Download - Stomatitis Fix
HUBUNGAN PERUBAHAN HORMON ESTROGEN DAN PROGESTERON TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS PADA IBU HAMIL
NAMA : RIZNA NINGSIH PRADHITASARI
NIM : J111 10 147
PEMBIMBING : Prof.Dr.drg Sumintarti, MS
BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Kehamilan adalah suatu proses alamiah, yang melibatkan perubahan fisiologi,
anatomi dan hormonal. Efek perubahan hormonal akan mempengaruhi hampir
semua sistem organ, termasuk rongga mulut.1
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001), 60% penduduk
Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah satunya adalah penyakit
periodontal, sebesar 87,84% pada penduduk di Indonesia. Peningkatan prevalensi ini
terjadi seiring dengan meningkatnya usia dan gejala yang dijumpai pada seluruh
populasi, dan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah ini adalah kelompok wanita hamil.
Beberapa studi menyatakan bahwa efek perubahan hormonal akan mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut wanita hamil, di mana didapatkan bahwa 27-100% wanita
hamil mengalami stomatitis ,gingivitis dan 10% mengalami granuloma pyogenik.
Pada penelitian 100 wanita hamil dengan 100 wanita tidak hamil (2006), ditemukan bahwa lesi
mukosa
oral di rongga mulut lebih sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita yang tidak hamil.
Hal ini disebabkan karena perubahan hormonal dan vaskular yang disertai
dengan kehamilan akan memperberat respon mukosa mulut dan gingiva terhadap plak bakteri. Akan
tetapi, pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut akan mengurangi insidensi gingivitis selama kehamilan.
Akhir-akhir ini lebih banyak perhatian ditujukan pada kesehatan gigi dan mulut
wanita hamil karena adanya hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi dan
mulut. Seperti pada penelitian Habashneh dkk (2005) melaporkan bahwa kurangnya
pengetahuan mengenai hubungan kehamilan dengan kesehatan gigi dan mulut, di mana
hanya 49% responden yang melakukan kunjungan ke dokter gigi. Perilaku kunjungan ke
dokter gigi ini dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti faktor personal, status ekonomi
dan pengetahuan mengenai hubungan kehamilan dengan kesehatan gigi dan mulut.
Selain itu, beberapa penelitian menyatakan bahwa tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku wanita hamil dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Seperti pada
penelitian di Arab Saudi (2007) yang melaporkan bahwa wanita hamil mempercayai kehamilan
sebagai penyebab beberapa masalah kesehatan tetapi mereka masih kurang memperhatikan kesehatan
rongga mulut dan tidak melakukan kunjungan ke dokter gigi.
Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil di Iran (2008) didapatkan hanya 5,6%
sampel yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, 30% sampel yang bersikap baik
terhadap kesehatan dan 34,4% sampel yang memiliki perilaku kesehatan yang baik.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan, sikap dan
perilaku wanita hamil terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut akan menyebabkan terjadinya penyakit gigi dan
mulut.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Bagaimana hubungan fluktuasi hormone estrogen dan progesteron terhadap terjadinya
stomatitis pada ibu hamil ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana hubungan fluktuasi hormon estrogen dan progesteron terhadap
terjadinya stomatitis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan fluktuasi hormon estrogen dan progesteron terhadap terjadinya
stomatitis pada ibu hamil.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dari penelitian ini akan memberikan gambaran secara jelas hubungan fluktuasi
hormon estrogen dan progesteron terhadap terjadinya stomatitis pada ibu hamil.
2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai informasi pada bidang kedokteran gigi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 FLUKTUASI DAN DEFINISI ESTROGEN DAN PROGESTERON
Dalam perjalan hidup seorang wanita terdapat empat fase penting yang harus dilalui. Fase ini
meliputi periode pubertas, menstruasi, kehamilan , dan menopause . Pada saat tersebut, peranan
hormon-hormon pada wanita tidak dapat diabaikan. Fungsi reproduksi pada wanita dipengaruhi
korteks serebri, hipofisis, ovarium, dan rangsangan ekstern. Pengaturan siklus reproduksi di dasarkan
atas hubungan yang rumit antara releasing faktor , hormone gonadotropin, dan hormone steroid.
