dpph
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah,
sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari
tumbuhan.
2.1.1 Daerah Tumbuh
Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ±
1,5 m. Di Indonesia, tanaman ini lebih dikenal dengan sebutan ranti atau leunca
pahit (Anonim, 2010).
2.1.2 Nama Daerah
Karo : Leuh
Aceh : Rampai
Sunda : Leunca pahit
Melayu : Ranti, terung meranti, terung para cicit, terung perat
Maluku : Boose, Bobose (Depkes RI, 1994)
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Universitas Sumatera Utara
Genus : Solanum
Spesies : Solanum nigrum L (Depkes RI, 1994).
2.1.4 Morfologi Tumbuhan
Habitus : Semak, tinggi ± 1,5 cm
Batang : Tegak, bulat, lunak, hijau.
Daun : Tunggal, lonjong, tersebar, panjang 5-7,5 cm, lebar 2,5-
3,5 cm, pangkal runcing, tepi rata, ujung runcing,
pertulangan menyirip, tangkai panjang, ±1 cm, hijau
Bunga : Majemuk, bentuk corong, berbulu, tangkai ± 1,5 cm,
hijau pucat, kelopak panjang 0,3cm, bertaju lima, hijau,
benang sari putih kehijauan, mahkota lonjong, bentuk
corong, panjang ± 0,4 cm.
Buah : Bulat, masih muda hijau, setelah tua coklat kehitaman.
Biji : Bulat pipih, kecil-kecil putih.
Akar : Tunggang , putih kecoklatan (Depkes RI, 1994).
2.1.5 Kandungan Kimia dan Kegunaan
Buah, daun dan kulit batang ranti (Solanum nigrum Linn) mengandung
saponin dan tannin, disamping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan
daunnya mengandung flavonoid (Depkes RI, 1999). Ranti juga mengandung
mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C (Hernani dan Rahardjo, 2005)
Buah ranti berkhasiat sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, obat
sembelit dan untuk peluruh air seni (Depkes RI, 1994). Ranti juga berguna
sebagai obat penurun panas, antiradang, antiracun, peluruh dahak, pereda batuk,
Universitas Sumatera Utara
kanker mulut rahim, kanker payudara, lever dan lambung (Hernani dan Rahardjo,
2005).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia
yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Depkes RI,
2000).
Beberapa meode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: ( Depkes RI, 2000)
A. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperature kamar.
Maserasi yang dilakukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic sedangkan
maserasi yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyarian terhadap maserat pertama, dan seterusnya disebut remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature kamar. Proses
perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai
diperoleh perkolat.
B. Cara panas
1. Refluks
Universitas Sumatera Utara
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih
tinggi temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-500C.
3. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 900C selama 30
menit.
5. Dekok
Dekok adalah infuse pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
temperature sampai titik didih air.
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu spesies kimia yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron
yang tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut menjadi sangat reaktif
untuk mencari pasangannya dengan menarik atau menyerang elektron dari
senyawa lain sehingga menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga.
Reaksi oksidasi tidak hanya berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan,
Universitas Sumatera Utara
namun reaksi oksidasi yang terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga
berkaitan dengan munculnya penyakit penyakit degeneratif seperti aterosklerosis,
kanker dan liver. Target utama radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam
lemak tidak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA. Berbagai kemungkinan dapat
terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas, misalnya gangguan fungsi sel,
kerusakan struktur sel, molekul termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh
sistem imun, Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai
penyakit (Kosasih, 2004).
2.4. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau
reduktan. Antioksidan mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa
yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen atau elektron
(Silalahi, 2006). Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi
oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Atas dasar fungsinya, antioksidan
dapat dibedakan menjadi lima yakni: (Kumalaningsih, 2006).
a. Antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia,
contohnya: enzim superoksida dismutase.
b. Antioksidan sekunder, merupakan antioksidan alami yang dapat diperoleh
dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten,
flavonoid dan senyawa fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas
serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan
yang lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
c. Antioksidan tersier (sintetik), dibuat dari bahan-bahan kimia yang
biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya
reaksi autooksidasi. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki sel sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Senyawa antioksidan
sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole
(BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat.
d. Oxygen scavenger, yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak
mendukung reaksi oksidasi reduksi, misalnya vitamin C.
e. Chelators atau sequestrant, yang dapat mengikat logam yang
mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam.
