Download - Varicella
VARICELLA
PENDAHULUAN
Virus varisela-zoster adalah herpesvirus neurotropik pada manusia yang menyebabkan
varisela, dikenal juga sebagai chiken pox atau cacar air sebagai infeksi primer virus tersebut.
Pada individu yang sehat (Anak s/d remaja dan tidak immunocompromised) penyakit ini
bersifat ringan, self-limitng, dikarakteristikan dengan vesikel berdasar eritem generalisata
yang gatal dan disertai demam. Seperti alphaherpesvirus lainnya (Subfamili virus varisela-
zoster Alphaherpesvirinae), virus varisela-zoster memperoleh akses ke ganglia sensorik
dari sistem saraf tepi selama terjadinya infeksi primer virus varisela-zoster dan bertahan
dilokasi tersebut selama kehidupan hospes berlangsung (keadaan laten). Reaktivasi dari
latensi virus ini menimbulkan herpes zoster yang dikarakteristikan dengan vesikel berdasar
eritem yang memberi sensasi nyeri & gatal, herpertiformis, dan terlokalisir berdasarkan
dermatom.
Infeksi primer maupun reinfeksi penyakit ini pada pasien immunocompromised
memberikan gejala yang berat, karena dalam proses resolusi infeksi virus varisela-zoster
membutuhkan respon imun yang efektif. Namun obat antiviral yang menginhibisi replikasi
virus varisela-zoster tetap dapat bekerja efektif pada pasien tersebut.
VIRUS VARISELA-ZOSTER
Merupakan virus DNAds dengan rantai pendek mempunyai struktur yaitu tersiri dari
envelope dari lipid dan didalamnya terdapat capsid berbentuk icosahedral tersusun atas
protein. Ukuran virus varisela-zoster 180-200nm. Virus dapat ditemukan dalam darah
dan/atau vesikel penderita (titer virus tinggi)
Klasifikasi
Famili : Herpesviridae
Subfamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Spesies : Varicella zoster (Human Herpervirus 3)
Replikasi Virus
Berbeda dengan alphaherpesvirus lainnya yang
memiliki spectrum luas dalam menginfeksi sel hospes, virus varisela-zoster terbatas pada sel
hospes manusia. Hal tersebut telah dibuktikan dalam percobaan laboratorium dimana virus ini
hanya dapat “ditanamkan” pada hasil kultur sel melanoma manusia.
Proses attachment mengawali replikasi virus varisela-zoster. Diduga proses ini
berlangsung melalui interaksi antara glikoprotein pada membrane virus dengan Heparan
Sulfat Proteoglycans. Heparan Sulfat Proteoglycans terdistribusi luas pada membrane plasma
seluler dan lamina basalis dari tipe sel mamalia (termasuk neuron sensorik manusia dan sel
schwann) meberikan jalan untuk virus varisela-zoster bergerak retrogard ke ganglia
sensorik medulla spinalis.
Setelah terjadi attachment pada membran sel hospes, virus varisela-zoster terfiksasi kuat
oleh interaksi elektrostatik melalui ikatan glikoprotein B dan glikoprotein C dengan Heparan
Sulfat Proteoglycans dan memperkenankan koreseptor lain untuk membantu proses fusion
virus memasuki sel hospes. Nukleokapsid dan tegument virus ditransport ke dalam nucleus
dimana transkripsi gen virus dimulai. Dalam waktu 4-10 jam setelah sel hospes terinfeksi,
gen IE virus ditranskripsi dan ditranslasi. Protein hasil transkripsi-translasi gen IE dikirim
kembali kedalam nukleus untuk memulai proses transkripsi-translasi gen E. Pada akhirnya
produk hasil transkripsi-translasi gen E ini kembali ke nukleus untuk memicu replikasi DNA
dan membentuk produk hasil gen L yang memberikan struktur dalam virus.
Terakhir, virus akan keluar dari sel hospes dengan cara budding. Envelope virus varisela-
zoster dirakit dalam retikuloendoplasma dan diubah dalam jaringan badan golgi agar virus
tersebut dapat keluar dari sel hospes.
