Download - PRESUS DM + SNH
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
DIABETES MELITUS DENGAN DISLIPIDEMIA, HIPERTENSI DAN
STROKE NON HEMORAGIK
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal 25 November 2010
Menyetujui
Dokter Pembimbing
(dr. Kuadiharto Sp.PD)
1
BAB I
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. B
Umur : 59 tahun
Alamat : Jl. A.Yani ,Salatiga
Pasien : Rawat Inap
II. ANAMNESIS
a.Keluhan Utama : merasa lemas anggota gerak sebelah kiri dengan
tiba-tiba.
b.Riwayat Penyakit Sekarang : Lidah terasa tebal (+), pundak kiri
terasa kaku (+),nyeri kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-),
sulit bicara (-), kesemutan (-), gangguan bicara (-).
c.Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menderita diabetes mellitus dan
hipertensi sejak 11 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat penyakit
yang sama sebelumnya.
d.Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien menderita diabetes mellitus
dan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang
sama dengan pasien.
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign : TD :190/110mmHg Suhu: 36,3 oC
HR : 84 x/menit
Status Generalis :
1.Pemeriksaan Kepala :
Conjungtiva Anemis (-/-) Sclera Ikterik (-/-)
2.Pemeriksaan Leher :
Pembesaran kelenjar limfonodi (-) JVP tidak meningkat
3.Pemeriksaan Thorak :
Pulmo
Inspeksi : dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi(-)
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus kanan=kiri, tidak
ada massa.
Perkusi : seluruh lapangan paru sonor
Auskultasi : SD: Vesikuler ST: ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
4.Pemeriksaan Abdomen
3
Inspeksi : Simetris, massa ( - ), sikatrik(-),acites (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan ( - ) , defan muscular ( - ) ,hepar
lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+), distensi (-)
5.Pemeriksaan Ekstrimitas : lemah anggota gerak sinistra (+)
6.Pemeriksaan Neurologis : GCS 4-5-6 , RP -/- dan -/- , Kekuatan otot
5/4 dan 5/4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Px. Darah Rutin
WBC : 6 RBC : 5,07 Hb : 14,2 PLT : 232
Px. Kimia Darah
Gula Darah Puasa : 264
Gula Darah 2 jam PP : 315
Ureum : 30
Creatinin : 1,1
Asam Urat : 3
Trigliserid : 122
Cholesterol total : 211
LDL : 151
HDL : 48
SGOT/SGPT : 11 / 16
4
5
V. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
- Diabetes Melitus dengan komplikasi Stroke non hemoragik
- Diabetes Melitus dengan komplikasi Stroke Hemoragik
VI. DIAGNOSIS KLINIS : Diabetes mellitus dengan Hemiplegi Sinistra et
causa Sroke Non Hemoragik disertai hipertensi dan dislipidemia.
VII. TERAPI
- Diltiazem 2 X 1 - Neurodex 3 X 1
- Interpril 1 X 1 - Glucodex 2 X 1
- Gludepatic 2 X 1 - Pletaal 1 X 1
- Aspilet 1 X 1 - Novask 1 X 1
- Neurotam 2 X 3 - Manitol 6 X 50
- Actrapid 3 X 4 - Simvastatin 1 x 2
- Vit. B 12
VIII. USULAN
- CT Scan Kepala
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DIABETES MELITUS
Diabetes Melitus ( DM ) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya. 1
Dibetes Militus dibagi menjadi 2 jenis yaitu Diabetes Militus tipe 1
(IDDM) dan Diabetes Militus tipe 2 (NIDDM).
a. Diabetes Melitus tipe 1 atau Diabetes Melitus tergantung
insulin (IDDM).
Diabetes militus tipe 1 atau diabetes anak-anak dicirikan dengan
hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
pancreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini
dapat diderita oleh anak-anak maupun dewasa. Sampai saat ini, diabetes
tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan
ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1
memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap
awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 ini
adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pancreas.2
7
b. Diabetes Militus Tipe 2 atau Diabetes Militus yang tidak
tergantung Insulin (IDDM)
Diabetes Militus tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe
onset maturitas.3
Diabetes Militus tipe 2 terjadi karena kombinasi kecacatan dalam
produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya
sensitifitas terhadap insulin yang melibatkan reseptor insulin di membran
sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya
sensitifitas terhadap insulin,yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan
berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun jika
DM dibiarkan semakin parah ,sekresi insulin pun semakin berkurang dan
terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Obesitas sentral diketahui
sebagai factor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin.
