dr lukman m baga 18 - fem.ipb.ac.id · dr jaenal effendi dr asep nurhalim salahuddin el ayyubi deni...

2
18 KAMIS, 26 OKTOBER 2017 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Rubrik ini terselenggara atas kerjasama Harian Republika dengan Departemen Ilmu Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Prof Dr Yusman Syaukat Prof Dr Muhammad Firdaus Dr Lukman M Baga Dr Irfan Syauqi Beik Dr Jaenal Effendi Dr Asep Nurhalim Salahuddin El Ayyubi Deni Lubis S alah satu tren positif yang terus dibangun oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) adalah mengembangkan instrumen yang dijadikan sebagai alat ukur pengelolaan zakat nasional. Setelah sukses meluncurkan Indeks Zakat Nasional (IZN), sebagai alat ukur resmi pengelolaan zakat pertama di dunia, maka pada Rapat Koordinasi Zakat Nasional 2017 yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 4-6 Oktober lalu, para peserta rapat, yang terdiri dari unsur Baznas Pusat, Baznas Provinsi, Baznas Kabupaten/Kota dan LAZ, bersepakat untuk meng- gunakan alat ukur tambahan dalam pengelolaan zakat, yaitu IDZ (Indeks Desa Zakat). IDZ ini diluncurkan sebagai upaya Baznas untuk memperkuat kualitas penyaluran zakat, ter- utama pada program yang bersifat pemberdayaan, yaitu Zakat Community Development (ZCD). ZCD adalah program yang berorientasi pada upaya pembangunan masyarakat dengan desa sebagai ujung tombak perubahan. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa kemajuan suatu desa akan sangat memengaruhi kemajuan suatu bangsa, karena desa yang berdaya adalah pilar penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Saking pentingnya memajukan desa ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, telah mengem- bangkan Indeks Desa Membangun (IDM) pada tahun 2015, setelah sebelumnya Bappenas dan BPS menyusun Indeks Pembangunan Desa (IPD) pada tahun 2014. Salah satu negara yang telah berhasil menjadi negara maju melalui pembangunan pedesaan secara intensif dan dapat dijadikan sebagai referensi adalah Korea Selatan. Korea Selatan telah membuktikan, melalui konsep Saemaul Undong mereka berhasil menjadi negara yang maju dan kuat. Saemaul Undong adalah satu kebijakan dan gerakan perubahan yang mereformasi kehidupan desa agar lebih berdaya dan maju. Saemaul Undong ini diluncurkan secara resmi pada tanggal 22 April 1970 oleh Pemerintah Korsel, dan sejak saat itu pembangunan berbasis desa sangat gencar dilakukan oleh Korea Selatan. Hasilnya, berdasarkan data Bank Dunia, PDB per kapita negeri ginseng tersebut tahun 2016 telah mencapai angka USD 25,5 ribu, meningkat pesat dari PDB per kapita mereka tahun 1970 yang hanya mencapai angka USD 279,13 dolar. Suatu pening- katan sebesar 90 kali lipat dalam kurun waktu 46 tahun. Berbeda dengan Indonesia, yang PDB per kapitanya hanya meningkat 48 kali lipat, dari USD 79.69 menjadi USD 3.974,10, pada kurun waktu yang sama. Saemaul Undong memiliki peran yang sangat strategis dalam menciptakan kemajuan dan lompatan pembangunan di Korea Selatan. Peran zakat Untuk mengejar ketertinggalan dari Korea Selatan dan negara-negara lain yang telah lebih dahulu maju, maka peran seluruh komponen bangsa termasuk Baznas dan LAZ menjadi sangat penting. Dalam kerangka inilah, ikhtiar Baznas melalui program ZCD menjadi sangat strategis. Dengan segala keterbatasan dana zakat yang ada, Baznas menargetkan dapat mengembangkan program ZCD ini di 121 titik desa percontohan seluruh Indonesia pada tahun 2018. Harapannya, Baznas daerah dapat menduplikasi program ZCD ini ke desa-desa yang lain, yang jumlahnya sekitar 74 ribu desa di seluruh tanah air, bekerjasama dengan Kemendes, Pemda, dan instansi pemerin- tah lainnya. Meski tidak mudah, namun perlu untuk terus didorong dan dikembangkan. Dalam kerangka inilah, maka keberadaan Indeks Desa Zakat ini menjadi sangat penting. IDZ didesain untuk memberikan panduan mengenai desa-desa mana saja yang mendapat prioritas utama untuk dibantu, dan program-program apa saja yang perlu dilakukan pertama kali di desa yang dibantu tersebut, yang dapat menstimulasi pengembangan desa secara berkelanjutan. IDZ yang dihasilkan oleh Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas ini merupakan instrumen yang sangat berorientasi pada proses pemberdayaan zakat di tingkat desa. Sebagai instrumen berbasis proses, diharapkan IDZ dapat meningkatkan kuali- tas program penyaluran Baznas dan LAZ sehingga nilai Indeks Zakat Nasional (IZN) dapat meningkat, khususnya dari sisi dampak zakat terhadap kehidu- pan mustahik. Secara umum IDZ ini adalah multi-stage weighted index, yang terdiri atas lima dimensi utama, yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan kemanusiaan, dan dakwah. Karena sifat- nya sebagai multi-stage index, maka setiap dimensi dapat diukur indeksnya secara tersendiri, sehingga dapat dihitung indeks pendidikan, indeks ekonomi, maupun indeks dimensi lainnya secara terpisah. Dari kelima dimensi ini, diturunkan kembali menjadi 15 variabel dan 39 indikator. IDZ ini pada dasarnya tidak bertentangan secara prinsipil dengan IPD dan IDM yang telah ada dan digunakan pemerintah, meski ada perbedaan dari sisi metodologi. IDZ melengkapi apa yang telah ada pada IPD dan IDM, dengan menambahkan dimensi yang dapat mengakomodasi karakteristik khusus zakat, yang antara lain tercermin dalam dimensi dakwah. Penulis berharap keberadaan IDZ ini dapat mendorong kontribusi signifikan dunia perzakatan dalam pembangunan desa sehingga masyarakat desa bisa semakin berkembang dan sejahtera. Wallaahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB IDZ dan Penguatan Zakat TSAQOFI P rogram ZCD (Zakat Com- munity Development) adalah program yang diini- siasi oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dalam memberdayakan masya- rakat dengan menyasar komunitas mus- tahik yang hidup di desa-desa yang ter- tinggal kesejahteraannya, maupun sarana dan prasarananya. Dengan memberikan bantuan zakat berbasis produktif kepada komunitas maka diharapkan komunitas mustahik ini dapat saling bahu-mem- bahu dalam memanfaatkan dana yang dikelola untuk membantu usaha yang telah dijalankan oleh mereka, seperti bertani, berkebun, berdagang, dan lain- lain. Sehingga, diharapkan kesejahteraan mereka akan meningkat dan tidak hanya dari sisi material, tetapi juga pendidikan, kesehatan, dan spiritual pun ikut me- ningkat. Di dalam eksekusi program tersebut, tentunya harus ada penilaian di awal untuk menentukan komunitas di suatu desa tepat untuk diberikan program pem- berdayaan oleh Baznas. Kemudian di- perlukan