Download - Tonsilitis Army - Refrat
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
1/28
REFERAT
TONSILITIS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Susilaningrum, Sp. THT-KL
DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA 2013
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
2/28
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul Tonsilitis.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu
penyakit telinga hidung tenggorokan kepala dan leher RSPAD Gatot Subroto.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan referat ini.
Kami menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna oleh karena itu kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan agar referat ini menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Jakarta, Maret 2013
Penulis
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
3/28
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan
penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997
temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan temuan
penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82%. Sebagai salah satu
penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi
sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA.
Tonsilitis kronik mungkin disebabkan karena seseorang sering menderita
ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau dibiarkan.
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi di Indonesia pada
tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut
(4,6%) yaitu sebesar 3,8%.
Insiden tonsillitis di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% di
antaranya pada usia 6-15 Tahun. Sedangkan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada
periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsillitis
atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan.
Secara klinis pada tonsilitis didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau
nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
Pada tonsilitis kronik hipertrofi dapat menyebabkan apnea obstruksi saat
tidur. Gejala yang umum adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah,
perhatian berkurang dan prestasi belajar yang kurang baik.
3
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
4/28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. TONSIL
Tonsil merupakan massa daging yang terdiri dari kumpulan jaringan
limfoid yang berada pada rongga faring. Kumpulan jaringan-jaringan limfoid
yang ada pada rongga faring terdiri dari tonsil palatina (Faucial), tonsil lingual,
tonsil faringeal (Adenoid), dan tonsil tuba eustachius (lateral band / Gerlachs
tonsil). Kumpulan dari beberapa jaringan limfoid pada rongga faring ini
membentuk suatu kompleks yang disebut sebagai Waldeyer Ring.
Gambar 1. Waldeyer Ring
Secara umum tonsil termasuk ke dalam sistem limfatik yang berfungsi
sebagaifilterterhadap bakteri dan material-material asing lainnya yang masuk ke
dalam tubuh, khususnya yang melalui mulut dan hidung.
4
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
5/28
1.1. Anatomi Tonsil
1.1.1. Jaringan Limfoid pada Nasofaring
Tonsil faringeal (Adenoid), berada pada rongga nasofaring,
merupakan massa limfoid yang berlobus, lobus ini tersusun teratur
seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya.
Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di
perifer, yang duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang
terdekat. Dilapisi epitel selapis semu bersilia yang merupakan
kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan mukosa sekitar
nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan
sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan
sepanjang pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna. Aliran
limfe kelenjar ini berjalan melalui kelenjar interfaringeal yang
kemudian masuk ke dalam kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris
melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus.
Tonsil tuba eustachius (Gerlachs tonsil) dibentuk terutama oleh
perluasan nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior mukosa
dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus tersebut terutama
ditemukan pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rossenmuler.
Gambar 2. Tonsil pada nasofaring
5
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
6/28
1.1.2. Jaringan Limfoid Orofaring
1.1.2.1. Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak
berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil
palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila
sirkumvalata ke epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta
yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini
sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel
dan bakteri, yang akhirnya membentukdetritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis
yang merupakan cabang dari A. Karotis Eksterna. Darah vena
dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis Interna.
Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.
Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.
1.1.2.2. Tonsila Palatina
Tonsil palatina adalah terletak di dalam fossa tonsil pada
kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh m. palatoglosus (di
anterior) dan m. palatofaringeus (di posterior). Adapun
struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:
Anterior : arcus palatoglossus
Posterior : arcus palatopharyngeus
Superior : palatum mole
Inferior : 1/3 posterior lidah
Medial : ruang orofaring
Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis
superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna
terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsila.
6
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
7/28
Gambar 3. Tonsil pada Orofaring
Gambar 4. Tonsil Palatina
1.1.3. Vaskularisasi Tonsil
Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah :
A.Palatina Asendens, cabang A. Fasialis memperdarahi bagian
postero inferior
A.Tonsilaris, cabang A.Fasialis memperdarahi daerah antero
inferior
A.Lingualis Dorsalis, cabang A.Maksilaris Interna memperdarahi
daerah antero media
7
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
8/28
A.Faringeal Asendens, cabang A.Karotis Eksterna memperdarahi
daerah postero superior A.Palatina Desendens dan cabangnya, A.Palatina Mayor dan Minor
memperdarahi daerah antero superior.
Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke
V. Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara
ke V. Jugularis Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum,
menyilang bagian lateral kapsula dan selanjutnya menembus dinding
faring.
Gambar 5. Vaskularisasi Tonsil
1.1.4. Aliran Limfe Tonsil
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe
dari parenkim tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen
yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada
permukaan luar tonsil dan berjalan menembus m. Konstriktor
Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia bucofaringeus dan
akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak sepanjang
pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus
8
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
9/28
mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus
daerah dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.
Gambar 6. Aliran Limfe Tonsil
1.1.5. Inervasi Tonsil
Terutama melalui N. Palatina Mayor dan Minor (cabang N V)
dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada tonsilitis sering menjalar
ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran
timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons Nerve.
Gambar 7. Inervasi Tonsil
9
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
10/28
1.2. Histologi Tonsil
Kapsul tonsil terutama terdiri dari jaringan ikat dan serabut elastin
yang meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. Kapsul ini pada
beberapa tempat masuk menjorok ke dalam tonsil, membentuk kerangka
penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut trabekula.
Trabekula merupakan tempat lewatnya pembuluh darah, pembuluh
limfatik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat dijumpai serabut-serabut otot
serta pulau-pulau kartilago hialin, yang merupakan sisa jaringan embrional
arkus brakialis.
Membrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada
beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam
massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. Kripta ini
berbentuk tidak teratur dan bercabang-cabang. Lapisan epitel mukosa kripta
lebih tipis bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada
bebrapa tempat, kripta ini tidak dilapisi mukosa sama sekali.
Komposisi terbesar dari jaringan tonsil adalah jaringan limfoid yang
pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut
folikel, dengan diameter sekitar 1-2 cm. Di dalam folikel, terdapat sel-sel
limfosit dalam berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya
disebut sentrum germinativum. Kadang-kadang di sepanjang epitel dapat
ditemukan sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui
mukosa yang tipis.
Gambar 8. Histologi Tonsil Palatina
10
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
11/28
1.3. Peran Tonsil pada Tubuh Manusia
1.3.1 Imunologi Tonsil
Secara mikroskopik tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu
Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah,
saraf dan limfa.
Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid
muda.
Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam
berbagai stadium.Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel
limfosit, 0,1-0,2 % dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa.
Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di
darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks
yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrit dan
APCs (antigen precenting cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel
plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit
yang sudah disensitisasi.
Pada dasar dari kripte tonsiler ada microphore cell (sel M)
dengan sistem tubulovesicular untuk transport antigen. Selain itu, ada
mikropor yang ditemukan di dinding kripte, yang masih belum
diketahui apakah fisiologis atau patologis.
Berdasarkan analogi dengan peristiwa yang terjadi pada MALT
(The mucosal associated lymphoid tissues), dimana MALT
mempunyai fungsi utama adalah menghasilkan dan penyebaran dari sel
B yang telah disensitisasi antigen yang membutuhkan sinyal kedua
untuk differensiasi terminal menjadi sel plasma yang menghasilkan
antibodi pada berbagai jaringan sekretorik. Demikian pula, tonsil
mungkin berfungsi dengan cara yang sama. Di dalam tonsil, antigen
11
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
12/28
dibawa pada sel yang memproses antigen, yang merupakan sel yang
serupa dengan makrofag, yang mempresentasiken ke sel T helper dan
sel B. Hal ini akan menjadi konstituen utama dari pusat germinal yang
ada di tonsil.
Pada kondisi yang tepat sel B tersebut yang memiliki reseptor,
seperti antibodi, dapat mengkombinasi dengan determinan antigen
yang akan mengalami stimulasi untuk membelah diri. Mereka
kemudian migrasi melalui limfa dan darah, menjalani differensiasi
lebih lanjut untuk differensiasi, untuk mengkolonisasi berbagai
struktur sekretori, seperti usus, saluran pernafasan, kelenjar saliva, dan
payudara.
