UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI TABLET EKSTRAK KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa)
SKRIPSI
KHAIRUL FADLI AKBAR
11141020000008
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER 2018
ii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI TABLET EKSTRAK KEONG MATAH
MERAH (Cerithidea obtusa)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
KHAIRUL FADLI AKBAR
11141020000008
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
NOVEMBER 2018
iii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
vi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRAK
Nama : Khairul Fadli Akbar
Program Studi : Farmasi
Judul : Formulasi Tablet Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea
obtusa).
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu gastropoda laut dari
filum moluska. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak keong
matah merah berpotensi menghambat sel kanker serviks, kanker paru, sel kanker
leukemia, dan juga sebagai antioksidan. Potensi yang besar sebagai obat dari keong
matah merah menjadi daya tarik untuk diformulasikan menjadi sediaan tablet yang
belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini dilakukan untuk menentukkan
konsentrasi optimum dari agen pengikat PVP K30 dan agen penghancur
crospovidon pada tablet ekstrak etanol keong matah merah (Cerithidea obtusa),
sehingga menghasilkan tablet dengan kerapuhaan, kekerasan dan waktu hancur
yang diharapkan. Proses pembuatan tablet menggunakan metode granulasi basah,
dibuat sebanyak empat formula dengan memvariasikan konsentrasi PVP K30 dan
crospovidon. Tablet yang dihasilkan dari keempat formula memiliki hasil
kerapuhan, kekerasan, dan waktu hancur yang memenuhi persyaratan, namun pada
tablet formula 1 tidak memenuhi persyaratan pada evaluasi kerapuhan. Ekstrak
keong matah merah (Cerithidea obtusa) dapat diformulasikan menjadi sediaan
tablet yang baik menggunakan PVP K30 sebagai agen dan crospovidon sebagai
agen penghancur dengan metode granulasi basah.
Kata kunci : Keong matah merah (Cerithidea obtusa), tablet, granulasi basah, PVP
K-30, crospovidon.
vii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ABSTRACT
Name : Khairul Fadli Akbar
Study Programe : Pharmacy
Title : Formulation of Tablet Contaning Mollusk Matah Merah
Ethanolic Extract (Cerithidea obtusa).
Mollusks matah merah (Cerithidea obtusa) is one of sea gastropods from mollusks
phylum. The studies have reported the potency of mollusks matah merah extract for
inhibiting cervix cancer cell, lung cancer cell, leukemia cancer cell, and its
antioxidant. Because its potency as medicines, ethanolic extract of mollusks matah
merah can be formulated as tablet dosage form which never been done before. This
study was aimed to establish optimum concentration of binding agent (PVP K30)
and disintegrating agent (crospovidone) which can be formulated as tablet
containing mollusks matah merah (Cerithidea obtusa) ethanolic extract, which will
produce tablets with desired friability, hardness, and disintegration time. Tablets
manufacturing was done by using wet granulation method, the four formulations
were made with variation on concentration of PVP K30 and crospovidone. Four
formulation tablets showed that they meet the requirements of friability test,
hardness test, and disintegration time test, but the tablet formulation 1 didn’t meet
the requirement of friability test. Based on this result, mollusks matah merah
(Cerithidea obtusa) ethanolic extract can be formulated into tablet dosage form
using PVP K30 as the binder and crospovidone as the disintegration with by wet
granulation method.
Key words : Mollusks matah merah (Cerithidea obtusa), tablet, wet granulation,
PVP K-30, crospovidone.
viii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Formulasi
Tablet Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)”.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu
Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis telah
memperoleh bantuan, bimbingan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Bapak Imam Prabowo, M.Farm., Apt.
selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, ilmu,
arahan, masukan dan motivasi kepada penulis.
4. Kedua orang tua tercinta Ibu Soimah dan Bapak Warijan serta seluruh
keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, cinta, dukungan baik moril
maupun materil serta doa tanpa henti yang menyertai setiap langkah penulis.
5. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. dan seluruh dosen Farmasi UIN yang
telah membimbing serta memberikan ilmunya selama ini.
6. Kakak – kakak laboran Program Studi Farmasi (Kak Eris, Kak Walid, Kak
Zaenab dan Mbak Rani) yang telah banyak membantu penulis dalam
menjalankan penelitian.
7. Inez Latanza Vidiyanti. Terima kasih atas perhatian, semangat, bantuan dan
kesediaannya menemani penulis serta mendengarkan keluh kesah penulis
selama ini.
ix UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
8. Teman – teman Tarekat, Sunnihaq al-faaz, Ridho faiqyl layaly, Suhelmi, Deki
yanto, Muhammad firmansyah yang telah memberikan banyak cerita seru,
canda dan tawa tiada akhir selama empat tahun terakhir.
9. Farmasi 2014 yang telah memberikan pengalaman dalam masa perkuliahan
dan sudah banyak membantu serta berbagi selama perkuliahan dan penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Akhir kata penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
Jakarta, 08 November 2018
Penulis
x UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
xi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1. Keong Matah Merah (Ceritidhea obtusa) ................................................ 4
2.1.1. Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah Merah (Cerithidea
obtusa) ........................................................................................... 4
2.1.2. Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ........ 5
2.2. Ekstrak dari Bahan Alam ...................................................................... 6
2.2.1. Proses Pembuatan dan Pabrikasi Ekstrak Bahan Alam ................. 6
2.2.2. Ekstrak Bahan Alam: Kompleksitas Senyawa Kimia dan
Klasifikasi ..................................................................................... 8
2.2.3. Penelitian Terbaru dalam Formulasi dan Proses Pembuatan ......... 9
2.3. Tablet...................................................................................................... 11
2.4. Granulasi Basah ..................................................................................... 13
2.5. Karakteristik Granul ............................................................................... 14
xii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2.6. Eksipien Dalam Sediaan Tablet ............................................................. 17
2.7. Monografi Eksipien ................................................................................ 22
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 26
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 26
3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................... 26
3.2.1. Alat .............................................................................................. 26
3.2.2. Bahan ........................................................................................... 26
3.3. Prosedur Kerja ........................................................................................ 26
3.3.1. Karakterisasi Fisikokimia Ekstrak ............................................... 26
3.3.2. Formulasi Tablet Ekstrak Keong Matah Merah .......................... 30
3.3.3. Evaluasi Granul ........................................................................... 33
3.3.4. Evaluasi Tablet ............................................................................ 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 39
4.1 Karakterisasi Fisikokimia Ekstrak .......................................................... 39
4.1.1. Penapisan Fitokimia .................................................................... 39
4.1.2. Parameter Standar ........................................................................ 41
4.2 Formulasi Tablet Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ..... 42
4.2.1. Pembuatan Ekstrak Kering .......................................................... 42
4.2.2. Karakterisasi Fisik Ekstrak Keong Matah Merah........................ 45
4.2.3. Evaluasi Granul ........................................................................... 47
4.2.4. Evaluasi Tablet .................................................................................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 57
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 57
5.2 Saran ........................................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58
LAMPIRAN ......................................................................................................... 63
xiii UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ............ 6
Tabel 2.2. Hubungan antara Sudut Istirahat, Indeks Carr’s dan Rasio Hausner
terhadap Sifat Alir Serbuk ............................................................. 16
Tabel 2.3. Pengisi Tablet ................................................................................ 18
Tabel 2.4. Sistem Granulasi yang Umum digunakan ..................................... 19
Tabel 3.1. Hubungan antara Sudut Istirahat dan Indeks Carr’s ...................... 32
Tabel 3.2. Formula Tablet Ekstrak Etanol Keong Matah Merah (Cerithidea
obtusa) ........................................................................................... 32
Tabel 3.3. Hubungan antara Sudut Istirahat dan Indeks Carr’s ...................... 35
Tabel 3.4. Keseragaman Bobot Tablet ........................................................... 37
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa) ........................................................................ 39
xiv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ................................... 6
Gambar 2.2. Proses Pembuatan Ekstrak Bahan Alam dan Produk .................. 8
Gambar 4.1. Ekstrak Serbuk Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) ........ 44
Gambar 4.2. Permasalahan sifat alir pada hopper .......................................... 46
Gambar 4.3. Proses Agglomerasi Serbuk pada Granulasi Basah ................... 48
Gambar 4.4. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Granul .................................. 49
Gambar 4.5. Tablet Ekstrak Keong Matah Merah ......................................... 52
Gambar 4.6. Mekanisme Mengembang Crospovidon (swelling) ................... 56
Gambar 4.7. Mekanisme Aksi Kapiler Crospovidon ..................................... 56
xv UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Distribusi Ukuran Partikel Granul ............................................. 63
Lampiran 2. Sertifikat Analisis PVP K-30..................................................... 68
Lampiran 3. Sertifikat Analisis laktosa monohidrat ...................................... 71
Lampiran 4. Sertifikat Analisis crospovidon ................................................. 72
Lampiran 5. Sertifikat Analisis magnesium stearate ..................................... 74
Lampiran 6. Sertifikat Analisis aerosil .......................................................... 75
1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keong matah merah (Cerithidea obtusa) merupakan salah satu gastropoda
laut dari filum moluska, yang dijadikan makanan di negara Cina dan Taiwan karena
dipercaya mengandung stimulan yang dapat meningkatkan stamina. Penduduk
pantai Indonesia telah mengonsumsi keong matah merah sejak dulu sebagai obat
(Purwaningsih, Sri, 2012). Keong matah merah merupakan suatu objek yang
menarik untuk diteliti lebih lanjut karena memiliki potensi besar untuk pengobatan.
Penelitian yang dilakukan Purwaningsih dkk (2008), melaporkan bahwa
hasil analisis ragam ekstrak keong matah merah, yaitu ekstrak dari air, air dan
metanol, aseton, etil asetat, serta methanol berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap
penghambatan proliferasi sel kanker HeLa. Uji beda Duncan menunjukkan bahwa
penghambatan tertinggi terjadi pada ekstrak dengan pelarut aseton pada konsentrasi
25 ppm yaitu sebesar 90.62% dan berbeda dengan ekstrak lain. Purwaningsih
(2008), melaporkan ekstrak aseton keong matah merah (Cerithidea obtusa)
memiliki aktivitas sebagai antiangiogenesis pada konsentrasi 36,9 µg/kg berat
badan dalam menghambat pertumbuhan sel kanker pada mencit C3H. Purwaningsih
juga melaporkan, bahwa rebusan ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
sebanyak 250 gram daging keong dengan 250 ml air selama 10 menit pada individu
yang menderita kanker myeloma, dan hasilnya sel kanker myeloma tidak tumbuh
kembali. Penelitian ini, tidak menggunakan ekstrak aseton keong matah merah
melainkan ekstrak etanol keong matah dikarenakan residu aseton yang berpotensi
toksik terhadap manusia.
Penggunaan ekstrak keong matah merah secara tradisonal menimbulkan
rasa dan bau yang tidak enak, oleh karena itu ekstrak keong matah merah
diformulasikan menjadi bentuk sediaan tablet untuk memudahkan dalam
penggunaannya. Pemilihan bentuk sediaan tablet dikarenakan, tablet merupakan
sediaan yang kompak sehingga menjadi sediaan yang lebih stabil, bentuk sediaan
yang memberikan kapabilitas yang baik pada ketepatan dosis dan variabilitas dosis
2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
yang sedikit, bentuk sediaan yang lebih baik untuk diproduksi skala besar
dibandingkan sediaan oral lainnya (Lachman, Lieberman dan Kanig, 1987).
Penelitian dalam memformulasikan ekstrak keong matah merah menjadi
bentuk sediaan tablet belum pernah dilakukan. Tantangan utama dalam
memformulasikan tablet dari ekstrak kering yaitu sifat alir dan/atau kompaktibilas
yang buruk sehingga mempengaruhi inkonsistensi proses pengisian ke die, yang
kemudian menghasilkan ketidakseragaman bobot dan ketidakseragaman
kandungan (Augsburger dan Hoag, 2008).
Beberapa penelitian telah melaporkan, metode granulasi dapat memperbaiki
sifat alir dan kompaktibilitas. Patel, Telange, dan Sharma pada tahun 2011,
membandingkan teknik granulasi untuk laktosa monohidrat. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk memperbaiki sifat fisik dan teknis dari sifat alir yang buruk dan
kohesif yang tinggi dari laktosa monohidrat untuk memecahkan masalah sifat alir
yang memberikan efek dari pembuatan tablet. Hasil menunjukkan, saat proses
pembuatan tablet memiliki nilai gaya ejeksi tablet yang rendah, hasil evaluasi tablet
yang baik (keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur)
mengindikasikan kompresibilitas yang baik dari granul yang dibuat dengan teknik
Fluidized Bed (HPMC konsentrasi 2,5% sebagai pengikat) dan ko-proses laktosa
(Patel, Telange, dan Sharma, 2011). Oleh karena itu, proses formulasi sediaan tablet
ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) menggunakan metode granulasi
basah.
Formulasi sediaan tablet ekstrak keong matah merah menggunakan variasi
konsentrasi PVP K30 sebagai pengikat. PVP K30 digunakan sebagai pengikat tablet
dalam proses granulasi basah akan menghasilkan granul dengan sifat alir yang baik.
Distribusi yang merata larutan PVP K30 selama proses granulasi akan membentuk
jembatan cairan antar partikel sehingga membentuk ikatan yang baik dan
menghasilkan kekerasan yang baik dan kerapuhan yang rendah (Lannie et al, 2016).
Ekstrak yang sangat higroskopis, setelah kontak dengan air akan
membentuk gel pada permukaan tablet yang akan mencegah penetrasi air ke dalam
tablet (Von Eggelkraut-Gottanka, Abed, MṺller, dan Schmidt. 2002). Ekstrak keong
matah merah bersifat higroskopis, oleh karena itu crospovidon dipilih dalam
formulasi tablet ekstrak keong matah merah karena mekanisme kerjanya kombinasi
3
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dari mengembang tanpa membentuk gel dan membentuk poros. Crospovidon
merupakan bahan yang kompresibilitasnya tinggi karena morfologi partikelnya
yang memiliki poros (Mohanachandran, Sindhumol, Kiran, 2011). Variasi
konsentrasi crospovidon digunakan untuk mengetahui waktu hancur tablet ekstrak
keong matah merah yang memenuhi persyaratan mutu obat tradisional.
Penelitian ini bermaksud untuk memformulasikan ekstrak keong matah
merah (Cerithidea obtusa) menjadi bentuk sediaan tablet menggunakan metode
granulasi basah. Formulasi dibuat dengan memvariasikan konsentrasi PVP K30
sebagai pengikat dan crospovidon sebagai penghancur untuk mendapatkan
kerapuhan, kekerasan dan waktu hancur yang diharapkan sesuai dengan peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 12 tahun 2014 tentang persyaratan
mutu obat tradisional dan Farmakope Indonesia.
1.2. Rumusan masalah
Apakah ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) dapat dibuat
menjadi bentuk sediaan tablet menggunakan variasi konsentrasi PVP K30 sebagai
pengikat dan crospovidon sebagai penghancur dengan metode granulasi basah yang
memenuhi persyaratan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 12
tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional dan Farmakope Indonesia?
1.3. Tujuan penelitian
Memformulasikan tablet ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
menggunakan variasi konsentrasi PVP K30 sebagai pengikat dan crospovidon
sebagai penghancur dengan metode granulasi basah sehingga didapatkan
kerapuhan, kekerasan dan waktu hancur tablet yang diharapkan sesuai dengan
peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 12 tahun 2014 tentang
persyaratan mutu obat tradisional dan Farmakope Indonesia.