juga adanya pengukuran hasil dari dijalankannya program tersebut. Identifikasi di awal ini sangat penting agar Baznas mengetahui jumlah mus- tahik, program apa saja yang mereka bu- tuhkan, potensi yang dimiliki desa tem- pat dimana mereka tinggal, sarana dan prasarana yang kurang atau tidak terse- dia, dan lain-lain. Kemudian program yang dirancang oleh Baznas pun harus sesuai dengan pengetahuan dan skill mustahik agar dana yang disalurkan da- pat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mereka. Lalu pada tahap evaluasi, Baznas akan mengetahui sejauh mana dampak dari program tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dibutuhkan standar alat ukur yang dapat diandalkan dan dapat diimplemen- tasikan. Beberapa alat ukur yang terkait di Indonesia sebenarnya telah dikeluar- kan, yaitu Indeks Pembangunan Desa yang dibuat oleh Bappenas dan BPS (2014) dan Indeks Desa Membangun yang dibuat oleh Kementerian Desa (2015). Kedua indeks ini dibuat dengan semangat yang sama yaitu karena adanya urgensi yang tertuang di dalam RPJMN 2015-2019 tentang pembangunan desa bahwa target dalam lima tahun ke depan jumlah desa tertinggal dapat dikurangi sebanyak 5.000 desa dan menaikkan jumlah desa mandiri sebanyak 2.000 de- sa di tahun 2019. Akan tetapi, kedua in- deks ini memiliki perbedaan dari segi me- todologi dan juga skor indeks penilaian. Dalam menentukan indeks yang tepat untuk digunakan oleh Baznas dalam menjalankan program ZCD, maka Baznas merasa perlu untuk membuat alat ukur tersendiri yang sesuai dengan visi dan misinya dan juga nilai-nilai Islam. Atas dasar ini, Baznas melalui Pusat Kajian Strategisnya menyusun Indeks Desa Zakat. Indeks ini dapat juga digunakan oleh Baznas baik di tingkat provinsi hingga Baznas kabupaten/kota serta LAZ resmi yang ada. IDZ berfungsi untuk menilai program baik sebelum, pada saat program ber- langsung, hingga pascaprogram. Selain itu IDZ juga dapat menilai apakah sebuah desa layak atau tidak untuk dibantu dan kesesuaian kebutuhan program yang tepat bagi desa tersebut. Penilaian IDZ menjadi penting untuk menjadikan data sebagai basis kebijakan di dalam mema- jukan zakat di masa mendatang, dan mensejahterakan mustahik. Selain itu, IDZ juga digunakan untuk melihat proses perjalanan program ZCD agar lebih efektif, relevan dan terukur di dalam pelaksanaannya. Termasuk juga memberikan panduan untuk menentukan program produktif apa yang tepat untuk masing-masing desa jika layak dibantu. Penyusunan IDZ ini didesain sebagai process-oriented index sementara IZN (Indeks Zakat Nasional) didesain sebagai outcome and impact – oriented index. Sehingga IDZ berfungsi sebagai panduan bagi program kegiatan Zakat Community Development/program penyaluran za- kat berbasis komunitas (wilayah), yang hasilnya diharapkan akan meningkatkan nilai IZN, terutama dari sisi dampak ter- hadap mustahik. Komponen yang terdapat di dalam IDZ ini terdiri atas lima dimensi yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan kemanusiaan, dan dakwah. Dari masing-masing dimensi diturunkan lagi menjadi 15 variabel dan 39 indikator dengan bobot kontribusinya. Sementara penilaiannya terdiri dari lima kriteria berkisar antara 0 dan 1. Semakin nilai IDZ mendekati 1 maka desa tersebut se- makin tidak diprioritaskan untuk di- bantu. Sebaliknya, semakin IDZ mende- kati 0 maka desa tersebut semakin di- prioritaskan untuk dibantu. Hasil uji coba Untuk mengukur Indeks Desa Zakat perlu dilakukan dua metode utama yaitu review dokumen dan interview kepada tokoh-tokoh kunci di Desa. Pada tahap uji coba implementasi IDZ ini telah di- pilih tiga titik, yaitu: 1) Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, 2) Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, dan 3) Kelurahan Buring, Kecamatan Kedung- kandang, Kotamadya Malang. Pemilihan terhadap 3 titik didasarkan pada kategori area pedesaan, perkotaan, pra program, dan program yang sedang berjalan. Dari Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa Indeks Desa Zakat yang sudah diujicobakan di tiga desa tersebut memi- liki nilai indeks yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor indeks Desa Se- canggang sebesar 0,51, Desa Selotong se- besar 0,53, dan Kelurahan Buring sebesar 0,59. Angka indeks tersebut berada pada skor antara 0,41 – 0,60 yang berarti ke- tiga desa tersebut “dapat dipertimbang- kan untuk dibantu”. Oleh karena itu, berdasarkan analisa yang telah dilakukan Desa Secanggang diketahui memiliki dimensi ekonomi dengan nilai indeks tertinggi yaitu 0,76 dan dimensi kesehatan dengan nilai indeks terendah sebesar 0,47. Dengan demikian Baznas perlu mempertim- bangkan lagi bentuk penyaluran bantuan di desa tersebut karena nilai indeks vari- abel dimensi ekonomi berada pada skala (0,61 – 0,80) yang berarti kurang dipri- oritaskan untuk dibantu dan keempat variabel lainnya masing-masing memiliki nilai indeks yang berada pada skala (0,41 - 0,60) yang berarti dapat dipertim- bangkan untuk dibantu. Sementara di Desa Selotong diketahui hasil indeks vari- abelnya bahwa dimensi ekonomi memi- liki nilai indeks terendah yaitu 0,31 se- hingga pada evaluasi selanjutnya Baznas diharapkan perlu memperkuat program bantuan yang sudah berjalan. Sementara keempat dimensi lainnya memiliki skor antara (0,61 – 0,80) yang berarti kurang diprioritaskan untuk dibantu. Dari hasil indeks variabelnya, Kelu- rahan Buring memiliki dimensi ekonomi dengan nilai terendah sebesar 0,26 disu- sul dengan dimensi kesehatan dengan nilai sebesar 0,31 dan dimensi sosial de- ngan nilai sebesar 0,37. Angka ini berada pada skala (0,21 – 0,40) yang berarti Baz- nas perlu memprioritaskan penyaluran bantuan pada ketiga dimensi tersebut. Dimensi pendidikan dan dimensi dakwah memiliki nilai masing-masing sebesar 0,81 dan 0,83 yang berada pada skala (0,81 – 1,00) yang berarti kedua dimensi ini tidak diprioritaskan untuk dibantu. Dari uji coba implementasi IDZ terse- but maka diperlukan keseriusan Baznas untuk meningkatkan kinerjanya khusus- nya di dalam penentuan desa layak zakat, dan pada dimensi serta variabel yang lebih tepat lagi. Harapannya, IDZ juga dapat menjadi referensi bahkan menjadi alat yang digunakan oleh organisasi pen- gelola zakat secara lebih luas. Wallahu a’lam. Dr M Soleh Nurzaman Wakil Direktur I Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas Ninik Annisa Peneliti Senior Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas Implementasi Indeks Desa Zakat dalam Program ZCD Baznas WIHDAN HIDAYAT/REPUBLIKA GAMBAR 1. UJICOBA INDEKS DESA ZAKAT DI 3 WILAYAH

