dpph

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah, sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari tumbuhan. 2.1.1 Daerah Tumbuh Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ± 1,5 m. Di Indonesia, tanaman ini lebih dikenal dengan sebutan ranti atau leunca pahit (Anonim, 2010). 2.1.2 Nama Daerah Karo : Leuh Aceh : Rampai Sunda : Leunca pahit Melayu : Ranti, terung meranti, terung para cicit, terung perat Maluku : Boose, Bobose (Depkes RI, 1994) 2.1.3 Sistematika Tumbuhan Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Familia : Solanaceae Universitas Sumatera Utara

Upload: liu-andi

Post on 30-Nov-2015

200 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: dpph

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh (habitat), nama daerah,

sistematika tumbuhan, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari

tumbuhan.

2.1.1 Daerah Tumbuh

Ranti (Solanum nigrum Linn) termasuk tumbuhan semak dengan tinggi ±

1,5 m. Di Indonesia, tanaman ini lebih dikenal dengan sebutan ranti atau leunca

pahit (Anonim, 2010).

2.1.2 Nama Daerah

Karo : Leuh

Aceh : Rampai

Sunda : Leunca pahit

Melayu : Ranti, terung meranti, terung para cicit, terung perat

Maluku : Boose, Bobose (Depkes RI, 1994)

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae

Universitas Sumatera Utara

Page 2: dpph

Genus : Solanum

Spesies : Solanum nigrum L (Depkes RI, 1994).

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Habitus : Semak, tinggi ± 1,5 cm

Batang : Tegak, bulat, lunak, hijau.

Daun : Tunggal, lonjong, tersebar, panjang 5-7,5 cm, lebar 2,5-

3,5 cm, pangkal runcing, tepi rata, ujung runcing,

pertulangan menyirip, tangkai panjang, ±1 cm, hijau

Bunga : Majemuk, bentuk corong, berbulu, tangkai ± 1,5 cm,

hijau pucat, kelopak panjang 0,3cm, bertaju lima, hijau,

benang sari putih kehijauan, mahkota lonjong, bentuk

corong, panjang ± 0,4 cm.

Buah : Bulat, masih muda hijau, setelah tua coklat kehitaman.

Biji : Bulat pipih, kecil-kecil putih.

Akar : Tunggang , putih kecoklatan (Depkes RI, 1994).

2.1.5 Kandungan Kimia dan Kegunaan

Buah, daun dan kulit batang ranti (Solanum nigrum Linn) mengandung

saponin dan tannin, disamping itu buahnya juga mengandung alkaloid dan

daunnya mengandung flavonoid (Depkes RI, 1999). Ranti juga mengandung

mineral kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C (Hernani dan Rahardjo, 2005)

Buah ranti berkhasiat sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, obat

sembelit dan untuk peluruh air seni (Depkes RI, 1994). Ranti juga berguna

sebagai obat penurun panas, antiradang, antiracun, peluruh dahak, pereda batuk,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: dpph

kanker mulut rahim, kanker payudara, lever dan lambung (Hernani dan Rahardjo,

2005).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dalam pelarut cair. Simplisia

yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang

tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Depkes RI,

2000).

Beberapa meode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: ( Depkes RI, 2000)

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperature kamar.

Maserasi yang dilakukan secara terus menerus disebut maserasi kinetic sedangkan

maserasi yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyarian terhadap maserat pertama, dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi

penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature kamar. Proses

perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap perendaman antara, tahap

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai

diperoleh perkolat.

B. Cara panas

1. Refluks

Universitas Sumatera Utara

Page 4: dpph

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih

tinggi temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40-500C.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 900C selama 30

menit.

5. Dekok

Dekok adalah infuse pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan

temperature sampai titik didih air.

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu spesies kimia yang memiliki satu atau

lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Adanya elektron

yang tidak berpasangan menyebabkan spesies tersebut menjadi sangat reaktif

untuk mencari pasangannya dengan menarik atau menyerang elektron dari

senyawa lain sehingga menyebabkan senyawa tersebut akan menjadi radikal juga.

Reaksi oksidasi tidak hanya berkaitan dengan kerusakan mutu produk pangan,

Universitas Sumatera Utara

Page 5: dpph

namun reaksi oksidasi yang terjadi pada berbagai organ dan cairan tubuh juga

berkaitan dengan munculnya penyakit penyakit degeneratif seperti aterosklerosis,

kanker dan liver. Target utama radikal bebas didalam tubuh adalah protein, asam

lemak tidak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA. Berbagai kemungkinan dapat

terjadi sebagai akibat kerja radikal bebas, misalnya gangguan fungsi sel,

kerusakan struktur sel, molekul termodifikasi yang tidak dapat dikenali oleh

sistem imun, Semua gangguan tersebut dapat memicu munculnya berbagai

penyakit (Kosasih, 2004).

