SKRIPSI
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Disusun oleh: Hani Maisya Putriani
NIM : 102011023448
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI
DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Strata 1 (S.Pd.I)
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Muhamad Mukri NIM : 102011023448
Di bawah bimbingan
Heny Narendrany, MPd NIP 19580707.198703.1.005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hani Maisya Putriani
NIM : 102011023448
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakuk Karimah
Siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan
Dosen Pembimbing : Heny Narendrany Hidayati S.Ag, M.Pd
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan Undang-undang yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Agustus 2010
Penulis
Hani Maisya Putriani
i
ii
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI
DARUSSALAM PONDOK LABU JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam
Oleh:
HANI MAISYA PUTRIANI
NIM: 102011023448
Dibawah Bimbingan:
Heny Narendrany Hidayati, S.Ag, M.Pd
NIP: 19710512 199603 2002
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010/1431 H
iii
iv
ABSTRAKSI HANI MAISYA PUTRIANI, “Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakul Karimah siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan”. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan pendidikan akhlak dalam pembentukan akhlakul karimah siswa di MI Darussalam. Dan dapat memberikan saran yang positif bagi guru-guru agama, baik yang dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan hukuman dalam proses belajar mengajar berupaya untuk meningkatkan akhlak siswa di MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan melibatkan 60 siswa kelas 3-6. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada guru agama dan kepala sekolah, dan penyebaran angket berupa 25 item pertanyaan yang diberikan kepada siswa dan diambil secara random atau acak.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa: 1) Respon positif siswa terhadap pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam mencapai rata-rata 50.9% termasuk dalam kategori baik. 2) Akhlakul Karimah siswa juga sudah cukup baik ini terlihat dari rata-rata persentase siswa sebanyak 53.2% siswa yang selalu berakhlakul karimah 3) Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah ada 3 faktor yaitu: faktor informal, formal dan non formal. Sebesar 50% jumlah rata-rata persentase siswa yang merespon positif terhadap faktor-faktor tersebut. Penulis Hani Maisya Putriani NIM: 102011023448
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah zat yang Maha Rahman dan Maha
Rahim terhadap seluruh mahluknya. Dialah yang menganugerahkan berbagai nikmat
dan karunia khususnya kepada penulis, sehingga dengan hidayah dan inayahnya
memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan Sarjana Pendidikan
Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
Tiada terlupakan shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada penyelamat
umat manusia di dunia, yaitu baginda Nabi besar Muhammad SAW sebagai insan
utama pilihan Allah yang telah memancarkan cahaya kebenaran dalam sisi kehidupan
manusia.
Setelah sekian lama mengikuti proses bimbingan, akhirnya penyusunan
skripsi ini terwujud bukan semata-mata atas upaya pribadi penulis, melainkan berkat
bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur kepada
Allah SWT, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan rasa
hormat dan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bpk.Bahrissalim, M.Ag., selaku Ketua Jurusan dan Bpk.Drs. Sapiudin Shidiq,
M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
3. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mendidik, memberikan pengalaman dan mendewasakan penulis
tentang berbagai wawasan dan ilmu perguruan yang sangat berguna selama
mengikuti studi di kampus
4. Ibu Heny Narendrani Hidayati S.Ag, M.Pd yang dengan ketulusan dan
keikhlasannya berkenan menjadi dosen pembimbing dan telah meluangkan waktu
v
vi
serta kesabaran beliau yang tidak lelah untuk memberikan bimbingan, membantu
dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Ust.Marzuki HR, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Darussalam yang telah
mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.
6. Rozali HR, Selaku Kepala Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan yang telah mengizinkan untuk mengadakan penelitian serta bersedia
untuk diwawancarai dan kepada seluruh staf/karyawan yang bersedia membantu
penulis untuk memperoleh data yang diperlukan selama penelitian
7. Hj.Latifah S.Pdi, sebagai guru bidang Studi Pendidikan Agama Islam yang
bersedia diwawancarai sehingga mempeoleh data dengan mudah dan akurat.
8. Seluruh dewan guru MI Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan atas masukan
dan supportnya kepada penulis
9. Papahku tercinta (Alm) Bahwani HR. semoga engkau bahagia berada di Sisi-Nya
10. Ibunda Lamhati dan Ayahanda Ust.A. Syahroni, serta suamiku tercinta Syukur
Ya’kub yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayangnya. Terima
kasih atas dukungannya, baik moril maupun materil
11. Saudara-saudaraku yang tersayang dan sahabat-sahabatku terkasih yang turut
serta membantu dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini (Muhammad Mukri, Siti Chilwani, Ichi, Supriyadi dan Syarifah)
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh dari
kesempurnaan, uuntuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah
memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada penulis.
Penulis
Hani Maisya Putriani
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii ABSTRAKSI .................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI .................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................ 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 7
BAB II PENDIDIKAN AKHLAK DAN PEMBENTUKAN AKHLAKUL
KARIMAH SISWA ...................................................................... 9
A. Pendidikan Akhlak .................................................................... 9
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ........................................... 9
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak .............................. 13
3. Metode Pendidikan Akhlak .............................................. 18
4. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak ....................................... 23
B. Pembentukan Akhlakul Karimah Siswa ................................. 28
1. Pengertian Pembentukan Akhlakul Karimah .................... 28
2. Macam-macam Akhlak ..................................................... 29
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan
Akhlak ............................................................................... 36
4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah .......................... 38
C. Guru ........................................................................................ 41
1. Pengertian Guru ................................................................ 41
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru .................................... 43
3. Peran Guru terhadap siswa ............................................... 44
D. Fase Kanak-kanak (6–12 Tahun) ............................................ 47
1. Fase kanak-kanak I ......................................................... 47
2. Fase kanak-kanak II ......................................................... 55
E. Pelaksanaan pendidikan akhlak dalam membentuk
akhlakul karimah siswa ........................................................... 60
F. Kajian Pustaka Terdahulu ....................................................... 68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 70
A. Metode Penelitian ................................................................... 70
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 70
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 70
D. Instrumen Penelitian ............................................................... 71
E. Tehnik Pengumpulan Data ...................................................... 74
F. Tehnik Analisis Data .............................................................. 75
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ 76
A. Gambaran Singkat MI Darussalam Pondok Labu .................. 76
B. Temuan Penelitian .................................................................. 81
C. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ............................... 95
BAB V PENUTUP .................................................................................. 100
A. Kesimpulan ........................................................................... 100
B. Saran ..................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Quesioner ......................................................................... 64
Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara ...................................................................... 66
Tabel 4.1 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 71
Tabel 4.2 Data Guru dan Karyawan MI Darussalam ..................................... 72
Tabel 4.3 Data Siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta ......................... 73
Tabel 4.4 Struktur Organisasi ......................................................................... 74
Tabel 4.5 Guru menanamkan Ajaran Agama di Sekolah ................................ 75
Tabel 4.6 Kegiataan sholat berjamaah di sekolah .......................................... 75
Tabel 4.7 Menerangkan akhlak di dalam mata pelajaran agama .................... 76
Tabel 4.8 Guru memberikan teladan di sekolah .............................................. 76
Tabel 4.9 Orang tua menjadi contoh yang baik di rumah .............................. 77
Tabel 4.10 Membiasakan siswa untuk berdoa sebeluim dan sesudah
melakukan pekerjaan ...................................................................... 77
Tabel 4.11 Guru memberikan nasehat yang membangun ................................ 78
Tabel 4.12 Memberikan hukuman kepada siswa yang melakukan kesalahan ... 78
Tabel 4.13 Akhlak dan perilaku anak diperhatikan orang tua dan guru ........... 79
Tabel 4.14 Mengingatkan siswa untuk berhati-hati dalam berteman ............... 79
Tabel 4.15 Memberikan bimbingan kearah yang lebih baik kepada siswa ...... 80
Tabel 4.16 Suasana harmonis di rumah ............................................................. 80
Tabel 4.17 Berpuasa setiap bulan Ramadhan ................................................... 81
Tabel 4.18 Bercanda ketika shalat .................................................................... 81
Tabel 4.19 Meminta izin kepada orang tua bila ingin bepergian ..................... 82
Tabel 4.20 Nasehat orang tua didengarkan dengan baik .................................. 82
Tabel 4.21 Mengucapkan salam bila bertemu guru .......................................... 83
Tabel 4.22 Berlaku sopan dan hor,mat kepada guru ........................................ 83
Tabel 4.23 Mengikuti kegiatan bakti sosial ...................................................... 84
Tabel 4.24 Memberikan sedekah kepada Fakir miskin ................................... 84
Tabel 4.25 Membantu teman yang terkena musibah ........................................ 85
ix
x
Tabel 4.26 Membuang sampah pada tempatnya .............................................. 85
Tabel 4.27 Perhatian keluarga mempengaruhi perilaku siswa ......................... 86
Tabel 4.28 Menyampaikan materi agama dengan baik dan disertai contoh ..... 86
Tabel 4.29 Mengikuti kegiatan keagamaan di masjid/mushola ....................... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari perspektif Islam, anak adalah karunia sekaligus amanah Allah yang
diberikan kepada orang tua. Sebagai karunia, kelahiran anak harus disyukuri
sebagai nikmat Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Sedangkan sebagai
amanah, orang tua mempunyai tanggung jawab memelihara amanah itu. Bukti
syukur dan tanggung jawab orang tua terhadap anak itu diwujudkan dalam
perlakuan baik, kasih sayang, pemeliharaan, pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, kebutuhan batiniah dan spiritual. Singkatnya, kelahiran anak sebagai
karunia dan amanah meniscayakan perlunya pendidikan.1
Kebutuhan terhadap pendidikan merupakan hal yang tidak dapat
dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Berkenaan
dengan ini, di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 secara tegas disebutkan bahwa
"tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran".2
Anak-anak merupakan tunas-tunas bangsa dan generasi harapan bangsa.
