dengan cara merendam serbnuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan

penyariannya kurang sempurna.(4)

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya:(4)

1. Digesti

Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya dapat

dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antaralain :

a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya lapisan-lapisan batas.

Page 9: ECC P KLT

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga

pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan

pengadukan.

c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan

berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu

akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat

aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

2. Maserasi dengan mesin pengaduk

Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus- menerus,

waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. (3)

3. Remaserasi

Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi

dengan cairan penyari pertama, sesudah dienaptuangkan dan diperas,

ampas dimaserasi lagi dengancairan penyari yang kedua. (3)

4. Maserasi melingkar

Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan

penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu

mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan

melarutkan zat aktifnya. Keuntungan cara ini : (3)

a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

b. Cairan penyari akan didistribusikan secara seragam, sehingga

akan memperkecil kepekatan setempat.

c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.

Page 10: ECC P KLT

5. Maserasi melingkar bertingkat

Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan

secara sempurna, karenapemindahan massa akan berhenti bila

keseimbangan telah terjadi. Masalah ini dapat diatas dengan maserasi

melingkar bertingkat. (3)

Infundasi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia

dengan air pada suhu 90o selama 15 menit.(4)

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif yang larut dalam ai dari bahan-bahan nabati.

Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah

tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh

dengan cara ini sering digunakan untuk membuat ekstrak.(4)

Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan

mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.

Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya

kapiler dan daya gesekan (friksi).(4)

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan

yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum,

larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang

sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas.(4)

Page 11: ECC P KLT

Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi

karena :(4)

1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga

meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.

2. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran

tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler

tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan

batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,

maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses

perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang

maksimal.(4)

Refluks

Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana

cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia.

Cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut

dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi

menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas

bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara

berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam.(4)

Keuntungan metode refluks:(4)

Page 12: ECC P KLT

a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung

diperoleh hasil yang lebih pekat.

b. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat

menyari zat aktif lebih banyak.

Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia

yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan

mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, biji dan herba.(4)

Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan

ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia

terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari

volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada

water bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas

bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan

(water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.

Setelah 4 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah

penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti

semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh

dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan

pengujian selanjutnya.(4)

Soxhletasi

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara

berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap

Page 13: ECC P KLT

cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik

dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk

kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini

berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai

dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau

jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi.(4)

Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih

pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa

menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan

terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang

cocok.(4)

Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara

panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode

soxhlet digolongkan dalam cara dingin.(4)

Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu

diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong

yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam

klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi

dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water

bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong

yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan

dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan

sample yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak tejadi sirkulasi).

Page 14: ECC P KLT

Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan

kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi

zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor.(4)

Destilasi Uap

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk

simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi

pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan

dengan destilasi uap.(4)

Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan

uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian

di adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa

oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu

proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan

massa kesuatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi

permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui

dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan

selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase.

(4)

Ekstraksi Cair-Cair dan Ekstraksi Cair-Padat

Penyarian merupakan proses pemisahan dimana suatu zat terbagi

dalam dua pelarut yang tidak bercampur.(5)

Page 15: ECC P KLT

C1

Kd = C2

Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan sebagai

pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air.

Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian

besar akan terdapat dalam fase organik. Hal ini yang dikatakan “like

dissolves like” yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam

pelarut polar dan sebaliknya. Dalam suatu larutan encer faktor kadar tidak

mempengaruhi koefisien distribusinya.(5)

Jika koefisien distribusinya sangat besar (lebih dari 1000),

penyarian sekali dengan corong pisah telah memungkinkan hampir semua

senyawa terlarut telah tersari. Walaupun demikian penyarian akan lebih

efektif jika larutan penyari dibagi dalam beberapa bagian kecil dari

penyarian sekali dengan semua penyari yang tersedia.(5)