Mayoritas dari limfosit MALT mensekresikan imunoglobulin
A (IgA), berbentuk dimer, dengan dua molekul yang digabungkan
dengan rantai J, juga disekresikan oleh sel plasma. IgA dimer melewati
sel epitelial untuk mencapai permukaan mukosa, selama proses ini
kemudian diselubungi dengan sekretorik piece yang melindungi
molekul dari tercerna enzim (gambar 3). IgA berkombinasi dengan
pathogen atau molekul lain, untuk mencegah perlekatan, dan absorbsi
atau membuatnya tidak berdampak, sehingga dapat diserap, kemudian
ditransport sebagai kompleks imun atau melawan sistem retikulo-
endothelial.
Gambar 9. Transport dari IgA Melewati Epitel Mukosa
12
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
13/28
Dimer IgA disekresikan oleh sel plasma yang terikat pada
reseptor membran dan permukaan internal dari sel epithel. Mereka
diendositosis dan ditransport melewati sel menuju permukaan luminal
dimana vesikel bergabung dengan membran plasma, melepaskan IgA
dimer dan komponen sekretorik berasal dari pembelahan reseptor. Hal
ini mungkin melindungi imunoglobulin dari digesti enzimatik.
Sekresi Imunoglobulin tonsilar berbeda dari pola MALT biasa.
Sel yang memproduksi imunoglobulin G pada tonsila palatina dan
nasoparingeal dengan imunosit IgA menunjukkan sekitar 30-35%.
Tidak seperti adenoid dimana tidak ada produk tonsilar dari bagian
sekretorik, jadi IgG dan IgA keluar menuju sekresi faringeal dengan
merembes diantara sel epithel, dimana meningkat ketika terjadi
inflamasi.
Tonsil mengandung 109 sel limfoid, dimana 50% nya adalah sel
T. Banyak darinya terlibat dalam meregulasi respon antibodi, yang
akan berperan sebagai promotor (T helper) atau supresor (T supresor).
Sel T lain bertanggung jawab sebagai reaksi hipersensitivitas tipe
lambat untuk organisme yang lebih besar, seperti jamur. Tipe lain
dapat membunuh sel yang terinfeksi virus. Rekognisi pada kedua kasus
dengan reseptor antigen sel T, yang sama dengan tempat kombinasi
antigen dari antibodi. Sitokin seperti interferon gamma, dihasilkan oleh
sel T tonsiler. NK sel juga terlihat di sistem imun, dan dapat
membunuh sel yang terinfeksi virus dan sel tumor, namun metode dari
pengenalan sel tersebut masih belum diketahui.
1.3.2 Natural Killer Cell pada Tonsil dalam Menghmbat Transformasi
Epstein Barr Virus (EBV)
EBV membentuk infeksi persisten pada seluruh orang dewasa.
Hal yang menarik, sel NK dapat mencegah transformasi sel B oleh
EBV melalui sekresi dari sitokin antiviral IFN-c, dan sel NK dari tonsil
dan nodus limfatikus menghasilkan sitokin ini 5 kali lipat
dibandingkan dari pembuluh darah perifer. Data ini menunjukkan
13
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
14/28
spesialisasi sel NK dari tonsil, lokasi masuknya EBV dimukosa, dapat
distimulasi secara efisien oleh sel dendritik yang teraktivasi EBV, dan
membatasi transformasi sel B diinduksi EBV hingga kontrol imun
spesifik oleh komponen lain dari sisem imun ditegakkan.
Virus EBV adalah virus herpes-c limfotropik yang menginfeksi
lebih dari 90% populasi dewasa. Tanda khas dari virus ini adalah
kemampuannya yang onkogenik. Kemampuan mentransformasinya
dapat diperlihatkan secara in vitro dan in vivo di kedua grup yang
imunokompeten dan sering pada individu yang imunosupresan.
Selanjutnya, EBV menyebabkan tumor seperti penyaki
limfoproliferatif post transplantasi dan limfoma imunoblastik,
sedangkan Ca nasofaring, penyakit Hodgkin dan limfoma burkitt
adalah malignansi yang paling sering dihubungkan dengan malignansi
pada individu imunokompeten.
Sel NK dapat terlibat dalam fase awal respon imun spesifik
terhadap EBV. Sel NK merupakan limfosit innate yang berperan
penting dalam mengontrol infeksi dan pengawasan imun terhadap
tumor. Khususnya, setelah infeksi virus mereka diperkirakan
menghambat beban virus hingga sel T spesifik virus dapat
mengeliminasi infeksi atau mengontrol titer viral dalam jumlah yang
rendah.
