draft ta (1)

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki daratan yang sangat luas dan pulau Jawa merupakan pulau terpadat di dunia dengan kepadatan penduduk sekitar 979 jiwa per km 2 . Karena itu, pulau Jawa membutuhkan transportasi darat yang lancar karena transportasi merupakan sektor yang penting dalam majunya sebuah negara. Salah satu alat transportasi darat yang paling sering digunakan di Indonesia adalah bus. Bus adalah alat transportasi jalan aspal dengan empat roda yang dirancang untuk mengangkut banyak penumpang. Bus memiliki peranan penting dalam transportasi di Indonesia mengingat banyak daerah–daerah yang tidak bisa dijangkau dengan alat transportasi lain selain transportasi melalui jalan aspal. Di Indonesia, terdapat banyak karoseri bus yang sudah mempunyai reputasi yang bagus. Karoseri bus adalah perusahaan yang memproduksi body, chasis elektrik, interior dan kursi bus untuk melengkapi rangkaian yang dibuat perusahaan otomotif luar negeri. Biasanya, perusahaan produsen mobil hanya membuat basement bus yang sudah termasuk rem, sistem suspensi, roda, dan chasis bagian bawah. PT Rahayu Santosa adalah salah satu karoseri bus yang sudah terkenal reputasinya karena sudah mulai beroperasi sejak tahun 1972. 1

Upload: andikaadikrishna

Post on 30-Jun-2015

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: draft TA (1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki daratan yang sangat luas dan pulau Jawa merupakan pulau terpadat di

dunia dengan kepadatan penduduk sekitar 979 jiwa per km2. Karena itu, pulau Jawa

membutuhkan transportasi darat yang lancar karena transportasi merupakan sektor yang penting

dalam majunya sebuah negara. Salah satu alat transportasi darat yang paling sering digunakan di

Indonesia adalah bus.

Bus adalah alat transportasi jalan aspal dengan empat roda yang dirancang untuk

mengangkut banyak penumpang. Bus memiliki peranan penting dalam transportasi di Indonesia

mengingat banyak daerah–daerah yang tidak bisa dijangkau dengan alat transportasi lain selain

transportasi melalui jalan aspal. Di Indonesia, terdapat banyak karoseri bus yang sudah

mempunyai reputasi yang bagus. Karoseri bus adalah perusahaan yang memproduksi body,

chasis elektrik, interior dan kursi bus untuk melengkapi rangkaian yang dibuat perusahaan

otomotif luar negeri. Biasanya, perusahaan produsen mobil hanya membuat basement bus yang

sudah termasuk rem, sistem suspensi, roda, dan chasis bagian bawah. PT Rahayu Santosa adalah

salah satu karoseri bus yang sudah terkenal reputasinya karena sudah mulai beroperasi sejak

tahun 1972.

Struktur rangka bus buatan PT Rahayu Santosa inilah yang akan diuji kekuatannya di

dalam tugas akhir ini, karena di dunia ini kecelakaan bus yang paling banyak terjadi adalah

kecelakaan bus terguling. Untuk melakukan analisis tentang kekuatan struktur rangka bus

terhadap kecelakaan bus terguling ini dibutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit.

Maka dari itu, penulis menggunakan metode elemen hingga (finite element method) karena

metode ini mempunyai kehandalan untuk menganalisis elemen–elemen dengan geometri yang

rumit dengan cepat dan cukup akurat.

1

Page 2: draft TA (1)

Gambar 1.1 Struktur rangka bus Produksi PT Rahayu Santosa

Perangkat lunak ANSYS 11 yang digunakan dalam tugas akhir ini merupakan salah satu

program aplikasi berbasis metode elemen hingga. Program ini sudah cukup luas pemakaiannya,

terutama digunakan untuk pemodelan dan analisis kekuatan. Oleh karena itu, rancangan bus dari

PT Rahayu Santosa ini akan dianalisis dengan perangkat lunak ANSYS 11 ini untuk menentukan

kekuatan sambungan plastis (plastic hinge) pada struktur rangka bus ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tugas akhir ini antara lain:

1. Untuk mengetahui kekuatan struktur rangka bus dengan menggunakan simulasi

perangkat lunak.

