snh dm dr.hamidah

42
REFLEKSI KASUS KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu penyakit saraf Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak STROKE NON HEMORAGIK DENGAN DIABETES MELITUS Disusun oleh Ardiriawan 01.208.5609 Pembimbing : dr. Hamidah, Sp.S, M.Si.Med FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Upload: fahroni-erlianur

Post on 21-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

SNH DM Dr.hamidah

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik

Ilmu penyakit saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

STROKE NON HEMORAGIK DENGAN DIABETES MELITUS

Disusun oleh

Ardiriawan

01.208.5609

Pembimbing :

dr. Hamidah, Sp.S, M.Si.Med

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014

DAFTAR MASALAH

No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif

1. Hemiparese dekstra spastik 2 Juni 2014

2. Hipertensi 2 Juni 2014

3. Diabetes Mellitus 2 Juni 2014

A. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Ny. S

2. Umur : 44 tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. No CM : 073409

5. Agama : Islam

6. Pendidikan : SD

7. Pekerjaan : swasta

8. Status : menikah

9. Diantar oleh : keluarga

10. Tanggal Masuk : 2 Juni 2014

B. SUBJEKTIF

Anamnesa dilakukan secara allo dan autoanamnesis pada tanggal 2 Juni 2014 di bangsal

Teratai.

1. Keluhan Utama : Pusing berputar sebelum jatuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Lokasi : Kepala

Onset : 3 hari SMRS, ketika pasien sedang beristirahat

Kualitas : Aktivitas sehari-hari terganggu dan berjalan dibantu keluarga

Kuantitas : Pasien merasakan pusing berputar, bicara pelo, belom pernah sakit

seperti ini sebelumnya.

Faktor yang memperberat : bangun dari tempat tidur,berdiri dan berjalan

Faktor yang memperingan : istirahat/tiduran

Gejala lain : bicara pelo(+) mual (+), muntah (+), demam (-)

penurunan kesadaran (-).

3. Kronologis : 3 hari SMRS pasien mengeluh pusing berputar

pada saat membuka mata setelah bangun tidur. Kemudian disertai mual tapi muntah 2

kali. 2 hari yang lalu pasien mulai pelo saat berbicara.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sama : disangkal

Riwayat Hipertensi : ada

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Penyakit Paru : disangkal

Riwayat DM : ada

Riwayat Stroke : disangkal

Riwayat Kejang : disangkal

Riwayat penyakit maag : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Hipertensi : ada (ayah)

- Riwayat Penyakit Jantung: disangkal

- Riwayat Penyakit Paru : disangkal

- Riwayat DM : ada (ibu)

- Riwayat Stroke : disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi

Kesan ekonomi : menengah, untuk biaya kesehatan ditanggung sendiri

C. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status PresentKeadaan Umum : baik

Kesadaran : composmentis GCS 15 E4M6V5

Vital Sign :

Tensi : 160/100 mmHg Nadi : 95 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,8 0C

b. Status Internus Kepala : Mesocephale, nyeri tekan (-), alopesia (-) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil (bulat, isokor

bulat, ø 3mm) Leher :o Sikap : Simetris

o Pergerakan : Normal

o Pembesaran kelenjar limfe : (-)

o Kaku kuduk : (-)

Jantung : irama regular, bising jantung (-), mur-mur (-), gallop (-)

Paru : suara vesikuler, suara tambahan (-) Abdomen : kulit normal, cembung, bising usus (+), timpani, nyeri tekan

epigastrik (-) Extremitas :

Superior Inferior

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

Oedem -/- -/-

Capillary refill <2”/ <2” <2”/ <2”

c. Status Psikikuso Cara berpikir : Realistis

o Perasaan hati : Euthyme

o Tingkah laku : Normoaktif

o Ingatan : Baik

o Kecerdasan : Baik

d. Status Neurologikus1. N.I ( OLFAKTORIUS)

