Download - sindroma nefrotik case.doc
Laporan Kasus
SINDROMA NEFROTIK RELAPS
Oleh:
Andriano Arie Wibowo
0708120302
Pembimbing
dr. Ismet, Sp.A(K)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik
( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau
sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic
Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut
NIL (Nothing In Light Microscopy).1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.1
2.2 Epidemiologi
Diperkirakan insidensi sindroma nefrotik pada anak pertahun sekitar 2-7
setiap 100.000 anak dan angka prevalensinya sekitar 12 – 16 anak setiap 100.000
anak setiap tahunnya. Data epidemiologi menunjukkan tingginya angka insidensi
pada anak di daerah Asia. Sekitar 95% kasus sindroma nefrotik merupakan jenis yang
primer (idiopatik). Di negara berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia
dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada
anak sekitar 2:1.2
2.3 Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1,3,4
a. Sindrom nefrotik primer
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh
karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu
sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu
2
salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Jenis ini timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik. Penyebab yang
sering dijumpai adalah:1,4
a. Penyakit metabolik atau kongenital: DM, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
b. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis. Lepra, sifilis, steptokokus,
AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisilamin, probenesid, racun
serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada anak-
anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan
umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali
lebih banyak daripada wanita. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun.
2.4 Patofisiologi
a. Proteinuria
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar.
Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang
biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal.
3
Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat
rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik
plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.1
b. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.1
c. Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan
sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan
pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan
albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Hiperlipidemia muncul akibat
penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi
lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar
albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian
infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. 1
d. Edema
Ada dua mekanisme yang menyebabkan terjadinya edem pada SN, yaitu: 1,4
Mekanisme underfilling, terjadinya edem disebabkan karena rendahnya kadar
albumin serum (hipoalbuminemia) yang mengakibatkan rendahnya tekanan
4
osmotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan
interstitium.
Mekanisme overfilling, kondisi volume darah yang meningkat (overfilling)
akibat terganggunya ekskresi natrium pada tubulus distalis yang disertai
dengan rendahnya tekanan osmotik plasma mengakibatkan transudasi cairan
dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edem.
e. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII,
X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel
endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI). 1
f. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal,
penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus pneumonia,
Klebsiella, Haemophilus Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang
diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis. 1
2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.4,5
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
b. Pemeriksaan fisis
5
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/skrotalis. Kadang-
kadang ditemukan hipertensi.
c. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai
hematuria. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali
ada penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan tambahan seperti venografi diperlukan
untuk menegakkan diagnosis trombosis vena yang dapat terjadi akibat
hiperkoagulabilitas. Pada SN primer untuk menentukan jenis kelainan
histopatologi ginjal yang menentukan prognosis dan respon terhadap terapi,
diperlukan biopsi ginjal.
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada SN diantaranya selulitis, peritonitis,
tromboemboli, hiperlipidemia, hipokalsemia, hipovolemia, gagal ginjal akut, gagal
ginjal kronik (setelah 5-15 tahun).1,2
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau
penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan proteinuria,
memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi penyulit.1
PROTOKOL PENGOBATAN
6
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan
untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari
dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi
hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.4
A. Sindrom nefrotik serangan pertama4
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.
c. Berantas infeksi.
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema
anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu
aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari
setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah
penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari
terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam
waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan
prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)4
7
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse
ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4
kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4
kali dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80
mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan
selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4
minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan
selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20
8
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu,
kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3
mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu
siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak
adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat
komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.4
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap,
remisi parsial dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200
mg/24 jam), albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar
dan edema hilang. Remisi parsial jika proteinuri <3,5 g/hari, albumin serum >2,5
g/dl, kolesterol serum <350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema.