1.1. Manfaat penelitian
Memberikan informasi dasar bagi penelitian lanjutan dalam
memformulasikan ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa).
4 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keong Matah Merah (Ceritidhea obtusa)
2.1.1. Deskripsi dan Klasifikasi Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Keong matah merah merupakan salah satu spesies yang termasuk ke dalam
filum moluska. Keong matah merah memiliki bentuk tubuh simetris bilateral yang
dilindungi oleh cangkang berbentuk kerucut dan melingkar. Bentuk kepala keong
jelas serta memiliki mata dan radula. Klasifikasi keong matah merah (Cerithidea
obtusa) menurut (Abbot dan Boss, 1989) adalah sebagai berikut:
Filum : Molusca
Kelas : Gastropoda
Sub Kelas : Orthogastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Super Famili : Sorbeococha
Famili : Cerithiodea
Sub Famili : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea obtusa
Pada umumnya, keong memiliki bentuk yang runcing pada ujungnya dan
beberapa tampak seperti terpotong. Mata keong matah merah memiliki tangkai,
bagian tepi luar kaki jalannya dihiasi dengan garis berwarna merah, secara lengkap
ditampilkan pada Gambar 2.1.
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 2.1. Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa).
Sumber : Lamarck, 1822.
Tubuh keong terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, kaki, dan alat-alat
pencernaan. Pada bagian depan atau ventral kepala keong terdapat mulut, sepasang
mata yang biasanya bergagang satu atau dua pasang tentakel sebagai alat peraba
atau alat panca indra. Mulut pada keong berhubungan dengan faring yang
mengandung radula, yaitu alat pengunyah yang terbuat dari kitin dan mempunyai
gigi yang tersusun secara transversal. Jumlah gigi pada radula keong berkisar antara
16-750.000 buah (Suwignyo et al, 1998). Kaki keong berada dibelakang kepalanya,
yaitu dibagian bawah badannya. Sistem pencernaan makanan keong meliputi
rongga mulut, kerongkongan, kelenjar ludah, tembolok, lambung kelenjar, dan
usus. Sistem peredaran darah keong adalah sistem terbuka dengan jantung dan
saluran darah sebagai alat transportasi. Sistem saraf berupa ganglion yang
bercabang di seluruh tubuh. Alat pernafasan keong umumnya dilakukan oleh insang
atau paru-paru (Manandmollusc, 2011).
Keong matah merah pada umumnya hidup pada akar, batang, dan ranting-
ranting mangrove. Keong menempel menggunakan benang-benang lendir pada
bagian batang yang tidak terkena lendir. Pada umumnya, keong mangrove ini
banyak dijumpai di kawasan Asia Tenggara (Coremap, 2010).
2.1.2. Komposisi Kimia Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
Komposisi kimia merupakan data yang menunjukkan kandungan suatu
bahan pangan yang didapatkan melalui uji proksimat. Komposisi kimia meliputi
kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Nilai komposisi kimia yang
terkandung dalam suatu bahan pangan menunjukkan kandungan gizi yang
terkandung dalam suatu bahan pangan. Semakin tinggi kandungan gizi pada suatu
6
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
bahan pangan maka semakin baik untuk dikonsumsi oleh manusia. Salah satu bahan
pangan dengan kandungan gizi yang baik adalah keong laut. Keong matah merah
(Cerithidea obtusa) merupakan salah satu spesies keong laut yang memiliki nilai
gizi yang cukup tinggi sehingga sangat baik dimanfaatkan sebagai sumber
makanan.
Daging keong laut mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6 yang
bermanfaat bagi perkembangan otak. Daging keong laut mengandung vitamin A,
D, dan mineral (Natural, 2000). Kandungan gizi keong matah merah disajikan pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa).
Sumber : Purwaningsih, 2007.
Komposisi kimia suatu sumber bahan pangan dapat dipengaruhi oleh faktor-
faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi kandungan
gizi suatu sumber pangan meliputi umur, jenis, ukuran, dan lain-lain. Faktor
eksternal yang berpengaruh meliputi habitat dan kondisi lingkungan (Winarno
2008).
2.2. Ekstrak dari Bahan Alam
2.2.1. Proses Pembuatan dan Pabrikasi Ekstrak Bahan Alam
Pembuatan ekstrak bahan alam dimulai dari pengumpulan sampel bahan
alam segar. Setelah dibersihkan dan/atau dikeringkan, sampel bahan alam dapat di
ekstraksi dengan berbagai jenis pelarut, misalnya air, pelarut organik, atau bahkan
minyak. Hasil ekstraksi merupakan ekstrak cair yang kemudian dapat dilakukan ke
proses selanjutnya (contoh: evaporasi, pengeringan, dan pengenceran) menjadi
bentuk ekstrak yang berbeda, yang kemudian akhirnya dapat dibuat menjadi
Zat gizi Komposisi (%)
Kadar air 80,30
Kadar abu 4,50
Kadar lemak 2,80
Kadar protein 11,80
7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
berbagai bentuk sediaan seperti tablet, kapsul, sediaan cair, dan salep (Augsburger
dan Hoag, 2008).
Gambar 2.2. Proses Pembuatan Ekstrak Bahan Alam dan Produk.
Sumber : Augsburger dan Stephen, 2008.
Pembuatan sampel bahan kasar, dimulai dari pengumpulan, pembersihan
dan pengeringan, yaitu berdasarkan dari prosedur literatur bahan tersebut. Ekstraksi
merupakan proses memindahkan senyawa kandungan yang diinginkan yang
terdapat dalam sampel ke pelarut. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk
ekstraksi, yaitu ekstraksi menggunakan pelarut organik, ekstraksi gas superkritis,
dan destilasi uap. Ekstraksi menggunakan pelarut merupakan metode yang paling
sering dilakukan di industri. Pelarut dipilih berdasarkan beberapa faktor yaitu,
karakteristik fisikokimia senyawa yang terkandung, harga, dan lingkungan.
(Augsburger dan Hoag, 2008).
Jika yang diinginkan ekstrak kering, dilakukan evaporasi untuk
menghilangkan pelarutnya. Hasil dari evaporasi yaitu ekstrak kental yang kemudian
8
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dikeringkan dengan pengering yang cocok, misalnya spray dryer, belt dryer, atau
freeze dryer. Metode pengeringan dipilih berdasarkan stabilitas dari kandungan
senyawa aktif dan kandungan kelembapan ekstrak harus dihilangkan. Dalam
banyak kasus, ekspien yang cocok seperti maltodekstrin, laktosa, atau silikon
dioxide harus ditambahkan ke ekstrak kental sebelum pengeringan selanjutnya.
Dalam prakteknya, pembuatan ekstrak kering tidak dapat dikeringkan tanpa
penambahan eksipien, yang mungkin disebabkan karena higroskopisitas dan
kandungan lemak dan pektin yang tinggi. Kemudian didapatkan ekstrak kering
setelah penggilingan dan pengayakan dan dapat diformulasi lebih lanjut menjadi
sediaan padat (Augsburger dan Hoag, 2008).
2.2.2. Ekstrak Bahan Alam: Kompleksitas Senyawa Kimia dan Klasifikasi
Ekstrak bahan alam merupakan campuran yang kompleks dari berbagai
macam substansi. Substansi yang kompleks ini yang dapat memberikan efek
farmakologi atau fisiologinya mungkin hanya satu substansi atau kombinasi
substansi tersebut. Dalam teori, kandungan senyawa dari ekstrak bahan alam dapat
diklasifikasikan menjadi senyawa aktif, senyawa ko-aktif, senyawa penanda
(marker compounds), atau senyawa lain yang berkontribusi dalam aktivitasnya
(Augsburger dan Hoag, 2008).
“Senyawa aktif” dan “senyawa ko-aktif” keduanya diketahui sebagai
aktivitas farmakologi atau fisiologi. Ketika diuji aktivitas farmakologinya, senyawa
aktif hasil proses isolasi dengan ekstrak total, senyawa aktif menunjukkan aktivitas
yang sama atau mirip seperti pada ekstrak total (contoh sennosides dalam ekstrak
senna). Sebaliknya, pada senyawa ko-aktif yang tidak menunjukkan level aktivitas
yang sama seperti pada ekstrak total (contoh procyanidines/flavonoid dalam ekstrak
kulit pinus) (Augsburger dan Hoag, 2008).
“Senyawa penanda (marker compounds)” seharusnya tidak memiliki kaitan
dalam aktivitas fisiologis ekstrak. Senyawa penanda hanya memberikan gambaran
teknis dalam proses pabrikasi, seperti konfirmasi identifikasi, evaluasi stabilitas
dsb. Dalam prakteknya, menentukkan senyawa yang bersifat sebagai senyawa
aktif/ko-aktif atau senyawa penanda tidak mudah. Sering terjadi data yang
bertentangan tentang senyawa yang aktif dalam fisiologis. Ekstrak yang memiliki
9
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
aktivitas fisiologisnya tertentu saja, klasifikasi dari senyawa ini bergantung pada
penggunaan dari ekstrak tersebut (Augsburger dan Hoag, 2008).
“Senyawa lain” yaitu kandungan dari ekstrak yang tidak berperan dalam
aktivitas maupun analitisnya. Senyawa ini biasanya bagian normal dari ekstrak
(resin, karbohidrat, protein dan lemak) atau substansi yang mungkin berefek
terhadap keamanan dan harus dalam rentang yang dapat diterima (contoh: logam
berat, pestisida) (Augsburger dan Hoag, 2008).
2.2.3. Penelitian Terbaru dalam Formulasi dan Proses Pembuatan
Tablet atau kapsul dapat dibuat dari sampel bahan mentah atau ekstrak
merupakan bentuk sediaan yang paling sering dibuat dari produk bahan alam.
Formulator dalam membuat sediaan biasanya dalam bentuk serbuk ekstrak, yang
dapat memberikan karakteristik fisikokimia, yang dapat memberikan data penting
untuk proses formulasi sehingga menghasilkan produk dengan kualitas yang baik.
Tantangan dalam memformulasikan sediaan dari bahan alam yaitu sifat alir
dan/atau kompaktibilitas yang buruk, sulit dalam mengevaluasi profil sediaan
karena komponennya yang kompleks, ketidakstabilan komponen aktif, dan tidak
dapat diprediksinya sifat disolusi (Augsburger dan Hoag, 2008).
2.2.3.1. Tantangan Proses Formulasi dari Sampel Bahan Alam yang Sifat Alir
dan Kompaktibilitas Buruk
Tantangan utama dalam formulasi dari ekstrak kering yaitu sifat alir yang
buruk. Sifat alir yang baik merupakan hal yang sangat penting dalam proses
pembuatan, khususnya ketika proses pengisian menggunakan mesin kempa tablet
dengan kecepatan tinggi atau dalam proses enkapsulasi otomatis. Sifat alir ekstrak
kering yang buruk atau sangat buruk telah banyak dilaporkan, sifat ini dapat
mempengaruhi inkonsistensi dalam proses pengisian pada tablet atau cangkang
kapsul, yang kemudian menghasilkan ketidakseragaman bobot, dan
ketidakseragaman kandungan. Sifat alir yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu ukuran partikel yang kecil, bentuk partikel yang tidak beraturan,
permukaan partikel yang kasar, sifat kohesif antar partikel. Sifat alir ekstrak bahan
alam dapat bervariasi jika diproduksi dengan proses yang berbeda (contoh:
penggunaan pelarut, penambahan pembawa, metode pengeringan, kondisi, dsb),
10
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
tetapi sifat alir ekstrak juga dapat bervariasi jika diproduksi dengan proses yang
sama pada sumber bahan alam yang berbeda (Augsburger dan Hoag, 2008).
Karakteristik ekstrak lainnya yang penting dalam formulasi sediaan padat
adalah kompaktibilitas. Kekuatan mekanik kekompakan tablet merupakan ikatan
yang terjadi karena adanya tekanan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa ekstrak
bahan alam terutama membentuk deformasi plastik. Bahan-bahan yang membentuk
deformasi plastik yang menunjukkan bergantung waktu (time-dependency) dan
senisitif laju peregangan (sensitivitas strain-rate), yang akan menimbulkan masalah
capping atau laminating selama proses pembuatan tablet dengan kecepatan tinggi
(Augsburger dan Hoag, 2008).
Karena sifat ekstrak bahan alam membentuk deformasi plastik,
pembentukan kekompakan yang kohesif masih menjadi masalah dalam ekstrak
bahan alam. Terdapat dua kasus ekstrak dengan jenis ekstrak yang sama dari
sumber yang berbeda yang dapat menggambarkan deformasi plastik. Kasus
pertama ditunjukkan dengan kompaktibilitas yang buruk, yang tidak dapat
diperbaiki dengan meningkatkan tekanan pengempaan. Kasus yang kedua,
menghasilkan tablet yang tidak dapat pecah yang akan menimbulkan masalah
dalam penetrasi cairan kedalam tablet dan disintegerasi (Augsburger dan Hoag,
2008).
Kompatibilitas bervariasi tergantung dari kondisi ekstraksi. Sebagai contoh,
Endale et al. Mengekstraksi biji Glinus lotodies dengan pelarut yang berbeda
(metanol 60%, 70% dan 80%) dan hasilnya ekstrak metanol 80% menunjukan
kompaktibilitas yang lebih baik dari pada dua ekstrak yang lain. Sifat ikatan yang
tinggi mungkin disebabkan dari komponen yang terekstraksi seperti komponen
minyak, lemak atau bahan lainnya (Augsburger dan Hoag, 2008).
Ekstrak bahan alam tidak sesuai dibuat sediaan tablet dengan metode kempa
langsung karena sifat alir dan kompaktibilitasnya yang buruk. Selain itu, karena
komponen aktif dari ekstrak, biasanya dosis yang dibutuhkan tinggi. Granulasi
merupakan metode yang digunakan secara luas untuk memperbaiki sifat alir dan
kompaktibilitas sediaan dosis tinggi. Diaz et al melaporkan bahwa granulasi basah
non-aqueous ekstrak Plantago lanceolata dengan Eudragit®E (Rohm & Hass
GmbH, Darmstadt, Germany) menghasilkan sifat alir dan disolusi yang lebih baik
11
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dibandingkan ekstrak kering sendiri. Onunkwo et al. membuat tablet dari ekstrak
Garcinia kola dengan metode granulasi basah, menggunakan empat pengikat
berbeda (akasia, gelatin, amilum jagung, dan natrium carboksimetil selulosa) pada
konsentrasi yang bervariasi menghasilkan tablet dengan waktu hancur, dissolusi,
dan kekerasan serta kerapuhan yang baik. Tablet yang diformulasikan dengan
amilum menunjukkan disintegerasi yang baik namun sangat rapuh. Peningkatan
konsentrasi pengikat menghasilkan tablet yang lebih keras dan pelepasan zat aktif
yang lebih lambat. Untuk pertimbangan stabilitas, metode granulasi kering lebih
cocok dari pada granulasi basah. Granulasi kering menurunkan daya hancur
(crushing strength) tablet, menurunkan debu dan memberikan masalah selama
pengempaan dan mencegah tablet capping (Augsburger dan Hoag, 2008).