Subjektif : anosmia (-)2. N II ( OPTIKUS)

tajam penglihatan : tidak dilakukan lapang penglihatan : normal melihat warna : normal funduskopi : tidak dilakukan

3. N III ( OKULOMOTORIUS ), N IV (TROKLEARIS ), N VI (ABDUCENS )Dx Sx

Pergerakan bulbus N N

Nistagmus - -

Eksoftalmus - -

Strabismus - -

Pupil bulat,isokor,ø 3mm bulat,isokor,ø 3mm

Refleks terhadap sinar + +

Refleks konvergensi + +

Melihat kembar - -

4. N V ( TRIGEMINUS )Sensibilitas taktil dan nyeri muka : normal, simetris

5. N VII (FACIALIS)Dx Sx

Mengerutkan dahi + +

Menutup mata + +

Menahan rangsang membuka mata + +

Menyeringai + +

Mencucu/bersiul + +

Pengecapan lidah 2/3 + +

6. N VIII (VESTIBULOCOCHLEARIS)Dx Sx

JENTIK JARI + +

TES WEBER tidak dilakukan tidak dilakukan

TES RINNE tidak dilakukan tidak dilakukan

7. N IX (GLOSSOPHARINGEUS)Pengecapan 1/3 posterior lidah : (+) Normal

Arkus faring : normal, simetrisSengau : (-)

8. N X ( VAGUS )Arkus faring : simetris

Berbicara : sengau (-)

Menelan : normal

Nadi : 91 x/menit reguler

9. N XI (ACCESORIUS )Mengangkat bahu : +/+

Memalingkan kepala : simetris

10.N XII ( HYPLOGOSSUS )Pergerakan lidah : normal

Tremor lidah : (-)

Artikulasi : disartria

Lidah : deviasi ke kiri

e. Badan dan Anggota Gerak1. BADAN

MOTORIK

Respirasi : normal Duduk : normalSENSIBILITAS

Taktil : +/+ Nyeri : +/+ Thermi : tidak dilakukan Diskriminasi 2 titik : +/+

2. ANGGOTA GERAK ATASMOTORIK

Motorik Dx Sx

Pergerakan B B

Kekuatan (5) (1)

Tonus Normotonus Normotonus

Trofi Eutrofi Eutrofi

Klonus - -

SENSIBILITAS

Dx Sx

Taktil Dbn Dbn

Nyeri Dbn Dbn

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik Dbn Dbn

REFLEK

Dx Sx

Biceps N

Triceps N

Hoffman - -

Trommer - -

3. ANGGOTA GERAK BAWAHMOTORIK

Motorik Dx Sx

Pergerakan B B

Kekuatan (5) (1)

Tonus Normotonus Normotonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

SENSIBILITAS

Dx Sx

Taktil Dbn Dbn

Nyeri Dbn Dbn

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik Dbn Dbn

REFLEK

Dx Sx

Patella ↓ ↓

Achilles ↓ ↓

Babinski - -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Gonda - -

Bing - -

Rossolimo - -

Mendel-Bechtrew - -

f. Gerakan Abnormal Tremor : -

g. Alat Vegetatif Miksi : dbn Defekasi : dbn

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium Darah : (tgl 2 Juni 2014 )Hemoglobin : 15,6 g%

Leukosit : 8800 /ul

Hematokrit : 40 /ul

Trombosit : 289000 /ul

Hitung jenis Leukosit

N segmen : 61

Limposit : 35

Monosit : 4

Gula Darah Sewaktu : 223

Gula Darah Puasa : 135

Gula darah 2 PP : 147

Ureum : 23

Creatinin :1,02

Kalium : 3,95 mmol/L (3,6-5,5)

Natrium : 136,0 mmol/L (135-155)

Clorida : 106,8 mmol/L (75-108)

Mg : 2,0 mmol/L

(Tgl 2 Juni 2014)

Cholesterol total : 180 mg%

Trigliserida : 96 mg%

Asam Urat : 5,6 mg%

E. RESUME

Anamnesis dilakukan secara allo dan autoanamnesis pada tanggal 2 juni 2014 dibangsal Teratai.

