Download - Referat Ayu
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau
sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.
Gangguan haid sering menimbulkan kehawatiran bagi wanita karena
pengaruh gangguan haid tersebut terhadap kesuburan dan kesehatan wanita pada
umumnya. Pada siklus menstruasi normal, terdapat produksi hormon-hormon yang
paralel dengan pertumbuhan lapisan rahim untuk mempersiapkan implantasi
(perlekatan) dari janin (proses kehamilan). Gangguan dari siklus menstruasi tersebut
dapat berakibat gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan
dari siklus menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke dokter.
Gangguan haid hanyalah suatu gejala bukan penyakit sesungguhnya.
Diagnosis tidak boleh berhenti hanya pada jenis gangguannya. Penyakit atau
kelainan yang menjadi dasar penyebabnya harus dicari, didiagnosis kemudian
diberikan terapi yang sesuai.
Untuk memahami gangguan haid dan siklusnya lebih mendalam, sebaiknya
fisiologi haid dan siklusnya dimengerti terlebih dahulu.
1
BAB II
PEMBAHASAN
I. HAID DAN SIKLUSNYA
i. KLINIK HAID
Haid atau menstruasi adalah perdarahan secara periodic dan
siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikutnya. Hari mulainya perdarahan dinamakan
hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan
dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak
dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ± 1 hari.
Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid
yang klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja
antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada
kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama.
Panjang siklus haid juga dipengaruhi usia seseorang. Rata-rata
panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari, usia 43
tahun 27,1 hari dan usia 55 tahun 51,9 hari. Panjang siklus yang biasa
pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-kira 97% wanita berovulasi
siklus haidnya berkisar 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari
atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak
berovulasi (anovulatoar).
2
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti
darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada
setiap wanita biasanya lama haid itu tetap. Jumlah darah yang keluar
rata-rata 33,2 ±16 cc. Pada wanita yang lebih tua biasanya darah yang
keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi
jumlah darah haidnya juga lebih banyak.
Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi
normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia
reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih
banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak
mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks
hipotalamus-hipofisis-ovarium.
Gambar 1. Kompleks Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium
3
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya haid antara lain :
1) Faktor hormon
Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada seorang wanita
yaitu:
FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh Hipofise
Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium
LH (Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh Hipofise
Progesteron dihasilkan oleh ovarium
2) Faktor Enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak sel yang
berperan dalam sintesa protein, yang mengganggu metabolisme sehingga
mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
3) Faktor vascular
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan
fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteria-
arteria, vena-vena dan hubungan antaranya. Dengan regresi endometrium timbul
statis dalm vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri,
dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik
dari arteri maupun dari vena.
4) Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi
endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi myometrium
sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.
4
ii. SIKLUS MENSTRUASI NORMAL
Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi dua segmen yaitu,
siklus ovarium (indung telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung
telur terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu siklus folikular dan siklus
luteal, sedangkan siklus uterus dibagi menjadi masa proliferasi
(pertumbuhan) dan masa sekresi.
Perubahan di dalam rahim merupakan respon terhadap perubahan
hormonal. Rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu perimetrium (lapisan
terluar rahim), miometrium (lapisan otot rahim, terletak di bagian
tengah), dan endometrium (lapisan terdalam rahim). Endometrium
adalah lapisan yang berperan di dalam siklus menstruasi. 2/3 bagian
endometrium disebut desidua fungsionalis yang terdiri dari kelenjar,
dan 1/3 bagian terdalamnya disebut sebagai desidua basalis.
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
1. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang
dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan
FSH.
2. LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH.
3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis
untuk mengeluarkan prolaktin.
5
Gambar 2. Siklus Hormonal
Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan
oleh hipofisis merangsang perkembangan folikel-folikel di dalam
ovarium (indung telur). Pada umumnya hanya 1 folikel yang
terangsang namun dapat perkembangannya dapat menjadi lebih dari 1,
dan folikel tersebut berkembang menjadi folikel de graaf yang
membuat estrogen. Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga
hipofisis mengeluarkan hormon yang kedua yaitu LH. Produksi
hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh releasing
hormones yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH
dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap
hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik
akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang
mengandung estrogen. Estrogen mempengaruhi pertumbuhan dari
6
endometrium. Di bawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi
matang sampai terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah
korpus rubrum yang akan menjadi korpus luteum, di bawah pengaruh
hormon LH dan LTH (luteotrophic hormones, suatu hormon
gonadotropik). Korpus luteum menghasilkan progesteron yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan kelenjar endometrium. Bila tidak ada
pembuahan maka korpus luteum berdegenerasi dan mengakibatkan
penurunan kadar estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon
ini menyebabkan degenerasi, perdarahan, dan pelepasan dari
endometrium. Proses ini disebut haid atau menstruasi. Apabila
terdapat pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut
dipertahankan.
Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid yaitu :
1. Fase menstruasi atau deskuamasi
Fase ini berlangsung selama 3-4 hari. Pada saat itu endometrium
(selaput rahim) dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan.
Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung
darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis atau
aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintergrasi dan
otolisis, dan secret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva.
Hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah.
7
2. Fase pascahaid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar
berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lender
baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu itu
tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase
menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
3. Fase intermenstruum atau fase proliferasi
Pada fase ini endometrium tumbuh kembali menjadi setebal ± 3,5 mm.
Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid.
Fase proliferasi dapat dibagi atas tiga subfase :
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase ini berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase
ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya
regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-
kelenjar kebanyakan lurus, pendek, dan sempit. Bentuk
kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi ; sel-sel
kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih
menunjukkan suasana fase menstruasi di mana terlihat
perubahan-perubahan involusi dari epitel kelenjar yang
berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan
aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk bintang dan dengan
8
tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif
besar sebab sitoplasma relatif sedikit.
b. Fase proliferasi madya (midproliferation phase)
Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase
ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel
permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar
berkelok-kelok dan bervariasi. Sejumlah stroma mengalami
edema. Tampak banyak mitosis dengan inti berbentuk
telanjang (naked nucleus).
c. Fase proliferasi akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase
ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan
dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk
pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.
4. Fase prahaid atau fase sekresi
Fase sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Berlangsung dari
hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap
tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkelok-kelok,
dan mengeluarkan getah, yang makin lama makin nyata. Hormon progesteron
dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat
kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim). Fase sekresi
dibagi atas :
1) Fase sekresi dini
9
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya
karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yaitu :
a. Stratum basale ; yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan lapisan miometrium, lapisan ini tidak aktif,
kecuali mitosis pada kelenjar.
b. Stratum spongiosum ; yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman
seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar dan berkelok-kelok dan hanya sedikit stroma di
antaranya.
c. Stratum kompaktum ; yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi secret, dan stromanya
edema.
2) Fase sekresi lanjut
Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini
terdapat peningkatan dari fase sekresi dini, dengan endometrium
sangat banyak mengandung pembuluh darah yang berkelok-kelok
dan kaya dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan
perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel
stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan.
10
Siklus ovarium :
1. Fase folikular
Pada fase ini hormon reproduksi bekerja mematangkan sel telur yang berasal
dari 1 folikel kemudian matang pada pertengahan siklus dan siap untuk
proses ovulasi (pengeluaran sel telur dari indung telur). Waktu rata-rata fase
folikular pada manusia berkisar 10-14 hari, dan variabilitasnya
mempengaruhi panjang siklus menstruasi keseluruhan
2. Fase luteal
Fase luteal adalah fase dari ovulasi hingga menstruasi dengan jangka waktu
rata-rata 14 hari.
Siklus hormonal dan hubungannya dengan siklus ovarium serta uterus
di dalam siklus menstruasi normal:
1. Setiap permulaan siklus menstruasi, kadar hormon gonadotropin
(FSH, LH) berada pada level yang rendah dan sudah menurun sejak
akhir dari fase luteal siklus sebelumnya.
2. Hormon FSH dari hipotalamus perlahan mengalami peningkatan
setelah akhir dari korpus luteum dan pertumbuhan folikel dimulai
pada fase folikular. Hal ini merupakan pemicu untuk pertumbuhan
lapisan endometrium.
11
3. Peningkatan level estrogen menyebabkan feedback negatif pada
pengeluaran FSH hipofisis. Hormon LH kemudian menurun sebagai
akibat dari peningkatan level estradiol, tetapi pada akhir dari fase
folikular level hormon LH meningkat drastis (respon bifasik).