2.3. Tablet
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan bahan
tambahan yang cocok. Karakteristik tablet bervariasi mulai dari ukuran, bentuk,
berat, kekerasan, ketebalan, disintegrasi, dan disolusi serta aspek lainnya, yang
bergantung dari penggunaan dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet dibuat
untuk pemberian oral. Beberapa tablet dibuat dengan bahan tambahan seperti warna
dan penyalutan. Tablet utamanya dibuat dengan cara pengempaan, ada berapa tablet
yang dibuat dengan cara mencetak (Allen et al, 2011).
Pada umumnya tablet kempa mengandung zat aktif dan bahan pengisi,
bahan pengikat, disintegeran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan warna
dan lak (bahan warna yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak
larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis. Bahan pengisi
ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa. Bahan pengisi tablet
yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal.
Tablet kunyah sering mengandung sukrosa, manitol atau sorbitol sebagai bahan
pengisi. Jika kandungan zat aktif kecil, sifat tablet secara keseluruhan ditentukan
oleh bahan pengisi yang besar jumlahnya. Karena masalah ketersediaan hayati obat
hidrofobik yang kelarutannya dalam air kecil, maka digunakan bahan pengisi yang
larut dalam air (Kemenkes RI, 2014).
12
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk sewaktu
granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya kohesi yang telah ada pada
bahan pengisi. Zat pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih
efektif jika ditambahkan dalam larutan. Bahan pengikat yang umum meliputi gom
akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metil selulosa, karboksi metil selulosa dan pasta
pati terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulosa
mikrokristalin, yang umumnya digunakan dalam membuat tablet kempa langsung
(Kemenkes RI, 2014).
Disintegeran membantu hancurnya tablet setelah ditelan. Disintegran tablet
yang paling banyak digunakan adalah pati. Pati dan selulosa yang termodifikasi
secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidone sambung-silang juga
dapat digunakan. Campuran efervesen digunakan sebagai disintegran dalam sistem
tablet larut. Kandungan disintegran cara penambahan dan derajat kepadatan
berperan dalam efektivitas daya hancur tablet (Kemenkes RI, 2014).
Lubrikan mengurangi gesekan selama proses pengempaan tablet dan juga
berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada cetakan. Senyawa asam stearat
dengan logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi dan talk digunakan
sebagai lubrikan. Pada umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga cenderung
menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu, kadar
lubrikan yang berlebihan harus dihindarkan. Polietilen glikol dan beberapa garam
lauril sulfat digunakan sebagai lubrikan yang larut, tetapi lubrikan seperti ini
umumnya tidak memberikan sifat lubrikasi yang optimal, dan diperlukan dengan
kadar yang lebih tinggi (Kemenkes RI, 2014).
Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalir
serbuk, umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi. Glidan
yang paling efektif adalah silika pirogenik koloidal (Kemenkes RI, 2014).
Bahan pewarna dan lak yang diizinkan sering ditambahkan pada formulasi
tablet untuk menambah nilai estetik atau untuk identitas produk. Kebanyakan bahan
pewarna peka terhadap cahaya dan warnanya akan memudar jika terpapar cahaya
(Kemenkes RI, 2014).
Metode pembuatan tablet meliputi tiga metode yaitu granulasi basah,
granulasi kering (mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi
13
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
basah dan kering adalah unuk meningkatkan aliran campuran dan/atau kemampuan
kempa (Kemenkes RI, 2014).
Keuntungan bentuk sediaan tablet (Sahoo, 2007) :
1. Memberikan kapabilitas yang baik dari bentuk sediaan oral lainnya sehingga
presisi dosis yang baik dan keseragaman kandungan yang paling sedikit.
2. Biaya paling murah dari semua bentuk sediaan oral.
3. Paling mudah dan paling murah untuk dikemas.
4. Mudah ditelan.
5. Produk lepas berkala dapat dibuat dengan cara salut enterik.
6. Cocok untuk produksi skala besar.
7. Ringan sehingga mudah untuk dibawa
Kerugian bentuk sediaan tablet (Sahoo, 2007) :
1. Sulit untuk ditelan pada anak-anak dan pasien yang tidak sadar
2. Obat dengan kebasahan yang buruk, sifaat disolusi lambat, absorpsi optimum
tinggi dalam saluran cerna mungkin akan susah di formulasikan sebagai
tablet.
2.4. Granulasi Basah
Granulasi basah merupakan proses yang menggunakan penambahan cairan
ke serbuk yang menggunakan pengadukan kemudian menghasilkan agglomerasi
atau granul. Granulasi basah merupakan metode yang paling banyak digunakan.
Dalam granulasi basah, sifat ikatan cairan pengikat biasanya cukup untuk
menghasilkan ikatan dengan minimumnya bahan tambahan (Lachman, 1989).
Tahapan dalam granulasi basah yaitu, menimbang bahan dan mencampur,
kemudian membuat serbuk yang lembab (massa yang lembab), setelah itu
pengayakan massa lembab menjadi granul, dilakukan proses pengeringan granul,
mengecilkan ukuran granul, menambahkan lubrikan dan/atau eksipien lain dan
dicampur, kemudian dibuat tablet dengan pengempaan (Allen et al, 2011).
Keuntungan metode granulasi basah (Lachman, 1989):
1. Kohesif dan kompresibilitas serbuk lebih baik karena adanya penambahan
pengikat yang melapisi partikel serbuk, karena serbuk menempel satu sama lain
jadi akan membentuk agglomerat yang disebut granul. Dengan metode ini,
14
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
komponen formula dapat dimodifikasi untuk melengkapi kekurangan untuk
proses pengempaan.
2. Obat yang memiliki dosis besar dan sifat alir dan/atau kompresibilitas yang
buruk harus dibuat granul dengan metode granulasi basah untuk mendapatkan
sifat alir dan kohesi yang cocok untuk pengempaan. Dalam kasus ini, dibutuhkan
proporsi pengikat yang jauh lebih sedikit untuk memberikan kompresibilitas dan
aliran yang adekuat dari pada pengikat kering yang digunakan dalam metode
kempa langsung.
3. Distribusi dan keseragaman kandungan baik
4. Banyak eksipien yang cocok untuk metode granulasi basah
5. Serbuk yang kecil dan besar dapat dikendalikan
6. Granulasi basah mencegah segregasi komponen serbuk homogen selama proses
pencampuran, pemindahan dan pengendalian. Efeknya, komposisi setiap granul
konstan.
7. Laju disolusi dari obat yang sulit larut dapat diperbaiki dengan pemilihan pelarut
dan pengikat yang tepat.
8. Bentuk sediaan lepas terkendali dapat dilakukan dengan pemilihan pengikat dan
pelarut yang tepat.
Kekurangan metode granulasi basah (Lachman, 1989) :
1. Membutuhkan biaya yang besar karena membutuhkan tempat yang luas dengan
suhu dan kelembapan yang terkendali, waktu dan peralatan yang digunakan.
2. Memungkinkan bahan yang hilang selama proses karena dilakukan pemindahan
dari satu unit ke unit lain.
3. Kemungkinan kontaminan silang lebih besar
4. Dapat menimbulkan disolusi obat lambat dari dalam granul setelah tablet hancur
jika formula dan proses tidak tepat.
5. Tidak coock untuk zat aktif yang sensitif terhadap kelembapan dan panas.
2.5. Karakteristik Granul
Karakteristik tablet seperti kekompakan, stabilitas fisika dan kimia, efikasi,
kapabilitas produksi semuanya bergantung dari kualitas granul. Granul harus
15
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
memiliki dua karakteristik yaitu kemudahan fluiditas dan kompresibilitas. Sifat alir
yang baik sangat penting untuk membawa bahan melalui hopper hingga kedalam
die. Bahan tablet harus dalam bentuk fisik yang mengalir dengan baik dan seragam.
Bentuk fisik yang dimaksud adalah sferik/bola, yang memiliki kontak permukaan
yang kecil antar granul dan dinding mesin (Sahoo, 2007).
Karakteristik granul yang harus diverifikasi sebelum pengempaan (Sahoo,
2007) :
a. Ukuran dan Bentuk Partikel : Ukuran partikel dapat berefek terhadap rata-rata
berat tablet, keragaman tablet, waktu hancur, kerapuhan, kemampuan alir granul.
Metode untuk menentukkan distribusi ukuran partikel yaitu pengayakan,
mikroskopi dan pengendapan.
b. Luas Permukaan : Disolusi obat tergantung dari luas permukaan bahan atau
granul. Metode yang paling sering digunakan untuk menentukan luas permukaan
yaitu adsorpsi gas dan permeabilitas air.
c. Densitas : Densitas granul mempengaruhi kompresibilitas, porositas tablet,
disolusi dan sifat lainnya.
d. Kekerasan dan Kerapuhan : Granul merupakan aggregasi komponen partikel
yang saling bergandengan karenan adanya daya ikatan. Penilaian kekerasan
granul merupakan estimasi daya menarik antar granul untuk saling berikatan.
Kerapuhan merupakan kemampuan untuk membentuk serbuk atau fragmen.
Kekerasan dapat dinilai dengan cara meletakan granul antara dua landasan
(permukaan datar) dan tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan granul.
e. Sifat Alir : Untuk pergerakan granul dari hopper ke dalam rongga die dibutuhkan
sifat alir yang baik. Aliran yang tidak baik akan menyebabkan keragaman bobot
dan keseragaman kandungan yang buruk. Faktor yang mempengaruhi sifat alir :
(a) Gaya friksi / gesekan
(b) Gaya tekanan permukaan
(c) Gaya mekanik yang disebabkan ikatan antar partikel yang berbentuk
irregular
(d) Gaya elektrostatik
(e) Kohesif atau Gaya Van der Waals
16
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sifat alir granul dapat ditentukan dengan sudut istirahat, indeks
kompresibilitas Carr’s dan rasio Hausner, laju alir hopper (Wadher, 2016) :
a. Sudut istirahat : Sudut maksimum antara permukaan tumpukan serbuk dan
permukaan datar horizontal, yang mana serbuk dialirkan dari tinggi yang
ditentukan. Sudut istirahat dapat ditentukan dengan metode corong. Serbuk atau
granul dibiarkan mengalir melalui corong sampai gundukan menyentuh ujung
corong. Sudut istirahat (Ɵ) dihitung dengan persamaan : tan Ɵ =ℎ
𝑟
h = tinggi gundukan
r = jari-jari gundukan
Sudut istirahat ≤ 30 = bahan yang mudah mengalir
Sudut istirahat ≥ 30 = bahan yang sifat alirnya buruk
b. Indeks Kompresibilitas Carr’s dan Rasio Hausner : Untuk menilai sifat alir dan
kompresibilitas serbuk yang ditentukan dengan menghitung densitas bulk dan
densitas tapped.
Tabel 2.2. Hubungan antara Sudut Istirahat dan Indeks Carr’s terhadap Sifat Alir
Serbuk.
Sifat Alir Sudut Istirahat Indeks Carr’s
Sangat Baik 25-30 5-10
Baik 31-35 11-15
Sedang 36-40 16-20
Cukup Baik 41-45 21-25
Buruk 46-55 26-31
Sangat Buruk >56 >32
Sumber : Wadher, 2016.
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑟𝑟′𝑠 =𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘 − 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎ℎ
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘𝑥 100%
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐻𝑎𝑢𝑠𝑛𝑒𝑟 =𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎ℎ
17
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Baru-baru ini rheometer serbuk juga digunakan untuk mengukur sifat alir
serbuk.
c. Laju Alir Hopper : Granul dibiarkan mengalir dari hopper kemudian dihitung
dw/dt (Sahoo, 2007).
2.6. Eksipien Dalam Sediaan Tablet
Tablet mengandung sejumlah bahan yang bersifat inert yang digunakan
sebagai pelarut atau pembawa bagi obat disebut bahan tambahan atau eksipien.
Eksipien yang ditambahkan berbagai macam jenis sesuai dengan kebutuhan
formulator. Eksipien antara lain yaitu diluent atau pengisi, pengikat atau adhesive,
penghancur, lubrikan, glidan atau penambah aliran, pewarna, perasa, dan pemanis.
Semua eksipien tersebut harus memiliki kriteria sebagai berikut (Lachman, 1989):
a. Harus bersifat inert.
b. Harus terdaftar dalam badan pengawas.
c. Harus stabil secara fisik dan kimia.
d. Harus bebas dari bakteri yang bersifat patogen atau substansi lainnya.
e. Tidak mengganggu bioavailibilitas dari zat aktif.
f. Tersedia dalam bentuk yang siap pakai dan murni sebagai standar
farmasetika.
g. Untuk produk obat yang diklasifikasikan sebagai makanan seperti
vitamin, tambahan untuk diet lainnya, eksipien harus terdaftar dalam
bahan tambahan aman untuk makanan.
(a) Pengisi (Diluen)
Pengisi atau diluen digunakan sebagai penambah massa tablet, pemilihan
pengisi sebagai pembawa hal yang sangat penting. Kombinasi pengisi juga dapat
dilakukan, pertimbangan dilakukan untuk memungkinkan pencampuran. Pengisi
tablet terdiri dari substansi kelompok heterogenous yang terdapat dalam tabel
2.3 (Lachman, 1989).
18
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tabel 2.3. Pengisi Tablet.
Tidak larut Larut
Calcium sulfate, diydrate Lactose
Calcium phosphate, dibasic Sucrose
Calcium phosphate, tribasic Dextrose
Calcium carbonate Mannitol
Starch Sorbitol
Modified starches (carboxymethyl starch, dll)
Microcrystalline cellulose
Sumber : Lachman, 1989.
Laktosa merupakan pengisi yang paling bayak digunakan dalam formulasi
tablet. Laktosa tidak memiliki reaksi dengan senyawa obat, laktosa digunakan
dalam bentuk hidrat atau anhidrat. Laktosa anhidrat memiliki kelebihan yaitu
tidak mengalami reaksi Maillard yang akan menyebabkan perubahan warna
menjadi coklat pada tablet karena interaksi antara gugus amin obat dengan
laktosa (Sahoo, 2007).
(b) Pengikat
Pengikat bersifat adhesive yang ditambahkan kedalam fromulasi sediaan
padat. Pengikat utamanya memberikan sifat kekohesifan untuk mengikat
partikel padat yang kemudian menjadi sediaan tablet. Dalam proses granulasi
basah, pengikat membentuk partikel lebih besar sehingga menghasilkan granul
yang memperbaiki sifat alir dari campuran bahan dan zat aktif selama proses
pembuatan. Pengikat juga juga meningkatkan kekerasan dari tablet dengan cara
meningkatkan ikatan intragranular. Dalam proses kempa langsung, pengikat
dapat juga sebagai pengisi dan memberikan kompresibilitas dari campuran
serbuk. Sifat kohesif pengikat akan menurunkan kerapuhan tablet dan
menambah daya tahan. Pengikat dalam formulasi tidak boleh mempengaruhi
hancurnya tablet dan laju disolusi, sifat ini mungkin disebabkan karena
perubahan sifat kebasahan dari formulasi (Parikh, 2005).
19
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tipe pengikat yaitu polimer alam, polimer sintetik, atau gula. Pemilihan tipe
pengikat berdasarkan penggunaan secara empirik dan berdasarkan pengalaman
formulator dalam menghubungkan dengan uji kompatibilitas eksipien.
Pemilihan kuantitas pengikat yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan cara uji
optimasi, menggunakan parameter seperti kerapuhan granul, kerapuhan tablet,
kekerasan, waktu hancur, dan laju dissolusi obat. Pengikat yang umum
digunakan dalam metode granulasi basah ditampilkan dalam tabel 2.4 (Parikh,
2005).