Zat antioksidan yang alami terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan
segar, dan rempah-rempah, yaitu senyawa fenolik atau polifenol yang dapat
berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat beberapa mineral antara lain:
seng, selenium dan tembaga, beberapa vitamin antara lain: vitamin A, vitamin C
dan vitamin E (Anonim, 2010).
2.4.1 Antioksidan Sintetik
Antioksidan sintetik biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang
mengandung lemak untuk mencegah terjadinya reaksi autooksidasi. Banyaknya
dikembangkan senyawa antioksidan sintetik dikarenakan antioksidan alami seperti
vitamin E dan vitamin C sangat peka oleh berbagai proses pada pengolahan
senyawa lemak, seperti suhu yang tinggi pada penggorengan atau pemanggangan.
Senyawa antioksidan sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated
Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat. (Branen,
et.al., 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Butylated Hydroxytoluen (BHT)
Gambar 2.1 Rumus Bangun BHT
Butylated Hydroxytoluen mempunyai berat molekul 220,35 dengan rumus
molekul C15H24O. Butylated Hydroxytoluen mengandung tidak kurang dari 99,0%
C15H24O. Pemerian: Hablur padat, putih, bau khas, lemah. Kelarutan: Tidak larut
dalam air dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM, 1995).
2.5 DPPH
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri
dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394.32
dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).
Gambar 2.2 Rumus Bangun DPPH
Universitas Sumatera Utara
DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang
terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul
DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm yang
berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila
elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan
senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari
antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.3
Gambar 2.3 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan.
2.5.1 Pelarut
Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau
etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel
uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).
2.5.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang
Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran
sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang
maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm,
520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan
peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang
yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Waktu Pengukuran
Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan
adalah selama 30 menit, namun dalam beberapa penelitian khususnya belakangan
ini waktu pengukuran yaitu selama 60 menit. Waktu pengukuran digunakan
sebagai parameter untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan sampel sebagai
rujukan untuk digunakan dalam penelitian-penelitian berikutnya (Molyneux,
2004).
2.6 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran energi radiasi atau
intensitas sinar yang terserap oleh larutan. Spektrofotometri UV-Vis (Ultra Violet-
Visibel) adalah salah satu bentuk spektrofotometri absorbsi. Pada cara ini, cahaya
atau gelombang cahaya elektromagnetik (sinar UV-Vis) berinteraksi dengan zat
dan dilakukan pengukuran besarnya cahaya (gelombang elektromagnetik) yang
diabsorbsi (Benson, 1987).
Berdasarkan panjang gelombang spektrofotometer dibagi dua yaitu
spektrofotometer ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm,digunakan
untuk senyawa yang tidak berwarna dan spektrofotometri visibel (sinar tampak)
dengan panjang gelombang 400-800 nm, digunakan untuk senyawa yang
berwarna (Rohman, 2007).
Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber cahaya,
monokromator, kuvet untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus (amplifier)
dan alat ukur atau alat pencatat (recorder).
Universitas Sumatera Utara
2.7 Senyawa flavonoida
Senyawa flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15
atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6 – C3 – C6,
yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).
Gambar 2.4 Kerangka flavonoida
Flavonoida terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoida
yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal.
Flavonoida pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul
dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu, dalam
menganalisis flavonoida lebih baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis
daripada dalam bentuk glikosida dengan strukturnya yang rumit dan kompleks
(Harborne, 1987).
Sistem penomoran untuk turunan flavonoida adalah:
Gambar 2.5 Struktur dasar flavonoida
Senyawa flavonoida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Flavon dan flavonol
Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari
semua pigmen tumbuhan kuning. Flavon berbeda dengan flavonol karena pada
flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya,
gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya dan karena itu flavon dapat
dibedakan dari flavonol berdasarkan ketiga sifat tersebut. Hanya ada dua flavon
yang umum, yaitu apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7-
glikosida. Flavonol dalam tumbuhan sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-
glikosida. Aglikon flavonol yang umumnya dijumpai yaitu kemferol, kuersetin,
dan mirisetin (Harborne, 1987).