Mereka lah yang akan membawa negeri ini ke masa depan yang lebih baik dan
lebih cerah dari masa sebelumnya. Hal itu akan terwujud apabila anak-anak
tersebut mendapatkan kesempatan sekurang-kurangnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial sejak dini
1 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001, Cet.I, h.43
2 Afnil Guza, Undang-Undang Sisdiknas dan Undang-Undang Guru dan dosen, (Jakarta:Asa Mandiri,2009), Cet.ke-9, h.36
1
2
dengan memberikan pendidikan yang cukup terutama pendidikan yang
didalamnya mencakup pendidikan akhlak karena seseorang yang dibekali
pendidikan tanpa adanya akhlak yang baik akan terjadi penyimpangan-
penyimpangan perilaku di negeri yang tercinta ini.
Pendidikan akhlak dalam abad kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern ini sangat penting untuk dikaji dan ditingkatkan. Fakta menunjukkan
bahwa kemajuan IPTEK tersebut banyak memberikan dampak negatif disamping
dampak positif terhadap tingkah laku manusia. Akhlak termasuk salah satu
masalah yang menjadi perhatian, baik dalam masyarakat maju maupun
masyarakat yang masih terbelakang. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang
yang sudah rusak akhlaknya maka goncanglah masyarakat tersebut.3
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukan akhlak dalam kehidupan
manusia menempati posisi yang sangat penting, baik dalam kehidupan individu
maupun masyarakat dan berbangsa. Jatuh bangunnya suatu bangsa bergantung
kepada kualitas akhlak bangsa tersebut. Apabila akhlaknya baik maka bangsa
tersebut sejahtera lahir dan batin, tapi sebaliknya jika akhlaknya buruk bangsa
tersebut akan lenyap dari permukaan bumi seperti yang terjadi pada kaum Ad,
Tsamud dan lain sebagainya. Melihat permasalahan diatas, maka sangat
diperlukan peranan dan kerjasama yang baik antara orang tua, guru dan
masyarakat/pemerintah dalam proses pembentukan akhlakul karimah kepada anak
didik mereka.
Akhlak merupakan fondasi dalam kehidupan seorang muslim. Akhlak
yang baik ibarat perhiasan setiap mukmin, merupakan pakaian yang tidak pernah
usang dan pudar. Akhlak juga merupakan fokus agama samawi terutama agama
Islam dan selalu menjadi perhatian besar para ulama Islam dan akan terus
berlangsung demikian sepanjang hidup.4
Begitu pentingnya akhlak dalam Islam, sehingga banyak disinggung
dalam Al-Quran. Rasulullah SAW sangat menekankan aspek akhlak begitu juga
dengan Rasulullah adalah orang yang sangat mulia akhlaknya, sehingga Allah
3 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-16, h.56
4 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), Cet.1, h.228
3
memujinya dalam firman-Nya yang terdapat dalam surat Al-Qalam ayat 4 yang
berbunyi:
Artinya: "… dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". 5
Ayat diatas relevan sekali dengan misi nabi Muhammad SAW
diutusAllah ke dunia sebagaimana sabda Nabi:
)رواه احمد( م صالح االخالق تمانما بعثت لأArtinya:"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak"(HR Ahmad).6
Setiap agama mengajarkan akhlak terutama agama Islam, karena dalam
pendidikan agama biasanya diartikan pendidikan yang materi bahasannya
berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan ibadah kepada Tuhan.
Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan sikap mental-
spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku atau perilaku manusia
dalam berbagai kehidupan.7 Namun, kenyataan yang terjadi dalam kehidupan
justru sebaliknya terjadi perilaku (akhlak) yang tidak baik. Kemerosotan akhlak
yang demikian itu bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa saja, tetapi juga
pada para pelajar tunas-tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan
perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan.
Anak pada usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah condong bergaul
dengan teman sebaya dan berkelompok. Mereka mudah terpengaruh oleh teman-
temannya, bahkan mulai tumbuh keinginan untuk tampil beda agar mendapat
perhatian dari anggota kelompok atau orang-orang di sekitarnya. Pengaruh negatif
teman terhadap perilaku anak pada usia ini dampaknya cukup besar. Karena itu
mereka memerlukan yang namanya pendidikan agama yang temasuk di dalammya
pendidikan akhlak guna membentuk akhlak mulia.
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta:Yayasan penyelenggara/penafsir al-Quran, 1971), h.960
6 H.M Noor Sulaiman, Hadits-hadits pilihan kajian tekstual dan Kontekstual, (Jakarta:Gaung Persada, 2010), cet.I, h.61
7 Abudin Nata, Media Berkala Al-Hikmah, Mengokohkan Moralitas Dalam Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Al-Hikmah,2002), Vol.4, No 5, Januari 2002, h. 12
4
Berbicara masalah pembentukan akhlak atau perilaku seseorang sama
dengan berbicara tentang salah satu tujuan khusus dari pendidikan Islam. Adapun
tujuan khusus dari pendidikan Islam adalah mendidik individu yang saleh dengan
memperhatikan segenap dimensi perkembangannya: rohaniah, emosional, sosial,
intelektual dan fisik.8
Fase kritis dalam membentuk perilaku (akhlak) anak adalah fase ketika
anak duduk di bangku SMA. Karena itu para pendidik baik orang tua, guru dan
orang-orang di sekitarnya memiliki kesempatan untuk membentuk perilaku anak
mulai usia balita sampai SMP, karena pada masa ini semua program-program
perilaku mampu diserap baik oleh seorang anak, terlepas apakah itu baik atau
buruk secara nilai kultur dan agama. Jika pada masa ini anak jauh lebih banyak
menyerap hal-hal yang buruk maka hal-hal buruk inilah yang akan menjadi
perilaku dominannya.9
Pendidikan akhlak pertama kali ditanamkan di dalam lingkungan keluarga,
karena keluarga merupakan tempat pendidikan utama dan orang tua sebagai
kuncinya. Pendidikan dalam keluarga berperan dalam pengembangan watak,
kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai keagamaan dan moral serta ketrampilan
sederhana.10 Setelah melihat begitu pentingnya akhlakul karimah bagi anak-anak
mereka dan menyadari akan keterbatasan waktu mereka dalam mendidik anak-
anak mereka, maka orang tua memilih pendidikan formal yaitu sekolah sebagai
lembaga pendidikan akhlak yang kedua untuk melanjutkan pendidikan anak-anak
mereka setelah mendapatkan bekal pendidikan di rumah.
Adapun pelaksanaan pendidikan akhlak pada siswa usia Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah di sekolah dapat dilakukan dengan cara memberikan
keteladan, pembiasaan, petunjuk, cerita/kisah, nasehat dan sebagainya dengan
menggunakan bahasa yang sederhana sesuai dengan perkembangan kecerdasan
8 Hery Noer Aly dan Munzier Suparta, Pendidikan Islam Kini dan Mendatang, (Jakarta:
CV Triasco, 2003), Cet I, h.143 9 Ayah Edi, Mendidik anak zaman sekarang ternyata mudah lho, (Jakarta:Tangga
Pustaka, 2008), h. 45 10 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia, (Jakarta:
Lantabora Press, 2003), Cet. Ke-2, h.48
5
dan daya pikir mereka. Dalam usaha menanamkan nilai akhlak kepada mereka,
guru dituntut dapat memahami perkembangan jiwa mereka.
Dari uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam
pembentukan akhlakul karimah pada siswa, maka pelaksanaan pendidikan di
sekolah harus dilakukan secara intensif terutama dalam pendidikan agama yang di
dalamnya mengajarkan tentang akhlak. Tidak hanya akhlak kepada Allah SWT,
tetapi juga akhlak kepada makhluk-Nya. Karena apabila pendidikan agama
diabaikan di sekolah, maka didikan agama yang dibekali di rumah tidak akan
berkembang bahkan mungkin terhalang.