Pasien mengeluh pusing berputar, mual, tapi muntah 2 kali Pasien tidak pernah sakit seperti ini Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan reflek fisiologis pada anggota gerak kiri

atas pada bagian triscep. Dan didapatkan penurunan reflek fisiologis di anggota gerak bawah. Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan kelainan bermakna berupa kenaikan nilai gula darah puasa dan 2 jam post pandrial.

Siriraj Stroke Score o Kesadaran : 2,5 x 0 = 0

o Muntah : 2 x1 = 2

o Nyeri kepala : 2 x 2 = 4

o Diastolik : 0,1 x 90 = 9

o Ateroma : -3 x 1 = -3

o Konstanta : -12 +

o Skor 0

Suspect Stroke Non Hemoragik

F. ASSESMENT

1. D/ Klinis Hemiparese dextra UMN / fase diasesis / kena sel motorik

(motor neuron di kortek serebri).

Paresis nervus XII sentral Sinistra

Paresis nervus VII sentral Dextra

D/ Topis : hemisfer serebri gyrus postcentralis dextra

D/ Etiologis : suspek SNH trombosis

2. Diagnosa lain : hipertensi grade I

Diabetes Mellitus

G.PLANNING

1. Stroke

Medikamentosa

Infus RL + sohobal 1 amp/24 jam Inj. Ranitidin 2x1 ampul Inj. piracetam 3x3 gr Aspilet 80 mg ,1x1 Citicolin 2x500mg Neurotropik : (B1, B6, B12) 3X1

Non Medikamentosa :

Konsultasi ke ahli Gizi untuk menentukan diet rendah garam dan

rendah lemak.

Monitoring :

Keadaan umun, tanda-tanda vital serta perbaikan gejala dan tanda.

Edukasi :

Menjelaskan penyakit yang diderita kepada pasien dan

keluarganya.Cukup istirahat (tirah baring), atur pola makan, tenangkan

pikiran dan minum obat secara teratur. Rutin menjalankan fisioterapi

dan kontrol rutin di poliklinik syaraf. Berikan dukungan kepada pasien.

Pemeriksaan penunjang

o Pemeriksaan darah lengkap

o EKG

o CT scan

2. Hipertensi

Medikamentosa

o Tidak diberikan terlebih dahulu, tetapi setelah fase akut (7-10 hari) tetap

diberikan Non medikamentosa

o Diet rendah garam dan lemak

Monitor

o Vital sign dan KU serta tekanan darah

Edukasi

o istirahat yang cukup

o olahraga teratur

o hindari kegiatan yang melelahkan

o menghindari stress

o konsul ke dokter secara teratur

Non medikamentosa

o Diet rendah kalori

o Diet rendah gula

o Diet rendah lemak

Monitor

o Vital sign dan KU serta gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula

darah post pandrial.

3. Diabetes Mellitus

Medikamentosa

Metformin 0,5mg 2x1

Monitor

o Cek Gula Darah sewaktu setiap pagi

o Cek ulang HBA1c

Edukasi

o istirahat yang cukup

o menghindari stress

o konsul ke dokter secara teratur

Non medikamentosa

o Diet rendah kalori

o Diet rendah gula

o Diet rendah lemak

Monitor

o Vital sign dan KU serta gula darah sewaktu, gula darah puasa, dan gula

darah post pandrial.

H.PROGNOSAAd sanam : dubia ad bonam

Ad vital : dubia ad bonam

Ad fungsional : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

1. Stroke

1. 1. Defenisi Stroke

Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi

serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung

lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.

1. 2. Epidemologi Stroke

Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit

jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600 per

100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445

per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,

prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk

(WHO, 2006)

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan penyebab

kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker (Purve,

2004). Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke dan 150.000

meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/ 100.000 (Davis, 2005).

Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang

disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007,

prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah

didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia

dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua

(3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).

1. 3. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan atas jenisnya, stoke dibagi atas:

Stroke jenis ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian

menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan

oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di

luar otak yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang tersering

didapatkan, sekitar 80% dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan oleh

berbagai hal yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak antara lain, syok, hipovolemia,

dan berbagai penyakit lain.

Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. Stroke jenis ini diakibatkan oleh

pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan atas: perdarahan intraserebral,

subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007).

1. 4. Faktor Risiko Stroke

a. Usia

Usia adalah faktor risiko tunggal terpenting. Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun

dan 70% terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk

setiap dekade setelah usia 55 tahun.

b. Hipertensi

Setelah usia, hipertensi adalah faktor risiko stroke terkuat. Faktor risiko meningkat seiring

dengan peningkatan tekanan darah. Di Framingham, faktor risiko relatif stroke untuk

peningkatan 10 mmHg sistolik adalah 1,9 untuk pria dan 1,7 untuk wanita setelah faktor

risiko stroke yang lain dikontrol. Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya

mempercepat terjadinya aterosklerosis (Houston, 2000). 1. Stroke Non hemoragik 2. Stroke

Hemoragik

c. Jenis kelamin

Infark dan stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada wanita. Perbedaan ini

terjadi terutama pada usia kurang dari 65 tahun.

d. Riwayat keluarga

Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi kembar monozigot dibandingkan

dengan kembar dizigot yang secara genetik memiliki predisposisi terhadap stroke. Study

cohort pada kelahiran di Swedia pada tahun 1913 menunjukkan peningkatan tiga kali lipat

insidensi stroke pada orang yang ibunya meninggal karena stroke, dibandingkan dengan

orang tanpa riwayat maternal seperti itu.

e. Diabetes Melitus

Setelah faktor-faktor risiko stroke lainnya telah terkontrol, diabetes meningkatkan risiko

stroke tromboembolik sekitar dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan orang tanpa

diabetes. Diabetes merupakan predisposisi terhadap iskemik serebral dengan mempercepat

aterosklerosis pada pembuluh darah besar seperti arteri koroner atau karotis atau dengan efek

lokal pada mikrosirkulasi serebral.

f. Penyakit jantung

Individu dengan penyakit jantung jenis yang mana saja mempunyai risiko lebih dari dua kali

terkena stroke dibandingkan dengan orang dengan fungsi jantung normal. Penyakit arteri

koroner merupakan indikator kuat keberadaan penyakit vaskular aterosklerotik dan

berpotensi menjadi sumber emboli. Penyakit jantung kongestif, Penyakit jantung hipertensi

Berhubungan dengan peningkatan stroke. Fibrilasi atrial berperan kuat dalam stroke emboli

dan fibrilasi atrial meningkatkan risiko stroke hingga 17 kali.

g. Merokok

Beberapa laporan termasuk sejumlah meta analisis menunjukkan bahwa merokok sigaret

meningkatkan risiko stroke pada semua usia dan kedua jenis kelamin. Derajat risiko

berkorelasi dengan jumlah komsumsi rokok sigaret (Tsementzis, 2000).

h. Obstructive sleep apnea syndrome

Obstructive sleep apnea syndrome secara bermakna meningkatkan risiko stroke dan kematian

serta menjadi faktor dependen risiko lain seperti hipertensi (Yaggi, 2005).

i. Peningkatan hematokrit

Peningkatan viskositas menyebabkan simptom stroke ketika hematokrit melebihi 55%.