Gambar 2.6 Struktur flavon Gambar 2.7 Struktur flavonol
2. Flavanon dan flavanonol
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan
flavonoida lain. Flavanon dan flavanonol tidak berwarna atau hanya kuning
sedikit. Flavanon (dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa
glikosidanya dikenal, misalnya hesperidin dan naringin. Flavanonol
(dihidroflavonol) merupakan flavonoida yang kurang dikenal, dan senyawa ini
tidak diketahui terdapat sebagai glikosida (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Struktur flavanon Gambar 2.9 Struktur flavanonol
3. Auron dan kalkon
Auron berupa bercak kuning, dengan sinar lampu UV mereka tampak
berbeda, warna auron kuning dan berubah menjadi merah jingga bila diuapi
amonia. Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat dengan sinar
lampu UV. Salah satu kalkon yang umum, yaitu: butein, dan salah satu auron
yang umum, yaitu: aureusidin. Keduanya terdapat di alam sebagai glikosida dan
terdapat khas dalam suku Compositae (Harborne, 1987).
Gambar 2.10 Struktur auron Gambar 2.11 Struktur kalkon
4. Isoflavon
Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna apapun, beberapa isoflavon memberikan warna biru muda cemerlang
dengan sinar lampu UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak
sebagai bercak lembayung pudar yang dengan amonia berubah menjadi coklat
pudar. Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang penyebarannya terbatas
dan jumlahnya sedikit (Harborne, 1987).
O
O O
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Struktur isoflavon
5. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar
luas dalam tumbuhan, merupakan pembentuk dasar pigmen warna merah, ungu
dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna bunga dan buah-buahan.
Sebagian besar antosianin adalah glikosida dan aglikonnya disebut antosianidin,
yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianin yang paling
umum adalah sianidin yang berwarna merah lembayung (Harborne, 1987;
Robinson, 1995; Sastrohamidjojo, 1996).
Gambar 2.13 Struktur antosianidin
2.8 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan
perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara 2 fase yaitu fase diam
(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat
cair) (Gritter, 1991).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagaimacam tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat
O
Universitas Sumatera Utara
dibagi atas: kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG) (Gandjar,
2007).
Kromatografi kertas
Keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaan pada
pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku
sebagai medium pemisahan. Senyawa pada KKt biasanya dideteksi sebagai bercak
berwarna atau bercak berfluoresensi pada lampu UV setelah direaksikan dengan
penampak bercak (Harborne, 1987).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemisahan secara
KKt (Sastrohamidjojo, 1985):
1. Metode pemisahan (penaikan, penurunan atau mendatar).
2. Macam dari kertas.
3. Pemilihan dan pembuatan pelarut (fase gerak).
4. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih.
5. Pembuatan cuplikan.
6. Waktu pengembangan.
7. Metode deteksi dan identifikasi
Fase diam pada KKt digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan
tebal yang sesuai. Pemisahan dapat dilakukan menggunakan pelarut tunggal atau
menggunakan 2 pelarut yang tidak dapat bercampur, fase gerak merambat
perlahan-lahan melalui fase diam yang membungkus serabut kertas.
Fase gerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas 1 komponen
organik yang utama air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa dengan
Universitas Sumatera Utara
tujuan untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk
mengurangi kelarutan (Sastrohamidjojo, 1985).
Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan
Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut. Bilangan Rf didefinisikan sebagai
jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis
depan fase gerak (diukur dari garis awal), karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil
dari 1,0. Membanding bilangan Rf flavonoida yang belum dikenal dengan Rf yang
telah dikenal dan sejenis merupakan cara yang berguna untuk identifikasi
flavonoid yang tidak ada di laboratorium (Markham, 1988).
Menurut Sastrohamidjojo (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi harga
Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, suhu, kesetimbangan,
sifat dari penyerap, tebal dan kerataan lapisan penyerap, pelarut, kertas, sifat dari
campuran, derajat kejenuhan dari bejana pengembangan, tekhnik percobaan dan
jumlah cuplikan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara