virtika ayu

121
TESIS PEMBERIAN MINYAK BIJI RAMI (Linum usitatissimum) PER ORAL MENINGKATKAN JUMLAH OSTEOBLAS DAN KEPADATAN TULANG PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN PERIODONTITIS KETUT VIRTIKA AYU PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Upload: nguyenliem

Post on 21-Dec-2016

289 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Virtika Ayu

TESIS

PEMBERIAN MINYAK BIJI RAMI (Linum usitatissimum) PER ORAL MENINGKATKAN

JUMLAH OSTEOBLAS DAN KEPADATAN TULANG PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN PERIODONTITIS

KETUT VIRTIKA AYU

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 2: Virtika Ayu
Page 3: Virtika Ayu

TESIS

PEMBERIAN MINYAK BIJI RAMI (Linum usitatissimum) PER ORAL MENINGKATKAN

JUMLAH OSTEOBLAS DAN KEPADATAN TULANG PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN PERIODONTITIS

KETUT VIRTIKA AYU NIM : 1290761037

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 4: Virtika Ayu

PEMBERIAN MINYAK BIJI RAMI (Linum usitatissimum)

PER ORAL MENINGKATKAN JUMLAH OSTEOBLAS DAN KEPADATAN TULANG PADA TIKUS PUTIH JANTAN

(Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY DENGAN PERIODONTITIS

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

KETUT VIRTIKA AYU NIM : 1290761037

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2014

Page 5: Virtika Ayu

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 26 Nopember 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. dr. Nym. Mangku Karmaya, M.Repro Dr. dr. I Dw. Made Sukrama,M.Si.,Sp.MK(K) NIP.194612311969021001 NIP. 195810101987021002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. W. Pangkahila, Sp.And.,FAACS. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 194612131971071001 NIP 195902151985102001

Page 6: Virtika Ayu

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 26 Nopember 2014

Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Universitas Udayana, No : 4162/UN.14.4/HK/2014

Tanggal 31 Oktober 2014

Ketua : Prof. Dr. dr. Nym. Mangku Karmaya, M.Repro

Anggota :

1. Dr. dr. I Dw. Made Sukrama, M.Si., Sp.MK(K) 2. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK 3. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 4. dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, Sp.MK, Ph.D

Page 7: Virtika Ayu
Page 8: Virtika Ayu

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Widhi Wasa, TuhanYang Maha Esa, karena atas karunia-NYA lah, penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul : “Pemberian Minyak Biji Rami (Linum

usitatissimum) Meningkatkan Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang pada

TikusPutih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley dengan

Periodontitis”.

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan dorongan,

petunjuk, bimbingan dan bantuan baik materi, tenaga, fasilitas maupun hasil

pemikiran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan penuh rasa hormat dan

segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro, selaku pembimbing

pertama dan Dr. dr. I Dw. Made Sukrama, M.Si., Sp.MK(K), selaku

pembimbing kedua atas segala bimbingan dan arahannya yang diberikan

dengan penuh perhatian dan kesabaran, serta memberikan motivasi dari awal

hingga akhir tugas ini, sehingga penulis dapat terus belajar dan melakukan

yang terbaik.

2. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK ; Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si ; dan

dr. Ni Nengah Dwi Fatmawati, Sp.MK, Ph.D selaku penguji tesis yang telah

memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi yang sangat membangun

sehingga tesis ini dapat terwujud.

Page 9: Virtika Ayu

3. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM),

Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka

Sudewi, SpS(K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana dan

Ketua Program Biomedis Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS.,

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.

4. Rektor Universitas Mahasaraswati Tjok. Istri Sri Ramaswati, SH., MM, dan

drg. Putu Ayu Mahendri, M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Mahasaraswati atas ijin dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk

mengikuti program magister.

5. Kepala Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu dan Kepala Bagian

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

yang telah memberikan kesempatan mempergunakan fasilitas yang ada

sehingga membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

6. Seluruh dosen dan staf pada Program Magister Biomedik Universitas Udayana

yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada

teman-teman mahasiswa Ilmu Kedokteran dasar yang selalu memberikan motivasi

dan doanya. Terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayah (alm) dan Ibu

tercinta yang telah penuh kasih, mengantarkan penulis menerima semua karunia

Tuhan dengan penuh rasa syukur.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, A.A.Gd.

Putera Mahendra serta putra kecilku A.A.Gd. Jyota Mahottama yang dengan

Page 10: Virtika Ayu

penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan, dukungan dan semangat

kepada penulis untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Penulis juga

ingin menyampaikan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa Ilmu

Kedokteran Dasar yang selalu memberikan motivasi, doa dan dukungan selama

melewati masa-masa sulit.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan secara lengkap satu

persatu. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan tesis ini mohon

mendapat perhatian agar disampaikan kritik dan sarannya.

Denpasar, Oktober 2014

Penulis

Page 11: Virtika Ayu

ABSTRAK

PEMBERIAN MINYAK BIJI RAMI (Linum usitatissimum) PER ORAL MENINGKATKAN JUMLAH OSTEOBLAS DAN

KEPADATAN TULANG PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY

DENGAN PERIODONTITIS

Pada dekade terakhir perawatan ortodonti banyak dilakukan dalam praktek kedokteran gigi untuk memperbaiki maloklusi dan untuk memperbaiki penampilan seseorang. Namun perawatan tersebut sulit dilakukan bila terjadi kelainan pada periodontal yang melibatkan resorpsi tulang alveolar. Periodontitis merupakan penyakit inflamasi kronis yang apabila tidak dilakukan perawatan akan menyebabkan kehilangan gigi. Minyak biji rami mengandung omega-3 yang tinggi yang dapat menurunkan aktivitas inflamasi sehingga menurunkan resorpsi tulang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian minyak biji rami meningkatkan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus yang periodontitis.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan Randomized Post Test Only Control Group Design. Subjek penelitian terdiri dari 32 tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 8-12 minggu dibagi 2 kelompok yakni kelompok kontrol mendapatkan pemberian plasebo (glycerin) per oral selama 21 hari dan kelompok perlakuan dengan pemberian minyak biji rami 700 mg/200grBB per oral selama 21 hari. Pada hari ke-30 tikus dieutanasia untuk pengambilan jaringan tulang alveolar pada rahang bawah untuk dibuat preparat histologi dengan pengecatan HE (Harris Hematoxylin-Eosin). Data yang diperoleh dianalisis, dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan independent t-test.

Hasil menunjukkan bahwa rerata jumlah osteoblas kelompok perlakuan dengan pemberian minyak biji rami (64,62 ± 4,288 sel per 5 lapang pandang) lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (36,56 ± 3,483 sel per 5 lapang pandang). Rerata kepadatan tulang yang ditentukan dengan mengukur lebar struktur trabekulae kelompok perlakuan dengan pemberian minyak biji rami (662,51 ± 5,495 µm per 5 lapang pandang) secara statistik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (360,01 ± 4,523 µm per 5 lapang pandang). Hasil penelitian berdasarkan uji perbandingan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan minyak biji rami dengan independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih jantan galur Sprague Dawley (p<0,05).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian minyak biji rami per oral dapat meningkatkan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang pada tikus putih

Page 12: Virtika Ayu

jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis.

Kata kunci : minyak biji rami, periodontitis, osteoblas, kepadatan tulang

ABSTRACT

ORAL ADMINISTRATION OF FLAXSEED OIL (Linum usitatissimum) ENHANCE THE OSTEOBLASTS NUMBER AND

BONE DENSITY IN WHITE MALE SPRAGUE DAWLEY RATS WITH PERIODONTITIS

In the last decade orthodontic treatments are done in the practice of dentistry to correct malocclusions and improve appearance. However, these treatments are difficult to do when there are periodontal disorders involving alveolar bone resorption. Periodontitis is a chronic inflammatory disease leading to tooth loss. Flaxseed oil contains high omega-3 that can reduce inflammatory activity thereby reducing bone resorption. This study was conducted to prove the flaxseed oil enhance the osteoblasts number and bone density in periodontitis rats. This study was a purely experimental research with Randomized Post Test Only Control Group Design. Research subjects consisted of 8-12 week 32 white male rats of Sprague Dawley strain were divided into 2 groups ; a control group were given placebo (glycerin) orally for 21 days, whereas the treatment group were given flaxseed oil 700 mg/200grBW orally for 21 days. On the 30th day, mice were euthanized for mandibula alveolar bone tissue sampling and histological preparations were made by HE (Harris Hematoxylin-Eosin) staining. The data were analyzed using SPSS program processed using Shapiro-Wilk for normality test and then continued using the independent t-test.

The results showed that the mean of osteoblasts number at the treatment group by oral administration of flaxseed oil (64.62 ± 4.288 cells per 5 field of view) was significantly higher than the control group (36.56 ± 3.483 cells per 5 field of view). The mean of bone density determined by trabecular structure thickness at group treated with flaxseed oil (662.51 ± 5.495 µm per 5 field of view) was statistically significant higher than the control group (360.01 ± 4.523 µm per 5 field of view). Test results based on comparison between the control group and the group treated with flaxseed oil with independent t-test showed that significant differences in the osteoblasts number and bone density of white male Sprague Dawley rats (p<0.05).

Page 13: Virtika Ayu

This study concluded that oral administration of flaxseed oil enhance the osteoblasts number and bone density in white male rats of Sprague Dawley strain with periodontitis.

Keywords : flaxseed oil, periodontitis, osteoblasts, bone density

Page 14: Virtika Ayu

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ................................................................. HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................... i PERSYARATAN GELAR ........................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................ viii ABSTRACT .............................................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................. x DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 5

1.3.1 Tujuan umum ......................................................... 5 1.3.2 Tujuan khusus ........................................................ 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................. 6 1.4.1 Manfaat akademis .................................................. 6 1.4.2 Manfaat praktis ...................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................... 8 2.1 Jaringan Periodontal .......................................................... 8

2.1.1 Dento gingival junction .......................................... 8 2.1.2 Sementum .............................................................. 9 2.1.3 Ligamen periodontal .............................................. 9 2.1.4 Tulang alveolar ...................................................... 9

2.2 Definisi Penyakit Periodontal ............................................ 10 2.2.1 Gingivitis ................................................................ 10 2.2.2 Periodontitis ........................................................... 10

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Terjadinya Periodontitis .......... 12 2.4 Tulang ............................................................................... 13

2.4.1 Osteoblas ............................................................... 14 2.4.2 Kepadatan tulang ................................................... 17 2.4.3 Osteoimunologi ..................................................... 20

2.5 Patogenesis Resorpsi Tulang Alveolar pada Periodontitis .. 22 2.5.1 Mekanisme LPS dalam resorpsi tulang alveolar

Page 15: Virtika Ayu

pada periodontitis .................................................. 29 2.6 Minyak Biji Rami .............................................................. 33

2.6.1 Asam lemak .......................................................... 35 2.6.2 Manfaat minyak biji rami ...................................... 43 2.6.3 Kandungan minyak biji rami ................................. 43 2.6.4 Uji toksisitas minyak biji rami ............................... 50

2.7 Mekanisme Minyak Biji Rami Meningkatkan Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang ....................................... 50

2.8 Tikus Putih (Rattus norvegicus) ......................................... 55 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................................ 57

3.1 Kerangka Berpikir .............................................................. 57 3.2 Konsep Penelitian ............................................................... 59 3.3 Hipotesis Penelitian ............................................................ 59

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................ 60 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 60 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 61 4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel .................................... 61

4.3.1 Kriteria sampel ...................................................... 61 4.3.2 Besar sampel .......................................................... 61

4.4 Variabel Penelitian ............................................................ 62 4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel ....................... 62 4.4.2 Hubungan antar variabel ........................................ 63

4.5 Definisi Operasional ........................................................... 63 4.6 Prosedur Penelitian ............................................................ 64

4.6.1 Minyak biji rami .................................................... 64 4.6.2 Hewan coba ........................................................... 65 4.6.3 Pembuatan sediaan mikroskopis dan observasi ....... 67 4.6.4 Dosis konversi dari manusia ke tikus ...................... 68

4.7 Bahan dan Alat .................................................................. 71 4.7.1 Bahan .................................................................... 71 4.7.2 Alat-alat ................................................................. 72

4.8 Alur Penelitian .................................................................. 72 4.9 Analisis Data ..................................................................... 73

BAB V. HASIL PENELITIAN .............................................................. 74 5.1 Analisis Deskriptif ............................................................. 74 5.2 Uji Normalitas Data............................................................ 75 5.3 Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ............................ 75 5.4 Analisis Komparabilitas .................................................... 76 5.4.1 Analisis komparabilitas jumlas osteoblas ................. 76 5.4.2 Analisis komparabilitas kepadatan tulang ................. 76 5.5 Gambaran Histologis Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang antar Kelompok ..................................................... 77

Page 16: Virtika Ayu

BAB VI. PEMBAHASAN ...................................................................... 79 6.1 Data Hasil Penelitian ........................................................ 79

6.2 Pengaruh Minyak Biji Rami terhadap Peningkatan Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley ............................................ 80

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 86 7.1 Simpulan ........................................................................... 86 7.2 Saran ................................................................................. 86 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 87

Page 17: Virtika Ayu
Page 18: Virtika Ayu

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data biologi tikus putih ............................................................. 54 Tabel 5.1 Analisis deskriptif jumlah osteoblas dan kepadatan tulang antar kelompok .......................................................................... 73 Tabel 5.2 Uji normalitas jumlah osteoblas ................................................. 74 Tabel 5.3 Uji normalitas data kepadatan tulang ......................................... 74 Tabel 5.4 Uji homogenitas data jumlah osteoblas dan kepadatan tulang .... 75 Tabel 5.5 Rerata jumlah osteoblas antar kelompok .................................... 75 Tabel 5.6 Rerata kepadatan tulang antar kelompok .................................... 76

Page 19: Virtika Ayu

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Penampang sagital struktur jaringan periodontal pada gigi .. 8 Gambar 2.2 Penumpukan plak dan kalkulus pada periodontitis kronis ...... 11 Gambar 2.3 Awal osifikasi intramembranosa .......................................... 16 Gambar 2.4 Osifikasi endokondral ........................................................... 16 Gambar 2.5 Massa dan matriks protein tulang yang rendah pada lumbar vertebra ............................................................................... 19 Gambar 2.6 Diferensiasi dan perkembangan osteoklas ............................ 21 Gambar 2.7 Tulang alveolar pada keadaan homeostatik dan yang terinflamasi dikaitkan dengan ratio RANKL dan OPG ......... 22 Gambar 2.8 Peran inflamasi sitokin pada resorpsi tulang alveolar ............ 27 Gambar 2.9 Makanisme LPS dalam resorpsi tulang alveolar pada periodontitis ........................................................................ 29 Gambar 2.10 Intervensi sistem imun oleh kerja bakteri dalam meresorpsi tulang pada periodontitis ...................................................... 31 Gambar 2.11 Tanaman rami ...................................................................... 33 Gambar 2.12 Kandungan asam lemak berbagai makanan ........................... 37 Gambar 2.13 Struktur kimia dari asam lemak jenuh dan tak jenuh ............ 38 Gambar 2.14 Kandungan minyak biji rami ................................................. 43 Gambar 2.15 Jalur konversi ALA............................................................... 44 Gambar 2.16 Jalur konversi omega-3 dan omega-6, kompetensi enzim desaturase ............................................................................. 50 Gambar 2.17 Omega-3 (EPA dan DHA) menghambat sintesis AA menjadi PGE2 dan LTB4 .................................................................... 52 Gambar 2.18 Posisi AA dapat digeser / diganti oleh omega-3 (EPA dan DHA) dalam membran fosfolipid ......................................... 53 Gambar 3.1 Konsep penelitian ................................................................ 58 Gambar 4.1 Rancangan penelitian ............................................................ 59 Gambar 4.2 Hubungan antar variabel ...................................................... 62 Gambar 4.3 Pemilihan dan penempatan tikus .......................................... 68 Gambar 4.4 Anestesi pada tikus ............................................................... 68 Gambar 4.5 Induksi LPS ......................................................................... 69 Gambar 4.6 Minyak biji rami .................................................................. 69 Gambar 4.7 Eutanasia dan pengambilan jaringan tulang .......................... 70 Gambar 5.1 Gambaran histologis sel osteoblas pada kelompok kontrol dan perlakuan ....................................................................... 77 Gambar 5.2 Gambaran histologis kepadatan tulang pada kelompok kontrol dan perlakuan ........................................................... 77

Page 20: Virtika Ayu

DAFTAR SINGKATAN AA : Arachidonic Acid ALA : Alpha Linolenic Acid ALP : Alkaline Phosphatase BMC : Bone Mineral Content BMD : Bone Mineral Density CD14 : Cluster of Differentiation-14 CFU-GM : Colony Forming Unit for Granulocytes and Macrophages COX : Cyclooxygenase / siklooksigenase DEXA : Dual Energy X-Ray Absorptiometry DHA : Docosahexaenoic Acid EPA : Eicosapentaenoic Acid HE : Harris Hematoxylin-Eosin IBD : Inflammatory Bowel Disease IL : Interleukin LBP : LPS Binding Protein LOX : Lipoxygenase / Lipoksigenase LPS : Lipopolisakarida M-CSF : Macrophage Colony Stimulating Factors MUFA : Monounsaturated Fatty Acid OPG : Osteoprotegerin OVX : Ovariectomy PGE2 : Prostaglandin E2 PKD : Polycistic Kidney Disease PUFA : Polyunsaturated Fatty Acid RANKL : Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B Ligand RANK : Receptor Activator of Nuclear Factor Kappa B SFA : Saturated Fatty Acid, TLR : Toll-Like Receptor TNF : Tumor Necrosis Factor TRAP : Tartrate Resistant Acid Phosphatase

Page 21: Virtika Ayu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical clearance .................................................................. 91

Lampiran 2 Hasil penelitian pendahuluan .................................................. 92

Lampiran 3 Perhitungan dosis konversi manusia ke tikus .......................... 93

Lampiran 4 Hasil analisis data dengan SPSS ............................................. 94

Lampiran 5 Product spesification (Minyak biji rami W530238) ................ 98

Lampiran 6 Product spesification (LPS E.coli 0111:B4, L2630) ............... 99

Page 22: Virtika Ayu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Resorpsi tulang banyak ditemui pada penyakit periodontal, rheumatoid

arthritis, osteoporosis dan tumor. Pada bidang kedokteran gigi, resorpsi tulang

dapat mengakibatkan tulang mudah fraktur, gigi mudah tanggal, dan sulitnya fase

perawatan dan retensi pasca perawatan ortodontik.

Akhir-akhir ini banyak masyarakat dewasa muda ingin melakukan

perawatan ortodonti untuk merawat maloklusi dan memperbaiki penampilan

mereka, namun bila gigi yang mengalami kerusakan pada periodontal diberi gaya,

maka dapat terjadi kerusakan jaringan yang cepat. Kerusakan jaringan berupa

kehilangan dukungan tulang maupun perlekatan yang terjadi karena pemberian

gaya ortodonti ini dapat dicegah dengan perawatan periodontal dan pemeliharaan

yang teratur (Yovela dan Krisnawati, 2009).

Penyakit pada jaringan periodontal yang diderita manusia hampir di

seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Asia dan

Afrika prevalensi dan intensitas penyakit periodontal terlihat lebih tinggi daripada

di Eropa, Amerika dan Australia. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki

urutan ke dua utama yang masih merupakan masalah di masyarakat. Menurut

hasil survai kesehatan gigi dan mulut di Jatim tahun 1995, penyakit periodontal

terjadi pada 459 orang diantara 1000 penduduk (Wahyukundari, 2009).

Page 23: Virtika Ayu

Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab

utama penyakit periodontal. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila

tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan

jaringan periodontal berupa kerusakan jaringan ikat, ligamen periodontal dan

tulang alveolar (Wahyukundari, 2009).