Telah diketahui, sel NK menghasilkan sitokin seperti IFN-c,
berproliferasi dan meningkatkan sitotoksisitasnya setelah aktivasi dari
DC myeloid dan plasmasitoid. Selanjutnya, DC mengaktivasi sel NK
sesaat setelah infeksi dalam rangka menghambat replikasi patogen
hingga sistem imun adaptif menghasilkan kontrol imun jangka
panjang.
Sel NK secara signifikan menghambat transformasi sel B oleh
EBV. Sel NK tonsiler lebih efisien dalam menghambat transformasi
sel B yang diinduksi EBV secara in vitro dibandingkan dari sel NK
perifer dan mensekresikan IFN-c dalam jumlah besar, yang terbukti
14
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
15/28
cukup untuk membatasi transformasi sel B oleh EBV yang disebabkan
sekresi IFN-c oleh sel NK teraktivasi sel DC, yang mengalami
maturasi ketika terpapar EBV, yang juga dapat menimbulkan sekresi
oleh sel NK untuk melindungi terhadap transformasi. Hal yang
berlawanan pada hipotesis jika sel NK mengontrol patogen melalui
sitotoksisitas spontan yang merupakan ide penamaan subset limfosit
innate ini, menunjukkan jika respon sel NK membutuhkan aktivasi
oleh DC dan dimediasi oleh sitokin. Data memberikan bukti untuk
fungsi efektor antiviral langsung oleh sel NK pada jaringan limfoid
sekunder, yang menghambat infeksi EBV hingga sistem imun adaptif
secara efisien mengontrolnya.
2. TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,
dan bakteri pathogen dalam kripta.
2.1. Tonsilitis Akut
2.1.1. Etiologi
Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan
oleh Grup A Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus,
stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat
dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau
streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-
kasus berat.
2.1.2. Patofisiologi
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear
sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit,
bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini
mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan
strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan
15
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
16/28
variasi dalam fase patologi sebagai berikut:
1. Peradangan biasa pada area tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsillitis folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak
detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu
(pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Gambar 10. Tonsilitis Akut
2.1.3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorokan, nyeri waktu menelan dan pada kasus berat penderita
menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya disertai demam
dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak
nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena
nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati
servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel,
lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula
16
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
17/28
membengkak dan nyeri tekan.
2.1.4. Penatalaksanaan
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam
sebaiknya tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan.
Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik
dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih
merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita
sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau
antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya
digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai
sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta
hemolitikus terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari
untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti
nefritis dan jantung rematik.
Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah
cairan dapat berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa
hal cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi
pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan berkumur yang
dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan
mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit.
2.2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan
akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang
terutama terjadi pada anak-anak dan di antara serangan tidak jarang tonsil
tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil di luar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan
apabila tonsil ditekan keluar detritus. Penyakit ini yang paling sering terjadi
dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi
timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada
17
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
18/28
tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus,
Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.
Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada
infeksi.
2.2.1. Gambaran Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa
kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut, demam dengan suhu
tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu
makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini
dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus
(n.IX).
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis
pada umunya bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua
gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu:
1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,
Ditandai adanya pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan
jaringan parut. Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan
eksudat, seringnya purulen keluar dari kripta tersebut.
2. Tonsilitis kronis atrofikans,
Ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis
dan pada kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang
tipis.
Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan
bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan Streptococcus
beta hemolitikus.
18
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
19/28
Gambar 11. Tonsilitis Kronis Hipertrofikans
2.2.2. Penatalaksanaan
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang
mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering
timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah
pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
2.2.3. Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah
sekitarnya berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara
perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau
limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis,
uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
2.3. Tonsilofaringitis Difterika
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi
pada bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Corynebacterium
diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas
bagian atas yaitu hidung faring dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang
dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala
19
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
20/28
lokal, dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi
lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat
meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang
dat menyumbat saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya,
sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini
bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau
disebut juga Burgemeesters hals. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan
oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung dapat terjadi miokarditis samapi decompensasio cordis,
mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik
dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan
bawah membrane semu dan didapatkan kuman Corynebacterium diphteriae.