Kegemukan yang ditemukan kira-kira 90% dari pasien dunia didiagnosis
mengembangkan diabetes militus tipe 2.2
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk
menghasilkaninsulin karena sel-sel beta pan-kreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika
8
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar : akibatnya, glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlabihan
diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penu-runan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan seera makan (Polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi
9
pe-ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II.
Pada penderita DM manifestasi klinis yang ditemukan adalah :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri,
polifagia, turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau
beberapa minggu, pende-rita menajdi sakit berat dan timbul ketosidosis
dan dapat meninggal kalau mendapatkan pengobatan dengan sege -ra,
biasanya diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan
umumnya penderita peka terhadap insulin.
b. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, pada hiperglikemia yang lebih berat, mungkin memperlihatkan
polidipsi, poliuri, lemah, dan somno-len, biasanya tidak mengalami
ketoasidosis, kalau hiperglikemia berat dan idak respon terhadap terapi
diet mung -kin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar
glukosanya. Kadar insulin sendiri mungkin berkurang normal atau
mungkin meninggi tetapi tidak memadai untuk mem-pertahankan kadar
glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen.3
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis,
pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
10
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Walaupun demikian sesuai
dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole
blood), vena atau kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. 1
Pada penderita diabetes mellitus sering mengeluh kesemutan, gatal,
mata kabur, impotensia pada pasien pria serta pruritis vulvae pada pasien
wanita. Jika ada keluhan khas, dan kemudian hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu ≥200mg/dl atau kadar glukosa puasa ≥126 mg/dl,
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis diabetes militus.4
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM
Bukan
DM
Belum
pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
(mg/dl)
Plasma vena < 110 110 - 199 ≥ 200
Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
Kadar glukosa darah puasa
(mg/dl)
Plasma vena < 110 110 - 125 ≥ 126
Darah kapiler < 90 90 – 109 ≥ 110
Pemeriksaan penunjang pada penegakkan diagnosis diabetes
mellitus perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk DM
yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah
tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir
bayi >4.000 gram , riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia.1
11
1. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Empat pilar utama dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus4
1). Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman
tentang perjalanan penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM, penyulit DM dan resikonya, intervensi farmakologis dan
non farmakologis serta target perawatan, interaksi antara ( asupan
makanan, aktifitas fisik, dan obat anti hipoglikemik oral atau insulin serta
obat-obat lain)
2). Terapi gizi medis
Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total, Setiap penderita diabetes sebaiknya mendapat TGM
sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi, prinsip
pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu, juga perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan ( jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin).
3). Latihan jasmani
Kegiatan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam penatalaksanaan
DM tipe 2.
12
Aerobik dapat memperbaiki resistensi insulin dan kontrol glikemik
yang utama pada pasien dan menurunkan faktor resiko kardiovaskuler,
yang berhubungan dengan penurunan berat badan, dan memperbaiki
kesehatan.
4).Obat berkhasiat hipoglikemik
a). Obat Anti Diabetes (OAD) atau Obat Hipoglikemik Oral
(OHO) yang berfungsi untuk merangsang kerja pankreas untuk mensekresi
insulin.
b). Suntikan insulin. Pasien yang mendapat pengobatan insulin
waktu makanannya harus teratur dan disesuaikan dengan waktu pemberian
insulinnya. Makan selingan diberikan untuk mencegah hipoglikemia.4
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut :
a. Komplikasi akut
1).Kronik hipoglikemia
2).Ketoasidosis untuk DM tipe I
3).Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b. Komplikasi kronik
1). Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak
2). Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik dan
nefropati diabetik
3). Neuropati diabetik
4). Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
13
5). Ulkus diabetikum
II. DISLIPIDEMIA
Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid (lemak) dapat
primer (genetik) maupun sekunder (didapat) yang ditandai dengan
peningkatan (hiperlipidemia) atau penurunan kadar lipid dalam darah yang
mempunyai peranan penting dalam pembentukan plak pembuluh darah
(aterosklerosis). Kelainan kadar lemak dalam darah yang utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid, kenaikan kadar
LDL serta penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik).Dislipidemia
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu primer yang tidak jelas penyebabnya dan
sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik,
diabetes mellitus, hipotiroidisme.1
Dislipidemia sendiri tidak menimbulkan gejala tetapi dapat mengarah
ke penyakit jantung dan pembuluh, seperti penyakit jantung koroner dan
penyakit pembuluh arteri perifer. Trigliserid tinggi dapat menyebabkan
pankreatitis akut. Kadar LDL yang tinggi dapat menyebabkan xanthelasma
kelopak mata, arcus corneae.