Kelainan periodontal sering disebabkan oleh beberapa kuman dari

golongan bakteri Gram negatif anerob. Bakteri tersebut akan mengeluarkan toksin

Lipopolisakarida (LPS) yang selanjutnya toksin ini dapat menginduksi kejadian-

kejadian seluler di jaringan periodontal khususnya pada tulang alveolar.

Rangsangan ini menjadi sebuah induksi pengaktifan fungsi dan aktivitas osteoklas

yang meningkat dan penurunan jumlah osteoblas, yang selanjutnya akan

menyebabkan rusaknya mineral anorganik dari tulang alveolar dan terjadilah

resorpsi tulang alveolar. Apabila proses resorpsi ini tidak terkendali maka tulang

alveolar yang mendukung gigi akan berkurang dan menyebabkan gigi goyang dan

akibat yang lebih fatal lagi adalah rasa sakit dan lepasnya gigi dari soketnya

(Amin et al., 2010).

Meskipun penyakit periodontal diawali oleh kolonisasi bakteri pada

permukaan gigi dan sulkus gingiva, respon tubuh terhadap infeksi tersebut

mempunyai peranan dalam kerusakan jaringan ikat dan tulang melalui mediator

dan sitokin pro-inflamasi (Kajiya et al., 2010). Selain inflamasi disebabkan oleh

karena bakteri, diet berlebihan omega-6 juga akan meningkatkan jumlah

Arachidonic Acid (AA) dalam tubuh yang jika disintesis oleh enzim

siklooksigenase akan menghasilkan prostaglandin (PGE2) yang merupakan

Page 24: Virtika Ayu

mediator terjadinya inflamasi. Mediator dan sitokin pro-inflamasi ini akan

mengaktifkan osteoklastogenesis pula sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar

(Calder, 2006).

Asam lemak esensial omega-3 yakni Alpha Linolenic Acid (ALA) yang

terkandung dalam tanaman maupun Eicosapentaenoic Acid (EPA) dan

Docosahexaenoic Acid (DHA) pada ikan air dingin atau minyak ikan, akhir-akhir

ini banyak digunakan dalam diet seseorang untuk mengatasi osteoporosis atau

resorpsi tulang. Minyak biji rami (Linum usitatissimum) mengandung ALA yang

tinggi dimana ALA sebagian kecil akan diubah oleh tubuh menjadi EPA dan

DHA (Indahyani et al., 2010, Kim dan Ilich, 2011).

Asam lemak esensial dalam minyak biji rami dapat memulihkan kesehatan

dan fungsi kekebalan tubuh. Konsentrasi asam lemak esensial yang luar biasa

dalam minyak biji rami tersebut dinilai dapat memenuhi semua kebutuhan asam

lemak esensial seseorang seumur hidupnya. Minyak biji rami yang mengandung

omega 3, 6, dan 9, merupakan alternatif yang akan memberikan manfaat yang

sama seperti minyak ikan tanpa perlu waspada terhadap bahaya racun (Mayasari,

2012).

Di Indonesia masih sangat sedikit kesadaran untuk mengkonsumsi

makanan yang kaya akan omega-3 seperti ikan salmon maupun ikan tuna padahal

tubuh sangat membutuhkan omega-3 baik dari ikan maupun tumbuhan seperti

minyak biji rami. Para vegetarian maupun yang alergi ikan juga memerlukan

omega-3 bagi tubuh sehingga minyak biji rami sangat baik dijadikan diet sehari-

Page 25: Virtika Ayu

hari. Minyak biji rami pun relatif lebih murah dibandingkan dengan minyak ikan

dan juga mudah didapat di supermarket.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa omega-3 dapat menurunkan

mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin-1β

dan interleukin-6 (IL-6) (Caughey et al., 1996; Cornish dan Chilibeck, 2009).

Selain itu omega-3 dapat menghambat metabolisme AA menjadi prostaglandin

(PGE2) yang dapat merangsang terjadinya inflamasi dan AA akan digantikan

posisinya oleh omega-3, sehingga omega-3 dikatakan sebagai anti-inflamasi

(Calder, 2006; Mozaffarian dan Wu, 2011). Oleh karena penurunan mediator pro-

inflamasi mengakibatkan pembentukan dan aktivitas osteoklas terhambat

sehingga osteoblas melakukan proliferasi dan diferensiasi untuk menjadi osteoblas

yang matur sehingga jumlah osteoblas meningkat dan kepadatan tulang akan

meningkat pula (Indahyani et al., 2010).

Tulang secara kontinyu dibentuk oleh osteoblas dan secara kontinyu

diresorpsi ketika osteoklas menjadi aktif. Osteoblas dijumpai di permukaan luar

tulang dan di rongga-rongga tulang. Sejumlah kecil aktivitas osteoblastik terjadi

secara kontinyu di semua jaringan tulang yang hidup sehingga sedikitnya

sejumlah tulang baru dibentuk secara konstan (Guyton dan Hall, 2008).

Pada pasien dengan adanya periodontitis yang mengalami resorpsi tulang

alveolar terjadi peningkatan aktivitas dari osteoklas. Tinggi dan kepadatan tulang

alveolar pada keadaan normal memiliki keseimbangan antara besarnya

pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor sistemik dan faktor lokal. Saat

nilai resorpsi lebih besar dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan

Page 26: Virtika Ayu

tulang alveolar dapat menurun (Carranza dan Takei, 2006). Belum ada penelitian

minyak biji rami yang dimanifestasikan pada rongga mulut yang dipublikasi,

maka dari itu peneliti ingin melihat sejauh mana peranan dari minyak biji rami

terhadap peningkatan jumlah osteoblas dan peningkatan kepadatan tulang alveolar

sehingga akan terjadi penurunan resorpsi tulang alveolar.

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah penulis lakukan pada

bulan Maret – Mei 2014 menunjukkan bahwa peningkatan dosis pemberian

minyak biji rami pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague

Dawley juga berpengaruh terhadap peningkatan jumlah osteoblas dan

bertambahnya kepadatan tulang alveolar. Dosis minyak biji rami yang paling

efektif adalah 700 mg/200gr BB (setara dengan 1,5 ml), oleh karena itu akan

dilakukan penelitian sesungguhnya (Ayu, 2014). Hasil penelitian pendahuluan

pada Lampiran 2.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas timbul suatu permasalahan :

1. Apakah pemberian minyak biji rami per oral meningkatkan jumlah

osteoblas tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis ?

2. Apakah pemberian minyak biji rami per oral meningkatkan kepadatan

tulang tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis ?

Page 27: Virtika Ayu

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan peran minyak biji rami dalam

meningkatkan pembentukan tulang dan kemampuannya sebagai anti-inflamasi

pada periodontitis.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan pemberian minyak biji rami meningkatkan

jumlah osteoblas tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan

periodontitis.

2. Untuk membuktikan pemberian minyak biji rami meningkatkan

kepadatan tulang tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan

periodontitis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan peran minyak biji

rami dalam patomekanisme untuk meningkatkan jumlah osteoblas dan kepadatan

tulang alveolar.

1.4.2. Manfaat Praktis

Dengan diketahui pengaruh minyak biji rami terhadap peningkatan jumlah

osteoblas dan kepadatan tulang alveolar maka diharapkan diet minyak biji rami

sehari-hari sebagai alternatif penguat tulang secara alami, murah dan relatif

mudah didapat.

Page 28: Virtika Ayu

Selain itu minyak biji rami diharapkan sebagai alternatif untuk pencegahan

resorpsi pada tulang alveolar.

Page 29: Virtika Ayu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal tersusun dari komponen matriks ekstraseluler yaitu

kolagen yang berperan dalam proses regenerasi dan kerusakan jaringan. Kolagen

interstisial jaringan periodontal berfungsi untuk penyembuhan dan pembentukan

jaringan baru (Wahyukundari, 2009).

Gambar 2.1 Penampang sagital struktur jaringan periodontal pada gigi (Newman, 2006) 2.1.1 Dento gingival junction

Dento gingiva junction adalah gingiva yang melapisi gigi. Dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu jaringan epitel dan komponen jaringan ikat. Epitelium

ini dibentuk oleh sel basal, sel superbasal dan sel permukaan yang terdiri dari

basal lamina yang merupakan sel perlekatan. Sel-sel tersebut memiliki banyak

Page 30: Virtika Ayu

sitoplasma, retikulum endoplasma, dan badan golgi. Jaringan ikat terdiri dari dua

bagian, yaitu pada daerah permukaan dan bagian dalam. Terletak bersebelahan

dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong epitelium. Selain

itu jaringan ikat memiliki peranan untuk memulihkan dento gingival junction

setelah pembedahan periodontal (Carranza, 2006).

2.1.2 Sementum

Sementum merupakan bagian jaringan periodontal yang menyelimuti akar

gigi. Bersifat keras, tak berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama

ligamen periodontal (Carranza, 2006).

2.1.3 Ligamen periodontal

Sebagian besar ligamen periodontal bersifat lunak, terutama jaringan yang

berada diantara sementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari

ligamen periodontal adalah menjaga gigi pada tempatnya yang disesuaikan

dengan kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang selama

pengunyahan, serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi (Carranza, 2006).

2.1.4 Tulang alveolar

Adalah tulang yang berongga, tepatnya di samping ligamen periodontal.

Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta

lapisan dasar adalah alveolar bone. Lapisan luar (compact bone) dan lapisan

tengah (spongiosa/ trabecular bone) tersusun atas lamela-lamela dengan sistem

havers (Newman, 2006).

Page 31: Virtika Ayu

2.2 Definisi Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan

pendukung gigi (periodontium). Penyakit periodontal dapat hanya mengenai

gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam

(periodontitis). Gambaran klinis yang membedakan antara gingivitis dan

periodontitis adalah ada tidaknya kerusakan jaringan periodontal destruktif

umumnya dihubungkan dengan keberadaan dan atau meningkatnya jumlah bakteri

patogen spesifik dan adanya kerusakan tulang (Widyastuti, 2009).

2.2.1 Gingivitis

Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio interdental

yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada daerah papilla

interdental dan menyebar ke sekitar leher gigi (Eley dan Manson, 2004).

Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan dalam beberapa tahapan lesi

awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2-3 minggu akan

menjadi gingivitis yang cukup parah (Eley dan Manson, 2004).

2.2.2 Periodontitis

Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan

migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan tulang dan resorpsi

tulang alveolar. Pada pemeriksaan klinis terdapat peningkatan kedalaman probing,

perdarahan saat probing (ditempat aktifnya penyakit) yang dilakukan dengan

perlahan dan perubahan kontur fisiologis. Dapat juga ditemukan kemerahan,

pembengkakan gingiva dan biasanya tidak ada rasa sakit (Cobb, 2008).

Page 32: Virtika Ayu

Periodontitis adalah hasil dari respon host pada agregasi bakteri di

permukaan gigi. Mengakibatkan kerusakan irreversible pada jaringan perlekatan,

yang menghasilkan pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang

alveolar pada akhirnya. Terjadinya periodontitis pada orang dewasa muda

memiliki dampak buruk terhadap gigi mereka (Mullaly, 2004).

Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis yang belum

ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva, inflamasi

gingiva, pembentukan poket, kehilangan perlekatan periodontal hingga

kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi (Carranza dan

Takei, 2006).

Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan

warnanya antara merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan

adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata

(cratered papila) (Carranza dan Takei, 2006).

Gambar 2.2 Penumpukan plak dan kalkulus pada periodontitis (Carranza dan Takei, 2006).

Page 33: Virtika Ayu

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Terjadinya Periodontitis

Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor utama terjadinya periodontitis adalah terdapatnya akumulasi plak pada gigi

dan gingiva. Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam peningkatan

risiko terjadinya penyakit, antara lain :

1. Faktor lokal. Akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dento gingival

junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis. Bakteri

biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa inflamasi.

2. Faktor sistemik. Kebanyakan periodontitis terjadi pada pasien yang memiliki

penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektifan respon host. Diabetes

merupakan contoh penyakit yang dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.

3. Lingkungan dan perilaku merokok dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.

Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan perlekatan pada periodontal dan

resorpsi tulang, lebih banyak furkasi dan pendalaman poket. Stres juga dapat

meningkatkan prevalensi dan keganasan penyakit ini.

4. Genetik. Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu keluarga,

ini kemungkinan menunjukkan adanya faktor genetik yang mempengaruhi

periodontitis ini (Carranza dan Takei, 2006).

Gingiva yang meluas penyebab utama kerusakan tulang pada penyakit

periodontal adalah perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong.

Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan permulaan dari kehilangan

tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke periodontitis. Meskipun

periodontitis merupakan suatu penyakit jaringan gingiva, perubahan yang terjadi

Page 34: Virtika Ayu

pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat

menyebabkan kehilangan gigi (Carranza dan Takei, 2006).

Periodontitis selalu didahului oleh gingivitis, sedangkan tidak semua

gingivitis berkembang menjadi periodontitis. Faktor yang menyebabkan perluasan

inflamasi ke jaringan penyokong dan menginisiasi perubahan gingivitis menjadi

periodontitis belum diketahui, namun dikaitkan dengan komposisi bakterial yang

terdapat pada plak (Carranza dan Takei, 2006).

2.4 Tulang

Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga

struktur berdaging, melindungi organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam

tengkorak dan rongga dada, dan menampung sumsum tulang, tampak sel-sel darah

dibentuk. Tulang juga berfungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat dan ion lain

yang dapat dilepaskan atau disimpan dengan cara terkendali untuk

mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan tubuh (Junqueira

dan Carneiro, 2007).

Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antarsel

berkapur, yaitu matriks tulang dan tiga jenis sel : osteosit, yang terdapat di

rongga-rongga (lakuna) di dalam matriks; osteoblas, yang menyintesis unsur

organik matriks, dan osteoklas, yang merupakan sel raksasa multinuklear yang

terlibat dalam resorpsi dan remodeling jaringan tulang (Junqueira dan Carneiro,

2007).

Page 35: Virtika Ayu

Tulang dapat dibentuk dengan 2 cara yaitu dengan mineralisasi langsung

dari matriks yang disekresi osteoblas (osifikasi intramembranosa) atau oleh

deposisi matriks tulang pada matriks tulang rawan yang sudah ada (osifikasi

endokondral) (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Pada kedua proses, jaringan tulang mula-mula tampak sebagai tulang

primer atau tulang anyaman. Tulang primer merupakan jaringan temporer dan

segera diganti oleh tulang berlamela definitif atau sekunder. Selama pertumbuhan

tulang, daerah tulang primer, daerah resorpsi dan daerah tulang sekunder terlihat

berdampingan. Kombinasi sintesis tulang dan penghancurannya (remodeling)

tidak hanya terjadi pada tulang yang tumbuh namun juga berlangsung seumur

hidup meskipun kecepatan perubahannya pada orang dewasa sudah sangat

menurun (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Meskipun keras, struktur internal tulang dapat berubah, bergantung pada

berbagai stres yang dialaminya. Misalnya posisi gigi dalam rahang dapat

dimodifikasi oleh tekanan lateral yang dihasilkan alat ortodontik. Tulang dibentuk

pada sisi terjadinya traksi, dan diresorpsi di tempat adanya tekanan (pada sisi yang

berlawanan). Dengan cara ini, gigi bergerak di dalam tulang rahang, saat tulang

alveolar mengalami remodeling (Junqueira dan Carneiro, 2007).

2.4.1 Osteoblas

Osteoblas adalah sel mononuklear yang berasal dari sel mesenkim yang

mensintesis protein matriks tulang kolagenous dan nonkolagenous. Deposisi

komponen anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif.

Osteoblas hanya terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya bersebelahan

Page 36: Virtika Ayu

mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas memiliki

bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas

sintesisnya menurun sel tersebut menjadi gepeng dan sifat basofilik pada

sitoplasmanya akan berkurang (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Osteoblas berfungsi untuk mensisntesis komponen organik dari matriks

tulang (kolagen tipe I, proteoglikan dan glikoprotein) mengendapkan unsur

organik matriks tulang baru yang disebut osteoid. Osteoid adalah matriks tulang

yang belum terkalsifikasi serta belum mengandung mineral namun tidak lama

setelah deposisi osteoid akan segera mengalami mineralisasi dan menjadi tulang

(Guyton dan Hall, 2007).

Pada osifikasi intramembranosa yang terjadi kebanyakan tulang pipih,

disebut demikian karena terjadi di dalam kondensasi jaringan mesenkim. Tulang

frontal dan parietal tengkorak selain bagian tulang oksipital dan temporal,

madibula serta maksila, dibentuk melalui osifikasi intramembranosa. Proses ini

juga ikut dalam pertumbuhan tulang-tulang pendek dan penebalan tulang panjang.

Pada Gambar 2.3 merupakan awal osifikasi intramembranosa terlihat sel-sel

mesenkim membulat dan membentuk blastema yang kemudian menghasilkan

osteoblas menjadi jaringan tulang primer (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Page 37: Virtika Ayu

Gambar 2.3 Awal osifikasi intramembranosa (Junqueira dan Carneiro, 2007). Pada osifikasi endokondral terjadi di dalam sepotong tulang rawan hialin

yang bentuknya mirip miniatur tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini

(Gambar 2.4a dan b) pada dasarnya bertanggung jawab atas pembentukan tulang

panjang dan pendek. Pada Gambar 2.4a terlihat sebagian kecil lempeng epifisis

yang memperlihatkan osifikasi endokondral. Sisa matriks tulang rawan berkapur

(ungu tua) tampaknya ditutupi jaringan tulang terpilas-teras. Tulang yang baru

terbentuk dikelilingi osteoblas. Beberapa osteoblas yang terperangkap oleh

matriks tulang berubah menjadi osteosit (mata panah) (Junqueira dan Carneiro,

2007).

a b Gambar 2.4 a dan b. Osifikasi endokondral (Junqueira dan Carneiro, 2007)

Page 38: Virtika Ayu

Tulang rawan epifisis dibagi dalam 5 zona yang dimulai dari sisi epifisis

tulang yakni zona istirahat, zona proliferasi, zona hipertrofi tulang rawan, zona

kalsifikasi dan zona osifikasi. Pada Gambar 2.4b terlihat pada bagian atas terdapat

sebaris osteoblas dengan sitoplasma yang basofilik gelap, suatu ciri yang terdapat

dalam sel yang menyintesis glikoprotein (kolagen). Terdapat osteoblas yang

terperangkap dalam matriks tulang (panah). Diantara lapisan osteoblas dan

matriks tulang berkapur terdapat daerah pucat yang terdiri atas matriks tulang tak

berkapur yang disebut osteoid (Junqueira dan Carneiro, 2007).

2.4.2 Kepadatan tulang

Kepadatan tulang adalah rasio massa tulang dengan volume, menunjukkan

kekompakan tulang. Kepadatan tulang meningkat pesat sampai remaja, lebih

lambat sampai usia 35 dan kemudian mendatar dan menurun. Kepadatan tulang

paling sering diukur di tulang belakang, pinggul, lengan, pergelangan tangan dan

tumit untuk mendeteksi dan mendiagnosis osteoporosis. Kepadatan tulang

(kepadatan mineral tulang) adalah istilah medis yang biasanya mengacu pada

jumlah materi mineral per sentimeter persegi tulang (National Library of

Medicine, 2011).

Kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density, BMD) digunakan dalam

kedokteran klinis sebagai indikator tidak langsung dari osteoporosis dan risiko

patah tulang. Kepadatan tulang medis akan dihitung sebagai massa per volume.