4. Pada akhir fase folikular, hormon FSH merangsang reseptor
(penerima) hormon LH yang terdapat pada sel granulosa, dan dengan
rangsangan dari hormon LH, keluarlah hormon progesterone.
5. Setelah perangsangan oleh hormon estrogen, hipofisis LH terpicu
yang menyebabkan terjadinya ovulasi yang muncul 24-36 jam
kemudian. Ovulasi adalah penanda fase transisi dari fase proliferasi ke
sekresi, dari folikular ke luteal.
6. Kedar estrogen menurun pada awal fase luteal dari sesaat sebelum
ovulasi sampai fase pertengahan, dan kemudian meningkat kembali
karena sekresi dari korpus luteum.
7. Progesteron meningkat setelah ovulasi dan dapat merupakan penanda
bahwa sudah terjadi ovulasi.
8. Kedua hormon estrogen dan progesteron meningkat selama masa
hidup korpus luteum dan kemuadian menurun untuk mempersiapkan
siklus berikutnya.
12
II. GANGGUAN HAID DAN SIKLUSNYA
i. KLASIFIKASI
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid :
Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea.
2. Kelainan siklus : Polimenorea, Oligomenorea, Amenorea.
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia.
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension
(ketegangan pra haid), Mastodinia, Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
dan Dismenorea.
1. Kelainan Dalam Banyaknya Darah Dan Lamanya Perdarahan Pada
Haid
a) Hipermenorea atau Menoragia
Definisi
Perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih
dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi.
Sebab-sebab
Hipoplasia uteri, dapat mengakibatkan amenorea, hipomenorea,
menoragia. Terapi : uterotonika
Asthenia, terjadi karena tonus otot kurang. Terapi : uterotonika,
roborantia.
15
Myoma uteri, disebabkan oleh : kontraksi otot rahim kurang, cavum
uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
Hipertensi
Dekompensio cordis
Infeksi, misalnya : endometritis, salpingitis.
Retofleksi uteri, dikarenakan bendungan pembuluh darah balik.
Penyakit darah, misalnya Werlhoff, hemofili
b) Hipomenorea
Definisi
Adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.
Sebab-sebab
Hipomenorea dapat disebabkan oleh konstitusi penderita, pada uterus
(misalnya sesudah miomektomi), karena kesuburan endometrium kurang
akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun gangguan hormonal.
Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas.
2. Kelainan Siklus
a) Polimenorea
Definisi
Adalah siklus haid yang lebih memendek dari biasa yaitu kurang 21 hari,
sedangkan jumlah perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid
biasa.
16
Sebab-sebab
Polimenorea merupakan gangguan hormonal dengan umur korpus luteum
memendek sehingga siklus menstruasi juga lebih pendek atau ati disebabkan
akibat stadium proliferasi pendek atau stadium sekresi pendek atau karena
keduanya. Sebab lain ialah kongesti ovarium karena peradangan,
endometriosis, dan sebagainya.
Terapi
Stadium proliferasi dapat diperpanjang dengan hormon estrogen dan stadium
sekresi menggunakan hormon kombinasi estrogen dan progesteron.
b) Oligomenorea
Definisi
Adalah siklus menstruasi memanjang lebih dari 35 hari, sedangkan jumlah
perdarahan tetap sama.
Sebab-sebab
Perpanjangan stadium folikuller; perpanjangan stadium luteal; kedua stadium
menjadi panjang; pengaruh psikis; pengaruh penyakit : TBC.
Oligomenorea dan amenorea seringkali mempunyai dasar yang sama,
perbedaannya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea
kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid
biasanya juga ovulatoar dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasanya.
17
Terapi
Oligomenorea yang disebabkan ovulatoar tidak memerlukan terapi,
sedangkan bila mendekati amenorea diusahakan dengan ovulasi.
c) Amenorea
Definisi
Adalah keadaan tidak ating haid untuk sedikitnya selama 3 bulan berturut-
turut.
Klasifikasi
1. Amenorea Primer, apabila belum pernah ating haid sampai umur 18
tahun.
2. Amenorea Sekunder, apabila berhenti haid setelah menarche atau
pernah mengalami haid tetapi berhenti berturut-turut selama 3 bulan.
Sebab-sebab
Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan
lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan congenital dan genetic.
Amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul
kemudian dalam kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan
metabolism, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.