2. Untuk mengetahui kekuatan dan sifat–sifat sambungan plastik pada struktur rangka bus.

3. Memberikan rekomendasi teknis atas analisis kekuatan struktur bus yang dilakukan

kepada PT Rahayu Santosa.

2

Page 3: draft TA (1)

1.3 Ruang Lingkup

Pada tugas akhir ini, struktur rangka bus yang dianalisis adalah struktur rangka bus yang

diproduksi oleh PT Rahayu Santosa yang berada di Bogor, Provinsi Jawa Barat. Analisis

tegangan yang dilakukan hanya pada sambungan plastik di salah satu lokasi struktur rangka bus.

Beban tegangan yang diberikan hanya berupa tegangan yang berasal dari beban statik. Tidak ada

pengaruh perubahan waktu terhadap pembebanan yang ada pada struktur rangka bus.

Analisis tegangan pada struktur rangka bus dilakukan dengan perhitungan menggunakan

perangkat lunak FEM ANSYS 11 dan pemodelan struktur rangka bus dilakukan dengan

perangkat lunak Autodesk Inventor 2010. Semua data-data mengenai keadaan struktur bus

diperoleh dari data–data yang diberikan oleh PT Rahayu Santosa.

1.4 Metode Penulisan

Tahap–tahap yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapar diuraikan

sebagai berikut, yaitu:

a) Identifikasi Masalah

Sebelum melakukan penelitian, ditentukan terlebih dahulu topik permasalahan yang

akan dibahas sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih terarah. Topik yang

dipilih akan diteliti lebih jauh untuk mengetahui hal–hal yang melatarbelakangi

masalah tersebut.

b) Studi Literatur

Setelah masalah diidentifikasi, dilakukan studi pustaka dengan mencari referensi–

referensi yang dapat mendukung proses perancangan maupun analisis yang

dilakukan. Referensi dapat berasal dari buku pustaka, situs web, dan codes /

standards. Teori–teori pendukung yang berasal dari referensi–referensi tersebut

digunakan untuk membantu menentukan proses penyelesaian masalah yang tepat

khususnya dalam menentukan metode dan langkah–langkah proses analisis.

3

Page 4: draft TA (1)

c) Pemodelan Elemen Hingga

Perancangan dilakukan dengan menggambar bentuk superstruktur bus di piranti lunak

ANSYS 11 dan melakukan simulasi beberapa jenis pembebanan.

d) Analisis Kekuatan

Analisis kekuatan struktur dilakukan dengan melihat hasil simulasi berbagai jenis

pembebanan untuk mendapatkan karakeristik kekuatan struktur saat menerima beban.

1.5 Sistematika Penulisan

Pembahasan dalam tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai

berikut.

Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup masalah

dan metodologi penulisan laporan yang dilakukan.

Bab II Dasar Teori, berisi landasan teori yang didapatkan dari studi literature tentang plastic

hinge, supersrtuktur bus, dan penjelasan mengenai metode elemen hingga.

Bab III Pemodelan Geometri dan Elemen Hingga Plastic hinge pada superstruktur bus,

membahas pemodelan elemen hingga dengan perangkat lunak ANSYS 11, serta membahas

tentang material yang digunakan.

Bab IV Analisis Kekuatan Struktur Plastic Hinge, menyajikan analisis tegangan pada plastic

hinge dari data program ANSYS 11 serta grafik karakteristik dan pengaruh dalam berbagai

kondisi pembebanan terhadap tegangan yang terjadi pada struktur.

Bab V Kesimpulan dan Saran, merupakan rangkuman semua hasil yang didapat dalam tugas

akhir ini dan disertai saran–saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat struktur rangka bus di PT Rahayu Santosa.

4

Page 5: draft TA (1)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Sekilas tentang Rollover Test pada Bus

Bus termasuk salah satu transportasi yang paling banyak digunakan untuk transportasi

komersial. Dengan bertambahnya penumpang bus, maka bertambah banyak pula orang yang

terkena kecelakaan bus. Salah satu kecelakaan bus yang paling sering terjadi adalah bus

terguling. Pada tahun 2003, dalam 8 bulan, ditemukan 40 kecelakaan bus terguling di Hungaria,

Eropa. Itulah mengapa publik Eropa menganggap serius masalah ini.