Bertitik tolak pada persoalan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat
skripsi dengan judul:
"PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN
AKHLAKUL KARIMAH SISWA DI MI. DARUSSALAM PONDOK LABU
JAKARTA SELATAN".
Ada beberapa hal yang mendorong penulis memilih judul tersebut, antara
lain:
1. Sepanjang pengetahuan penulis bahwa di MI Darussalam pondok labu Jakarta
selatan tentang pendidikan akhlak dalam pembentukan perilaku siswa belum
pernah diadakan penelitian oleh pihak manapun.
2. Pendidikan akhlak dalam pembentukan perilaku siswa adalah suatu keharusan
atau tanggung jawab pihak guru dalam menjadikan anak-anak didiknya
berkepribadian baik yang mencerminkan perilaku yang baik pula.
3. Penulis memilih Madrasah Ibtidaiyah karena penulis beranggapan bahwa
madrasah adalah salah satu lembaga yang bercirikan Islam yang sudah pasti
pendidikan akhlak sangat ditanamkan dan diperhatikan disana. Tetapi yang
penulis perhatikan justru mengapa akhlak yang kurang baik yang terlihat di
sana mulai dari ucapan-ucapan dan tingkah laku mereka yang kurang baik.
Apakah dikarenakan pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam yang
kurang terencana dengan baik ataukah karena kesalahan orang tua yang kurang
memperhatikan akhlak anak-anak mereka baik didalam maupun diluar rumah
6
ataukah karena ketidakberhasilan guru di sekolah dalam mendidik dan
menanamkan akhlak kepada siswanya atau permasalahan itu timbul karena
pribadi mereka sendiri?
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di latar belakang masalah,
permasalahan yang muncul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pendidikan akhlak MI Darussalam kurang terencana dengan baik
sehingga belum bisa membentuk akhlakul karimah pada siswa
2. Rendahnya Akhlakul Karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlakul karimah pada
Siswa
4. Kurangnya kerjasama dan komunikasi antara guru dan orang tua siswa
5. Kedisiplinan guru MI Darussalam Pondok Labu masih kurang
6. Hambatan dalam membentuk akhlakul karimah siswa
C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasinya agar
tidak terjadi distorsi pemahaman yaitu tentang "Pelaksanaan Pendidikan Akhlak
di MI Darussalam yang dapat mempengaruhi pembentukan Akhlakul Karimah
siswa".
Adapun pelaksanaan pendidikan akhlak yang dimaksud adalah langkah-
langkah yang dilakukan atau dilaksanakan oleh guru agama dalam menanamkan
akhlakul karimah kepada siswa mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan
pembentukan akhlakul karimah siswa dalam penelitian ini adalah tingkah laku
atau perbuatan siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta selatan yang dilakukan
berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan dengan berlandaskan kepada
norma-norma tertentu yang terdapat dalam ajaran Islam yang meliputi akhlak
kepada Allah SWT, akhlak kepada guru, lingkungan sekolah dan masyarakat.
7
Adapun siswa MI yang penulis teliti adalah siswa yang berada di kelas 3
(tiga) sampai kelas 6 (enam) dengan alasan siswa yang berada di kelas ini adalah
siswa yang berada di kelas tinggi, dimana mereka sudah dapat berpikir tentang
sesuatu yang abstrak dan sudah dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu
lebih lama. Bahkan mereka sudah dapat memperhatikan pelajaran yang tidak
begitu menarik perhatian mereka. Sedangkan siswa yang masih berada di kelas
rendah menurut penulis mereka masih memerlukan perhatian khusus dan tuntunan
dalam menjawab soal-soal karena menurut survey di lapangan sebagian besar
siswa yang berada di kelas 1 dan 2 masih belum lancar membaca dan menulis.
Selain itu juga mereka belum bisa memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang
tidak memikat hati mereka karena mereka hanya menerima sesuatu hal yang
masuk dalam akal pikiran mereka.
Adapun perumusan masalahnya, penulis rumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan akhlak di MI Darussalam Pondok Labu
Jakarta Selatan sehingga dapat membentuk akhlakul karimah siswa?
2. Bagaimana Akhlakul Karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu Jakarta
Selatan?
3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlakul
karimah pada Siswa?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan akhlak di MI. Darussalam
Pondok Labu Jakarta Selatan yang dapat membentuk akhlak siswa.
b. Mengetahui akhlakul karimah siswa MI Darussalam Pondok Labu
Jakarta Selatan
c. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlakul
karimah pada siswa.
8
2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian keilmuan para
akademisi pendidikan dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan guru
PAI khususnya bidang studi Aqidah Akhlak dalam memilih metode
pembelajaran yang efektif guna membentuk akhlak siswa.
b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan motivasi oleh
orang tua, guru dan masyarakat sebagai pendidik agar lebih berhati-hati
untuk memilih bentuk pola asuh yang baik yang akan diberikan atau
ditanamkan kepada anak didik mereka agar tidak salah dalam
mendidik.
BAB II
PENDIDIKAN AKHLAK DAN
PEMBENTUKAN AKHLAKUL KARIMAH
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Sebelum penulis mengemukakan pengertian pendidikan akhlak, ada
baiknya diketahui terlebih dahulu tentang pengertian pendidikan dan akhlak
secara terpisah ditinjau dari segi etimologi dan terminologi.
Menurut etimologi kata "pendidikan" berasal dari kata "didik" yang
mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang artinya "memelihara, merawat dan
memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang
diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak dan sebagainya).1 Dalam
Bahasa Arab disebut " ة " Yang berasal dari kata " تربي ى yang artinya " رب
"mengasuh, memimpin atau mendidik".2
Kata " ربى " Yang berarti mendidik dapat ditemukan di dalam al-Quran surat al-Isra ayat 24:
☺ ⌧ ☺⌧
1 Daryanto, SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h.156 2 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989),
Cet. Ke-8, h. 136
9
10
Artinya: "… ya Tuhanku sayangilah keduanya (ibu-bapakku) sebagaimana mereka telah mendidikku sejak kecil".3
Adapun pengertian pendidikan secara terminologi dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Menurut Ahmad D.Marimba yang dikutip oleh Hery Noer Aly, pendidikan
adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang
utama".4
b. Menurut Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pendidikan merupakan aktifitas dan
usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina
potensi-potensi pribadinya (panca indera dan keterampilan)".5
c. Menurut Prof. H.M Arifin M.Ed, Pendidikan diartikan sebagai latihan
mental, moral dan fisik yang bisa menghasilkan manusia yang berbudaya
tinggi, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian)
serta menanamkan rasa tanggung jawab.6
d. Menurut Zuhairini Pendidikan meliputi semua perbuatan/semua usaha dari
generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapan serta keterampilan kepada generasi muda sebagai
usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik
jasmaniah/rohaniah.7
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah Bimbingan atau pimpinan secara sadar dari si pendidik
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi pribadinya agar dapat
3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemah, (Jakarta: Yayasan
penyelenggara/penafsir al-Quran, 1971), h. 428 4 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet.II,
h. 2 5 Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta:
Hidayakarya Agung, 1978), Cet. Ke-2, h. 5 6 H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), Cet. Ke-4, h.7 7 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), cet.ke-5, h.
92
11
menumbuhkan personalitas dan rasa tanggung jawab yang baik sehingga dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
Sedangkan Prof.DR.H.Ramayulis dalam bukunya "Ilmu Pendidikan
Islami" mengemukakan istilah lain dari pendidikan dengan kata tarbiah, ta’lim
dan ta’dib:
a. Tarbiah yang berarti “pendidikan, pengasuhan dan sebagainya”. Selain itu
kata-kata ini mencakup banyak arti seperti kekuasaan, perlengkapan dan
pertanggung jawaban, perbaikan, penyempurnaan dan lain-lain.
b. Ta’lim berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian
pengertian, pengetahuan dan keterampilan.
c. Ta’dib yang berarti pelatihan atau pembiasaan.8
Dari ketiga istilah tesebut yang paling popular digunakan adalah kata
“tarbiah” karena mencakup keseluruhan kegiatan pendidikan seperti persiapan
individu dalam kesempurnaan etika, berpikir secara sistematis, ketajaman intuisi,
giat dalam kreasi dan memiliki keterampilan.
Pengertian akhlak secara etimologi (bahasa) berasal dari bahasa Arab
dengan kosakata "al-Khuluq" yang berarti kejadian, budi pekerti dan tabiat dasar
yang ada pada manusia.9 Dalam kamus modern Bahasa Indonesia kata akhlak
diartikan sebagai "budi pekerti, tingkah laku, dan perangai".10 Sedangkan
pengertian akhlak menurut Jamil Shaliba yang dikutip oleh Dr.H.Moh. Ardani
dalam bukunya yang berjudul “Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat”,
akhlak berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.11
8 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), Cet.ke-7, h.14-15 9 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia, (Bukit
Tinggi: Amelia Surabaya, 2005), Cet I, h. 7 10 M.Dahlan Al-Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Arkola,
1994), h.12 11 H. Moh.Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, (Jakarta: CV.Karya
Mulia, 2001), Edisi Pertama, h.25.