Tabel 2.4. Sistem Granulasi yang Umum digunakan.
Pengikat Metode
Presentase
penggunaan
dalam formula
Pelarut
Presentase
penggunaan
dalam sistem
granulasi
Polimer alam :
1. Amilum
2. Amilum
pregelatiasi
3. Gelatin
4. Akasia
5. Asam alginat
6. Natrium alginat
1. Pencampuran basah
2. Pencampuran basah
Pencampuran kering
3. Pencampuran basah
4. Pencampuran basah
5. Pencampuran kering
6. Pencampuran basah
2-5
2-5
5-10
1-3
3-5
1-5
1-3
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
5-25
10-15
5-10
10-15
3-5
Polimer sintetik :
1. PVP
2. Metil selulosa
3. HPMC
1. Pencampuran basah
Pencampuran kering
2. Pencampuran basah
Pencampuran kering
3. Pencampuran basah
0,5-5
5-10
1-5
5-10
2-5
Air atau
larutan
hydroalco
holic
Air
Air atau
larutan
5-10
2-15
5-10
20
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4. Na-CMC
5. Ethyl selulosa
Pencampuran kering
4. Pencampuran basah
Pencampuran kering
5. Pencampuran basah
Pencampuran kering
5-10
1-5
5-10
1-5
5-10
hydroalco
holic
Air
Etanol
2-15
2-10
Gula :
1. Glukosa
2. Sukrosa
3. Sorbitol
1. Pencampuran basah
2. Pencampuran basah
3. Pencampuran basah
2-25
2-25
2-10
Air
Air
Air
25-50
50-67
2-25
Sumber : Parikh, 2005.
(c) Lubrikan
Lubrikan digunakan dalam formula tablet agar tablet mudah
dikeluarkan/ejeksi dari die, untuk mencegah melekatnya tablet pada punch, dan
mencegah aus yang berlebihan pada punch dan die. Fungsinya menjadi perantara
daya geser rendah pada permukaan antara tablet dan dinding die serta permukaan
punch. Lubrikan harus dipilih secara hati-hati untuk efisiensi dan untuk sifat dari
formula (Lachman, 1989).
(d) Penghancur
Penghancur ditambahkan kedalam granulasi tablet bertujuan untuk
memecah menjadi bagian lebih kecil (disintegerasi) ketika didalam air. Fungsi
utama penghancur adalah untuk memutus ikatan karena pengikat tablet dan
karena tekanan fisik pada saat pengempaan tablet. Pengikat yang lebih kuat, agen
penghancur harus lebih efektif dalam menghancurkan untuk melepaskan obat.
Idealnya, penghancur harus menyebabkan seluruh tablet hancur, tidak hanya
granul tetapi juga partikel serbuk (Lachman, 1989). Superdisintegran
mengembang hingga sepuluh kali dalam 30 detik ketika kontak dengan air
(Sahoo, 2007).
21
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1. Pati termodifikasi (Sodium starch glycolate)
Pati kentang yang disambung silang dengan agen esterifikasi
seperti natrium trimetaphosphate atau phosphorus oxychloride dalam
suspense basa. Efek dari gugus hidrofilik karboksimetil untuk
mengganggu ikatan hidrogen yang terdapat pada struktur polimer. Oleh
karena itu, air dapat berpenetrasi kedalam molekul dan polimer menjadi
larut dengan air dingin. Efek dari sambung silang adalah menurunkan
kelarutan dalam air dan viskositasnya. Keseimbangan antara derajat
substitusi dan tingkat sambung silang akan memfasilitasi air masuk tanpa
membentuk gel (Mohanachandran, Sindhumol, Kiran, 2011).
2. Sambung silang polyvinylpyrrolidone (crospovidon)
Superdisintegran crospovidon memiliki mekanisme kerja
kombinasi dari mengembang dan membentuk kapiler. Hasil pengujian
dibawah mikroskop elektron, partikel crospovidon berbentuk granular
dan berporos. Morfologi partikel berporos memfasilitasi air masuk
kedalam tablet dan partikel sehingga tablet akan cepat hancur.
Superdisintegran lain memiliki sifat yang kompresibilitas nya yang
buruk, crospovidon merupakan bahan yang sangat kompresibel
dikarenakan dari morfologi partikel yang berpori (Mohanachandran,
Sindhumol, Kiran, 2011).
Crospovidon tidak cenderung membentuk gel walaupun pada
konsentrasi tinggi tidak seperti sodium starch glycolate dan
croscarmellose sodium. Crospovidon memberikan rasa yang baik dan
tablet yang kuat (Mohanachandran, Sindhumol, Kiran, 2011).
3. Selulosa termodifikasi (croscarmellose sodium)
Croscarmellose sodium merupakan sambung silang dari polimer
karboksimetilselulosa.substitusi menggunakan sintesis eter Williamson
untuk memberikan garam natrium dari karboksimetilselulosa
(Mohanachandran, Sindhumol, Kiran, 2011).
22
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(e) Glidan
Glidan merupakan bahan yang memperbaiki sifat alir dari granul dengan
cara menurunkan friksi/gesekan interpartikel. Glidan meningkatkan aliran bahan
dari lubang yang lebih besar atau lebih kecil, dari hoper kedalam lubang die.
Glidan tipe silika merupakan glidan yang paling efisien karena ukuran partikel
yang kecil. Dalam satu penelitian, glidan tipe silika meningkatkan sifat alir
granul yang dapat dilihat dari berat tablet yang meningkat dan menurunnya
variasi berat tablet. Secara kimia, glidan silika merupakan silikon dioksida, yang
tersedia dalam dua tipe yaitu (a) silika pirogenik yang dibuat dari pembakaran
silikon tetraklorida dalam atmosfer oksigen dan (b) hidrogel, yang dibuat dari
pengendapan silika yang larut. Silika pirogenik umumnya terdiri dari partikel
yang lebih kecil yang menjadikan bentuknya lebih sferik/bulat. Silika pirogenik
tersedia dalam bentuk hidrofilik dan hidrofobik (Lachman, 1989).
2.7. Monografi Eksipien
A. Laktosa Monohidrat
Laktosa monohidrat memiliki rumus empiris C12H22O11.H2O dengan
bobot molekul 360.31. Dalam keadaan padat, laktosa menunjukkan bentuk
isomerik yang beragam, berdasarkan kodisi kristalisasi dan pengeringan,
contohnya seperti α-laktosa monohidrat, β-laktosa anhidrat, dan α-laktosa
anhidrat. Bentuk kristal yang stabil dari laktosa yaitu α-laktosa monohidrat,
β-laktosa anhidrat, dan α-laktosa anhidrat stabil. Laktosa partikel kristal
atau serbuk putih hingga putih pucat. Laktosa tidak berbau dan sedikit rasa
manis; sekitar 20% α-laktosa sama manisnya dengan sukrosa, sedangkan β-
laktosa 40% sama manisnya (Rowe, 2012).
Laktosa secara luas digunakan sebagai pengisi tablet dan kapsul, dan
dapat juga sebagai produk liofilisasi dan formula bayi. Laktosa juga
digunakan sebagai pengisi sediaan inhalasi serbuk kering. Berbagai macam
mutu dari laktosa yang beredar memiliki perbedaan dalam sifat fisik seperti
distribusi ukuran partikel dan karakteristik sifat alir. Sifat tersebut
menjadikan laktosa merupakan bahan yang paling tepat untuk aplikasi yang
khusus; sebagai contoh, rentang ukuran partikel dipilih untuk kapsul sering
23
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
bergantung pada tipe mesin enkapsulasi yang digunakan. Biasanya, kelas
laktosa yang halus digunakan dalam pembuatan tablet dengan metode
granulasi basah atau selama proses pengayakan dilakukan, ukurannya yang
halus sehingga menjadi lebih baik dicampur dengan bahan lain dalam
formula dan dapat menjadi pengikat yang efisien. Aplikasi lain dari laktosa
yaitu digunakan sebagai produk liofilisasai, laktosa ditambahkan kedalam
larutan yang akan di freeze-dried untuk meningkatkan ukuran hambatan dan
menambah kohesi (Rowe, 2012).
B. Povidone
Povidon K30 memiliki nama kimia 1-Ethenyl-2-pyrrolidinone
homopolymer dengan berat molekul 50.000. Povidone berbentuk serbuk,
berwarna putih hingga putih kekuningan, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, higroskopis. Povidone dengan nilai-K yang sama dengan atau
kurang dari 30 dibuat dengan cara spray-drying dan berbentuk bola.
Povidone K-90 dan povidolne yang nilai-K lebih tinggi dibuat dengan cara
drum drying dan berbentuk pipih. Povidone sangat higroskopis, sangat
signifikan jumlah kelembapan yang diserap pada relatif kelembapan yang
rendah (Rowe, 2012).
Povidone digunakan secara luas dalam berbagai macam bentuk
sediaan, namun utamanya povidone digunakan untuk bentuk sediaan padat.
Dalam pembuatan tablet, larutan povidone digunakan sebagai pengikat
dalam proses granulasi basah. Povidone juga ditambahkan kedalam
campuran serbuk dalam bentuk keringnya dan digranulasikan secaara in situ
dengan penambahan air, alkohol, atau larutan hidroalkoholik. Povidone
digunakan sebagai pelarut dalam formulasi sediaan oral dan paarenteral, dan
telah menunjukan peningkatan disolusi dari obat yang kelarutannya buruk
dari bentuk sediaan padat. Larutan povidone juga dapat digunakan sebagai
agen penyalut/pelapis atau sebagai pengikat zat aktif. Povidone dapat
digunakan sebagai pensuspensi, penstabil, atau peningkat viskositas dalam
sejumlah sediaan topikal, suspensi oral, dan larutan. Kelarutan beberapa zat
24
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
aktif yang buruk dapat ditingkatkan dengan pencampuran povidone (Rowe,
2012).
C. Crospovidon
Crospovidon memiliki nama kimia 1-Ethenyl-2-pyrrolidinone
homopolymer dengan berat molekul lebih dari 1.000.000. Crospovidon
berwarna putih hingga putih kekuningan, serbuk halus, mudah mengalir,
praktis tidak berasa, tidak berbau atau hampir tidak berbau, serbuk
higroskopis. Crospovidon merupakan penghancur tablet yang tidak larut air
dan agen pelarut digunakan pada konsentrasi 2-5% untuk pembuatan tablet
dengan metode kempa langsung atau granulasi basah dan kering.
Crospovidone cepat menunjukan aktivitas kapiler yang tinggi dan kapasitas
hidrasi yang nyata, dengan sedikit kecenderungan untuk membentuk gel.
Penelitian menyarankan bahwa ukuran partikel crospovidon sangat kuat
mempengaruhi waktu hancur tablet analgesik (Rowe, 2012).
Partikel yang lebih besar memberikan waktu hancur yang lebih cepat
dibandingkan partikel yang lebih kecil. Crospovidon disarankan sebagai
alternatif untuk selulosa mikrokristalin sebagai tambahan dalam
pembentukan pelet. Crospovidon juga dapat digunakan sebagai peningkat
kelarutan. Dengan teknik evaporasi bersama, crospovidon dapat
meningkatkan kelarutan dari obat yang memiliki kelarutan yang buruk.
Obat mengadsorpsi crospovidon dengan adanya pelarut yang cocok dan
kemudian pelarut dievaporasi. Teknik ini menghasilkan laju disolusi yang
lebih cepat (Rowe, 2012).
D. Magnesium Stearat
Magnesium stearat memiliki nama kimia Octadecanoic acid
magnesium salt dengan berat molekul 591.24. Serbuk halus putih, serbuk
yang ringan karena densitas bulk rendah, berbau lemah asam stearat dan rasa
yang khas. Mudah melekat dikulit, bebas dari butiran. Magnesium stearat
secara luas digunakan dalam kosmetik, makanan, dan formulasi farmasetik.
Magnesium stearat terutama digunakan sebagai lubricant pada tablet dan
25
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
kapsul dengan konsentrasi antara 0.25% - 5.0% w/w. Kelarutan magnesium
stearat yaitu praktis tidak larut dalam etanol, etanol (95%), eter dan air;
sedikit larut dalam benzen hangat dan etanol hangat (95%) (Rowe, 2012).
E. Colloidal Silicon Dioxide
Colloidal Silicon Dioxide atau aerosil memiliki nama kimia silika
dengan berat molekul 60.08. Koloidal silikon dioksida merupakan
submikroskopik silika dengan ukuran partikel sekitar 15 nm. Koloidal
silikon dioksida ringan, lembek, berwarna putih kebiru-biruan, tidak berbau,
tidak berasa, serbuk amorf. Koloidal silikon dioksida secara luas digunakan
dalam produk farmasetika, kosmetik, dan makanan. Ukuran partikel kecil
dan luas permukaan spesifiknya besar yang memberikan karakteristiknya
dalam hal aliran, sehingga membantu memperbaiki sifat alir dari serbuk
kering dalam proses pembuatan tablet dan pengisian kapsul (Rowe, 2012).
26 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juli 2018 hingga September
2018 di Laboratorium Teknologi Sediaan Padat, Laboratorium Penelitian II,
Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah single punch tablet
machine (ERWEKA), MALVERN Mastersizer 3000 Aero S, corong, stopwatch,
oven, tapped density (ERWEKA), friabiliator (ELECTROLAB), hardness tester
(ERWEKA), disintegration tester (ERWEKA), tanur (Thermo Scientific),
timbangan analitik, freeze dry (EYELA FDU 1200).
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan sebagai zat aktif yaitu ekstrak etanol keong matah
merah (Certhidea obtusa) yang didapat dari Departemen Teknologi Hasil Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, eksipinen yang
digunakan yaitu laktosa monohidrat (Caelo, Jerman), povidone K 30 (BASF,
Jerman), crospovidon (Polyplasdone XL, Ashland), magnesium stearat (FACI Asia
Pacific PTE LTD), colloidal silicon dioxide (CABOT), etanol 96%.
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Karakterisasi Fisikokimia Ekstrak
A. Penapisan Kandungan Ekstrak
1. Alkaloid
Uji Alkaloid : Sebanyak 0,1 g sampel dilarutkan dalam beberapa
tetes asam sulfat 2N kemudian diuji dengan dua peraksi yaitu
27
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Hasil uji dinyatakan
positif jika adanya endapan putih kekuningan untuk pereaksi Meyer
dan endapan merah jingga untuk pereaksi Dragendorff (Harborne,
1987).
2. Flavonoid
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan dengan
1 mL etanol 70% kemudian ditambahkan serbuk Mg, lalu
ditambahkan asam klorida pekat. Apabila terbentuk warna orange,
merah, atau kuning, berarti positif flavonoid (Harborne, 1987).
3. Fenol Hidrokuinon
Sebanyak 0,1 g sampel diekstrak dengan 2 ml metanol panas. Filtrat
yang dihasilkan diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan NaOH
10%. Terbentuknya warna kuning-merah menunjukkan adanya
senyawa fenol dalam bahan (Harborne, 1987).
4. Steroid dan Triterpenoid
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1 mL
etanol 70% kemudian Pada uji dengan menggunakan pereaksi
Lieberman-Buchard, adanya steroid menunjukan warna biru-
kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna merah, merah
muda, atau ungu (Farnsworth, 1966).