Penentu utama viskositas whole blood adalah sel darah merah, protein plasma, serta

fibrinogen. Ketika viskositas meningkat akibat dari polisitemia, hiperfibrinogenemia atau

paraproteinemia, biasanya akan terjadi simptom seperti sakit kepala, letargi, tinitus, dan

penglihatan kabur. Infark serebral fokal dan oklusi vena retina serta disfungsi platelet dapat

menyebabkan perdarahan intraserebral dan subaraknoid.

j. Peningkatan kadar fibrinogen dan abnormalitas sistem pembekuan darah

Peningkatan kadar fibrinogen berpengaruh pada peningkatan risiko stroke trombotik.

Abnormalitas sistem pembekuan darah seperti defisiensi antitrombin III dan defisiensi protein

C dan S pernah dilaporkan berhubungan dengan venous thrombotic.

k. Sickle-cell disease

Sickle-cell disease dapat menyebabkan infark iskemik maupun hemoragik, perdarahan

intraserebral dan subaraknoid, trombosis sinus venous dan cortical vein. Secara keseluruhan

insidensi stroke pada sickle-cell disease adalah 6 – 15%.

l. Penyalahgunaan obat

Obat-obat yang dihubungkan dengan stroke di antaranya adalah methamphetamine,

norepinephrine, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin meningkatkan necrotizing vasculitis

yang berakibat pada perdarahan petekie difus atau terbentuknya area iskemik dan infark

fokal. Heroin dapat menyebabkan hipersentisitas vascular berupa alergi yang membawa ke

infark. Perdarahan subaraknoid dan infark serebral pernah dilaporkan setelah penggunaan

kokain.

m. Hiperlipidemia

Peningkatan kolesterol menjadi faktor risiko terjadinya aterosklerosis terutama pada pria di

bawah usia 55 tahun (Tsementzis, 2000). Penurunan kadar

LDL kolesterol menurunkan risiko stroke 10% untuk pengurangan 1 mmol/L dan 17% untuk

pengurangan 1,8 mmol/L (Law, 2003). Kenaikan kadar kolesterol yang terdapat pada LDL

berkaitan dengan penyakit aterosklerosis, sedangkan kadar HDL yang tinggi mempunyai efek

protektif (Murray, 2003). Di samping itu keadaan hipertrigliserida juga dianggap berkorelasi

dengan peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL yang akan meningkatkan risiko

terjadinya aterosklerosis (Brunzell, 2007).

n. Kontrasepsi oral

Kontrasepsi oral high-estrogen telah dilaporkan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada

wanita muda. Pengurangan jumlah kandungan estrogen telah menurunkan masalah ini, tetapi

tidak dapat mengeliminasinya. Faktor risiko ini sangat besar pengaruhnya pada wanita

berusia lebih dari 35 tahun yang disertai dengan kebiasaan merokok. Mekanismenya

diperkirakan akibat peningkatan koagulasi karena stimulasi estrogen terhadap produksi

protein oleh hati.

o. Komsumsi alkohol

Alkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke hemoragik (Brunzell,

2007). Adanya peningkatan resiko infark serebral dan perdarahan subaraknoid yang telah

dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol pada dewasa muda. Mekanisme etanol

menyebabkan stroke dengan pengaruh pada tekanan darah, platelet, osmolalitas plasma,

hematokrit, dan sel darah merah. Di samping itu, alkohol dapat menyebabkan miokardiopati,

aritmia, dan perubahan pada aliran darah serebral (Tsementzis, 2000).

p. Obesitas

Obesitas, terutama abdominal obesity, dihubungkan dengan peningkatan risiko hipertensi,

diabetes, hiperlipidemia, sleep apnea, penyakit jantung koroner, dan stroke (DeMaria, 2007).

Berat relatif lebih dari 30% di atas rata-rata merupakan kontributor independen terhadap

aterosklerosis (Tsementzis, 2000).

q. Infeksi

Infeksi meningeal dapat menyebabkan infark serebral melalui perubahan dinding pembuluh

darah akibat inflamasi. Menigovascular syphilis dan Mucormycosis dapat menyebabkan

artritis dan infark serebral.

r. Homosistinemia atau homosistinuria (bentuk homozigot)

Homosistinemia atau homosistinuria Predisposisi terhadap trombosis arteri dan vena serebral.