2.4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron donor) atau

reduktan. Antioksidan mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa

yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen atau elektron

(Silalahi, 2006). Senyawa ini mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi

oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal atau dengan mengikat

radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Atas dasar fungsinya, antioksidan

dapat dibedakan menjadi lima yakni: (Kumalaningsih, 2006).

a. Antioksidan primer, merupakan sistem enzim pada tubuh manusia,

contohnya: enzim superoksida dismutase.

b. Antioksidan sekunder, merupakan antioksidan alami yang dapat diperoleh

dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten,

flavonoid dan senyawa fenolik yang berfungsi menangkap radikal bebas

serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan

yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: dpph

c. Antioksidan tersier (sintetik), dibuat dari bahan-bahan kimia yang

biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah terjadinya

reaksi autooksidasi. Antioksidan tersier bekerja memperbaiki sel sel dan

jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Senyawa antioksidan

sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole

(BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat.

d. Oxygen scavenger, yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak

mendukung reaksi oksidasi reduksi, misalnya vitamin C.

e. Chelators atau sequestrant, yang dapat mengikat logam yang

mengkatalisis reaksi oksidasi misalnya asam.

Zat antioksidan yang alami terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan

segar, dan rempah-rempah, yaitu senyawa fenolik atau polifenol yang dapat

berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat beberapa mineral antara lain:

seng, selenium dan tembaga, beberapa vitamin antara lain: vitamin A, vitamin C

dan vitamin E (Anonim, 2010).

2.4.1 Antioksidan Sintetik

Antioksidan sintetik biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan yang

mengandung lemak untuk mencegah terjadinya reaksi autooksidasi. Banyaknya

dikembangkan senyawa antioksidan sintetik dikarenakan antioksidan alami seperti

vitamin E dan vitamin C sangat peka oleh berbagai proses pada pengolahan

senyawa lemak, seperti suhu yang tinggi pada penggorengan atau pemanggangan.

Senyawa antioksidan sintetik yang secara luas digunakan adalah Butylated

Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluen (BHT), propil galat. (Branen,

et.al., 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: dpph

2.4.2 Butylated Hydroxytoluen (BHT)

Gambar 2.1 Rumus Bangun BHT

Butylated Hydroxytoluen mempunyai berat molekul 220,35 dengan rumus

molekul C15H24O. Butylated Hydroxytoluen mengandung tidak kurang dari 99,0%

C15H24O. Pemerian: Hablur padat, putih, bau khas, lemah. Kelarutan: Tidak larut

dalam air dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter.

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM, 1995).

2.5 DPPH

DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri

dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394.32

dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air. Penyimpanan dalam wadah

tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004).

Gambar 2.2 Rumus Bangun DPPH

Universitas Sumatera Utara

Page 8: dpph

DPPH dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang

terkandung dalam makanan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul

DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm yang

berwarna ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila

elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan

senyawa antioksidan. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari

antioksidan dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari antioksidan.

2.5.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol karena kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antara sampel

uji sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

2.5.2 Pengukuran Absorbansi-Panjang Gelombang

Panjang gelombang maksimum (λmaks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm,

520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan

peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang

yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: dpph

2.5.3 Waktu Pengukuran

Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan

adalah selama 30 menit, namun dalam beberapa penelitian khususnya belakangan

ini waktu pengukuran yaitu selama 60 menit. Waktu pengukuran digunakan

sebagai parameter untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan sampel sebagai

rujukan untuk digunakan dalam penelitian-penelitian berikutnya (Molyneux,

2004).

2.6 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran energi radiasi atau

intensitas sinar yang terserap oleh larutan. Spektrofotometri UV-Vis (Ultra Violet-

Visibel) adalah salah satu bentuk spektrofotometri absorbsi. Pada cara ini, cahaya

atau gelombang cahaya elektromagnetik (sinar UV-Vis) berinteraksi dengan zat

dan dilakukan pengukuran besarnya cahaya (gelombang elektromagnetik) yang

diabsorbsi (Benson, 1987).

Berdasarkan panjang gelombang spektrofotometer dibagi dua yaitu

spektrofotometer ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm,digunakan

untuk senyawa yang tidak berwarna dan spektrofotometri visibel (sinar tampak)

dengan panjang gelombang 400-800 nm, digunakan untuk senyawa yang

berwarna (Rohman, 2007).

Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas sumber cahaya,

monokromator, kuvet untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus (amplifier)

dan alat ukur atau alat pencatat (recorder).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: dpph

2.7 Senyawa flavonoida

Senyawa flavonoida merupakan senyawa polifenol yang mengandung 15

atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6 – C3 – C6,

yaitu 2 cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau

tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham, 1988).

Gambar 2.4 Kerangka flavonoida

Flavonoida terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran dari flavonoida

yang berbeda golongan dan jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal.

Flavonoida pada tumbuhan terdapat dalam berbagai bentuk struktur molekul

dengan beberapa bentuk kombinasi glikosida. Oleh karena itu, dalam

menganalisis flavonoida lebih baik memeriksa aglikon yang telah terhidrolisis

daripada dalam bentuk glikosida dengan strukturnya yang rumit dan kompleks

(Harborne, 1987).