5. Saponin
Sebanyak 0,1 g sampel ditambah dengan 20 ml aquades, kemudian
dipanaskan selama 5 menit. Larutan dituang ke dalam tabung reaksi
dalam keadaan panas. Larutan diambil sebanyak 10 ml, kemudian
dikocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Adanya saponin
ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil setinggi 1-10 cm
selama 10 menit dan tidak hilang pada saat ditambahkan dengan satu
tetes HCl 2N (Harborne, 1987).
28
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
B. Pengujian Parameter Non Spesifik
1. Kadar Air
Metode gravimetri : Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada
suhu 105ºC selama 1 jam. Cawan tersebut kemudian diletakkan ke
dalam desikator selama 15 menit, dibiarkan sampai dingin dan
ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak
2 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105ºC selama 5 jam dan ditimbang.
Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai
perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25%. Persyaratan kadar air menurut BPOM RI yaitu ≤ 10%
(DepKes RI, 2000; BPOM, 2014).
Perhitungan kadar air :
Keterangan :
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)
2. Kadar Abu Total
Krus porselen dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu
105o C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator
dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel
ekstrak sebanyak 2-3 g dimasukkan ke dalam krus porselen dan
dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Cawan
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600o C selama
1 jam atau sampai bebas karbon, kemudian didinginkan dalam
desikator serta ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan
(DepKes RI, 2000).
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 𝐵 − 𝐶
𝐵 − 𝐴 𝑥 100%
29
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Perhitungan kadar abu :
Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
A. Pengujian Parameter Spesifik
1. Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk mendeskripsikan bentuk
(padat, serbuk-kering, kental, cair, dll), warna (kuning, coklat, dll),
bau (aromatik, tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll).
Dengan tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana (Depkes RI,
2000).
2. Kadar Sari Larut Air
Sebanyak 1 gram ekstrak (A1) dimaserasi selama 24 jam dengan 20
ml air Kloroform. Dikocok berkali-kali (6 jam pertama), selanjutnya
dibiarkan 18 jam, lalu disaring. Sebanyak 4 ml filtrat diuapkan
hingga kering dalam cawan. (Cawan kosong = A0) Residu
dipanaskan 105°C sampai bobot tetap (A2) Dihitung persen
kadar sari larut air (Depkes RI, 2000) :
3. Kadar Sari Larut Etanol
Sebanyak 1 gram ekstrak (A1) dimaserasi selama 24 jam dengan 20
ml etanol 96%. Dikocok berkali-kali (6 jam pertama), selanjutnya
dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sebanyak 4 ml filtrat
diuapkan hingga kering dalam cawan. (Cawan kosong = A0). Residu
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 𝐶 − 𝐴
𝐵 − 𝐴 𝑥 100%
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑟𝑖 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑎𝑖𝑟 =(𝐴2 − 𝐴0) ×
20
4
𝐴1× 100
30
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dipanaskan 105°C sampai bobot tetap (A2). Dihitung persen
senyawa terlarut etanol (Depkes RI, 2000) :
3.3.2. Formulasi Tablet Ekstrak Keong Matah Merah
A. Pembuatan Ekstrak Kering
Ekstrak kental dikeringkan menggunakan freeze dryer (EYELA FDU
1200) dengan suhu -45 oC dan tekanan 17 pa selama 8 jam. Ekstrak setelah
di freeze dry masih kental dan lengket sehingga pengeringan dilakukan
dengan penambahan laktosa dengan rasio ekstrak : laktosa yaitu 1:3 (5 g :
15 g) diatas penangas air (± 80oC) sambal digerus hingga kering (Rivai,
Wahyuni, dan Fadhilah, 2013; Rahman, Kardono, dan Tamat, 2014).
B. Karakterisasi Fisik Ekstrak Kering
(a) Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk mendeskripsikan bentuk
(padat, serbuk-kering, kental, cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau
(aromatik, tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan
tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana (Depkes RI, 2000).
(b) Densitas
Sifat alir serbuk, kompresibilitas, disolusi dan sifat lainnya yang
mungkin bergantung dari densitas serbuk (Chandira et al, 2012).
1. Densitas Ruah
Ekstrak kering ditimbang sebanyak 50 g kemudian
dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml dan dicatat volumenya
(Kemenkes RI, 2014).
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =(𝐴2 − 𝐴0) ×
20
4
𝐴1× 100
Densitas ruah (𝑔 𝑚𝑙) =⁄𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 (𝑚𝑙)
31
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2. Densitas Mampat
Dari penentuan densitas ruah, gelas ukur ditempatkan pada
penyangga. Diketuk sebanyak 10, 500, dan 1250 kali dan dicatat
volumenya (V10, V500 dan V1250). Jika perbedaan antara V500
dan V1250 kurang dari atau sama dengan 2 ml, V1250 merupakan
hasil volume mampat. Jika perbedaan antara V500 dan V1250
lebih dari 2 ml, ulangi dengan penambahan ketukan (seperti 1250
ketukan), sampai perbedaan penilaian berikutnya kurang dari atau
sama dengan 2 ml. dicatat dan dihitung densitas mampat dengan
persamaan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014).
3. Indeks Kompresibilitas Carr’s
Indeks Kompresibilitas Carr’s (CI) ditentukan dengan cara
menghitung densitas ruah dan densitas mampat yang memberikan
nilai sifat alir dan kompresibilitas (Bodhmage, 2006).
(b) Waktu Alir dan Sudut Istirahat Ekstrak Kering
Waktu alir granul ditentukan dengan cara menimbang 50 gram
serbuk ekstrak, kemudian dimasukkan ke dalam corong, dan dihitung
waktu yang diperlukan granul untuk melewati corong tersebut.
Kecepatan alir yang baik adalah tidak kurang dari 10 gram per detik
(Parrot, 1971).
Sudut istirahat granul ditentukan dengan cara menimbang 50 gram
granul dimasukkan ke dalam corong yang telah diposisikan 2-4 cm dari
puncak permukaan sampel dan bagian bawah corong ditutup. Granul
dibiarkan mengalir melalui corong, kemudian sudut istirahatnya
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 (𝑔 𝑚𝑙) =⁄𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘 (𝑚𝑙)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑟𝑟′𝑠 =𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 − 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎ℎ
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑥 100%
32
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dihitung dari gundukan berbentuk kerucut dengan rumus sebagai
berikut:
α adalah sudut istirahat, h adalah tinggi kerucut (cm), r adalah jari-jari
kerucut (cm) (Voight, 1995).
Tabel 3.1. Hubungan antara sudut istirahat dan Indeks Carr’s.
Sifat Alir Sudut Istirahat Indeks Carr’s
Sangat Baik 25-30 5-10
Baik 31-35 11-15
Cukup Baik 36-40 16-20
Agak Cukup Baik 41-45 21-25
Buruk 46-55 26-31
Sangat Buruk >56 >32
C. Formula Tablet
Tabel 3.2. Formula Tablet Ekstrak Etanol Keong Matah Merah (Certhidea obtusa)
Fungsi Formula F1 (mg) F2 (mg) F 3 (mg) F 4 (mg)
Zat Aktif Serbuk Ekstrak Keong
Matah Merah
150
(37,5%)
150
(37,5%)
150
(37,5%)
150
(37,5%)
Pengisi Laktosa Monohidrat 218
(54,5%)
210
(52,5%)
210
(52,5%)
202
(50,5%)
Pengikat Povidone K 30 12
(3%)
20
(5%)
12
(3%)
20
(5%)
Penghancur Crospovidon 12
(3%)
12
(3%)
20
(5%)
20
(5%)
Lubrikan Mg stearat 4
(1%)
4
(1%)
4
(1%)
4
(1%)
Glidan Aerosil 4
(1%)
4
(1%)
4
(1%)
4
(1%)
Pelarut pengikat Etanol 96% 25 ml 30 ml 25 ml 30 ml
(Sumber : Lannie et al., 2016, telah dimodifikasi)
Tablet dibuat satu batch sebanyak 200 tablet @ 400 mg.
𝑡𝑔α =ℎ
𝑟
33
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
D. Pembuatan Tablet
Pembuatan tablet ekstrak keong matah merah (Cerithidea
obtusa) dengan metode granulasi basah dan crospovidon ditambahkan
pada intra-ekstra granular. Tahap pertama yaitu proses penimbangan
bahan dengan timbangan analitik sesuai dengan perhitungan. Proses
selanjutnya dilakukan pencampuran awal fase dalam tablet (serbuk
ekstrak keong matah merah, laktosa monohidrat dan setengah bagian
crospovidon) hingga homogen di dalam wadah (campuran 1).
Kemudian disiapkan larutan povidon k30 dalam gelas beker yang
dilarutkan dengan etanol 96% sebanyak 25 ml untuk formula 1 dan 3
dan 30 ml untuk formula 2 dan 4. Setelah povidon larut sempurna
dimasukkan ke dalam botol penyemprot.
Tahap selanjutnya yaitu proses granulasi, larutan povidon k30
disemprotkan ke dalam campuran 1 sedikit demi sedikit sambil diaduk
hingga terbentuk massa yang dapat dikepal. Proses selanjutnya yaitu
pengayakan basah, massa granul basah yang didapatkan diayak
menggunakan mesh nomor 16 (1190 mikron) dan dikeringkan dengan
oven pada suhu 65oC. Granul kering yang dihasilkan dilakukan
pengayakan kering dengan mesh nomor 16 agar granul tidak menempel
setelah pengeringan dan dilakukan evaluasi granul.
Proses selanjutnya yaitu pencampuran akhir, fase luar (sebagian
crospovidon, magnesium stearat dan aerosil) ditambahkan ke dalam
granul kering di dalam botol kaca dan dikocok hingga homogen. Hasil
pencampuran kemudian dicetak dengan alat Single Punch Tablet
Machine dan dilakukan evaluasi tablet.
3.3.3. Evaluasi Granul
A. Waktu Alir dan Sudut Istirahat
Waktu alir granul ditentukan dengan cara menimbang 50 gram
granul, kemudian dimasukkan ke dalam corong, dan dihitung waktu
yang diperlukan granul untuk melewati corong tersebut. Kecepatan alir
34
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
granul yang baik adalah tidak kurang dari 10 gram per detik (Parrot,
1971).
Sudut istirahat granul ditentukan dengan cara menimbang 50
gram granul dimasukkan ke dalam corong yang telah diposisikan 2-4
cm dari puncak permukaan sampel dan bagian bawah corong ditutup.
Granul dibiarkan mengalir melalui corong, kemudian sudut istirahatnya
dihitung dari gundukan berbentuk kerucut dengan rumus sebagai
berikut:
α adalah sudut istirahat, h adalah tinggi kerucut (cm), r adalah jari-jari
kerucut (cm) (Voight, 1995).
B. Densitas
(a) Densitas Ruah
Ekstrak kering ditimbang sebanyak 50 g kemudian dimasukkan
kedalam gelas ukur 100 ml dan dicatat volumenya (Kemenkes RI,
2014).
(b) Densitas Mampat
Dari penentuan densitas ruah, pasang gelas ukur pada penyangga.
Diketuk sebanyak 10, 500, dan 1250 kali dan dicatat volumenya (V10,
V500 dan V1250). Jika perbedaan antara V500 dan V1250 kurang dari
atau sama dengan 2 ml, V1250 merupakan hasil volume mampat. Jika
perbedaan antara V500 dan V1250 lebih dari 2 ml, ulangi dengan
penambahan ketukan (seperti 1250 ketukan), sampai perbedaan
penilaian berikutnya kurang dari atau sama dengan 2 ml. dicatat dan
𝑡𝑔α =ℎ
𝑟
Densitas ruah (𝑔 𝑚𝑙) =⁄𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 (𝑚𝑙)
35
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dihitung densitas mampat dengan persamaan sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2014).
(c) Indeks Kompresibilitas Carr’s
Indeks Kompresibilitas Carr’s (CI) ditentukan dengan cara
menghitung densitas ruah dan densitas mampat yang memberikan nilai
sifat alir dan kompresibilitas (Bodhmage, 2006).
Tabel 3.3. Hubungan Antara Sudut Istirahat dan Indeks Carr’s.
Sifat Alir Sudut Istirahat Indeks Carr’s
Sangat Baik 25-30 5-10
Baik 31-35 11-15
Cukup Baik 36-40 16-20
Agak Cukup Baik 41-45 21-25
Buruk 46-55 26-31
Sangat Buruk >56 >32
C. Distribusi Ukuran Partikel
Menilai distribusi ukuran partikel granul menggunakan Malvern
Mastersizer 3000 Aero S menggunakan metode difraksi sinar laser.
Pengukuran distribusi ukuran partikel dengan dispersi kering yang dapat
menganalisis ukuran partikel dengan rentang 0,1 – 3500 µm dengan tekanan
dispersi 0,1 bar.
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 (𝑔 𝑚𝑙) =⁄𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑢𝑘 (𝑚𝑙)
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝐾𝑜𝑚𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐶𝑎𝑟𝑟′𝑠 =𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 − 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑟𝑢𝑎ℎ
𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡𝑥 100%
36
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
D. Kelembapan Granul
Metode Gravimetri : Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada
suhu 105º C selama 1 jam. Cawan tersebut kemudian diletakkan ke dalam
desikator selama 15 menit, dibiarkan sampai dingin dan ditimbang hingga
didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 1-2 g dimasukkan ke
dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 65ºC
selama 4 jam (dilakukan pengecekan tiap jam) hingga bobot granul konstan.
Persyaratan kadar air sediaan padat obat dalam ≤ 10% (Depkes RI, 2014;
BPOM, 2014).
3.3.4. Evaluasi Tablet
A. Uji Penampilan
Tablet diambil secara acak dan dinilai secara organoleptis yaitu, warna,
bau, rasa dan bentuk (Chandira et al, 2012).
B. Uji Keseragaman Ukuran
Uji keseragaman ukuran dilakukan dengan 20 tablet dengan mengukur
diameter dan ketebalan tablet menggunakan jangka sorong. Persyaratan
keseragaman ukuran adalah jika diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan
tidak kurang dari 11
3 tebal tablet (Depkes RI, 1979).
C. Keseragaman Bobot
Dari 20 tablet, tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari pada harga yang
ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut :
37
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tabel 3.4. Keseragaman Bobot Tablet.
Bobot rata-rata isi
tablet
Penyimpangan terhadap
bobot isi rata-rata
A B
25 mg atau kurang
26 mg sampai 150 mg
151 mg sampai 300 mg
Lebih dari 300 mg
15 %
10 %
7,5 %
5 %
30 %
20 %
15 %
10 %
Timbang tablet satu persatu, timbang 20 tablet sekaligus hitung
bobot rata-rata (BPOM, 2014).
D. Uji Kerapuhan
Uji kerapuhan menggunakan alat Roche Friabilator. Diambil 20 tablet
secara acak kemudian ditimbang satu-persatu. Dimasukan kedalam alat dan
diatur dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit. Kemudian tablet
dibersihkan dari debu ditimbang kembali dan dihitung presentase
kehilangan bobot dengan persamaan :
Persyaratan dari % kerapuhan harus kurang dari 1 % (Chandira et al, 2012).
E. Uji Kekerasan
Uji kekerasan menggunakan alat Hardness Tester sebanyak 10 tablet
dengan skala awal 0, alat dijalankan sampai tablet pecah, skala pada alat
dibaca dan nilai diperoleh menyatakan kekerasan tablet dalam Kg
(Kilogram) (Monton, 2014). Persyaratan kekerasan tablet 4-8 Kg (Parrot,
1971).