Dikatakan resisten jika klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau
perbaikan setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.1
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgbb./hari. Giordano dkk
memberikan diet protein 0,6 g/kgbb./hari ditambah dengan jumlah gram protein
sesuai jumlah proteinuri hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin darah
meningkat dan kadar fibrinogen menurun. Untuk mengurangi edema diberikan diet
rendah garam (1-2 gram natrium/hari) disertai diuretik (furosemid 40 mg/hari atau
golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium sparing diuretic
(spironolakton). Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema, biasanya
disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat dapat diberikan albumin.1,6
2.8 Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :4
9
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+80%) sindrom nefrotik primer memberi
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di
antaranya akan relapse berulang ditandai dengan adanya proteinuria masif yang
bertahan selama 3-5 hari berturut-turut dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi
dengan pengobatan steroid. Pasien yang tidak respon lagi dengan pengobatan steroid
memiliki risiko besar untuk berlanjut menjadi gagal ginjal.4,7
10
BAB III
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M. Noval No. MR : 80 47 49
Anak ke : 1 dari 3 bersaudara Tgl. Masuk : 22 03 2013
Umur : 1 tahun 9 bulan Tgl. Keluar : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Ayah/Ibu : Akhir Putra / Sri Mulyani
Suku/bangsa : Melayu
Agama : Islam
Alamat : Siberida Indragiri Hulu
ANAMNESIS
Alloanamnesis yang diberikan oleh Ibu Kandung
KELUHAN UTAMA
Sembab pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARAN G
5 bulan SMRS pasien mengalami sembab di seluruh tubuh untuk pertama kalinya.
Kemudian pasien dibawa berobat ke RSUD Arifin Achmad dan dirawat selama 2
minggu. BAK pasien sedikit dan keruh. Minum pasien banyak, makan sedikit.
BAK seperti teh (-), demam (-), muntah (-), nafsu makan baik, bercak kemerahan
di sekitar hidung (-), nyeri perut (-) dan riwayat kontak batuk lama (-). Ibu pasien
mengatakan sembab pada pasien berangsur berkurang, sampai akhirnya pasien
11
tidak sembab lagi dan diperbolehkan pulang dan kontrol teratur ke rumah sakit
terdekat.
1 minggu SMRS pasien kembali mengalami sembab pada seluruh tubuh. sembab
tampak jelas pada pada kelopak mata, wajah, perut yang semakin membuncit dan
kaki yang membengkak. Bengkak menetap baik pada pagi maupun malam hari.
Pasien juga mengalami demam yang hilang timbul pada hari pertama munculnya
sembab. Keluhan sembab tidak disertai sesak nafas saat tidur, nyeri dada (-), sakit
kuning (-), alergi makanan atau obat (-). Pasien masih dapat beraktifitas seperti
biasa. BAK pasien sedikit. Minum pasien banyak, makan sedikit. BAK seperti teh
(-), demam (-), muntah (-), pucat (-) , lemah lesu (-), nafsu makan baik, nyeri perut
(-) dan riwayat kontak batuk lama (-). Kemudian pasien dibawa ke RSUD AA.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada yang berhubungan.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Selama hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilan di bidan setiap bulannya ke
posyandu dan tidak pernah mengkonsumsi obat selama kehamilan. Anak lahir
cukup bulan, lahir spontan yang dibantu oleh bidan, langsung menangis. Berat
badan lahir 3500 gram.
Jamu (-), Merokok (-)
Penyinaran (-)
Minuman keras (-)
RIWAYAT MAKANAN /MINUMAN
0-4 bulan : ASI OD + susu formula
12
4-6 bulan : ASI OD + susu formula + nasi tim
6 bulan-sekarang : ASI OD dan nasi tim
Kesan makanan /minuman : cukup
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Riwayat Tumbuh Kembang Usia
Miring 2 bulan
Tengkurap 4 bulan
Duduk 10 bulan
Berjalan 1 tahun
Bicara kata 1,5 tahun
Kesan tumbuh : normal
RIWAYAT IMUNISASI
• lengkap sesuai usia
RIWAYAT ORANG TUA
AYAH
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
IBU
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : pertama
RIWAYAT PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
Rumah tempat tinggal : rumah sendiri, permanen
Sumber air minum : air gallon isi ulang.
Sumber air MCK : air sumur cincin.
Buang air besar : di jamban, jarak 10 meter dari sumber air.
13
Buang sampah : dikumpulkan dibakar
Kesan lingkungan : cukup baik
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Kulit : tidak kering, tidak pucat, tidak sianosis
Tanda-tanda vital
- Laju nafas : 30 x/menit
- Suhu (axilla) : 37,0 0C
- Nadi : 120 x/menit, irama reguler, kuat, isian cukup
Gizi
Berat badan : 12 kg
Tinggi badan : 79 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Kepala
Bentuk kepala bulat
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : - udem palpebra kanan dan kiri (+/+)
- Kelopak mata : tidak cekung
- Konjungtiva : tidak pucat
- Sklera : tidak ikterik
- Kornea : tidak keruh
- Pupil : isokor, diameter 2 mm kiri = kanan
- Reflek cahaya : +/+
14
Telinga : bentuk normal, nyeri tekan preaurikuler tidak ada, nyeri tekan mastoid tidak ada, liang telinga ada serumen.