Risiko stroke pada usia muda sekitar 10 – 16%.

s. Etnis

African-Americans mempunyai risiko tinggi terhadap stroke dibandingkan etnis lain

(Tsementzis, 2000).

1. 5. Patofisiologi Stroke

Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–60 ml per 100 gram

otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-

1400 gram adalah 700-840 ml per menit. Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan

melalui tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan

vertebrobasilar. Daerah otak tidak berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima

suplai darah lagi karena arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat.

Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak atau secara berangsur-angsur (Mardjono,

2008).

Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio otak

sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah

kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi.

Apabila aliran darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak

dalam 4 hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram

jaringan otak per menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari

20 ml/ 100 gram jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika

berlangsung selama beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan dengan cepat

sesuai dengan kebutuhannya, sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada

pasien hanya transien dan ini disebut transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA

biasanya berlangsung dalam 5-15 menit tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.

Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di mana pemecahan

sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada

kegagalan energi sel, dan (2) jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik

menyebabkan nekrosis karena sel-sel neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat

pada kegagalan mitokondria dalam menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada

membran akan berhenti berfungsi dan neuron mengalami depolarisasi dan disertai dengan

peningkatan kalsium intraselular. Depolarisasi selular juga menyebabkan pelepasan glutamat

dari terminal sinapsis (Kasper, 2005). Di samping itu, penurunan ATP akan menyebabkan

penumpukan asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular (Ropper, 2005).

Radikal bebas juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang

mengalami disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi

vital lain sel. Di samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan

hiperglikemia, oleh karena itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah

(Kasper, 2005). Penurunan suhu setidaknya 2 – 3 0C dapat menurunkan kebutuhan metabolik

neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia sebesar 25-30 % (Ropper, 2005).

1. 6. Gejala dan Tanda Stroke

Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala/ tanda akibat lesi dan gejala/ tanda yang

diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa sangat jelas dan mudah untuk

didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi

untuk mengenalinya. Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah

separuh badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang pasien

datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran diagnosis banding sebelum

mengarah ke stroke. Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak yang

menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian tersebut. Jenis patologi

(hemoragik atau nonhemoragik) secara umum tidak menyebabkan perbedaan dari tampilan

gejala, kecuali bahwa pada jenis hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat

terutama terjadi saat bekerja. Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan

kanan dapat dilihat dari

tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan neurologis sederhana dapat diketahui

kira-kira letak lesi seperti yang terlihat di bawah ini.

Lesi di korteks:

Lesi di kapsula:

Lesi di batang otak:

Lesi di medula spinalis:

Gejala akibat komplikasi akut menyebabkan kematian lima kali lebih banyak dibanding

akibat lesi, dan bersama-sama keduanya menyebabkan sekitar 20% kematian pada hari

pertama. Komplikasi akut yang terjadi adalah: Gejala terlokalisasi dan mengenai daerah

kontralateral dari letak lesi. Hilangnya sensasi kortikal (diskriminasi dua titik) ambang

sensorik yang bervasiasi. Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik. Bicara dan

penglihatan mungkin terkena. Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari letak lesi.

Sensasi primer menghilang. Bicara dan penglihan mungkin terganggu. Luas dan

bertentangan dengan letak lesi Mengenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak

tengah), (V,VI,VII, di pons), (IX, X, XI, XII di medula) Neuron motorik bawah di daerah

lesi, sesisi Neuron motorik atas di bawah lesi, berlawan dengan letak lesi Gangguan

sensorik

Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai

upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu, kecuali bila

menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik > 130) tekanan darah tidak

perlu diturunkan karena akan turun sendiri selama 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis,

tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera. Universitas Sumatera Utara Kadar gula

