Download - tugas epid (endemi)
Nama : Resky Syamsuriana Halmu
Nim : c13112104
Epidemiologi
PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI MENURUT ASAL KATA :
Jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunai yang
terdiri dari 3 kata dasar yaitu EPI yang berarti PADA atau TENTANG, DEMOS
yang berati PENDUDUK dan kata terakhir adalalah LOGOS yang berarti ILMU
PENGETAHUAN. Jadi EPIDEMILOGI adalah ILMU YANG MEMPELAJARI
TENTANG PENDUDUK.
Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI
adalah : “Ilmu yang mempelajari tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran)
serta Determinat masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta
Determinannya (Faktor – factor yang Mempengaruhinya). Suatu ilmu yang
awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit
infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang
dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit
tidak menular, penyakit degenaratif, kanker,penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas,
dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telahmenjangkau hal tersebut.
(Bustan MN ( 2002 ). Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta)
ENDEMI
Pada pembelajaran Epidemiologi dapat dipahami dan diterapkan dengan baik,
akan diperoleh berbagai manfaat yang jika disederhanakan dan pada akhirnya
menghasilkan 4 ( empat ) Keadaan Masalah Kesehatan, salah satunya yang akan
dibahas yaitu mengenai Endemi.
Pengertian :
Endemi ditinjau dari asal kata Yunani (endѐmos) yang berarti tinggal di
satu tempat. Terdapat atau biasanya sering terdapat dalam satu populasi atau
daerah geografis setiap saat; digunakan untuk penyakit atau agen, disebut juga
endemial. (dorlan.tahun terit.Kamus Kedokteran Edisi 29.nama kota:EGC)
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik, pada suatu populasi jika infeksi
tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.
Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang
terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada satu orang lain (secara rata-
rata). Suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic
steady state) bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi
tidak bertambah secara eksponensial,. Suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu
epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai keadaan tunak endemik,
bergantung pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan cara penularan penyakit
yang bersangkutan.
Contoh Penyakit Endemi :
Leptospirosis
Kasus leptospirosis terutama dilaporkan pada daerah-daerah yang sering
terjadi bencana banjir selama tahun 2003-2007, kasus Leptospirosis terbanyak
adalah di DKI Jakarta bila dibandingkan dengan provinsi endemis
Leptopsirosis yang lain. Namun pada tahun 2008 kasus Leptospirosis
terbanyak dilaporkan terjadi di DI Yogyakarta, yaitu sebanyak 125 kasus.
Provinsi lain yang melaporkan kasus Leptospirosis pada tahun 2008 adalah
Jawa Tengah 72 kasus, DKI Jakarta 37 kasus dan Jawa Timur 29 kasus.
(Chandra, Budiman.2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC)
ARTIKEL
Demam Tifoid Tempati Urutan 15 Penyebab Kematian
Jum'at, 12 November 2010 - 17:21 wib | Adhini Amaliafitri - Okezone
DEMAM tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
patogen Salmonella Enterica khususnya serotipe Typhi (S. typhi). S. typhi
adalah bakteri patogen yang telah beradaptasi dengan baik dengan manusia
sekira 50.000 tahun lalu melalui mekanisme bertahan dalam inang (host) yang
luar biasa.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad 20, tifoid berstatus endemik di
kebanyakan negara di Eropa dan Amerika Utara. Endemik ini terjadi akibat
urbanisasi besar-besaran pada revolusi industri dan buruknya perencanaan
sistem air bersih.
Saat ini, demam tifoid masih berstatus endemik di banyak wilayah di Asia,
Afrika, dan Amerika Selatan, dimana sanitasi air dan pengolahan limbah
kotoran tidak memadai. Sementara, kasus tifoid yang ditemukan di negara
maju biasanya akibat terinfeksi saat melakukan perjalanan ke negara-negara
dengan endemik tifoid.
“Demam tifoid bisa menjadi sangat parah, terdapat 33 juta kasus dengan
kematian sebesar 15 juta per tahun. Indonesia melaporkan angka prevalensinya
berkisar 1,6 persen dan menempati urutan 15 besar penyebab kematian,” papar
Ketua Perdalin, Prof Dr. Djoko Widodo, DTM&H, SpPD-KPTI usai
menandatangani perjanjian kerjasama antara Bayer dan Perhimpunan
Pengendalian Infeksi (Perdalin) di Hotel Intercontinental Jakarta MidPlaza,
Jakarta, baru-baru ini.
Di Indonesia, tifoid jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis
dan banyak dijumpai di kota-kota besar. Tidak ada perbedaan yang nyata
insidens tifoid pada pria dan wanita. Insiden terringgi didapatkan pada remaja
dan dewasa muda. Simanjuntak (1990) mengemukakan bahwa insiden tifoid di
Indonesia masih sangat tinggi berkisar 350-810 per 100.000 penduduk.
Demikian juga dari telaah kasus tifoid di rumah sakit besar di Indonesia,
menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-
rata 500/100.000 penduduk. Angka kematian diperkirakan sekitar 0,6-5%
sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya
“Tifoid biasanya ditularkan melalui konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi dan faktor-faktor risiko tertentu, di antaranya minum dari
sumber air yang tercemar, berbagi makanan, mengonsumsi buah-buahan yang
terkontaminasi, cuci tangan tidak menggunakan sabun,” jelas Dr. Djoko.
Lebih lanjut, Dr. Djoko yang menjabat staf Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini
menjelaskan mengenai proses penularan tifoid. Dituturkannya, setelah bakteri
S. typhi memasuki tubuh tidak terlihat ada gejala apapun selama 7-14 hari pada
umumnya, meski dapat pula berkisar antara 3-60 hari.
Pasien umumnya datang ke rumah sakit dengan keluhan-keluhan seperti
demam, gejala flu, sakit kepala berat, lemas, anoreksia, rasa tidak nyaman pada
perut, batuk kering, dan nyeri otot.
“Secara bertahap, suhu tubuh akan terus naik dan menetap pada suhu tinggi
pada minggu kedua, dan bahkan hingga minggu keempat jika tidak diobati.
Kemudian, suhu akan kembali normal, meskipun rasa lemas dan letih akan
terus dirasakan hingga beberapa minggu setelahnya. Hingga 10 persen sampai
15 persen pasien yang tidak mendapatkan pengobatan mengalami berbagai
komplikasi, seperti perdarahan dan perforasi pada usus halus, serta beberapa
kondisi gangguan syaraf,” imbuh dokter berkacamata tersebut.
Dr Djoko juga menjelaskan, bahwa perdarahan terjadi pada kondisi infeksi
yang parah, dan ditandai dengan turunnya suhu tubuh secara drastis dan
kemudian naik lagi pada awal terjadinya peritonitis, yaitu sebuah kondisi
berbahaya dimana peradangan terjadi pada peritoneum (selaput tipis yang
melindungi dinding rongga perut).
Perforasi usus halus terjadi pada 1 sampai 3 persen pasien yang dirawat di
rumah sakit dengan tingkat kematian 40 persen. Komplikasi ini biasanya
memengaruhi ileum terminalis dan harus segera dioperasi.
“Kekambuhan terjadi pada 5-10 persen kasus, umumnya dalam waktu sebulan
setelah demam dinyatakan sembuh. Gejala umumnya lebih ringan daripada
infeksi sebelumnya dan pada kasus dimana proses klasifikasi molekuler S.
typhi telah dilakukan, terlihat bahwa kekambuhan pada umumnya disebabkan
oleh jenis isolat yang sama dengan infeksi sebelumnya. Infeksi berulang
dengan jenis isolat berbeda juga dapat terjadi,” tutup dokter yang menjabat
sebagai Ketua Dewan Guru Besar FKUI tersebut. (ftr) SUMBER :
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/11/12/195/392763/demam-tifoid-
tempati-urutan-15-penyebab-kematian