Hidung : bentuk normal simetris, tidak ada deviasi septum
Mulut : - Bibir : tidak kering
- Lidah : tidak kering, tidak kotor
- Faring : hiperemis
- Tonsil : T1-T1
- Mukosa: tidak ditemukan bercak koplik
Wajah : sembab (+)
Leher : tortikolis (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Dada
Inspeksi : bentuk normal, gerakan nafas simetris, retraksi (-), ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat(-), lebar 1 jari teraba di RIC V LMCS , fremitus ka=ki,
Perkusi : Sonor, batas jantung kiri 2 jari medial LMCS
Auskultasi : jenis abdominothorakal, suara nafas bronkhial, suara nafas tambahan (-), wheezing(-), ronki (-), bunyi jantung reguler, bising jantung (-).
Perut
Inspeksi : membuncit, simetris, venektasi (-)
Palpasi : dinding perut tegang, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kembali cepat, lingkar perut = 45 cm.
Perkusi : shiffting dullnes (+)
Auskultasi : bising usus normal.
• Alat Kelamin : laki-laki, penis dan skrotum bengkak
15
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler kembali cepat, pitting edem
pretibia dan dorsum pedis (+/+)
Refleks fisiologis : Biseps +/+, patella +/+(N)
Reflek patologis : Babinsky -/- (N)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah rutin (23 Maret 2013)
Hb : 10,8 gr%
Leukosit : 12.300/ mm3
Trombosit : 686.000/ mm3
Ht : 33,6 vol %
Kimia darah (23 Maret 2013)
Albumin : 0,6 gr/dl
Creatinin : 0,25 mg/dl
Ureum : 15,6 mg/dl
Chol : 780 mg/dl
HDL : 106,9 mg/dl
TG : 478 mg/dl
BUN : 7 mg/dl
AST : 16 IU/L
ALT : 10 IU/L
Urin (23 Maret 2013)
Makroskopis : Warna: kuning muda ; Kejernihan : keruh
Kimia urin : Protein : positif 4 (++++)
16
Glukosa : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : normal
PH: 6,5
BJ: 1,020
Darah : (-)
Mikroskopis : Eritrosit : 1 – 2/LBP
Leukosit : 2 – 4/LBP
Sel epitel : 10 – 12/LBP
Kimia darah (26 Maret 2013)
Albumin : 1,0 gr/dl
BUN : 8 mg/dl
Ureum : 17,1 mg/dl
Creatinin : 0,31 mg/dl
Kimia darah (30 Maret 2013)
Albumin :1,5 gr/dl
BUN : 9 mg/dl
Ureum : 13,3 mg/dl
Creatinin : 0,25 mg/dl
17
RESUME
HAL-HAL PENTING DARI ANAMNESA
Pasien mengeluhkan bengkak seluruh tubuh sejak 1 Minggu SMRS
Bengkak pada seluruh tubuh terutama pada mata, wajah, perut, dan tungkai kaki.
Riwayat berobat dan didiagnosis dokter menderita sindroma nefrotik.
HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : udem palpebra kanan dan kiri, sembab pada wajah (+).
Abdomen : insp : distensi (+).