Hal ini diukur dengan prosedur yang disebut densitometri, sering dilakukan dalam

radiologi atau departemen kedokteran nuklir rumah sakit atau klinik. Pengukuran

tidak menimbulkan rasa sakit dan non-invasif dan melibatkan paparan radiasi

Page 39: Virtika Ayu

yang rendah. Pengukuran yang paling sering dilakukan melalui tulang belakang

lumbar dan di atas bagian atas pinggul (Cole, 2008; Forstein et al., 2013).

Kekuatan tulang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas tulang. Kuantitas

yaitu kepadatan tulang sedangkan kualitas yaitu ukuran (massa) tulang,

kandungan mineral dan mikroarsitektur tulang. Kepadatan (densitas) mineral

tulang dapat dicapai maksimal pada usia 18 tahun dan tidak ada perbedaan jenis

kelamin. Stabilitas tulang ditentukan oleh arsitektur tulang dan kepadatan mineral

tulang (Baziad, 2003).

Pengukuran pengeroposan tulang biasanya dilakukan foto rontgen DEXA

(Dual Energy X-Ray Absorptiometry), SXA (Single Energy X-Ray

Absorptiometry) dan SPA (Single Photon Absorptiometry), QUS (Quantitative

Ultrasound), QCT (Quantitative Computed Tomography) (Cosman, 2009). Selain

pengukuran dengan sinar-X, pemeriksaan resorpsi tulang juga dapat diamati

berdasarkan histopatologis dengan pengecatan HE (Harris Hematoxylin-Eosin)

menggunakan mikroskop Olympus BX51 dengan perbesaran 100x dilanjutkan

400x dan mengukur ketebalan struktur trabekulaenya (Pratomo et al., 2012).

Pengukuran ketebalan trabekula pada tulang mandibula tikus juga dilakukan oleh

Maysitha (2006) secara histomorfometri dengan pengecatan Trikrom (Maysitha,

2006).

Histomorfometri tulang merupakan pengukuran untuk menilai sel dan

struktur dari tulang yang dilakukan secara histologis merupakan suatu teknik yang

esensial untuk dapat memahami mekanisme tingkatan jaringan dari fisiologi

tulang. Walaupun serum dan urin dapat dipakai sebagai penanda biokimia yang

Page 40: Virtika Ayu

secara cepat dan relatif tidak mahal untuk mengatasi laju pembentukan tulang dan

resorpsi atau keseimbangan antara proses-proses tersebut. Histomorfometri pada

biopsi tulang adalah standar utama penilaian klinis aktivitas jaringan tulang-

tingkat. Pada manusia, prosedur tersebut yang paling sering dicadangkan untuk

menilai patologi, oleh karena pengumpulan sampel bersifat invasif. Penilaian

histologis tulang dari laboratorium hewan lebih mudah dilakukan koleksi jaringan

dan digunakan sebagai pengukuran dalam penelitian (Allen dan Burr, 2014).

Pengukuran kepadatan tulang dapat diukur secara histologi dengan

mengamati struktur trabekula seperti ketebalannya, jumlah maupun jarak

pemisahannya. Seiring dengan perkembangan teknologi pengukuran tulang secara

hsitologi semakin jarang dilakukan, dan saat ini dapat dilakukan dengan teknik

seperti micro-computed tomography / micro CT. Beberapa penelitian

membandingkan pengukuran kepadatan tulang menggunakan CT dan secara

histologis memberikan hasil yang valid dan representatif terhadap parameter

struktur dari tulang (Allen dan Burr, 2014).

Gambar 2.5 Massa dan matriks protein tulang yang rendah pada lumbar vertebra (Sacco, 2011).

Page 41: Virtika Ayu

Pada Gambar 2.5 menunjukkan bahwa volume tulang yang lebih besar, jumlah

trabekulae tinggi, tebalnya trabekula dan pemisahan trabekulae yang lebih rendah

merupakan karakteristik dari vertebra yang sehat (A) sementara volume tulang

yang lebih rendah, jumlah trabekulae, tipisnya trabekula dan pemisahan

trabekulae yang besar merupakan ciri khas dari vertebra dengan massa tulang dan

matriks protein yang rendah merupakan gambaran yang khas pada osteoporosis

(B) (Sacco, 2011).

2.4.3 Osteoimunologi

Istilah osteoimunologi adalah berkaitan dengan sistem imun dan

metabolisme tulang. Baik sistem imun dan metabolisme tulang akan melibatkan

regulasi sitokin dan molekul-molekul lainnya dalam jumlah banyak. Saat ini

regulasi dari molekul-molekul tersebut dikaitkan dengan Receptor Activator of

Nuclear Factor Kappa B Ligand (RANKL), Receptor Activator of Nuclear Factor

Kappa B (RANK) dan Osteoprotegerin (OPG) (Bartold et al., 2010).

Macrophage Colony Stimulating Factors (M-CSF), adalah salah satu

sinyal molekul paling awal yang diidentifikasi pada perkembangan dan aktivasi

osteoklas (Bartold et al., 2010). Sel-sel prekursor osteoklas berasal dari

hematopoietic stem cell yang berdiferensiasi menjadi colony forming unit for

granulocytes and macrophages (CFU-GM) mengekspresikan RANKL dengan

stimulasi oleh M-CSF (Kajiya, et al., 2010). M-CSF dihasilkan terutama oleh

osteoblas atau sel stromal sumsum tulang dan mengikat reseptor pada pre-

Page 42: Virtika Ayu

osteoklas yang disebut cFms anggota dari tyrosine kinase receptor (Bartold et al.,

2010).

RANKL adalah mediator kunci terjadinya pembentukan osteoklas.

RANKL merupakan membrane-bound protein adalah anggota dari TNF (tumor

necrosis factor) yang diekspresikan oleh bermacam sel seperti osteoblas, fibroblas

dan sel limfosit. Pada metabolisme tulang normal, RANKL diekspresikan oleh

osteoblas (Bartold et al., 2010). Pada inflamasi, RANKL juga diekspesikan oleh

sel imun adaptif seperti sel limfosit T dan sel limfosit B yang teraktivasi (Kajiya

et al., 2010). Ekspresi RANKL juga diregulasi oleh modulator metabolisme

tulang seperti paratiroid hormon, vitamin D dan IL-11 (Interleukin-11). Ikatan

RANKL dengan reseptornya yaitu RANK mengaktifkan osteoklastogenesis.

(Bartold et al., 2010).

OPG adalah inhibitor alami untuk menghambat ikatan RANKL dengan

RANK. Reseptor RANK terdapat pada pre-osteoklas maupun pada osteoklas.

OPG merupakan pecahan dari TNF receptor-like molecule dengan bertindak

sebagai perangkap dan memblokir ikatan RANKL dan RANK mencegah

osteoklastogenesis. OPG diproduksi oleh sel-sel ligamen periodontal, fibroblas

gingiva dan sel-sel epitel dan ekspresi OPG di modulasi oleh sitokin inflamasi.

Hambatan ikatan RANKL dengan RANK oleh OPG dapat memicu apoptosis dari

osteoklas sehingga menurunkan proses resorpsi tulang (Bartold et al., 2010).

Diferensiasi dan perkembangan osteoklas menjadi osteoklas matur maupun yang

mengalamai apoptosis dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Page 43: Virtika Ayu

Gambar 2.6 Diferensiasi dan perkembangan osteoklas (Cochran, 2008).

2.5 Patogenesis Resorpsi Tulang Alveolar pada Periodontitis

Tinggi dan kepadatan tulang alveolar pada keadaan normal memiliki

keseimbangan antara besarnya pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor

sistemik dan faktor lokal dalam proses remodeling. Saat nilai resorpsi lebih besar

dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan tulang alveolar dapat

menurun (Carranza dan Takei, 2006). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Tulang alveolar pada keadaan homeostatik dan yang terinflamasi dikaitkan dengan ratio RANKL dan OPG (Carranza dan Takei, 2006).

Page 44: Virtika Ayu

Pada Gambar 2.7 terlihat tulang alveolar dalam keadaan homeostatik

(fisiologis) maupun yang terinflamasi. Secara fisiologis, aktivasi osteoklas pada

resorpsi tulang diawali dengan adanya pengeluaran M-CSF (macrophage-colony

stimulating factor) oleh sel stromal. M-CSF akan berikatan dengan c-Fms yang

terdapat pada permukaan prekursor osteoklas sehingga merangsang diferensiasi

dan proliferasi progenitor hematopoetik menjadi pre-osteoklas yang kemudian

mengekspresikan RANK. Mekanisme aksi dari M-CSF adalah dengan

meningkatkan regulasi RANK pada sel progenitor osteoklas dan menurunkan

ekspresi OPG sehingga dapat meningkatkan pembentukan dan aktivasi osteoklas

(Salari et al., 2008).

RANKL dan OPG berperan pada survival dan apoptosis osteoklas.

Reseptor RANKL adalah RANK, kontak antara osteoblas atau sel stromal dan

progenitor osteoklas menyebabkan interaksi antara RANKL dengan RANK yang

berperan penting pada pembentukan dan aktivasi osteoklas. Osteoblas dan sel

stromal juga memproduksi OPG yang akan mengikat RANKL. Ikatan OPG dan

RANKL menghambat ikatan antara RANKL dengan RANK, sehingga tidak

terjadi pembentukan osteoklas (Salari et al., 2008).

Pada kondisi patologis, sitokin pro-inflamasi dan prostaglandin dapat

meningkatkan osteoklastogenesis dengan cara memproduksi sekresi M-CSF bebas

atau yang terikat pada membran sel dan RANKL. PGE2 yang dikeluarkan oleh

osteosit dan osteoblas matur dan juga hasil dari sintesis AA dari diet omega-6

maupun sitokin pro-inflamasi menstimulasi peningkatan produksi RANKL oleh

osteoblas dan menekan produksi OPG. Sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6

Page 45: Virtika Ayu

dan TNF-α berperan dalam diferensiasi dan aktivasi osteoklas, sedangkan

prostaglandin bekerja melalui metabolit prostaglandin yang secara aktif ditranspor

menuju sel untuk selanjutnya mengatur fungsi sel. Selain itu, prostaglandin

berikatan dengan reseptor yang menginduksi transduksi sinyal dan selanjutnya

mengatur fungsi sel. PGE2 menginduksi secara intensif terjadinya resorpsi tulang

(Salari et al., 2008; Maggio et al., 2009).

Penyakit periodontal disebabkan karena reaksi inflamasi lokal terhadap

infeksi bakteri gigi dan dimanifestasikan oleh rusaknya jaringan pendukung gigi.

Gingivitis merupakan bentuk dari penyakit periodontal dimana terjadi inflamasi

gingiva, tetapi kerusakan jaringan ringan dan dapat kembali normal. Periodontitis

merupakan respon inflamasi kronis terhadap bakteri subgingiva, mengakibatkan

kerusakan jaringan periodontal irreversible sehingga dapat berakibat kehilangan

gigi. Pada tahap perkembangan awal, keadaan periodontitis sering menunjukkan

gejala yang tidak dirasakan oleh pasien. Periodontitis didiagnosis karena adanya

kehilangan perlekatan antara gigi dan jaringan pendukung (kehilangan perlekatan

klinis) ditunjukkan dengan adanya poket dan pada pemeriksaan radiografis

terdapat penurunan tulang alveolar. Penyebab periodontitis adalah multifaktor,

karena adanya bakteri patogen yang berperan saja tidak cukup menyebabkan

terjadi kelainan. Respon imun host terhadap mikroba dan inflamasi merupakan hal

yang juga penting dalam perkembangan penyakit periodontal yang destruktif dan

juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan dan faktor genetik dari penderita

(Ekaputri dan Masulili, 2010).

Page 46: Virtika Ayu

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang normal untuk

memproteksi host dari infeksi. Diawali dengan pengerusakan oleh patogen dan

kemudian diikuti oleh proses perbaikan jaringan dan pengembalian keadaan

homeostasis pada daerah yang rusak dan terinfeksi. Inflamasi ditandai dengan

adanya kemerahan, pembengkakan, panas, nyeri atau sakit dan hilangnya fungsi

dan juga adanya interaksi dari beberapa jenis sel terhadap mediator kimia. Respon

inflamasi yang terjadi diharapkan dapat diregulasi secara normal yang bertujuan

agar tidak menyebabkan kerusakan berlebihan terhadap host. Adanya self-

regulation melibatkan umpan balik negatif dari mekanisme sekresi sitokin anti-

inflamasi, hambatan kaskade sinyal pro-inflamasi, berkurangnya mediator-

mediator inflamasi dan pengaktifan sel-sel regulasi. Dengan demikian respon

inflamasi harus dapat dikontrol dengan baik untuk keadaan tubuh yang

homeostasis dan bila tidak inflamasi secara patologis dan berlebihan akan

mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbulnya suatu penyakit (Calder, 2009).

Pada periodontitis, terdapat plak mikroba Gram negatif yang berkolonisasi

dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon inflamasi kronis.

Sejalan dengan bertambah matangnya plak, plak menjadi lebih patogen dan

respon inflamasi host berubah dari keadaan akut menjadi keadaan kronis. Apabila

terjadi kerusakan jaringan periodontal, akan ditandai dengan terdapatnya poket.

Semakin dalamnya poket, semakin banyak terdapatnya bakteri subgingiva yang

matang. Hal ini dikarenakan poket yang dalam terlindungi dari pembersih

mekanik (penyikatan gigi) (Ekaputri dan Masulili, 2010).

Page 47: Virtika Ayu

Meskipun penyakit periodontal diawali oleh kolonisasi bakteri pada

permukaan gigi dan sulkus gingiva, respon tubuh terhadap infeksi tersebut

mempunyai peranan dalam kerusakan jaringan ikat dan tulang. Patogenesis

penyakit periodontal merupakan suatu proses inflamasi yang melibatkan respon

imun bawaan (innate immunity) dan imun adaptif / didapat (adaptive immunity)

(Kajiya et al., 2010). Sistem imun bawaan adalah suatu mekanisme yang paling

awal memberikan perlindungan segera untuk melawan infeksi atau inflamasi.

Sistem imun alami beraksi melalui perekrutan sel-sel imun, pengaktifan sistem

komplemen, identifikasi dan penyingkiran zat-zat asing dan pengaktifan sistem

imun adaptif. Sel-sel fagosit, seperti polimorfonuklear neutrofil, monosit, dan

makrofag yang merupakan sel-sel imun bawaan, memicu pelepasan mediator-

mediator kimia seperti sitokin yaitu TNF dan IL yang mengaktifkan berbagai

sistem seperti sistem komplemen dan respon fase akut. Natural Killer Cell juga

merupakan sistem imun bawaan. Imunitas bawaan tidak hanya berfungsi

memberikan respon dini terhadap mikroba tetapi juga memegang peran penting

dalam menginduksi respon imum adaptif. Ia memberikan sinyal yang secara

bersamaan dengan antigen merangsang proliferasi dan diferensiasi limfosit T dan

B yang spesifik antigen (Kresno, 2010).

Pada reaksi inflamasi maupun imunologik banyak substansi berupa

hormon dan faktor pertumbuhan yang dilepaskan oleh limfosit T dan B maupun

oleh sel-sel lain yang berfungsi sebagai sinyal interselular yang mengatur aktivitas

sel yang terlibat dalam respon imun dan respon inflamasi lokal maupun sistemik

terhadap rangsangan dari luar. Sekresi substansi itu dibatasi sesuai kebutuhan.

Page 48: Virtika Ayu

Substansi-substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin (cytokine).

Substansi yang dilepaskan oleh limfosit disebut limfokin sedangkan yang

disekresikan oleh monosit disebut monokin. Sitokin diketahui berperan dalam

patofisiologi inflamasi berbagai jenis penyakit (Kresno, 2010).

Prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada periodontitis

dan ditambah dengan aktivitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan

tulang oleh osteoblas. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari monosit atau

makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorpsi tulang.

Penelitian tentang kekurangan osteoklas pada tikus, menunjukkan peran sangat

penting dari sel dalam resorpsi tulang. Osteoklas multinuklear telah menunjukkan

resorpsi tulang alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis.

Pembentukan osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan

periodontal yang telah terinflamasi dan terjadi secara lokal pada daerah

permukaan tulang melalui beberapa mekanisme. Fibroblas dan limfosit (sel T dan

sel B yang teraktivasi) akan memproduksi RANKL distimulasi oleh adanya

sitokin pro-inflamasi. Sitokin ini pula secara langsung mengaktifkan monosit

berdiferensiasi menjadi makrofag dan juga pre-osteoklas untuk selanjutnya

menjadi osteoklas matur melalui ikatan RANKL dengan RANK. Gambar 2.8

menunjukkan sitokin inflamasi yang terlibat dalam resorpsi tulang alveolar

(Bartold et al., 2010).

Page 49: Virtika Ayu

Gambar 2.8 Peran sitokin inflamasi pada resorpsi tulang alveolar (Bartold et al., 2010). Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host.

Produk bakterial plak meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi

osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang

memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi untuk

menghambat kerja dari osteoblas dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut

(Carranza dan Takei, 2006). Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan

proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang.

Terdapat 2 faktor yang menyebabkan resorpsi tulang alveolar oleh karena

adanya suatu inflamasi yaitu :

1. Keberadaan konsentrasi dari mediator dan sitokin pro-inflamasi harus cukup

untuk mengaktivasi jalur (pathway) untuk meresorpsi tulang.

2. Mediator-mediator inflamasi harus mampu berpenetrasi pada jaringan gingiva

untuk mencapai tulang alveolar (Srinivasan, 2013).

Page 50: Virtika Ayu

Pada periodontitis terdapat akumulasi bakteri Gram negatif yang akan

mengeluarkan endotoksin yang disebut Lipopolisakarida (LPS). LPS merupakan

salah satu faktor lokal yang mampu menyebabkan peningkatan jumlah dan

aktivitas osteoklas dan penurunan jumlah osteoblas (Indahyani et al., 2010).

2.5.1 Mekanisme LPS dalam resorpsi tulang alveolar pada periodontitis

LPS merupakan struktur utama dinding sel bakteri Gram negatif yang

berfungsi untuk integritas struktur bakteri dan melindungi bakteri dari sistem

pertahanan imun host terdiri atas lipid A, antigen O dan oligosakarida yang terikat

bersama. Lipid A dapat memicu respon inflamasi. LPS binding protein (LBP)

adalah reaktan pada fase akut yang disintesis oleh hepatosit yang mengkatalase

LPS, sehingga LPS dapat terikat pada reseptornya kemudian terikat pada

membran Cluster of Differentiation-14 (CD14). LPS bersifat endotoksin karena

LPS mengikat reseptor CD14 yang merupakan reseptor permukaan sel pada

monosit atau makrofag. LPS mampu mengaktivasi sitem imun bawaan dengan

menstimulasi Toll-Like Receptor-4 (TLR4) yang merupakan protein pada

permukaan sel yang dapat mengenali produk bakteri (Bascones-Martinez et al.,

2009). TLR diekspresikan oleh bermacam-macam sel yakni sel limfoid dan sel

nonlimfoid termasuk sel dendritik. TLR2, TLR3, TLR4 dan TLR5 dapat

diekspresikan pada rongga mulut, bronkial, dan gastrointestinal (Mariano et al.,

2010).

Saat LPS memasuki sirkulasi darah terjadi respon biologis seperti demam,

syok, koagulasi intravaskular bahkan kematian. Beberapa penulis mengemukan

bahwa konsentrasi LPS pada periodontitis dapat meningkatkan risiko penyakit

Page 51: Virtika Ayu

sistemik seperti penyakit jantung (Page, 1998). LPS berpengaruh pada jaringan

periodontal seperti makrofag, limfosit, fibroblas dan osteoblas / osteoklas

(Bascones-Martinez et al., 2009).