Upload: vuhanh

Post on 07-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dr Lukman M Baga 18 - fem.ipb.ac.id · Dr Jaenal Effendi Dr Asep Nurhalim Salahuddin El Ayyubi Deni Lubis S alah satu tren positif yang terus dibangun oleh Badan Amil Zakat Nasional

18 KAMIS, 26 OKTOBER 2017JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Rubrik ini terselenggaraatas kerjasama HarianRepublika denganDepartemen Ilmu EkonomiSyariah, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Prof Dr Yusman SyaukatProf Dr Muhammad FirdausDr Lukman M BagaDr Irfan Syauqi BeikDr Jaenal EffendiDr Asep NurhalimSalahuddin El AyyubiDeni Lubis

Salah satu tren positif yang terus dibangunoleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)adalah mengembangkan instrumen yangdijadikan sebagai alat ukur pengelolaan

zakat nasional. Setelah sukses meluncurkanIndeks Zakat Nasional (IZN), sebagai alat ukurresmi pengelolaan zakat pertama di dunia, makapada Rapat Koordinasi Zakat Nasional 2017 yangdilaksanakan di Jakarta pada tanggal 4-6 Oktoberlalu, para peserta rapat, yang terdiri dari unsurBaznas Pusat, Baznas Provinsi, BaznasKabupaten/Kota dan LAZ, bersepakat untuk meng-gunakan alat ukur tambahan dalam pengelolaanzakat, yaitu IDZ (Indeks Desa Zakat).

IDZ ini diluncurkan sebagai upaya Baznasuntuk memperkuat kualitas penyaluran zakat, ter -utama pada program yang bersifat pemberdayaan,yaitu Zakat Community Development (ZCD). ZCDadalah program yang berorientasi pada upayapembangunan masyarakat dengan desa sebagaiujung tombak perubahan. Hal ini didasarkan padakeya kin an bahwa kemajuan suatu desa akansangat memengaruhi kemajuan suatu bangsa,karena desa yang berdaya adalah pilar pentingdalam menunjang keberhasilan pembangunannasional.

Saking pentingnya memajukan desa ini,Kementerian Desa, Pembangunan DaerahTertinggal dan Transmigrasi, telah mengem-bangkan Indeks Desa Membangun (IDM) padatahun 2015, setelah sebelumnya Bappenas danBPS menyusun Indeks Pembangunan Desa (IPD)pada tahun 2014. Salah satu negara yang telahberhasil menjadi negara maju melaluipembangun an pedesaan secara intensif dan dapatdijadikan sebagai referensi adalah Korea Selatan.

Korea Selatan telah membuktikan, melaluikonsep Saemaul Undong mereka berhasil menjadi

negara yang maju dan kuat. Saemaul Undongadalah satu kebijakan dan gerakan perubahan yangmereformasi kehidupan desa agar lebih berdayadan maju. Saemaul Undong ini diluncurkan secararesmi pada tanggal 22 April 1970 oleh PemerintahKorsel, dan sejak saat itu pembangunan berbasisdesa sangat gencar dilakukan oleh Korea Selatan.