Gambar 2.1 Kecelakaan bus terguling

Pada tahun 1986, ECE (Economic Comission of Europe) membuat suatu standar

keamanan terhadap bus yang disebut ECE R66. ECE R66 adalah standar yang dibuat untuk

melindungi penumpang bus dari kecelakaan bus terguling. Standar ECE R66 ini mulai

5

Page 6: draft TA (1)

diimplementasikan pada publik Eropa pada tahun 1990 dan hanya bisa diaplikasikan pada bus

single deck (lantai satu) yang minimal mengangkut 16 penumpang. Untuk memenuhi standar ini

dilakukanlah Rollover test, yaitu simulasi bus terguling yang dilakukan oleh manusia agar

korban kecelakaan dalam bus terguling dapat diminimalisir.

Gambar 2.2 Rollover Test pada bus

Gambar 2.3 Area aman pada penumpang bus terguling pada standar ECE R66 ditunjukkan oleh batas

zona biru

6

Page 7: draft TA (1)

Rollover test secara fisik pada bus memerlukan biaya yang besar. Ada beberapa cara

untuk memperoleh standar ECE R66 yaitu:

1. Rollover test dengan skala sesungguhnya pada seluruh bus.

2. Rollover test hanya pada segmen struktur rangka.

3. Rollover test dengan tes Pendulum

4. Rollover test dengan menggunakan analisis simulasi numeric dan pengetesan

komponen.

Cara yang paling lazim digunakan pada negara berkembang adalah cara nomor 4 yaitu

Rollover test dengan menggunakan analisis simulasi numerik. Salah satu cara yang digunakan

dalam cara nomor 4 adalah analisis simulasi numerik dengan menggunakan metode elemen

hingga. Metode ini digunakan karena merupakan metode yang paling ekonomis untuk mencapai

standar keamanan ECE R66 tetapi tetap sesuai dengan prosedur yang ada karena analisis

tegangan bisa diperkirakan dengan perangkat lunak yang ada.

2.2 Metode Elemen Hingga

Metode elemen hingga adalah salah satu metode prosedur numerik yang digunakan untuk

memecahkan masalah mekanika kontinum dengan ketelitian yang cukup akurat. Daerah yang

dianalisis dapat mempunyai bentuk, beban, dan kondisi batas yang sembarang. Untuk struktur

yang sederhana, seperti batang aksial, analisis dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan

statika struktur tetapi pada struktur yang kompleks, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan

metode numerik. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil secara cepat dan mendekati keadaan

sebenarnya.

Prinsip dasar dari metode ini adalah membagi–bagi benda kontinum menjadi bagian yang

lebih kecil yang mempunyai bentuk yang sederhana. Pada bagian–bagian tersebut kemudian

dianalisis tegangan dan regangan yang terjadi. Dengan metode ini persoalan yang rumit dapat

dianalisis dengan hasil yang mendekati keadaan sebenarnya. Metode ini disebut dengan analisis

pendekatan karena hasil analisis merupakan pendekatan dari hasil perhitungan keadaan

7

Page 8: draft TA (1)

sebenarnya. Besarnya nilai pendekatan bergantung pada jumlah elemen atau tingkat pendekatan

yang diambil. Metode elemen hingga merupakan perluasan dari metode matriks perpindahan ke

analisis kontinum struktural. Kontinum elastik suatu struktur dapat dibagi menjadi elemen–

elemen diskrit yang saling berhubungan pada titik nodalnya. Kontinuitas tegangan dan

perpindahan pada struktur dapat dicari dari perpindahan titik nodal tersebut.

Struktur diidealisasikan sebagai kontinum asli yang dibagi menjadi elemen–elemen.