12
Adapun pengertian akhlak secara terminologi (istilah) terdapat
beberapa pendapat yang dikutip oleh Rahmat Djatnika dalam bukunya "System
Ethika Islam" adalah sebagai berikut:
a. Menurut Ibn Maskawaih akhlak itu adalah keadaan gerak jiwa seseorang yang mendorong kearah melakukan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu.
b. Al-Ghazali dalam bukunya Ihya 'Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tetap pada jiwa seseorang yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah dengan tidak membutuhkan pikiran atau pertimbangan.
c. Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlaq mengatakan bahwa akhlak ialah membiasakan kehendak.12
Dari beberapa pengertian di atas jelaslah bahwa akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang mendorong melakukan perbuatan secara berulang-
ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu.
Jadi pada hakekatnya akhlak atau khuluq itu adalah kondisi atau sifat
yang telah meresap dalam jiwa manusia dan menjadi kepribadian, sehingga dari
situlah timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas tentang pengertian akhlak,
maka Abudin Nata menyimpulkan ciri-ciri perbuatan akhlak, sebagai berikut:
a. Perbuatan akhlak itu telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang atau telah
mendarah daging sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak itu mudah dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.
c. Perbuatan akhlak itu timbul atas kemauan dan pilihan sendiri, bukan karena
ada paksaan dari luar.
d. Perbuatan akhlak itu dilakukan dengan sebenarnya bukan berpura-pura atau
bersandiwara.
e. Perbuatan akhlak itu diperbuat atas dasar niat semata-mata karena Allah.13
12 Rahmat Djatnika, System Ethika Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), h. 26-
27 13 Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2003), Cet.I, h. 4-5
13
Menurut Prof. Dr. H.A Rahman Ritonga di samping istilah akhlak,
ada beberapa istilah yang sering disamaartikan dengan akhlak oleh banyak orang
yaitu moral, etika dan susila.
a. Moral dari bahasa latin (mores) ialah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang dan baik buruknya perilaku itu diukur dengan norma yang berlaku (hukum dan adat).
b. Etika dari bahasa Yunani (ethos) ialah perilaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang. Untuk mengukur baik atau buruk kebiasaan itu adalah dengan menggunakan standar logika umum yang sehat.
c. Susila dari bahas sansekerta (su=baik dan sila=prinsip) yaitu perlaku yang sudah menjadi kebiasaan seseorang. Baik dan buruknya perilaku diukur dengan perasan. Susila disebut juga sebagai sopan santun.14
Setelah mengetahui pengertian dari pendidikan dan akhlak maka
penulis menyimpulkan bahwa pendidikan akhlak ialah usaha sadar manusia
berupa bimbingan atau bantuan yang diberikan oleh si pendidik kepada anak
didiknya yang berkaitan dengan masalah budi pekerti yang tertanam dalam jiwa
mereka sehingga jasmani dan rohani mereka dapat berkembang menjadi
kepribadian utama yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak
Setiap aktifitas yang dilaksanakan manusia haruslah mempunyai dasar
dan tujuan agar semua aktifitasnya itu dapat tercapai dengan baik
Dasar merupakan suatu fundamen untuk berdirinya suatu tujuan,
demikian pula halnya dengan pelaksanaan pendidikan harus memiliki dasar-dasar
yang kuat dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan.
Di dalam Islam yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah al-Quran
dan Hadis. Dengan kata lain dasar-dasar yang lain selalu dikembalikan kepada
dua sumber ini. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai dasar alat ukur tingkah
laku seseorang dalam hal kebaikan dan keburukan. Apa yang baik menurut al-
Quran dan Hadis, maka baik pula perbuatan itu. Dan sebaliknya apa yang menurut
14 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, hlm.8
14
al-Quran dan Hadis itu jelek, maka jelek pulalah perbuatan itu dan harus
ditinggalkan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
هما آتاب اهللا و سنةترآت فيكم امرين لن تضلوا ابدا ما ان تمسكتم ب رسوله
)رواه الحاآم ( Artinya: "Aku tinggalkan untuk kamu sekalian dua hal (perkara), tidak akan sesat
kamu sekalian dalam berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya"15.
Sejarah Islam telah menunjukkan bahwa Rasulullah saw diutus kepada
seluruh manusia adalah untuk mengajar dan membimbing mereka dalam hal-hal
yang berkaitan dengan agama dan dunia serta menunjukkan mereka ke jalan yang
lurus yakni jalan yang diridhoi Allah SWT. Al-Quran adalah kitabullah yang
diwahyukan kepada nabi Muhammad saw yang berisikan pedoman dan petunjuk
bagi umat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Petunjuk Al-Quran sebagaimana dikemukakan Mahmud Syaltut, dapat
dikelompokkan menjadi 3 pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud Al-
Quran yaitu:
1. Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-
norma keagamaan dan susila yang diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik
individual maupun kolektif.
3. Petunjuk mengenai syari'at dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar
hukum yang diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan
sesamanya.16
Dengan demikian tepat sekali kalau Al-Quran dijadikan sebagai dasar
pertama dari pendidikan akhlak.
Salah satu ayat-ayat al-Quran yang mengandung nilai-nilai akhlak
adalah:
15 Romdoni Muslim, 300 Hadits Akhlak, (Jakarta: Restu Ilahi, 2004), h.vii 16 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, … h.33
15
⌧ ⌧ ☺
⌧
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".17(QS.An-Nahl: 90)
Ayat diatas menunjukkan perintah kepada manusia untuk berlaku adil
dan berbuat kebajikan dan melarang manusia untuk melakukan hal-hal yang
bersifat keji, kemungkaran juga permusuhan. Ayat ini juga mengandung suatu
pengertian agar manusia hendaknya berpegang teguh kepada pada ayat ini serta
diharapkan dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya
Dasar kedua yang dijadikan dasar pendidikan akhlak adalah hadis atau
sunnah Rasulullah saw. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam proses
perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan Islam, karena
Allah menjadikan beliau sebagai teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW
mengajarkan dan mempraktekkan sikap dan amal baik kepada isteri dan para
sahabatnya, dan seterusnya mereka mempraktekkan pula seperti apa yang
dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Kemudian mereka mengajarkan pula kepada
orang lain perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasul dan inilah yang disebut
Hadis atau Sunnah.18
Rasulullah SAW adalah pembawa amanat dari Allah SWT untuk
menunjukkan umat manusia ke jalan yang lurus, sekaligus merupakan pribadi
yang utuh yaitu pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan dan anutan bagi
setiap muslim. Oleh karena itu mengikuti jejak Rasulullah SAW sangatlah besar
pengaruhnya dalam pembentukan pribadi dan watak sebagai seorang muslim
yang sejati sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taghaabun ayat 12:
17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h.415 18 Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, … h. 1
16
☺
☺ "Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang".19 (QS. At-Taghaabun: 12)
Telah sama-sama diketahui bahwa seluruh aktifitas manusia
mempunyai tujuan. Masing-masing tujuan sesuai dengan kecenderungan hati
nuraninya. Allah menciptakan manusia mempunyai tujuan yaitu agar manusia
beribadah atau mengabdi kepada-Nya, dalam firman-Nya:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku".20 (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Tujuan pendidikan ditentukan oleh pendidik sebagai orang yang
mengarahkan proses pendidikan, karena tujuan pendidikan berkaitan erat dengan
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh pendidik di dalam hidupnya. Tujuan
pendidikan tidak bisa dipisahkan dengan tujuan hidup pendidik karena
pendidikan akan berjalan sesuai tujuan apabila pendidik sendiri sadar akan tujuan
hidupnya agar perilaku mendidiknya menjadi jelas. Tujuan pendidikan adalah
orientasi yang dipilih pendidik dalam membimbing peserta didiknya. Pemilihan
merupakan proses penilaian, karenanya manakala pendidik telah menentukan
pilihannya, sesungguhnya ia telah mengutamakan sebagian nilai atas sebagian
yang lain.21
Tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai setelah kegiatan selesai.
Pendidikan merupakan kegiatan yang berproses secara sistematis dan berencana
dan sudah tentu mempunyai tujuan. Tujuan pendidikan diperlukan untuk
19Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h. 942 20Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h. 862 21 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), cet.II, h.
54
17
membentuk kepribadian seseorang. Begitu pula dengan pendidikan akhlak
mempunyai tujuan yang hendak dicapai.
Tujuan pendidikan akhlak tidak terlepas dari dasar yang menjadi
pedoman pendidikan akhlak tersebut yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi. Dalam
dasar itu terdapat kemana tujuan yang akan dicapai yakni terbentuknya suatu
pribadi atau masyarakat yang berakhlak Islam yaitu akhlak yang sesuai dengan
tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam menurut Athiyah Al-Abrasy
adalah untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna.22 Dengan kata lain
pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki
keutamaan melalui kegiatan pendidikan. Berdasarkan tujuan ini, maka setiap
keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap
pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak diatas segala-
galanya.
Akhlak bertujuan menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi
dan sempurna dan membedakan dari makhluk lainnya. Akhlak hendak
menjadikan manusia orang yang berkelakuan baik, bertindak baik terhadap
sesama manusia, terhadap Allah dan makhluk lainnya.
Menurut Dr.H. Abudin Nata, ciri-ciri dari tujuan pendidikan Islam adalah
sebagai berikut:
a. Mengarahkan manusia agar rmenjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan
sebaik-baiknya.
b. Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahan di muka
bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga
tugas tersebut terasa lebih ringan.
c. Mengarahkan manusia untuk berakhlak mulia, sehingga ia tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya
22 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2005), cet I,
h101
18
d. Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.23
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah membentuk pribadi muslim yang berakhlakul karimah
baik jasmani maupun rohani yang ditujukan dengan niat beribadah kepada Allah
yang berdasarkan al-Quran dan Hadis sehingga mendapatkan kebahagiaan dunia
dan akhirat.
3. Metode Pendidikan Akhlak
Menurut etimologi, metode adalah "cara yang tersusun dan teratur
untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan".24 Dengan
demikian untuk melaksanakan sesuatu diperlukan cara-cara yang tepat dan teratur.
Tidak ada satupun metode yang sempurna tanpa adanya selingan dari
metode lain yang melengkapinya. Karena itu seorang guru dituntut untuk dapat
memilih metode yang tepat atau sesuai dengan karakteristik anak didik.
Adapun metode yang dipakai dalam pendidikan akhlak selain metode
ceramah, cerita dan tanya jawab dapat dipergunakan beberapa metode dibawah
ini:
a. Metode Keteladanan
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,
instruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak
cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan kerjakan itu.
Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada
pendekatan yang lestari. Pendidikan itu, tidak akan sukses, melainkan jika disertai
dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.25
Banyak ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan akhlak dengan
teladan merupakan metode yang paling berhasil guna. Hal itu karena dalam
23 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, … h106
24 Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 406
25 Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf...,h. 165
19
belajar, orang pada umumnya lebih mudah menangkap yang konkrit daripada
yang abstrak.26
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan
anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru oleh
mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya akan
senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.27
Metode keteladanan merupakan keharusan bagi seorang guru, yakni
memberikan contoh yang baik bagi para siswa dalam berbagai hal, baik sikap
perilaku keseharian yang meliputi perkatan dan tingkah laku seorang guru dalam
pribadinya, maupun etika guru dalam bersosialisasi dengan para siswa, sehingga
guru dapat dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya dan patut ditiru.
b. Metode Pembiasaan
Pembiasaan merupakan proses penanaman kebiasaan.28Aktivitas yang
terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh kesabaran akan menjadi
kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. Orang yang tebiasa dengan
perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa terbebani lagi. Awalnya memang
sulit untuk membiasakan perbuatan-perbuatan baik, tetapi lama kelamaan kalua
dilakoni dengan penuh ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan
penuh kecintaan melakukan hal demikian.29
Salah satu usaha untuk membentuk suatu kepribadian manusia adalah
dengan melakukan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
kontinu. Karena itu jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan
menjadi orang jahat. Untuk ini Al-Ghazali mengajarkan agar akhlak diajarkan,
yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia.
Sebagai contoh seorang anak yang terbiasa melaksanakan shalat dan puasa sejak
kecil maka ketika besar mereka sudah tidak lagi sulit untuk mengatasi rasa
malasnya untuk mendirikan kewajiban-kewajiban tersebut. Berbeda dengan anak
26 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 178 27 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul
Aulad Fil Islam oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), cet.I, h. 2 28 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 84 29 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 298
20
yang tidak terbiasa melakukan perbuatan itu sejak kecil maka akan lebih sulit
bagi para pendidik mengatasinya.
Meskipun metode pembiasaan adalah strategi yang sangat efektif dalam
mengembangkan perilaku-perilaku positif. Tapi metode ini juga memiliki
kelemahan karena kebiasaan ini dipraktekkan oleh si anak tanpa pemahaman atas
manfaatnya padahal kalau anak-anak kecil membiasakan perbuatan keterampilan
tersebut sambil benar-benar menghayatinya maka efektifitasnya akan sangat
tinggi ketika beranjak dewasa.30 Oleh karena itu peranan orang tua sangat
diperlukan untuk menjelaskan kepada anaknya dengan cara yang dapat
dipahaminya.
c. Metode Nasehat
Sebuah nasehat dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat
sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak
yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Cara seperti ini banyak sekali dijumpai dalam al-Quran, karena nasehat
dan cerita pada hakekatnya bersifat penyampaian pesan dari sumbernya kepada
pihak yang dipandang memerlukannya.bahas al-Quran dalam berdakwah serta
dalam menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat beragam.
Metode Al-Quran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran
mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu:
a) Seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan dan upaya
penolakan.
b) Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat.
c) Metode wasiat dan nasehat.31
Metode-metode diatas, masing-masing mempunyai pengaruh yang
sangat besar. Karena itu, jika para pendidik menggunakan metode yang telah
digunakan dalam al-Quran ini, maka tidak diragukan lagi anak-anak akan tumbuh
menjadi sosok yang memiliki akhlak yang terpuji. Tetapi para pendidik juga harus
30 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 304 31 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 66
21
memperhatikan syarat-syarat dalam memberikan nasehat agar nasehat tersebut
menjadi efektif.
Syarat-syarat supaya nasehat itu menjadi efektif :
a) Si pemberi nasehat harus terlebih dahulu mengamalkannya
b) Berikan nasehat secara khusus jangan di depan orang ramai, supaya tidak malu
untuk menerima kenyataan dirinya.
c) Sampaikan nasihat secara singkat. Terlalu lama akan membosankan
d) Nasihat itu harus jelas sesuai dengan kebutuhan psikologis pendengar.
e) Berikan nasehat secara bertahap.
f) Berikan nasehat dengan penuh pengertian dan rasa cinta. Jangan menggurui
atau memarahinya.32
d. Metode perhatian dan Pengawasan
Yang dimaksud pendidikan dengan metode perhatian atau pengawasan
adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan
anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial.
Berikut ini beberapa contoh tentang perhatian dan pengawasan Rasulullah
SAW, yaitu:
a) Perhatian dalam pendidikan sosial
b) Perhatian dalam memperingatkan yang haram
c) Perhatian dalam mendidik anak
d) Perhatian dalam memberi petunjuk kepada orang dewasa
e) Dan perhatian dalam pendidikan spiritual.33
Demikianlah upaya perhatian dan pengawasan Rasulullah SAW kepada
masyarakat yang ingin mengadakan perbaikan. Ini merupakan bukti bahwa
Rasulullah sangat memperhatikan pendidikan umat manusia.
Metode perhatian atau pengawasan yang dilakukan terhadap anak didik
juga harus memperhatikan faktor kejiwaannya. Menurut hasil penelitian para
psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan tingkat usia.
32 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 328-330 33 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 133-134
22
Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-hal yang bersifat
rekreatif dan bermain, sedangkan pada usia anak masa sekolah (7-14) sudah mulai
bisa mempelajari sesuatu, sudah bisa membaca dan menulis, karena itu akhlak
dapat diajarkan melalui pembiasaan dan pelatihan.34
e. Metode Hukuman
Hukuman-hukuman dalam Islam dikenal dengan dua macam, yaitu
hudud dan ta'zir. Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dalam syari'at
Islam, yang wajib dilaksanakan karena Allah SWT. Seperti had bagi orang yang
minum-minuman keras, adalah dicambuk 40-80 kali. Sedangkan Ta'zir adalah
hukuman yang ditentukan oleh Allah SWT untuk setiap perbuatan maksiat yang
didalamnya tidak terdapat had. Ta'zir bertujuan untuk memberi pelajaran bagi
orang lain demi kemashlahatan umat, karena hukuman ta'zir ini tidak ditentukan,
tetapi diperhitungkan bentuk hukumannya sesuai dengan kesalahannya.
Adapun metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman
kepada anak:
a) Lemah-lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak.
b) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman
c) Dalam upaya pembenahan, sebaiknya dilakukan secara bertahap, dari
yang paling ringan hingga yang paling keras.35
Para ahli pendidikan melarang pendidik menggunakan metode
hukuman kecuali dalam keadaan sangat darurat. Metode hukuman yang dimaksud
disini adalah metode hukuman yang berbentuk fisik. Metode ini adalah cara yang
paling akhir dalam proses belajar mengajar. Sedangkan metode hukuman yang
diperbolehkan adalah metode hukuman yang bersifat mendidik, misalnya
hukuman menulis sambung sebanyak satu halaman penuh, itu dilakukan gunanya
untuk melancarkan siswa untuk belajar menulis halus yang bagus.