18
Etiologi
Amenorrhea dapat terjadi akibat gangguan pada komponen yang berperan
pada proses. Komponen tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Lingkungan
Kompartemen IV
SSP
Hipotalamus
kompartemen III GnRH
Hipofise anterior
Kompartemen II
FSH LH
Ovarium
Kompartemen I progesteron estrogen
Uterus
Haid
19
1. Gangguan organic pusat
Sebab organic : tumor, radang, destruksi.
2. Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional
b. Psikosis
c. Anoreksia nervosa
d. Pseudosiesis
3. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea
b. Sindrom Stein-Leventhal
c. Sindrom hipotalamik
4. Gangguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds
b. Tumor ; adenoma basofil (penyakit Cushing), adenoma
asidofil (akromegali, gigantisme), adenoma kromofob
(sindrom Forbes-Albright).
5. Gangguan gonad
a. Kelainan congenital : disgenesis ovarii (sindrom Turner),
sindrom testicular feminization.
b. Menopause premature
c. The insensitive ovary
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang
dan sebagainya.
20
e. Tumor sel-granulosa, sel teka, sel hilus, adrenal,
arenoblastoma.
6. Gangguan glandula suprarenalis
a. Sindrom adrenogenital
7. Gangguan pancreas : diabetes mellitus.
8. Gangguan uterus, vagina
a. Aplasia dan hipoplasia uteri
b. Sindrom Asherman
c. Endometritis tuberkulosa
d. Aplasia vaginae
9. Penyakit-penyakit umum : gangguan gizi dan obesitas.
Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:
Pubertas terlambat
Kegagalan dari fungsi indung telur
Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina)
Gangguan pada susunan saraf pusat
Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi
dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal
21
Gambar 1. Himen Imperforata
Penyebab terbanyak dari amenorea sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan,
menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi disingkirkan, maka penyebab lainnya
adalah:
Stress dan depresi
Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan,
obesitas
Gangguan hipotalamus dan hipofisis
Gangguan indung telur
Obat-obatan
Penyakit kronik dan Sindrom Asherman
22
Gambar 2. Komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur
Tanda dan gejala
Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia 16 tahun, dengan
atau tanpa perkembangan seksual sekunder (perkembangan payudara, perkembangan
rambut pubis), atau kondisi dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi
padahal sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya
tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea. Perkembangan pubertas
pada wanita normal digambarkan melalui Stadium Tanner yaitu :
Usia Perkembangan
Payudara
Perkembangan
Rambut Pubis
Stadium
Tanner
(Perkemban
gan
Payudara)
Stadium
Tanner
(perkemban
gan rambut
Pubis)
Pertumbuh Papila payudara Belum ada rambut 1 1
23
an Awal
(8-10
tahun)
mulai menggunung, pubis
Thelarche
(9-11)
Seperti Adrenarche
untuk Stadium 2
Seperti
Adrenarche untuk
Stadium 2
2 1
Adrenarch
e (9-11)
2 2
Puncak
Pertumbuh
an (11-13)
3 3
Menarche
(12-14)
4 4
Dewasa
(13-16)
5 6
Pemeriksaan Penunjang
24
Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder
maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim,
perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi,
histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan
tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar
hormon FSH dan LH.
Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat
dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon
tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar
hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan
prolaktin normal, maka Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk
melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium dalam rahim.
Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya.
Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga
dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran
reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf
pusat.
A. Saluran reproduksi
25
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim
estrogen.
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak
memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya).
Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil).
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita
yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina
atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan
MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi
yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari
tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan
membuat vagina baru menggunakan skin graft.
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY
kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan
dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal
tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik
bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai
penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak).
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan
intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat
terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi
pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat
dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto
roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi
26
pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi
terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim.
B. Gangguan Indung Telur
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur
dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang
dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon
seksual.
2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi
indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel
telur akibat infeksi atau proses autoimun.
3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur
normal.
C. Gangguan Susunan Saraf Pusat
1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat
mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih)
akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan
pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis
dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan
adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian
hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.
27
2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan
Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan
hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya.
3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan
kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk
kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.
3. Perdarahan Bukan Haid
Yang dimaksud di sini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara dua
haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu ;
Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan
siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai
suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal
tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma
endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan
estrogen eksogen.
Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari
dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan
pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.
Klasifikasi
28
1. Metroragia oleh karena adanya kehamilan; seperti abortus, kehamilan
ektopik.
2. Metroragia di luar kehamilan.
Penyebab;
Sebab – sebab organik
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:
serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada
portio uteri, karsinoma servisis uteri.
Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens,
abortus incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri,
karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.
Tuba fallopii; kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.
Ovarium; radang overium, tumor ovarium.
Sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering
dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungís ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam
praktek dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi
29
karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di
rumah sakit.
Patologi
Menurut schroder pada tahun 1915, setelahpenelitian histopatologik pada uterus dan
ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasidan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus menerus.
Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan
bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik,
hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi
merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis nonsekresi dan jenis sekresi penting
artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari
perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional
ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang
berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari factor-
30
faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya Belem
seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber
pada gangguan endokrin.
Gambaran klinik
a. Perdarahan ovulatori
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan
siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis
perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira karena
perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka Madang-
kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa
adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1) korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan ovarium yang
membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat
penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan
antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan
endometrium yagn tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu
menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
31
endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.
2) insufisiensi korpus luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore.
Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH
realizing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal
tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.
3) apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjado pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4) kelainan darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme
pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentutimbul perdarahan yang Madang-
kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada statu
waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium
32
dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula
ploriferasidapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya
perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada
masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau
keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi
ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang
dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur
mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-
tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita
dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu
faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian,
33
pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan
anovulatoir.
Diagnosis
a. Anamnesis
Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh
siklus yang pendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan
( banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan
sebagainnya.
Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke
arah kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun.
Kecurigaan terhadap salah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan
untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang
bersangkutan.
Pada pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-
kelainan organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus,
tumor, kehamilan terganggu).
Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis.
Pada wanita umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan
terganggu, polip, mioma submukosum,
Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamlan
yang masih bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk
melakukan kerokan adalah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.
34
Penanganan
1. Istirahat baring dan transfusi darah
2. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus
dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat
dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan :
Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan
secar IM dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras
estradiol 20 mg. Tetapi apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi.
Progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium,
dapat diberikan kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat
diberikan per os sehari nirethindrone 15 mg atau asetas medroksi progesteron
(provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam masa pubertas.
4. Gangguan lain dalam hubungan dengan haid
a) Dismenorea
Definisi
Adalah nyeri sewaktu haid. Dismenorea terjadi pada 30-75 % wanita dan
35
memerlukan pengobatan. Etiologi dan patogenesis dari dismenore sampai
sekarang belum jelas.
Klasifikasi
1. Dismenorea Primer (dismenore sejati, intrinsik, esensial ataupun
fungsional); adalah nyeri haid yang terjadi sejak menarche biasanya setelah
12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama
setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai rasa
nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung beberapa hari. Sifat nyeri ini kejang
berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar
ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai
rasa mual, muntah, sakit kepala, diarea, iritabilitas dan sebagainya. Selain itu
tidak terdapat kelainan pada alat kandungan atau tidak berhubungan dengan
kelainan ginekologik.
Sebab : psikis; (konstitusionil: anemia, kelelahan, TBC); (obstetric : cervic
sempit, hyperanteflexio, retroflexio); endokrin (peningkatan kadar
prostalandin, hormon steroid seks, kadar vasopresin tinggi.
2. Dismenorea Sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh, acquired) ; terjadi pada
wanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore. Disebabkan oleh
kelainan ginekologik. Hal ini terjadi pada kasus infeksi, mioma submucosa,
36
polip corpus uteri, endometriosis, retroflexio uteri fixata, gynatresi, stenosis
kanalis servikalis, adanya AKDR, tumor ovarium.
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya nyeri pada dismenore primer adalah sebagai berikut:
Korpus luteum akan mengalami regresi apabila tidak terjadi kehamilan. Hal ini akan
mengakibatkan penurunan kadar progesteron dan mengakibatkan labilisasi membran
lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase
A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium
dan menghasilkan asam arakhidonat. Asam arakhidonat bersama dengan kerusakan
endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat dan menghasilkan
prostaglandin PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dismenore primer didapatkan
adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang merangsang
miometrium. Akibatnya terjadi peningkatan kontraksi dan disritmi uterus, sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin
sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi, selanjutnya menurunkan
ambang rasa sakit pada ujung-ujung saraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang
fisik dan kimia (Sunaryo, 1989).