𝐹 = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙𝑥 100
38
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
F. Uji Waktu Hancur
Masukkan 1 tablet pada masing-masing 6 tabung dari keranjang dan
masukkan 1 cakram pada tiap tabung. Jalankan alat, gunakan media air
bersuhu 37 ± 2o C. Pada akhir batas waktu, angkat keranjang dan amati
semua tablet. Tablet harus hancur sempurna. Bila 1 atau 2 tablet tidak
hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya : tidak kurang
16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus hancur semua (Kemenkes RI, 2014).
Persyaratan waktu hancur ≤ 30 menit (BPOM, 2014).
39 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Fisikokimia Ekstrak
4.1.1. Penapisan Fitokimia
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia yang telah dilakukan terhadap
ekstrak etanol keong matah merah (Cerithidea obtusa) terdapat beberapa golongan
senyawa meliputi alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Hasil dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Cair Etanol Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa).
Golongan Senyawa Hasil Keterangan
Alkaloid
Pereaksi Dragendorf = terbentuk
endapan merah jingga
Pereaksi Mayer = terbentuk endapan
putih
Positif
Flavonoid Terbentuk warna oranye Positif
Fenolhidrokuinon Terbentuk warna kuning Negatif
Steroid dan triterpenoid Terbentuk warna merah Positif triterpenoid
Negatif steroid
Saponin
Terbentuk busa yang stabil setinggi
2 cm dan tidak hilang dengan
penambahan HCL
Positif
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cahyani, Purwaningsih, and Azrifitria pada tahun
2015 menunjukkan bahwa hasil ekstrak etanol keong matah merah positif
mengandung alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin.
40
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tujuan dilakukannya penapisan fitokimia adalah sebagai tahap awal
mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam ekstrak. Pada pengujian
senyawa alkaloid, terbentuk endapan putih saat direkasikan dengan pereaksi Mayer
dan terbentuk endapan merah jingga pada saat direaksikan dengan perekasi
Dragendroff. Terbentuknya endapan putih dapat diperkirakan merupakan kompleks
kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) iodida
ditambah dengan kalium iodida akan bereaksi membentuk kalium
tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai
pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan ion logam. Reagen Mayer dan Dragendorf merupakan
reagen senyawa garam kompleks logam berat yang bereaksi membentuk produk
yang tidak larut dengan berikatan pada nitrogen di alkaloid (Fransworth, 1966).
Penentuan alkaloid dalam suatu sampel dibutuhkan paling tidak 4-5 reagen,
namun beberapa penelitian mengungkapkan bahwa setidaknya dibutuhkan 2 reagen
untuk mengidentifikasi alkaloid dibandingkan hanya mengidentifikasi dengan 1
reagen saja, hal ini dikarenakan perbedaan kesensitifitasan reagen untuk
mengidentifikasi alkaloid. Reagen mayer dan dragendorf merupakan reagen yang
memiliki kandungan logam berat. Kandungan logam berat tersebut yang
berkontribusi terjadinya reaksi kesalahan-positif alkaloid (false-positive) pada
sampel yang mengandung protein. Protein yang dapat diendapkan oleh logam berat
yaitu substansi albumin, pepton, ptomaine, dan asam amino. Literatur juga
menyebutkan senyawa yang dapat menyebabkan reaksi kesalahan-positif alkaloid
(false-positive) antara lain glikosida, karbohidrat, betaine, kolin, purin, emin
metilasi, tannin, dan garam ammonium (Fransworth, 1966).
Pada identifikasi flavonoid menunjukkan warna orange yang berarti positif
adanya flavonoid. Logam Mg dan HCl pada uji ini berfungsi untuk mereduksi inti
benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga terbentuk perubahan
warna menjadi merah, orange atau jingga. Jika dalam suatu ekstrak terdapat
senyawa flavonoid akan membentuk garam flavilium saat penambahan Mg dan HCl
yang berwarna merah, orange atau jingga (Setyowati, Ariani, Ashadi, Mulyani, dan
Rahmawati, 2014).
41
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Identifikasi triterpenoid menggunakan perekasi Lieberman-Burchard
(anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang memberikan warna merah. Perubahan warna
tersebut dikarenakan terjadinya oksidasi pada golongan senyawa triterpenoid
melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi. Prinsip reaksi dalam mekanisme
reaksi uji triterpenoid salah satunya yaitu pelepasan H2O dan penggabungan
karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksil
menggunakan asam asetat anhidrat. Gugus asetil yang merupakan gugus yang akan
lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus
hidrogen beserta elektronnya, mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa
ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation.
Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik, diikuti dengan pelepasan
hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas dan
mengakibatkan senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan
munculnya warna merah (Setyowati, Ariani, Ashadi, Mulyani, dan Rahmawati,
2014). Identifikasi saponin dibuktikan dengan terbentuknya busa dan dapat
bertahan tidak kurang dari 10 menit serta tidak hilang setelah penambahan HCl.
Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan
membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa (Setyowati, Ariani,
Ashadi, Mulyani, dan Rahmawati, 2014).
4.1.2. Parameter Standar
Parameter standarisasi ekstrak yang dilakukan yaitu parameter nonspesifik
dan parameter spesifik. Parameter nonspesifik ekstrak yang dilakukan meliputi
kadar air dan kadar abu. Sedangkan parameter spesifik ekstrak yang dilakukan
meliputi organoleptik (bentuk, warna, bau, rasa), kadar sari larut air dan kadar sari
larut etanol.
Pengukuran kadar air dengan metode gravimetri kurang tepat karena tidak
selektif dengan air. Metode penetapan kadar air dengan gravimetri lebih tepatnya
disebut susut pengeringan. Susut pengeringan ekstrak dilakukan untuk memberikan
batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses
pengeringan. Hasil pengujian susut pengeringan ekstrak keong matah merah
(Cerithidea obtusa) memenuhi persyaratan. Penetapan kadar air perlu dikaji lagi
42
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dengan Metode Karl Fischer. Metode ini memiliki kelebihan selektif terhadap air
(air bebas dan air yang terikat), membutuhkan sampel dalam jumlah yang kecil,
preparasinya juga sederhana dan cepat.
Penetapan kadar abu bertujuan memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Nilai kadar abu tidak memenuhi standarisasi yang terdapat dalam farmakope herbal
I (2008). Kadar abu bertujuan untuk mengetahui kemurnian bahan, kontaminasi
mineral yang bersifat toksik dan tingkat kebersihan pengolahan bahan. Mutu
ekstrak keong matah merah juga dipengaruhi dari faktor biologi yaitu lokasi habitat
keong matah merah. Keong matah merah merupakan gastropoda laut yang hidup
pada daerah pohon bakau. Lokasi merupakan faktor eksternal meliputi lingkungan
laut dimana hewan berinteraksi dan materi (air, makanan, senyawa organik dan
anorganik).
Ekstrak cair etanol keong matah merah (Cerithidea obtusa) memiliki bentuk
kental, warna coklat kehitaman, bau yang amis dan rasa yang hambar. Hasil kadar
sari larut air ekstrak keong matah merah memenuhi nilai standarisasi yang terdapat
dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi I (2008) dimana nilai kadar sari larut air
tidak kurang dari 12,4%. Hasil kadar sari larut etanol dari ekstrak keong matah
merah memenuhi standar yang terdapat dalam Farmakope Herbal Indonesia Edisi I
(2008) yaitu tidak kurang dari 3,2%.
4.2. Formulasi Tablet Ekstrak Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa)
4.2.1. Pembuatan Ekstrak Kering
Proses pengeringan merupakan tahap yang sangat penting karena untuk
menjaga ekstrak bahan alam tetap awet sehingga tidak mengalami perubaan. Proses
pengeringan harus dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga warna dan komposisi
senyawa dalam ekstrak tetap stabil. Kondisi saat proses pengeringan harus
dioptimalkan dan dimonitor dari suhu, kelembapan, intensitas cahaya, aliran udara,
waktu, dan kandungan kelembapan akhir setelah pengeringan. Paparan terhadap
panas dengan durasi paparan yang cukup juga dibutuhkan untuk menghilangkan
residu pelarut dan kontaminasi mikroba.
43
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Penyimpanan yang baik merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk
menjaga integritas dan kualitas dari bahan alam. Perlindungan terhadap cahaya,
oksigen, kelembapan, dan/atau panas biasanya dibutuhkan untuk bahan alam.
Metode pengeringan dengan kering beku (freeze dry) umumnya metode yang baik
dalam menjaga kualitas ekstrak bahan alam dan diutamakan dibandingkan dengan
metode pengeringan lainnya (Augsburger dan Hoag, 2008).
Proses pengeringan ekstrak cair keong matah merah yaitu diawali dengan
metode beku kering (freeze dry) selama 8 jam. Hasil susut pengeringan ekstrak
belum memenuhi persyaratan. Freeze dry merupakan proses pengeringan dengan
cara menyublimasi air dari sampel setelah dibekukan. Sublimasi air terjadi karena
adanya suhu -45oC dan tekanan 17 pa (EYELA FDU 1200). Sampel dibekukan
sehingga air dalam sampel akan membeku, kemudian dengan tekanan tinggi air
yang membeku akan tersublim menjadi uap air sehingga menghasilkan produk
akhir yang sudah kering (Gaidhani, Harwalkar, Bhambere, dan Nirgude,, 2016).
Kadar air ekstrak masih tinggi sehingga dilakukan proses pengeringan lebih
lanjut. Formulator dalam memformulasikan sediaan biasanya dalam bentuk ekstrak
serbuk, karena dalam bentuk serbuk dapat memberikan karakteristik fisikokimia
yang dapat memberikan data yang penting untuk proses pembuatan produk dengan
kualitas yang baik. Proses pengeringan kemudian dilanjutkan dengan penambahan
pengisi yaitu laktosa monohidrat dengan rasio ekstrak:laktosa (1:3). Proses
pengeringan dengan penambahan laktosa, dikarenakan laktosa dapat mengikat air
yang terdapat dalam ekstrak sehingga air lebih cepat menguap (Rivai, Wahyuni,
dan Fadhilah, 2013).
Pengeringan dengan penambahan laktosa dilakukan diatas penangas air
dengan suhu ± 80oC sambil digerus dengan alu hingga terbentuk menjadi serbuk.
Hasil susut pengeringan dari ekstrak kering keong matah merah dengan
penambahan laktosa sudah memenuhi persyaratan. Pembuatan ekstrak kering
dengan penambahan laktosa mempengaruhi konsentrasi ekstrak menjadi 14⁄
bagian dari total keseluruhan serbuk ekstrak dan juga mempengaruhi karakteristik
dari serbuk ekstrak keong matah merah.
44
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.1. Ekstrak Serbuk Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa).
(Sumber : Milik Pribadi).
Hasil pengeringan dengan penambahan laktosa monohidrat secara visual
yaitu berwarna coklat pucat dan lengket (gambar 4.1). Serbuk ekstrak keong matah
merah yang dihasilkan, saat ditempatkan pada wadah yang terbuka (suhu ruang)
kembali menjadi lebih lengket. Polimorfisme dan isomerik laktosa berperan secara
signifikan terhadap higroskopisitas.
Listiohadi, Hourigan, Sleigh dan Steele pada tahun 2008, melakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan menyerap kelembapan
dan kemampuan membentuk caking serbuk laktosa yang berbeda polimorfisme (α-
monohidrat, α-anhidrat tidak stabil, α-anhidrat stabil, β-anhidrat) dan laktosa
semprot kering (spray dried). Sampel di kompakan dan disimpan pada kelembapan
relative 33%, 43%, 57% dan 75% (25oC selama 3 bulan). Hasil menunjukkan
bahwa α-laktosa monohidrat menyerap kelembapan dengan cepat selama
penyimpanan pada semua level kelembapan relatif. Penambahan bobot sebesar 0,1-
0,9% kurang dari 10 hari dan stabil hingga 3 bulan. Hal tersebut sesuai dengan
adsorpsi air pada isotherm yang hanya sedikit molekul air yang terbentuk pada
permukaan α-laktosa monohidrat sehingga bobot total yang berubah kecil (kurang
dari 1%). Higroskopis α-laktosa monohidrat kurang dari kelembapan relatif 75%.
α-laktosa monohidrat mula-mula dapat mengabsorpsi kelembapan namun
kemudian mendesorpsi.
Pengeringan ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) dengan
pengisi laktosa monohidrat kurang tepat. Laktosa monohidrat memiliki
45
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
kemampuan absorpsinya yang kecil dan laktosa monohidrat mula-mula
mengabsorpsi kelembapan namun kemudian mendesorpsi.
4.2.2. Karakterisasi Fisik Ekstrak Keong Matah Merah
Sifat alir merupakan hasil dari berbagai faktor yaitu densitas, ukuran rata-
rata dan distribusi ukuran partikel, kohesif dan friksi internal, kadar kelembapan,
dan peralatan yang digunakan, sehingga sifat alir tidak dapat dievaluasi secara
adekuat dengan satu nilai (Jin, Madieh, dan Augsburger, 2008; Bodhmage, 2006).
Sifat alir yang buruk atau sangat buruk merupakan hal yang sangat penting,
khususnya ketika pengempaan tablet dengan kecepatan tinggi yang akan
mempengaruhi inkonsistensi dalam pengisian die sehingga menghasilkan
keseragaman bobot yang tidak baik dan keseragaman kandungan yang buruk
(Augsburger dan Hoag, 2008).
Indeks Carr’s merupakan uji yang paling umum digunakan untuk uji sifat
alir, sehingga dalam penelitian ini indeks Carr’s dikombinasikan dengan metode
waktu alir dan sudut istirahat. Indeks Carr’s dinilai dari perubahan densitas serbuk
setelah diketuk. Peningkatan densitas yang besar biasanya mengindikasikan kohesi
inter partikel dan friksi yang tinggi, dan sifat alir yang buruk. Nilai indeks Carr’s
kurang dari 15% mengindikasikan serbuk mengalir dengan baik, sedangkan nilai
lebih besar dari 32 % mengindikasikan serbuk mengalir sangat buruk. Berdasarkan
standar indeks Carr’s, ekstrak kering keong matah merah memiliki sifat alir yang
cukup baik.
Laju alir yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan yaitu 10 gram/detik.
Serbuk ekstrak keong matah merah bersifat lengket dan higroskopis sehingga
mengakibatkan gaya kohesi antar partikel karena terbentuk jembatan cairan antar
partikel yang mempengaruhi aliran (Bodhmage, 2006). Sudut istirahat dari serbuk
ekstrak termasuk dalam klasifikasi sifat alir yang sangat baik. Sudut istirahat
merupakan metode yang cepat dan sederhana untuk menentukan sifat alir. Sudut
istirahat yang kecil menunjukkan sifat alir yang baik, sedangkan sudut istirahat
yang besar mengindikasikan sampel yang bersifat kohesif atau sifat alir yang buruk.