Patofisiogenesis Virus Varisela-Zoster
Infeksi virus varisela-zoster didapat dari inokulasi virus pada sel epitel mukosa melalui
rute saluran pernafasan. Sel T yang terinfeksi pada cincin Waldeyer memperkuat dan
memperkenankan virus untuk menyebar/bergerak ke kulit (viremia sel-terkait). Perlu di ingat
bahwa pembuluh darah dibawah kulit sangat kecil (kapiler – kapiler) yang bisa
memperlambat pergerakan sel – sel dalam pembuluh darah termasuk sel T yang terinfeksi.
Ada kemungkinan besar budding berlangsung selama di pembuluh darah bawah kulit yang
akhirnya sampai pada membran basalis kulit (kaya akan Heparan Sulfate Proteoglycans).
Sampai disana proses replikasi berlangsung kembali menimbulkan reaksi – reaksi inflamasi
pada kulit. Menimbulkan efloresensi berupa vesikel – vesikel jernih berdasar eritem yang
memberikan sensasi gatal hingga penderita cenderung untuk menggaruk meninggalkan krusta
dan jaringan parut seperti kawah.
Virus varisela-zoster selama menginfeksi kulit, virus juga mendapatkan jalan untuk
memasuki badan sel saraf sensorik mengikuti axon bergerak retrogard dan berakhir pada
ganglion sensorik medulla spinalis untuk membangun infeksi laten seumur hidup reinfeksi
Herpes Zoster.
Gejala Klinis
Penyakit ini disertai oleh beberapa gejala masa inkubasi 11-21 hari (rata-rata 14 garu)
disusul oleh gejala-gejala demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Gejala-gejala
ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat, bisa didapatkan nyeri sendi, sakit
kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran
kecil yang pertama kali ditemukan di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul
di anggota gerak dan wajah.
Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan dengan dinding tipis.
Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga dapat tergaruk tak sengaja. Jika
lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering membentuk keropeng (krusta) yang
nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi).
Bercak ini lama-kelamaan akan pudar sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan
meninggalkan bekas lagi.
Lain halnya jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih
dalam sehingga akan mengering lebih lama. kondisi ini memudahkan infeksi bakteri terjadi
pada bekas luka garukan tadi. setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilangkan
bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda, bekas cacar
air akan lebih sulit menghilang.
Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang sering
menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga dapat ditemukan di kelopak mata, saluran
pernapasan bagian atas, rectum dan vagina.
Papula pada pita suara dan saluran pernapasan atas kadang menyebabkan gangguan pada
pernapasan. Bisa terjadi pembengkakan kelenjar getah bening dileher bagian samping. Cacar
air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada hanya berupa lekukan
kecil di sekitar mata. Luka cacar air bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya disebabkan
oleh staphylococcus.
Anak-anak biasanya sembuh dari
cacar air tanpa masalah. Tetapi pada
orang dewasa maupun penderita
gangguan sistem kekebalan, infeksi
ini bisa berat atau bahkan berakibat
fatal.
Pada anak sehat yang sebelumnya
nirmal, penyakit ini secara umum
dan biasanya jinak, dengan
komplikasi yang paling sering
adalah infesi sekunder bakteri dari
lesi kult. Jaringan parut merupakan
komplikasi lain yang sering.
Komplikasi neurologis meliputi
encephalitis dan ataxia cerebellar
akut. Varisela encephalitis dengan insiden 0,1% secara umum tampak mengalami nyeri
kepala, kejang, pola pemikiran yang terganggu, dan muntah, dengan angka mortalitas sebear
5 hingga 20%. Ataxia serebelar akut sedikit lebih jarang (0,025% insidensi) dibandingkan
ensefalitis dan secara umum tampak dalam 1 minggu ruam dengan ataxia, muntah,
pembicaraan yang terganggu, vertigo, dan atau tremor, dengan resolusi dalam 2 hingga 4
minggu.
Pada anak defisiensi imun atau kurang gizi yang tidak ditangani dengan asiklovir
intravena, angka kematian berkisar antara 15 hingga 18%. Kasus ini dikarakteristikan dengan
penyebaran, dengan pneumonia, miokarditis, artritis, hepatitis, perdarahan, dan ensefalopaty
(ataxia serebelar lebih sering). Super infeksi lesi kulit dengan Staphylococcus aureus atau
Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan pioderma, impetigo, erysipelas, nephritis,
gangrene, atau sepsis. Pada tropis Amerika, varisella pada anak usia muda, anak kekurangan
gizi dapat berkomplikasi menjadi diare berat.