Hubungan ini diatur oleh mekanisme umpan balik (Feed Back) yang bersifat positif dan negative.2
II.1.1 Estrogen
Estrogen adalah merupakan hormon dari golongan steroid yang berpengaruh pada
siklus menstruasi perempuan, kehamilan dan embriogenesis. Progesteron bersama
dengan estrogen dihasilkan oleh kurpus luteum, yaitu sebuah kelenjar endokrin yang merupakan sisa
dari folikel setelah terjadinya peristiwa ovulasi progesteron berperan besar dalam perkembangan fetus.
Estrogen (atau oestrogen) adalah sekelompok senyawa steroid yang berfungsi terutama
sebagai hormon seks wanita. Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria maupun wanita, kandungannya
jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan
mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, sepertipayudara, dan juga terlibat dalam
penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus haid. Pada saat menopause, estrogen mulai
berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada
waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.
Tiga jenis estrogen utama yang terdapat secara alami dalam tubuh wanita
adalah estradiol,estriol, dan estron. Sejak menarche sampai menopause, estrogen utama adalah 17β-
estradiol. Di dalam tubuh, ketiga jenis estrogen tersebut dibuat dari androgen dengan bantuan enzim.
Estradiol dibuat dari testosteron, sedangkan estron dibuat dari androstenadion. Estron bersifat lebih
lemah daripada estradiol, dan pada wanita pascamenopause estron ditemukan lebih banyak daripada
estradiol. Berbagai zat alami maupun buatan telah ditemukan memiliki aktivitas bersifat mirip
estrogen. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut xenoestrogen, sedangkan bahan alami dari
tumbuhan yang memiliki aktivitas seperti estrogen disebut fitoestrogen. Estrogen dihasilkan oleh
folikel folikel yang terbentuk dalam ovarium , corpus luteum, dan plasenta. Hormon FSH (follicle
stimulating hormone) dan hormone LH (luteinizing hormone) (LH) menstimulasi produksi estrogen
dalam ovarium . Beberapa estrogen juga dihasilkan oleh jaringan lain seperti, hati, kelenjar adrenal
dan payudara walaupun dalam jumlah yang kecil .
Sintesis estrogen dimulai pada sel-sel theca internal dalam ovarium, melalui sitesis androstenedion
dari kolesterol. Androstenedion merupakan sebuah zat dengan aktivitas androgenik sedang. Senyawa
ini meleeati membran basal kedalam sel-sel granulose di sekitarnya , dimana kemudian dikonversi
menjadi eston atau estradiol, baik secara langsung maupun melalui testosteron. Konversi testosterone
menjadi estradiol dan Androstenedion manjadi estron dikatalisis oleh enzim aromatase. (3,6)
II.1.2 Progesteron
Progesteron merupakan hormone steroid C-21 yang terlibat dalam siklus menstruasi wanita,
kehamilan dan embryogenesis manusia dan spesies lain. Progesteron termasuk kedalam kelompok
hormonj yang disebut progestogen dan merupaka progestogen utama manusia yang terbentuk secara
alami. Progesteron dihasilkan dalam ouvarium, goand (khususnya setelah ovulasi dalam corpus
luteum), otak dan di dalam plasenta pada saat masa kehamilan.
Pada wanita, kadar relatif rendah selama fase pra –ovulasi dari siklus menstruasi, menigkat
setelah ovulasi dan mengalami peningkatan kembali setelah fase luteal. Kadar progesteron cenderung
bernilai < 2ng/ml sebelum ovulasi, dan > 5 ng/ml setelah ovulasi. Jika kehamilan terjadi, kadar
progessteron pada awalnya dipertahankan pada kadar luteal. Dengan onset pergeseran luteal-plasenta
dalam dukungan progesteron selama kehamilan. Selama kelahiran dan meningkat dan bisa mencapai
100-200ng/ml paada saat kehamilan . setelah melahirkan dan selama laktasi kadar progesteron sangat
rendah.