Etiologi
Faktor yang menyebabkan dismenore primer antara lain:
1. Faktor kejiwaan.
2. Faktor konstitusi.
3. Faktor obstruksi kanallis servikalis.
37
4. Faktor endokrin.
5. Faktor alergi.
6. Faktor neurologis.
7. Vasopresin.
8. Leukotren.
Faktor Kejiwaan
Wanita mempunyai emosional yang tidak stabil, sehingga mudah mengalami
dismenore primer. Faktor kejiwaan, bersamaan dengan dismenore akan
menimbulkan gangguan tidur (insomnia).
Faktor Konstitusi
Faktor konstitusi berhubungan dengan faktor kejiwaan yang dapat menurunkan
ketahanan terhadap nyeri. Faktor konstitusi antara lain: anemia, penyakit menahun
dan sebagainya.
Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis
Teori tertua menyatakan bahwa dismenore primer disebabkan oleh stenosis kanalis
servikalis, akan tetapi sekarang sudah tidak lagi. Mioma submukosum bertangkai
polip endometrium dapat menyebabkan dismenore karena otot-otot uterus
berkontraksi kuat untuk mengeluarkan kelainan tersebut.
Faktor Endokrin
Kejang pada dismenore primer disebabkan oleh kontraksi yang berlebihan. Hal ini
disebabkan karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi prostaglandin F2
alfa yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlah prostaglandin F2 alfa
38
berlebih akan dilepaskan dalam peredaran darah, maka selain dismenorea, dijumpai
pula efek umum, seperti diare, nausea, dan muntah.
Faktor Alergi
Teori ini dikemukakan setelah adanya asosiasi antara dismenore primer dengan
urtikaria, migren atau asma bronkial.
Faktor Neurologis
Uterus dipersyarafi oleh sistem oleh sistem syaraf otonom yang terdiri dari syaraf
simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan
oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem syaraf otonom terhadap miometrium.
Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga
serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik.
Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dismenorea primer sangat tinggi dibandingkan dengan
wanita tanpa dismenorea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan
meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan
menimbulkan nyeri. Namun, hingga kini peranan pasti vasopresin dalam mekanisme
terjadinya dismenorea masih belum jelas.
Leukotren
Helsa (1992), mengemukakan bahwa leukotren meningkatkan sensitivitas serabut
nyeri pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita
dengan dismenorea primer yang tidak memberi respon terhadap pemberian antagonis
prostaglandin.
39
Dismenore Berdasarkan Jenis Nyeri
Dismenore Spasmodik
Dismenore spasmodik adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah perut dan terjadi
sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore spasmodik dapat dialami oleh
wanita muda maupun wanita berusia 40 tahun ke atas. Sebagian wanita yang
mengalami dismenore spasmodik, tidak dapat melakukan aktivitas.
Tanda dismenore spasmodik, antara lain:
1. Pingsan.
2. Mual.
3. Muntah.
4. Dismenore spasmodik dapat diobati atau dikurangi dengan melahirkan bayi
pertama, walaupun tidak semua wanita mengalami hal tersebut.
Dismenore Kongestif
Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid datang. Gejala yang
ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2 minggu. Pada saat haid
40
datang, tidak terlalu menimbulkan nyeri. Bahkan setelah hari pertama haid, penderita
dismenore kongestif akan merasa lebih baik.
Gejala yang ditimbulkan pada dismenore kongestif, antara lain:
1. Pegal (pegal pada paha).
2. Sakit pada payudara.
3. Lelah.
4. Mudah tersinggung.
5. Kehilangan keseimbangan.
6. Ceroboh.
7. Gangguan tidur.
8. Timbul memar di paha dan lengan atas.
Penanganan
Penanganan dismenore primer antara lain dengan:
1. Obat-obatan.
2. Rileksasi.
3. Hipnoterapi.
4. Alternatif.
Obat-Obatan
Obat-obatan yang dapat membantu mengurangi nyeri haid antara lain: analgetika,
hormonal, anti prostaglandin.