Epidemiologi
Varisela menjangkit semua anak yang belum memiliki kekebalan terhadapnya. Insidensi
tiap tahun sekitar 80-90 juta kasus diseluruh dunia dan kasus varisela banyak ditemukan pada
Negara berkembang karena kurangnya imunisasi, membuat orang – orang yang berpergian ke
Negara tersebut beresiko terkena infeksi atau reinfeksi.
Distribusi usia untuk varisela memberikan rentang 1-6 tahun pada anak yang belum
memiliki kekebalan dan di daerah tropis lebih sering menjangkit usia remaja. Varisela tidak
memandang jenis kelamin dan ras.
Diagnosa
Didapatkan rash, malaise, subfebris (1-2hari), nausea, mialgia, anoreksia, dan sakit kepala.
Pemeriksaan fisik mendapatkan gamabran efloresensi sebagai berikut.
Efloresensi : vesikel berukuran milier-lentikuler, di sekitarnya tdpt daerah eritematosa. Lesi polimorf.
Gambaran khas lesi :
1. Muncul setelah masa prodormal yg singkat & ringan
2. Lesi berkelompok terutama di bag. Sentral, penyebarannya sentrifugal
3. Perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikula, pustula sampai krusta
4. Lesi polimorf
5. Terdapat lesi mukosa mulut
Dibantu dengan pemeriksaan laboratorium, dilakukan test Tzanck. Metodenya membuat sediaan apusan yang diwarnai Giemsa. (+) Didapati sel datia berinti banyak.
Penatalaksanaan
Meskipun vidarabine dan interferon-α telah digunakan pada terapi infeksi VZV yang
berat, asiklovir tetaplah merupakan obat pilihan. Asiklovir lebih efektif pada infeksi VZV
yang berat jika diberikan secara intravena dalam 24 jam setelah timbul ruam. Terapi asiklovir
oral dari anak sehat dengan chickenpox sebaiknya dipertimbangkan , terutama pada remaja
dan kontak dengan orang rumah secara sekunder, meskipun keuntunggannya tetap ada.
Dikarenakan strain resisten asiklovor pada pasiein dengan AIDS, foscaranet harus
dipertimbangkan untuk infeksi berat dalam keadaan ini.
Antihistamin dapat berguna untuk menyingkirkan rasa gatal varisella pada anak-anak.
Untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah penggarukan, sebaiknya kulit dikompres dingin.
Bisa juga dioleskan losyen kalamin, antihistamin atau losyen lainnya yang mengandung
mentol atau fenol.
Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya: kulit dicuci sesering
mungkin dengan ait dan sabun, menjaga kebersihan tangan, kuku dipotong pendek, pakaian
tetap kering dan bersih.
Kadang diberikan obat untuk mengurangi gatal (antihistamin). Jika terjadi infeksi bakteri,
diberikan antibiotik. Jika kasusnya berat, bisa diberikan obat anti-virus asiklovir.
Untuk menurunkan demam, sebaiknya gunakan asetaminofen, jangan aspirin. Karena
aspirin dapat memberikan efek samping yang buruk pada anak-anak Obat anti-virus boleh
diberikan kepada anak yang berusia lebih dari 2 tahun. Asiklovir biasanya diberikan kepada
remaja, karena pada remaja penyakit ini lebih berat. Asikloir bisa mengurangi beratnya
penyakit jika diberikan dalam wakatu 24 jam setelah munculnya ruam yang pertama.
Pencegahan
Imunisasi aktif
o Dengan vaksin virus yang sudah dilemahkan
o Subkutan 0,5ml pada anak 1-12 tahun dengan interval minimal 3 bln :
Pertama pada usia 12-15 bulan
Kedua pada usia 4-6 tahun
o Pada remaja >12 tahun dan dewasa : 2x pemberian, dengan interval 1-2bln 0,5ml
Imunisasi pasif
Pemberian varicella zoster immunoglobulin, diindikasikan untuk :
Neonatus yang ibunya terkena gx.varisela dalam 5 hari sebelum hingga 2 hari setelah
pajanan
Ibu hamil yang terpajan
Petugas RS yang rentan terinfeksi
Anak sehat dengan risiko sakit.