Download - Presus DM - Mutiara
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN GAGAL
JANTUNG KONGESTIF, BRONKHITIS DAN
KANDIDIASIS ORAL
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono
Pembimbing :
dr. Hardi Suryaatmadja, Sp.PD
Disusun oleh :
MUTIARA SUNDASARI
1420221122
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
DIABETES MELITUS TIPE II DENGAN GAGAL
JANTUNG KONGESTIF, BRONKHITIS DAN
KANDIDIASIS ORAL
Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tk.II dr. Soedjono Magelang
Oleh :
MUTIARA SUNDASARI
1420221122
Magelang, November 2015
Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Dokter pembimbing
dr. Hardi Suryaatmadja, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Diabetes Melitus Tipe II dengan Congestive Heart Failure, Bronkhitis
dan Oral Candidiasis”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hardi
Suryaatmadja, Sp.PD selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik
Ilmu Penyakit Dalam atas kerjasamanya selama penyusunan laporan ini.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Magelang, November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Di Indonesia, sebagai dampak
positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60
tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Di lain pihak penyakit degeneratif, di antaranya diabetes meningkat
dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara
hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola
makan kebarat-baratan.
Di samping itu, cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi sampai
sore bahkan terkadang sampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkan
tidak adanya kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup inilah yang
menyebabkan tingginya kekerapan penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia.
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Masalah diabetes mellitus di negara-negara berkembang tidak pernah mendapat
perhatian para ahli sampai dengan kongres International Diabees Federation (IDF)
ke IX tahun 1973. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa
pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta
orangdan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan
membengkak menjadi 300 juta orang. Diabetes sudah merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
BAB II
KASUS
II.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. E S
Usia : 44 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kiringan RT 04/ RW 03, Tidar Utara, Kecamatan Magelang
Selatan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Pangkat : Serda
Satuan : Kodim 0706 TMG
Agama : Islam
Tgl. Masuk : 17 Oktober 2015
Tgl. Keluar : 1 November 2015
Datang ke IGD Rumah Sakit pada tanggal : 17 Oktober 2015 pukul 18.48 WIB
Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis pada tanggal 26 Oktober 2015 di
Ruang Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang
II.2 Anamnesa (Subjektif)
a. Keluhan Utama :
Lemas sejak 1 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Saat ini, pasien merasa haus terus – menerus sejak 1 hari SMRS.
Pasien juga mengeluhkan lemas sejak 3 hari SMRS, makan dan minum
hanya sedikit karena tiap makan dan minum rasanya mual. Pasien pernah
muntah sebanyak 7 kali dalam sehari. Terdapat nyeri pada uluh hati. Serta
nyeri pada dada yang menjalar ke tangan sebelah kiri. Badan terasa
menggigil dalam 3 hari ini. Di IGD di periksa GDS dengan hasil 450 mg/dL.
Pasien dirawat di ICU selama 7 hari karena mengalami sepsis lalu dipindah
ke bangsal seruni pada tanggal 25 Oktober 2015.
Saat ini, pasien mengeluhkan sesak. Sesak timbul walaupun pasien
dalam keadaan berbaring dan istirahat. Merasa lebih baik ketika memakai
bantal. Selain itu terdapat batuk berdahak. Dahak yang dikeluarkan
berwarna bening. Pasien juga mengeluhkan kakinya yang bengkak dan
terasa kebal. Keluhan mual (+), muntah (+) sebanyak 2 kali, nyeri perut (+),
batuk (+), tidak ada batuk berdarah, demam (+), sakit kepala (+), makan (-)
dan banyak minum, BAB cair yaitu diare sebanyak 2 kali dalam sehari dan
BAK yang sering.
c. Riwayat Alergi : tidak ada riwayat alergi
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi : terdapat riwayat hipertensi semenjak 3 tahun yang
lalu
Diabetes Melitus : tidak ada riwayat DM
DM Gestasional : tidak ada riwayat DM Gestasional
Asma : tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Hipertensi : Ayah
DM : Ayah
f. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan :
Merokok : disangkal
Minum alkohol : disangkal
Olahraga : tidak rutin
Gizi : kurang terkontrol, suka meminum teh manis
semenjak usia muda
II.3 Objektif
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2015 di Ruang
Bougenvile RST Dr. Soedjono Magelang pukul 06.15 WIB.
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 70/60 mmHg
• Nadi : 88 x/menit
• Suhu Aksilaris : 37,8 0C
• Suhu Rektal : 38,7 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Status gizi
• BB : 78 kg
• TB : 154 cm
• Lingkar perut : 110 cm
Kepala :
• Rambut merata, tidak terdapat alopesia
• Tidak terdapat deformitas atau hematom
• Wajah simetris, terdapat oedema pada wajah
Mata :
• Eksoftalmus (-), enoftalmus (-), edema (-)
• Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/-
• Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+, Reflek kornea +/+
Leher :
• Tidak ada pembesaran KGB leher
• Tidak terdapat pembesaran Kelenjar Tiroid
• JVP : 5 + 3 cm H2O
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Heave (-), ventricular lift (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II, S4 (+), murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breathing Sound, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisialih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Sianosis -/-/-/-
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• CRT < 2 detik
Ekstremitas atas
Gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak tangan
pucat (-), turgor kembali lambat (-), sianosis (-), parestesia (-).
Ekstremitas Bawah
Gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), jari
tabuh (-), turgor kembali lambat (+), edema pretibia dan pergelangan kaki (+),
parestesia (+).
II.4 Daftar Masalah
Dari anamnesis
1. Haus terus menerus sejak 1 hari SMRS
2. Lemas sejak 3 hari SMRS
3. Makan dan minum sedikit
4. Muntah sebanyak 7 kali sehari
5. Nyeri pada uluh hati.
6. Badan terasa menggigil dalam 3 hari
7. GDS = 450 mg/dL
8. Masuk ICU karena mengalami sepsis
9. Sesak
10. Nyeri pada dada yang menjalar
11. Batuk berdahak bening.
12. Kakinya bengkak dan terasa kebal
13. Mual
14. Demam (+), sakit kepala (+),
15. BAB cair yaitu diare sebanyak 2 kali dalam sehari
16. BAK yang sering
17. Riwayat hipertensi semenjak 3 tahun yang lalu
18. Riwayat hipertensi pada ayah dan ibu
19. Suka meminum teh manis semenjak usia muda
Dari Pemeriksaan Fisik
20. Tekanan Darah : 70/60 mmHg
21. Suhu Aksilaris : 37,8 0C, Suhu Rektal : 38,7 0C
22. BB : 78 kg, TB : 154 cm, Lingkar perut : 110 cm
23. Edema pada wajah
24. Konjungtiva anemis +/+
25. JVP : 5 + 3 cm H2O
26. Auskultasi : S4 (+), murmur (+), gallop (+), Wheezing +/+
27. Nyeri tekan Epigastrium (+)
28. Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+),turgor kembali lambat (+),
edema pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+).