darah. Pasien stroke sering kali merupakan pasien DM, sehingga kadar gula darah pasca

stroke tinggi. Akan tetapi sering kali terjadi kenaikan kadar gula darah pasien sebagi reaksi

kompensasi atau mekanisme stres. Gangguan jantung baik sebagai penyebab maupun

sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, sering kali memperburuk

keaadn stroke, bahkan sering merupakan penyebab kematian. Gangguan respirasi, baik

akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat nafas. Infeksi dan sepsis, merupakan

komplikasi stroke yang serius Gangguan ginjal dan hati. Ulcer stres, yang sering

menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena (Sudoyo, 2007).

1. 7. Anamnesa Stroke

Pokok manifestasi dari stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria, dan

hemianopia. Hemiparesis yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan

gerakan tangkas. Cara mengemukakannya dapat berbunyi sebagai berikut:

Itulah contoh-contoh yang melukiskan hilangnya ketangkasan tangan kanan maupun kiri. Di

bawah ini diberikan lukisan gangguan ketangkasan tungkai sebagaimana penderita sendiri

atau pengantar si pasien:

Afasia atau disfasia motorik dilukis sebagai berikut: ”Tidak bisa bicara tapi masih mengerti

semuanya.” Afasia atau disfasia sensorik sering kali dikemukakan secara samar misalnya:

”Bicaranya sudah tidak karuan. Kata-kata yang dikeluarkan jelas tetapi tidak mempunyai

arti.” Disartria disajikan secara jelas yaitu: ”Lidahnya sudah kaku.” atau ”Lidah sudah

pendek.” a. ”Sekarang tulisan tidak karuan.” b. ”Kalau merokok sering kali rokok yang

dipegang lepas tanpa diketahui.” c. ”memasukkan kancing dalam lubang kancing sering tidak

berhasil.” a. ”Kaki kanan susah diatur karena itu jalannya canggung.” b. ”Pakai sandal tidak

bisa kalau tidak dibantu oleh tangan.”

Hemianopia tidak selalu dilukiskan oleh penderita secara jelas, seperti halnya dengan keluhan

berikut: ”Penglihatannya sebenarnya baik, tapi kadang kala jadi tampak gelap” (Sidharta,

2008).

1. 8. Fisik Diagnosis Stroke

Gejala defisit neurologik yang sudah jelas mudah dikenali. Terutama hemiparesis yang sudah

jelas, setiap dokter pasti mengenalnya. Juga tanda-tanda yang mengiringi hemiparesis mudah

diingat. Adapun tanda-tanda tersebut, yang dinamakan tanda-tanda gangguan upper motor

neuron (UMN):

Manifestasi stroke yang paling ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerakan. Maka

dari itu, susunan periksaan motorik harus sebagai berikut:

a. Pemeriksaan ketangkasan gerakan

Adakan observasi sewaktu orang sakit berjalan. Tungkai yang sudah memperlihatkan gaya

jalan sirkumduksi masih dapat bertenaga besar jika dinilai pada waktu orang sakit berbaring

dan disuruh menendang.

Untuk menilai lengan sewaktu orang sakit berjalan harus diperhatikan cara orang sakit

berlenggan. Sering kali dialami penulis, bahwa tenaga lengan untuk fleksi, ekstensi lengan di

siku, dan tenaga tangan sewaktu mengepal masih normal, tetapi cara orang sakit

melenggankan lengan sewaktu berjalan sudah tampak kurang lincah.

Konfirmasi selanjutnya dapat diberikan oleh tes di mana orang sakit diperintahkan untuk

membuka dan menutup kancing bajunya dan kemudian melepas dan memakai sandalnya.

Gangguan ringan ketangkasan gerakan jari-jari tangan dan kaki dapat dinilai dengan cara

tersebut di atas.

b. Penilaian tonus otot

Penilaian tonus otot dilakukan dengan jalan menggerak-gerakkan otot secara pasif pada sendi

siku/ lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi tidak akan a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh

meningkat. b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh c. Refleks patologik positif

pada sisi yang lumpuh.