Prinsip pemisahan ekstraksi cair-padat adalah pemisahan

komponen kimia yang bertujuan untuk memisahkan senyawa kimia dari

matriks padatan ke dalam cair dengan menggunakan pelarut nonpolar

kemudian bagian yang tidak larut dilarutkan dengan pelarut semipolar.(6)

Faktor-faktor yang memepengaruhi laju ekstraksi adalah(4):

-Tipe persiapan sampel

-Waktu ekstraksi

-Kuantitas pelarut

-Suhu pelarut

Page 16: ECC P KLT

-Tipe pelarut

Syarat-syarat sampel yang menggunakan metode ECP adalah

cuplikan/ekstrak yang digunakan harus dalam jumlah yang besar dan

senyawa yang diinginkan dapat tepat larut dalam solven yang digunakan.

(4)

Deret entropi (2):

pelarut Nilai

n-heksana 1,88

Sikloheksana 2,023

Toluena 2,34

Benzena 2,384

Kloroform 4,806

Eter 4,340

Etil asetat 6,025

Aseton 20,7

Etanol 24,3

Methanol 33.62

air 80,37

Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan teknik analisa sederhana

yang untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip

partisi dan adsorpsi. Kromatografi lapis tipis terbuat dari lempeng gelas

Page 17: ECC P KLT

ataulogam yang bahan karet atau lempengan tipis yang cocok sebagai

penyangga.(2)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi serapan,

tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena penyerap telah

dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan

banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah,

sederhana, waktu analisis cepat, dan daya pisah cukup baik.(4)

Prinsip KLT adalah pemisahan secara fisikokimia. Pemisahan

komponen kimia berdasarkan prinsip adsopsi dan partisi dimana

komponen kimia bergerakmengikuti cairan pengembang karena daya

serap adsorben terhadap komponen kimia bergrak dengan kecepatan

berbeda dan hal ini menyebabkan pemisahan.(2)

Lapisan yang memisahkan terdiri dari bahan yang berbutir-butir,

ditempatkan dalam penyangga berupa plat planar, logam/lapisan yang

cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan yang ditotolkan

berupa bercak/pita. Setelah plat/lapisan diletakkan di dalam bejana yang

ditutup rapat berisi fase gerak, pemisahan terjadi selama pengembangan.

(2)

Pada KLT, jarak tempuh senyawa dinyatakan dengan nilai Rf:(6)

Jarak yang ditempuh senyawa terlarutRf =

Jarak yang ditempuh pelarut

Page 18: ECC P KLT

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :(6)

- Pelarut

- Bahan penmgambang (jenis dan ketebalan lapisan)

- Kejenuhan ruangan akan pelarut

- Kelembaban udara

- Konsentrasi

- Komposisi larutan diperiksa

- Panjang trayek migrasi

- Senyawa asing

- Ketidak homogenan kertas

- Arah serabut kertas

- Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas

- Derajat kejenuhan bejana

Penampakan noda pada lampu UV 366 adalah karena adanya

daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh

auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang

tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke

tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula

sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan

fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda. (2)

Penampakan noda pada UV 254 disebabkan karena kemampuan

memantulkan cahaya oleh lempeng yang diberi indikator fluoresensi pada

Page 19: ECC P KLT

gelombang UV 254, sedangkan noda akan menyerap cahaya. Sehingga,

penampakan yang timbul adalah perpendaran lempeng sedangkan noda

terlihat sebagai bagian yang gelap. (5)

Sedangkan penampakan noda oleh H2SO4 10 % adalah karena

asam sulfat ini bersifat reduktor sehingga dapat memutuskan ikatan

rangkap sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang

lebih panjang sehingga dapat terlihat oleh mata. (2)

Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder,

menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya melalui pori-pori

(ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran

(channel) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons

termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori

dan saluran. Melalui pori-pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh

sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai

cambuk. Jenis sel ini dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane:

cerobong, kytos=berongga). Diduga hewan ini berasal dari jaman

paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu.(7).

Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan

plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan

sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan. Ukuran dan

bentuk spons bervariasi. Ukurannya mulai dari mikroskopis hingga

mencapai 2 meter. Sedangkan bentuknya merambat, bercabang, tegak

seperti cerobong atau pipa (Bergquist, 1978). Warna spons bervariasi,

Page 20: ECC P KLT

dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan oleh

pigmen karotenoid. Spesies spons tertentu memiliki pigmen yang

berwarna gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya

mampu menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit

manusia. (8).

Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda

mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi jika diamati secara seksama, di

dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir

melalui pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif

sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam, sehingga membuatnya

seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air

laut untuk memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung

nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri, protozoa), bahan-bahan

organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang

telah mati, serta senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan

atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian dimodifikasi oleh

spons di dalam tubuhnya (8).

II.2 Uraian Sampel

Kingdom : Animalia

Filum : Porifera

Kelas : Demospongiae

Ordo : Verongida

Famili : Aplysiamidae

Page 21: ECC P KLT

Genus : Aplysina

Spesies : Aplysina archeri (9)

Spons ini sebagian besar tinggal di Samudera Atlantik : di Karibia ,

Bahama , Florida , dan Bonaire . Mereka menyaring pengumpan ,

mereka makan makanan seperti plankton atau ditangguhkan detritus

saat melewati mereka. Sangat sedikit yang diketahui tentang pola

perilaku mereka kecuali ekologi makan mereka dan biologi reproduksi.

Mereka terjadi dalam berbagai warna termasuk lavender, abu-abu dan

coklat. Mereka mereproduksi baik oleh aseksual dan seksual

reproduksi. Ketika mereka pembebasan mereka sperma , sperma

mengapung di air dan akhirnya mendarat di suatu tempat di mana

mereka mulai untuk mereproduksi sel dan tumbuh. Spons ini

mengambil ratusan tahun untuk tumbuh dan tidak pernah berhenti

tumbuh sampai mereka mati. Bekicot adalah di antara predator alami

mereka. Populasi padat dari spons akan turun karena pembuangan

beracun dan tumpahan minyak . (9)

II.3 Uraian Bahan

1) Aquadest (10)

Nama Resmi : Aqua destillata

Nama Lain : Aquadest/air suling

RM/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa

dan tidak berbau

Page 22: ECC P KLT

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Pelarut

2) Metanol (10)

Nama Resmi : Metanol

Nama Lain : Metanol

RM : CH3OH

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk

cairan jernih tidak berwarna

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai larutan penyari

3) Butanol (10)

Nama Resmi : Butanol

Nama Lain : Butanol

RM : C4H9OH

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna

Kelarutan : Dapat bercampur dengan alkohol P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai larutan partisi

4) Heksan (10)

Nama Resmi : Heksana

Nama Lain : Heksan

Page 23: ECC P KLT

Pemerian : Cairan tidak berwarna, stabil, sangat mudah

terbakar

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai eluen dan larutan partisi

5) Etil asetat (10)

Nama Resmi : Etil asetat

Nama Lain : Etil asetat

RM : CH3CO.O.C2H5

Pemerian : Cairan, tidak berwarna, bau khas

Kelarutan : Larut dalam 15 bagian air, dapat bercampur

dengan etanol (95%)P dan dengan eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai eluen

6) Asam sulfat pekat (10)

Nama Resmi : Acidum Sulfuricum

Nama Lain : Asam Sulfat

RM/BM : H2SO4/98,07

Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak

berwarna, jika ditambahkan dengan air

menimbulkan panas.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Page 24: ECC P KLT

BAB III

METODE KERJA

III.1. Alat dan Bahan

III.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum antara lain alat penyemprot,

alat sentrifuge, batang pengaduk, cawan porselin, chamber dan

penutupnya, corong biasa, corong pisah, cutter, eksikator, erlenmeyer,

gegep, gelas kimia, gelas ukur, guting, kompor listrik, lampu UV 254 nm

dan 366nm, lempeng KLT, oven, pipa kapiler, pipet skala, pipet tetes,

sendok tanduk besi, tabung reaksi, tabung sentifuge, toples, vial.