Hasilnya, berdasarkan data Bank Dunia, PDBper kapita negeri ginseng tersebut tahun 2016 telahmencapai angka USD 25,5 ribu, meningkat pesatdari PDB per kapita mereka tahun 1970 yang hanyamencapai angka USD 279,13 dolar. Suatu pening -katan sebesar 90 kali lipat dalam kurun waktu 46tahun. Berbeda dengan Indonesia, yang PDB perkapitanya hanya meningkat 48 kali lipat, dari USD79.69 menjadi USD 3.974,10, pada kurun waktuyang sama. Saemaul Undong memiliki peran yangsangat strategis dalam menciptakan kemajuan danlompatan pembangunan di Korea Selatan.

Peran zakatUntuk mengejar ketertinggalan dari Korea

Selatan dan negara-negara lain yang telah lebihdahulu maju, maka peran seluruh komponenbangsa termasuk Baznas dan LAZ menjadi sangatpenting. Dalam kerangka inilah, ikhtiar Baznasmelalui program ZCD menjadi sangat strategis.Dengan segala keterbatasan dana zakat yang ada,Baznas menargetkan dapat mengembangkanprogram ZCD ini di 121 titik desa percontohanseluruh Indonesia pada tahun 2018. Harapannya,Baznas daerah dapat menduplikasi program ZCDini ke desa-desa yang lain, yang jumlahnya sekitar74 ribu desa di seluruh tanah air, bekerjasamadengan Kemendes, Pemda, dan instansi pemerin-tah lainnya. Meski tidak mudah, namun perlu untukterus didorong dan dikembangkan.

Dalam kerangka inilah, maka keberadaan

Indeks Desa Zakat ini menjadi sangat penting. IDZdidesain untuk memberikan panduan mengenaidesa-desa mana saja yang mendapat prioritasutama untuk dibantu, dan program-program apasaja yang perlu dilakukan pertama kali di desa yangdibantu tersebut, yang dapat menstimulasipengembangan desa secara berkelanjutan.

IDZ yang dihasilkan oleh Pusat Kajian Strategis(Puskas) Baznas ini merupakan instrumen yangsangat berorientasi pada proses pemberdayaanzakat di tingkat desa. Sebagai instrumen berbasisproses, diharapkan IDZ dapat meningkatkan kuali-tas program penyaluran Baznas dan LAZ sehingganilai Indeks Zakat Nasional (IZN) dapat meningkat,khususnya dari sisi dampak zakat terhadap kehidu-pan mustahik.

Secara umum IDZ ini adalah multi-stageweighted index, yang terdiri atas lima dimensiutama, yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan,sosial dan kemanusiaan, dan dakwah. Karena sifat-nya sebagai multi-stage index, maka setiapdimensi dapat diukur indeksnya secara tersendiri,sehingga dapat dihitung indeks pendidikan, indeksekonomi, maupun indeks dimensi lainnya secaraterpisah. Dari kelima dimensi ini, diturunkankembali menjadi 15 variabel dan 39 indikator.

IDZ ini pada dasarnya tidak bertentangansecara prinsipil dengan IPD dan IDM yang telah adadan digunakan pemerintah, meski ada perbedaandari sisi metodologi. IDZ melengkapi apa yang telahada pada IPD dan IDM, dengan menambahkandimensi yang dapat mengakomodasi karakteristikkhusus zakat, yang antara lain tercermin dalamdimensi dakwah. Penulis berharap keberadaan IDZini dapat mendorong kontribusi signifikan duniaperzakatan dalam pembangunan desa sehinggamasyarakat desa bisa semakin berkembang dansejahtera. Wallaahu a’lam. ■

Dr Irfan Syauqi BeikKepala Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

IDZ danPenguatan

Zakat

TSAQOFI

Program ZCD (Zakat Com -mu nity Development)adalah program yang di ini -siasi oleh Badan Amil ZakatNasional (Baz nas) dalammemberdayakan masya -

rakat dengan menyasar komunitas mus-tahik yang hidup di desa-desa yang ter -tinggal kesejahteraannya, maupun saranadan prasarananya. De ngan memberikanbantuan zakat berbasis produktif kepadakomunitas maka diharapkan komunitasmustahik ini dapat saling bahu-mem -bahu dalam memanfaatkan dana yangdikelola untuk membantu usaha yangtelah dijalan kan oleh mereka, sepertibertani, berkebun, berdagang, dan lain-lain. Sehingga, diharapkan kesejahteraanmereka akan meningkat dan tidak hanyadari sisi material, tetapi juga pendidikan,kesehatan, dan spiritual pun ikut me -ningkat.

Di dalam eksekusi program tersebut,tentunya harus ada penilaian di awaluntuk menentukan komunitas di suatudesa tepat untuk diberikan program pem-berdayaan oleh Baznas. Kemudian di -perlukan juga adanya pengukuran hasildari dijalankannya program tersebut.Identifikasi di awal ini sangat pentingagar Baznas mengetahui jumlah mus-tahik, program apa saja yang mereka bu -tuhkan, potensi yang dimiliki desa tem -pat dimana mereka tinggal, sarana danprasarana yang kurang atau tidak terse-dia, dan lain-lain. Kemudian programyang dirancang oleh Baznas pun harussesuai dengan pengetahuan dan skillmustahik agar dana yang disalurkan da -pat dimanfaatkan sebaik-baiknya olehme reka. Lalu pada tahap evaluasi, Baznasakan mengetahui sejauh mana dampakdari program tersebut.