Aktivasi reseptor CD14 mengaktivasi monosit dan sel endotel melalui

jalur TLR4-dependent menghasilkan molekul / sitokin pro-inflamasi seperti IL-1,

TNF dan prostaglandin E2 (PGE2) dan IL-6. Molekul-molekul ini kemudian

memproduksi platelet activation factor (PAF), aminase bioaktif (bradikinin dan

histamin) dan prostaglandin. PGE2 dan sitokin pro-inflamasi dapat memicu

osteoklastogenesis (Bascones-Martinez et al., 2009). Hal ini dapat dilihat pada

Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Mekanisme LPS dalam resorpsi tulang alveolar pada periodontitis (Page, 1998).

Mediator dan sitokin pro-inflamasi tersebut memacu terbentuknya

osteoklas dari sel stromal / osteoblas melalui ikatan sel ke sel yaitu RANKL pada

osteoblas dengan RANK pada progenitor osteoklas. M-CSF, IL-1 dan RANKL

akan menyebabkan prekursor osteoklas berdiferensiasi dan mengalami fusi

Page 52: Virtika Ayu

kemudian aktif menjadi osteoklas multinuklear (Indahyani et al., 2010). Ada

beberapa klasifikasi molekul-molekul yang dapat mengaktifkan

osteoklastogenesis baik secara langsung maupun tidak langsung. Molekul-

molekul ini termasuk diantaranya adalah molekul berbasis lemak (lipid-based

molecules) seperti prostaglandin dan leukotrien, sitokin pro-inflamasi seperti IL-1,

IL-6, IL-11 dan IL-17, TNF-α, leukimia inhibitory factor (LIF), dan oncostatin M.

Dari golongan kinin seperti bradikinin, kallidin dan trombin serta berbagai

kemokin juga dapat menyebabkan resorpsi tulang (Srinivasan, 2013). Sebaliknya,

ekspresi dari mediator dan sitokin anti-inflamasi seperti IL-4, IL-10, IL-12, IL-13

dan IL-18 serta interferon-beta (IFN-β) dan interferon-gamma (IFN-γ) dapat

menghambat resorpsi tulang (Cochran, 2008).

Ada dua pengaktifan osteoklastogenesis yakni pertama diaktifkannya M-

CSF melalui reseptornya c-Fms. Dan yang kedua diaktifkan oleh RANKL melalui

reseptor RANK. Osteoklastogenesis terjadi oleh adanya interaksi antara 3 anggota

superfamili dari TNF (protein) yaitu OPG (Osteoprotegerin), RANKL, dan

RANK. RANKL diekspresikan paling banyak oleh osteoblas, fibroblas dan sel-sel

T dan sel-sel B yang teraktivasi. Aksi dari osteoklastogenesis dapat dihambat oleh

receptor OPG. Bersama dengan M-CSF, RANKL adalah kunci dari sitokin dalam

menginduksi terjadinya osteoklastogenesis. RANKL berikatan dengan RANK di

permukaan preosteoklas dan osteoklas menstimulasi terjadinya proses diferensiasi

dari progenitor osteoklas dan aktivitas osteoklas menjadi matur (Srinivasan,

2013). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Page 53: Virtika Ayu

Selama proses inflamasi, sitokin pro-inflamasi seperti IL-1β, IL-6, IL-11,

IL-17 dan TNF-α dapat menginduksi osteoklastogenesis dengan cara

meningkatkan ekspresi RANKL sementara produksi OPG akan menurun pada

osteoblas / sel stroma, sebaliknya mediator anti-inflamasi sperti IL-13 dan IFN-γ

dapat menurunkan ekspresi RANKL dan atau meningkatkan ekspresi OPG untuk

menghambat osteoklastogenesis (Cochran, 2008).

Beberapa penelitian pada jaringan gingiva atau cairan sulkus gingival pada

penderita dengan periodontitis menunjukkan bahwa konsentrasi RANKL

mengalami peningkatan sementara OPG tidak berubah dibandingkan dengan

individu sehat. Namun ada pula yang menunjukan peningkatan RANKL dan

penurunan OPG (Cochran, 2008).

Gambar 2.10 Intervensi sistem imun oleh kerja bakteri dalam meresorpsi tulang pada periodontitis (Kajiya et al., 2011).

Page 54: Virtika Ayu

2.6 Minyak Biji Rami

Tanaman rami / haramay, sebenarnya bukan merupakan hal yang baru

bagi para petani kita, namun kurang begitu serius dikembangkan. Sekarang,

setelah ditemukan mesin pengolah serat rami menjadi halus, tanaman ini menjadi

populer lagi. Umur panennya pendek, dan masa produktivitas tanaman cukup

lama. Tanaman yang satu ini, akan mengingatkan kita tentang pengembangan

rami pada sekitar tahun 1985-an. Pada tahun itu, rami sempat populer di Jawa

Barat. Apalagi karena Gubernur Yogi SM menerbitkan SK bernomor 521/Kep.

1221-Binprod/1985, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Rami di Jawa

Barat yang melibatkan kalangan perguruan tinggi dan para pengusaha tekstil,

dimana sebagian besar adalah untuk pembuatan kain linen. Tahun 1987, luas areal

tanaman rami di Jawa Barat diperkirakan tidak lebih dari 400 ha, yang tersebar di

daerah Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Majalengka, dan Ciamis, yang

hampir semuanya adalah kebun rakyat. Respon masyarakat terhadap rami itu

begitu tinggi, sehingga di setiap daerah banyak yang mengembangkan tanaman

rami (Yang, 2012).

Rami adalah tanaman tahunan yang tumbuh sampai ketinggian 40-91 cm

(16-36 inci), tergantung pada varietas, kerapatan tanaman, kesuburan tanah dan

kelembabannya. Pada tanaman rami terjadi penyerbukan sendiri, tetapi 0,3-2%

silang dapat terjadi dalam keadaan normal. Serangga adalah agen utama silang.

Siklus hidup tanaman rami terdiri dari 45 - 60 hari periode vegetatif, 15 – 25 hari

untuk periode berbunga dan periode pematangan dari 30 sampai 40 hari. Stres air,

suhu tinggi dan penyakit dapat mempersingkat setiap periode pertumbuhan

Page 55: Virtika Ayu

tersebut. Meskipun ada periode berbunga intens, sejumlah kecil bunga dapat terus

muncul sampai saatnya panen (Flax Council of Canada, 2007). Gambar 2.11

memperlihatkan tanaman biji rami pada periode berbunga dan siap panen.

c d Gambar 2.11 Tanaman biji rami pada periode berbunga (a), tanaman biji rami sudah siap panen (b), biji rami (c), dan minyak biji rami (d) (Hicks, 2013).

Selama ribuan tahun, sampai 1883, rami adalah tanaman pertanian terbesar

di dunia. Pada umumnya rami terdapat di daerah Asia, seperti China, Kamboja,

Thailand, Vietnam, Filipina, Taiwan, India, dan juga Indonesia. Negara penghasil

rami dengan jumlah yang sangat besar pada waktu ini adalah China, Canada,

Filipina, Mesir dan Brazil dengan produksi sebagian besar serat, kain, sabun,

a b

Page 56: Virtika Ayu

minyak lampu, kertas, dupa, dan obat-obatan yang diproduksi. Selain itu, tanaman

rami adalah sumber utama minyak dan protein bagi manusia dan hewan. Biji rami

mengandung semua asam amino esensial yang diperlukan bagi kesehatan. Minyak

dari biji rami memiliki persentase tertinggi dari asam lemak esensial dan

persentase terendah lemak jenuh (Yang, 2012).

Belakangan tahun terakhir banyak penelitian tentang manfaat asam lemak

omega-3 polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang terkandung dalam minyak ikan

digunakan untuk kesehatan tulang. Namun vegetarian tidak dapat

mengkonsumsinya dan beralih ke tanaman penghasil omega-3 seperti kacang-

kacangan maupun biji-bijian (biji rami).

2.6.1 Asam lemak

Lemak merupakan kelompok substansi yang tidak larut dalam air yang

disebut lipid. Lipid sangat penting karena lipid adalah komponen utama dari

membran sel. Kelompok lain dalam lipid adalah sterol, fosfolipid, trigliserida dan

wax. Lemak terdapat dalam makanan dan juga dalam tubuh yang disimpan dalam

komposisi sebagai asam lemak. Lemak dibedakan oleh kombinasi yang spesifik

terhadap asam lemak yang membentuknya. Asam lemak memiliki 3 tujuan

penting terhadap tubuh yakni menyediakan energi, dinding pertahanan bagi

membran sel, dan bertindak sebagai bahan dasar yang dapat dikonversikan pada

substansi lain dengan tugas khusus pada tubuh seperti misalnya hormon (Mercola,

2011).

Lemak dan asam lemak tergantung dari derajat saturasi hidrogen dan

panjang molekul atau panjang rantai pembentuknya. Secara kimia asam lemak

Page 57: Virtika Ayu

memiliki rantai atom karbon dengan ikatan ganda atom hidrogen disertai dengan

grup asam yang menempel pada salah satu akhiran dari molekul (Mercola, 2011).

Asam lemak merupakan rantai karbon (C) dengan gugus karboksil (COOH) pada

salah satu ujungnya dan dapat berikatan dengan molekul lain (Tuminah, 2009).

Asam lemak memilki panjang rantai yang berbeda-beda ada yang terdiri dari 6

atom karbon biasanya disebut rantai pendek, ada yang terdiri dari 12 aton karbon

yang dikenal dengan rantai sedang, dan yang terdiri dari 18 lebih atom karbon

disebut rantai panjang. Dan hampir semua jenis lemak hewani dan nabati

termasuk dalam asam lemak rantai panjang (Wardlaw. 2003).

Berdasarkan derajat kejenuhan, asam lemak dibagi menjadi 3 yakni :

1. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid, SFA). Rantai hidrokarbonnya

tidak memiliki ikatan ganda contohnya asam stearat (18:0). Sifat asam

lemak jenuh lebih stabil, tidak mudah teroksidasi dan tidak mudah berubah

menjadi asam lemak trans dan senyawa berbahaya lainnya. Asam lemak

jenuh terkandung dalam minyak hewani seperti daging sapi, keju dan susu

full cream, cokelat maupun minyak nabati minyak kelapa dan minyak

kelapa sawit. Mengkonsumsi asam lemak jenuh harus seimbang dan sesuai

kebutuhan (Tuminah, 2009).

2. Asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid, MUFA).

Rantai hidrokarbonnya memiliki 1 ikatan ganda. Sebagian besar terdapat

pada minyak zaitun dan canola oil (omega-9), lemak sapi dan lemak babi

(omega-7). MUFA dapat menurunkan LDL (Low-Density Lipoprotein)

Page 58: Virtika Ayu

tanpa mempengaruhi kadar HDL (High-Density Lipoprotein) dalam darah

(Tuminah, 2009).

3. Asam lemak tak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acid, PUFA). Rantai

hidrokarbonnya mempunyai 2 atau lebih ikatan ganda Asam lemak tak

jenuh jamak bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi. Contohnya adalah

minyak biji rami, minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji bunga

matahari, safflower oil, dan minyak ikan (Tuminah, 2009).

Asam lemak tak jenuh dibagi menjadi 2 yaitu Cis dan Trans. Asam lemak

tak jenuh cis bila atom-atom hidrogen pada ikatan ganda terletak disisi sama dari

rantai hidrokarbon, contohnya adalah asam oleat sedangkan asam lemak jenuh

Trans adalah bila atom-atom hidrogen pada ikatan ganda terletak disisi

berlawanan dari rantai hidrokarbon contohnya adalah asam elaidat. Minyak yang

masih segar mengandung asam lemak dengan struktur cis jauh lebih banyak

dibandingkan asam lemak dengan struktur trans. Namun setelah minyak

digunakan untuk menggoreng dengan suhu tinggi serta mengalami kontak dengan

oksigen, struktur cis akan berubah menjadi struktur trans (Dhaka et al., 2011).

Asam lemak trans banyak ditemukan pada makanan yang diolah dengan

menggunakan panas tinggi, antara lain makanan cepat saji, snack, gorengan, dan

makanan yang dipanggang. Asam lemak tak jenuh trans dapat meningkatkan LDL

dan menurunkan HDL sehingga dapat meningkatkan risiko aterosklerosis

koronaria (Tuminah, 2009). Pada Gambar 2.12 memperlihatkan kandungan asam

lemak berbagai makanan. Minyak biji rami memiliki kandungan omega-3 PUFA

tertinggi dan kandungan asam lemak jenuh yang terendah. Tingginya kandungan

Page 59: Virtika Ayu

omega-3 pada minyak biji rami diharapkan dapat mengimbangi diet omega-6

yang saat ini jumlahnya berlebihan yang didapat dari makanan-makanan cepat

saji, konsumsi daging merah yang berlebihan, minyak jagung dan lain sebagainya.

Gambar 2.12 Kandungan asam lemak berbagai makanan (Morris, 2007).

Penamaan asam lemak yaitu simbol C (Carbon) diikuti angka

menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya : angka di belakang titik dua

menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya. Contoh : C18:1,

berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda. Lambang

omega (ω) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus

Page 60: Virtika Ayu

metil) sehingga omega-3 ALA adalah C18:3ω3 (Mercola, 2011). Pada Gambar

2.13 menunjukkan struktur kimia dari asam lemak jenuh dan tak jenuh.

Gambar 2.13 Struktur kimia dari asam lemak jenuh dan tak jenuh (Jump, 2008).

Tubuh memerlukan Linoeic Acid (omega-6, n-6, ω-6, LA) dan Alpha-

Linolenic Acid (omega-3, n-3, ω-3, ALA) yakni merupakan asam lemak esensial

berasal dari makanan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan. Disebut esensial

oleh karena tubuh tidak dapat membuatnya sehingga diperlukan asupan dari

makanan (Morris, 2007). Dalam diet 2500 kcal pada 1 sendok makan minyak dari

tumbuhan setiap hari dengan mudah kita mendapatkannya dari mayonnaise, salad

dressing dan makanan yang lain. Konsumsi sehari-hari akan biji-bijian maupun

sayuran juga akan mencukupi kebutuhan akan asam lemak esensial. Tubuh pun

memerlukan omega-9 namun omega-9 bukanlah asam lemak esensial karna tubuh

dapat memproduksinya dari lemak tak jenuh tunggal. Omega-9 dapat meregulasi

Page 61: Virtika Ayu

kolesterol jahat dan mendukung sistem imun. Asam lemak omega-9 dapat

menjaga tubuh kita tetap hangat (Wardlaw, 2003).

Secara umum kandungan omega-3 ALA yang tinggi terdapat dalam

minyak biji-bijian yang non-hydrogenated seperti minyak biji rami (flaxseed oil

juga dikenal dengan linseed oil), canola oil (rapeseed), perilla, chia dan hemp oil.

Kacang kedelai, walnut dan berbagai sayuran berdaun hijau tua juga merupakan

sumber ALA yang baik. Saat ini biji rami maupun minyak biji rami siap tersedia

dalam diet di Amerika oleh karena seringnya bekerjasama dengan produk-produk

makanan komersial seperti sereal, roti, makanan ringan dan minyak. Sehubungan

dengan banyaknya laporan penelitian tentang manfaat biji rami, makanan yang

mengandung biji rami maupun minyak biji rami meningkat tiga kali lipat sejak

tahun 2003 dan terus meningkat sampai saat ini (Kim dan Ilich, 2011).

Konsumsi minyak dari tumbuhan dan ikan terjadi penurunan secara drastis

pada awal dan akhir abad ke-20 dan ini berakibat pada ratio omega-6 : omega-3

pada diet di Amerika. Pada tahun 1935-1939 dilaporkan rationya adalah 8,4:1 dan

meningkat hingga 23% yakni 12,4:1 pada tahun 1985. Sekarang ini diperkirakan

rationya adalah sekitar 10:1 hingga 20:1 dan dapat mencapai 25:1 pada individu

tertentu (Kresser, 2010).

Masih menjadi perdebatan tentang diet ratio omega-6 : omega-3. Pada

tahun 2001 pada konferensi National Institutes of Health menyimpulkan bahwa

konsumsi kedua asam lemak esensial tersebut adalah dengan ratio omega-6 :

omega-3 yaitu 1:1, namun pada tahun 2007 pemerintah Jepang merekomendasi

konsumsinya adalah 4:1 sedangkan pemerintah Swedia adalah 5:1 dan Institutes

Page 62: Virtika Ayu

of Medicines of the National Academy of Science di Amerika Serikat

merekomendasikan ratio 10:1. Ratio tersebut bertujuan terhadap hubungannya

dengan interaksi tubuh (Weiss et al., 2005).

Dosis optimal untuk ratio omega-6 : omega-3 bervariasi antara 1:1 sampai

4:1 tergantung dari pertimbangan penyakitnya. Ratio 4:1 dapat menurunkan angka

kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung hingga 70%. Ratio 2,5:1 dapat

mengurangai proliferasi sel rektal pada colorectar cancer. Ratio omega-6 dan

omega-3 yang lebih rendah juga menurunkan risiko kanker payudara pada wanita.

Ratio 2-3:1 menekan inflamasi pada penyakit rheumathoid arthritis dan ratio 5:1

mempunyai efek terhadap asma (Simopoulos, 2004).

Apabila kita kurang mengkonsumsi asam lemak esensial, kulit akan terasa

kering, gatal-gatal dan dapat menyebabkan diare dan banyak terlihat gejala-gejala

infeksi. Terjadi gangguan terhadap penyembuhan luka dan dapat terjadi anemia

(Wardlaw, 2003). Selain itu, kekurangan asupan omega-3 akan terjadi

peningkatan aktivitas inflamasi, depresi, bertambahnya berat badan, diabetes,

alergi dan eksim serta adanya gangguan ingatan dan disleksia (Mercola, 2012).

Tingginya ratio omega-6 terhadap omega-3 dapat meningkatkan penyakit dengan

inflamasi seperti penyakit jantung dan cancer yang mengancam jiwa (Kresser,

2010).

Omega-3 sangat dibutuhkan dalam perkembangan janin. Pada anak-anak

omega-3 didapatkan dari ASI dimana komposisi utama omega-3 dari ASI adalah

ALA. ASI mengandung ALA 3-10 kali DHA tergantung dari diet ibu. ASI

Page 63: Virtika Ayu

vegetarian mengandung DHA lebih sedikit daripada yang omnivora (Morris,

2007).

Omega-3 bukanlah lebih baik daripada omega-6. Keduanya merupakan

asam lemak esensial yang bekerjasama seperti sebuah konser Belakangan ini

sering dianjurkan mengkonsumsi omega-3 untuk mengimbangi diet omega-6 yang

berlebihan. Kesehatan akan tercapai bila ratio omega-6 : omega-3 seimbang

(Anonim, 2013).

Penelitian akhir-akhir ini juga menyatakan perlunya asupan dari ALA

merupakan satu dari asam lemak omega-3 selain EPA dan DHA. EPA dan DHA

banyak didapatkan dari konsumsi lemak ikan seperti salmon, tuna, sarden,

herring, mackeral, ikan putih, swordfish dan halibut sedikitnya dua kali seminggu.

Diperlukan juga asupan dari canola oil, soybean oil, mengkonsumsi walnut dan

juga flaxseeds (biji rami) untuk memenuhi kebutuhan omega-3 ALA. Semuanya

adalah sumber dari asam lemak omega-3 (Wardlaw, 2003).

Biji rami menjadi perhatian akhir-akhir ini karena merupakan sayuran

yang kaya akan omega-3 ALA. Direkomendasikan kira-kira 2 sendok makan biji

rami perhari sebagai sumber omega-3 dalam tubuh. Biji rami dapat dibeli di

berbagai toko makanan dengan harga tidak terlalu mahal. Sekarang pun juga

banyak yang menyediakan minyak biji rami di toko-toko makanan terdekat,

namun minyak biji rami cepat sekali rusak oleh karena itu biasanya dikemas

dalam botol yang gelap atau opak dan penyimpanan di kulkas (Wardlaw, 2003).