III.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aluminium foil,

aquadest, asam sulfat 10%, etil asetat, kapas, kertas label, kertas saring,

lempeng silika, metanol, n-heksan, n-butanol, sampel Spongia officinalis.

III.2. Cara Kerja

a. Ekstraksi

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dimasukkan sampel yang telah dirajang ke dalam toples

3. Dimasukkan metanol untuk menyari sampel sampai pelarut

merendam seluruh sampel

4. Didiamkan selama ± 3 hari

5. Disaring ekstrak ke dalam mangkok kemudian diuapkan

6. Dilakukan remaserasi

Page 25: ECC P KLT

b. Ekstraksi Cair-Padat

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang ektrak awal

3. Dilarutkan dengan etil asetat kemudian disentrifuge

4. Setelah terpisah, dilakukan pemisahan antara bagian yang larut

etil asetat dengan yang tidak larut

5. Diperoleh ekstrak larut etil asetat dan yang tidak larut etil asetat

c. Ekstraksi Cair-Cair

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan

2. Dimasukkan ekstrak ke dalam tabung reaksi

3. Ditambahkan 6 mL heksan dan 2 mL aquadest, lalu kocok

beberapa kali dan kemudian didiamkan hingga terjadi

pemisahan/ terbentuk 2 lapisan (lapisan heksan dan air)

4. Dikeluarkan lapisan heksan dan ditampung dalam cawan

porselin lalu ditambahkan lagi heksan 6 mL ke dalam tabung

reaksi tadi dan lakukan langkah seperti no.3 sampai 3

kali(hingga heksan bening)

5. Diuapkam heksan yang ditampung tadi

6. Ditambahkan lagi n-butanol jenuh air sebanyak 6 mL ke dalam

lapisan air.

7. Dikocok dan didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan (lapisan

butanol dan air)

Page 26: ECC P KLT

8. Dikeluarkan lapisan n-butanol jenuh air dan ditampung dalam

cawan porselin

9. Ditambahkan lagi n-butanol jenuh air sebanyak 6 mL dan

dilakukan langkah no.7 sampai 3 kali hingga diperoleh lapisan

n-butanol jernih.

10.Ditampung dan diuapkan n-butanol jenuh air pada cawan

porselin

d. Kromatografi Lapis Tipis

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diaktifkan lempeng KLT pada oven dengan suhu 1050C selama

30 menit

3. Diberi batas atas dan batas bawah pada lempeng silika

4. Dilarutkan ekstrak metanol, ekstrak larut etil asetat dan ekstrak

tidak larut etil asetat dengan pelarut yang sesuai hingga

kepekatan yang diinginkan

5. Dimasukkan eluen ke dalam chamber dan dijenuhkan

6. Ditotolkan ekstrak metanol, ekstrak larut etil asetat dan ekstrak

tidak larut etil asetat dengan menggunakan pipa kapiler

7. Dimasukkan lempeng tersebut ke dalam chamber dan dibiarkan

terelusi hingga batas atas

8. Diamati noda yang tampak pada lampu UV 254 nm dan 366 nm

serta dilakukan pnyemprotan H2SO4 10%

Page 27: ECC P KLT

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1. Hasil Pengamatan

IV.1.1. Tabel Hasil Pengamatan

a. Data Simplisia dan Ekstrak

Nama Sampel Bobot Basah Bobot Kering Bobot Ekstrak

Aplysina archeri 1,65 kg - 22,3 gr

b. Data Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi Cair-Cair Bobot ekstrak