II. 5 Assesment sementara
1. DM Tipe II (1, 2, 7, 8, 12, 16, 17, 18, 19, 22)
2. CHF (5, 9, 10, 17, 18, 20, 23, 25, 26, 28)
3. Angina Pectoris Unstable (9, 10, 17, 18, 26)
4. Infark Miokard (9, 10, 17, 18, 26)
5. Bronkhitis (9, 11, 14, 21, 26)
6. Anemia (2, 3, 4, 13, 20, 24)
7. Diare (1, 2, 13, 15, 20, 21)
8. Dispepsia (3, 5, 13, 27)
9. Obesitas (19, 22)
10. Neuropati Diabetikum (1, 2, 12, 17, 18, 28)
II.6 Planning Diagnostik
1. Darah lengkap
2. Glukosa, Ureum, kreatinin
3. SGOT, SGPT
Hasil lab darah lengkap 17 Oktober 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
WBC 7,2 x 103/mm3 ↑ 3,5-10
RBC 3,97 x 106/uL 3,80-5,80
HGB 11,0 g/dL 11,0-16,5
HCT 32,4 % (L) 35,0-50,0
MCV 81,6 um3 80-97
Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 13,1 % 20-40 # Lym 0,9 103/mm3 1,2-3,2
% Mid 3,5 % 1-15 # Mid 0,3 103/mm3 0,1-0,8
% Gra 83,4 % 50-70 # Gra 6,0 103/mm3 2,0-7,8
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Gula darah
sewaktu
709 mg/dL (H) 70-115
Ureum 33 mg/dL 0-50
Creatinin 1,4 mg/dl (H) 0-1,3
SGOT 16 U/l 3-35
SGPT 14 U/l 8-41
Chlorida 93,42 mmol/L (L) 96,0 – 106,0
Natrium 138,87 mmol/L 135,57 - 145
Kalium 2,85 mmol/L (L) 3,48 – 5,50
Hasil lab darah 18 Oktober 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Ureum 36 mg/dL 0-50
Creatinin 1,1 mg/dl 0-1,3
Chlorida 95,86 mmol/L (L) 96,0 – 106,0
Natrium 135,57 mmol/L 135,57 - 145
MCH 27,7 pg 26,5-33,5
MCHC 34,0 g/dl 31,5-35,5
PLT 381 x 103/mm3 150-390
PCT 0.32 % 0,200-0,500
RDW 15,7 % 10,0-15,0
MPV 8,4 um3 6,5-11,0
PDW 14,4 % 10,0-18,0
Kalium 3,98 mmol/L 3,48 – 5,50
Hasil lab darah 20 Oktober 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Albumin 3,3 g/dL (L) 3,8 – 5,1
Hasil foto rontgen pada tanggal 20 Oktober 2015
Hasil :
- Corakan bronchovasular meningkat
- Kedua sinus costophrenicus lancip
- CTR < 0,5
- Sistema tulang dalam batas normal
Kesan :
- Bronchitis
- Besar cor normal
Hasil EKG pada tanggal 20 Oktober 2015
II. 7 Diagnosis Kerja
1. Diabetes Melitus
Tipe II
Keluhan utama lemas yang mungkin dikarenakan
kadar gula sewaktu = 450 mg/dL, gejala klasik
Diabetes Melitus : polidipsi/sering merasa haus (+),
poliuri/ sering BAK (+), namun polifagi (-).
Dengan kebiasaan hidup atau pola makan kurang
terkontrol yakni konsumsi gula yang sering dengan
sering meminum teh manis.
Terdapat faktor resiko obesitas sentral.
2. Gagal jantung
kongestif
Sesak (+), menggunakan bantal saat tidur, kedua kaki
bengkak disertai dengan bengkak pada wajah.
Pemeriksaan fisik : JVP 5+ 3 mmHg, namun refleks
hepatojuguglar (-), Jantung: S4 (+), murmur (+).
Ekstremitas inferior: edema (+/+).
Kriteria framingham : min 1 kriteria mayor + 2
kritetia minor = HF
Kriteria mayor: paroksismal nokturnal dispnea,
peningkatan JVP, Rhonki, Wheezing, S3 (+).
Kriteria minor : edema ekstremitas, batuk, sesak pada
saat aktifitas maupun istirahat
3. Bronkhitis Terdapat sesak, Batuk (+) terdapat dahak berwarna
bening, tidak ada darah, demam, dengan pemeriksaan
fisik terdapat wheezing dan rhonki pada kedua lapang
paru. Foto RO: kesan gambaran bronkhitis
II.8 Planning
Planning terapi ( 26 Oktober 2015 )
1. Infus RL + 2dop
2. Inj. Lasix IV 2x2
3. Oksigen 10 liter /menit
4. Ranitidin 2 x 1 amp
5. Humulin R SC 2x6 UI
6. Inj. Pantoprazol IV 2x1
7. Inj. Nafros IV 2x1
8. Inj. Piracetam IV 3x1
9. Lacto B 3x1
Planning monitoring
1. Rawat inap ruang bangsal bougenville
2. Keadaan umum dan vital sign
3. Perbaikan gejala dan efek samping
4. Monitoring dan perawatan ulkus dekubitus
Planning edukasi
1. Bed rest
2. Mobilisasi tubuh, belajar duduk dan berjalan
3. Bersihkan luka
II.9 Prognosis
Quo ad Vitam : dubia
Quo ad Functionam : ad malam
Quo ad Sanationam : ad malam
II.4 FOLLOW UP PASIEN
Selasa, 27 Oktober 2015
S : merasa sesak (+), lemas (+), pusing (+), kaki kiri dan kanan bengkak (+),
diare sebanyak 2 kali
O :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 120 x/menit
• Suhu Aksilaris : 37,8 0C
• Suhu Rektal : 38,5 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisialih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• Pulsasi melemah pada a. dorsalis pedis kiri
• CRT < 2 detik
• Score ABI = 1
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+), sensorik +/+/+/+
Pemeriksan penunjang : GDS = 286 mg/dL
A : Diabetes Melitus Tipe II, CHF, Bronkhitis
P :
- Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Humulin R 2 x 6 UI SC
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- Lacto B 3 x 1 PO
- Biodiar 3 x 1 PO
- KSR 3 x 1 PO
- Diet ekstra putih telur
Rabu, 28 Oktober 2015
S : merasa sesak (+), kaki kiri dan kanan bengkak dan kebas (+), BAB cair
O :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 120 x/menit
• Suhu Aksilaris : 38,2 0C
• Suhu Rektal : 39,5 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Mulut : lidah kotor terdapat plak putih
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Heave (-), ventricular lift (-)
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisi alih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• Pulsasi melemah pada a. dorsalis pedis kiri
• CRT < 2 detik
• Score ABI = 0,92
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+).