Proses pembuatan tablet dalam industri farmasi biasanya dengan metode
kempa langsung karena mengurangi tahapan pembuatan dan biaya peralatan yang
46
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
digunakan. Permasalahan umum yang dihadapi industri farmasi yaitu pengendalian
sifat alir serbuk halus. Serbuk ekstrak keong matah merah memiliki sifat alir yang
cukup baik namun higroskopis yang akan menyerap kelembapan sehingga serbuk
ekstrak keong matah merah menjadi kohesif. Kohesif terjadi karena pembentukkan
jembatan cairan antar partikel yang menyebabkan aliran buruk. Oleh karena itu,
dapat menimbulkan permasalahan sifat alir serbuk yang memiliki kohesifitas tinggi
dalam proses kempa langsung pada hopper yaitu lengkungan (arching),
membentuk lubang (ratholing) dan flooding, gambar 4.2. (Bodhmage, 2006).
Gambar 4.2. Permasalahan Sifat Alir pada Hopper
(Sumber : Cocco,Ray, 2016)
Von Eggelkraut-Gottanka pada tahun 2002, menemukan tablet yang
mengandung serbuk ekstrak waktu hancurnya lebih lambat dibandingkan tablet
yang mengandung ekstrak yang digranulasikan. Pelepasan senyawa aktif dari
ekstrak Hypericum perforatum L (hyperforin, hypericib, dan rutin) lebih cepat
dilepaskan dari tablet yang mengandung ekstrak yang digranulasikan dibandingkan
tablet yang mengandung serbuk ekstrak pada 15 menit. Tablet yang mengandung
ekstrak yang digranulasikan hancurnya tablet menjadi lebih cepat menjadi partikel
yang lebih kecil, melepaskan granul ekstrak untuk penetrasi air lebih lanjut. Oleh
sebab itu, serbuk ekstak keong matah merah dibuat menjadi bentuk sediaan tablet
dengan metode granulasi basah untuk menghindari permasalahan sifat alir pada
proses kempa langsung dan waktu hancur tablet lebih efektif.
47
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4.2.2. Evaluasi Granul
Granulasi merupakan suatu proses memperbesar ukuran partikel yang
melibatkan beberapa proses sehingga partikel kecil menggumpal dan menjadi lebih
kompak. Alasan dilakukannya granulasi, yaitu untuk meningkatkan keseragaman
distribusi obat, memperbaiki kompaktibilitas, meningkatkan laju alir, mengurangi
partikel kecil (fines), mengatur kelarutan, porositas kekerasan, ukuran partikel dan
memperbaiki penampilan produk (Parikh, 2005).
Agglomerasi serbuk selama proses penambahan larutan pengikat pada
granulasi basah terdapat tiga tahap (gambar4.3); (1) nukleasi partikel; (2)
konsolidasi dan koalesen antara agglomerate; (3) pemecahan dan atrisi. Nukleasi
terjadi pada partikel serbuk yang terbasahi oleh larutan pengikat; kemudian
membentuk formasi yang longgar, inti tersusun dari sejumlah kecil partikel. Ukuran
partikel membesar bergantung dari pelarut yang ditambahkan. Konsolidasi dan
koalesen merupakan proses penggabungan partikel serbuk (fines) yang terbasahi.
Pengadukan pada proses konsolidasi dan koalesen memperbesar ukuran granul
karena terjadi tubrukan antar aggolmerat, granul dan serbuk, atau granul dan
peralatan yang menjadikan granul lebih kompak dan lebih besar. Cairan bebas yang
terdapat pada permukaan agglomerat membantu pengikatan interpartikel yang
berkontribusi memeberikan kekuatan dan mencegah partikel terpisah pada proses
pencampuran. Tahap ketiga, pemecahan atau atrisi dapat terjadi pada granul basah
atau kering karena proses pengadukan (Cantor, Gerhardt, Hoag, dan Augsburger,
2008).
48
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.3. Proses Agglomerasi Serbuk pada Granulasi Basah
Sumber : (Cantor, Gerhardt, Hoag, dan Augsburger, 2008).
Evaluasi granul yang dilakukan yaitu waktu alir dan sudut istirahat,
densitas, indeks kompresibilitas Carr’s, distribusi ukuran partikel dan kelembapan
granul. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan mengalir granul yang
akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet. Laju alir dari empat formula tidak
memenuhi persyaratan yaitu 10 gram/detik. Granul keong matah merah bersifat
lengket yang mengakibatkan gaya kohesi antar partikel. Sudut istirahat yang
dihasilkan dari granul termasuk dalam klasifikasi bahwa granul memiliki sifat alir
yang sangat baik. Sudut istirahat merupakan metode yang cepat dan sederhana
untuk menentukan sifat alir. Sudut istirahat yang kecil menunjukkan sifat alir yang
baik, sedangkan sudut istirahat yang besar mengindikasikan sampel yang bersifat
kohesif atau sifat alir yang buruk.
Nilai indeks kompresibilitas Carr’s F1 dan F3 diindikasikan memiliki sifat
alir yang cukup baik. Nilai indeks Carr’s F2 dan F4 mengindikasikan sifat alirnya
masuk dalam kategori sifat alir baik. Nilai tersebut bergantung terhadap beberapa
faktor yaitu ukuran partikel, distribusi ukuran dan bentuk partikel. Densitas ruah
49
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
dan mampat dari keempat formula memiliki peningkatan yang rendah, hal tersebut
menunjukkan bahwa pengikat dapat menahan ikatan interpartikel sehingga dengan
diberikan ketukan dapat menahan bentuk dan ukuran partikel. Granul menjadi
rapuh ketika diberikan ketukan sehingga ukuran granul menjadi kecil, bentuk
granul menjadi berubah, dan penurunan porositas intergranular (Hadinugroho,
Martodihardjo, Fudholi, dan Riyanto, 2017).
Peningkatan densitas yang besar biasanya mengindikasikan kohesi inter
partikel dan friksi yang tinggi, dan sifat alir yang buruk. Nilai indeks
kompresibilitas Carr’s granul keempat formula lebih kecil dibandingkan serbuk
ekstrak saja, hal tersebut menunjukkan bahwa memperbesar ukuran partikel dengan
granulasi dapat memperbaiki sifat alir dari serbuk ekstrak. Kelembapan granul dari
keempat formula memenuhi persyaratan mutu obat tradisional BPOM yaitu ≤ 10%.
PVP K30 merupakan bahan yang sangat higroskopis, meskipun telah dikeringkan
tetapi granul akan menyerap kelembapan. Granul yang lembab akan menghambat
aliran karena granul memiliki kohesifitas yang kuat karena membentuk jembatan
cairan.
Gambar 4.4. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Granul.
Kominusi atau memperkecil ukuran partikel, merupakan proses mekanik
memperkecil ukuran partikel atau agregat. Granul merupakan agregat dari partikel
50
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
yang saling mengikat karena adanya gaya ikatan yang terbatas, dan kekuatan granul
basah tergantung dari tegangan permukaan larutan granulasi dan gaya kapiler.
Granul setelah dikeringkan, ikatan granul menjadi lebih kuat karena campuran dan
rekristalisasi partikel, dan bantuan dari agen pengikat. Hasil akhir ukuran dan
distribusi ukuran granul dan karakteristik tablet bergantung dari eksipien dan
konsentrasi eksipien dalam formula yang digunakan, serta tipe peralatan untuk
proses granulasi (Parikh, 2005). Ukuran dan distribusi ukuran granul memiliki
pengaruh yang penting terhadap sifat granul yaitu, kompaktibilitas, sifat alir dan
variasi berat tablet.
Konsentrasi pengikat dan jumlah pelarut yang digunakan untuk melarutkan
agen pengikat dapat memepengaruhi ukuran granul (Juppo, Yliruusi, Kervinen dan
StoÖrm, 1992). Pelarut yang digunakan yaitu etanol 96% dikarenakan lebih mudah
menguap pada saat proses pengeringan. Pelarut berperan penting pada proses
granulasi, jembatan cairan akan terbentuk antar partikel dan gaya tarik ikatan antar
partikel meningkat sehingga membentuk granul yang lebih keras dan rentang
ukuran lebih sempit (Lachman, Lieberman dan Kanig, 1987).
Hasil ukuran partikel mendukung hasil dari indeks Carr’s. Sifat alir
bergantung pada interaksi interpartikel, ukuran partikel yang lebih besar akan lebih
sedikit kontak antar partikel yang umunya mengalir lebih baik dari pada ukuran
partikel yang lebih kecil (Jin, Madieh, dan Augsburger. 2008). Gambar 4.4
menujukkan kurva hasil distribusi ukuran partikel. Hasil distribusi ukuran partikel
menunjukkan formula 2 dan 4 memiliki distribusi ukuran partikel yang lebih sempit
dibandingkan distribusi ukuran partikel formula 1 dan 3. Serbuk (fines) memiliki
ukuran ≤ 250 µm, formula 2 dan 4 memiliki presentase fines yang kecil sedangkan
formula 1 dan 3 memiliki presentase fines yang lebih tinggi.
PVP K30 dapat ditambahkan dalam bentuk larutan maupun kering,
penelitian ini proses penambahan PVP K30 dalam bentuk larutan. Penambahan
PVP K30 dalam bentuk larutan karena, konsentrasi yang dibutuhkan lebih kecil
dibandingkan penambahan PVP K30 dalam bentuk kering. PVP K30 merupakan
sintetik polimer yang mudah larut, sehingga lebih mudah didistribusikan
(disemprotkan) secara homogen ke dalam massa granul.
51
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Larutan pengikat yang disemprotkan akan mencakup seluruh permukaan
serbuk dan akan mencegah keterbasahan terlokalisasi granul yang berlebihan yang
akan menghasilkan ukuran partikel granul yang berlebihan. Laju penambahan
pengikat yang konsisten merupakan hal yang penting, laju penambahan yang tetap
diharapkan mendapatkan distribusi ukuran partikel yang sempit dan konsisten.
Penambahan pengikat dalam bentuk kering tidak direkomendasikan karena
distribusi pengikat pada campuran massa granul tidak dapat dipastikan (Cantor,
Gerhardt, Hoag, dan Augsburger, 2008).
4.2.3. Evaluasi tablet
Evaluasi tablet yang dilakukan yaitu uji penampilan, uji keseragaman
ukuran, uji keseragaman bobot, uji kerapuhan, uji kekrasan, uji waktu hancur.
Organoleptik dari tablet yang dihasilkan yaitu bentuk kaplet, berwarna kuning pucat
dengan bitnik-bintik coklat, tidak berasa dan berbau amis. Organoleptik dari tablet
dapat dilihat pada gambar 4.5. Kekurangan dari bentuk sediaan tablet yaitu tidak
bisa menutupi rasa dan bau yang tidak enak. Bau amis dari tablet berasal dari bau
keong matah merah itu sendiri. Bau amis tablet menjadi kekurangan dari sediaan
tablet ini yang dikhawatirkan akan mengganggu kenyamanan pasien ketika
mengonsumsinya sehingga kepatuhan pasien akan menurun.
52
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.5. Tablet Ekstrak Keong Matah Merah
(Sumber : Milik Pribadi)
Tablet ekstrak keong matah merah dibuat sebanyak 200 tablet setiap
formula dengan bobot satu tablet 400 mg. Satu tablet mengandung 150 mg serbuk
ekstrak keong matah merah, dosis tersebut diambil secara acak di karenakan
penelitian yang masih berjalan terkait dosis yang tepat dalam penggunaan ekstrak
keong matah merah. Proses pengeringan ekstrak keong matah merah dengan
penambahan laktosa akan mempengaruhi konsentrasi ekstrak keong matah merah.
Hasil evaluasi sudut istirahat dan indeks kompresibilats Carr’s granul
menunjukkan keempat formula memiliki aliran granul cukup baik, namun pada saat
proses pencetakan otomatis, tablet yang dihasilkan memiliki variasi bobot dibawah
400 mg, penampilan tablet tidak rata dan kekerasan tablet tidak memenuhi
persyaratan. Hasil tablet dengan pencetakan otomatis yang tidak baik dikarenakan
aliran granul pada hopper yang kurang baik sehingga inkonsistensi pengisian granul
ke die tablet. Oleh karena itu, proses pencetakan tablet dilakukan secara manual.
Persyaratan keseragaman ukuran tablet yaitu diameter tidak lebih dari tiga
kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet. Hasil keseragaman, ukuran diameter
formula 3 dan formula 4 tidak memenuhi persyaratanKetebalan tablet bervariasi
dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan hasil dari proses pencampuran
(Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1990).
53
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Keseragaman bobot dievaluasi dengan menimbang 20 tablet secara acak.
Hasil evaluasi tablet menunjukkan keempat formula memenuhi persyaratan.
Persyaratan untuk sediaan tablet dengan rata-rata lebih dari 300 mg yaitu tidak lebih
dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari 5% dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari 10%. Keseragaman bobot tablet dipengaruhi
oleh sifat alir, distribusi ukuran partikel dan proses pencampuran antara partikel dan
granul yang adekuat (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1990).
Tablet harus memiliki kekuatan yang cukup, kekerasan dan ketahanan
terhadap kerapuhan agar dapat tahan dari goncangan mekanik pada saat proses
pembuatan, pengemasan, dan pendistribusian (Lachman, Lieberman, dan Kanig,
1990). Hasil pengujian kerapuhan dan kekerasan tablet menunjukkan bahwa
kekerasan tablet pada semua formula memenuhi persyaratan sedangkan hasil
kerapuhan tablet hanya formula 1 yang tidak memenuhi persyaratan. Pengikat
dalam formulasi dapat meningkatkan kohesi partikel dan bekerja memfasilitasi
nukleasi granul dan memperbesar ukuran granul; dengan demikian berpengaruh
terhadap sifat alir dan juga memperbaiki kekerasan dengan cara meningkatkan gaya
intragranular dan menurunkan kerapuhan tablet.
Hasil uji kekerasan tablet pada semua formula memenuhi peryaratan yaitu
persyaratan kekerasan tablet 4-8 kg. Kekerasan tablet tertinggi dimiliki formula 2
dan terkecil pada formula 3. PVP K30 merupakan pengikat yang higroskopis yang
sensitif terhadap suhu dan kelembapan, oleh karena itu dapat membentuk ikatan
yang kuat antar granul (Hadinugroho, Martodihardjo, Fudholi, dan Riyanto, 2017).
Kekerasan tablet juga berguna sebagai metode pengontrolan fisik selama proses
pengempaan (in process control), bila terdapat peningkatan kekerasan tablet artinya
kekuatan tekanan kempa bertambah dan apabila terjadi penurunan kekerasan tablet
artinya kekuatan tekanan kempa berkurang sehingga alat kempa tablet dapat dijaga
keselarasannya.
Penggunaan pengikat secara berlebihan harus dihindari dan dikendalikan
kuantitasnya untuk menghindari kemungkinan terjadinya perubahan waktu hancur
dan laju disolusi. Penggunaan pengikat yang lebih kuat pada formulasi tablet harus
dikompensasi dengan penggunaan agen penghancur yang lebih efektif agar
54
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
pelepasan obat lebih optimal. Penggunaan terlalu banyak pengikat atau pengikat
yang terlalu kuat dan kohesif akan menghasilkan tablet yang lebih keras yang
mengakibatkan sulitnya hancur tablet yang mempengaruhi pelepasan obat.
Penggunaan kuantitas pengikat yang terlalu rendah akan menghasilkan granul yang
rapuh, dapat menghasilkan serbuk (fines) dalam jumlah banyak, dan menghasilkan
tablet yang kekerasannya tidak memenuhi persyaratan (Cantor, Gerhardt, Hoag,
dan Augsburger, 2008).