Larut heksan 0,76 g

c. Data Kromatografi Lapis Tipis

No Heksan:etil Awal Larut Tdk larut

1 3:1 0,436 0,49 0,39

2 4:1 0,21 0,254 0,212

3 2:1 0,33 0,36 -

Page 28: ECC P KLT

IV. 2 Gambar

Ekstraksi Cair-cair

Ekstrak larut heksan Ekstrak larut n-butanol Ekstrak larut air

Kromatografi lapis Tipis

eluen: 4:1(254 nm) eluen 5 :1 (366 nm) eluen 2:1 (366 nm)

Page 29: ECC P KLT

Ket: 6:1(254 nm) eluen 3:1 (254 nm)

Page 30: ECC P KLT

BAB V

PEMBAHASAN

Sampel spons yang akan diidentifikasi dan diisolasi senyawa

bioaktifnya harus diekstraksi terlebih dahulu untuk menarik zat aktif yang

terdapat di dalam spons tersebut.

Metode ekstraksi yang dilakukan pada simplisia Aplysina archeri

adalah maserasi, sebab maserasi merupakan metode yang cocok untuk

sampel laut yang sangat sensitif dengan pemanasan dan dengan

pertimbangan bahwa sampel laut sulit untuk disebukkan jika ingin

diekstraksi dengan metode lain, misalnya soxhletasi.

Bobot simplisia yang dimaserasi adalah 1,65 kg, Simplisia ini

kemudian dimasukkan ke dalam wadah maserasi, dibasahi dengan

metanol dan kemudian ditambahkan metanol. Setelah itu, disimpan di

tempat terlindung dari cahaya dan didiamkan beberapa hari hingga tersari

sempurna dengan sesekali pengadukan. Simplisia dikatakan tersari

sempurna ketika cairan penyari tidak berubah warna lagi. Proses

selanjutnya, adalah mengambil ekstrak cair dengan cara menyaring.

Ekstrak cair tersebut kemudian diuapkan sampil diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak kental kemudian dipartisi dengan cara ekstraksi cair-cair.

Pada percobaan ini dilakukan ekstraksi cair-cair pada sampel

spons dimana digunakan 2 pelarut yang tidak saling bercampur, yaitu

heksan dan air, dan n-butanol jenuh air dan air. Sampel ekstrak methanol

dimasukkan dalam tabung reaksi dan dipartisi cair-cair dengan heksan :

Page 31: ECC P KLT

air = 3:1. Partisi tersebut dilakukan sebanyak 3 kali dan heksan diganti

dengan n-butanol jenuh air. Dilakukan hal yang sama pada n-butanol

jenuh air hingga diperoleh tiga ekstrak yang sudah dipartisi yaitu ekstrak

larut heksan, ekstrak yang larut n-butanol jenuh air dan ekstrak larut air.

Pada ekstraksi cair-cair diperoleh ekstrak yang larut heksan,

ekstrak larut n-butanol dan ekstrak larut air dimana ekstrak larut heksan

mewakili ekstrak yang sifatnya nonpolar, ekstrak larut n-butanol termasuk

ekstrak yang mewakili sifat semipolar dan ekstrak larut air termasuk

ekstrak yang polar. Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan menggunakan

melarutkan 2/3 ekstrak metanol dari jumlah total.

Proses berikutnya adalah identifikasi dengan KLT, proses ini

diawali dengan mengaktifkan lempeng KLT di oven pada suhu 105oC-

110oC selama 1 jam, pengaktifan lempeng bertujuan untuk memperbaiki

prose adsorpsi pada lempeng, sebab lempeng yang tidak diaktifkan

kemungkinan mengandung air, air yang terdapat dalam lempeng akan

mengganggu proses adsorpsi, pemanasan pada proses pengaktifan

lempeng akan menguapkan kandungan air tersebut. Setelah itu, digunting

lempeng ukuran 2x8 cm, ditandai batas bawah lempeng dengan pensil

pada jarak 0,7 cm dan bagian bawah 0,3 cm pada batas bawah. Setelah

penyiapan lempeng, sampel kemudian dilarutkan dengan pelarut yang

sesuai sampai diperoleh kepekatan yang sesuai, kemudian dimasukkan

eluen ke dalam chamber, kemudian dijenuhkan chamber dengan bantuan

kertas saring. Penjenuhan chamber ini dimaksudkan agar proses elusi

Page 32: ECC P KLT

dari eluen hanya berasal dari eluan dari dasar chamber dan bukan dari

eluen yang menguap jika chamber tidak jenuh. Chamber akan diketahui

jenuh bila kertas saring yang dimasukkan ke dalam chamber telah basah.