34 Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf…, h.166 35 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 162-165
23
Hasil Analisis Muhammad Al-Ghazali bahwa pembinaan akhlak dalam
Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam. Rukun Islam yang
pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat; yaitu bersaksi bahwa tiada
tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat ini
mengandung pernyataan bahwa selama hidup manusia hanya tunduk kepada
aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk kepada aturan Allah dan Rasul-Nya
sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik. Rukun Islam yang kedua
adalah mendirikan shalat; shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya
terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar. Rukun Islam yang ketiga adalah
zakat; yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari
sifat kikir, mementingkan diri sendiri dan membersihkan hartanya dari hak orang
lain, yaitu fakir miskin dan seterusnya. Adapun rukun Islam yang keempat yaitu
puasa; mengajarkan manusia untuk menahan diri dari makan dan minum dalam
waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan untuk menahan diri
dari keinginan untuk melakukan perbuatan keji yang dilarang. Begitu pula rukun
Islam yang kelima yaitu ibadah haji; dalam ibadah haji diperlukan banyak
pengorbanan baik biaya, fisik, tenaga, pengetahuan atau wawasan tentang haji
serta merelakan tanah air dan harta ketika melaksanakan ibadah.36
4. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak
Pelaksanaan pendidikan akhlak dapat dilakukan melalui pendidikan
informal, formal dan non formal.
a) Pendidikan informal (keluarga)
Pelaksanaan pendidikan yang dilakukan dalam pendidikan informal
yaitu pendidikan yang dilakukan oleh keluarga. Orang tua adalah orang dewasa
pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara alami anak pada
masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari
merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasr pandangan hisup,
36 Abudin Nata, Akhlak…, h. 160-163
24
sikap hidup dan keterempilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengah-
tengah orang tuanya.37
Sebelum anak-anak masuk sekolah, pendidikan akhlak sebelumnya
sudah terjadi atau dibekali oleh keluarga. Tingkah laku dan ucapan mereka sangat
mempengaruhi tingkah laku anak-anaknya, karena orang tua merupakan contoh
teladan bagi mereka di rumah szeperti memberikan contoh yang baik di rumah
berupa ucapan, sikap maupun tingkah laku mereka, dengan demikian orang tua
harus memegang teguh ajaran-ajaran agama agar kelak perilaku anak-anak mereka
tidak menyimpang (memiliki sifat-sifat tercela).
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang sangat
mempengaruhi perkembangan seorang anak, oleh karena itu orang tua hendaknya
berusaha menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis dan didasari nilai-
nilai agama. Menjadi kenyataan bahwa keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak
sebelum dan sesudah lahir ada pengaruhnya terhadap kesehatan mental anak, ini
juga berpengaruh terhadap perilaku mereka.38
Orang tua berkewajiban mengasuh dan menanamkan nilai-nilai
keimanan, ketakwaan dan akhlakul karimah terhadap anak-anaknya, menjaga
kesehatan mereka lahir batin, jasmaniah dan rohaniah, menjaga keselamatan
mereka di dunia dan akhirat, ilmu agama dan ilmu umum agar mereka menjadi
manusia beriman dan beragama, beramal dan beribadah dan dapat berdiri sendiri
kelaknya sebagai seorang yang agamis. Untuk itu perlu ditanamkan sejak dini
nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam keluarga.
Keluarga yang bisa dikatakan ideal adalah keluarga yang tidak hanya
meberikan kasih sayang dan fasilitas yang dibutuhkan kepada anak-anak mereka
tetapi juga memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapat
pendidikan agama dalam hal ini salah satunya adalah pendidikan akhlak yang
apabila pemberian pendidikan ini belum mampu atau tidak berkesempatan maka
berikan tanggung jawab itu kepada lembaga pendidikan formal yaitu sekolah
untuk melanjutkan pendidikan yang telah dibekali oleh orang tua.
37 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 87 38 Zakiah darajat,Kesehatan Mental…, h.61
25
b) Pendidikan Formal (sekolah)
Sekolah adalah lingkungan kedua tempat anak-anak berlatih dan
menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukanlah tempat sekedar untuk
menuangkan ilmu pengetahuan kepada murid, tetapi sekolah juga harus dapat
mendidik dan membina kepribadian si anak. Karena itu, menjadi kewajiban
sekolah pula untuk membimbing dalam menyelesaikan dan menghadapi
kesukaran-kesukaran dalam hidup.
Sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan yang diberikan dalan
keluarga namun lebih disempurnakan lagi. Banyak kesukaran-kesukaran yang
dihadapi anak ketika mulai masuk sekolah, masuk kedalam lingkungan baru, yang
sudah mulai berbeda dengan di rumah, sekolah mempunyai peraturan-peraturan
yang harus dipatuhi dan mempunyai larangan-larangan yang harus diindahkan.
Jika guru tidak berusaha memahami kesukaran-kesukaran yang dihadapi siswa,
mungkin akan menyebabkan si anak benci kepada suasana sekolah. Terutama
apabila ia datang dari rumah tangga yang memanjakannya. Amatlah sukar baginya
untuk menerima peraturan dan perlakuan guru-gurunya. Mungkin ia akan
mempunyai rasa negatif terhadap sekolah dan gurunya untuk selama-lamanya.39
Oleh karena itu sangat diperlukan peranan guru yang tepat dalam memahami
kejiwaan anak didik mereka.
Lingkungan sekolah peranannya sebagai pelanjut pendidikan agama di
lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang tidak
menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru agama
harus mampu mengubah sikap atau akhlak anak didiknya agar menerima
pendidikan agama yang diberikannya dan diharapkan juga dapat diterapkan dalam
kesehariannya.
Lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan akhlak anak. Corak hubungan antara guru dengan murid atau antara
murid dengan murid akan banyak mempengaruhi kepribadian termasuk di
dalamnya nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan dan dapat terlihat
dalam perilaku mereka.
39 Zakiah darajat,Kesehatan Mental…, h.66-67
26
Sebagai pemegang amanat orang tua, dalam melaksanakan tugasnya
guru hendaknya mencontoh peranan yang telah dilakukan para nabi dan
pengikutnya. Tugas mereka pertama-tama ialah mengkaji dan mengajarkan ilmu
ilahi, sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali Imran:79 yang meyatakan:
⌧
☺
☺ ☺
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.40
An Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok (peran utama) guru
dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Tugas pensucian, guru hendaknya mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT., menjauhkannya dari keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya.
b. Tugas pengajaran, guru hendaknya menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterapkan ke dalam tingkah laku dan kehidupannya sehari-hari.41
Sedangkan tugas guru menurut pendapat S. Nasution, sebagaimana
yang dikutip oleh Abudin Nata diantaranya yaitu: Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Kedua, guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari sehingga guru
40 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…,h.89 41 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.170
27
tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelaharan tersebut. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berpikir, mencintai pelajarannya atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.42
Dari ketiga tugas guru tersebut tergambar jelas bahwa seorang pendidik
selain seseorang yang memiliki pengetahuan yang diajarkannya, juga seorang
yang berkepribadian baik, berpandangan luas, dan berjiwa besar. Tanggung jawab
seorang guru itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral terhadap anak
didiknya. Akan tetapi lebih jauh dari itu, pendidik akan mempertanggung
jawabkan semua itu kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang telah
dilakukannya serta amanat yang dipercayakan kepadanya.
c) Pendidikan Non Formal
Pelaksanaan pendidikan Non formal di sini adalah pendidikan yang
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.43
Di masa usia sekolah dasar anak sudah mulai beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mereka cenderung tidak
memperdulikan perintah orang tua dan lebih banyak dipengaruhi oleh teman-
temannya. Karena itu sebagian orang tua banyak memasukkan anak-anak mereka
kepada pendidikan non formal ini, tidak hanya sebagai pelengkap pengetahuan
tetapi juga memberi kesempatan kepada anak mereka untuk bergaul dan
beradaptasi kepada hal yang lebih positif sehingga memiliki keterampilan.
Adapun satuan pendidikan non formal ini terdiri atas lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majlis
taklim, dan lain-lain. Keserasian dan kerjasama yang baik antara ketiga lapangan
pendidikan ini akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan dan
pembentukan perilaku akhlak anak.
Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah:
42 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,, h.115-116 43 Afnil Guza, Undang-Undang Sisdiknas dan …, h.13
28
1) Lingkungan yang tenteram, dalam arti penuh kedamaian dan bebas dari
kehidupan yang curiga mencurigai
2) Lingkungan yang rukun dimana sesama warga tidak saling mencampuri
urusan orang lain tanpa, tanpa disertai oleh sikap acuh tak acuh
3) Tersedianya fasilitas bergaul yang memadai seperti sarana berolahraga,
maka dari situ akan timbul suatu interaksi diantara sesamanya.44
B. Pembentukan Akhlakul Karimah
1. Pengertian Pembentukan Akhlakul Karimah
Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, pembentukan adalah proses,
cara, perbuatan atau usaha untuk membentuk.45
Adapun pengertian akhlak telah penulis paparkan pada pembahasan
sebelumnya yaitu akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong
melakukan perbuatan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan
tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan terlebih dahulu. Sedangkan Al-
Karimah adalah kata yang berasal dari kata Karim yang artinya mulia, baik,
terpuji. Jadi Akhlakul Karimah adalah watak, tabiat pembawaan, karakter yang
diulang-ulang tanpa disadari sehingga menjadi kebiasaan yang mulia atau bisa
juga dikatakan perilaku yang baik.
Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang
tujuan pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak.
Mengenai pembentukan akhlak, para ulama berbeda pendapat, yakni:
a. Sebagian ahli berpendapat, bahwa akhlak adalah insting (garizah) yang dibawa
manusia sejak lahir. Bagi golongan ini akhlak adalah pembawaan dari manusia
sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia dan hati nurani dan akhlak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa
dibentuk.
44 Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Bumi Aksara,
1988), h.192-193 45 Daryanto SS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 88
29
b. Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak adalah hasil dari pendidikan, latihan,
pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh. Golongan ini
berpendapat bahwa akhlak dapat dibentuk.46
Dalam kenyataannya akhlak perlu dibina, dididik dengan berbagai
metode sehingga menghasilkan pribadi muslim yang berakhlak mulia, taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada kedua orang tua, saying kepada sesame
makhluk Tuhan dan seterusnya.
Banyaknya tantangan dan godaan akibat dampak dari kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menyebabkan pembinaan untuk membentuk
akhlakul karimah sangat diperlukan salah satunya pembinaan akhlak yang
dilakukan di lembaga pendidikan. Jika program pendidikan dan pembinaan itu
dirancang dengan baik, sistematik, dan dilaksanakan dengan sungguh-sumgguh,
maka akan menghasilkan anak-anak atau orang-orang yang baik akhlaknya.
Disinilah letak peran dan fungsi lembaga pendidikan.
Dengan demikian pembentukan akhlakul karimah dapat diartikan
sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk akhlak anak didik
dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan
baik dan dilaksanakan dengan sumgguh-sungguh dan konsisten sehingga
menghasilkan generasi yang berakhlak mulia.
2. Macam-Macam Akhlak
Dari segi objeknya, akhlak dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu akhlak
kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada alam atau
lingkungan.47
a) Akhlak kepada Allah
Akhlak kepada Allah dimaksudkan sebagai gambaran kondisi hubungan
manusia dengan Allah. Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak
baik kepada Allah, diantaranya adalah: karena Allah telah menciptakan
manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya, Allah telah
46 Abudin Nata, Akhlak…, h.156 47 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 11
30
memberikan perlengkapan panca indera, hati nurani dan naluri kepada
manusia, Allah telah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan bagi
kelangsungan hidupnya, dan Allah telah memuliakan manusia dengan
diberikannya kemampuan kepada manusia untuk dapat menguasai daratan
dan lautan.48
b) Akhlak kepada sesama manusia
Akhlak dengan sesama manusia adalah gambaran tentang hubungan manusia
dengan sesama manusia dalam berintegrasi sosial. Akhlak kepada sesama
manusia terdiri dari: akhlak kepada Rasulullah, orang tua, diri sendiri,
keluarga, tetangga, masyarakat dan sebagainya.49
c) Akhlak kepada alam atau lingkungan
Akhlak kepada Alam atau lingkungan adalah sikap seorang manusia dalam
memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada disekitarnya untuk kepentingan
hidupnya.50
Adapun dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak
yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-
madzmumah).51
1) Akhlak Terpuji (Al-akhlaq al-Mahmudah)
Imam Ghazali memandang bahwa orang yang mendekat kepada Allah
adlah orang yang mendekati ajaran-ajararan Rasulullah yang memiliki akhlak
sempurna dan yang telah berakhlak dengan Qur'an yang merupakan ketetapan
Allah, dalam hal ini adalah akhlaq Mahmudah.52 Perilaku atau tingkah laku yang
seperti ini sangat banyak dan harus dianut atau dimiliki oleh setiap orang,
diantaranya:
48 Abudin Nata, Akhlak…, h.149-150 49 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h.12 50 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan dengan sesama manusia…, h. 12 51 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 11 52 Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1981), h. 45
31
a) Al-Amanah (setia, jujur, dapat dipercaya)
Al-Amanah menurut bahasa berarti tutipan seseorang kepada orang
lain. "anak itu titipan Allah" adalah ungkapan yang menunjukkan bahwa
manusia adalah kepercayaan Allah sebagai pemelihara dan pendidik anak itu.
Jadi disini manusia adalah kepercayaan Allah, karena Dia tidak akan
menitipkan sesuatu yang berharga kepada orang yang tidak dipercaya.
Dari sini amanat diartikan sebagai sikap mental yang jujur, lurus hati dan
terpercaya.Sikap amanah menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin baik
formal maupun informal. Pemimpin yang memiliki amanah adalah pemimpin
yang adil, bijaksana, demokratis dan toleran. Suatu Negara atau masyarakat
akan hancur bila dipimpin oleh orang yang curang atau khianat. Ia tidak akan
memiliki kemampuan memperbaiki kehidupan masyarakatnya, karena ia
tidak berbuat kecuali yang memberikan keuntungan pribadi dan
golongannya. Ditangan pemimpin seperti inilah suburnya praktek KKN, suap
dan sebagainya.53 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa' ayat 58:
⌧
☺
☺
⌧ ☺ ⌧
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".54
b) As-Sabru (sabar)
53 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 203-204 54 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 128
32
Menurut Imam Ghazali bahwa arti kesabaran adalah meninggalkan
perbuatan yang diinginkan oleh syahwat yang perbuatan itu bermanfaat baik
untuk kepentingan dunia ataupun akhirat.55
Sabar merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat
menguasai dan memimpin dirinya sehingga tidak melakukan perbuatan yang
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Sebagaimana sabda Nabi:
ا منا ةعرالصب ديدالش سيل: م .ص اهللا لوسر الق: الق ةريرى هبا نع
)متفق عليه( بضغال هنع هسفن كلمي يذال ديدشال "Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : "Bukan yang kuat itu yang kuat bergulat tetapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari kemarahan". (Muttafaq alaih).56 c) Al- 'Iffah (memelihara kesucian diri)
Al-Iffah termasuk akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam. Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan hendaklah dilakukan setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat, maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status kesucian. Hal ini dilakukan mulai dari memelihara qalbu untuk membuat rencana angan-angan yang buruk.57 Adapun kesucian diri (al-'iffah) akan melahirkansifat-sifat murah hati,
malu, sabar, memaafkan, dan toleransi, rasa cukup (Qana'ah), wara', lemah
lembut, tolong menolong, kerapihan dan tidak thama' (rakus).58
d) Al-Qana'ah (mencukupkan apa yang ada)
Diakui bahwa setiap manusia disuruh berusaha maksimal untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, agama memandang rendah
orang yang malas berusaha dan tidak memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap
saat ia meminta-minta uluran tangan orang lain. Realita kehidupan
menunjukkan bahwa tidak semua usaha maksimal itu dapt menjamin
terpenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sempurna. Hal ini harus diyakini
55 Hussein Bahreisj, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali…, h.47-48 56 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 202 57 Hamzah yaqub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (suatu pengantar),
(Bandung: CV.Diponogoro, 1996), cet. Ke-7, h. 109 58 Imam Al-Ghazali, Bimbingan Mencapai Ketenangan JIwa, Terj. Dari Ihya
'Ulumuddin Juz III oleh Abdul Mujieb AS, (Surabaya: PT. Bungkul Indah , 1986), h. 46
33
karena manusia hanya dapat berbuat maksimal sedangkan hasil usahanya
tetap tergantung kepada ridho Allah dan harus pandai mencukupkan apa yang
diterima itu.59
Qana'ah dalam pengertiannya yang luas mengandung empat perkara,
yaitu: menerima dengan rela apa yang ada, memohon kepada Tuhan
tambahan yang pantas disertai usaha atau ikhtiar, menerima dengan sabar
ketentuan Tuhan, dan bertawakkal kepada Tuhan.60
e) Al-Haya' (pemalu)
Malu adalah kondisi objektif kejiwaan manusia yang merasa tidak
senang, merasa rendah dan hina karena melakukan perbuatan yang tidak
baik. Sikap mental pemalu adalah penjelmaan dari keimanan seseorang
mukmin. Rasul berkata: "Rasa Malu bahagian dari Iman" (HR. Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Umar). Dari sikap itu maka seseorang dapat diukur tingkat
keimanannya.61
Malu adakalanya terjadi dalam hal kebaikan dan kejahatan. Malu yang
penulis maksud di sini adalah malu dari melakukan perbuatan kejahatan.