Page 64: Virtika Ayu

2.6.2 Manfaat minyak biji rami

Dari beberapa penelitian akhir-akhir ini minyak biji rami juga digunakan

untuk penyakit polycistic kidney disease (PKD), diabetes militus, menurunkan

kolesterol dan menjaga kesehatan tulang. Biji rami maupun minyak biji rami yang

kaya akan kandungan ALA banyak memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh.

Minyak biji rami yang baunya tidak amis sebagai alternatif minyak ikan

digunakan untuk mencegah penyakit jantung. Beberapa penelitian juga

menunjukkan bahwa minyak biji rami dapat menurunkan kolesterol dan tekanan

darah. Selain itu penyakit auto imun seperti Sjogren’s Syndromes juga dapat

diatasi dengan diet minyak biji rami begitu juga dengan penyakit lupus. Ada satu

studi yang menunjukkan bahwa dosis 1-2 gram minyak biji rami setiap hari dapat

memperbaiki gejala mata kering pada Sjogren’s Syndromes. Minyak biji rami juga

efektif untuk mengobati bipolar disorder bila dikombinasikan dengan obat-obatan

konvensional, namun pada penelitian lain menunjukkan bahwa minyak biji rami

tidak efektif untuk perawatan bipolar disorder pada anak-anak (Kim dan Ilich,

2011; NYU Langone Medical Center, 2013).

2.6.3 Kandungan minyak biji rami

Komponen utama dari biji rami adalah minyak (lemak), protein dan serat

dan lignan (antioksidan dan pitoestrogen) (Morris, 2007). Namun serat dan juga

lignan akan hilang seiring dengan proses biji rami menjadi minyak biji rami.

Pembuatan minyak biji rami adalah dengan proses dingin. Proses panas pada

minyak biji rami akan merusak komponen di dalamnya oleh karena itu minyak

Page 65: Virtika Ayu

biji rami tidak tahan dalam suhu panas, cahaya dan oksigen apalagi digunakan

dalam memasak (NYU Langone Medical Center, 2013).

Milled flax mengandung kira-kira 36 kcal/sdm. Minyak biji rami (flax oil)

mengandung 124 kcal/sdm. Ground flax mengandung karbohidrat yang sangat

rendah yakni hanya 0,1 g/sdm merupakan salah satu alasan mengapa biji rami

sangat populer terhadap orang-orang yang mengikuti program penurunan berat

badan dengan diet tinggi protein, rendah karbohidrat (Morris, 2007).

Komposisi dari minyak biji rami yang tertinggi adalah Alpha-Linolenic

Acid (ALA, omega-3) sebesar 57%, diikuti oleh Oleic Acid (omega-9) 18%,

Linolenic Acid (LA, omega-6) 16% dan saturated fatty acid 9% (Morris, 2007).

Jalur Metabolik ALA

Konversi ALA pada manusia terjadi di hati (Gambar 2.15), namun pada

primata dapat terjadi di jaringan yang lain. Studi-studi menunjukkan ~5% ALA di

Gambar 2.14 Kandungan minyak biji rami (Morris, 2007)

Page 66: Virtika Ayu

metabolisme menjadi EPA dan <0,5% menjadi DHA pada individu yang sehat

(Kim dan Ilich, 2011).

Kapasitas ALA untuk biosintesis turunan dari omega-3 dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti genetika, jenis kelamin, usia dan beberapa nutrisi. Secara

umum proses metabolisme lebih efisien pada wanita dibandingkan pria karena

jumlah kecil ALA digunakan sebagai bahan bakar dan estrogen dapat digunakan

untuk meningkatkan proses konversi pada wanita (Kim dan Ilich, 2011).

Aktivitas dari ∆6 desaturase yakni enzim pada proses konversi ALA akan

menurun seiring dengan bertambahnya usia dan pada individu dengan diabetes

Gambar 2.15 Jalur konversi ALA (Kim dan Ilich, 2011)

Page 67: Virtika Ayu

dan hipertensi Nutrisi juga penting dalam proses konversi ini. Kurangnya

makronutrien seperti piridoksin, biotin, kalsium, tembaga, magnesium dan zinc

dapat mengganggu proses konversi. Selain itu konsumsi berlebihan akan trans-

fatty acid dan juga alkohol dapat menghambat aktivitas enzim-enzim ∆5 dan ∆6

desaturase (Kim dan Ilich, 2011).

PENELITIAN MENGGUNAKAN MINYAK BIJI RAMI

Pada Manusia

Pada orang dewasa yang sehat, diet kaya akan kandungan ALA diberikan

dengan menambahkan minyak biji rami dan walnut secara signifikan mampu

menurunkan serum NTx dan menjaga aktivitas bone-spesific alkaline

phosphatase. Berdasarkan pengamatan terhadap NTx erat hubungannya dengan

sitokin pro-inflamasi yakni TNF-α dimana mereka berasumsi bahwa resorpsi

tulang dapat dimediasi oleh TNF-α (Griel et al., 2007). Pada masa periode

training (latihan), pada subyek orang dewasa tua menunjukkan kepadatan mineral

tulang (Bone Mineral Density, BMD) dan Bone Mineral Content (BMC) lebih

tinggi pada tulang panggul setelah mengkonsumsi minyak biji rami dengan dosis

14 g per hari selama 12 minggu. Pada studi ini juga terjadi penurunan interleukin

(IL-6) secara signifikan (Cornish dan Chilibeck, 2009).

Diet minyak biji rami yang diberikan pada pria berusia 24-44 tahun di

Australia selama 4 minggu mampu menghambat Tumor Necrosis Factor α (TNF-

α) dan interleukin 1β (IL-1β) (Caughey et al., 1996). Hal ini dapat dihubungkan

dengan penyakit inflamasi seperti penyakit jantung.

Page 68: Virtika Ayu

Pada Hewan Coba

Beberapa jenis hewan dicobakan pada penelitian untuk menentukan peran

diet minyak biji rami terhadap kesehatan tulang. Hewan ini bervariasi dalam

spesies, tahap pertumbuhan dan juga adanya keadaan osteoporosis yang

disebabkan oleh polycistic kidney disease (PKD), inflamasi usus (inflammatory

bowel disease, IBD), obesitas maupun gangguan insulin.

Percobaan yang dilakukan oleh Lau et al. (2010) pada tikus dewasa jantan

(6 sampai 15 bulan) dengan memberikan diet minyak biji rami (tinggi lemak)

selama 65 hari. Terdapat peningkatan kekuatan tulang femur (Lau et al., 2010).

Tikus betina dewasa diberikan diet minyak biji rami (diet rendah ratio omega-6 :

omega-3) selama periode perinatal menunjukkan parameter dari femoral cortical

bone (BMD) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tikus dengan diet omega-6

PUFA dimana hal ini menunjukkan pengaruh dari minyak biji rami terhadap

mekanisme regulasi tulang (Korotkova et al., 2004).

Berbeda dengan hewan coba yang sehat, kondisi patologis terlihat seperti

ditunjukkan pada penelitian tikus dengan ovariectomy (OVX) selama 4 minggu,

minyak biji rami dapat mengurangi aktivitas dari parameter tulang trabekulae

(Alkaline Phosphatase, ALP dan Tartrate Resistant Acid Phosphatase, TRAP).

Terlihat pula adanya perbaikan mikroarsitektur dari tulang (Boulbaroud et al.,

2008). Boulbaroud et al. (2012) kembali melakukan percobaan pada tikus ovx

dengan memberikan diet minyak biji rami dan minyak wijen selama 4 minggu

menurunkan kolesterol plasma dan menurunkan aktivitas ALP dan TRAP yang

merupakan biomarker dari resorpsi tulang (Boulbaroud et al., 2012). Percobaan

Page 69: Virtika Ayu

pada tikus dengan OVX yang lain dilakukan oleh Wahba dan Al-Zahrany dengan

memberikan diet minyak biji rami (dan juga minyak kedelai dan minyak wijen)

selama 6 minggu dapat menurunkan berat uterine dan femur dan menormalkan

tingkatan serum dari lipid, Ca, P, b-ALP dan Osteocalcin. Minyak ini juga

meningkatkan kepadatan tulang femur dan calcium content. Mereka

menyimpulkan bahwa diet minyak-minyak ini dapat menimbulkan aktivitas

hipolipidemik dan anti-osteoporotik pada tikus betina dengan ovariectomy

(Wahba dan Al-Zahrany, 2013).

PKD biasanya disertai dengan hipertiroidisme dan tingginya tingkat

pengeroposan tulang (higher bone turnover) (Kim dan Ilich, 2011). Tikus jantan

dan betina dengan PKD dilakukan uji BMD dan BMC seluruh tubuh terlihat

adanya peningkatan karena diet minyak biji rami selama 12 minggu (Weiler, et

al., 2007). Pada penelitian pada mencit jantan dan betina dengan kondisi inflamasi

usus atau IBD selama 9 minggu diberikan diet minyak biji rami terlihat

peningkatan BMD pada tulang femur dan vertebrae, meningkatkan BMC dan

kekuatan tulang (bone strenght / peak load) pada tulang femur. Terjadi penurunan

pula terhadap tingkat TNF-α ke tingkat normal. Pasien dengan keadaan IBD

memiliki 40% insiden mengalami fraktur tulang belakang dan tulang panggul

dibandingkan dengan populasi sehat (Cohen et al., 2005).

Pada keadaan diabetes melitus tipe 1, penelitian dilakukan oleh Elwassef

et al. (2009) pada tikus betina ovariectomy dan diabetes melitus tipe 1 selama 60

hari diberikan diet minyak biji rami menormalkan BMD dan BMC, menurunkan

Page 70: Virtika Ayu

aktivitas ALP dan osteocalcin, menormalkan Insulin-like growth factor-1 dan

Deoxypyridinoline (Elwassef et al., 2009).

Ada pula beberapa penelitian dengan menggunakan ukuran volume

(mililiter) seperti pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Saudi Arabia,

Wahba dan Ibrahim memberikan diet minyak biji rami sebanyak 1ml/tikus, 500

mg/kg pada tikus jantan yang terpapar KbrO3 untuk menginduksi stres oksidatif.

Minyak biji rami dan Vit E diberikan selama 8 minggu dapat meningkatakan berat

badan tikus yang mengalami penurunan karena stres oksidatif. Hasil juga tampak

dengan adanya perbaikan fungsi hepatorenal, mengurangi tissue lipid

peroxidation dan menormalkan aktivitas dari enzim antioksidan dalam hati dan

ginjal pada tikus yang diinduksi KbrO3 (Wahba dan Ibrahim, 2013). Kaithwas et

al. (2011) peneliti dari India melakukan percobaan pada tikus memberikan diet

minyak biji rami sebanyak 1 ml/kg, 2 ml/kg dan 3 ml/kg per oral, intramuscular

dan parenteral untuk melihat efek anti-inflamasi, analgesik dan juga anti-

piretiknya. Pemberian minyak biji rami sebanyak 3 ml/kg secara oral dapat

menghambat mediator inflamasi dimana sebelumnya tikus diinduksi dengan

carageenan dan PGE2 (Kaithwas et al., 2011).

Omega-3 dan omega-6 dalam sel darah merah merupakan indikator

obyektif dari PUFA yang dapat dihubungkan dengan risiko fraktur tulang

panggul. Penelitian ini dilakukan oleh Orchard et al. (2013) pada wanita

menopause. Hasil didapat bahwa tingginya kadar ALA dalam sel darah merah dan

juga EPA dapat memprediksikan risiko fraktur tulang panggul lebih rendah.

Secara kontras terlihat pada sel darah merah dengan kandungan tinggi ratio

Page 71: Virtika Ayu

omega-6/omega-3 dapat memprediksi tingginya risiko fraktur tulang panggul pada

wanita menopause (Orchard et al., 2013).

2.6.4 Uji toksisitas minyak biji rami

Uji toksisitas dari minyak biji rami pernah dilakukan oleh Kaithwas et al.

(2011) dimana tikus albino Swiss diberikan minyak biji rami 20 ml/kg

intraperitoneal dan dibiarkan puasa namun tetap diberikan akses minum air. Tidak

terjadi kematian pada tikus-tikus tersebut (Kaithwas et al., 2011).

2.7 Mekanisme Minyak Biji Rami Meningkatkan Jumlah Osteoblas dan

Kepadatan Tulang

Pada dekade tahun terakhir, omega-3 mendapatkan perhatian terhadap

perannya pada penyakit yang melibatkan inflamasi dan juga termasuk gangguan

tulang. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa minyak ikan (fish oil) yang kaya

akan EPA dan DHA yang bermanfaat untuk kesehatan tulang terutama karena

kemampuan EPA dan DHA untuk memodulasi osteoklastogenesis,

osteoblastogenesis dan produksi eikosanoid, proses inflamasi dan metabolisme

kalsium. Akan tetapi kurang banyak yang diketahui tentang pengaruh ALA dalam

minyak biji rami yang merupakan prekursor metabolik EPA dan DHA (Kim dan

Ilich, 2011).

Dalam sistem mamalia, ALA yang tertelan dimetabolisme menjadi EPA

dan DHA melalui serangkaian proses elongasi dan desaturase dan membutuhkan

waktu yang cukup lama untuk mengkonversi menjadi EPA (~5%) dan DHA

(<0,5%), terlebih lagi enzim-enzim dalam proses konversi tersebut juga terjadi

Page 72: Virtika Ayu

kompetisi oleh omega-6 untuk mengkonversikannya menjadi AA dan derivatnya

sebagai pro-inflamasi (Gambar 2.17). Untuk alasan inilah diperlukan penelitian

yang berkesinambungan apakah prosentase dominan ALA dapat menggantikan

EPA dan DHA yang sangat sedikit pada minyak biji rami dalam modulasi

beberapa kondisi seperti pertumbuhan dan perkembangan, metabolisme tulang

(Kim dan Ilich, 2011).

Gambar 2.16 Jalur konversi omega-3 dan omega-6, kompetisi enzim desaturase (Sacco, 2011).

Periodontitis merupakan penyakit inflamasi kronis yang diawali dengan

bakteri yang berkolonisasi pada permukaan gigi dan sulkus gingiva, respon tubuh

dipercaya berperan penting dalam pengerusakan jaringan ikat dan tulang. LPS

yang merupakan endotoksin dari bakteri mampu menginduksi terjadinya

osteoklastogenesis sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar (Kajiya et al., 2010).

Page 73: Virtika Ayu

Selain inflamasi disebabkan oleh karena bakteri, diet berlebihan akan

omega-6 juga akan meningkatkan jumlah AA dalam tubuh yang jika disintesis

oleh enzim sikloogsigenase akan menghasilkan prostaglandin (PGE2) yang

merupakan mediator terjadinya inflamasi. Mediator dan sitokin pro-inflamasi ini

akan mengaktifkan osteoklastogenesis sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar

(Calder, 2006).

Dalam tulang, PGE2 merupakan mediator resoprsi tulang dengan

mempengaruhi osteoklas matur, diferensiasi dan fusi prekursor osteoklas. Sitokin

pro-inflamasi menstimulasi resorpsi tulang dengan memacu proliferasi dan

diferensiasi progenitor osteoklas dan mengaktifkan serta mempengaruhi

pembentukan osteoklas yang baru (Indahyani et al., 2003).

Dari beberapa penelitian tentang minyak biji rami terhadap kesehatan

tulang, dimana minyak biji rami mampu menghambat aktivitas mediator pro-

inflamasi seperti (TNF-α) dan interleukin 1β (IL-1β) serta IL-6 dan PGE2 dan

juga mampu menurunkan aktivitas ALP dan TRAP dimana hal tersebut sangat

berpengaruh terhadap resorpsi tulang (Kim dan Ilich, 2011).

Minyak biji rami berpengaruh terhadap penurunan aktivitas dari mediator

pro-inflamasi sehingga mampu menurunkan aktivitas osteoklas yang akan

mengakibatkan peningkatan aktivitas pembentukan tulang oleh osteoblas. Hal ini

juga dapat terlihat dari penelitian secara in vitro oleh Fang (2008) dimana ALA

pada minyak biji rami memiliki efek langsung pada osteoblast-like cells dengan

meningkatkan kelangsungan hidup sel, DNA konten, aktivitas alkali fosfatase, dan

ekspresi gen penanda pembentukan tulang termasuk osteocalcin, osteonectin dan

Page 74: Virtika Ayu

kolagen tipe 1 (Sacco, 2011). Formasi tulang baru pun akan terbentuk karena

adanya peningkatan jumlah dan aktivitas dari osteoblas sehingga kepadatan tulang

akan meningkat. Hal ini juga banyak ditunjukkan pada beberapa penelitian

dimana minyak biji rami mampu meningkatkan BMD dan BMC (Kim dan Ilich,

2011).

Omega-3 (EPA dan DHA) mampu menghambat metabolisme AA menjadi

prostaglandin (PGE2) dan LTB4 yang dapat merangsang terjadinya inflamasi

(pada Gambar 2.18), omega-3 juga dapat menggantikan posisi AA dalam

membran fosfolipid (pada Gambar 2.18) sehingga omega-3 dikatakan sebagai

anti-inflamasi. Oleh karena penurunan mediator pro-inflamasi mengakibatkan

pembentukan dan aktivitas osteoklas terhambat sehingga osteoblas melakukan

proliferasi dan diferensiasi untuk menjadi osteoblas yang matur sehingga jumlah

osteoblas meningkat dan kepadatan tulang akan meningkat pula (Calder, 2006;

Indahyani et al., 2010; Mozaffarian dan Wu, 2011).

Gambar 2.17 Omega-3 (EPA dan DHA) menghambat sintesis AA menjadi PGE2 dan LTB4 (Calder, 2006).

Page 75: Virtika Ayu

Gambar 2.18 Posisi AA dapat digeser / diganti oleh omega-3 (EPA dan DHA) dalam membran fosfolipid (Mozaffarian dan Wu, 2011).

Pada minyak biji rami, sangat sedikit sekali kandungan EPA dan DHA

oleh hasil konversi dari ALA. Masih sedikit penelitian tentang pengaruh zat aktif

ALA terhadap anti inflamasi. Namun ada penelitian baru-baru ini oleh Anand dan

Kaithwas (2014) mereka menguji bahan aktif ALA dan LA pada hewan coba tikus

putih yang diinduksi arthritis kemudian dilakukan tes terhadap sikloogsigenase

(COX-1), sikloogsigenase 2 (COX-2) dan 5-lipoksigenase (5-LOX) secara in

vitro. Didapat hasil bahwa ALA dibandingkan dengan LA mampu menghambat

jalur siklooksigenasi 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX) namun tidak

terdapat perbedaan bermakna pada jalur 5-LOX sehingga dikatakan ALA

memiliki sifat anti-inflamasi (Anand dan Kaithwas, 2014).

Page 76: Virtika Ayu

2.8 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih lebih besar dari famili tikus umumnya dimana tikus ini

panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai ujung ekor, dan

berat 140-500 gr. Tikus jantan biasanya memiliki ukuran yang lebih besar dari

tikus betina, berwarna putih, memiliki ukuran ekor yang lebih panjang dari

tubuhnya. Data biologi tikus disajikan pada tabel berikut (Kusumawati, 2004).