Kemudian dilakukan penotolan ekstrak sampel pada batas bawah

lempeng dengan menggunakan pipa kapiler, diulangi beberapa kali

sampai sampel yang ditotolkan cukup jumlahnya, ekstrak yang ditotolkan

pada lempeng dibuat dalam konsentrasi yang sesuai, karena jika

konsentrasinya terlalu pekat, maka akan diperoleh noda yang berekor

atau yang bertumpuk. Setelah itu, dimasukkan ke dalam chamber yang

telah dijenuhkan dengan eluen dan dibiarkan terelusi sampai batas atas,

kemudian diangkat dan dikeringkan. Setelah itu, dideteksi noda dengan

menggunakan penyinaran UV dan asam sulfat 10%.

Setelah lempeng dielusi, dikeluarkan dari chamber kemudian

dibiarkan hingga mengering. Selanjutnya noda-noda tersebut diamati

dibawah lampu UV 254 nm dan UV366 nm dan kemudian disemprotkan

dengan H2SO4 10 % dan kemudian dipanaskan diatas pemanas hingga

tampak noda pada lempeng.

Pada eluen nonpolar (heksan:etil=6:1) terdapat dua noda yang

nampak seluruhnya dengan penyemprotan reagen asam sulfat 10%, UV

254 dan pada UV 366 nm sehingga profil KLT ini digunakan untuk

praktikum selanjutnya pada kromatografi kolom konvensional.

Penampakan noda pada lampu UV 366 adalah karena adanya

daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh

Page 33: ECC P KLT

auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang

tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke

tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula

sambil melepaskan energi. Energi inilah yang menyebabkan perbedaan

fluoresensi warna yang dihasilkan oleh tiap noda.

Penampakan noda pada UV 254 disebabkan karena kemampuan

memantulkan cahaya oleh lempeng yang diberi indikator fluoresensi pada

gelombang UV 254, sedangkan noda akan menyerap cahaya. Sehingga,

penampakan yang timbul adalah perpendaran lempeng sedangkan noda

terlihat sebagai bagian yang gelap.

Sedangkan penampakan noda oleh H2SO4 10 % adalah karena

asam sulfat ini bersifat reduktor sehingga dapat memutuskan ikatan

rangkap sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang

lebih panjang sehingga dapat terlihat oleh mata.

Konsentrasi asam sulfat yang digunakan adalah 10 %, karena jika

konsentrasinya terlalu pekat dapat merusak lempeng namun jika

konsentrasinya terlalu rendah maka kemampuan pemutusan ikatannya

tidak maksimal. Proses pemanasan dimaksudkan untuk membantu proses

pemutusan ikatan rangkap oleh asam sulfat.

Jumlah dan jenis noda yang tampak pada penampakan noda asam

sulfat 10 % dapat lebih banyak atau lebih sedikit dari penampakan noda

pada UV 366 nm. Jumlah noda yang lebih banyak pada asam sulfat 10 %

Page 34: ECC P KLT

karena adanya pergesaran ke arah batokromik dan pemutusan ikatan

rangkap, sehingga noda yang tidak tampak pada UV akan tampak di

asam sulfat 10 %. Dan sebaliknya noda yang tampak pada penampakan

noda dengan asam sulfat 10 % dapat lebih sedikit dengan yang terlihat

pada lampu UV karena adanya pergesaran hipsokromik oleh adanya

auksokrom asam sulfat. Sehingga pergesaran panjang gelombang terjadi

ke arah yang lebih pendek tepatnya ke arah UV hampa dan pada akhirnya

tidak tampak pada cahaya tampak.

Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada proses partisi antara lain:

1. Pemisahan yang terjadi belum sempurna

2. Kesulitan dalam penanganan ekstrak yang terlalu kental/melekat

3. Pelarut yang digunakan kurang murni

Faktor kesalahan yang dapat terjadi pada proses KLT antara lain:

1. Eluen yang digunakan tidak bercampur

2. Penotolan yang terlalu tebal

Page 35: ECC P KLT

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Dari praktikum dapat disimpulkan:

a. Sampel Aplysina archeri sebanyak 1,65 g dengan metode maserasi

menghasilkan ekstrak sebanyak 22,3 g

b. Partisi sampel Aplysina archeri dengan metode ekstraksi cair-cair

menghasilkan ekstrak larut heksan sebanyak 0,7 g

c. Dari proses KLT, profil terbaik didapatkan pada elusi menggunakan

heksan : etil asetat=6:1, dengan dua noda yang dideteksi melalui UV

254 nm, 366nm dan asam sulfat 10%.

V.2. Saran

Sarana penunjang praktikum dilengkapi.

Page 36: ECC P KLT

DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat Data dan Informasi-Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia.(serial on the internet). 2003.(diakses 20 Mei 2011) Available

from http://www. pdpersi.co.id./ Spongia officinalis Khasiat dan

Kandungan.html

2. Gholib, ibnu. 2009. Analisis Kimia Farmasi. PT Pustaka Pelajar:

Jakarta.

3. Haryono. 1989. Sediaan Galenik. Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

4. Soedjono. (serial on internet) 2011 (diakses 20 Mei 2011). Available

from http//www.wiropharmacy blogspot. Kuliah_ekstrak.html.

5. Anonim. (serial on internet).2011.(diakses 20 Mei 2011). Available from

internet http//chem.-is-try.Ekstraksi senyawa alam.

6. Rahim, Abdul. dkk. 2011. Penuntun Praktikum Fitokoimia. Fakultas

Farmasi Unhas:Makassar.

7. Anton Timur, 2008, Makalah: Peran Ilmu Kelautan dalam

Pembangunan Indonesia, Potensi Obat dari Laut Nusantara, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.

8. Bergquist, P.R., 1978, Sponges, Hutchinson and Company, London.

9. Anonim. (serial on internet).2011. (diakses 28 November 2011).

Available from http://pioneerunion.ca.schoolwebpages.com/education/

components/scrapbook/ default.php

10.Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta. Depkes R.I.

Page 37: ECC P KLT

LAMPIRAN

Skema kerja

a. Ekstraksi

Sampel Aplysina archeri

yang telah dirajang

Dimasukkan ke dalam toples

Ditambahkan pelarut metanol hingga terendam

Didiamkan selama ± 3 hari

Disaring ekstrak

Ditampung dalam mangkok

Diuapkan

b. Ekstraksi Cair-Padat

Digerus ekstrak dengan pelarut etil asetat

Dipisahkan bagian yang larut dan ditampung

Dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge

Disentrifuge selama ± 15 menit

Ditampung filtrat dan diuapkan

Page 38: ECC P KLT

c. Ekstraksi Cair-Cair

Ekstrak MeOH

Dilarutkan dengan air di dalam tabung reaksi

Ditambahkan hexan / butanol

Diamkan beberapa saat

Larut hexan / butanol larut air

( disimpan di vial)

Diulangi 3 x

diuapkan

d. Kromatografi Lapis Tipis

Diaktifkan lempeng silika

Dilarutkan ekstrak dengan pelarut yang sesuai

Dijenuhkan chamber dengan eluen

Ditotolkan ekstrak pada lempeng silika

Dielusi hingga batas atas

Diamati noda pada UV 254 & 366 nm

Serta penyemprotan H2SO4

Page 39: ECC P KLT