Pemeriksan penunjang : GDS = 236 mg/dL
A : Diabetes Melitus Tipe 2, CHF, Oral Candidiasis, Bronkhitis
P : Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Humulin R 2 x 6 UI SC
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- Lacto B 3 x 1 PO
- Biodiar 3 x 1 PO
- KSR 3 x 1 PO
- Spirolakton 2 x 50 mg PO
- B1 3 x 100 mg PO
- Pamol 3 x 1 PO
- Candistatin drop 3 x 1
- Diet ekstra putih telur
Kamis, 29 Oktober 2015
S : merasa sesak (+), kaki kiri dan kanan bengkak dan kebas (+), BAB cair
O :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 120 x/menit
• Suhu Aksilaris : 37,8 0C
• Suhu Rektal : 38,5 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Mulut : lidah kotor terdapat plak putih
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisialih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• Pulsasi melemah pada a. dorsalis pedis kiri
• CRT < 2 detik
• Score ABI = 0,92
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+)
Pemeriksan penunjang : GDS = 157 mg/dL
A : Diabetes Melitus, CHF, Bronchitis, Candidiasis Oral
P : Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Humulin R 2 x 6 UI SC
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- KSR 3 x 1 PO
- Spirolakton 2 x 50 mg PO
- B1 3 x 100 mg PO
- Pamol 3 x 1 PO
- Candistatin drop 3 x 1
- Inf. Cryptal
- Diet ekstra putih telur
Jumat , 30 Oktober 2015
S : merasa sesak (+), BAK cair
O :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 110/60 mmHg
• Nadi : 80 x/menit
• Suhu Aksilaris : 37 0C
• Suhu Rektal : 38,5 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Mulut : terdapat plak putih
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisialih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• Pulsasi melemah pada a. dorsalis pedis kiri
• CRT < 2 detik
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+).
Pemeriksan penunjang : GDS = 175 mg/dL
A : Diabetes Melitus, CHF, Bronchitis, Candidiasis Oral
P : Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Glucodex
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- KSR 3 x 1 PO
- Spirolakton 2 x 50 mg PO
- B1 3 x 100 mg PO
- Pamol 3 x 1 PO
- Candistatin drop 3 x 1
- Inf. Cryptal
- Diet ekstra putih telur
Sabtu, 31 Oktober 2015
S : merasa sesak (+) dan menggigil, BAB cair
O :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 120/90 mmHg
• Nadi : 80 x/menit
• Suhu Aksilaris : 36 0C
• Respirasi : 20 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Mulut : terdapat plak putih
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing +/+
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisi alih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral dingin pada ektremitas inferior sinistra dan dekstra
• Pulsasi melemah pada a. dorsalis pedis kiri
• CRT < 2 detik
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+).
Pemeriksan penunjang : GDS = 234 mg/dL
A : Diabetes Melitus Tipe 2, CHF, Bronkhitis, Candidiasis Oral
P :
- Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Glucodex
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- KSR 3 x 1 PO
- Spirolakton 2 x 50 mg PO
- B1 3 x 100 mg PO
- Candistatin drop 3 x 1
Minggu, 1 November 2015
S : sesak sudah berkurang
O :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : Compos Mentis / E4 M6 V5
Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 100/80 mmHg
• Nadi : 80 x/menit
• Suhu Aksilaris : 36,5 0C
• Respirasi : 24 x/menit
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Pupil isokor, RCL +/+, RTCL +/+
Leher : Tidak ada pembesaran KGB leher, JVP : 5 + 3 cm H2O
Mulut : terdapat plak putih
Thorax :
• Cor
Inspeksi : Simetris bagian dada kanan dan kiri, tampak ictus cordis pada apex
jantung
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea mid clavicularis kiri ICS V
Perkusi : Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis kiri ICS V
Pinggang Jantung di linea parasternal kiri ICS III
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler, S4 +, murmur (+), gallop (+)
• Pulmo
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Terdengar sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : BU sulit terdengar
Palpasi : Supel, Nyeri tekan Epigastrium (+), Hepar Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisialih (+), nyeri ketok CVA -/-
Ekstremitas :
• Edema -/-/+/+
• Akral hangat
• CRT >2 detik
Ekstremitas Bawah: telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (+), edema
pretibia dan pergelangan kaki (+), parestesia (+).
Pemeriksan penunjang : GDS = 147 mg/dL
A : Diabetes Melitus Tipe 2, CHF, Bronkhitis, Candidiasis Oral
P :
- Inf. RL + 2 dop IV
- Inj. Lasix 2x2
- Inj. Ranitidin 3 x 1
- Pantoprazol Inj 2 x 1 IV
- Glucodex
- Inj. Narfos 2 x 1 IV
- Inj. Piracetam 3 x 1 IV
- KSR 3 x 1 PO
- Spirolakton 2 x 50 mg PO
- B1 3 x 100 mg PO
- Candistatin drop 3 x 1
- Boleh pulang
BAB III
TINJAUAN PUSAKA
III.1 Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur
hidup. Dalam perjalanan penyakitnya, dapat terjadi penyulit akut yang merupakan
kegawatan dan penyulit menahun yang dapat menimbulkan kecacatan. Dalam
pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga
kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada
pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit
DM, pencegahan penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu
keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai seluruh organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan, sehingga pasien
tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak,
buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala
tersebut dapat berlangsung lama sampai orang tersebut pergi ke dokter. Terkadang
pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada
saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain.
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
2. Klasifikasi
Klasifikasi etiologi penyebab DM dibagi menjadi:
1) DM Tipe I
Destruksi sel beta pankreas dan umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut (Autoimun / Idiopatik)
2) DM Tipe II
Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
3) DM Tipe lain
4) Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DM tipe 1 DM tipe 2
Nama lama
Umur (th)
Keadaan klinik saat
diagnosis
Kadar insulin
Berat badan
Terapi
DM Juvenil
Biasa<40 (tapi tak selalu)
Berat
Tak ada insulin
Biasanya kurus
Insulin, diet, olah raga.