Tabel 2.1 Data Biologi Tikus Putih

No Kondisi Biologi Jumlah 1 Berat badan

Jantan Betina

300-400 gr 250-300 gr

2 Lama hidup 2,5-3 tahun 3 Temperatur tubuh 37,5oC 4 Kebutuhan air

Kebutuhan makanan 8-11 ml/100 grBB 5 gr/100 grBB

5 Umur dewasa 50-60 hari 6 Volume darah 57-70 ml/kg 7 Tekanan darah

Sistolik Diastolik

84-174 mmHg 58-145 mmHg

8 Frekuensi jantung 330-480 / menit 9 Frekuensi respirasi 66-114 / menit 10 Tidal volume 0,6-1,25 mm

Klasifikasi tikus Putih :

Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Klas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Page 77: Virtika Ayu

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Tikus Sprague Dawley merupakan jenis tikus albino serbaguna digunakan

secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan

kemudahan penanganannya. Tikus jenis ini pertama kali diproduksi oleh

peternakan Sprague Dawley (kemudian menjadi Perusahaan Animal Sprague

Dawley) di Madison, Wisconsin. Fasilitas penangkaran dibeli pertama kali oleh

Gibco dan kemudian oleh Harlan (sekarang Harlan Sprague Dawley) pada bulan

Januari 1980. Rata-rata ukuran berat tubuh tikus Sprague Dawley dewasa adalah

250-300g bagi betina, dan 450-520g untuk jantan. Hidup yang khas adalah 2,5-3,5

tahun. Tikus ini biasanya memiliki ekor yang lebih panjang dibandingkan dengan

tikus Wistar (Kusumawati, 2004).

Page 78: Virtika Ayu

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Pada tahun belakangan ini perawatan ortodonti banyak dilakukan dalam

praktek kedokteran gigi untuk memperbaiki maloklusi dan untuk memperbaiki

penampilan seseorang. Namun keberhasilan perawatan akan sulit dicapai bila

terdapat kelainan pada periodontal. Karakteristik yang ditemukan pada pasien

periodontitis kronis yang belum ditangani meliputi akumulasi plak pada

supragingiva dan subgingiva, inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan

perlekatan pada periodontal dan resorpsi tulang alveolar.

Periodontitis merupakan suatu penyakit jaringan pendukung gigi,

perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena

kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Tinggi dan kepadatan

tulang alveolar pada keadaan normal memiliki keseimbangan antara besarnya

pembentukan dan resorpsi yang diatur oleh faktor sistemik dan faktor lokal. Saat

nilai resorpsi lebih besar dari nilai pembentukan tulang, tinggi dan kepadatan

tulang alveolar dapat menurun.

Prinsip inflamasi yang menyebabkan kehilangan tulang pada periodontitis

dan ditambah dengan aktivitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan

tulang oleh osteoblas. LPS merupakan endotoksin bakteri yang dapat merusak

dinding sel dan mampu menginduksi kejadian seluler di daerah yang terlokalisir

Page 79: Virtika Ayu

sehingga mengaktifkan aktivitas osteoklas untuk lebih meresorpsi tulang sehingga

jumlah osteoblas akan menurun dan kepadatan tulang akan menurun.

Osteoblas adalah sel mononuklear yang berasal dari masenkim yang

mensintesis protein matriks tulang kolagenous dan nonkolagenous. Osteoblas

berfungsi untuk mensintesis komponen organik dari matriks tulang,

mengendapkan unsur organik matriks tulang baru yang disebut osteoid. Tidak

lama setelah deposisi osteoid akan segera mengalami mineralisasi dan menjadi

tulang.

Kandungan omega-3 dari minyak biji rami terbukti mencegah resorpsi

tulang dengan terjadinya penurunan jumlah dan aktivitas osteoklas. Omega-3

memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat menurunkan sitokin pro-inflamasi

maupun eikosanoid dari metabolisme AA menyebabkan prekursor osteoblas

melakukan proliferasi dan diferensiasi untuk menjadi osteoblas yang matur

sehingga osteoklas akan menurun dan osteoblas akan meningkat dan kepadatan

tulang akan meningkat pula.

Jumlah osteoblas dan kepadatan tulang juga dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen dapat ditinjau

dari aspek hormonal, psikologis, genetik dan sistem kekebalan tubuh, sedangkan

faktor eksogen berupa lingkungan, adanya stres, infeksi, merokok dan juga

pengaruh dari obat-obatan.

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruhnya

terhadap minyak biji rami terhadap kesehatan tulang dimana minyak biji rami

Page 80: Virtika Ayu

yang kaya akan omega-3 ALA mampu menurunkan aktivitas mediator inflamasi

dan meningkatkan kepadatan mineral tulang.

3.2 Konsep Penelitian

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas ditetapkan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

1. Pemberian minyak biji rami per oral meningkatkan jumlah osteoblas tikus

putih jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis.

2. Pemberian minyak biji rami per oral meningkatkan kepadatan tulang tikus

putih jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis.

Minyak Biji Rami

Faktor Endogen

- Hormonal - Psikologis - Genetik - Sistem

kekebalan

Faktor Eksogen

- Lingkungan - Stres - Infeksi - Merokok - Obat

Tikus dengan Periodontitis

Page 81: Virtika Ayu

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat eksperimental murni (true experiment),

memakai kelompok kontrol dengan menggunakan randomized post test only

control group design (Pocock, 2008). Bagan rancangan penelitian sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :

P = Populasi (tikus dengan periodontitis)

S = Sampel penelitian

RA = Random Alokasi

P0 = Kontrol, diinduksi dengan LPS tanpa pemberian minyak biji rami (dengan

plasebo glycerin 1,5 ml)

P1 = Perlakuan dengan minyak biji rami 700 mg/200gr BB (1,5 ml)

O1 = Nilai observasi jumlah osteoblas dan kepadatan tulang pada kelompok P0

O2 = Nilai observasi jumlah osteoblas dan kepadatan tulang pada kelompok P1

RA

O2

O1

P S

P1

P0

60

Page 82: Virtika Ayu

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian

Terpadu Universitas Gajah Mada (LPPT-UGM) Yogyakarta. Waktu penelitian

dilakukan pada bulan Maret sampai Oktober 2014.

4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel

4.3.1 Kriteria sampel

Dalam penelitian ini digunakan sampel dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi:

a. Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley

dengan periodontitis

b. Umur 2-3 bulan

c. Berat badan 180-200 gr

2. Kriteria eksklusi

Tikus dengan penyakit tulang pada mandibula dan sakit saat masa

adaptasi.

3. Kriteria Drop Out

Sampel dianggap drop out apabila selama penelitian dilaksanakan tikus

putih jantan mati.

4.3.2 Besar sampel

Untuk mendapatkan data yang valid dilakukan pengulangan sesuai dengan

rumus Federer (2008) :

Page 83: Virtika Ayu

(n-1)(t-1) ≥ 15

n = jumlah replikasi

t = jumlah perlakuan, dalam hal ini ada 2 (P0, P1)

(n-1) (2-1) ≥ 15

(n-1) (1) ≥ 15

n-1 ≥ 15/1

n-1 ≥ 15

n ≥ 15+1

≥ 16

Jadi banyaknya kelompok pada penelitian ini adalah sebanyak 2, sehingga

jumlah sampel keseluruhan adalah 32 sampel. Diperlukan penambahan jumlah

sampel drop out sebesar 10% yakni menjadi 36 sampel.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel

Dalam penelitian menggunakan 3 variabel yaitu :

1. Variabel Bebas : Minyak biji rami 100% (Sigma Aldrich W530238)

2. Variabel Tergantung : jumlah osteoblas dan kepadatan tulang pada

tulang alveolar.

3. Variabel Kendali : jenis kelamin tikus, berat badan tikus, umur tikus,

galur tikus, makanan standar tikus

Page 84: Virtika Ayu

4.4.2 Hubungan antar variabel

4.5

Gambar 4.2 Hubungan antar variabel

4.6 Definisi Operasional

1. Minyak biji rami adalah minyak dari biji rami yang kaya akan

kandungan omega-3 ALA yang diproduksi oleh Sigma Aldrich

(W530238).

2. Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditimbulkan

oleh injeksi LPS E. coli selama 8 hari dengan tanda klinis kemerahan

dan pembengkakan pada gingiva, kehilangan perlekatan gingiva

VARIABEL BEBAS

Pemberian minyak biji rami

VARIABEL TERGANTUNG

Jumlah osteoblas dan kepadatan

VARIABEL KENDALI

Jenis kelamin tikus Berat badan tikus Umur tikus

Variabel Tergantung

Variabel Bebas

Variabel Kendali

Page 85: Virtika Ayu

terhadap tulang alveolar dan poket yang dalam. Secara histologis

adanya penurunan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang alveolar.

3. LPS E.coli merupakan endotoksin dari bakteri gram negatif E.coli

yang didapat dari Sigma Aldrich (LPS E.coli 0111:B4, L2630) dengan

bentuk sediaan bubuk kemudian diencerkan dengan PBS (Phosphate

Buffer Saline) steril dengan dosis 5µg dalam 0,05 ml PBS.

4. Osteoblas adalah jumlah osteoblas pada tulang alveolar berupa sel

berinti satu dan pipih yang berada di endosteum, dengan sitoplasma

yang basofilik dibuat preparat atau sediaan mikroskopis dengan

pengecatan HE (Harris Hematoxylin - Eosin) dan dilihat pada 5 lapang

pandang dengan menggunakan mikroskop elektrik Olympus CX35

dengan perbesaran 400x.

5. Kepadatan tulang adalah rasio massa tulang dengan volume diukur

secara histomorfometri dengan pengecatan HE menggunakan

mikroskop dengan perbesaran 100x dilanjutkan 400x dilihat pada 5

lapang pandang kemudian diamati kepadatan atau ketebalan struktur

trabekulae dengan Software Image Master dalam satuan mikrometer

yang telah dikalibrasi dengan mikroskop elektrik Olympus CX35.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Minyak biji rami

Minyak biji rami adalah minyak dari biji rami diproduksi dari Sigma

Aldrich.

Page 86: Virtika Ayu

4.6.2 Hewan coba

1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague

Dawley dengan berat 180-200 gr berumur 2-3 bulan diadaptasikan selama

satu minggu di tempat penelitian untuk penyesuaian dengan lingkungan.

2. Tiga puluh dua ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dibagi secara

random menjadi 2 kelompok yakni P0 (kontrol yang diinduksi dengan LPS

dan dengan pemberian glycerin sebagai plasebo sebanyak 1,5 ml) dan P1

(diinduksi dengan LPS dan dengan pemberian minyak biji rami 700 mg/kg

BB atau setara dengan 1,5 ml). Pada kelompok P0, dan P1 dilakukan

induksi LPS pada sulkus gingiva pada daerah bukal incisivus sentral

rahang bawah tikus putih jantan galur Sprague Dawley sebanyak 5 µg

dalam 0,05 ml PBS satu kali sehari selama delapan hari (Indahyani et al.,

2010) dimana sebelumnya tikus dianestesi dengan kombinasi Ketamine

(80 mg/kgBB) dan Xylazine (10 mg/kgBB) yang disuntikkan pada daerah

kaki belakang sebelah kiri di musculus quadricep / tricep (Amin et al.,

2010). Dalam delapan hari diharapkan akan terjadi periodontitis (resorpsi

pada tulang alveolar) (Indahyani et al., 2010). Pada penelitian

pendahuluan yang telah dilakukan, dalam delapan hari induksi LPS terjadi

penurunan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang alveolar secara

histologis (mikroskopis) dibandingkan dengan tikus normal (Ayu, 2014).

Setelah itu dilakukan pemberian minyak biji rami dan plasebo sekali sehari

per oral dengan sonde lambung selama 21 hari.

Page 87: Virtika Ayu

3. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley ditempatkan pada kandang yang

bersih dengan ventilasi yang baik dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 40

cm, tinggi 40 cm dengan suhu 25 - 27°C, kelembaban 7 - 75% dan cahaya

12 jam terang dan 12 jam gelap. Bedding pada hewan coba adalah dengan

sekam steril yang disebelumnya disterilkan dengan autoclave. Bedding

setiap 3 hari diganti dan tikus-tikus tersebut diberikan konsumsi makanan

standar AD II pellets dan air minum RO (Reverse Osmosis) ad libitum.

Kesehatan lingkungan dan juga monitoring hewan coba dilakukan secara

berkala setiap 6 bulan sekali oleh laboratorium parasitologi dan

mikrobiologi FKH UGM.

4. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap berat badan tikus putih jantan

galur Sprague Dawley dan kondisi kesehatannya selama penelitian

berlangsung.

5. Pemberian minyak biji rami per oral selama 21 hari. Langkah pertama

dimulai dengan penyedotan minyak biji rami menggunakan sonde yang

ujungnya terbuat dari karet. Tikus dipegang pada kulit bagian kepala

sehingga mulut menghadap ke atas. Selanjutnya sonde dimasukkan

melalui mulut secara perlahan sampai mencapai lambung. Kemudian

minyak biji rami disemprotkan. Pemberian minyak biji rami ini dilakukan

satu kali sehari pada jam 08.00 – 09.00 WIB.

6. Pada hari ke-30 setelah pemberian minyak biji rami per oral pada tikus

yang telah diinduksi LPS, tikus dieutanasia dengan chloroform secara

inhalasi. Kapas dibasahi chloroform diletakkan dalam toples berukuran

Page 88: Virtika Ayu

sedang (diameter 20 cm) kemudian hewan dimasukkan ke dalam toples

dan toples ditutup hingga tikus mati. Tikus difiksasi pada meja kerja lalu

dilakukan pengambilan jaringan tulang mandibula dengan scalpel atau

gunting dan ditempatkan dalam wadah tertutup berisi buffer formalin 10%

dan dikirim ke laboratorium untuk dibuat sediaan mikroskopis. Sisa dari

tikus kemudian diinsenerator di LPPT Unit IV UGM.

4.6.3 Pembuatan sediaan mikroskopis dan observasi

Mandibula yang diambil dilakukan fiksasi dengan buffer formalin 10%

selama 24 jam, selanjutnya dimasukkan ke dalam automatic tissue processor

untuk menyempurnakan fiksasi. Sampel kemudian dicuci dengan air mengalir

kemudian dilakukan dekalsifikasi dengan Plank-Rychlo’s Solution selama 4 hari

(Shibata et al, 2000). Setelah proses dekalsifikasi, sampel mandibula dilakukan

dehidrasi dengan menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat yaitu alkohol 70%,

80%, 90%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II. Proses penjernihan dilakukan

setelah dehidrasi selesai dengan menggunakan larutan xylol I dan xylol II. Proses

pencetakan atau parafinisasi dilakukan pendinginan selama 24 jam, selanjutnya

sampel dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan berkisar 3-6

µm, lalu peletakan sayatan pada water bath, setelah menempel didiamkan selama

24 jam dan dilakukan pewarnaan dengan menggunakan Harris Hematoxylin –

Eosin (HE).

Sediaan dicelup dalam larutan xylol bak I dan bak II selama 2 menit

kemudian dicelupkan dalam alkohol bak I dan bak II selama masing-masing 1

menit, lalu celupkan lagi dalam alkohol 95% dalam bak masing-masing 1 menit,

Page 89: Virtika Ayu

cuci dalam air mengalir selama 10 menit. Masukkan dalam eosin selama 15 detik

sampai 2 menit, kemudian masukkan dalam alkohol 95% dalam 2 bak selama

masing-masing 1 menit. Masukkan dalam larutan alkohol absolut 3 bak selama

masing-masing 1 menit. Terakhir masukkan dalam larutan clearing xylol untuk

memberikan warna bening pada jaringan dan dilakukan prosedur mounting agar

preparat awet dan menambah kejernihan, kemudian ditutup deck glass dan diberi

label.

Setelah pembuatan preparat selesai dilakukan observasi jumlah osteoblas

dan kepadatan tulang. Osteoblas dilihat pada 5 lapang pandang menggunakan

mikroskop elektrik Olympus CX35 dengan perbesaran 400x. Kepadatan tulang

dilihat dengan mikroskop elektrik Olympus CX35 dengan perbesaran 100x

dilanjutkan dengan 400x pada 5 lapang pandang diamati ketebalan struktur

trabekulae dengan Software Image Raster dalam satuan mikrometer yang telah

dikalibrasi dengan mikroskop tersebut.

4.6.4 Dosis konversi dari manusia ke tikus

Untuk menghitung dosis konversi dari manusia ke tikus berdasarkan

Laurence dan Bacharach (1993) adalah sebagai berikut :

Dosis minyak biji rami yang diberikan pada manusia (berat 70 kg) adalah

2 sendok makan perhari (setara dengan 30 ml) mengandung 14 g minyak biji rami

(Cornish dan Chilibeck, 2009). Kemudian dikonversikan pada tikus (200 gr BB)

dilihat pada tabel yakni 0,018 sehingga menjadi 252 mg/200grBB tikus.

Berdasarkan penelitian pendahuluan, dosis yang paling efektif adalah 700

mg/200grBB (Ayu, 2014). Perhitungan dosis konversi terdapat pada lampiran 3.

Page 90: Virtika Ayu

a b Gambar 4.3 Pemilihan dan penempatan tikus. Tikus dipilih yang sehat dan ditimbang (a), penempatan tikus pada kandang yang bersih dengan ventilasi yang cukup baik (b).

Gambar 4.4 Anestesi pada tikus. Tikus dianestesi dengan Ketamine (80 mg/kgBB) dan Xylazine (10 mg/kgBB) yang disuntikkan pada daerah kaki belakang sebelah kiri di musculus quadricep (i.m)

Page 91: Virtika Ayu

a b c

Gambar 4.5 Induksi LPS. LPS E. coli (Sigma Aldrich 0111:B4, L2630) (a), tikus dibuat periodontitis dengan injeksi LPS pada sisi bukal mandibula regio incisivus sentral (b), Setelah induksi LPS 8 hari dengan tanda klinis periodontitis (c).

a b

Gambar 4.6 Minyak biji rami (Sigma Aldrich W530238) (a), pemberian minyak biji rami per oral dengan sonde lambung selama 21 hari (b).

Page 92: Virtika Ayu

a b Gambar 4.7 Eutanasia dan pengambilan jaringan tulang. Setelah eutanasia dengan chloroform, tikus disiapkan pada meja kerja (a), pengambilan jaringan mandibula (b).

4.7 Bahan dan Alat

4.7.1 Bahan

a. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley usia 2-3 bulan dengan berat

badan 180-200gr

b. Makanan standar untuk tikus

c. Minyak biji rami

d. Glycerin

e. Ketamine

f. Xylazine

g. PBS steril

h. Chloroform

Page 93: Virtika Ayu

i. Buffer formalin 10%

j. Bahan pengecatan HE

k. Plank-Rychlo’s Solution

l. Alkohol

m. Xylol

4.7.2 Alat-alat

a. Kandang tikus ukuran 50 cm X 40 cm X 40 cm

b. Electrical scale

c. Spuit 1 cc untuk injeksi LPS dan anestesi

d. Sonde lambung

e. Alat bedah minor (scalpel dan gunting)

4.8 Alur Penelitian

32 ekor tikus putih jantan Sprague Dawley diadaptasi 1 minggu

2 kelompok tikus dibuat periodontitis

random

Kelompok 1 : Tikus diinduksi LPS selama 8 hari Plasebo 21 hari

Kelompok 2 : Tikus diinduksi LPS selama 8 hari Minyak biji rami 21 hari

Eutanasia dan pengambilan tulang mandibula pada hari ke-30

Pembuatan preparat dengan pengecatan HE

Page 94: Virtika Ayu

4.9 Analisis Data

a. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk analisis statistik (uji

hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki.

b. Uji normalitas

Uji normalitas data tiap kelompok dengan Shapiro-Wilk test karena data

kurang dari 30. Data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05.

c. Uji homogenitas

Uji homogenitas data dilakukan dengan Levene’s Test. Varian data

homogen dengan nilai p>0,05.

d. Uji komparabilitas

Oleh karena data berdistribusi normal maka menggunakan uji antar

kelompok dengan independent t-test.