Untuk mewujudkan hal tersebut,maka dibutuhkan standar alat ukur yangdapat diandalkan dan dapat diimplemen-tasikan. Beberapa alat ukur yang terkaitdi Indonesia sebenarnya telah dikeluar -kan, yaitu Indeks Pembangunan Desayang dibuat oleh Bappenas dan BPS

(2014) dan Indeks Desa Membangunyang dibuat oleh Kementerian Desa(2015). Kedua indeks ini dibuat dengansemangat yang sama yaitu karena adanyaurgensi yang tertuang di dalam RPJMN2015-2019 tentang pembangunan desabahwa target dalam lima tahun ke depanjumlah desa tertinggal dapat dikurangisebanyak 5.000 desa dan menaikkanjum lah desa mandiri sebanyak 2.000 de -sa di tahun 2019. Akan tetapi, kedua in -deks ini memiliki perbedaan dari segi me -to dologi dan juga skor indeks penilaian.

Dalam menentukan indeks yang tepatuntuk digunakan oleh Baznas dalammenjalankan program ZCD, maka Baznasmerasa perlu untuk membuat alat ukurtersendiri yang sesuai dengan visi danmisinya dan juga nilai-nilai Islam. Atasdasar ini, Baznas melalui Pusat KajianStrategisnya menyusun Indeks DesaZakat. Indeks ini dapat juga digunakanoleh Baznas baik di tingkat provinsihingga Baznas kabupaten/kota serta LAZresmi yang ada.

IDZ berfungsi untuk menilai programbaik sebelum, pada saat program ber -lang sung, hingga pascaprogram. Selain

itu IDZ juga dapat menilai apakah sebuahdesa layak atau tidak untuk dibantu dankesesuaian kebutuhan program yangtepat bagi desa tersebut. Penilaian IDZmenjadi penting untuk menjadikan datasebagai basis kebijakan di dalam mema-jukan zakat di masa mendatang, danmen sejahterakan mustahik.

Selain itu, IDZ juga digunakan untukmelihat proses perjalanan program ZCDagar lebih efektif, relevan dan terukur didalam pelaksanaannya. Termasuk jugamemberikan panduan untuk menentukanprogram produktif apa yang tepat untukmasing-masing desa jika layak dibantu.

Penyusunan IDZ ini didesain sebagaiprocess-oriented index sementara IZN(Indeks Zakat Nasional) didesain sebagaioutcome and impact – oriented index.Sehingga IDZ berfungsi sebagai panduanbagi program kegiatan Zakat CommunityDevelopment/program penyaluran za -kat berbasis komunitas (wilayah), yanghasilnya diharapkan akan meningkatkannilai IZN, terutama dari sisi dampak ter-hadap mustahik.

Komponen yang terdapat di dalamIDZ ini terdiri atas lima dimensi yaitu

ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosialdan kemanusiaan, dan dakwah. Darimasing-masing dimensi diturunkan lagimenjadi 15 variabel dan 39 indikatordengan bobot kontribusinya. Sementarapenilaiannya terdiri dari lima kriteriaberkisar antara 0 dan 1. Semakin nilaiIDZ mendekati 1 maka desa tersebut se -makin tidak diprioritaskan untuk di -bantu. Sebaliknya, semakin IDZ men de -kati 0 maka desa tersebut semakin di -prioritaskan untuk dibantu.

Hasil uji cobaUntuk mengukur Indeks Desa Zakat

perlu dilakukan dua metode utama yaitureview dokumen dan interview kepadatokoh-tokoh kunci di Desa. Pada tahapuji coba implementasi IDZ ini telah di -pilih tiga titik, yaitu: 1) Desa Secang gang,Kecamatan Secanggang, KabupatenLangkat, 2) Desa Selotong, KecamatanSecanggang, Kabupaten Langkat, dan 3)Kelurahan Buring, Kecamatan Kedung -kandang, Kotamadya Malang. Pemilihanterhadap 3 titik didasarkan pada kategoriarea pedesaan, perkotaan, pra program,dan program yang sedang berjalan.

Dari Gambar 1 dapat disimpulkanbahwa Indeks Desa Zakat yang sudahdiujicobakan di tiga desa tersebut memi-liki nilai indeks yang cukup baik. Hal iniditunjukkan oleh skor indeks Desa Se -canggang sebesar 0,51, Desa Selotong se -besar 0,53, dan Kelurahan Buring sebesar0,59. Angka indeks tersebut berada padaskor antara 0,41 – 0,60 yang berarti ke -tiga desa tersebut “dapat dipertimbang -kan untuk dibantu”.

Oleh karena itu, berdasarkan analisayang telah dilakukan Desa Secanggangdiketahui memiliki dimensi ekonomidengan nilai indeks tertinggi yaitu 0,76dan dimensi kesehatan dengan nilaiindeks terendah sebesar 0,47. Dengandemikian Baznas perlu mempertim-bangkan lagi bentuk penyaluran bantuandi desa tersebut karena nilai indeks vari-abel dimensi ekonomi berada pada skala(0,61 – 0,80) yang berarti kurang dipri-oritaskan untuk dibantu dan keempatvariabel lainnya masing-masing memilikinilai indeks yang berada pada skala (0,41- 0,60) yang berarti dapat dipertim-bangkan untuk dibantu. Sementara diDesa Selotong diketahui hasil indeks vari-abelnya bahwa dimensi ekonomi memi-liki nilai indeks terendah yaitu 0,31 se -hingga pada evaluasi selanjutnya Baznasdiharapkan perlu memperkuat programbantuan yang sudah berjalan. Sementarakeempat dimensi lainnya memiliki skorantara (0,61 – 0,80) yang berarti kurangdiprioritaskan untuk dibantu.

Dari hasil indeks variabelnya, Kelu -rahan Buring memiliki dimensi ekonomidengan nilai terendah sebesar 0,26 disu -sul dengan dimensi kesehatan dengannilai sebesar 0,31 dan dimensi sosial de -ngan nilai sebesar 0,37. Angka ini beradapada skala (0,21 – 0,40) yang berarti Baz -nas perlu memprioritaskan penyaluranbantuan pada ketiga dimensi tersebut.Dimensi pendidikan dan dimensi dakwahmemiliki nilai masing-masing sebesar0,81 dan 0,83 yang berada pada skala(0,81 – 1,00) yang berarti kedua dimensiini tidak diprioritaskan untuk dibantu.