Universitas Sumatera Utara

diketahui bila mana penilaian tonus otot dilakukan pada anggota secara sendiri-sendiri. Tetapi

dengan menggerakkan kedua lengan secara simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan

ekstensi, perbedaan ringan derajat tonus otot antara kedua lengan dapat diketahui. Pada

penilaian tonus otot tungkai dengan cara simultan diperlukan bantuan orang lain. Perawat

dapat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi tungakai kiri penderita sedangkan dokter

melakukan tindakan yang serupa pada sisi kanan dan menilai tonus tungkai kanan. Kemudian

perawat berganti tempat dan menggerakkan tungkai kanan dan dokter menilai tonus tungkai

kiri orang sakit.

c. Penilaian refleks tendon

Hiper-refleksia pada sisi hemiparetik tidak selalu dijumpai. Jika terdapat lesi di tingkat

korteks, maka beberapa hari sampai minggu setelah hemiparesis menjadi kenyataan hiper-

refleksia ada kalanya masih belum didapati. Juga dapat penderita DM yang mengidap stroke

tidak didapat hiper-refleksia tendon lutut, walaupun pada umumnya masih terdapat hiper-

refleksia tendon bisep. Dalam hal itu, kedua refleks tendon lutut hilang karena neuropatia

diabetika yang sudah ada jauh sebelum orang sakit mendapatkan hemiparesis.

Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik membangkitkan releks

tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian refleks tendon bersifat penilaian banding. Maka

sikap anggota gerak kedua sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus

berintensitas yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan yang bidsa dipercaya.

d. Refleks patologik

Pada sisi hemiparetik, dapat dijumpai refleks patologik. Refleks patologik yang dapat

dibangkitkan pada tangan ialah: refleks Tromner-Hoffmann, Leri dan Mayer. Refleks

Tromner-Hoffmann yang positif tidak selalu menunjukkan pada gangguan jaras piramidalis.

Pada orang-orang sehat pun dapat dijumpai refleks Tromner-Hoffmann yang positif.

Refleks patologik yang dibangkitkan di kaki ialah refleks Babinski, Chadock, Oppenheim,

Gordon, Schaefer, Gonda. Bila refleks Babinski dan chadock sudah terbukti ada maka tidak

perlu untuk melakukan tindakan

pemeriksaan untuk membangkitkan refleks patologik lainnya. Refleks Babinski dan Chadock

merupakan refleks yang dapat dipercaya penuh (Sidharta, 2008).

1. 9. Pemeriksaan penunjang Stroke

Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya,

untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan

terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan.

Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.

a. CT dan MRI

Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke adalah Computerised

Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI

masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual

memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada di

dalamnya.

Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala.

Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke

radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri,

dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal

mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik

ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak

memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.

Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur interaksi

antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya

nukleus Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung

sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau alat

logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk

ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup

dan tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan MRI

aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam

mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT

dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.

b. Ultrasonografi

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk

menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri

atau pembekuan di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif

cepat (sekitar 20-30 menit).

c. Angiografi otak

Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X kedalam

arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-

pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat

mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan

patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu

dari setiap 200 orang yang diperiksa.

d. Pungsi lumbal

Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai contoh, tindakan

ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga

dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu

sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.

e. EKG

EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit jantung

sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya

beberapa menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.

f. Foto toraks

Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan dada,

termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan

petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak

menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien dari

pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin, 2009).

g. Pemeriksaan darah dan urine

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan untuk

menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:

Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk mengidentifikasi infeksi

dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).

Diabetes Mellitus

Kekentalan Darah Meningkat

Emboli, Trombosis Gangguan Perfusi Serebral

Iskemik

Infark

Batang Otak Cerebrum

Disfagia Gangguan Pernafasan Hemiparese