Pemeriksaan jumlah sel osteoblas dan

kepadatan tulang dari tulang alveolar mandibula

Analisis Data

Page 95: Virtika Ayu

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 32 ekor tikus putih jantan

berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200gr/BB yang terbagi menjadi 2

kelompok yaitu kelompok kontrol P0 (glycerin) dan kelompok P1 (minyak biji

rami 700mg/200grBB) masing-masing berjumlah 16 ekor. Pembahasan ini

meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji komparabilitas.

5.1 Analisis Deskriptif

Analisa deskriptif kedua sampel menggambarkan rerata, range dan

simpang baku dari jumlas osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih jantan yang

diberi perlakuan selama 21 hari. Analisa ini disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Analisis deskriptif jumlah osteoblas dan kepadatan tulang antar kelompok

Variabel n Minimal Maksimal Rerata SB

Jumlah osteoblas (Sel)

Kontrol 16 33 47 36,56 3,483

Perlakuan 16 60 71 64,62 4,288

Kepadatan tulang (µm)

Kontrol 16 350,09 366,76 360,01 4,523

Perlakuan 16 653,66 670,67 662,51 5,495

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rerata jumlah osteoblas kelompok kontrol

adalah 36,56 ± 3,483 sel per 5 lapang pandang, rerata kelompok perlakuan

minyak biji rami adalah 64,62 ± 4,288 sel per 5 lapang pandang. Rerata kepadatan

tulang kelompok kontrol 360,01 ± 4,523 µm per 5 lapang pandang, rerata

Page 96: Virtika Ayu

kelompok perlakuan minyak biji rami adalah 662,51 ± 5,495 µm per 5 lapang

pandang.

5.2 Uji Normalitas Data

Data jumlah osteoblas dan kepadatan tulang pada kelompok kontrol

maupun perlakuan diuji normalitasnya dengan Shapiro-Wilk. Hasilnya

menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 dan

5.3.

Tabel 5.2 Hasil uji normalitas data jumlah osteoblas (sel) antar kelompok

Kelompok Subyek n p Keterangan

Kontrol

Perlakuan

16

16

0,794

0,552

Normal

Normal

Tabel 5.3

Hasil uji normalitas data kepadatan tulang (µm) antar kelompok

Kelompok Subyek n p Keterangan Kontrol

Perlakuan

16

16

0,469

0,479

Normal

Normal

5.3 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih jantan pada

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diuji homogenitasnya dengan

menggunakan Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05),

disajikan pada Tabel 5.4.

Page 97: Virtika Ayu

Tabel 5.4 Hasil uji homogenitas data jumlah osteoblas dan kepadatan tulang

Variabel F p Keterangan

Jumlah Osteoblas (Sel)

Kepadatan Tulang (µm)

1,109

1,838

0,301

0,185

Varian homogen

Varian homogen

5.4 Analisis Komparabilitas

5.4.1 Analisis komparabilitas jumlah osteoblas

Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata jumlah osteoblas tikus

putih jantan antar kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan

dengan independent t-test disajikan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Rerata jumlah osteoblas antar kelompok

Kelompok

Subyek n Rerata Jumlah Osteoblas (Sel) SB Beda

Rerata t p

Kontrol

Perlakuan

16

16

36,56

64,62

3,483

4,288 28,06 20,321 0,001

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata jumlah osteoblas kelompok kontrol

adalah 36,56 ± 3,483 sel per 5 lapang pandang, rerata kelompok perlakuan

minyak biji rami adalah 64,62 ± 4,288 sel per 5 lapang pandang. Analisis

kemaknaan dengan independent t-test nilai p = 0,001 berarti rerata jumlah

osteoblas antar kelompok berbeda bermakna (p<0,05).

5.4.2 Analisis komparabilitas kepadatan tulang

Analisis komparabilitas diuji berdasarkan rerata kepadatan tulang tikus

Page 98: Virtika Ayu

putih jantan antar kelompok kontrol dan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan

dengan independent t-test disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Rerata kepadatan tulang antar kelompok

Kelompok

Subyek n Rerata Kepadatan Tulang (µm) SB Beda

Rerata t p

Kontrol

Perlakuan

16

16

360,01

662,51

4,523

5,498 302,50 169,958 0,001

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata kepadatan tulang kelompok kontrol

adalah 360,01 ± 4,523 µm per 5 lapang pandang, rerata kelompok perlakuan

minyak biji rami adalah 662,51 ± 5,498 µm per 5 lapang pandang. Analisis

kemaknaan dengan independent t-test nilai p = 0,001 berarti bahwa rerata

kepadatan tulang antar kelompok berbeda bermakna (p<0,05).

5.5 Gambaran Histologis Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang antar

Kelompok

a

Page 99: Virtika Ayu

b Gambar 5.1 Gambaran histologis sel osteoblas (anak panah ) pada kelompok kontrol (a), dan pada kelompok perlakuan (b), dengan perbesaran 400x. Pada Gambar 5.1 terlihat jumlah osteoblas pada kelompok perlakuan lebih banyak

dibanding dengan kelompok kontrol.

a b Gambar 5.2 Gambaran histologis kepadatan tulang (anak panah ) pada kelompok kontrol (a), dan pada kelompok perlakuan (b), dengan perbesaran 400x.

Pada Gambar 5.2 terlihat kepadatan tulang dengan struktur trabekulae pada

kelompok perlakuan lebih lebar dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Page 100: Virtika Ayu

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Data Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan 32 ekor tikus putih jantan berumur 2-3 bulan

dengan Galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi dua kelompok yakni

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan minyak bjij rami (700

mg/200grBB). Umur tikus 2-3 bulan bila dikonversikan ke manusia merupakan

umur dewasa muda dimana banyaknya orang-orang melakukan perawatan

ortodontik untuk mengkoreksi maloklusi maupun memperbaiki penampilan pada

usia ini. Digunakan galur Sprague Dawley oleh karena galur ini memiliki sifat

yang lebih tenang saat diberi perlakuan dan lebih baik dalam menangani stres

karena penelitian ini membutuhkan waktu yang agak lama yakni 30 hari. Pada

penelitian ini hanya memakai tikus jantan agar tidak ada pengaruh dari hormon

seperti hormon estrogen.

Induksi LPS untuk membuat periodontitis pada tikus sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indahyani et al. (2010) dan juga

dibuktikan pada penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti bahwa

dalam 8 hari induksi LPS pada sulkus gingiva tikus terjadi periodontitis secara

klinis dan secara histologis terdapat penurunan jumlah osteoblas dan kepadatan

tulang dibandingkan dengan tikus normal. Pada awalnya penelitian ini direncakan

memberi perlakuan minyak biji rami selama 30 hari sesuai penelitian oleh

Boulbaroud et al. (2012) namun pada penelitian pendahuluan yang telah

Page 101: Virtika Ayu

dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa dalam 21 hari, tikus dengan

perlakuan minyak biji rami terlihat mengalami penyembuhan secara klinis

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Uji perbandingan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan

minyak biji rami menggunakan independent t-test. Rerata jumlah osteoblas

kelompok kontrol adalah 36,56 ± 3,483 sel per 5 lapang pandang, rerata kelompok

perlakuan minyak biji rami adalah 64,62 ± 4,288 sel per 5 lapang pandang. Rerata

kepadatan tulang kelompok kontrol adalah 360,01 ± 4,523 µm per 5 lapang

pandang, rerata kelompok perlakuan minyak biji rami adalah 662,51 ± 5,498 µm

per 5 lapang pandang. Uji perbandingan antara kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan minyak biji rami dengan independent t-test menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan bermakna jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih

jantan (p<0,05).

6.2 Pengaruh Minyak Biji Rami terhadap Peningkatan Jumlah Osteoblas

dan Kepadatan Tulang Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley

Berdasarkan hasil penelitian di atas, didapatkan bahwa terjadi peningkatan

jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih jantan secara bermakna pada

kelompok perlakuan yang diberi minyak biji rami per oral disebabkan minyak biji

rami memiliki efek anti-inflamasi. (Kaithwas et al., 2011). Anti-inflamasi pada

minyak biji rami dapat menurunkan mediator dan sitokin pro-inflamasi sehingga

menurunkan aktivitas osteoklastogenesis yang kemudian mengakibatkan jumlah

osteoblas dan kepadatan tulang meningkat.

Page 102: Virtika Ayu

Penyakit periodontal disebabkan karena reaksi inflamasi lokal terhadap

infeksi bakteri pada gigi dan dimanifestasikan oleh rusaknya jaringan pendukung

gigi. Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap bakteri

subgingiva, mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal irreversible sehingga

dapat berakibat kehilangan gigi (Ekaputri dan Masulili, 2010). Periodontitis

merupakan penyakit inflamasi kronis yang diawali oleh kolonisasi bakteri pada

permukaan gigi dan sulkus gingiva. Respon tubuh terhadap infeksi tersebut

mempunyai peranan dalam kerusakan jaringan ikat dan tulang. LPS yang

merupakan endotoksin dari bakteri mampu menginduksi terjadinya

osteoklastogenesis sehingga meningkatkan osteoklas dan menurunkan osteoblas

dan kemudian terjadi resorpsi tulang alveolar (Indahyani et al., 2010; Kajiya et

al., 2010). Jadi terjadinya resorpsi tulang alveolar pada periodontitis tidak hanya

disebabkan oleh endotoksin bakteri berupa LPS namun respon host terhadap

inflamasi juga memegang peranan penting terhadap kerusakan tulang alveolar.

Selain inflamasi disebabkan oleh karena bakteri, diet berlebihan omega-6

juga akan meningkatkan jumlah AA dalam tubuh yang bila disintesis oleh enzim

sikloogsigenase akan menghasilkan prostaglandin (PGE2) yang merupakan

mediator terjadinya inflamasi. Mediator dan sitokin pro-inflamasi ini akan

mengaktifkan osteoklastogenik sehingga terjadi resorpsi tulang alveolar (Calder,

2006). Prostaglandin dalam jumlah sedikit sampai sedang dapat menjaga

homeostasis namun pada keadaan inflamasi kronis oleh karena adanya induksi

bakteri maupun hasil sintesis AA pada diet omega-6, prostaglandin (PGE2)

Page 103: Virtika Ayu

mampu menstimuli mediator maupun sitokin pro-inflamasi dalam proses

osteoklastogenesis (Calder, 2010).

Minyak biji rami mengandung omega-3 ALA yang akan dimetabolisme

oleh tubuh menjadi EPA dan DHA dimana EPA dan DHA maupun ALA dapat

dikatakan sebagi anti-inflamasi karena dapat menurunkan mediator inflamasi.

Omega-3 (EPA dan DHA) mampu menghambat metabolisme AA menjadi

prostaglandin (PGE2) dan LTB4 yang dapat merangsang terjadinya inflamasi

dengan memblokir enzim siklooksigenase, omega-3 juga dapat menggantikan

posisi AA dalam membran fosfolipid sehingga omega-3 dikatakan sebagai anti-

inflamasi. Oleh karena penurunan mediator pro-inflamasi mengakibatkan

pembentukan dan aktivitas osteoklas terhambat sehingga osteoblas melakukan

proliferasi dan diferensiasi untuk menjadi osteoblas yang matur sehingga jumlah

osteoblas meningkat dan kepadatan tulang akan meningkat pula (Calder, 2006;

Indahyani et al., 2010; Mozaffarian dan Wu, 2011). Pada minyak biji rami, sangat

sedikit sekali kandungan EPA dan DHA oleh hasil konversi dari ALA. Masih

sedikit penelitian tentang pengaruh zat aktif ALA terhadap anti-inflamasi. Namun

ada penelitian baru-baru ini oleh Anand dan Kaithwas (2014) mereka menguji

bahan aktif ALA mampu sebagai anti inflamasi secara in vitro.

Minyak biji rami sebagai anti-inflamasi dapat menurunkan mediator pro-

inflamasi seperti TNF-α, IL-1β , IL-6 dan menghambat PGE2 ditunjukkan pada

penelitian oleh Cornish dan Chilibeck (2009), pada masa periode training

(latihan), pada subyek orang dewasa tua menunjukkan kepadatan tulang BMD dan

BMC lebih tinggi pada tulang panggul setelah mengkonsumsi minyak biji rami

Page 104: Virtika Ayu

dengan dosis 14 g per hari selama 12 minggu. Pada studi ini juga terjadi

penurunan interleukin (IL-6) secara signifikan (Cornish dan Chilibeck, 2009).

Diet minyak biji rami yang diberikan pada pria berusia 24 - 44 tahun di Australia

selama 4 minggu mampu menghambat (TNF-α) dan interleukin 1β (IL-1β)

(Caughey et al., 1996). ALA dari minyak biji rami dapat menghambat jalur COX1

dan COX2 sehingga menghambat sintesis AA menjadi PGE2 secara in vitro

menunjukkan bahwa minyak biji rami sebagai anti-inflamasi (Anand dan

Kaithwas, 2014). Penurunan mediator inflamasi dapat pula menurunkan aktivitas

osteoklastogenesis sehingga jumlah osteoblas dapat meningkat begitu pula dengan

kepadatan tulang sesuai dengan hasil penelitian seperti terlihat pada gambar 5.1

dan 5.2

Pada Gambar 5.1 yang ditandai oleh anak panah terlihat jumlah osteoblas

pada kelompok perlakuan lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan

sehingga pembentukan tulang diharapkan akan meningkat. Pada Gambar 5.2 yang

ditandai oleh anak panah terlihat bahwa kepadatan tulang kelompok perlakuan

lebih padat dibandingkan dengan kelompok kontrol ditandai dengan lebih

lebarnya struktur trabekulae dari tulang.

Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian secara in vitro oleh Fang

(2008) dimana minyak biji rami yang mengandung ALA yang tinggi memiliki

efek langsung pada osteoblast-like cells dengan meningkatkan kelangsungan

hidup sel, DNA konten, aktivitas alkali fosfatase, dan ekspresi gen penanda

pembentukan tulang termasuk osteocalcin, osteonectin dan kolagen tipe 1 (Sacco,

2011).

Page 105: Virtika Ayu

Adanya resorpsi tulang juga dapat dilihat dari aktivitas dari ALP maupun

TRAP. Penelitian tikus dengan ovariectomy (OVX) selama 4 minggu, minyak biji

rami dapat mengurangi aktivitas dari parameter tulang trabekulae (ALP dan

TRAP). Terlihat pula adanya perbaikan mikroarsitektur dari tulang (Boulbaroud et

al., 2008). Penurunan aktivitas ALP menunjukkan bahwa adanya peningkatan dari

pembentukan tulang oleh osteoblas sehingga kepadatan tulang meningkat.

Kepadatan tulang pada penelitian ini dengan mengukur ketebalan

trabekulae dengan histopometri. Peningkatan kepadatan tulang didukung pula

oleh penelitian yang telah dilakukan pada tikus dengan OVX dilakukan oleh

Wahba dan Al-Zahrany (2013) dengan memberikan diet minyak biji rami selama

6 minggu menurunkan berat uterine dan femur dan menormalkan tingkatan serum

dari lipid, Ca, P, b-ALP dan Osteocalcin. Minyak ini juga meningkatkan

kepadatan tulang femur dan calcium content. Mereka menyimpulan bahwa diet

minyak ini dapat menimbulkan aktivitas anti-osteoporotik pada tikus betina

dengan ovariectomy (Wahba dan Al-Zahrany, 2013).

Pengamatan secara radiografis dengan DEXA pada tikus jantan dan betina

dengan PKD (Polycistic Kidney Disease) dilakukan uji BMD dan BMC seluruh

tubuh terlihat adanya peningkatan karena diet minyak biji rami selama 12 minggu.

PKD biasanya disertai dengan hipertiroidisme dan tingginya tingkat pengeroposan

tulang (higher bone turnover) (Weiler et al., 2007).

Pada penelitian pada mencit jantan dan betina dengan kondisi inflamasi

usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) selama 9 minggu diberikan diet

minyak biji rami terlihat peningkatan BMD pada tulang femur dan vertebrae,

Page 106: Virtika Ayu

meningkatkan BMC dan kekuatan tulang (bone strenght / peak load) pada tulang

femur. Terjadi penurunan pula terhadap tingkat TNF-α ke tingkat normal. Pasien

dengan keadaan IBD memiliki 40% insiden mengalami fraktur tulang belakang

dan tulang panggul dibandingkan dengan populasi sehat (Cohen et al., 2005).

Pada keadaan diabetes melitus tipe 1, penelitian dilakukan oleh Elwassef

et al. (2009) pada tikus betina ovariectomy dan diabetes melitus tipe 1 selama 60

hari diberikan diet minyak biji rami menormalkan BMD dan BMC, menurunkan

aktivitas ALP dan osteocalcin, menormalkan Insulin-like growth factor-1 dan

Deoxypyridinoline (Elwassef et al., 2009).

Kandungan tertinggi dari minyak biji rami adalah omega-3 ALA. Minyak

biji rami mampu meningkatkan kepadatan tulang didukung pula oleh penelitian

oleh Orchard et al. (2013) pada wanita menopause. Hasil didapat bahwa tingginya

kadar ALA dalam sel darah merah dan juga EPA dapat memprediksikan risiko

fraktur tulang panggul lebih rendah (Orchard et al., 2013).

Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa pemberian minyak biji rami per

oral dengan dosis 700 mg/200grBB merupakan dosis yang paling efektif dalam

meningkatkan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang tikus putih jantan galur

Sprague Dawley dengan periodontitis.

Page 107: Virtika Ayu

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut :

1. Pemberian minyak biji rami per oral dapat meningkatkan jumlah

osteoblas tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan

periodontitis.

2. Pemberian minyak biji rami per oral dapat meningkatkan kepadatan

tulang tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan periodontitis.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah :

1. Disarankan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap peran minyak biji

rami sebagai anti-inflamasi.

2. Diperlukan penelitian terhadap zat aktif minyak biji rami sehingga peran

masing-masing dalam peningkatan jumlah osteoblas dan kepadatan tulang

menjadi jelas.

Page 108: Virtika Ayu

DAFTAR PUSTAKA

Allen, M.R., Burr, D.B. 2013. Techniques in Histomorphometry. In : Burr, D.B.,

Allen, M.R., editors. Basic and Applied Bone Biology. 1st Ed. London. Elsevier Science and Technology Books. p. 135 – 7.

Amin, M.N., Meilawaty, Z., Sandrasari, D. 2010. Prospek Probiotik dalam Pencegahan Agresivitas Resorpsi Osteoklastik Tulang Alveolar yang Diinduksi Lipopolisakarida pada Penyakit Periodontal. Dentika Dental Journal. 15(2) : 150 - 3.

Anand, R., Kaithwas, G. 2014. Anti-inflammatory Potential of Alpha-Linolenic Acid Mediated Through Selective COX Inhibition : Computational and Experimental Data. Inflammation. 37(4) : 1297 - 306.

Anonim. 2013. Omega-6 Omega-3 Ratio. [cited 2013 Des. 7]. Available at : http://omega6.wellwise.org/omega-6-omega-3-ratio.

Ayu, K.V. 2014. “Pemberian Minyak Biji Rami Per Oral (Linum usitatissimum) Meningkatkan Jumlah Osteoblas dan Kepadatan Tulang pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley dengan Periodontitis” (Unpublished).

Bartold, P.M., Cantley, M.D., Haynes, D.R. 2010. Mechanism and Control of Pathologic Bone Loss in Periodontitis. Periodontology 2000. 53 : 55 - 69.

Bascones-Martinez, A., Munoz-Corcuera, M., Noronha, S., Mota, P., Bascones-Ilundain, C., Campo-Trapero, C. 2005. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 14(12) : 680 – 5.

Baziad, A. 2003. Menopause dan Andropause. Jakarta. Sagung Seto. p. 44 - 7. Boulbaroud, S., El-Hessni, A., Azzaoui, F.Z., Mesfioui, A. 2012. Sesame Oil and

Flaxseed Oil Affect Plasma Lipid Levels and Biomarkers of Bone Metabolism in Ovariectomized Wistar Rats. BM. 4(3) : 102 - 10.