Dari uji coba implementasi IDZ terse-but maka diperlukan keseriusan Baz nasuntuk meningkatkan kinerjanya khusus-nya di dalam penentuan desa layak zakat,dan pada dimensi serta variabel yanglebih tepat lagi. Harapannya, IDZ jugadapat menjadi referensi bahkan menjadialat yang digunakan oleh organisasi pen-gelola zakat secara lebih luas. Wallahua’lam. ■

Dr M SolehNurzaman

Wakil Direktur I PusatKajian Strategis(Puskas) Baznas

Ninik AnnisaPeneliti Senior Pusat

Kajian Strategis(Puskas) Baznas

Implementasi Indeks Desa Zakatdalam Program ZCD Baznas

WIHDAN HIDAYAT/REPUBLIKA

GAMBAR 1. UJICOBA INDEKS DESA ZAKAT DI 3 WILAYAH

Page 2: Dr Lukman M Baga 18 - fem.ipb.ac.id · Dr Jaenal Effendi Dr Asep Nurhalim Salahuddin El Ayyubi Deni Lubis S alah satu tren positif yang terus dibangun oleh Badan Amil Zakat Nasional

Sedekah memiliki cakupanyang lebih luas dibanding -kan infak. Bentuk sedekahdapat berupa nonmaterial,dibandingkan infak yanghanya berwujud material.

Se dekah yang dalam Bahasa Inggrisdisebut ‘charity’ berasal dari kata ‘caritas’yang berarti cinta kasih. Seperti akar ka -ta nya, sudah seharusnya sedekah mampumemberikan ketenangan dan rasa kasihdi antara pihak-pihak yang terlibat di -dalam nya.

Sedekah dalam Islam juga sebenar -nya disarankan menjadi salah satu solusibagi Muslim yang mengha dapi ke sulitankeuangan. Bukan sebagai pene rima,melainkan sebagai donator atau pemberi.Berkah yang akan Allah berikan ke padasiapa saja yang berse dekah seha rusnyamampu menjadi motivasi setiap orang,setiap Muslim sebagaimana di sam paikandalam firman Allah Quran surat al-Baqarah ayat 261-262.

Sedekah bukan hanya eksklusif bolehdilakukan oleh kalangan atas, melainkanmampu dilakukan juga oleh kalanganbawah karena Allah hanya melihat siapasaja yang mau memberi sebagian hartayang dimilikinya. Dengan demikian, iabukan melibatkan harta, melainkan meli-batkan keimanan, keyakinan terhadapAllah yang akan memberikan berkah.

Di Indonesia, Sudrajat (2016) bahkanmelaporkan temuan di lapangan bahwaada tujuh pengemis yang mengantongiRp 6 juta, dan satu pengemis lebih dariRp 20 juta rupiah. Secara hukum zakat,bahkan seharusnya mereka termasukdalam kalangan muzakki, yaitu wajibberzakat. Tidak layak bagi mereka untukmeminta-minta sementara mereka seha -rusnya memberi.

Sedekah di kalangan keluarga miskinOliveira et al., (2012) mempublikasi -

kan sebuah artikel yang menggambarkankegiatan sedekah di kalangan keluargaberpenghasilan rendah. Keyakinan ber -agama diyakini sebagai salah satu penye-bab yang mendorong para keluarga terse-but melakukan sesuatu yang dianggapbenar, dalam hal ini adalah sedekah. Halini menguatkan hipotesis bahwa sedekah

terkait dengan keimanan bukan statuskaya-miskin. Lingkungan keluarga mis -kin pun mampu membangun kesejahter-aan bersama melalui sedekah, salingmemberi, saling mengasihi.

Teori yang bernama ‘Social Produc -tion Function’ mengemukakan bahwa se -tiap keluarga mampu bertindak layaknyasebuah perusahaan, bukan hanya sebagaikonsumen. Sebuah keluarga didoronguntuk mampu bertahan dan hidup berke-lanjutan. Terdapat dua hal yang dapatmeng indikasikan sebuah keluarga mam -pu bertahan dan hidup berkelanjutan,yaitu kehidupan sosial (termasuk psiko -logisnya) dan keadaan fisiknya (termasukkondisi keuangan). Kedua hal ini dipen-garuhi oleh perilakunya.

Nesbit et al., (2013) dan Bekkers andWiepking (2007) bahkan mengemuka -kan bahwa kebiasaan mampu menghi-langkan fungsi organisasi perantara padasuatu titik tertentu. Sedekah yang sudahmenjadi perilaku, artinya dilakukansecara berkala dan berkelanjutan, mem-berikan kesempatan pada sebuah komu-nitas untuk berkembang dengan sendiri -nya, meskipun organisasi perantaranyasudah tidak beroperasi. Dengan demi -kian, kebiasaan bersedekah ini menjadipenting untuk keberlangsungan secaramakro ke depannya.

Hasil penelitian terhadap lebih dari1.700 keluarga miskin dari enam daerahyang tersebar di seluruh Indonesia me -nunjukkan bahwa perilaku memberisedekah menjelaskan kondisi keuangankeluarga dan kepuasan terhadap gayahidup. Mereka disurvei mengenai per-spektif terhadap perilaku memberi sede -kah. Berdasarkan Teori Planned Beha -viour, perilaku dipengaruhi oleh niat un -tuk melakukan perilaku tersebut. Se -mentara itu, niat tersebut dipengaruhioleh sikap, pihak lain yang berpengaruhterhadap keputusan, serta pengalaman.