DM dewasa
Biasa>40 (tapi tak selalu)
Ringan
Insulin cukup / tinggi
Biasanya gemuk / normal
Diet, olah raga, tablet,
insulin
3. Faktor resiko
A. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
– Riwayat keluarga dengan DM
– Umur
– Riwayat pernah menderita DM gestasional
– Riwayat lahir dengan BB rendah
B. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
– Berat badan lebih
– Kurang aktifitas fisik
– Hipertensi
– Dislipidemia
4. Diagnosis
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan
sebagai berikut:
1) Keluhan Klasik
Gejala berupa 3P (poliuria, polidipsia, polifagia) disertai penurunan berat badan
yang tidak diketahui penyebabnya
2) Keluhan Lain
Badan lemas, kesemutan, gatal (pruritus), pandangan kabur, disfungsi ereksi
pada pria, pruritus vulva pada wanita, luka sulit sembuh.
Gambar 1. Kriteria Diagnosis DM
Jika keluhan ditemukan pada penderita, langkah selanjutnya adalah dengan
pemeriksaan kadar gula darah (vena / perifer) yang terdiri dari:
1. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
2. Glukosa Darah Puasa (GDP)
3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), dengan pemberian 75 gr glukosa setelah
puasa (minimal 8 jam) dan diperiksa kadar gula darah 2 jam kemudian.
Diagnosis DM tergantung dari hasil yang diperoleh, yaitu :
Gambar 2. Patokan Diagnosis DM
GDPT
Bia setelah pemeriksaan didapatkan kadar GDP 100-125 mg/dL
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan kadar glukosa darah 140-199
mg/dL
Diabetes Melitus
◦ Gejala klasik DM + GDS > 200 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + GDP > 126 mg/dL, dan atau
◦ Gejala klasik DM + TTGO > 200 mg/dL
Gambar 3. Langkah-langah diagnostik DM dan gangguan
5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang DM. Tujuan penatalaksanaan terdiri dari (Arif, Mansjoer: 2001):
1. Jangka Pendek
Hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah
2. Jangka Panjang
Tercegah & terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya
morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan
pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan
perilaku. Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari (1) edukasi; (2) terapi gizi medis;
(3) latihan jasmani; (4) intervensi farmakologis. Penatalaksanaan DM dimulai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan
intervensi farmakologis dengan Anti Diabetik Oral (ADO) dan atau suntikan
insulin.
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani
selama beberapa waktu ( 2 – 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan Anti Diabetik Oral
(ADO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, ADO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Berikan pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan diri.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Terapi gizi medis (TGM)
Setiap diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai target terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada diabetis
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
Perencanaan Makanan
Dengan komposisi seimbang antara KH, protein, dan lemak. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kesegaran
jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Jumlah kalori dihitung seimbang berdasarkan BB idaman x kebutuhan basal +
kebutuhan kalori untuk aktivitas.
Dengan catatan :
- Status Gizi = BB aktual x 100% / TB (cm) – 100
- BB idaman = (TB – 100) – 90%
- Kebutuhan basal 30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita
- Kebutuhan kalori sesuai aktivitas / kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya
: ringan 30 %, sedang 20 % dan berat 10 %
- Jumlah kandungan kolesterol 300 mg/hari, jumlah kandungan serat +/- 25 g/hari
diutamakan serat yang larut. Konsumsi garam dibatasi bila hipertensi serta
pemanis dapat digunakan secukupnya.
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani aerobik
seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
Dianjurkan latihan jasmani 3-4 kali tiap minggu selama 30menit (kurang lebihnya).
Gambar 3. Aktivitas fisik sehari-hari
a) Continous : Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh jogging 30 menit tanpa istirahat
b) Rytmical : Latihan olahraga harus dipilih yang berirama yaitu otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
c) Interval : Latihan olahraga selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselangi jalan lambat
d) Progressive : Latihan secara bertahan sesuai dengan kemampuan dari
intensitas ringan hingga mencapai 30-60 menit. Sasaran Heart rate 75-85%
dari Maksimum Heart Rate dimana Maksimum heart rate = 220-umur
(dalam tahun).
e) Endurance : Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan santai/cepat sesuai umur, jogging, berenang dan
bersepeda.
5. Intervensi Farmakologis
a. Anti Diabetik Oral (ADO)
Insulin sekretagog : Sulfonilurea (Glibenklamid, Glimepirid, Glikuidon)
dan Glinid (Repaglinid)
Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid (Metformin),
Tiazolidinedion (Rosiglitazon)
Penghambat glukoneogenesis : Biguanid (Metformin)
Penghambat absorbsi glukosa intestinal / penghambat α-glukosidase :
Acarbose
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) : Humalog®, Apidra®,
Novorapid®
Insulin kerja pendek (short acting insulin) : Actrapid®, Humulin R®
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) : Insulatard®,
Humulin N®
Insulin kerja panjang (long acting insulin) : Lantus®, Levemir®
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
: Humalog® Mix 25, Novomix®, Mixtard®, Humulin® 30/70
Gambar 4. Mekanisme Kerja Obat
6. Komplikasi
Komplikasi DM dibagi menjadi 2, yaitu:
Komplikasi AKut
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK)
Hipoglikemia
Komplikasi Kronik Diabetes Melitus
1. Mikroangiopati
A. Retinopati diabetik
B. Nefropati diabetik
C. Neuropati (termasuk resiko terjadinya ulkus kaki / gangren diabetikum)
2.Makroangiopati
A. Pembuluh darah otak / PPDO (cerebro vascular disease / CVD)
B. Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner diabetik)
C. Pembuluh darah tepi (peripheral arterial disease / PAD) : ulkus kaki /
gangren diabetikum
7. Pencegahan
Menurut WHO tahun 1994 upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau
tahap yaitu :
1. Pencegahan primer : Semua aktifitas yang ditunjukkan untuk
mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk
menjadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan sekunder : Kegiatan menemukan DM sedini mungkin,
misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi.
Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis
dapat terjaring hingga demikian dapat dilakukan upaya-upaya untuk
mencegah komplikasi, kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
3. Pencegahan tersier : Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau
kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah
timbulnya komplikasi, mencegah progresi daripada komplikasi itu
supaya tidak menjadi kegagalan organ, dan mencegah kecacatan tubuh.
III.II BRONKHITIS
1. Definisi
Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-
paru). Dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang
minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut
pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya
bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita
yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-
paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
2. Etiologi
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi
dari polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite on Smoking Control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat
antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia skuamus epitel saluran pernafasan juga dapat menyebabkan
bronkostriksi akut.
Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi
paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh virus, bakteri dan (terutama) organisme yang
menyerupai bakteri (Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia).
Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi bila
ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat juga
menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat pengoksida
seperti N2O, hidrokarbon,aldehid, ozon.