Boulbaroud, S., Mesfioui, A., Arfaoui, A., Ouichou, A., El-Hessni, A. 2008. Preventive Effects of Flaxseed and Sesame Oil on Bone Loss in Ovariectomized Rats. PJBS. 11 : 1696 - 701.

Calder, P.C. 2006. N-3 Polyunsaturated Fatty Acids, Inflammation, and Inflammatory Diseases. Am J Clin Nutr. 83 (Suppl.) : 1505S - 19S.

Calder, P.C. 2009. Polyunsaturated Fatty Acid and Inflammatory Processes : New Twist in an Old Tale. Biochimie. 91 : 791 – 5.

Carranza, F.A, Takei, H.H. 2006. Bone Loss and Patterns of Bone Destruction. In : Carranza, F.A., Forrest, J.L., Kenney, E.B., Klokkevold, P.R., Newman, M.G., Novak, M.J., Preshaw, P., Taeki, H.H., editors. Carranza’s. Clinical Periodontology. 10th Ed. St. Louis. Saunder Elsevier. p.456 - 60.

Page 109: Virtika Ayu

Carranza, F.A. 2006. The Periodontal Disease. In : Carranza, F.A., Forrest, J.L., Kenney, E.B., Klokkevold, P.R., Newman, M.G., Novak, M.J., Preshaw, P., Taeki, H.H., editors. Carranza’s. Clinical Periodontology. 10th Ed. St. Louis. Saunder Elsevier. p.154 - 7.

Caughey, G.E., Mantzioris, E., Gibson, R.A., Cleland, L.G., James, M.J. 1996. The Effect on Human Tumor Necrosis Factor-α and Interleukin 1β Production of Diets Enriched in n-3 Fatty Acids from Vegetable Oil or Fish Oil. Am J Clin Nutr. 63(1) : 16 - 22.

Cobb, C.M. 2008. Microbes, Inflammation, Scaling and Root Planing, and the Periodontal Condition. Int J Dent Hygiene. 82 (Suppl. 2) : 4 - 9.

Cochran, D.L. 2008. Inflammation and Bone Loss in Periodontal Disease. J Periodontol. 79(8) (Suppl) : 1569 – 76.

Cohen, S.L., Moore, A.M., Ward, W.E. 2005. Flaxseed Oil and Inflammation-Associated Bone Abnormalities in Interleukin-10 Knockout Mice. JNB. 16 : 368 - 74.

Cole, R.E. 2008. Improving Clinical Decisions for Women at Risk of Osteoporosis: Dual-Femur Bone Mineral Density Testing. JAOA. 108(6) : 289 - 95.

Cornish, S.M., Chilibeck, P.D. 2009. Alpha-Linolenic Acid Supplementation and Resistance Training in Older Adults. Appl Physiol Nutr Metab. 34(1) : 49 - 59.

Cosman, F. 2009. Osteoporosis. Jakarta, Bentang Pustaka. p.37 - 42. Dhaka, V., Gulia, N., Ahlawat, K.S., Khatkar, B.S. 2011. Trans fats—Sources,

Health Risks and Alternative Approach - A Review. J Food Sci Technol. 48 : 534 – 41.

Ekaputri, S., Masulili, S.C. 2010. Cairan Sulkus Gingiva Sebagai Indikator

Keadaan Jaringan Periodontal. Majalah Kedokteran Gigi. 17(1) : 12 – 15. . Eley, B.M., Manson, J.D. 2004. Periodontics. Fifth Edition. United Kingdom.

Elsevier. P.154 – 8. Elwassef, M., Anwar, M., Harvi, M., El-Moneim, M.M.A., El-Saeed, G.S., Salem,

S.I., Wafay, H. 2009. Impact of Feeding Flaxseed Oil on Delaying the Development of Osteoporosis in Ovariectomised Diabetic Rats. IJFSNPH. 2(2) : 189 - 201.

Federer, W. 2008. Statistics and Society : Data Collection and Interpretation. Ed. Ke-2. New York. Markel Deker.

Page 110: Virtika Ayu

Flax Council of Canada. 2007. Weed Control. Available from : http://www.flaxcouncil.ca/english/index.jsp?p=growing5&mp=growing.

Forstein, D.A., Bernardini, C., Cole, R.E., Harris, S.T., Singer A. 2013. Before the Breaking Point: Reducing the Risk of Osteoporotic Fracture. JAOA. 113(2) (Suppl. 1) : S5 - S24.

Griel, A.F., Kris-Etherton, P.M., Hilpert, K.F., Zhao, G., West, S.G., Corwin, R.L. 2007. An Increase in Dietary n-3 Fatty Acids Decreases a Marker of Bone Resorption in Humans. Nutr J. 6(2) : 2 - 10.

Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Irawati, Ramadhani, D., Indriyani, F., Dany, F., Nuryanto, I., Rianti, S.S.P., Resmisari, T., Suyono, Y.J., Pentj) Ed 11, 1032 - 5.

Hicks, R., 2013. Flaxseeds. [cited 2014 April 23] Available from : http://www.webmd.boots.com/vitamins-and-minerals/flaxseed.

Indahyani, D.E., Pudnyani, P.S., Santoso A, Jonarta, A.L. 2003. Pengaruh Diet Minyak Jagung dan Minyak Ikan terhadap Ekspresi Osteoklas Periapikal Gigi pada Tikus. JDI. 10(3) : 31 - 6.

Indahyani, D.E., Santoso, A., Utoro, T., Soesatyo M.H. 2010. Fish Oil Regulates Bone Sialoprotein and Osteopontin in Alveolar Bone Resorption. Naskah Lengkap Joint Scientific Meeting in Dentistry (JSMiD). Surabaya 15 – 16 Mei 2010.

Jump, D.B. 2008. What’s Good About Dietary Fat?. [cited 2014 Okt. 4]. Available from : http://lpi.oregonstate.edu/ss08/fat.html.

Junqueira, L.C., Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar : Teks & Atlas. (Tambayong, J., Pentj) Ed 10, 134 - 6.

Kaithwas, G., Mukherjee A., Chaurasia, A.K., Majumdar, D.K. 2011. Antiinflamatory, Analgesic and Antipyretic Activities of Linum usitatissimum L. (Flaxseed / Linseed) Fixed Oil. IJEB. 49 : 932 - 8.

Kajiya, M., Giro, G., Taubman, M.A., Han, X., Mayer, M.P.A., Kawai, T. 2010. Role of Periodontal Pathogenic Bacteria in RANKL-Mediated Bone Destruction in Periodontal Disease. J Oral Microbiol. 2 : 5532 – 48.

Kim, Y., Ilich, J.Z. 2011. Implications of Dietary α-Linolenic Acid in Bone Health. Nutr J. 27(11) : 1101 - 7.

Korotkova, M., Ohlsson, C., Hanson, L.A., Strandvik, B. 2004. Dietary n-6 : n-3 Fatty Acid Ratio in the Perinatal Period Affects Bone Parameters ini Adult Female Rats. BJN. 92 : 643 - 8.

Kresno, S.B. 2010. Imunologi. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. p. 95, 215-25. Kresser, C. 2010. How Too Much Omega-6 and Not Enough Omega-3 is Making

Us Sick. [cited 2013 Des. 7]. Available from : http://chriskresser.com/how-too-much-omega-6-and-not-enough-omega-3-is-making-us-sick.

Page 111: Virtika Ayu

Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. p. 38 - 45.

Lau, B.Y., Fajardo, V.A., McMeekin, L., Sacco, S.M., Ward, W.E., Roy, B.D., Peters, S.J., LeBlanc, P.J. 2010. Influence of High-Fat Diet From Differential Dietary Sources on Bone Mineral Density, Bone Strenght, and Bone Fatty Acid Composition in Rats. Appl Physiol Nutr Metab. 35(5) : 598 - 606.

Laurence, D.R., Bacharach, A.L. 1993. Evaluation of Drug Activities and Pharmacometrics. London and New York. Academic Press London and New York. p.160 – 1.

Maggio, M., Artoni, A., Lauretani, F., Borghi, L., Nouvenne A., Valenti, G.,

Ceda, GP. 2009. The Impact of Omega-3 Fatty Acids on Osteoporosis. Current Pharmaceutical Design. 15 : 4157 – 64

Mariano, F.S., Sardi, J.C.O., Duque, C., Hofling, J.F., Goncalves, R.B. 2010. The Role of Immune System in the Development of Periodontal Disease : a Brief Review. Rev Odonto Cienc. 25(3) : 300 – 5.

Masyitha, D. 2006. Struktur Mikroskopik Tulang Mandibula pada Tikus Ovariektomi dan Pemberian Pakan Rasio Fosfat / Kalsium Tinggi. Media Kedokteran Hewan. 22(2) : 112 - 7

Mayasari, L. 2012. Minyak Sehat Baru yang Ditemukan dalam Biji Rami. [cited 2013 Nov. 22]. Available from : http://health.detik.com/read/2012/06/04/093415/1931771/763/minyak-sehat-baru-yang-ditemukan-dalam-biji-rami.

Mercola, J. 2011. The Science is Practically Screaming, Don’t Make This Trendy Fat Mistake. [cited 2013 Des. 7] Available from : http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2011/11/11/everything-you-need-to-know-about-fatty-acids.aspx.

Mercola, J. 2012. Major Trouble Ahead – If You Don’t Fix This Deadly Deficiency. [cited 2013 Des. 7]. Availabe from : http://articles.mercola.com/sites/articles/archive/2012/01/12/aha-position-on-omega-6-fats.aspx.

Morris, D.H. 2007. Flax-a Health and Nutrition Primer, Flax Council of Canada. 4th Ed. Canada. Winnipeg MB. p. 6 - 9, 54 – 5.

Mozaffarian, D., Wu, J.H.Y. 2011. Omega-3 Fatty Acids and Cardiovascular Diseases, Effects on Risk Factor, Molecular Pathway, and Clinical Events. J Am Coll Cardiol. 58(20) : 2047 – 67.

Mullaly, B.H. 2004. The Influence of Tobacco Smoking on the Onset of Periodontitis in Young Persons. Tobacco Induced Diseases. 2(2) : 53 - 65.

Page 112: Virtika Ayu

National Library of Medicine. 2011. Bone Density. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bonedensity.html.

Newman, M.G. 2006. The Normal Periodonsium. In : Carranza, F.A., Forrest, J.L., Kenney, E.B., Klokkevold, P.R., Newman, M.G., Novak, M.J., Preshaw, P., Taeki, H.H., editors. Carranza’s. Clinical Periodontology. 10th Ed. St. Louis. Saunder Elsevier. p.57 - 70.

NYU Langone Medical Center. 2013. Flaxseed Oil. [cited 2013 Des. 2]. Availabe from : http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=21715.

Orchard, T.S., Ing, S.W., Lu, B., Belury, M.A., Johnson, K., Wacktawski-Wende, J., Jackson, R.D. 2013. The Association of Red Blood Cell n-3 and n-6 Fatty Acids with Bone Mineral Density and Hip Fracture Risk in The Woman’s Health Initiative. JBMR. 28(3) : 505 - 15.

Page, R.C. 1998. The Pathobiology of Periodontal Disease May Affect Systemic Diseases : Inversion of Paradigm. Ann Periodontol. 3 : 108 – 20.

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials : A Practical Approach. New York: John Wiley & Sons. p.128.

Pratomo, F.A., Padaga, M.C., Pramana, A.W.M. 2012. “Efek Pemberian Tepung

Tulang Ikan Tuna Madidihang (Thunus albacares) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Ovariektomi Berdasarkan Histopatologis Tulang Femur dan Ekspresi TNF-α” (skripsi). Malang : Universitas Brawijaya.

Sacco, S.M. 2011. “Flaxseed and Lower-Dose Estrogen : Studies on Their Protective Actions and Mechanisms in Bone Using the Ovariectomized Rat Model” (dissertation). Toronto. University of Toronto.

Salari, P., Rezale, A., Larijani, B., Abdollahi, M. 2008. A Systematic Review of

the Impact of n-3 Fatty Acids in Bone Health and Osteoporosis. Med Sci Monit. 14(3) : 37 – 44.

Shibata, Y., Fujita, S., Takahashi H., Yamaguchi, A., Koji, Takehiko. 2000. Assessment of Decalcifying Protocols for Detection of Spesific RNA by Non-Radioactive In Situ Hybridization in Calcified Tissues. Histochem Cell Biol. 113 : 153 - 9.

Simopoulos, A.P. 2004. Omega-6/Omega-3 Essential Fatty Acid Ratio and Chronic Disease. Food Reviews International. 20(1) : 77 – 90.

Srinivasan, P.C. 2013. The Role of Inflammatory Cytokines and the RANKL-RANK-OPG Molecular Triad in Periodontal Bone Loss-A Review. J Clin Cell Immunol. 007 (Suppl. 13) : 1 - 8.

Page 113: Virtika Ayu

Tuminah, S. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh “Trans” terhadap Kesehatan. Media Penelit dan Pengembang Kesehat. 19 (Suppl. 2) : S13 - S20.

Wahba, H.M.A., Al-Zahrany, S.H. 2013. Effect of Feeding on Diets Supplemented by Some Vegetable Oils on Blood Lipids and Bone Mineral Content in Osteoporotic Rats. Life Sci J. 10(1) : 1458 - 65.

Wahba, H.M.H., Ibrahim, T.A.A. 2013. Protective Effect of Flaxseed Oil and Vitamin E on Potassium Bromate-Induced Oxidative Stress in Male Rats. IJCMAS. 2(9) : 299 - 309.

Wahyukundari, M.A. 2009. Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8 Setelah Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis Kronis. Jurnal PDGI. 58(1) : 1 - 6.

Wardlaw, G.M. 2003. Contemporary Nutrition : Issues and Insight. 5th Edition. New York. McGraw-Hill Higher Education. p.159 - 61.

Weiler, H.A., Kovacs, H., Nitschmann, E., Bankovic-Calic, N., Aukema, H., Ogborn, M. 2007. Feeding Flaxseed Oil but not Secoisolariciresinol Diglucoside Results in Higher Bone Mass in Healthy Rats and Rats with Kidney Disease. PLEFA. 76(5) : 269 - 75.

Weiss, L.A., Barrett-Conor, E., Muhlen, D.V. 2005. Ratio of n-6 to n-3 Fatty Acids and Bone Mineral Density in Older Adults : the Rancho Bernardo Study. Am J Clin Nutr. 81 : 934 – 8.

Widyastuti, R. 2009. Periodontitis : Diagnosis dan Perawatannya. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi. 6(1) : 20 - 5.

Yang, T.C. 2012. Serat Rami Tidak Sulit Jadi Uang. [cited 2013 Nov. 27]. Available from: http://tekyang.blogspot.com/2012/07/rami.html.

Yovela, Krisnawati. 2009. Penatalaksanaan Kasus Protrusif Gigi Anterior Atas dengan Kelainan Periodontal pada Pasien Dewasa. Indonesian Journal of Dentistry. 16(1) : 25 - 31.

Page 114: Virtika Ayu

Lampiran 1

Page 115: Virtika Ayu

Lampiran 2. Hasil Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan menggunakan 10 ekor tikus. 1 ekor tikus normal. 1

ekor tikus dilakukan induksi LPS E. coli selama 8 hari untuk melihat apakah

dalam 8 hari telah terjadi periodontitis dengan ditandai penurunan osteoblas dan

kepadatan tulang alveolar dibandingkan tikus normal. 2 ekor tikus sebagai

kelompok kontrol (placebo aquadest). 2 ekor tikus dengan perlakuan pemberian

minyak biji rami 0,6 ml (280 mg/200grBB), 2 ekor tikus dengan pemberian

minyak biji rami 1 ml (467 mg/200grBB), 2 ekor tikus dengan pemberian minyak

biji rami 1,5 ml (700 mg/200grBB). Didapatkan hasil bahwa dosis efektif adalah

700 mg/200grBB.

Jumlah Osteoblas (Sel)

Kepadatan Tulang (µm)

Normal 76 680,94

Induksi (LPS 8 hari) 31 258,02

Kontrol 37 371,39

P1 (0,6 ml) 51 501.36

P2 (1 ml) 58 562,23

P3 (1,5 ml) 65 667,34

Page 116: Virtika Ayu

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Konversi Manusia ke Tikus

Pada manusia (70 kg) : 14 g = 14.000 mg/kg BB

Untuk konversi dosis manusia (70 kg) ke tikus (200 gr) dilihat pada tabel

didapatkan 0,018 sehingga : 0,018 x 14.000 = 252 mg/200grBB tikus.

252 mg/200grBB setara dengan 0,54 ml.

Pada penelitian pendahuluan yang peneliti menggunakan dosis 0,6 ml, 1 ml, 1,5 ml. Dosis yang paling efektif adalah 1,5 ml atau setara dengan 700 mg/200grBB.

Page 117: Virtika Ayu

Lampiran 4 : Hasil analisis data dengan SPSS

Descriptives

kelompok Statistic Std. Error

osteoblas kontrol Mean 36.56 .871

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 34.71

Upper Bound 38.42

5% Trimmed Mean 36.46

Median 36.00

Variance 12.129

Std. Deviation 3.483

Minimum 31

Maximum 44

Range 13

Interquartile Range 6

Skewness .464 .564

Kurtosis -.170 1.091

perlakuan Mean 64.62 1.072

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 62.34

Upper Bound 66.91

5% Trimmed Mean 64.69

Median 65.00

Variance 18.383

Std. Deviation 4.288

Minimum 57

Maximum 71

Range 14

Interquartile Range 8

Skewness -.308 .564

Kurtosis -1.035 1.091

Page 118: Virtika Ayu

Case Processing Summary

kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

osteoblas kontrol 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

perlakuan 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

osteoblas kontrol .127 16 .200* .967 16 .794 perlakuan .148 16 .200* .954 16 .552

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

osteoblas kontrol 16 36.56 3.483 .871

perlakuan 16 64.62 4.288 1.072

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed) Mean

Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

osteoblas Equal variances assumed

1.109 .301 -20.321 30 .000 -28.062 1.381 -30.883 -25.242

Equal variances not assumed

-

20.321 28.790 .000 -28.062 1.381 -30.888 -25.237

Page 119: Virtika Ayu

Descriptives

kelompok Statistic Std. Error

kepadatantulang kontrol Mean 3.6001E2 1.13063

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 3.5760E2

Upper Bound 3.6242E2

5% Trimmed Mean 3.6019E2

Median 3.6046E2

Variance 20.453

Std. Deviation 4.52252

Minimum 350.09

Maximum 366.76

Range 16.67

Interquartile Range 5.41

Skewness -.776 .564

Kurtosis .522 1.091

perlakuan Mean 6.6251E2 1.37462

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 6.5958E2

Upper Bound 6.6544E2

5% Trimmed Mean 6.6255E2

Median 6.6362E2

Variance 30.233

Std. Deviation 5.49849

Minimum 653.66

Maximum 670.67

Range 17.01

Interquartile Range 10.03

Skewness -.127 .564

Kurtosis -1.208 1.091

Page 120: Virtika Ayu

Case Processing Summary

kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kepadatantulang kontrol 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

perlakuan 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kepadatantulang kontrol .145 16 .200* .949 16 .469

perlakuan .126 16 .200* .949 16 .479 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kepadatantulang kontrol 16 3.6001E2 4.52252 1.13063

perlakuan 16 6.6251E2 5.49849 1.37462

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variance

s t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

kepadatantulang

Equal variances assumed

1.838

.185

-169.95

8 30 .000

-302.5018

8 1.77986

-306.1368

4

-298.8669

1

Equal variances not assumed

-

169.958

28.923 .000

-302.5018

8 1.77986

-306.1425

2

-298.8612

3

Page 121: Virtika Ayu