Elemen ini dibatasi oleh garis–garis pertemuan dari titik–titik nodal, sehingga diperoleh

kesamaan antar pola perpindahan struktur sebenarnya dengan struktur elemen hingga. Dengan

idealisasi ini, maka apabila ukuran elemen–elemen diskrit diperkecil dan jumlahnya

diperbanyak, maka akan memberikan hasil yang semakin mendekati keadaan sebenarnya.

Pemanfaatan metode elemen hingga dalam dunia teknik adalah untuk menyelesaikan

berbagai masalah dalam bidang struktur antara lain seperti analisis tegangan, analisis regangan,

frekuensi pribadi struktur dan lain sebagainya. Elemen hingga didasarkan pada pemodelan

elemen yang tidak berhingga sehingga elemen dari struktur secara keseluruhan dapat dianalisis.

Dapat dilihat pada Gambar 2. hasil analisis elemen hingga dengan pita warna yang menunjukkan

nilai tegangan atau defleksi yang terjadi pada sebuah struktur.

Gambar 2.4 Hasil analisis elemen hingga

8

Page 9: draft TA (1)

Metode elemen hingga menggunakan beberapa jenis elemen seperti: beam, pelat, solid

dan lainnya. Penggunaan elemen dalam elemen hingga bergantung pada struktur yang akan di-

analisis. Semakin banyak elemen yang dapat didefenisikan dalam model maka semakin

mendekati kenyataan struktur yang akan dianalisis. Pemilihan elemen pada elemen hingga juga

tergantung kebutuhan dan keterbatasan software yang digunakan misalnya suatu pelat yang

berprofil dapat didefenisikan sebagai elemen pelat atau beam.

Persamaan-persamaan yang menyatakan hubungan antara gaya dan perpindahan dalam

metoda ini disusun dalam bentuk matriks, dan langkah penyelesaiannya dilakukan dengan

perkalian matriks, eliminasi Gauss dan reduksi matriks. Untuk langkah pertama diturunkan

hubungan antara gaya dan perpindahan pada tiap elemen, hingga diperoleh persamaan-

persamaan yang dalam bentuk matriks dapat dinyatakan sebagai

dengan [K ε] menyatakan matriks kekakuan dari elemen, disebut sebagai matriks kekakuan lokal,

sedangkan {F} menyatakan vektor beban dalam koordinat local dan {δ}menyatakan vektor

perpindahan dalam koordinat lokal.

Selanjutnya perlu dilakukan trasformasi terhadap matriks tersebut agar diperoleh

hubungan matriks dalam koordinat global. Dengan menurunkan hubungan antara perpindahan

lokal dengan perpindahan global ataupun beban lokal dan beban global akan diperoleh suatu

hubungan yang dalam bentuk matriks disebut matriks transformasi,

dengan{F*} dan {δ*} dalam koordinat global.

Dengan demikian hubungan antara vektor perpindahan dan vektor gaya dalam sistem

koordinat global dapat ditulis sebagai:

9

(2.1)

(2.2)

(2.3)

Page 10: draft TA (1)

Dengan mengetahui hubungan matriks secara global maka persamaan tersebut dapat

diselesaikan, dengan terlebih dahulu menentukan kondisi batasnya. Persamaan tersebut dapat

diselesaikan dengan metode eliminasi gauss maupun dengan cara mereduksi matriks sehingga

diperoleh solusi yang diinginkan.

Prosedur sederhana penyelesaian dengan metode elemen hingga dilakukan menggunakan

matriks yang menyatakan fungsi tegangan, regangan, dan kekakuan dari suatu elemen. Contoh

prosedur penyelesaian suatu masalah statis tak tentu dengan metode elemen hingga dapat

dijelaskan seperti penyelesaian kasus untuk elemen dengan beban gaya aksial (Gambar 2.5

Elemen dengan beban gaya aksial dan elemen beam 2 derajat kebebasan (Gambar 2. seperti

penjelasan berikut.

Gambar 2.5 Elemen dengan beban gaya aksial

Pada elemen dengan beban gaya aksial ditentukan matriks kekakuan dari elemen tersebut.

Berdasarkan matriks kekakuan tersebut maka disusun persamaan antara gaya dengan

displacement yang terjadi.