Penatalaksanaan dislipidemia mencakup non-medikamentosa (tanpa
obat) dan medikamentosa (dengan obat-obatan). Penatalaksanaan yang paling
penting adalah tanpa obat. Pasien melakukan perubahan gaya hidup dengan
cara diet yang baik dengan komposisi makanan seimbang, latihan jasmani
14
(aerobik), penurunan berat badan bagi yang gemuk (obesitas), menghentikan
kebiasaan merokok dan minuman alkohol.
Apabila dengan tatalaksana diatas gagal maka dapat diberikan
tatalakasana dengan obat. Yang termasuk dalam obat penurun lipid adalah
Golongan statin : Simvastatin, Lovastatin, Pravastatin, Fluvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastati.
Golongan resin : Kolestiramin, Kolestipo
Golongan asam nikotinat : Lepas lambat, Lepas cepat
Golongan asam fibrat : Bezafibrat ,Fenofibrat, Gemfibrazil
Penghambat absorbsi kolesterol : Ezetimibe
Kategori risiko berdasarkan kadar lipoprotein pada pasien DM dewasa5
Risiko LDL (mg/d) HDL Trigliseride
(mg/dl)Laki-laki (mg/dl) Wanita (mg/dl)
Tinggi ≥130 < 35 <45 ≥400
Sedang 100 - 129 35 - 45 45-55 150 - 309
Rendah <100 >45 >55 <150
III. HIPERTENSI
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ³ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ³ 90 mmHg, atau apabila pasien memakai obat antihipertensi.
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis,
marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, dan pusing.
15
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi tekanan darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pra hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ³ 160 ³ 100
Penatalaksanaan hipertensi yang cukup efektif adalah modifikasi gaya
hidup, meski harus disertai obat antihipertensi. Langkah-langkah yang dianjurkan
adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (IMT ³
27)
2. Membatasi alkohol
3. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
4. Mengurangi asupan natrium (< 1000 mmol Na.2,4 g
NaCl/hari)
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90
mmol/hari)
6. Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang
adekuat
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol dalam makanan.
IV. STROKE
Stroke merupakan suatu gangguan neurologik fokal atau global yang
sangat mendadak, disebabkan oleh iskemia atau perdarahan (hemoragi),
16
yang terjadi di dalam atau mengelilingi otak yang disebabkan suatu
penyakit pada pembuluh darah otak. Tanda utama stroke adalah tanda
neurologis yang sangat mendadak. Durasi dan beratnya gejala dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan stroke.3, 6,7,8,9
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar
perjalanan penyakitnya. Sesuai perjalanan penyakit tersebut, atau keadaan
riwayat penyakit sementara (yang dijelaskan sebagai pola kronologis
perkembangan klinis, dan regresi tanda dan gejala), maka stroke dapat
dibagi menjadi tiga jenis:
1. serangan iskemik sepintas / transient ischemic attack (TIA) merupakan
gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. progresif (stroke yang sedang berkembang). Perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut.
3. stroke lengkap merupakan gangguan neurologis sejak awal serangan
dengan sedikit perbaikan.3
Berdasarkan patologi anatomi, stroke diklasifikasikan menjadi dua
jenis yaitu stroke hemorragik dan stroke iskemik. Pada stroke hemorragik,
pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita
hipertensi.3
17
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis
ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari
lengkung aorta jantung.
Etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya stroke antara lain
adalah3:
1. Trombosis
Merupakan penyebab utama terjadinya stroke. Trombosis akan
menyebabkan kerusakan lokal pada dinding pembuluh darah karena
atherosklerosis. Pembuluh darah yang berisiko terjadinya atherosklerosis
adalah arteri karotis interna, arteri vertebralis, serta arteri basilaris.
2. Embolisme
Embolisme serebri muncul pada pasien dengan usia yang lebih
muda daripada trombosis. Emboli serebri kebanyakan muncul dari suatu
trombus dari jantung, sehingga masalah sebenarnya adalah penyakit
jantung pada pasien. Tempat yang paling sering mengalami emboli serebri
adalah arteri serebri media.
3. Perdarahan serebri
18
Merupakan 10% penyebab utama stroke. Perdarahan intrakranial
biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri.
Banyak pola kebiasaan hidup pada pasien yang dapat menjadi
faktor risiko terjadinya stroke, yaitu faktor risiko yang masih dapat
dimodifikasi, antara lain adalah usia (insidensi stroke meningkat seiring
dengan pertambahan usia), jenis kelamin (mayoritas terjadi pada pria), ras
(banyak terjadi pada orang Afro-Amerika), serta kemungkinan pola
familial pada pasien.6
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah6,7:
1. Hipertensi
Merupakan faktor risiko terkuat untuk terjadinya stroke.
Peningkatan tekanan darah sistol atau diastol (maupun keduanya) akan
meningkatkan risiko stroke dengan cara mempercepat progresi
atherosklerosis dan merupakan predisposisi penyakit venula atau arteriola.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes mempercepat terjadinya stroke, dan akan dijumpai
atherosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar, dan muncul lebih dini.
3. Penyakit Jantung
Kira-kira 75% pasien stroke juga menderita satu atau lebih
penyakit jantung berikut ini: Penyakit jantung koroner, abnormalitas EKG,
kardiomegali, atau gagal jantung kongestif.
4. Abnormalitas Lipid dalam Serum
19
Kadar trigliserida, kolesterol, LDL, maupun HDL yang tidak
normal dalam serum merupkan faktor yang lebih besar untuk terjadinya
penyakit arteri koroner dibandingkan untuk penyakit serebrovaskular.
5. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor predisposisi yang kuat untuk
terjadinya perdarahan subarakhnoid dan infark serebral.
6. Alkoholisme
Orang yang mempunyai kebiasaan minum minuman beralkohol
sebanyak 2 gelas per hari akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan
subarakhnoid.
Gejala neurologi yang timbul pada saat terjadi stroke tergantung berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Hal ini dapat terjadi
pada :
1. Sistem karotis
Gangguan penglihatan (Amaurosis fugaks / buta mendadak)
Gangguan bicara (afasia atau disfasia)
Gangguan motorik (hemiparese / hemiplegi kontralateral)
Gangguan sensorik pada tungkai yang lumpuh
2. Sistem vertebrobasiler
Gangguan penglihatan (hemianopsia / pandangan kabur)
Gangguan nervi kraniales
Gangguan motorik
Gangguan sensorik
20
Koordinasi
Gangguan kesadaran
Cara menegakkan diagnosis Stroke adalah dengan :
1. Anamnesa, dapat memberikan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal
2. Melakukan pemeriksaan fisik neurologik
3. Skoring untuk membedakan jenis stroke :
- Skor Siriraj :
( 2,5 x derajat kesadaran ) + ( 2 x vomitus ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1
x tekanan diastolik ) – ( 3 x petanda ateroma ) – 12 =
Hasil : SS > 1 = Stroke Hemoragik
-1 > SS > 1 = perlu pemeriksaan penunjang ( Ct- Scan )
SS < -1 = Stroke Non Hemoragik
Keterangan : - Derajat kesadaran : sadar penuh (0),somnolen (1), koma (2)
- Nyeri kepala : tidak ada (0), ada (1)
- Vomitus : tidak ada (0), ada(1)
- Ateroma: tidak ada penyakit jantung,DM (0),ada (1)
- Algoritma Gadjah Mada
Dengan
Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski + YA stroke
perdarahan
21
TIDAK
Penurunan kesadaran +, sakit kepala +, refleks Babinski - YA stroke
perdarahan
TIDAK
Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski - YA stroke
perdarahan
TIDAK
Penurunan kesadaran +, sakit kepala -, refleks Babinski + YA stroke
perdarahan
TIDAK
Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski + YA stroke
perdarahan
TIDAK
Penurunan kesadaran -, sakit kepala +, refleks Babinski - YA stroke
perdarahan
TIDAK
Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski + YA stroke iskemik
22
TIDAK
Penurunan kesadaran -, sakit kepala -, refleks Babinski - YA stroke iskemik
- Skor Stroke Djoenaedi
Gejala klinis Onset Nilai
1. TIA sebelum serangan 1
2. permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5
Mendadak (menit- 1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5
Istirahat/duduk/tidur 1
Bangun tidur 1
4. sakit kepala Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
5. muntah Langsung sehabis serangan 10
Mendadak (menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari / >) 1
Tidak ada 0
6. kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10
Menurun mendadak (menit-jam) 10
23
Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1
Menurun sementara lalu sadar lagi 1
Tidak ada gangguan 0
7. tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu serangan tinggi (>140/100) 1
Waktu MRS tinggi (>140/100) 1
8.tanda rangsangan selaput otak Kaku kuduk hebat 10
Kaku kuduk ringan 5
Kaku kuduk tidak ada 0
9. pupil Isokor 5
Anisokor 10
Pinpoint kanan/kiri 10
Medriasis kanan/kiri 10
Kecil dan reaksi lambat 10
Kecil dan reaktif 10
10. fundus okuli Perdarahan subhialoid 10
Perdarahan retina(flame shaped) 7,5
Normal 0
TOTAL SKOR : > 20 Stroke Hemoragik
< 20 Stroke Non hemoragik
Diagnosis banding PIS, PSA, dan SNH
24
Gejala KlinisSH
SNHPIS PSA
1. Gejala defisit fokal
2. Permulaan (onset)
3. Nyeri Kepala
4. Muntah pada awalnya
5. Hipertensi
6. Kesadaran
7. Hemiparesis
Berat
Menit/jam
Hebat
Sering
Hampir selalu
Bisa hilang
Sering sejak
awal
Ringan
1-2 menit
Sangat hebat
Sering
Biasanya tidak
Bisa hilang
sebentar
Permulaan tidak
ada
Berat/ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan/tidak ada
Tidak,kecuali
lesi di batang
otak
Selalu
Bisa hilang/
tidak
Sering dari awal
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
1. Scan tomografik, sangat membantu diagnosis dan membedakannya
dengan perdarahan terutama pada fase akut.
2. Angiografi serebral ( karotis atau vertebral ) untuk membantu
membedakan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tidak jelas.
3. Pemeriksaan Likuor serebrospinalis : seringkali dapat membantu
membedakan infark, perdarahan otak, baik PIS maupun PSA.
4. Laboratorium : Bila curiga perdarahan tes koagulasi ( HT, HB, PTT,
25
Protrombin Time), Trombosit, Fibrinogen, GDS, Cholesterol, Ureum
dan Kreatinin.
5. EKG (Elektrokardiogram ) : Untuk menegakkan adanya miokard
infark, disritmia (terutama atrium fibrilasi) yang berpotensi
menimbulkan stroke iskemik atau TIA.
6. Foto Rongten Thorax
Prinsip penatalaksanaan stroke memiliki 3 tujuan, yaitu:
1. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah
iskemik non infark.
2. Memperbaiki cedera otak.
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel
didaerah penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang
glutamat.
Penatalaksanaan umum pasien stroke:
a. Aktifitas
Bed rest dibutuhkan untuk penghematan energi dan menurunkan
metabolisme, sehingga tidak meningkatkan metabolisme otak yang akan
memperburuk kerusakan otak. Kepala dan tubuh atas dalam posisi
300dengan bahu sisi yang lemah diganjal bantal.
b. Perawatan
Prinsip 5 B, yaitu:
1. Breathing (pernapasan)
26
a. Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik
akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing ataupun sebagai akibat
strokenya sendiri.
b. Melakukan oksigenasi.
2. Blood (tekanan darah)
a. Mengusahakan otak tetap mendapat aliran darah yang cukup.
b. Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada
masa akut karena akan menurunkan perfusi ke otak.