Waktu hancur tablet ektrak keong matah merah dari keempat formula
memenuhi persyaratan. Disintegran merupakan agen yang ditambahkan pada
formula tablet untuk hancurnya tablet menjadi partikel lebih kecil ketika kontak
dengan air sehingga meningkatkan luas permukaan partikel dan membantu
melepaskan substansi obat lebih cepat. Disintegran memiliki fungsi utama yaitu
untuk melawan dari efisiensi pengikat dan tekanan fisik yang dihasilkan dari
pengempaan tablet (Mohanachandran, Sindhumol, Kiran, 2011).
Tablet pada formula 2 memiliki kekerasan yang paling tinggi sehinga waktu
hancur tablet menjadi lebih lama dari pada formula yang lainnya, sebaliknya
kekerasan tablet pada formula 3 yang paling rendah yang menjadikan waktu hancur
tablet paling cepat. Faktor yang mempengaruhi efektivitas penghancur yaitu
konsentrasi agen penghancur yang digunakan, tipe pengikat yang digunakan,
penggunaan kombinasi agen penghancur, kekerasan tablet, proses pencampuran
(Varma, 2016). Pengikat yang lebih kuat, agen penghancur harus lebih efektif
bekerja untuk melepaskan obat. Disintegran merupakan komponen yang sangat
penting dalam formula tablet karena kemampuannya yang berinteraksi kuat dengan
air sehingga tablet dapat hancur dan terdisolusi dalam cairan medium dengan
optimal.
Penelitian ini menggunakan agen penghancur pada “intragranular” dan
“ekstragranular” agar lebih efektif, dengan demikian agen penghancur bekerja
menghancurkan tablet menjadi granul dan granul akan dihancurkan lebih lanjut
menjadi partikel lebih kecil untuk melepaskan obat hingga terdispersi dalam cairan
medium. Disintegran yang ditambahkan intragranular biasanya kurang efektif dari
bagian yang ditambahkan di ekstragranular karena proses pembasahan dan
pengeringan massa serbuk tablet yang menurunkan aktivitas disintegran.
55
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Karakteristik ideal dari agen penghancur yaitu memiliki kelarutan yang buruk, tidak
membentuk gel, kapasitas hidrasi yang baik, kompresibilitas dan sifat alir yang
baik, tidak cenderung membentuk kompleks dengan obat (Varma, 2016).
Von Eggelkraut-Gottanka pada tahun 2002, menemukan tablet yang
mengandung serbuk ekstrak waktu hancurnya lebih lambat dibandingkan tablet
yang mengandung ekstrak yang digranulasikan. Pelepasan senyawa aktif dari
ekstrak Hypericum perforatum L (hyperforin, hypericib, dan rutin) lebih cepat
dilepaskan dari tablet yang mengandung ekstrak yang digranulasikan dibandingkan
tablet yang mengandung serbuk ekstrak pada 15 menit. Hal tersebut
mengindikasikan terdapat hubungan antara waktu hancur dan disolusi. Tablet
kontak dengan air, ekstrak yang sangat higroskopis akan membentuk gel pada
permukaan tablet, mencegah air berpenetrasi masuk kedalam tablet sehingga
digunakan crospovidon sebagai penghancur karena crospovidon tidak membentuk
gel. Tablet yang mengandung ekstrak yang digranulasikan hancurnya tablet
menjadi lebih cepat menjadi partikel yang lebih kecil, melepaskan granul ekstrak
untuk penetrasi air lebih lanjut.
Crospovidon merupakan superdisintegran yang mekanisme kerjanya
kombinasi dari mengembang dan menyerap air oleh aksi kapiler. Ketika dianalisa
dibawah mikroskop elektron, partikel crospovidon berbentuk granular dan
memiliki poros yang banyak. Morfologi partikel yang berporos tersebut
memfasilitasi air masuk kedalam tablet dan partikel sehingga menghasilkan
hancurnya tablet yang cepat. Karena densitas sambung-silang yang besar,
crospovidon mengembang sangat cepat tanpa membentuk gel. Crospovidon tidak
larut air dan tidak ada kecenderungan membentuk gel, bahkan pada konsentrasi
yang tinggi. Crospovidon merupakan bahan yang kompresibilitasnya tinggi karena
morfologi partikelnya yang memiliki poros (Mohanachandran, Sindhumol, Kiran,
2011).
Crospovidon mengembang ketika kontak dengan air, sehingga membuat
tablet pecah yang ditunjukkan pada gambar 4.7. (Rawat, Derle, Fukte, Shinde, dan
Parve, 2014).
56
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Gambar 4.6. Mekanisme Mengembang Crospovidon (swelling)
Sumber : (Rawat, Derle, Fukte, Shinde, dan Parve, 2014).
Mekanisme aksi kapiler, cairan akan masuk kedalam tablet melalui kapiler
dan memecah ikatan interpartikel sehingga tablet pecah menjadi partikel lebih kecil
(Rawat, Derle, Fukte, Shinde, dan Parve, 2014).
Gambar 4.7. Mekanisme Aksi Kapiler Crospovidon
Sumber : (Rawat, Derle, Fukte, Shinde, dan Parve, 2014).
57 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Proses pembuatan tablet ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa)
yang dicetak secara otomatis masih menimbulkan masalah yaitu tablet yang
dihasilkan memiliki variasi bobot yang tinggi, penampilan tablet tidak rata dan
kekerasan tablet tidak memenuhi persyaratan. Tablet yang dihasilkan dengan cetak
manual memenuhi persyaratan tablet yang baik meliputi kerapuhan, kekerasan dan
waktu hancur sesuai dengan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor
12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional dan Farmakope Indonesia.
Formula tablet ekstrak keong matah merah (Cerithidea obtusa) menggunakan
metode granulasi basah dengan pencetakan manual yang baik menggunakan
konsentrasi PVP K30 sebagai pengikat 3% dan crospovidon sebagai penghancur
3%.
5.2 Saran
1.Pengeringan ekstrak keong matah merah dengan laktosa monohidrat
kurang tepat, sehingga perlu diteliti lebih lanjut untuk menentukkan
adsorben yang tepat.
2.Formulasi diperlukan penambahan antiadherent karena bagian punch tablet
menjadi lengket yang diakibatkan dari serbuk kering ekstrak keong matah
merah yang lengket.
3.Ekstrak keong matah merah bersifat higroskopis, sehingga untuk
menghasilkan kualitas produk tablet yang baik salah satu caranya adalah
dengan mengatur kelembapan dan suhu ruang produksi.
4.Isolasi senyawa metabolit sekunder ekstrak keong matah merah perlu
dilakukan untuk mengetahui senyawa yang berperan dalam aktivitas
farmakologinya dan dilakukan pengujian in vivo untuk mengetahui dosis
yang tepat untuk diformulasikan menjadi bentuk sediaan tablet.
58
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Abbot RT, Boss KJ. 1989. A Classification of the Living Mollusca. American
Malacalogist. New York: Van Nostrand Reinhold.
Allen, Loyd V et al. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug
Delivery Systems, Ninth Edition. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Augsburger, Larry L and Hoag, Stephen W. 2008 . Pharmaceutical Dosage Form:
Tablets Third Edition, Volume 2: Rational Design and Formulation. New
York : Informa Healthcare USA, Inc.
Bruttel, Peter dan Schlink, Regina. 2003. Water Determination by Karl Fischer
Titration. Switzerland : Methrom Ltd.
Bodhmage, Abhaykumar. 2006. Correlation Between Physical Properties and
Flowability Indicators for Fine Powders. Canada: University of
Saskatchewan.
Cahyani, R.T., Purwaningsih, S., and Azrifitria., 2015. Antidiabetic potential and
secondary metabolites screening of mangrove gastropod Cerithidea obtusa.
Journal of Coastal Life Medicine. 3(5): 356-360.
Cantor, S., Gerhardt, A., Hoag, Stephen.W., and Augsburger, L.L., 2008.
Pharmaceutical Granulation Processes, Mechanism and the Use of Binders.
USA : ResearchGate.
Chandira, R.M., Bhowmik, D., Yadav, R., Jayakar, B., and Sampath Kumar, K.P.,
2016. Formulation and Evaluation The Oral Tablets Ibuprofen, Volume. 1
No. 9. India: The Pharma Innovation.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
59
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Fransworth, Norman R. 1966 . Biological and Phytochemical Screening of Plants,
Volume 55 No. 33. Journal of Pharmaceutical Science.
Gaidhani, K., Harwalkar, M., Bhambere, D., and Nirgude, P.S., 2015.
Lyophilization / Freeze Drying – A Review. World Journal of
Pharmaceutical Research. Volume 4, Issue 8, 516-543.
Hadinugroho, W., Martodihardjo, S., Fudholi, A., dan Riyanto, S., 2017. Evaluation
of Polymers as Binder on Coprocess of Tablet. International Journal of
ChemTech Research. Vol.10, No.5, pp 46-51.
Harborne, JB. 1987. Metode fitokimia: penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan. Edisi IV. Kokasih P, Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): ITB.
Jin, Ping., Madieh, S., and Augsburger, L.L., 2008. Selected Physical and Chemical
Properties of Feverfew (Tanacetum parthenium) Extract Important for
Formulated Product Quality and Performance. USA: AAPS PharmSciTech,
Vol. 9, No. 1.
Juppo, A.M., Yiruusi, J., Kervinen, L., and StrÖm, P., 1992. Determination of size
distribution of lactose, glucose, and mannitol granules by sieve analysis and
laser diffractometry. International Journal of Pharmaceutics, 88 (1992) 141-
149.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi
dan Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 1994. Persyaratan Obat Tradisional. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman, Leon., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1987 . The Teory and Practice
of Industry Pharmacy. Third Edition. Bombay : Varghese Publishing House.
Lamarck. 1822. Cerithidea obtusa. http://www.femorale.com.br. Diakses pada
tanggal 05 Februari 2018.
Lannie, H et al. 2016. Formulation Development and Optimization of Tablet
Containing Combination of Salam (Syzyginium polyanthum) and Sambiloto
(Andrographis Paniculata) Ethanolic Extracts. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 8, Issue 3, 267-273.
60
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Listiohadi, Y., Hourigan, J.A., Sleigh, R.W., and Steele, R.J. 2008. Moisture
sorption, compressibility and caking of lactose polymorphs. International
Journal of Pharmaceutics 359 (2008) 123-134.
Manandmollusc. 2011. Gastropoda. http://www.manandmollusc.net
Mohanachandran, P.S., Sindhumol, P.G., Kiran, T.S., 2011. Superdisintegrans: An
Overview. International Journal of Pharmaceutical Science Review and
Research. Volume 6, Issue 1; Article-022.
Monton, Chaowalit., Saingam, W., Suksaeree, J., and Sakunpak, A., 2014.
Formulation Development and Physical Properties Study of Thai
Traditional Herbal Tablets : Original Jit-Tra-Rom Recipe, Vol. 6, Issue. 4.
Thailand: International Journal of Pharmacy and Pharmacetical Science.
Natural, H. 2000. Natural food-seafood and freshwater food.
http://www.naturalhub.com
Parikh, Dilip M. 2005 . Handbook of Pharmaceutical Granulation Technology,
Second Edition. USA: Taylor & Francis Group, LLC.
Parrot, E.L. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics.
Minneapolis: Burgess Publishing Company.
Patel, P., Telange, D., and Sharma, N., 2011. Comparison of Different Granulation
Techniques for Lactose Monohydrate. International Journal of
Pharmaceutical Science and Drug Research; 3(3): 222-225.
Pradeepa, M., Kalidas, V., Harini, K., Archana, C.M., and Geetha, N., 2016 .
Preformulation Studies on Ethanolic Extract of Pelargonium Graveolens
L’Her for Wound Management. India: International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Bussiness Management.
Prasad.M, Hari Har dan Duraivel.S. 2012. Effect of Different Binders and Super
Disintegrans on Formulation of Glimepiride Immediate Release Tablets by
Wet Granulation Method. Vijayawada: Nimra College of Pharmacy.
Purwaningsih, Sri., Rimbawan., dan Priosoeryanto, B.P., 2008 . Ekstraksi
Komponen Aktif Sebagai Antikanker Pada Sel Lestari Keong Matah Merah
(Cerithidea obtusa). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Jurnal Ilmu-ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia. Jilid 15, Nomor 2: 103-108.
61
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Purwaningsih, Sri. 2008 . Pengaruh Ekstrak dari Keong Matah Merah (Cerithidea
obtusa) Terhadap Sel Kanker Secaara In Vivo. Bogor: Institut Pertanian
Bogor, Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia.
Purwaningsih, Sri. 2012 . Aktivitas Antioksidan dan Komposisi Kimia Keong Matah
Merah. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Indonesian Journal of Marine
Science. Vol. 17 (1) 39-48.
Rahman, E., Kardono, L.B.S., dan Tamat, S.R. 2014. Formulasi Tablet
Mengandung Ekstrak Daun Sirsak, Ekstrak Kullit Buah Manggis dan Ekstrak
Jamur Ling Zhi serta Uji Aktivitas sebagai Antioksidan dan Imunomodulator.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 12, No. 1, hlm. 124-138, ISSN
1693-1831.
Rivai, H., Wahyuni, A.H., dan Fadhilah, H. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi
Ekstrak Kering Simplisia Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.). Jurnal
Farmasi Higea, Vol. 5, No. 1. Sains Farmasi dan Farmakologi.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.E., 2012 . Handbook of Pharmaceutical
Excipients, Seventh Edition. UK dan USA: Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Association.
Sahoo, P.K. 2007 . Pharmaceutical Technology Tablets. New Delhi: Delhi Institute
of Pharmacy Science and Research.
Setyowati, W.A.E., Ariani, S.R.D., Ashadi., Mulyani, B., dan Rahmawati, C.P.,
2014. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak
Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk. Surakarta:
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia VI.
Suwignyo S, B Widigdo, Y Wardiatmo, M Krisanti. 1998. Avertebrata Air untuk
Mahasiswa Perikanan 2. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Syarif, Amir dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Badan Penerbit
FKUI.
Varma, Karthik. 2016 . Excipients Used in The Formulation of Tablets. Research
and Reviews : Journal of Chemistry. Volume 5, Issue 2.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Diterjemahkan
oleh Soendani N.S, UGM Press.
62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Von Eggelkraut-Gottanka, S.G., Abed, S.A., MṺller, W., and Schmidt, P.C., 2002.
Roller Compaction an Tabletting of St.John’s Wort Plant Dry Extract Using
a Gap Width and Force Controlled Roller Compactor. I. Granulation and
Tabletting of Eight Different Extract Batches. New York : Marcel Dekker,
Inc. Pharmaceutical Development an Technology, Vol. 7, No. 4, pp. 433-445.
Wadher, Kamlesh J et al. 2016. Pharmaceutical Dosage Form: Basic and Beyond.
India: Pharma med Publication.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
63 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
64
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
65
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
66
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
67
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
68
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Sertifikat Analisis PVP K-30
69
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Sertifikat Analisis PVP K30 (lanjutan)
70
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Sertifikat Analisis PVP K30 (lanjutan)
71
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Laktosa Monohidrat
72
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 4. Sertifikat Analisis Crospovidon
73
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 4. Sertifikat Analisis Crospovidon (lanjutan)
74
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 5. Sertifikat Analisis Magnesium Stearat
75
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 6. Sertifikat Analisis Aerosil
76
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 6. Sertifikat Analisis Aerosil (lanjutan)
77
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 6. Sertifikat Analisis Aerosil (lanjutan)