41
Analgetika
Analgetika digunakan untuk mengurangi nyeri. Jenis analgetika untuk nyeri ringan
antara lain: aspirin, asetaminofen, propofiksen. Sedangkan jenis analgetika untuk
nyeri berat antara lain: prometazin, oksikodon, butalbital.
Hormonal
Pengobatan hormonal untuk meredakan dismenore, dan lebih tepat diberikan pada
wanita yang ingin menggunakan alat KB berupa pil. Jenis hormon yang diberikan
progestin, pil kontrasepsi (estrogen rendah dan progesteron tinggi). Pemberian pil
dari hari 5-25 siklus haid dengan dosis 5-10 mg/hari. Progesteron diberikan pada hari
ke 16 sampai ke 25 siklus haid, setelah keluhan nyeri berkurang.
Anti Prostaglandin
Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) yang menghambat produksi dan
kerja prostaglandin digunakan untuk mengatasi dismenore primer. NSAIDs tidak
boleh diberikan pada wanita hamil, penderita dengan gangguan saluran pencernaan,
asma dan alergi terhadap jenis obat anti prostaglandin.
Penyebab dismenore sekunder antara lain:
1. Benjolan yang menyebabkan perdarahan.
2. Rahim yang terbalik.
3. Peradangan selaput lendir rahim.
4. Pemakaian kontrasepsi spiral/IUD.
5. Endometriosis.
42
6. Fibroid atau tumor.
7. Infeksi pelvis.
Pengobatan
Pengobatan yang sering dipakai adalah golongan NSAID yaitu: aspirin, naproksen,
ibuprofen, indometasin, dan asam mefenamat. Obat-obatan ini sering kali lebih
efektif jika diminum sebelum timbul nyeri. Karena dismenorea jarang menyertai
perdarahan tanpa ovulasi, maka pemberian kontrasepsi oral untuk menekan ovulasi
juga merupakan pengobatan yang efektif.
b) Mastodinia atau Mastalgia
Definisi
Adalah rasa tegang pada payudara menjelang haid.
Sebab-sebab
Disebabkan oleh dominasi hormon estrogen, sehingga terjadi retensi air dan
garam yang disertai hiperemia didaerah payudara.
c) Mittelschmerz (Rasa Nyeri pada Ovulasi)
Definisi
Adalah rasa sakit yang timbul pada wanita saat ovulasi, berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari di pertengahan siklus menstruasi. Hal ini terjadi
karena pecahnya folikel Graff. Lamanya bisa beberapa jam bahkan sampai 2-
3 hari. Terkadang Mittelschmerz diikuti oleh perdarahan yang berasal dari
proses ovulasi dengan gejala klinis seperti kehamilan ektopik yang pecah.
43
d) Pre Menstrual Tension (Ketegangan Pra Haid)
Ketegangan sebelum haid terjadi beberapa hari sebelum haid bahkan sampai
menstruasi berlangsung. Terjadi karena ketidakseimbangan hormon estrogen
dan progesterom menjelang menstruasi. Pre menstrual tension terjadi pada
umur 30-40 tahun.
Gejala klinik dari pre menstrual tension adalah gangguan emosional; gelisah,
susah tidur; perut kembung, mual muntah; payudara tegang dan sakit;
terkadang merasa tertekan.
ETIOLOGI
Penyebab ketegangan prahaid tidak jelas, tetapi mungkin factor penting adalah
ketidakseimbangan estrogen dan progesterone dengan akibat retensi cairan dan
natrium, penambahan berat badan dan kadang-kadang edema. Dalam hubungan
dengan kelainan hormonal, pada ketegangan prahaid terdapat defisiensi luteal dan
pengurangan produksi progesterone.
Faktor kejiwaan, masalah dalam keluarga, masalah social, dan lain-lain, juga
memegang peranan penting. Yang lebih mudah menderita ketegangan prahaid adalah
wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid dan terhadap
faktor-faktor
Pemeriksaan penunjang
44
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis
Sindroma Premenstruasi. Pemeriksaaan darah tepi digunakan untuk menyingkirkan
kondisi-kondisi tertentu seperti anemia, leukimia, atau gangguan kelenjar tiroid.
Terapi
1. Edukasi dan konseling
Tatalaksana pertama kali adalah meyakinkan seorang wanita bahwa wanita
lainnya pun ada yang memiliki keluhan yang sama ketika menstruasi.