10

(2.4)

Page 11: draft TA (1)

Gambar 2.6 Elemen beam 2 derajat kebebasan

Untuk elemen beam dengan 2 derajat kebebasan, hubungan antara beban dan defleksi yang

terjadi disajikan dalam Persamaan (2.7).

11

(2.5)

(2.6)

(2.7)

Page 12: draft TA (1)

2.3 Teori Tegangan

Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting dalam merancang

suatu sistem perpipaan. Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang

terjadi pada sistem perpipaan, dan ditetapkan aturan-aturan dalam kode supaya tidak terjadi

tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan. Secara umum teori tegangan

pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori tegangan dalam mekanika. Oleh

sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan analisis tegangan pada sistem perpipaan.

2.3.1 Tegangan dan Regangan

Tegangan terjadi akibat adanya gaya yang bekerja dalam sebuah elemen yang diuraikan

sejajar atau tegak lurus terhadap bidang irisan elemen tersebut. Gaya yang tegak lurus bidang

disebut gaya normal yang menghasilkan tegangan normal. Sementara itu, gaya yang sejajar

bidang disebut gaya geser yang menghasilkan tegangan geser. Keduanya ditunjukkan pada

persamaan berikut:

dan

dengan

= tegangan normal

= tegangan geser

P = gaya normal

V = gaya geser

A = luas penampang.

Gaya luar yang diberikan pada sebuah elemen akan menimbulkan gaya reaksi internal

yang disebut deformasi. Deformasi dapat berupa perubahan geometri maupun dimensi.

12

(2.8)

Page 13: draft TA (1)

Deformasi yang terjadi terhadap satuan panjangnya disebut regangan, yang ditunjukkan pada

persamaan berikut:

.

dengan

= regangan

= panjang sebelum deformasi

= panjang setelah deformasi.

2.3.2 Tegangan Normal Akibat Gaya Aksial

Tegangan normal yang bekerja pada batang lurus akibat gaya aksial akan bernilai

maksimum pada potongan yang tegak lurus terhadap sumbu batang karena potongan ini memiliki

luas permukaan yang lebih kecil daripada potongan-potongan arah lain. Gambar 2. menunjukkan

gaya aksial tarik dan tekan pada suatu batang lurus.

(a) (b)

Gambar 2.7 Tegangan normal akibat gaya aksial; (a) tarik, (b) tekan

2.3.3 Tegangan Geser Akibat Gaya Geser

Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, besarnya tegangan geser akibat gaya

geser tidak sama untuk setiap bagian batang. Besarnya bergantung pada jarak dari sumbu netral.

13

(2.9)

Page 14: draft TA (1)

Tegangan geser terbesar terjadi pada daerah dekat dengan sumbu netral, sebaliknya terkecil

terjadi pada daerah yang berada pada permukaan batang. Gambar 2.8 menunjukkan gaya geser

pada suatu batang lurus.

Gambar 2.8 Tegangan geser akibat gaya geser

Tegangan geser akibat gaya geser dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan keterangan

V = tegangan geser

Q = momen statis pada area

= momen inersia penampang

t = lebar penampang

y = jarak elemen terhadap elemen.

2.3.4 Tegangan Normal Akibat Momen Bending

Tegangan normal pada suatu batang lurus yang mendapat momen bending ditunjukkan

pada Gambar 2.. Berbeda dengan tegangan geser akibat gaya geser, besarnya tegangan normal

akibat momen bending ini akan maksimum pada daerah yang paling jauh dari sumbu netral.

14

(2.10)

Page 15: draft TA (1)

Gambar 2.9 Tegangan normal akibat momen bending

Tegangan normal akibat momen bending (M) dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

σ=−MyI

.

2.3.5 Tegangan Geser Akibat Momen Puntir

Tegangan geser pada suatu batang lurus akibat momen puntir ditunjukkan pada Gambar

2. Tegangan ini akan maksimum pada permukaan yang paling jauh dengan sumbu puntir.

Gambar 2.10 Tegangan normal akibat momen puntir

Tegangan geser akibat momen torsi (T) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

dengan keterangan:

T = momen torsi

c = jarak elemen terhadap sumbu pusat

15

(2.12)

(2.11)

Page 16: draft TA (1)

Ip = momen inersia polar.