Penelitian tersebut menunjukkanbahwa, untuk keluarga yang berada diba wah piramida ekonomi, institusi ke -uang an nonformal ternyata berpengaruhnegatif terhadap perilaku memberi sede -kah. Pengaruh ini ditunjukkan secara ti -dak langsung melalui sikap dan peng -alam an terhadap memberi sedekah se -

cara teratur. Institusi non-formal meng -ajukan persyaratan dan pengawasan yangrelatif lebih longgar, sehingga pengelo-laan keuangan keluarga juga mung kintidak sebaik ketika mereka berurusandengan institusi formal yang mendorongpengelolaan lebih terstruktur. Dengande mikian, perilaku memberi sedekahsecara teratur menderita dampaknya.

Sementara itu, edukasi keuanganberpengaruh positif terhadap perilakumemberi sedekah melalui pengalaman.Hal ini terjadi jika faktor pihak lain yangberpengaruh terhadap keputusan diser-takan dalam analisis. Namun, jika faktortersebut tidak dimasukkan dalam anali-sis, edukasi keuangan berpengaruhnegatif. Hal ini mengindikasikan bahwapihak lain berpengaruh dan mampumemberikan motivasi bagi mereka untukmemberikan sedekah secara reguler.Implikasinya, institusi keuangan sosialsebaiknya mampu mendampingi secaraefektif para penerima dana sosial teruta-ma dalam hal pengaturan keuangan kelu-arga sehingga mereka mau memberisedekah secara teratur.

Hasil yang menunjukkan bahwa per-ilaku sedekah secara teratur mampumemberikan pengaruh positif terhadapoutcome mengindikasikan bahwa perilakusedekah secara teratur memberi berkahbagi kehidupan keluarga miskin, dengancatatan, tanpa disertai atau diintervensioleh perilaku yang lain. Di sisi lain, jikahanya faktor-faktor demografi sosialekonomi dibandingkan, maka Tabel 1menggambarkan hasil keseluruh annya.

Sudah selayaknya keluarga berpeng-hasilan rendah dimotiovasi untuk memilikiperilaku memberi sedekah secara teraturuntuk meraih keberkahan dalam hidupmereka. Sedekah bukan memandangjumlah uang yang dimiliki, melain kanmengetuk keimanan setiap muslim untuksaling membantu dan saling mengasihi.Berapapun jumlah uang atau ke kayaanyang dimiliki seseorang seharusnya tidakmenjadi halangan baginya un tuk bersede -kah dan meraih berkah. Berpenghasilanrendah bukan berarti memiliki hak untukterus menerima dana sosial seumur hidup,melainkan harus bangkit dan keluar darisituasi tersebut. Salah satu caranya denganmembiasakan diri bersedekah.

Institusi yang bergerak dalam pem-berdayaan masyarakat dan distribusidana sosial juga sebaiknya memberikanmotivasi dan pengetahuan mengenaikeutamaan dan manfaat bersedekah.Pendampingan tehadap penerima danasosial perlu diefektifkan dengan motivasitersebut agar mereka mampu terlepasdari berpikir sebagai ‘selalu menerima’yang digambarkan dengan tangan dibawah menengadah ke atas, menjadiberpikir ‘selalu memberi’ yang digambar -kan dengan tangan di atas yang memberikepada tangan di bawahnya.

Semoga dengan berkasih sayang,saling bersedekah di kalangan keluargaberpenghasilan rendah mampu mem-bantu pemerintah dalam mengentaskankemiskinan yang disebabkan oleh peri-laku menyimpang. Pola berpikir, sikap,pengalaman, pengaruh lingkungan, danterutama niat harus perlu didorong untukmendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi, menolong danmengasihi orang lain dibanding memen -tingkan diri sendiri. Dengan demikian,masyarakat akan mampu hidup berke-lanjutan, rukun, damai, dan sejahtera.Wallaahu a’lam. ■

Sektor pertanian merupakansalah satu sektor penting yangmenyangkut ketersediaanpangan dan kesejahteraan

suatu bangsa. Sebagai negara agraris,Indonesia memiliki potensi pertanianyang cukup besar termasuk perikanandan peternakannya. Apabila potensi inidapat dikelola dengan baik tentu akanmemberikan hasil yang optimal. Untukmengelola sektor tersebut dengan baikpetani maupun pemerintah perlumengetahui risiko-risiko yang ada padausaha pertanian, sehingga harapannyarisiko yang ada dapat ditanggulangiuntuk mengurangi kerugian yang akanmengancam petani.

Usaha di sektor pertanian memangmemiliki risiko yang cukup tinggi.Sumber risiko yang biasanya berasaldari lingkungan alam terutama kondisiiklim, bencana alam, dan gangguanhama dapat menyebabkan usaha per-tanian mengalami gagal panen. Selainitu bisa juga dikarenakan kondisiperekonomian yang tidak stabil sehing-ga dapat memengaruhi harga jualproduk-produk hasil pertanian yangmana hal tersebut tentu saja tidak dapatdikendalikan oleh para petani. Olehkarena itu untuk melindungi usaha per-tanian yang rentan akan risiko pemerin-tah menginisiasi program asuransi per-tanian dimana program tersebut sudahlebih dulu diterapkan oleh negara-negara maju.

Asuransi pertanian yang diterapkanoleh Pemerintah Indonesia masih ter-

batas pada usaha tani padi dan usahaternak sapi saja belum diperluas keusaha tani yang lainnya. Selain itu jenisrisiko yang ditanggung adalah risiko-risiko yang berasal dari alam misalbencana alam dan hama untuk kasususaha tani padi. Meskipun demikianuntuk kasus usaha tani padi, adanyaasuransi pertanian ini memunculkanharapan dan semangat bagi para petaniuntuk kembali menanami sawahnyapasca mengalami gagal panen. Bahkanada satu kasus di suatu daerah, sawahyang sebelumnya tidak ditanami dimusim penghujan karena sudahdipastikan akan tergenang air, denganadanya asuransi mereka memutuskanuntuk tetap menanaminya. Denganadanya asuransi pertanian ini petanimenjadi lebih tenang karena jika nantiterjadi gagal panen setidaknya merekamendapat ganti rugi yang dapat diman-faatkan untuk memenuhi kebutuhansehari-hari ataupun untuk membiayaimusim tanam selanjutnya.