Genetik
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin yang merupakan suatu
problem, dimanakelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini
menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.Serangan bronkitis berulang bisa terjadi pada perokok dan penderita
penyakit paru-paru dan saluran pernafasan menahun.
Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.
Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:
Berbagai jenis debu
Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut organik, klorin, hidrogen
sulfida, sulfur dioksida dan bromin
Polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida
Tembakau dan rokok lainnya.
4. Patofisiologi
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa
bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang
dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai
peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil –
kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat
pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia dan
pagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel – sel penghasil mukus di
bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan – perubahan pada sel – sel penghasil
mukus dan sel – sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari
saluran nafas.
Gambar 6. Ilustras Bronkhitis
5. Gejala
Gejalanya berupa:
batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan
sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
lelah
pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
pipi tampak kemerahan
sakit kepala
gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung
meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri
tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna
putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning
atau hijau. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama
beberapa minggu. Sesak nafas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering
ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia.
6. Diagnosa
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya lendir.
Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki atau
bunyi pernafasan yang abnormal.
Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai batuk-batuk setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam 1 tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun.
Pemeriksaan fisik :
1. Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
2. Fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang.
3. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, tukak jantung berkurang.
4. Suara nafas berkurang dengan expirasi panjang.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
Tes fungsi paru-paru
Gas darah arteri
Rontgen Thorax : Foto thorax pada bronchitis kronis memperlihatkan
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang parallel keluar dari
hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita PPOK mempunyai tujuan untuk :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak hanya
pada fase akut, tapi juga pada fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas sehari-
hari sesuai dengan pola kehidupannya.
3. Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat dideteksi lebih awal.
Tindakan suportif :
Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
Menghindari merokok
Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
Nutrisi yang baik.
Hidrasi yang adekuat.
Medika Mentosa :
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
dewasa bisa diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak
sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk
beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan
bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning
atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya
memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan
trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin
diberikan walaupun dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumoniae. Kepada penderita anak-anak diberikan amoxicillin. Jika
penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik. Jika gejalanya menetap
atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka dilakukan
pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah
perlu dilakukan penggantian antibiotik.
Bronchodilator.
Kortikosteroid bila perlu.
Terapi Pernafasan :
Terapi Aerosol
Terapi Oksigen
Penyesuaian Fisik :
Latihan relaksasi
Meditasi
Rehabilitasi : Fisioterapi, Rehabilitasi psikis, Rehabilitasi pekerjaan.
8. Prognosis
Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung pada umur dan
gejala klinik waktu berobat.
III.3 KANDIDIASIS ORAL
A. Definisi
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa
lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana
Kandida albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Candida
adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa
saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki.
Di tempat-tempat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan
keadaankeadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara local
maupun sistemik.
B. Epidemioplogi
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albicans ini dihubungkan dengan
kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan
kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
dari 6.545 penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.
C. Etiologi
Penyebab kandidiasis oral umumnya adalah jamur Candida albicans. Dalam
rongga mulut, Candida albicans dapat melekat pada mukosa labial, mukosa bukal,
dorsum lidah, dan daerah palatum. Selain Candida albicans, ada 10 spesies Candida
yang juga ditemukan yaitu C.tropicalis, C.parapsilosis, C.krusei, C.kefyr, C.
glabrata, dan C.guilliermondii, C.pseudotropicalis, C.lusitaniae, C.stellatoidea, dan
C.dubliniensis.
D. Patogenesis
Candida menjadi patogenik ketika pada pasien dengan faktor predisposisi
sehingga mempermudah terjadinya infeksi oportunistik. Kondisi khusus penyebab
timbulnya kandidiasis oral:
1. Faktor yang mengubah status kekebalan:
a) Orang tua / bayi / kehamilan. Orangtua dan bayi lebih mudah terkena
infeksi karena status imunologi yang tidak sempurna.
b) Penyakit keganasan
c) Infeksi HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya
d) Kelainan endokrin (hipotiroid atau hipoparatiroid, diabetes melitus,
hipoadrenalism)
e) Terapi kortikosteroid
2. Faktor yang mengubah lingkungan mukosa oral
a) Xerostamia Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral
karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung
dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Candida
albicans. Itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren
syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat
mengurangi sekresi saliva.
b) Terapi antibiotika
c) Kebersihan mulut dan gigi yang jelek 3
d) Malnutrisi / malabsorpsi (defisiensi besi, asam folat atau vitamin)
e) Acidic saliva / diet kaya karbohidrat
f) Perokok berat
g) Oral epithelial dysplasia
h) Gigi tiruan Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan
penuh rahang atas menderita infeksi Candida, hal ini dikarenakan pH
yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit
mengakibatkan Candida albicans tumbuh pesat.
E. Gambaran klinis
Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan
dan interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral
dikelompokkan atas tiga, yaitu :
1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut (Thrush)
Keluhan pasien: rasa terbakar di mulut.
Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis: plak mukosa yang
putih, difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel
deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan
permukaan merah dan kasar.
Dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak.
Diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS,
pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima
kemoterapi / radiasi.
b. Kandidiasis Atropik Akut
Keluhan: sakit pada rongga mulut seperti terbakar.
Pemeriksaan makroskopis: daerah permukaan mukosa oral
mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang
rata.
Diderita pasien yang minum antibiotik spektrum luas, terutama
Tetrasiklin, yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem oral
antara Lactobacillus acidophilus dan Candida albicans.
2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Atropik Kronik (Denture Stomatitis / alergi gigi tiruan)
Mukosa palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan
akan menjadi merah.
Enam puluh persen diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada
wanita tua yang sering memakai gigi tiruan selagi tidur.
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintik-
bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah
merah.
Dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan, dan
kadang disebut sebagai Kandida leukoplakia.
Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga diagnosa
harus ditentukan dengan biopsi. - Paling sering diderita oleh
perokok.
c. Median Rhomboid Glositis
Daerah simetris kronis di anterior lidah ke papila sirkumvalata,
tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior
lidah.
Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila.
d. Keilitis Angularis
Infeksi Candida albicans pada sudut mulut, dapat bilateral maupun
unilateral.
Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan pecah-pecah,
dan terasa sakit ketika membuka mulut.
Terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia
defisiensi besi.
G. Penegakanan diagnosis
Ditemukannya “oval yeast form” merupakan dasar untuk menegakkan infeksi
kandidiasis. Manifestasinya berbentuk papul putih menyebar dan plak yang bila
dirobek akan berdarah. Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui yang menjadi
faktor predisposisi, contohnya :
- Urinalisa untuk mencari diabetes millitus
- Hematologi : pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis leukosit
- Serologi : HIV
H. Penatalaksanaan
Perawatan Candidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut,
memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha
menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.
Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal
dan sistemik. Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan
penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih, seperti
Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah permen
karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda pemberian
antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat memicu kemunculan
Candidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.
III.4 CONGESTIVE HEART FAILURE
A. Definisi
Adalah suatu sindrom klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung
yang ditandai dengan adanya sesak napas, lelah saat beraktivitas atau istirahat,
terdapat tanda retensi cairan dan bukti objektif kelainan struktur atau fungsi
jantung.
B. Klasifikasi
Gagal jantung juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kelainan
struktural atau berdasar gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional
NYHA.
Berdasarkan presentasinya, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung
akut, kronik, dan acute on chronic. Gagal jantung dapat juga dibedakan
berdasarkan nilai fraksi ejeksinya, yaitu gagal heart failure reduced ejection
fraction dan heart failure preserved ejection fraction. Dikenal juga istilah gagal
jantung sistolik dan diastolik.
C. Gejala Klinis
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat
dikategorikan berdasarkan kriteria New York Heart Association (NYHA)
Functional Classification atau American Heart Association (AHA).
Gambar. Manifestasi Klinis Gagal Jantung
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim hepar
dan urinalisis. Pemeriksaan DM, dislipidemia, dan kelainan tiroid penting
dilakukan
EKG
Interpretasi yang perlu dicari ialah ritme, ada tidaknya LVH, ada tidaknya infark.
Meski tidak spesifik, EKG normal dapat mengeksklusi disfungsi diastolik
Rontgen thorax
Menilai ukuran dan bentuk jantung serta vaskularisasi paru dan kelainan non
jantung (hipertensi pulmonal)
Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri
Ekokardiogram 2-D/Doppler. Untuk menilai ukuran dan fungsi ventrikel kiri serta
kondisi katup dan gerakan dinding jantung. Indeks terpenting ialah fraksi
ejeksi. Normal bila ≥ 50%
Pemeriksaan Biomarker
BNP dan pro BNP sensitive untuk mendeteksi gagal jantung. Gagal jantung bila
BNP ≥100 pg/mL atau NT-proBNP ≥300 pg/mL
E. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan
kriteria Framingham. Bila terdapat paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor atau terdapat 2 kriteria mayor, diagnosis HF dapat dibuat.
Kriteria mayor
Paroxysmal nocturnal dyspnea atau orthopnea
distensi vena leher
peningkatan JVP
ronkhi
kardiomegali
edema paru akut
S3 gallop
Hepatojugular reflux
Kriteria Minor
edema ekstremitas
batuk malam
sesak pada aktivitas (dyspnea of effort)
Hepatomegali
efusi pleura
Kapasitas vital berkurang 1/3dari normal
Takikardi >120 bpm
F. Tataalaksana Non-Farmakoterapi
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri dapat didefinisikan sebagai tindakan-
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memeperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan
gagal jantung
Ketaatan Pasien Berobat
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setiap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik.
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 – 2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
G. Tatalaksana Farmakoterapi
Tujuan :
- Untuk mengurangi morbiditas
- Untuk mengurangi mortalitas
- Tindakan preventif dan penyembuhan penyakit jantung
BAB IV
ANALISA KASUS
ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Lemas
Lemas adalah suatu gejala atau sensasi kurangnya tenaga yang dapat
mempengaruhi perkerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.
Lemas dapat disebabkan oleh: Faktor fisiologis, Efek samping obat –
obatan, Gangguan persarafan atau otot, gangguan medis lain seperti
hipotiroid, hipertiroid, diabetes dan lain-lain. Pada pasien ini setelah
pengukuran GDS didapatkan hasil 450 mg/dL kemungkin lemas disebabkan
karena kondisi hiperglikemik akibat diabetes melitus.
2. Keluhan tambahan :
a. Haus terus menerus. Rasa haus terus-menerus yang dirasakan
pasien merupakan suatu tanda gejala klasik dari Diabetes Melitus
yaitu polidipsi. Rangsangan haus pada penderita DM timbul karena
kondisi hiperglikemia, penimbunan glukosa di ekstrasel
menyebabkan hiperosmolaritas sehingga transpor glukosa akan
meningkat di ginjal dan dieksresikan di urin secara berlebihan. Hal
ini menyebabkan diuresis osmotik menjadikan poliuria. Respon
terhadap kehilangan air yang banyak akan menjadikan pasien mudah
haus atau polidipsi.
b. Nyeri dada. Nyeri dada yang dirasakan pada pasien ini bersifat
tumpul seperti tertekan. Menjalar hingga ke tangan kanan dan ulu
hati. Nyeri dada dirasakan pada saat istirahat dan tidak membaik
dengan perubahan posisi. Nyeri dada pada pasien ini dapat berasal
dari adanya gangguan pada pembuluh darah koroner jantung.
c. Nyeri pada ulu hati. Nyeri yang dirasakan pasien kemungkinan
terdapat gangguan pada saluran cerna bagian atas. Yang
berhubungan dengan keluhan mual dan muntah yang dialami pasien.
d. Batuk. Batuk merupakan refleks fisiologis untuk membersihkan
saluran pernafasan dari benda asing ataupun mukus yang berlebih
guna menjaga aliran nafas yang lancar. Namun batuk juga dapat
bersifat patologis akibat adanya infeksi atau inflamasi terus
menerus. Batuk pada pasien ini bersifat patologis karena berdahak.
e. Kedua kaki bengkak. Bengkak pada kaki dapat terjadi akibat
adanya overload cairan sehingga tekanan hidrostatik pada pembuluh
darah meningkat dan menyebabkan ekstravasasi cairan. Overload
cairan yang terjadi pada pasien ini terjadi karena gagal jantung
kongestif. Kaki disertai rasa kebas, yang memungkinkan gejala
komplikasi mikrovaskular DM yang terjadi yaitu, neuropati
diabetik.
f. BAK yang sering. Hal ini terjadi karena penimbunan glukosa di
ekstrasel menyebabkan hiperosmolaritas sehingga transpor glukosa
akan meningkat di ginjal dan dieksresikan di urin secara berlebihan.
Hal ini menyebabkan diuresis osmotik menjadikan poliuria.
g. Badan mudah lelah dan pasien sering merasa lebih pucat.
Keluhan mudah lelah dan sering pucat ini dapat terjadi akibat adanya
oksigenisasi yang tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi akibat
gangguan pada struktur darah, gangguan pada jantung (terjadi akibat
pemompaan yang tidak adekuat), gangguan ginjal (terjadi anemia
renalis), atau dapat juga terjadi akibat adanya kurangnya
oksigenisasi dari sistem respiratori.
3. RPD
Pasien memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi merupakan faktor risiko
terjadinya beberapa penyakit seperti gagal ginjal, infark miokard, dan gagal
jantung.
HIPOTESIS
Adapun hipotesis yang dapat diambil pada kasus ini adalah :
2. Diabetes Melitus
Tipe II
Keluhan utama lemas yang mungkin dikarenakan kadar
gula sewaktu = 450 mg/dL, gejala klasik Diabetes
Melitus : polidipsi/sering merasa haus (+), poliuri/ sering
BAK (+), namun polifagi (-).
Dengan kebiasaan hidup atau pola makan kurang
terkontrol yakni konsumsi gula yang sering dengan
sering meminum teh manis.
Terdapat faktor resiko obesitas sentral.
2. Gagal jantung
kongestif
Sesak (+), menggunakan bantal saat tidur, kedua kaki
bengkak disertai dengan bengkak pada wajah.
Pemeriksaan fisik : JVP 5+ 3 mmHg, namun refleks
hepatojuguglar (-), Jantung: S4 (+), murmur (+).
Ekstremitas inferior: edema (+/+).
Kriteria framingham : min 1 kriteria mayor + 2
kritetia minor = HF
Kriteria mayor: paroksismal nokturnal dispnea,
peningkatan JVP, Rhonki, Wheezing, S3 (+).
Kriteria minor : edema ekstremitas, batuk, sesak pada
saat aktifitas maupun istirahat
3. Bronkhitis Terdapat sesak, Batuk (+) terdapat dahak berwarna
bening, tidak ada darah, demam, dengan pemeriksaan
fisik terdapat wheezing dan rhonki pada kedua lapang
paru. Foto RO: kesan gambaran bronkhitis
PEMERIKSAAN FISIK
• Tanda vital; TD= 70/60 mmHg, Nadi= 88x/menit, RR= 24x/menit, Suhu
aksila = 37,80C, Suhu Rektal : 38,7 0C
Dari tanda vital dapat ditegakkan adanya suatu kondisi hipotensi,
kemungkin terjadi keadaan shock pada pasien ini. Hipotensi adalah keadaan
dimana tekadan darah sistolik <100 mmHg dan tekanan darah diastolik <80
mmHg. Respiratory Rate pada pasien ini adalah 24 x/menit merupakan
batas ambang atas respiratory rate yang normal karena kompensasi adanya
sesak. Suhu aksila yang >37,50C yaitu 37,80C, dan suhu rektal yang ikut
meningkat menandakan adanya suatu proses infeksi yang beerlangsung,
sehubungan dengan riwayat sepsis pada pasien ini maka observasi febris
perlu diperhatikan.
1. Mata : terdapat konjungtiva anemis. Menandakan adanya kondisi anemia
namun jenis anemia dapat ditegakkan dengan adanya pemeriksaan darah
melihat hasil HB, MCV, MCH dan MCHC.
2. Leher : JVP 5 + 3 mmHg. Pada pasien ini terdapat peningkatan JVP. Hal
ini dapat terjadi akibat adanya gagal jantung kanan sehingga terjadi aliran
balik ke vena cava superior ataupun inferior. Aliran balik ini lah yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan pada Vena jugularis.
3. Paru : Vocal fremitus (+/+), Terdengar sonor pada kedua lapang paru,
Vesikuler Breathing Sound, Rhonki -/-, Wheezing +/+. Adanya suara
wheezing pada pasien ini menandakan adanya suatu penyempitan pada
saluran nafas sehingga pada saat ekspirasi udara mengalir melalui saluran
yang sempit sehingga terdapat bunyi seperti siulan. Saluran nafas dapat
menyempit akibat adanya sutu proses inflamasi ataupun terdapat suatu
proses infeksi.
4. Jantung pada auskultasi terdengar bunyi S4 (+), S3 (+) dan murmur
Hal ini dapat mendukung adanya gagal jantung. Hipertrofi jantung dapat
menyebabkan kebutuhan oksigen menjadi lebih tinggi dan adanya S3 dapat
mengartikan adanya aliran balik yang terjadi akibat akibat overload darah
ditambah dengan adanya gangguan perfusi pada otot jantung (infark)
sehingga pemompaan tidak adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penderita
CHF.
5. Abdomen terlihat cembung dan terdapat pekak sisi alih (+), hal ini
menandakan terjadinya suatu asites pada pasien ini. Asites yang terjadi bisa
disebabkan karena kondisi gagal jantung sehingga terdapat suatu
ekstravasasi cairan ke rongga periteneum.
6. Ekstremitas edem pitting (+/+), pulsai yang melemah, akral dingin
pada ekstremitas inferior sinistra dan dextra. Edema yang terjadi karena
kondisi gagal jantung menyebabkan ekstravasi cairan ke interstitial. Pulsasi
yang melemah perlu dievaluasi sebagai PAD yang bisa terjadi pada
penderita DM. Keluhan kebas yang dirasakan pasien juga merupakn suatu
tanda komplikasi mikrovaskular pada DM yaitu Neuropati Diabetikum.
Akral yang dingin menandakan perfusi pada jaringan perifer yang menurun
dan perlu segera dikoreksi sebelum jaringan perifer mengalami hipoksia.
Pemeriksaan Penunjang:
1. Terjadi penurunan HCT = 32,4 % (L).
Hematokrit adalah jumlah perbandingan antara sel darah merah dengan jumlah
volume plasma darah. Apabila terjadi penurunan pada hematokrit berarti
pembilang dari perbandingan tersebut yakni volume plasama darah meningkat
ataupun sebaliknya yaitu jumlah sel darah merah yang berkurang. Pada kondisi
pasien ini kemungkinan terjadinya suatu hemodilusi yang diakibatkan volume
plasma yang meningkat. Volume plasma meningkat karena keadaan kongestif
pada pasien ini. Selain itu jumlah sel darah merah tidak menurun yang didukung
oleh hasil pemeriksaan darah RBC, MCV, MCH dan MCHC.
2. Gula darah sewaktu yang meningkat 709 mg/dL (H). Merupakan diagnosis
pasti terjadinya kondisi shock hiperglikemik, dan diagnosis pasti dari Diabetes
Melitus. Pada pasien DM terdapat suatu keadaan resistensi/defisiensi insulin.
Insulin bekerja sebagai penghasil energi cadangan dengan meningkatkan
ambilan asam amino dan glukosa, terutama di otot dan sel lemak. Jika terdapat
suatu defisiensi insulin maka glukosa tidak diangut dan dimasukan ke dalam sel
sehingga terjadilah suatu kondisi hiperglikemia.