2.4 Komponen Tegangan

Dalam tiga dimensi, elemen-elemen tegangan utama dapat digambarkan seperti pada

Gambar 2. dimana diperlihatkan tiga tegangan normal σx, σy, dan σz dan enam tegangan geser

τxy, τyx, τyz, τzy, τzx, dan τxz dalam arah positif. Keadaan tegangan biaksial atau tegangan

bidang ditunjukkan pada Gambar 2. yang seluruhnya ditunjukkan dalam arah positif. Tegangan

tersebut digambarkan dalam bidang xy.

Gambar 2.11 Elemen-elemen tegangan utama

16

Page 17: draft TA (1)

(a) (b)

Gambar 2.12 (a) tegangan biaksial, (b) tegangan pada potongan miring

Jika Gambar 2. (b) dipotong oleh bidang miring dengan sudut Ø terhadap sumbu x seperti

ditunjukkan pada gambar maka dengan menjumlahkan gaya-gaya yang disebabkan oleh semua

komponen tegangan sama dengan nol akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Dengan menurunkan Persamaan 2.14 terhadap Ø dan membuat hasilnya sama dengan nol

akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Tegangan utama dapat diperoleh dengan mensubstitusikan sudut 2Ø pada persamaan 2.13

ke persamaan 2.14 sehingga akan diperoleh persamaan berikut ini:

17

(2.15)

(2.14)

(2.13)

Page 18: draft TA (1)

Notasi

menunjukkan tegangan normal maksimum dan menunjukkan tegangan

normal minimum. Sementara itu, menunjukkan tegangan geser maksimum dan

menunjukkan tegangan geser minimum. Dari persamaan 2.17 dapat dibuat lingkaran Mohr yang

ditunjukkan pada Gambar 2..

Gambar 2.13 Lingkaran Mohr

2.5 Berbagai Teori Kegagalan Statik

Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya

yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain–lain. Agen penyebab kegagalan juga

bermacam–macam seperti misalnya salah design, beban operasional, kesalahan maintenance,

cacat material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain – lain.

18

(2.17)

(2.16)

Page 19: draft TA (1)

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu elemen mesin adalah

beban mekanis. Beban mekanis yang dimaksud adalah beban dalam bentuk gaya, momen,

tekanan, dan beban mekanis lainnya. Kegagalan akibat beban mekanis dapat ditentukan dengan

kondisi dan jenis tegangan yang terjadi pada komposisi mesin.

2.5.1 Teori Energi Distorsi Maksimum (Von Misses – Hencky)

Teori energi distorsi maksimum atau kriteria Von Misses menyatakan bahwa “Kegagalan

diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energi distorsi per unit volume

sama atau lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat terjadinya kegagalan dalam

pengujian tegangan uniaksial sederhana terhadap spesimen dari material yang sama”. Dengan

kata lain suatu titik akan mengalami kegagalan bila energi distorsi yang terjadi melebihi energi

distorsi pada keadaan tegangan uniaksial, teori ini didasarkan pada konsep energi. Dalam

pendekatan energi elastis total dibagi dalam dua bagian yaitu energi elastis yang berhubungan

dengan perubahan volumetrik bahan dan energi elastis yang menyebabkan distorsi (gangguan)

geser.

Perubahan energi regangan ketika balok diberi beban adalah sebanding dengan perubahan

panjang (regangan yang terjadi). Besarnya perubahan energi regangan yang terjadi adalah :

dW =P . d ( ∆ L )……………………..P=k .(∆ L)

W =∫ dW =∫P .d . (∆ L ) ¿∫P/k . dP=¿ 12

P1(∆ L)¿ (2.18)

Besarnya energi regangan per satuan volume dapat dinyatakan :

wAoLo

=12

P1

Ao∆ LLo

E=12

σ ε (2.19)

Dengan keterangan

19

Page 20: draft TA (1)

E = energi regangan persatuan volume

σ = tegangan (N/m2)

ε = regangan.