Palp : organomegali (-), LP = 45 cm
Perk : shiffting dullnes (+)
Ekstremitas : udem pitting pretibia (+/+)
Udem pitting dorsum pedis (+/+)
HAL-HAL PENTING DARI LABORATORIUM
Kimia darah (23 Maret 2013) : Albumin : 0,6 gr/dl,
Chol : 780 mg/dl
Creatinin : 0,25 mg/dl
Ureum : 15,6 mg/dl
Kimia urin (28 Maret 2013) : protein : positif 4 (++++)
DIAGNOSA KERJA
Sindrom Nefrotik Relaps
PENATALAKSANAAN
Terapi : Istirahat tirah baring
18
Diit Nefrotik 1000 kkal, protein normal 1-2 gr/kgBB/hari, Diet rendah garam 1 gr/hari
Medikamentosa
Metilprednisolon 8mg 1-1-1 Losartan 1x1 gram
19
Follow Up Selama Di Bangsal
Tanggal Perjalanan penyakit Terapi
23 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh. Demam tidak ada, BAK kuning keruh, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O : Kesadaran komposmentis
N:968x/i BB : 12kg
N: 28x/I T: 36,5 0C LP : 45cm
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (+), shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (+/+)
Urin : 24,5 ml , input : 200 ml
Ouput : Urin + IWL = 314,5
Balance cairan : input-output = -114,5ml
Diuresis = 0,15
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
24 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh. Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 94x/i BB : 10,5 kg
N: 26x/i LP : 44 cm
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
20
T: 36,5 0C
Protein urin +4
Kepala: udem palpebra (+/+)
Abdomen : distensi (+), shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (+/+)
Urin : 124 ml , input : 600ml
Ouput : Urin + IWL = 428,5 ml
Balans cairan : input-output = +171,5 ml
Diuresis = 0,49
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
25 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh sedikit berkurang, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N:92x/i
N: 26x/i
T: 36,5 0C
BB: 12 Kg
Lp: 44 cm
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (+) berkurang,
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
21
shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
Urin : 114 ml , input : 500 ml
Ouput : Urin + IWL = 462 ml
Balans cairan : input-output = +38 ml
Diuresis 0,43
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
26 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh. Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 92x/i
N: 26x/i
T: 36,5 0C
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab
Abdomen : distensi (+) berkurang, shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
Urin : 200 ml , input : 500 ml
Ouput : Urin + IWL = 548 ml
Balans cairan : input-output = -48 ml
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
22
Diuresis 0,69
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
27 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh berkurang. Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 94x/i
N: 28x/i
T: 36,3 0C
BB: 12 Kg
Lp: 44 cm
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (+), shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
Urin : 158 ml , input : 500ml
Ouput : Urin + IWL = 506 ml
Balans cairan : input-output = -6 ml
Diuresis = 0,54
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
28 Maret S: bengkak pada seluruh tubuh. Demam IV plug
23
2013 tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 90x/i
N: 26x/i
T: 37,0 0C
BB: 11,5 Kg
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (+), shiffting dullness (+)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
input : 500 ml
Ouput : Urin + IWL = 683,5ml
Balans cairan : input-output = -183,5 ml
Diuresis = 1,26 ml/jam
Protein urin +4
A: Sindrom Nefrotik Relaps
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
Furosemid 2 x 10mg (pagi-sore)
29 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh berkurang, Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 92x/i
N: 26x/i
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
Furosemid 2 x 10mg (pagi-sore)
24
T: 37,0 0C
BB: 10 Kg
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (+), shiffting dullness (-)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
input : 400 ml
Ouput : Urin + IWL = 809 ml
Balans cairan : input-output = -419 ml
Diuresis = 1,89 ml/jam
Protein urin +3
A: Sindrom Nefrotik Relaps
30 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh berkurang, Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 92x/i
N: 26x/i
T: 36,0 0C
BB: 10 Kg
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah masih sembab
Abdomen : distensi (+), shiffting
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
Furosemid 2 x 10mg (pagi-sore)
25
dullness (-)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
input : 500 ml
Ouput : Urin + IWL = 740 ml
Balans cairan : input-output = -240 ml
Diuresis = 1,37 ml/jam
Protein urin +3
A: Sindrom Nefrotik Relaps
31 Maret 2013
S: bengkak pada seluruh tubuh berkurang, Demam tidak ada, BAK kuning, BAB dalam batas normal, sesak nafas (-)
O: Kesadaran komposmentis
N: 94x/i
N: 26x/i
T: 36,3 0C
BB: 10 Kg
Kepala: udem palpebra (+/+), wajah sembab (+)
Abdomen : distensi (-), shiffting dullness (-)
Ekstremitas : pitting udem pretibia dan dorsum pedis (-/-)
input : 400 ml
Ouput : Urin + IWL = 790 ml
IV plug
Metilprednisolon 1-1-1
Losartan 1x1 gram
Diit MB 1000 kkal
Furosemid 2 x 10mg (pagi-sore)
26
Balans cairan : input-output = -590 ml
Diuresis = 1,08 ml/jam
Protein urin +1
A: Sindrom Nefrotik Relaps
27
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
An M. Noval, 1 th 9 bln, dikeluhkan bengkak pada seluruh tubuh. Bengkak
terutama pada palpebra, wajah, perut, dan ekstremitas. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya oedem anasarka meliputi palpebra, wajah, perut (asites), dan kedua
tungkai. Pada fase awal edema sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (daerah
periorbita, pre-tibia). Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan
(pitting edema). Bengkak seperti ini sudah pernah dialami sebelumnya yaitu sekitar 5
bulan yang lalu dan pasien dirawat di RSUD AA, telah dilakukan pemeriksaan urin
dan dinyatakan dokter menderita sindroma nefrotik.