Kadar progesteron relatif rendah pada anak-anak dan winita postmenopausal. Progesteron
menimbulkan aksi utamanya melalui reseptor progesteron intraseluler walaupun sebuah reseptor
progesteron terikat pada membrane yang berbeda. Progesteron memiliki beberapa efek fisiologis yang
diperkuat dengan adanya estrogen. Estrogen melalui reseptor-reseptor estrogen mendukung ekspresi
reseptor-reseptor progesteron.
Progesteron terkadang disenut sebagai “Hormon Kehamilan”, dan memiliki banyak peran yang
terkait dengan perkembangan janin. Progesteron, seperti halnya pregnelolon dan
dehidroepiandrosteron, termasuk kedalam golongan neurosteroid yang ditemuakan dalam konsentrasi
tinggi pada daerah tertentu dalam otak dan disintesis di otak. Neurosteroid mempengaruhi fungsi
synaptic, berupa neuroprotektif dan mampengaruhi myelinasi.4
II.1.3 Fluktuasi Hormonal selama Kehamilan
Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan meliputi peningkatan konsentrasi hormon
seks yaitu estrogen dan progesteron. Progesteron merupakan hormon seks kehamilan yang utama.
Kadarnya meningkat sampai bulan kedelapan kehamilan dan menjadi normal kembali setelah
melahirkan. Kadar estrogen meningkat secara lambat sampai akhir kehamilan. Pada awal kehamilan,
estrogen dan progesteron diproduksi oleh korpus luteum. Kemudian terjadi pergantian fungsi korpus
luteum kepada plasenta, yang terjadi pada minggu keenam sampai minggu kedelapan kehamilan,
dimana plasenta berperan sebagai organ endokrin yang baru. Pada akhir trimester ketiga, progesteron
dan estrogen mencapai level puncaknya yaitu 100 ng/ml dan 6 ng/ml, yang merupakan 10 dan 30 kali
lebih tinggi dari konsentrasinya pada saat menstruasi.(4,5)
Gambar 1. Pergantian produksi progesteron dari korpus luteum kepada plasenta yang terjadi pada minggu kedelapan
atau minggu kesembilan kehamilan. Daerah yang dihitamkan menunjukkan perkiraan durasi terjadinya pergantian fungsi
tersebut. (David N. Danforth, James R. Scott. Endocrine Physiology of Pregnancy. Obstetric and Gynaecology 1986; 340-
57)
Gambar 2. Sirkulasi level hormon selama kehamilan pada manusia. Konsentrasi plasma terhadap estrogen (gambar kanan) dan progesteron (gambar kiri) dari awal siklus menstruasi (minggu ke 0), sampai ferilisasi (minggu ke 2), partus (minggu ke 40). Periode kehamilan pada manusia dapat dibedakan berdasarkan trimester. Pada gambar tersebut, trimester pertama, kedua dan ketiga berkisar antara 2 sampai 15 minggu, 15 sampai 27 minggu, dan 27 sampai 40 minggu. (David N. Danforth, James R. Scott. Endocrine Physiology of Pregnancy. Obstetric and Gynaecology 1986; 340-57)
Estrogen dan progesteron memiliki aksi biologi penting yang dapat mempengaruhi sistem organ
lain termasuk rongga mulut. Reseptor bagi estrogen dan progesteron dapat ditemukan pada jaringan
periodontal. Akibatnya, ketidakseimbangan sistem endokrin dapat menjadi penyebab penting dalam
patogenesis penyakit periodontal. Penelitian yang dilakukan oleh Mascarenhas P dkk telah
menunjukkan bahwa perubahan kondisi periodontal dapat dihubungkan
dengan perubahan kadar hormon seks.