Dalam criteria Von Misses, energi regangan merupakan gabungan dari energi distorsi dan

energi volume. Energi distorsi menyebabkan deformasi yang berupa distorsi sedangkan energi

volume adalah energi yang menyebabkan perubahan volume. Bila suatu titik mengalami keadaan

tegangan utama σ 1, σ2 ,dan σ 3 maka hubungan energy regangan, energi distorsi, dan energi

volume adalah:

Energi regangan = energi distorsi + energi volume.

Teori energi distorsi memprediksi bahwa kegagalan akan terjadi ketika energi distorsi

dalam unit volume sama dengan energy distorsi dalam volume yang sama ketika terjadi

kegagalan uji tarik.

Teori kegagalan energi distorsi maksimum dalam dua dimensi dapat direpresentasikan

dalam grafik di bawah ini

.

20

(2.20)

Page 21: draft TA (1)

Gambar 2.14 Grafik representasi energy distorsi dalam keadaan tegangan 2 dimensi

2.5.2 Teori Tegangan Normal Maksimum (TTNM)

Teori tegangan normal maksimum paling baik diterapkan pada material yang bersifat

getas. Teori ini menyatakan bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan

multiaksial jika tegangan utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan normal

maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang

menggunakan spesimen dengan material yang sama”.. Bila suatu titik mengalami pembebanan

dengan tegangan utama σ1, σ2, dan σ3 maka material akan luluh bila:

atau

atau

Untuk tegangan normal negatif atau tegangan tekan, kriteria luluh menurut teori tegangan normal maksimum adalah:

21

(2.24)

(2.23)

(2.21)

(2.22)

Page 22: draft TA (1)

atau

atau

Kriteria luluh tersebut dapat ditampilkan dalam grafik representasi tegangan normal maksimum pada Gambar 2. di bawah ini.

Gambar 2.15 Grafik representasi teori tegangan normal maksimum

2.5.3 Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM)

Formula kriteria tegangan geser maksimum dipublikasikan oleh Tresca (1864) dan Guest

(1990), sehingga teori ini sering disebut teori Tresca atau Guest Law. Teori ini menyatakan

bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multi aksial jika nilai tegangan

geser maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan geser maksimum pada saat

terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan

spesimen dengan material yang sama”. Kriteria kegagalan ini digunakan pada material ulet.

Untuk kasus pembebeanan tarik, tegangan normal yang terjadi hanya pada satu arah. Menurut

teori tegangan geser maksimum elemen tersebut akan mengalami kegagalan pada:

Untuk kasus tegangan normal dua arah:

22(2.28)

(2.27)

(2.26)

(2.25)

Page 23: draft TA (1)

Untuk kasus tegangan normal 3 dimensi, tegangan geser yang terjadi:

; ;

Persamaan di atas menunjukkan kegagalan akan terjadi ketika salah satu dari ketiga tegangan geser tersebut mencapai nilai maksimum.

Gambar 2.16 Grafik representasi teori tegangan geser maksimum

2.5.4 Pemilihan Teori Kegagalan

Untuk material ulet. Bahan chassis bus contohnya, kriteria kegagalan Tegangan Von

Misses lebih akurat dibandingkan TTGM. Oleh karena itu tegangan von misses cenderung

digunakan pada analisis tegangan untuk kepentingan komersial serta kode elemen hingga untuk

mendapatkan profil tegangan. Namun, TTGM sering digunakan karena lebih konservatif dalam

memprediksikan kegagalan pada beban yang lebih rendah dibandingkan teori energi distorsi atau

teori tegangan Von Misses.

23

(2.29)

Page 24: draft TA (1)

2.6 Heat Affected Zone

Salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam menyambung beberapa parts

suatu kendaraan adalah dengan metode pengelasan. Pengelasan adalah suatu proses

penyambungan dan fabrikasi yang menghubungkan beberapa barang, material barang yang dilas

biasanya adalah logam, atau thermoplastic. Pengelasan dapat dijelaskan secara sederhana yaitu

proses melelehkan benda hingga suatu titik leleh tertentu lalu menggabungkannya dengan filler

yang sudah dipanaskan dan menjadi cairan. Keduanya menjadi satu benda yang sama saat

didinginkan. Pengelasan dapat menggunakan api gas, busur listrik, laser, sinar elektron, gesekan,

dan USG sebagai sumber energi untuk membuat benda las.