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya proteinuria
(4+), hipoalbuminemia (0,6 g/dl) dan hiperkolesterolemia (780 mg/dl). Hal ini sesuai
dengan teori bahwa gambaran klinis sindrom nefrotik adalah edem anasarka,
proteinuria masif, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
Pada pasien ini tampak gejala klinis berupa bengkak seluruh badan. Keluhan
bengkak terutama pada ektremitas bawah juga bisa terjadi pada pasien dengan
diagnosis CHF, tetapi pada pasien tidak terdapat gejala dyspneu ataupun ortopneu
maka diagnosis CHF dapat disingkirkan. Pada pasien dengan CKD juga dapat terjadi
bengkak di seluruh tubuh ataupun di ekstremitas bawah, tetapi pada pasien ini tidak
ditemukan BAK seperti teh dan tidak ada mengeluh terbangun dari tidur untuk BAK
maka diagnosis CKD pada pasien ini pun dapat disingkirkan.
Bengkak seluruh tubuh atau bengkak pada ekstremitas bagian bawah juga
dapat terjadi pada pasien dengan SLE, akan tetapi pada pasien ini tidak ditemukan
bercak malar di hidung, bercak discoid sebagai tanda penting dari SLE sehingga
diagnosis SLE dapat disingkirkan. Pada pasien sirosis hepatis juga dapat terjadi
28
bengkak pada perut, akan tetapi pada pasien ini tidak ada mengeluh sakit kuning
sebelumnya, maka diagnosis sirosis hepatis dapat disingkirkan.
Pada pasien dengan malnutrisi protein juga dapat ditemukan bengkak, akan
tetapi bengkak pada malnutrisi disebabkan oleh intake protein yang kurang bukan
karena adanya proteinuria yang menyebabkan hypoalbuminemia, sehingga dengan
demikian diagnosis Malnutrisi protein juga dapat disingkirkan. Karena Status gizi
pasien normal
Penatalaksanaan sindrom nefrotik meliputi terapi spesifik untuk kelainan
dasar ginjal atau penyakit penyebab, mengurangi atau menghilangkan proteinuria,
memperbaiki hipoalbuminemia, serta mencegah dan mengatasi penyulit.
Pada pasien ini diberikan prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2
mg/kgBB/hr), diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
dilanjutkan dengan prednisone 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan
dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu prednisone dihentikan.
Obat ini akan menekan proses inflamasi, proses alergi dan respon imun yang terjadi
pada membran glomerulus sehingga dapat menurunkan dan memperbaiki
permeabilitas membran basalis sehingga menjadi normal.
Pada pasien ini diberikan furosemid agar cairan diekskresikan melalui urin
sehingga edema pun berkurang.
Losartan adalah obat antihipertensi yang tergolong dalam antagonis reseptor
angiotensin II dan obat ini mempunyai efek anti proteinuria.
Pada pasien ini pemberian diet tinggi protein tidak dilakukan mengingat
protein yang tinggi dapat merusak glomerulus ginjal, oleh karena itu pada pasien ini
diberikan protein normal 1-2 gr/kgBB/hari. Pemberian garam sangat penting
diperhatikan. Diet rendah garam 1 gr/hari. Pemberian garam berlebihan akan
menyebabkan pembengkakan bertambah. Bila pembengkakan telah menghilang
garam dapat diberikan kembali
29
Prognosis penyakit ini adalah baik apabila responsif terhadap kortikosteroid.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik, 2006.
www.pediatric.com [diakses 2 april 2013].
2. Alatas H, dkk. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada Anak, Jakarta :
Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI pp.38.
4. Beattie J ,2005. Guideline for The Management of Nephrotic Syndrome.
Renal Unit Royal Hospital for Sick Children, Yorkhill Division
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Edisi I. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004. 192-4.
6. Abdoerrachman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Infomedika,1997.
p.705-7, 725-7.
7. Akil B, Pungky AK, Samik W. Faktor Resiko Terjadinya Relaps Tahun
Pertama pada Anak dengan Sindrom Nefrotik Idiopatik. Yogyakarta :
Depertemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia. 2003.
31