Sistem penomoran untuk turunan flavonoida adalah:

Gambar 2.5 Struktur dasar flavonoida

Senyawa flavonoida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 11: dpph

1. Flavon dan flavonol

Flavon dan flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari

semua pigmen tumbuhan kuning. Flavon berbeda dengan flavonol karena pada

flavon tidak terdapat gugus 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya,

gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya dan karena itu flavon dapat

dibedakan dari flavonol berdasarkan ketiga sifat tersebut. Hanya ada dua flavon

yang umum, yaitu apigenin dan luteolin. Jenis yang paling umum adalah 7-

glikosida. Flavonol dalam tumbuhan sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-

glikosida. Aglikon flavonol yang umumnya dijumpai yaitu kemferol, kuersetin,

dan mirisetin (Harborne, 1987).

Gambar 2.6 Struktur flavon Gambar 2.7 Struktur flavonol

2. Flavanon dan flavanonol

Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan

flavonoida lain. Flavanon dan flavanonol tidak berwarna atau hanya kuning

sedikit. Flavanon (dihidroflavon) sering terjadi sebagai aglikon, tetapi beberapa

glikosidanya dikenal, misalnya hesperidin dan naringin. Flavanonol

(dihidroflavonol) merupakan flavonoida yang kurang dikenal, dan senyawa ini

tidak diketahui terdapat sebagai glikosida (Robinson, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: dpph

Gambar 2.8 Struktur flavanon Gambar 2.9 Struktur flavanonol

3. Auron dan kalkon

Auron berupa bercak kuning, dengan sinar lampu UV mereka tampak

berbeda, warna auron kuning dan berubah menjadi merah jingga bila diuapi

amonia. Kalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat dengan sinar

lampu UV. Salah satu kalkon yang umum, yaitu: butein, dan salah satu auron

yang umum, yaitu: aureusidin. Keduanya terdapat di alam sebagai glikosida dan

terdapat khas dalam suku Compositae (Harborne, 1987).

Gambar 2.10 Struktur auron Gambar 2.11 Struktur kalkon

4. Isoflavon

Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi

warna apapun, beberapa isoflavon memberikan warna biru muda cemerlang

dengan sinar lampu UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak

sebagai bercak lembayung pudar yang dengan amonia berubah menjadi coklat

pudar. Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang penyebarannya terbatas

dan jumlahnya sedikit (Harborne, 1987).

O

O O

Universitas Sumatera Utara

Page 13: dpph

Gambar 2.12 Struktur isoflavon

5. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar

luas dalam tumbuhan, merupakan pembentuk dasar pigmen warna merah, ungu

dan biru pada tanaman, terutama sebagai bahan pewarna bunga dan buah-buahan.

Sebagian besar antosianin adalah glikosida dan aglikonnya disebut antosianidin,

yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianin yang paling

umum adalah sianidin yang berwarna merah lembayung (Harborne, 1987;

Robinson, 1995; Sastrohamidjojo, 1996).

Gambar 2.13 Struktur antosianidin

2.8 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan berdasarkan perbedaan

perpindahan dari komponen-komponen senyawa diantara 2 fase yaitu fase diam

(dapat berupa zat cair atau zat padat) dan fase gerak (dapat berupa gas atau zat

cair) (Gritter, 1991).

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagaimacam tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat

O

Universitas Sumatera Utara

Page 14: dpph

dibagi atas: kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi gas (KG) (Gandjar,

2007).

Kromatografi kertas

Keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaan pada

pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku

sebagai medium pemisahan. Senyawa pada KKt biasanya dideteksi sebagai bercak

berwarna atau bercak berfluoresensi pada lampu UV setelah direaksikan dengan

penampak bercak (Harborne, 1987).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pemisahan secara

KKt (Sastrohamidjojo, 1985):

1. Metode pemisahan (penaikan, penurunan atau mendatar).

2. Macam dari kertas.

3. Pemilihan dan pembuatan pelarut (fase gerak).

4. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih.

5. Pembuatan cuplikan.

6. Waktu pengembangan.

7. Metode deteksi dan identifikasi

Fase diam pada KKt digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan

tebal yang sesuai. Pemisahan dapat dilakukan menggunakan pelarut tunggal atau

menggunakan 2 pelarut yang tidak dapat bercampur, fase gerak merambat

perlahan-lahan melalui fase diam yang membungkus serabut kertas.

Fase gerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas 1 komponen

organik yang utama air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: dpph

tujuan untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk

mengurangi kelarutan (Sastrohamidjojo, 1985).

Gerakan noda suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan

Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut. Bilangan Rf didefinisikan sebagai

jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis

depan fase gerak (diukur dari garis awal), karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil

dari 1,0. Membanding bilangan Rf flavonoida yang belum dikenal dengan Rf yang

telah dikenal dan sejenis merupakan cara yang berguna untuk identifikasi

flavonoid yang tidak ada di laboratorium (Markham, 1988).

Menurut Sastrohamidjojo (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi harga

Rf adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, suhu, kesetimbangan,

sifat dari penyerap, tebal dan kerataan lapisan penyerap, pelarut, kertas, sifat dari

campuran, derajat kejenuhan dari bejana pengembangan, tekhnik percobaan dan

jumlah cuplikan yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara