Download - trasnslate.docx
Virtopsy: postmortem imaging of the human heart in situ using MSCT and
MRI
Abstrak
perkembangan pesat dari computed tomography (CT) dan magnetic resonance
imaging (MRI) menginduksi munculnya ide untuk menggunakan teknik ini untuk
dokumentasi temuan forensik postmortem. Sampai saat ini, hanya beberapa lembaga
kedokteran forensik telah memperoleh pengalaman dalam pencitraan cross-sectional
postmortem. Interpretasi citra dan visualisasi harus disesuaikan dengan kondisi
postmortem, terutama perubahan postmortem, seperti pembusukan dan livor mortis, suhu
yang berbeda dari mayat dan hilangnya sirkulasi merupakan tantangan bagi proses
pencitraan dan interpretasi. CT dan MRI dapat menjadi alat yang berguna untuk
dokumentasi postmortem di kedokteran forensik
Di Bern, 80 mayat manusia menjalani pencitraan postmortem dengan CT dan MRI
sebelum otopsi tradisional sampai bulan Agustus 2003. Di sini, kita menggambarkan
penampilan pencitraan perubahan-internal postmortem seperti livor, pembusukan,
pembekuan darah postmortem dan membedakan temuan forensik dari jantung, seperti
kalsifikasi, endokarditis, infark miokard, jaringan parut miokard, cedera dan perubahan
morfologi lainnya.
1. Pendahuluan
MRI dan CT adalah alat canggih dalam pencitraan jantung yang non-invasif dengan
perkembangan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Pencitraan jantung biasanya
mencerminkan fungsi dan morfologi, dan didasarkan pada media kontras yang mengalir
di atrium, ventrikel dan arteri koroner untuk menilai morfologi, gerak dan kinetika.
Sebaliknya, pencitraan postmortem jantung hanya memberikan informasi morfologi,
sedangkan fungsional nya tidak. Dengan demikian, bahkan dengan teknik pencitraan
yang berkembang dengan baik, analisis jantung postmortem tetap membutuhkan
adaptasi dan optimasi. Artefak gerak dan fenomena aliran darah digantikan oleh
1
perubahan postmortem, seperti pembusukan dan reaksi dari darah (pembentukan livor
mortis); Selanjutnya, suhu tubuh variabel mayat mungkin mempengaruhi penampilan
pencitraan. Studi pada jantung seluruh mayat telah menunjukkan potensi besar dari
teknik pencitraan ini tidak hanya untuk diagnosis jantung postmortem tetapi juga reaksi
postmortem yang mempengaruhi hasilnya. Untuk menunjukkan potensi alat diagnostik
ini, gambar jantung yang dihasilkan dari pencitraan seluruh tubuh dibandingkan dengan
temuan autopsi.
2. Material dan metode
Dalam proyek Virtopsy di Bern, 80 mayat manusia menjalani kombinasi MRI &
pemeriksaan CT sebelum otopsi antara tahun 2000 dan bulan Agustus 2003. Multi
detektor baris CT dilakukan dengan kecepatan cahaya QX / I Unit (General Electric
Medical Systems, Milwaukee, WI) dan MRI pada unit gema dengan kecepatan 1,5 T
Signa (versi 5.8, General Electric Medical Systems, Milwaukee, WI). Untuk bidang
forensik, kami menyarankan melakukan sebuah MSCT aksial dengan collimation dari 4 x
1,25 mm. Waktu akuisisi kira-kira 10 menit. MR Pencitraan dari kepala, dada dan perut
biasanya dilakukan, dan daerah yang lebih diperlukan ditambahkan. Kita dapat
memperoleh gambar potongan koronal, sagital dan aksial dengan pembobotan kontras
yang berbeda. Gambaran cardiac yang diperoleh diantaranya short-axis, horizontal,
long-axis dan gambar vertikal long-axis. Waktu akuisisi berkisar antara 1,5 dan 3,5 jam.
Pasca-pengolahan data dengan rekonstruksi dan pengukuran kuantitatif dilakukan pada
komputer (Keuntungan Windows 4.1, General Electric Medical Systems, Milwaukee,
WI). Hasil temuan pencitraan dievaluasi oleh ahli radiologi, dan otopsi tradisional
dilakukan oleh ahli patologi forensik. Semua temuan autopsi didokumentasikan oleh
fotografi digital. Temuan radiologis dibandingkan dengan autopsi terdokumentasi
dalam setiap kasus.
2.1. Logistik
Di Bern, pemeriksaan radiologi dilakukan dengan kerjasama pada rumah sakit
pendidikan setempat. Waktu yang diperlukan untuk persiapan pra-radiologi dari
mayat (yaitu, membungkus tubuh dengan kantong mayat khusus) adalah di kisaran
10 menit. Hal lain yang diperlukan adalah alat transportasi untuk membawa mayat
2
ke RS pendidikan. Faktor pembatas adalah kebutuhan untuk melakukan MSCT dan
MRI scanning di malam hari agar tidak mengganggu jam kerja rutin klinisi. Oleh
karena itu, asisten virtopsy serta asisten medis-teknis harus bertugas di malam hari.
2.2. biaya
Biaya untuk pemeriksaan satu kasus dengan metode virtopsy (transportasi tubuh,
MSCT dan MRI kepala, dada dan perut ditambah bagian tubuh yang ingin diperiksa)
meningkatkan hingga sekitar dua kali lipat dibandingkan autopsi klasik pada
umumnya. Jika ada teknik khusus yang diterapkan (misalnya, penggunaan kumparan
permukaan, pemakaian waktu protokol MR khusus), biaya scanning meningkat
hingga sepertiganya. Dalam pengerjaan virtopsy, ahli radiologi adalah pekerja paruh
waktu.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. perubahan postmortem
3.1.1. livor internal
Pembentukan livor mengandung banyak informasi forensik yang relevan,
seperti posisi mayat selama periode postmortem. Hal ini terjadi karena
adanya akumulasi dari sedimen komponen seluler (terutama eritrosit) dari
darah setelah terjadinya stagnasi (penghentian) sirkulasi. Fenomena ini
disebut livores dan dapat dilihat selama pemeriksaan eksternal dari kulit
serta di paru-paru, ginjal, hati, usus dan juga jantung (livores internal). Untuk
paru-paru, livores ini telah dijelaskan dalam computed tomography. Pada
intinya, mereka muncul sebagai daerah hypointense gambar T2 di daerah
berdampingan dengan miokard dinding ventrikel kiri (Gbr. 1), dan pada
pemeriksaan histologi, sesuai dengan pembuluh mikardial yang berisi padat.
Dengan membandingkan temuan ini ke posisi livor lainnya adalah
untuk membedakan livores internal dari hypointensities etiologi yang
berbeda, seperti infark miokard (Gambar. 11). Penampilan livor juga
tergantung pada volume darah yang tersisa setelah proses sekarat dan posisi
mayat setelah kematian.
3
Gambar 1. livores internal di dinding bebas ventrikel kiri: daerah hypointense dari
miokardium pada gambar MR aksial T2-weighted (panah).
3.1.2 Pembusukan
Pembusukan adalah perubahan postmortem yang mempersulit analisis
pada otopsi tradisional serta dalam pencitraan postmortem. Mengetahui
penampilan radiologi sangat penting karena hal itu untuk membedakannya dari
perubahan patologis lainnya. Pada computed tomography pembusukan
tercermin dari pembentukan gas. Gas ini mengandung CH4, NH3, H2S, CO2, H2, N2,
cadaverin dan putrescin, dan merupakan hasil dari proses Proteo-katabolic oleh
bakteri anaerob, seperti proteus dan coli species dan bacillus subtilis. Sebagai
komponen dari flora normal usus, setelah terjadi pembusukan kematian bakteri
mencapai organ terutama melalui pembuluh darah. Dalam hati, gelembung gas
kecil yang pertama kali terdeteksi di lokasi endokardium dari miokardium,
seperti yang terlihat oleh CT. Kemudian, terjadi pengabungan antar gelembung
kecil menjadi gelembung intaventrikular yang lebih besar, dan mengisi gua
jantung (Gambar. 2a). Pembentukan postmortem gas intra cardial dapat
dibedakan dengan emboli udara (Gambar. 3). Hal ini dapat dilihat dengan
membandingkan tingkat pembusukan di organ lanjut atau dengan munculnya
gas di kedua ventrikel dalam ketiadaan cacat septum. Dalam kasus yang tidak
khas, aspirasi gas dari kedua ventrikel pada otopsi (Gambar. 4) atau alternatif
perkutan (bantuan pencitraan) diikuti dengan analisis gas memberikan klarifikasi
dengan menunjukkan komposisi gas yang sebanding dari kedua ventrikel.
Adanya perbedaan yang signifikan antara kedua ventrikel dengan proporsi yang
4
lebih tinggi dari gas pembusukan di ventrikel kiri dapat diartikan emboli udara
yang relevan meskipun mulai pembusukan. Pada MRI, gas juga dilihat sebagai
gelembung dengan sinyal rendah. Kemudian, hilangnya struktur miokard dapat
dilihat pada gambat MR T2, mulai di sisi ventrikel endokardium (Gbr. 2 b)
Gambar 2. pembusukan Jantung: (a) dengan MSCT, gelembung gas sub-endokardial
kecil (panah kecil) dan ventrikel gas penuh (panah besar) ditunjukkan pada potongan
aksial; perhatikan aksentuasi dari struktur otot dada dan organ visceral yang
disebabkan oleh gas pembusukan interstitial dan intraluminal dalam dan di luar tulang
rusuk serta pembusukan cairan pleura; dan (b) dengan MRI, ada kehilangan sinyal
miokard, terutama subendocardial (panah pada gambar aksial T2). Gas pembusukan
juga menyebabkan artefak kerentanan dan menginduksi kehilangan sinyal pada kedua
ventrikel dan perikardium dan pleura. Selain itu, ada cairan pembusukan bilateral di
ruang pleura dan perikardial tergantung.
Gambar 3. emboli udara pada MSCT Jantung. Karena tidak adanya cacat septum,
udara hanya terletak di atrium kanan dan ventrikel (panah). Perhatikan adanya udara
di vena torakalis internal dextra.
5
Gambar 4. Teknik aspirasi gas dari ventrikel kanan untuk analisis dan diferensiasi
antara emboli udara dan gas pembusukan.
3.1.3. Bekuan postmortem dan sedimentasi dari komponen darah
Sebuah perubahan postmortem yang penting dari darah adalah
proses koagulasi dikenal sebagai pembekuan postmortem. Hal ini sering
terlihat dalam kasus-kasus dengan periode agonal berkepanjangan.
Tergantung pada fungsi prefinal dari sistem pembekuan, proses pembekuan
postmortem terjadi dengan cepat dan membungkus komponen seluler darah
(kebanyakan eritrosit), sehingga terbentuk bekuan koagulasi merah. Ketika
itu terjadi secara perlahan dan memberikan waktu eritrosit menjadi sedimen,
maka berkembang gumpalan putih ringan. Proses ini tidak dipicu oleh cacat
intima sehingga pembekuan tidak menutupi dinding endokardium. kami
mengamati pada gambar MR gumpalan postmortem tampak sebagai struktur
aneh di tengah kedua ventrikel pada T2-weighted, tanpa kontak langsung ke
endocardium, mengisi ventrikel dan menyentuh endocardium (Gambar. 5 a).
Selama otopsi, segera setelah insisi, bekuan postmortem mudah slip keluar
dari ventrikel (Gambar 5 b). Tergantung pada komponen seluler, mungkin
hyperintense, hypointense atau keduanya. Berbeda dengan trombus
intracardial, pembekuan postmortem secara khusus tidak melingkupi daerah
infark miokard atau menunjukan daerah hypokinetic dan juga tidak
menunjukkan penurunan hemosiderin - yang akan menyebabkan hilangnya
dari sinyal, sedangkan trombus dapat menyebabkan hal-hal tersebut.
Terjadinya suatu bekuan postmortem merupakan petunjuk forensik untuk
6
penderitaan berkepanjangan; itu dapat dideteksi dan didokumentasikan
dengan pencitraan MR postmortem.
Lapisan antara serum dan komponen darah seluler setelah sedimentasi
postmortem juga sering terlihat pada gambar T2-weighted dalam rongga
jantung (Gambar. 1, 5 dan 11-14). Serum di lapisan atas menunjukkan
intensitas sinyal yang lebih tinggi dan komponen darah seluler di lapisan
bawah muncul sebagai hypointense.
Gambar 5. perubahan postmortem darah di ventrikel jantung.
(a) Gambar dengan MR short axis T2 weighted ; gumpalan dari cruor (panah besar)
dan gas pembusukan yang ditunjukkan dalam ventrikel kanan; di ventrikel kiri,
komponen darah telah mengendap, menyebabkan serum hyperintense di atas dan
bagian hypointense yaitu mengendap komponen seluler bawah (panah kecil); karena
tidak ada sedimentasi telah terjadi dalam gumpalan tersebut, intensitas sinyal dari
bekuan cruor di jantung kanan berbeda dengan intensitas terlihat di ventrikel kiri. (b)
Pada otopsi, bekuan (cruor) terlihat di ventrikel kanan yang telah dibuka (panah).
3.2. Temuan patologis
3.2.1. Kalsifikasi dan penyakit arteri koroner
Aterosklerosis arteri koroner dan komplikasinya merupakan penyebab
umum kematian di dunia. Oleh karena itu, penting untuk memiliki alat
diagnostik yang dapat menampilkan penyebarannya sampai ke arteri koroner.
Setelah deposisi kalsium hidroksiapatit dalam intima (intima kalsifikasi),
7
dinding arteri menunjukkan densitas lebih tinggi pada CT. Deposit yang
terkalsifikasi ditandai dengan voxel (volume elemen) dengan densitas
setidaknya 130 unit Hounsfield, yang mudah ditunjukkan oleh CT scanner
modern (Gambar. 6). Untuk mengetahui penyebaran kalsifikasi, dapat
dilakukan beberapa hal salah satunya dapat dibuat rekonstruksi - 3D pada
hampir seluruh sistem arteri koroner, menggunakan protokol rekonstruksi
Volume rendering (Gbr. 7), atau mengukur deposisi kalsium dengan
menghitung densitas dari puncak deposito yang telah diidentifikasi. Beberapa
penelitian telah menunjukkan korelasi antara deposisi kalsium dan
penyempitan lumen arteri, namun ini hanya hubungan statistik. Pengetahuan
tentang lumen arteri koroner yang sebenarnya penting dalam konteks infark
miokard akut. Oleh karena itu masih perlu untuk mengembangkan metode
invasif minimal untuk memvisualisasikan arteri koroner. Pencitraan non-invasif
Intravital arteri koroner telah maju, dan biasanya CT lebih cepat dan sedikit
lebih baik dari MRI. Sayangnya, aplikasi ini tergantung pada sirkulasi aktif dan
tidak dapat dengan mudah ditransfer ke studi postmortem. Oleh karena itu,
konsep non-invasif virtopsy menggunakan CT dan MRI untuk studi koroner
postmortem.
Gambar 6. pengapuran dari sistem arteri koroner postmortem potongan aksial pada
CT; hasil klasifikasi pada (a) arteri koroner dextra, (b) arteri koroner sirkumfleksa, dan
(c) descendens arteri koroner anterior sinistra , (d) seperti bekas luka pleura
8
Gambar 7. Volume render 3D pada atherosclerosis berat pada arteri koroner. Pada
pencitraan oblique craniocaudal dari volume render 3D jantung dengan MSCT, di
depan segmen tulang belakang bagian belakang, terlihat kalsifikasi terjadi disepanjang
arteri koroner descending sinistra (a), diagonalis ramus pertama, (b), arteri koroner
sirkumfleksa (c), posterolateralis ramus pertama (d), arteri koroner descending dextra
(e), ramus posterolateralis dexter (f), dan kalsifikasi katup aorta (g).
Pada MR, benda asing logam, seperti stent koroner (Gambar 8),
menyebabkan hilangnya sinyal dan karena itu terlihat sebagai daerah
hypointense sesuai dengan CT hyperdensities; menggunakan kedua metode,
artefak dapat mengganggu penggambaran detail anatomi kecil di sekitar
logam. Lokasi lebih lanjut dari deposisi kalsium adalah katup jantung (Gambar.
9). Kalsifikasi katup aorta biasanya mencerminkan stenosis. Penelitian telah
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah kalsium
terdeteksi oleh CT dan derajat stenosis. CT memberikan perkiraan tidak
langsung dari derajat stenosis. Kombinasi dengan hipertrofi ventrikel kiri (LV)
dan edema paru akut, stenosis katup aorta dengan gagal jantung akut harus
diusulkan sebagai penyebab kematian.
Selanjutnya lokasi jantung yang sering terjadi kalsifikasi adalah otot
papilary. Ini adalah fenomena jantung tua serta hasil iskemia lokal. Hal ini tidak
begitu penting pada forensik, kecuali untuk insufisiensi akut katup mitral yang
timbul dari pecahnya korda tendinea mitral atau otot papiler. Dengan CT
mereka muncul sebagai bintik-bintik intraventrikular dengan densitas yang
lebih tinggi dialihkan ke otot-otot papiler.
9
Gambar 8. Metallic stent pada arteri koroner sirkumfleksa. Pada gambar aksial T2-
weighted thorax, bahan stent ditandai dengan penurunan sinyal (panah besar). Area
hyperintense (panah kecil) merupakan jaringan parut subepicardial setelah infark
sembuh.
Gambar 9. pengapuran katup aorta pada postmortem (MSCT): dua area padat
kalsifikasi (panah) yang terletak pada katup aorta. Perhatikan emboli udara di
ventrikel kanan dan penebalan perikardial signifikan dengan efusi
3.2.2. Endokarditis
Infeksi bakteri pada endokardium yang mempengaruhi katup jantung. Vegetasi
katup merupakan komplikasi yang paling ditakuti dari endokarditis karena
dapat menyebabkan stenosis ireversibel atau insufisiensi katup yang terkena
atau dapat menyebabkan emboli perifer dengan komplikasi, seperti stroke
otak. Diagnosis vegetasi katup (Gbr. 10 (b)) adalah dengan echocardiography
transthoracic atau transesophageal. Postmortem MRI jelas menunjukkan
vegetasi katup jantung tanpa artefak gerak dan dengan kontras yang memadai
(Gambar 10 (a). Selanjutnya, investigasi mikrobiologi postmortem dapat
membuktikan diagnosis ini.
10
Gambar. 10. Endokarditis katup aorta. (a) Sebuah gambar koronal T1-weighted dari
seluruh thorax (kiri) dan pandangan long-axis T2 dari ventrikel kiri dengan saluran
keluar (kanan) menunjukkan vegetasi besar di posterior (lihat panah). (b) Tampilkan
katup aorta pada otopsi dari atas (kiri) dan setelah membuka katup (kanan). (c)
histologi pewarnaan-HE menunjukkan kehancuran dan infiltrasi giant granulosit.
3.2.3. Infark miokard
Visualisasi daerah infark miokard oleh pencitraan postmortem diperumit oleh
adanya sirkulasi cardial dan intramyocardial sebagai sumber kontras. MRI
dapat mengakses langsung dengan fase-kontras. Kedua MRI dan CT dapat
menunjukkan aliran darah setelah injeksi agen kontras intravena. Pencitraan
postmortem tidak dapat menggunakan prinsip ini. Namun, infark miokard
dapat dideteksi dengan MRI. MRI harus lebih dioptimalkan untuk analisis
postmortem dari perbedaan morfologi dan histologi antara infark dan non-
infark miokardium, seperti edema interseluler dan nekrosis yang berbeda
dengan daerah non-infark. Dalam pengalaman kami, kontras terbaik diperoleh
gambar MR T2-weighted (TR = 3287, TE = 95), dan miokardium infark adalah
hypointense dengan rim hyperintense (Gambar. 11), yang mencerminkan
edema marjinal di sekitar miokard bawah-perfusi infark. Pengalaman lebih
lanjut harus diperoleh untuk membangun pengetahuan tentang penampilan
yang berbeda dari infark miokard yang bergantung pada masa survivalnya,
penundaan postmortem sebelum pencitraan dan keadaan lain seperti suhu,
untuk memperkirakan usia infark akut dan untuk membedakan daerah iskemik
dari alterations. Deteksi postmortem infark miokard oleh pencitraan
postmortem mungkin masih memerlukan konfirmasi histologis diagnosis ini
dalam waktu dekat. Sebagai alternatif untuk otopsi, biopsi perkutan dapat
11
memperoleh sampel jaringan yang diperlukan untuk membuktikan diagnosis
pencitraan, yang mungkin jauh lebih diterima untuk banyak anggota keluarga
yang saat ini sering keberatan untuk membuka otopsi.
Gambar 11. Infark miokard dinding postero-lateral ventrikel kiri: tampilan T2-
weighted long-axis menunjukkan area infark sebagai pusat hypointense (panah kecil),
dikelilingi oleh rim subepicardial hyperintense disebabkan oleh edema (panah besar).
3.2.4. Jaringan parut miokard
Ada dua keadaan yang memberikan relevansi forensik terhadap
terbentuknya jaringan parut pasca miokard infark. Fungsi LV dapat berkurang
bergantung pada besarnya jaringan parut yang terbentuk, bahkan sampai
dapat menyebabkan insufisiensi LV yang mematikan dan edema paru.
walaupun fungsi ventrikel kiri dapat diperkirakan dengan mengukur fraksi
ejeksi, namun, volume relatif dari miokardium yang memiliki jaringan parut
dapat menggantikan parameter postmortem ini.
Penyebab lanjut dari kematian yang berhubungan dengan jaringan parut
post infark adalah kematian mendadak selama takikardia ventrikel. Ventrikel
takikardia diketahui terjadi akibat impul elektrik yang tidak dapat dikendalikan
pada kolagen miokard. Oleh karena itu, mendeteksi adanya jaringan parut
pada miokard dengan studi MR postmortem mungkin bermakna. Jaringan
12
parut dapat diidentifikasi pada daerah miokard sebagai hyperintense pada T2-
weighted (Gambar 12 & Gambar 13).
Gambar 12. Perhitungan volume otot LV. Pada tampilan T2-weighted short-axis,
daerah LV dibatasi secara manual; semua irisan daerah miokard yang diperoleh
kemudian dikalikan dengan 4 mm (ketebalan irisan, tidak ada gap) dan terintegrasi
untuk memperkirakan seluruh volume; selanjutnya mengalikan volume dengan
kepadatan sebesar 1,05 g / ml diasumsikan sebagai massa LV; hasilnya dapat
dikorelasikan dengan kisaran normal massa LV oleh MRI.
Gambar 13. Hypertrophic cardiomyopathy obstruktif (HOCM). Tampilan short-axis MR
T2- Weighted menunjukkan sebuah hipertrofi asimetris septum anterior dan dinding
anterior dari ventrikel kiri; sebuah hyperintense pada miokard septum (panah)
merupakan temuan khas di HOCM
3.2.5. Hipertrofi dan dilatasi
Perubahan morfologi makro dapat didokumentasikan dengan pencitraan MR
postmortem dan bahkan CT. Hipertrofi dan dilatasi dapat diukur pada tampilan
short-axis dan, selain itu dapat pula dilihat pada pandangan long-axis horizontal
& vertikal dengan secara manual menelusuri kontur endokardium dan epikardial
melalui komputer (Gbr. 12). Serupa dengan penggunaan pada jantung manusia
13
hidup, disini juga dimungkinkan untuk menghitung berat serta untuk
mengetahui apakah jantung normal atau telah mengalami hipertrofi ventrikel
dengan mengalikan volume miokard (volume epikardial - endokardium,
termasuk otot papiler dan septum, tidak termasuk lemak epikardial) dengan
faktor 1,05 g / cm3. Cara ini memungkinan untuk membandingkan LV normal
dan LV yang mengalami hipertofi, serta membandingkannya antar gender. Untuk
dapat memberikan informasi yang lebih tepat dan rinci tentang LV hipertrofi
maka sering kali seluruh jantung diukur, kemudian dibandingkan dengan berat
hati kritis (500 g), karena seluruh hati selalu berisi struktur katup, sebagian besar
pembuluh darah dan semua lemak epikardial, yang menunjukkan perbedaan
antar individu sehingga ini seharusnya tidak dimasukkan.
Perubahan lanjut morfologi yang relevan, seperti hipertrofi lokal pada
kardiomiopati obstruktif hipertrofik (HOCM), dapat dengan mudah terlihat pada
short-axis (Gambar. 13) dan juga pada pandanganan long-axis. Fibrosis
Myocardial dapat dilihat di wilayah ini (Gambar. 13). Akhirnya, patologi ventrikel
kanan dapat ditunjukkan oleh MRI: dua kriteria yang dijelaskan untuk displasia
ventrikel kanan, yaitu adanya infiltrasi lemak dari dinding ventrikel kanan dan
penipisan dinding apical ventrikel kanan ( Gambar 14)
Gambar 14. displasia ventrikel kanan : gambar MR T2 ini menunjukkan adanya infiltrasi
lemak (lihat short-axis, kiri) dan dinding apikal menipis (lihat long-axis, kanan) dari
dinding ventrikel kanan
3.2.6. Cedera
Selain kepala, jantung adalah organ yang paling sering dijadikan sasaran pada
kasus bunuh diri ataupun pembunuhan, baik dengan menggunakan pisau
14
ataupun senapan. Oleh karena itu, Pencitraan forensik dari cedera jantung
adalah penting. Cedera transmural dengan perdarahan perikardial (dengan atau
tanpa tamponade jantung) dapat dengan mudah divisualisasikan dengan adanya
ruang antara epikardium dan perikardium diisi dengan bahan intensitas biasanya
homogen mirip dengan sinyal yang dihasilkan dari pembuluh darah dan rongga
jantung (Gambar. 15). Gambar aksial dan sagital, kadang-kadang ditemukan
sedimentasi dari komponen darah di luar jantung. Cedera itu sendiri dapat
divisualisasikan tergantung pada ukuran, lokasi dan adaptasi kembali dari tepi
luka. Visualisasi mungkin sulit, terutama karena tidak adanya reaksi luka – mati
mendadak - dengan margin luka yang rapat.
Gambar. 15. Luka akibat pisau melalui bagian apikal ventrikel kiri.
Kiri: gambar axis pendek- T2 dari jantung apex menunjukkan bagian jantung yang
mengalami cacat miokard akibat dari luka tusuk (panah besar) dan efusi tebal
menyebabkan tamponade jantung (panah kecil).
Kanan: gambar long-axis T2- yang menunjukkan dislokasi jaringan di sekitar luka
tusukan saluran antara dinding dada (panah kecil) dan cacat miokard (panah besar).
4. Kesimpulan
Pencitraan postmortem menawarkan metode investigasi postmortem yang dapat
ditetapkan sebagai teknik papan atas dan kadang-kadang alternatif untuk menilai kelainan
jantung dikemudian hari. Metode Ini sering memberikan informasi tambahan dalam kasus,
sehingga otopsi masih bisa dihindari. Perubahan postmortem fisiologis dapat dibedakan dari
lesi patologis intravital. Karena potensi metode ini belum dieksplorasi sepenuhnya, maka
harus diuji secara sistematis dan divalidasi pada populasi yang lebih besar, seperti saat ini
15