Pencatatan secara teratur siklus menstruasi setiap bulannya dapat
memberikan gambaran seorang wanita mengenai waktu terjadinya sindroma
premenstruasi. Sangat berguna bagi seorang wanita dengan sindroma
premenstruasi untuk mengenali gejala yang akan terjadi sehingga dapat
mengantisipasi waktu setiap bulannya ketika ketidakstabilan emosi sedang
terjadi
2. Modifikasi Gaya Hidup
a. Komunikasi. Wanita dengan gejala ini sebaiknya mendiskusikan
masalahnya dengan orang terdekatnya, baik pasangan, teman, maupun
keluarga. Terkadang konfrontasi atau pertengkaran dapat dihindari 45
apabila pasangan maupun teman mengerti dan mengenali penyebab dari
kondisi tidak stabil wanita tersebut, sehingga memilih waktu lain untuk
mendiskusikan masalah yang kontroversial. Grup konseling dengan
psikiater juga dapat diterapkan
b. Diet Penurunan asupan garam dan karbohidrat (nasi, kentang, roti) dapat
mencegah edema (bengkak) pada beberapa wanita. Penurunan konsumsi
kafein (kopi) juga dapat menurunkan ketegangan, kecemasan, dan
insomnia (sulit tidur). Pola makan disarankan lebih sering namun dalam
porsi kecil karena berdasarkan bukti bahwa selama periode premenstruasi
terdapat gangguan pengambilan glukosa untuk energi
c. Olahraga. Olahraga berupa lari dikatakan dapat menurunkan keluhan
premenstrual molimina. Berolahraga dapat menurunkan stres dengan cara
memiliki waktu untuk keluar dari rumah dan pelampiasan untuk rasa
marah atau kecemasan yang terjadi. Beberapa wanita mengatakan bahwa
berolahraga ketika mereka mengalami sindroma premenstruasi dapat
membantu relaksasi dan tidur di malam hari
3. Obat-obatan
Apabila gejala sindroma premenstruasi begitu hebatnya sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari, umumnya modifikasi gaya hidup jarang berhasil dan
perlu dibantu dengan obat-obatan.
46
a. Asam mefenamat (500 mg, 3 kali sehari) berdasarkan penelitian dapat
mengurangi gejala sindroma premenstruasi seperti dismenorea dan
menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak) (namun tidak semua).
Asam mefenamat tidak diperbolehkan pada wanita yang sensitif dengan
aspirin atau memiliki risiko ulkus peptikum
b. Kontrasepsi oral (pil KB). Kontrasepsi oral dapat mengurangi gejala
sindroma menstruasi seperti dismenorea dan menoragia namun tidak
berpengaruh terhadap ketidakstabilan mood. Pada wanita yang sedang
mengkonsumsi pil KB namun mengalami gejala sindroma premenstruasi
sebaiknya pil KB tersebut dihentikan sampai gejalanya berkurang
c. Obat penenang seperti alprazolam atau triazolam dapat digunakan pada
wanita yang merasakan kecemasan, ketegangan berlebihan, maupun
kesulitan tidur
d. Obat antidepresi hanya digunakan bagi mereka yang memilki gejala
sindroma premenstruasi yang parah.
BAB III
KESIMPULAN
Haid atau menstruasi adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid yang normal atau
dianggap sebagai siklus haid yang klasik adalah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas.
47
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit
kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari.
Gangguan haid adalah masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau
sedikit, terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu.
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid :
Hipermenorea atau menoragia dan Hipomenorea
2. Kelainan siklus : Polimenorea, Oligomenorea, Amenorea
3. Perdarahan di luar haid : Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : Pre menstrual tension
(ketegangan pra haid), Mastodinia, Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
dan Dismenorea.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono : Ilmu kebidanan edisi 3. Editor: Prof dr Hanifa
Wiknjasastro,SpOG;Prof dr Abdul Bari Saifuddin, SpOG,MPH; dr Trijatmo
Rachimhadhi,SpOG. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Mochtar, Rustam.1998. Sinopsis Obstetri Jilid II. Jakarta: EGC.
48
3. Anonymous.
URL : www.klikdokter.com
4. Cunningham, et al.2005.Williams Obstetrics 22nd. USA : McGraw-Hill
comp.inc.
49