Peningkatan hormon seks steroid dapat mempengaruhi vaskularisasi gingiva, mikrobiota subgingiva,
sel spesifik periodontal dan sistem imun lokal selama kehamilan.13 Beberapa perubahan klinis dan
mikrobiologis pada jaringan periodontal selama kehamilan adalah sebagai berikut 7 :
1. Peningkatan kerentanan terjadinya gingivitis dan peningkatan kedalaman saku periodontal.
2. Peningkatan kerentanan bagi terjadinya infeksi.
3. Penurunan kemotaksis neutrofil dan penekanan produksi antibodi.
4. Peningkatan sejumlah patogen periodontal (khususnya Porphyromonas gingivalis).
5. Peningkatan sintesis PGE2.
II.2 STOMATITIS
Stomatitis adalah peradangan pada jaringan lunak mulut yang mengenai mukosa pipi, gusi, lidah,
bibir, serta langit-langit dan dasar mulut. Secara harfiah kata “Stomatitis” merupakan peradangan
pada mulut. Stomatitis selalu menyababkan rasa sakit, kemerahan, bengkak dan pendarahan pada
daerah yang terkena. Perubahan atau fluktuasi hormonal menyebabkan hampir setiap system organ
termasuk rongga mulut, fluktuasi hormone kehamilan mempunyai pengaruh yang sangat kuat pada
rongga mulut, dalam bentuk inflamasi stomatitis ataupun inflamasi lainnya dan perubahan populasi
mikroorganisme serta perasaan tidak nyaman dalam rongga mulut.(7,8)
Stomatitis sebuah studi yang jarang dilakukan , tetapi merupakan fenomena yang sulit dipahami
dan telah menjadi penyakit pada jaringan mukosa mulut yang paling umum menyerang manusia.
Penyakit ini tidak berbahaya , tapi dapat menyebabkan stress dan melemahkan individu yang
terjangkit . Tingkat timbulnya stomatitis bervariasi diantara individu-individu dalam populasi yang
berbeda.8
II.2.1 Klasifikasi Stomatitis
a. Stomatitis Kontak
Beberapa dari penyebab alergi paling umum adalah makanan. Beberapa penyebab alergi lainnya
adalah bahan kimia yangterdapat di alam. Penyebab penyabab alergi ini adalah logam, bahan gigi, zat
pemberi rasa dan bahan kimia dalam pasta gigi, pencuci-mulut, dan permen kunyah, bahan-bahan
pada dam karet dan sarung tangan karet dan kosmetik seperti lipstick. Obat-obatan dan tindakan
medis lainnya memiliki banyak kemungkinan sebagai penyebab.
Gambaran klinis
Erythema dan edema merupakan reaksi mucosal yang biasa terjdi akibat adanya allergen
yang merangsang. Apabila gingival terlibat, maka jaringan pada gingiva akan berwarna merah terang
pada semua bagian.
Gambar 1 stomatitis kontak akibat alergi akrilik Sumber : Neville, Damm DD, White DK. Color atlas oral Oral pathlogy.
Oralpathology.2nded.London.BCDecker.2003
Gambar 2 Stomatitis kontak akiobat kayu manis
Sumber : Neville BW, Damm DD, White DK. Color atlas of clinical oral
Pathology. 2nd ed. London. BC Decker.2003.p.201
b. Stomatitis Mwdikamentosa (Reaksi obat-obatan)
Pada kondisi ini, lesi selalu vesicular dan multiple, tetapi didalam mulut dapat diketahui
setelah lesi pecah meninggalkan daerah ulkus.
Gambar 3 Stomatitis kontak skibst reaksi obat-obatan .
c. Reccurent Aphtous Stomatitis (RAS)
RAS adalah kondisi yang sangat umum, dimulai dari anak-anak atau dewasa muda ditandai
dengan ulkus multiple yang kecil, bulat atau lonjong, eritematous dengan dasar berwarna kuning
atau hijau.
Saat ini RAS mencapai 20% dari populasi, dengan prevalensi terbanyak pada sosioekonomi
yang tinggi. Sebenarnya semua dokter gigi dapat melihat pasien dengan RAS.
RAS dapat diklasifikasikan dlam 3 kategori menurut ukurannya :
StomstitisnAphtous Minor
Kira-kira 20% penduduk menderita aphtae minor atau cancer sores, nama yang iasa disebut
oleh pasien. Dapat dijumpai pada setiap orang, tetapi wanita dan orang dewasa muda sedikit lebih
rentan. Pola keturunan telah terbukti disini dan orang-orangt yang merokok lebih jarang terkana dari
pada bukan perokok. Faktor-faktor yang memicu RAS meliputi, atopi, trauma, endikronopati,
menstruasi, defisiensi nutrisi, stress, dan alergi makanan.
Meskipun etiologinya tidak diketahui pasti, studi-studi dewasa ini mencurigai proses imunopatik
yang melibatkan aktivitas sitoloik diperntarai sel sebagai respon terhadap HLA atau antigen asing.
Bentuk L dari streptococcus dicurigai menjadi penyabab dalam pembentukan ulserasi aphtosa.
Lesi aphtosa minor mempunyai kecenderungan untuk terjadi pada mukosa bergerak yang
terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Seringkali terjadi pada mukosa bibir dan pipi, tapi lesi
jarang dijimpai pada mukosa berkeratin banyak seperti gusi dan palatum durum. Kadang-kadang
adanya gejala-gejala pendahulu seperti parastesia dan hiperestesia.
RAS minor tampak sebagai ulkus oval,dangkal,kuning kelabu,dengan diameter kira-kira 2
sampai 5mm. Tepi eritematous yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Tidak ada
pembentukan vesikel pada penyakit ini, gambaran diagnostic cukup jelas. Lesi-lesi yang terjadi
sepanjang lipatan mukobukal seringkali tampak lebih memanjang.
Rasa terbakar adalah keluhan awal, diikiuti dengan sakit hebat selama beberapa hari. Seringkali
kelenjar-kelenjar submandibular, servikel anterior dan parotis terasa nyeri, terutama jika ulkus
tersebut terkana infeksi sekunder.6
RAS tidak bervariasi, kambuh dan pola terjadinya bervariasi. Kebanyakan orang terserang ulkus
tunggal, sekali atau 2 kali setahun, mulai sejak masa kanak-kanak atau remaja. Kadang-kadang lesi
tampak berkelompok , tetapi biasanya kurang dari 5 terjadi sekaligus. Lesi multiple dapat menetap
Dalam jangka waktu beberapa bulan. Lesi yang seringkali sangat sakit dan sangat sakit dan biasanya
Mempunyai gambaran tak teratur. Tindakan yang lebih mungkin diperlukan agar efektif merawat
pasien tersebut. Ulkus aptosa minor biasanya sembuh dangan spontan tanpa pembentukan jaringan
parut dalam waktu 14 hari.7
Meskipun tidak pengobatan yang sukses sepenuhnya untuk stomatitis aphtosa, pasien terbukti
memberi respon terhadap suspensi antibiotic, koagulasi kauterisasi dan obat-obatan anti-peradangan.
Stomatitis Aphtosa Major
Stomatitis aphtosa major jugs dikenal dengan nama penyakit Sutton atau penyakit
Sutton atau penyakit nekrotis mukosa periadentis. Adalah suatu varian dari aphtosa minor,
mengakibatkan ulkus yang lebih basar,lebih merusak dan memperlihatkan lesi yang besar
biasanya diameter 10 mm atau lebih, berlangsung lebih lama dan kambuh lebih sering.
Etiologinya sering tidak diketahui, beberapa pakar mencurigai adanya keterlibatan
gangguan imun. Yang lain berspekulasi bahwa suatu ulkus besar adalah bentuk parah
dari stomatitis aphtosa kambuhan, yang berasal penggabungan beberapa ulkus lebih kecil.
Umum terjadi pada wanita dewasa muda yang mempunyai kepribadian mudah cemas.
RAS major seringkali multiple. Ulkus tersebut mengenai palatum lunak, faucea tonsil,
mukosa bibir , mukosa pipi, lidah ,kadang-kadang meluas ke gingival. Khasnya, ulkus asimetris
dan unilateral. Gambaran yang paling mencolok adalah ukurannya yang besar dan bagian
tngahnya nekrotik dan cekung.8
II.2.2 Etiologi Stomatitis
Beberapa faktor menjadi pemicu timbulnya stomatitis .
a. Pasta gigi dan obat kumur
Sodium Laury Sulfat (SLS) adalah agen berbuih yang ditemukan pada besar formulasi
pasta gigi dan obat kumur. Agen-agen berbusa ini mengiritasi mulut dengan busa yang
membuat penggunanya merssa mulut mereka berbusa. Stomatitis kemungkinan disebabkan
oleh penggunaan SLS karena zat ini menyebabkan jeringan mukosa mulut terkelupas secara
berlebihan dan mengeringkan lapisan pengaman jaringan melaporkan bahwa mereka yang
menggunakan pasta gigi non-SLS mengalami pengangguran tingkat sariawan mencapai 81%.
Pada penelitian yang sama juga dilaporkan beberapa orang menyatakan bahwa stomatitis
yang terbentuk tidak begitu sakit seperti saat mereka menggunakan pasta gigi yang
mengandung SLS.
b. Trauma
Beberapa orang menyatakan bahwa trauma fisik dapat mempengaruhi munculnya stomatitis.
Trauma ini biasanya berupa menggigit bibir secara tidak sengaja, iritasi dari ujung gigi yang
tajam, dan trauma terhadap beberapa tipe makanan.
c. Faktor Mikroba
Banyak peneliti yang menjelaskan penyebab RAS melalui beberapa faktor virus atau bakteri.
Beberapa stain streptoicocus dan virus telah diyakini sebagai poenyebab, tetapi hingga sekarang
belum dapat dibuktikan. Telah terlihat bahwa respon-respon limfatik terhadap streptococcus
sangius dan streptocucus mutans pada pasien dengan RAS tidak berbeda dengan pasien-pasien
lainnya pada grup control. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa tidak terdapat bukti yang
mendukung teori bahwa virus merupakan penyebab pada cultur, titrasi antibody, sitologi, atau
mikroskop electron.
d. Alergi
Alergi terhadap makanan juga salah satu penyebab stomatitis. Zat-zat yang mengalami kontak
dengan jaringan oral harus dikategorikan sebagai penyebab potensial. Jika alergi mulai
muncul maka harus memiliki catatan untuk membantu dokter gigi mengidintifikasikan sebagi
pemicu timbulnya stomatitis:
Sereal : gandum, gerst, protein gluten pada biji padi.
Buah-buahan dan sayur-sayuran : lemon, jeruk, nenas, apel, tomat, strawbwrry.
Susu : susu, keju
Makanan lain : Kacang, cokelat, kerang, kedelai ,cuka.
Zat adiktif: cinnamon, aldehid, asam benzoate
Zat lain : pasta gigi, mint, permen karet, obat-obatan.(5,8)
e. Perubahan Hormon
Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa hormone wanita memang sangat
memegang peranan terhadap terjadinya stomatitis. Beberapa wanita hamil mereka melaporkan
bahwa mereka manemukan adanya hubungan antara timbulnya stomatitis.8
Beberapa peneliti menyatakan hubungan genetic berpengaruh terhadap timbulnya stomatitis.
Salah satu penelitian menemukan bahwa 35% dari orang yang menderita stomatitis memiliki paling
tidak 1 orang tua juga menderita stomatitis. Penelitian lain menemukan bahwa 91% kembar identik
menderita stomatitis.
f. Faktor-faktor Nutrisi
Stomatitis identik dengan kekurangan vitamin C. Defisiensi vitamin tercatat sering
terjadipada pasien-pasien RAS. Kekurangan vitamin B1,B2,B6, asam folat, besi tau seng (Zn)
Terlihat dua kalilebih banyak pada pasien-pasien RAS . Kekurangan vitamin memang
mengganggu jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan pendukung gigi
mudah luka dan akhirnya menyababkan stomatitis.
g. Faktor Sress
Salah satu yang menjadi faktor pemicu terjadinya SAR adalah Stess. Banyak orang yang
menderita stomatitis menyatakan bahwa stess yang mereka alami menyababkan stomatitis. Studi-
studi telah dilakukan dan memperhitungkan hubungan antara stress dan RAS, dan telah
menunjukkan bahwa timbulnhya RAS sebanyak 66%b diantara pelaja-pelajar medis dan
mahasiswa kedokteran gigi, yang lebih tinggi dari pada kasus yang dilaporkan dalam pupulasi
umum 10-20% stress lungkungan maupun stress emosioanal telah dilaporkan meningkatkan
kemunculan RAS yang pertama pada 60% pasieb, dan kira-kira 21% pada kasus lainnya.(10,11)
h. Infeksi
Fakta bahwa zat-zat kimia seperti pada penggunaan kemoterapi dan radiasi biaanya
dihubungkan dengan bakteri pada ANUG yang kaya dengan bacillus fusiformis dan
sitomegalovirus, virus varicella zoster, Epstein Bar ini ternyata dapat menjadi salah satu
penyebab stomatitis.
i. Kondisi Medis
Beberapa kondisi medis yang berbeda juaga dapat dihgubungkan dengan timbulnya
stomatitis. Untuk pasien uang mengalami stomatitis yang resisten harus mendapatkan evaluasi
dan tes dokter untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit sistemik. Beberapa kondisi medis
yang dihubungkan dengan stomatitis yaitu : penyakit Bechet, disfungsi neutrofil , radang usus,
HIV – AIDS.
j. Pengobatan (medokasi)
Stomatitis juga dapat timbul akibat dari penggunaan obat-obatab seperti obat anti
peradanagan , beta blokeer, kemoterapi dan nicorandil . 15,16
DAFTAR PUSTAKA
1. Suresh L. Radfar L. Medical management pregnancy and lactation, J.oral medicine;2004:97:2-
3
2. Pirie M.Cooke I.Linden G.Irwin C.Dental manifestations of pregnancy,The obstetrician &
Gynaecologist;2007:9:21-26
3. Mark.What is hormonal in balance.2008 avalaible online at http://www.neonbubble.com di
akses tang 20 februari 2013
4. Grades.Common causes of hormonal imbalance.2009. avalaible at
http://www.wrongdiagnosis.com
5. Lynch M.A. Burket’s Oral medicine. 7th ed. Lippincott, 1972.p.443
6. David N. Danforth, James R. Scott. Endocrine Physiology of Pregnancy. Obstetric and
Gynaecology 1986; 340-57
7. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principle and Practice of Oral Medicine.Philadelphia W.B
Sounders Company.1984
8. Aphthous stomatitis Avalaible at :
http://www.nature.com/bdj/journal/v199/n5/pdf/4812649a.pdf.accesced january. 25,2013
9. Dental and Oral health. Avalaible at:
http://haelthsystem.virginia.edu/UVAHealth/peds_dental/online.cfm. Accessed January 25
2013
10. Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi; T. ilmu kebidanan. Ed 3. Cet 6. Jakarta:Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.2002.hal.45-47
11. Spieler E Preventing aphthous ulcers. Avalaible at:
http://www.saveyoursmile.com/dzankersores4html. Accessed January 25 2013
12. Gyton AC.Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit.Edisi III. Alih bahasa: Andrianto P.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1990.747
13. Anatomi dan fisiologi system reproduksi wanita. Avalaible at: http://www.medicastore.com.
Accessed January 2013
14. Joseph Knight, PA.2002.stomatitis.Gale Group. Avalaible at http://www.healhatoz.com
Accessed January 25,2013
15. Ganong F.W. Buku ajar fisiologi kedokteran.Ed 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC;425-426