3. Peningkatan Creatinin = 1,4 mg/dl. Peningkatan ini dinilai tidak bermakna dan
hanya membutuhkan observasi karena nilai rentang normal dari creatinin serum
adalah sebesar 0-1,3 mg/dl/ Dan dianggap bermakna apabila peningkatan sudah
mencapai 2x dari nilai normal maka terdapat suatu disfungsi pada renal.
4. Penuruna elektrolit Cl = 93,42 mmol/L (L) dan K = 2,85 mmol/L (L).
Penuruna elektrolit yang terjadi karena eksresi yang meningkat akibat keadaan
hiperosmolaritas pada pasien DM. Disertai riwayat muntah sebanyak 7x,
menandakan pasien mengalami suatu dehidrasi maka elektrolit dalam tubuh ikut
menurun.
5. Hipoalbinemia (3,3 g/dl). Kondisi hipoalbuminemia dapat terjadi dikarenakan
kondisi hipertensi pasien yang bertahun-tahun mengakibatkan adanya kerusakan
glomerulus sehingga terjadi suatu kehilangan protein plasama yaitu salah
satunya albumin. Seiring dengan adanya penurunan albumin maka konsentrasi
protein di plasma menurun. Hal ini yang menyebabkan asites dan edema pada
ekstremitas.
6. Foto rontgen Kesan : Bronchitis. Terdapat suatu peningkatan corakan
bronkovaskular pada hiler kedua hemithorax.
Terapi
1. Inf. RL
Mengandung Natrium lactate 3,2 gram, NaCL 6 gram, KCl 0,4 gram, CaCl2
0,27 gram dalam 1000 ml. Digunakan sebagai pengganti cairan tubuh
yanghilang dan sebagai pemeliharaan keseimbangan cairan, mengatasi
dehidrasi cairan interstitial.
2. Oksigen 10 liter/menit
Oksigen diberikan untuk meringankan sesak nafas yang diderita pasien.
3. Inj. Lasix IV 2x2
Merupakan obat diuresis berisi fureosemide yang diindikasikan untuk
adanya suatu kongestif. Pada pasien ini menderita penyakit jantung
kongestif untuk itu obat ini ditujukan untuk mengurangi edema yang terjadi
dan menurunkan kerja jantung akibat overload cairan. Dalam pemberiannya
harus dikontrol untuk menghindari kehilangan elektrolit yaitu Ca, K dan Na.
4. Ranitidin 2 x 1 amp
adalah golongan obat antagonis resesptor H-2 yang bekerja secara sellektif
pada mukosa lambung untuk menghambat eksresi asam lambung, sehingga
mampu meredakan gejala mual dan muntah yang dialami pasien.
5. Humulin R SC 2x6 UI
- Kandungan : Humulin R Regular soluble human insulin (recombinant
DNA origin). Humulln 30/70 Regular soluble human insulin 30% &
isophane human insulin susp 70% (recombinantDNA origin).
- Indikasi : Diabetes Melitus
- Mekanisme Kerja : Menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan
transfor ke dalam sel dan meningkatkan konfersi glukosa menjadi
glikogen, Meningkatkan konversi asam amino menjadi protein dalam
otot dan merangsangpembentukan trigiserida, Menghambat pelepasan
asam lemak bebas sumbernya dapat berasal dari daging sapi,babi,atau
kombinasi ,semi sintetis,dan insulin manusia yang di siapkan dengan
teknologi DNA rekombinan
- Dosis : Inj secara SK, IM, Humulin R dapat diberikan secara IV.
Dosis disesuaikan dengan kebutuhan individu. Humulin R mulai kerja
1/2 jam, lamanya 6-8 jam, puncaknya 2-4 jam. Humulin N mulai kerja
1-2 jam, lamanya 18-24 jam, puncaknya 6-12 jam. Humulin 30/70
mulaikerja 1/2 jam, lamanya 14-15 jam
6. Inj. Pantoprazol IV 2x1
Adalah golongan Proton Pump Inhibitor yang dapat terikat pada H+ K+
ATP-ase pada sel parietal gaster, sehingga dapat menghambat sekresi HCl.
Bertujuan untuk mengurangi rasa mual dan nyeri ulu hati yang dikeluhkan
oleh pasien.
7. Inj. Narfos IV 2x1
Narfos berisi obat ondansentron yang merupakan antiemetic, selective 5-
HT3 Antagonist. Bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor 5HT3 di
sistem saram pusat dan juga sistem saraf perifer dan mempunyai efek primer
terhadap saluran cerna. Obat ini dibeikan untuk menghilangkan keluhan
mual dan muntah yang dialami pasien.
8. Inj. Piracetam IV 3x1
Piracetam adalah suatu suplemen dan noootropic agents. Diindikasikan
pada gejala-gejala involusii yang berhubungan dengan usia lanjut.
Dikontraindikasikan pada gangguan ginjal berat dengan kadar creatinin
clearance < 20 ml/menit.
9. Lacto B 3x1
Merupakan suatu probiotik ditujukan untuk membantu flora normal yang
berada pada saluran cerna.
10. Biodiar 3 x 1 PO
Biodiar adalah suatu attalpulgite koloidal. Merupakan pengobatan
simtomatik untuk menghilangkan gejala penyakit diare non spesifik.
Tersedia sediaan tablet 630mg dapat dikomsumsi bersamaan dengan
makanan ataupun tidak.
11. KSR 3 x 1 PO
Berisi Kalium untuk mengkoreksi kekurangan elektrolit.
12. Glucodex
Berisi Gliclazide 80 mg
13. Spirolakton 2 x 50 mg PO
Merupakan aldosterone antagonist sebagai obat antihipertensi, berikatan
dnegan reseptor Na-K di tubulus distal dan meningkatkan ekresi Na+, Cl-
dan H2O dan retensi K+ dan H+.
14. Candistatin drop 3 x 1
Merupakan nistatin oral ditujukan untuk membunuh jamur Candida.
15. Inf. Cryptal
Berisi fluconazole yang merupakan selective inhibitor bagi sitokrom fungal
P-450. Diberikan selama minimal 2 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: FKUI, 2007: h. 1894-7.
2. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam: Price
SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta: EGC, 2006: h. 1259-74.
3. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24].
Available from : http://emedicine.medscape.com/.
4. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17th Edition.
New York: McGraw-Hill, 2009: h. 942-7.
5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Dalam: IPD’s CIM: Compendium of Indonesian
Medicine, 1st Edition. Jakarta: IDI, 2009: 13-40.