3. Brain (fungsi otak)
a. Mengatasi kejang yang timbul.
b. Mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial yang tinggi.
4. Bladder (kandung kemih)
Memasang kateter bila terjadi retensi urin.
5. Bowel (pencernaan)
a. Mengupayakan kelancaran defekasi.
b. Apabila tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT.
c. Medikasi
Pada pasien stroke non hemoragik:
1. Neuroprotektif
Neuroprotektif untuk mempertahankan fungsi jaringan yang dapat
dilakukan dengan cara hipotermia dan atau obat neuroprotektif.
a. Hipotermia
27
Cara kerja metode ini adalah menurunkan metabolisme dan kebutuhan
oksigen sel- sel neuron. Dengan demikian, neuron terlindung dari
kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas
yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah
cedera sel neuron.
b. Obat neuroprotektif
Obat ini berfungsi untuk menurunkan metabolisme neuron, mencegah
pelepasan zat- zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil respon
hipereksitatorik yang merusak dari neuron- neuron di penumbra iskemik
yang mengelilingi daerah infark pada stroke. Jenis obat neuroprotektif,
antara lain antagonis kalsium, anatagonis glutamat, dan antioksidan.
2. Trombolisis
Trombolisis dapat membatasi atau memulihkan iskemia akut yang
sedang berlangsung (3-6 jam pertama), misalnya dengan rt-
PA (recombinant tissue- plasminogen). Pengobatan ini hanya boleh
diberikan pada stroke iskemik dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil
CT scan normal.
3. Antikoagulasi
Antikoagulasi untuk mencegah terjadinya gumpalan darah dan
embolisasi trombus dan untuk penderita yang mengalami kelainan jantung,
namun memiliki efek samping trombositopenia.
4. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard. Bila fibrilasi atrium respons cepat, maka dapat diberikan
28
digoksin 0,125- 0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amidaron 200 mg drips dalam 12 jam.
5. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh diturunkan
dengan cepat karena akan memperluas infark dan perburukan neurologist.
Aliran darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat
bermanfaan bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal (penumbra
iskemik). Tetapi tekanan darah terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark
hemoragik dan memperhebat edema serebri.
Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran
selang 15 menit:
a) Sistolik > 220 mmHg
b) Diastolik > 120 mmHg
c) Tekanan arteri rata- rata >140 mmHg
d. Nutrisi
1. Mengontrol edem serebri dengan pembatasan cairan atau penggunaan
manitol.
2. Pada 24 jam pertama diberikan cairan emergensi intravena dan
selanjutnya diberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai kebutuhan.
3. Pasien gangguan menelan atau gangguan kesadaran diberikan makanan
cair melalui pipa nasogastrik (NGT).
4. Jumlah total kalori pada fase kut 25 kkal/kgBB/hari dengan komposisi
lemak 30-35%, protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari dan atau sesuai keadaan.
e. Observasi Umum dan Tanda Vital
29
Observasi neurologis dan tanda vital secara rutin pada 24-48 jam
pertama dengan tujuan mengetahui sejak awal komplikasi medis atau
neurologis yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas stroke.
f. Fisioterapi
a. Mobilisasi untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT) maupun
kompikasi pulmonal.
b. Pasien imobil latihan ruang lingkup sendi untuk mencegah kontraktur.
c. Fisioterapi dada, fungsi menelan, dan berkemih.
g. Terapi wicara
Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia
dengan stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual,
terapi intonasi melodik, dan sebagainya.
h. Terapi depresi
Depresi diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak
mengganggu fungsi kognitif.
i. Edukasi
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai stroke,
sehingga dapat mengendalikan factor- factor resiko yang dapat mencetuskan
timbulnya stroke berulang.