Meskipun dengan perawatan semua gejala klinis telah hilang, tetapi kuman
difteri masih dapat tinggal dalam tonsil (dan faring) bahkan kadang-kadang
didapat karier difteri yang tidak pernah mengalami gejala penyakitnya. Pada
karier yang ditemukan sebaiknya diterapi secepatnya, disusul tindakan
tonsilektomi maupun adenoidektomi.
2.4. Scarlet Fever
Adalah infeksi yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus
yang gejalanya mirip tonsilitis folikularis akut. Penyakit ini disertai demam,
nyeri tengorok dan ruam yang menyeluruh pada kulit di seluruh tubuh. Pada
tonsil yang terkena nampak edematus, hiperemis dan terdapat eksudat
mukopurulen yang nampak sebagai membran tipis. Pda mukosa mulut dan
faring nampak eritema yang hebat dan pada lidah nampak gambaran khas
20
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
21/28
strawberry tongue.
2.5. Vincents Angina
Disebabkan oleh basilus fusiforme, penyakit ini sering terjadi pada
orang-orang dengan higine mulut yang buruk. Pada tonsil terbentuk bercak-
bercak pseudomembran nekrotik yang berwarna putih keabuan dikelilingi
areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil ataupun keduanya.
Lesi dapat menyebar ke palatum molle, faring dan rongga mulut. Lesi yang
terjadi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang
menyebabkan nekrosis membran mukosa tersebut. Dapat juga terbentuk
pseudomembran pada laring dan trakehea yang bila dilepas akan bedarah.
Infeksi dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening submaksilar atau
servikalis.
2.6. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Adalah pus yang tertampung antara kapsul tonsil. Dapat timbul
sebagai komplikasi dari tonsilitis akut atau dapat timbul tanpa didahului oleh
tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral, odinofagi,
disfagi, trismus, malaise, dan demam. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya
dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan palatum. Secara
bakteriologis, abses peritonsilar ditandai dengan infeksi bakteri campuran
yang melibatkan bakteri aerob seperti Streptococcus pyogenes dan
Staphylococcus aureus maupun bakteri anaerob seperti Bacteroidaceae. Bila
tidak lekas ditangani abses peritonsilar dapat menyebar menjadi abses
parafaringeal yang nantinya dapat menyebar lebih jauh ke mediastinum dan
menyebabkan mediastinitis.
2.7. Abses Tonsil (Phlegmonous tonsilitis)
Terjadi pengumpulan pus di dalam jaringan tonsil. Dapat terjadi
setelah tonsilitis akut folikularis dengan adanya obstruksi kripta atau ruptur
spontan dari abses peritonsiler. Gejala yang timbul tidak begitu berat dan
setelah gejala peradangan teratasi sebaiknya dilakukan tonsilektomi.
2.8. Tonsilitis Akut Sifilis Parenkimatosus (Luetika)
21
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
22/28
Adalah suatu infeksi akut pada tonsil yang terjadi karena lesi sekunder
dari penyakit sifilis, disebabkan Treponema pallidum. Biasanya terjadi 4 6
minggu setelah terjadinya lesi primer.
2.9. Mononukleosis infekiosa
Adalah infeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis infeksiosa
yang penyebarannya terjadi melalui droplet. Dengan ditemukannya antibodi
VEB melalui tes diagnostikPaul Bunnel merupakan bukti bahwa terdapat
hubungan antara virus Epstein-Barr dengan mononukleosis infeksiosa. Pada
pemeriksaan klinik didapat tonsilofaringitis membranosa dengan
limfadenopati servikalis, bercak-bercak urtikaria pada rongga mulut, kadang-
kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali dan setelah minggu
pertama hitung jenis leukosit mencapai 10.000 15.000/mm3 dengan 50%
diantaranya adalah limfosit. Tonsilektomi dilakukan pada kasus berat dengan
gejala lokal seperti obstruksi jalan nafas, disfagia dan demam yang menetap.
2.10. Tonsilitis Tuberkulosa
Terjadi sekunder setelah penyakit tuberkulosa aktif dalam paru-paru,
menyebar ke tonsil melalui:
Kontak langsung dengan sputum
Inhalasi
Hematogenik
Pada mukosa faring dan tonsil akan terdapat ulserasi irregular yang
dangkal dan mengandung jaringan granulasi yang pucat serta mengandung
BTA tuberkel. Juga akan nampak pembesaran kelenjar getah bening.
2.11. Aktinomikosis Tonsil
Disebabkan oleh jamur aktinomikosis. Tonsil yang terkena nampak
membesar pada kriptanya terdapat granula-granula sulfur disertai pembesaran
kelenjar getah bening leher, yang selanjutnya dapat menembus keluar
sehingga terjadi fistel disertai pengeluaran pus yang mengandung granula
sulfur.
3. TONSILEKTOMI
22
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
23/28
Merupakan tindakan pembedahaan mengangkat tonsil palatina seutuhnya
bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa
meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan
pilar.
Gambar 12. Klasifikasi Ukuran Tonsil
3.1. Indikasi Tonsilektomi
3.1.1. Indikasi absolut:
Pembesaran tonsil yang mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas, disfagia yang sangat mengganggu, gangguan tidur, atau
adanya komplikasi terhadap kardiopulmonal.
Abses peritonsilar yang tidak berespon terhadap antibiotik dan
tindakan drainase.
Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.
Tonsil yang diperlukan untuk dilakukan biopsi untuk menilai
keadaan patologinya.
3.1.2. Indikasi relatif:
Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi tiga kali atau lebih
dalam setahun dan telah diberi penatalaksanaan medis yang
adekuat).
Tonsilitis yang berulang atau kronik dengan infeksi streptokokkus
yang telah resisten terhadap antibiotik golongan beta laktam.
23
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
24/28
Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan merupakan suatu
neoplasma.
Gambar 13. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia
3.2. Kontraindikasi Tonsilektomi
Gangguan pembekuan darah
Memiliki risiko yang buruk pada tindakan anestesi atau memiliki
penyakit yang tidak terkontrol obat-obatan
Anemia
Infeksi akut
3.3. Metode Tonsilektomi
1. Tonsilektomi metodeDissection - Snare
2. Tonsilektomi metode Sluder Ballenger
3. Tonsilektomi metode Kriogenik
4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi
5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser
3.4. Komplikasi
3.4.1. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung
atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam
pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca
24
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
25/28
operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran
jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena
infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk
mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan
gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi
lokal atau umum.
3.4.2. Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi
mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi
faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis
media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan
poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis
dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi
pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya
terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul
sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal. Pengobatan
komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada
abses parafaring dilakukan insisi drainase.
3.4.3. Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga
akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme
faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita
segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.
3.4.4. Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan
kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah,
saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah
komplikasi yang paling sering terjadi.
3.4.5. Perubahan suara
25
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
26/28
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus,
tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung
epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan
gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer
dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 4 minggu.
3.4.6. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau
copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi
pada lidah karena mouth gag.
26
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
27/28
BAB III
PENUTUP
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Bagian tonsil antara lain:
fosa tonsil, kapsul tonsil, plika triangularis.
Tonsil berfungsi sebagai filter/penyaring menyelimuti organisme yang
berbahaya. Bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus
tersebut maka akan timbul tonsilitis.Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau
peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus ataupun bakteri.
Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akut
yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutama
terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.
Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertai
dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan
keluar detritus.
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri
tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,
nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
Pengobatan definitif untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil (tonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus
dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada tonsilitis kronik adalah jika
sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun dan menimbulkan rasa tidak
nyaman.
27
-
7/22/2019 Tonsilitis Army - Refrat
28/28
Daftar Pustaka
1. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas
Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit telinga, hidung, tenggorok,
kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara;
1994 : 194-224.
2. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah
dan pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-
KL, Palembang, 2001: 8-12.
3. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr.
Kariadi Semarang, Kumpulan naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan,
1980: 249-55.
4. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil
dan jaringan tonsil pada tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi.
Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI, Semarang:BP Undip;1999:
193-205.
5. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed..
Philadelphia: WB Saunders Co; 1959: 239-57.
6. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome
:http://www.emedicine.com/ped/topic 1630.htm.2002.
7. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep
apnea. Otolaryngol. Head and Neck Surgery. 2000; 123:9-16.
8. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology.
6th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368.
9. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 20011; 221-225.