Saat mencairkan filler dan benda kerja, temperatur yang digunakan harus tinggi agar

benda kerja dan filler bisa menyatu. Temperatur yang digunakan harus mencapai titik leleh

keduanya agar hasil lasan bisa lebih kuat. Material filler akan membentuk sambungan perpaduan

dengan benda kerja. Karena peristiwa itu, daerah yang berdekatan dengan hasil lasan akan

mengalami perubahan struktur mikro dan perubahan sifat material. Daerah ini biasa disebut

dengan Heat Affected Zone atau biasa disingkat HAZ.

Gambar 2.17 Lokasi HAZ pada hasil lasan.

Jika benda kerja pada kondisi awal di temperatur rendah, HAZ akan mengalami

rekristalisasi dan pertumbuhan butir yang akan mengurangi kekuatan, kekerasan, dan

ketangguhannya. Persebaran material yang tinggi, serta bahan yang mempunyai laju pendinginan

besar akan menghasilkan HAZ yang relatif kecil. Sebaliknya, untuk memperoleh HAZ yang besar

adalah dengan material yang tidak gampang menyebar, akan menyebabkan pendinginan yang

ada menjadi lebih lambat dan HAZ yang lebih besar. Dengan kata lain, semakin jauh dari arus

panas dan semakin lama pendinginan maka daerah HAZ tersebut akan memiliki kekuatan yang

lebih lemah dibandingkan dengan benda kerja yang dilas.

24

Page 25: draft TA (1)

Gambar 2.18 Semakin jauh dari arus panas (heat flow) maka HAZ akan memiliki kekuatan lebih kecil

2.7 Deformasi dan Plastic Hinge

2.7.1 Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis

Deformasi adalah perubahan bentuk, dimensi, dan posisi dari suatu material. Ada dua

macam deformasi, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah

deformasi yang tidak permanen, setelah beban diberikan benda masih bisa kembali ke bentuk

semula. Sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang permanen, tidak bisa dikembalikan

ke bentuk semula setelah beban diberikan. Biasanya, deformasi plastis dibarengi dengan

perpindahan posisi (displacement) pada struktur atom benda.

Pada beberapa material logam, deformasi elastis hanya bisa dilakukan hingga peregangan

0.005. Setelah titik itu, maka tegangan tidak lagi proporsional terhadap regangan. Hal itu

tercantum dalam hukum Hooke pada persamaan hubungan tegangan dengan regangan berikut:

σ=E∈. (2.30)

Keterangan:

σ = Tegangan

E = Modulus elastisitas (Modulus Young)

∈ = Regangan.

25

Page 26: draft TA (1)

Transisi dari deformasi elastis menuju deformasi plastis biasa dinamakan yield strength.

Setelah deformasi plastis, bila beban ditambah terus menerus maka benda akan mengalami patah

(fracture).

Gambar 2.19 Posisi deformasi elastis dan plastis pada grafik tegangan – regangan

2.7.2 Plastic Hinge

Apabila sebuah struktur diberikan beban impak pada jumlah tertentu, maka pada sebagian

area akan terjadi deformasi plastis yang terkonsentrasi pada skala besar. Pada area tersebut,

terjadi yang disebut local buckling, atau fenomena tertekuk, dan karena deformasi, bagian

tersebut menyerap energi kinetik. Bagian tersebut biasa disebut dengan Plastic Zone. Plastic

Zone yang ada pada sambungan struktur biasa disebut dengan plastic hinge. Pada perpindahan

tiba–tiba dari deformasi elastis ke deformasi plastis, akan muncul sebuah momen. Momen ini

dinamakan momen plastis (Mp). Setelah Mp tercapai, maka akan terbentuk plastic hinge, seperti

pada gambar 2.20.

26

Page 27: draft TA (1)

Gambar 2.20 Terbentuknya Plastic Hinge

27