30
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan tinjauan pustaka, maka kasus pada pasien dapat kita
analisis sebagai berikut. Pasian datang dengan keluhan lemas pada anggota gerak
sebelah kanan. Berdasarkan anamnesis diketahui lidah terasa tebal, pundak kiri
terasa kaku ,nyeri kepala disangkal, pusing disangkal, mual disangkal, muntah
disangkal, tidak sulit bicara, kesemutan disangkal, tidak ada gangguan
penglihatan. Pasien menderita diabetes mellitus dan hipertensi sejak 11 tahun
yang lalu. Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Dari riwayat
penyakit keluarga ibu pasien menderita diabetes mellitus dan di dalam keluarga
tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Dari pemeriksaan fisik dan neurologis didapatkan adanya tekanan
darah 190 / 110 mmHg, kelemahan anggota gerak bagian kiri dan GCS 4-5-6 , RP
-/- dan -/- , Kekuatan otot 5/4 dan 5/4. Dengan sistem skor Siriraj
(2,5 X 0) + (2 X 0) + (2 X 0 ) + (0,1 X 110) – (3 X 1) – 12 = - 4
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :
Gula Darah Puasa : 264
Gula Darah 2 jam PP : 315
Trigliserid : 122
Cholesterol total : 211
LDL : 151
31
Berdasarkan gejala – gejala klinis, pemeriksaan fisik dan neurologis
yang ditemukan pada pasien ,perhitungan skor Siriraj serta hasil pemeriksaan
laboratorium maka dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami Stroke Non
Hemoragik dengan hipertensi serta Diabetes Mellitus dan dislipidemia.
Terapi yang diterima pasien adalah sebagai berikut :
- Diltiazem 2 X 1 - Neurodex 3 X 1
- Interpril 1 X 1 - Glucodex 2 X 1
- Gludepatic 2 X 1 - Pletaal 1 X 1
- Aspilet 1 X 1 - Norvasc 1 X 1
- Neurotam 2 X 3 - Manitol 6 X 50
- Actrapid 3 X 4 - Simvastatin 1 x 2
- Vit. B 12
Diltiazem adalah derivate benzothiazin berkhasiat untuk vasodilatasi,
digunakan pada pasien hipertensi , angina stabil dan aritmia tertentu.. Interpril
berguna sebagai terapi tambahan terhadap digitalis atau diuretic untuk gagal
jantung kongestif. Gludepatic dan glucodex pada pasien berguna sebagai obat anti
diabetes. Neurodex berguna sebagai obat neurotropik bersama dengan vit B 12.
Aspilet pada pasian stroke non hemoragik berguna sebagai antiplatelet sehingga
menghambat pembentukan thrombus. Pletaal berguna untuk memperlambat
perkembangan penyempitan arteri di otak. Neurotam merupakan golongan obat
neuroprotektif berfungsi untuk menurunkan metabolisme neuron, mencegah
pelepasan zat- zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil respon
hipereksitatorik yang merusak dari neuron- neuron di penumbra iskemik yang
32
mengelilingi daerah infark pada stroke. Manitol berguna untuk anti edema
cerebral.Simvastatin adalah obat golongan statin yang berguna untuk menurunkan
lipid. Actrapid adalah golongan insulin. Norvasc (amlodipine) adalah calcium
channel blocker digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan angina.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo,Aru W,et al, eds., 2006 : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu
Penyakit Dalam : Jakarta , vol. III, hlm. 1857-1859 ; 1926- 1932
2. Maulana, Mirza., 2008 : Mengenal Diabetes Melitus, Jogjakarta, Kata Hati ,
hlm. 44- 64
3. Price SA, Wilson LM., 1992 : Pathophysiology. Clinical Concepts of Clinical
Disease Processes. 4th edition. Mosby Yearbook Inc. Philadelphia.. hlm. 964-
972
4. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PERKENI ). 2006: Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006.
Jakarta
5. American Diabetes Association., 2002: Management of dyslipidemia in adults
with diabetes (Position Statement).Diabetes Care 25 (Suppl. 1):S74–S77.
6. Bussy RK., 1995: Merritt’s Textbook of Neurology. 9th edition. Williams and
Wilkins. Philadelphia.hlm.227-242.
7. Markam S. ,1992 :Penuntun Neurologi. 2nd edition. Binarupa Aksara. Jakarta.
Hlm. 154-203.
8. Chandrasoma P, Taylor CA., 1995: Concise Pathology. 2nd edition. Appleton
and Lange. Connecticut.hlm. 912-918.
9. Gilroy J.2000: Basic Neurology. 3rd edition. The McGraw-Hill Companies.
New York. hlm. 231-236.
34