Bagi para petani yang sudah pernahmerasakan manfaat asuransi pertanianbisa diprediksikan mereka akan ikutkembali di musim tanam selanjutnya.Namun tak jarang bagi mereka yangbelum pernah merasakan manfaatnyaatau bagi para petani yang lahannyatidak rawan terkena banjir masihenggan untuk berpartisipasi padaprogram tersebut. Kasus di beberapadaerah terjadi penurunan permintaanasuransi pertanian. Hal ini mungkindisebabkan karena adanya ketentuan

dalam pengajuan klaim yang dirasamemberatkan petani. Sebagai contohpetani akan mendapatkan ganti rugisebesar Rp 6 juta hektare apabilatanaman padinya mengalami kerusakansebesar 75 persen dari luas lahantanam. Tentu hal ini akan memberatkanpetani yang juga mengalami gagalpanen yang kurang dari 75 persen. Halini tentu dapat menyebabkan kecembu-ruan sosial antar anggota kelompok taniyang tanaman padinya mengalamikerusakan kurang dari 75 persen.

Pada kondisi masyarakat desa yangmasih erat semangat gotong royongnyaseharusnya dapat dimanfaatkan olehpemangku kebijakan dalam penyaluranganti rugi asuransi pertanian. Selain ituadanya kelompok tani yang berperandalam pendaftaran anggotanya untukikut asuransi pertanian dapat dijadikanfasilitator program tersebut. Sistempembayaran ganti rugi bisa dilakuakandengan cara “bagi rata sesuai luaslahan” untuk para petani yang meng -alami kerusakan tanaman namun tidakdapat mengajukan klaim. Hal ini tentuakan dirasa cukup adil dan tidak pilihkasih karena petani yang mengalamikerusakan tanaman di bawah 75 persenjuga akan mendapatkan ganti rugi.Ganti rugi yang diberikan tersebutberasal dari klaim yang didapat olehpetani yang mengalami kerusakan diatas 75 persen. Tentunya hal ini akansemakin memupuk kepercayaan petaniterhadap asuransi pertanian dan sesuaidengan semangat gotong royong yang

masih mengakar kuat di masyarakatpedesaan.

Selain masalah ketentuan peng -ajuan klaim hal yang cukup penting danharus dilakukan yaitu terkait sosialisasiasuransi pertanian di kalangan petani.Sosialisasi asuransi pertanian memangharus benar-benar dilakukan denganintens kepada para petani, tidak cukupsatu atau dua kali saja. Selain itu jugakita harus memberikan cara pandangbaru kepada para petani bahwa meng -ikuti program asuransi pertanian bukansemata-mata hanya untuk melindungikepentingan pribadi tetapi juga untukmenolong sesama petani yang men-galami kesulitan karena gagal panen.

Langkah lain untuk mendukungpengembangan asuransi pertanian yaitudengan memperhatikan pihak-pihakyang terlibat di dalamnya, sebagaicontoh petugas POPT yang bertugasmendampingi survei lapang.Seharusnya pemerintah ataupun stake-holder terkait memberikan anggaranyang dikhususkan untuk mendukungkelancaran dan tugas mereka di lapangdengan mempertimbangkan besarnyarisiko yang dihadapi oleh mereka. Di sisilain tingkat kepercayaan terhadappemerintah juga bisa menjadi salahsatu faktor petani bersedia mengikutiasuransi pertanian atau tidak. Takjarang mereka yang tidak ikut dikare-nakan adanya keraguan apakahprogram asuransi pertanian ini benar-benar berpihak pada petani. Olehkarena itu untuk mewujudkan keber-hasilan program asuransi ertanianmemang dibutuhkan sinergi dari berba-gai pihak baik dari kelompok tanimaupun pemeritah dan pihak-pihakyang terlibat di dalamnya. Wallaahua’lam. ■

TAMKINIA

Dr Jaenal EffendiKetua Departemen

Ilmu Ekonomi SyariahFEM IPB

Strategi Pengembangan AsuransiPertanian di Indonesia

19 KAMIS, 26 OKTOBER 2017JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Dr Resfa Fitri Staf Pengajar

Departemen IlmuEkonomi Syariah FEM

IPB

Laily Dwi ArsyiantiStaf Pengajar

Departemen IlmuEkonomi Syariah FEM

IPB dan KandidatDoktor IIBF IIU

Malaysia

PANDANGAN KELUARGA Berpenghasilan Rendah terhadap Sedekah

WIHDAN HIDAYAT/REPUBLIKA

Faktor-faktor Demografi Sosial Ekonomi Koefisien p-value OddsA1 (pendidikan) -.203 .109 .816A2 (usia) .114 .337 1.121A3 (pernikahan) -.147 .398 .864A4 (ukuran rumahtangga)* -.391 .001 .676A5 (pekerjaan)* .461 .000 1.585A6 (daerah tempat tinggal) -.075 .598 .928A7 (sedekah per penghasilan)* -.536 .000 .585A8 (ekspektasi terhadap keadaan ekonomi)* .775 .000 2.171A9 (penghasilan)* .599 .000 1.821A10 (kegiatan keagamaan)* .969 .000 2.636A11 (jenis kelamin) -.151 .274 .860A12 (tipe institusi keuangan)* -.409 .001 .664A13 (tipe institusi sedekah) .412 .163 1.510A14 (kepemilikan rumah) .106 .406 1.111A15 (edukasi keuangan) .058 .688 1.060Konstan .002 .997 1.002

TABEL 1. HASIL ANALISIS DEMOGRAFI SOSIAL EKONOMI

Sumber: Arsyianti (2017)