Malu sudah menjadi khasanah kultural bangsa dan disebut dengan
budaya ketimuran. Budaya malu memiliki kekuatan membendung dan
membentengi moral umat. Namun, kini menjadi masyarakat yang memiliki
pemikiran yang berkembang mulai pula kepada prinsip-prinsip keimanan
kepada Allah. Akibatnya rasa malu yang selama ini menjadi benteng sudah
roboh tidak berdaya menahan pengaruh budaya asing yang semakin kencang
sebagai akibat dari globalisasi. Oleh karena itu peran orang tua, guru maupun
masyarakat sangat diperlukan dalm memberikan pemahaman dalam jiwa
anak didik mereka mengenai budaya malu ini.
59 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 209 60 Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980), cet I,
H. 153 61 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h.217
34
2) Akhlak Tercela (Al-akhlaq al-Madzmumah)
Akhlak madzmumah yaitu tingkah laku yang tercela atau akhlak yang
jahat. Menurut istilah al-Ghazali disebut "muhlikat" artinya segala sesuatu yang
membinasakan atau mencelakakan, diantaranya:
a) Dusta
Dusta dapat diartikan dengan berkata tidak sesuai dengan fakta atau
berbuat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Penyakit rohani ini disebut juga
dengan bohong.62
Dr. Raymond Peach mengatakan:
Berbohong adalah alat pertahanan terbaik dari si lemah dan caranya yang terbaik untuk menghindari bahaya dalam banyak hal, dusta adalah reaksi atas kelemahan dan kegagalan. Misalnya anda bertanya kepada seorang anak, "apakah engkau memecahkan jambangan itu?" apabila si anak menyadari bahwa mengakui kesalahan akan mendatangkan hukuman maka nalurinya akan menyuruhnya untuk menyangkal.63
Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal yang sangat tercela,
sebab ia merupakan pokok dan induk dari bermacam-macam akhlak yang
buruk yang tidak saja merugikan masyarakat tetapi juga merugikan diri
sendiri.
Berdusta atau berbohong itu ada 3 macam yaitu berdusta dengan
perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.64
Orang yang sering berkata dan berbuat tidak sesuai dengan kenyataan
inilah yang disebut dengan pendusta. Perbuatan orang ini sering
mengakibatkan kerusakan tatanan hidup bermasyarakat.
b) Takabbur
62 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h.2 63 Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral
oleh Hashem, (Jakarta: Lentera 1996), cet.I h.53 64 H. Anwar Masy'ari MA, Akhlak Al-Quran, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), Cet.I
h.167
35
Takabbur atau sombong ialah suatu keadaan yang ada dalam diri
manusia dan tercermin pengaruh-pengaruhnya, dimana seseorang melihat
dirinya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang lain. Seseorang
yang sombong memandang dirinya memiliki kedudukan dan keutamaan,
karena hilangnya kenyataan dari pandangannya, dan ia berada dalam persepsi
yang salah. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang itu dapat bersikap
sombong, yaitu sombong karena harta, ilmu dan kekuasaan/kedudukan.65
Menurut Humaidi Tatapangarsa dalam bukunya "akhlak yang mulia",
Takabbur itu ada 3 macam:
1. Takabbur kepada Tuhan, berupa sikap tidak mau memperdulikan ajaran-
ajaran Islam
2. Takabbur kepada Rasul-Nya, berupa sikap dimana orang merasa rendah
dirinya kalau mengikuti dan mematuhi Rasul.
3. Takabbur kepada sesama manusia, menganggap dirinya lebih hebat dari
orang lain.
c) Dengki
Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan kenikmatan itu
berpindah ke tangannya sendiri atau tidak.66
Salah satu unsur yang menimbulkan dengki adalah pendidikan yang
buruk di rumah. Apabila orang tua lebih mencintai salah satu anak
danmelimpahinya dengan cinta dan kasih sayang yang khusus tanpa
memberikan hal yang sama kepada yag lainnya, anak yang terbiarkan akan
membangun perasaan terhina dan memberontak.67
d) Marah
Marah termasuk sifat kebinatangan yang dimiliki manusia. Dan ia
merupakan hal yang alami yang terlahir dalam diri manusia atau hewan dari
65 Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak, Terj. Dari
al-Akhlaq al-Islamiyah oleh Ali Yahya, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003), cet.I, h. 209 66 H. Muslich Shabir, Tanbihul Ghafilin, (Semarang: CV. Toha Putera, 1993), cet.I h.
161 67 Sayid Mujtaba Musawi Lari, Menumpas Penyakit Hati Terj. Dari Youth and Moral
oleh Hashem…, h. 90
36
perasaan yang keras dan tajam terhadap yang lain. Apabila seseorang
menemui sesuatu yang menjadi penghalang bagi keinginannya atau
bertentangan dengannya, maka ia akan merasakan kesempitan (susah dan
kesal), seperti ia mendengar perkataan yang buruk atau tertimpa kezhaliman.
Lalu timbullah pada dirinya perasaan ingin membalas dendam, dan kemudian
bergolaklah darahnya.68 Karena itu, kita sering menyaksikan bahwa pada
kondisi demikian, sebagian orang berubah mukanya menjadi merah dan
tampak dengan jelas pergerakan darah yang ada di wajahnya, kemudian
mulailah melontarkan kata-kata yang bertentangan dengan yang sebenarnya,
mencela orang lain dengan ungkapan-ungkapan yang keji dan hina, atau
menggunakan tangan dan kakinya.
e) Bakhil
Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat
dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dn sukar
baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk diberikan
kepada orang lain.
Orang kikir itu ada dua macam: pertama, orang kikir yang tidak
mengajak orang lain untuk berlaku kikir. Kedua, orang kikir yang mengajak
orang lain berlaku kikir. Yang kedua inilah lebih jahat dan lebih berbahaya
dari yang pertama. Golongan inilah yang senantiasa menghambat kemajuan
dan menghalangi berdirinya amal-amal kebajikan untuk umum. Golongan ini
dimusuhi manusia dan tidak disukai Tuhan.69 Allah SWT berfirman:
☺
⌧ ⌧
68 Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak…,h. 113 69 M.'Ali Alhamidy, Jalan Hidup Muslim, (Bandung: PT.Al-M'arif, 1977), cet.ke-7,
hlm.132
37
"Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, yang bermegah diri. Yaitu orang-orang kikir dan mereka mengajak manusia berlaku kikir"(QS:An-Nisaa:37).70
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlakul Karimah
Abudin Nata dalam bukunya "Akhlak Tasawuf" mengatakan bahwa
untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada
khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang amat popular,
yaitu aliran Nativisme, aliran Empirisme, dan aliran Konvergensi.
a) Aliran Nativisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan, dari dalam
yang bentuknya dapat berupa kecenderungan bakat, akal dan lain-lain. Jika
seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik,
maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.
b) Aliran Empirisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri sseseorang adalah faktor dari luar, yaitu
lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika
pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka
baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya.
c) Aliran Konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi
oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu
pendidikan dan pembinaan, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.71
Aliran konvergensi ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini
dipahami dari ayat dan hadits di bawah ini:
☺ ⌧ ☺
70 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h.124 71 Abudin Nata, Akhlak…, h.167-168
38
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur".72(QS. An-Nahl: 78)
Ayat di atas memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk
dididik, yaitu penglihatan, pandengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran agama dan pendidikan.
ما من مولود اال يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه )عن ابي هريرة بخارىرواه ال(
"Tidak seorang anak pun yang baru dilahirkan kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut berahama Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi." (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) 73
Dengan demikian, jelaslah bahwa faktor yang mempengaruhi
pembentukan atau pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu faktor dari dalam
seperti potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa oleh anak
semenjak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua,
guru, dan tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik
antara tiga lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan),
afektif (penghayatan), dan psikomotorik (pengamalan) ajaran agama yang
diajarkan akan terbentuk pada diri anak didik
4. Proses Pembentukan Akhlakul Karimah
Telah penulis paparkan sebelumnya mengenai pendapat para ulama
tentang pembentukan akhlak. Sebagian ulama berpendapat bahwa akhlak itu tidak
bisa dibentuk, dan sebagian lagi dapat dibentuk dari hasil pendidikan, latihan,
pembinaan dan sebagainya. Dari kedua pendapat tersebut, penulis lebih condong
kepada pendapat kedua. Penulis mengakui adanya insting yang mendorong
perbuatan setiap manusia, tetapi pembentukan akhlak itu bukan pembawaan sejak
lahir melainkan suatu tindakan yang dikerjakan berulang-ulang dan menjadi suatu
kebiasaan sehingga terbentuknya akhlak.
72 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 413 73. H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…,h. 7
39
Pembentukan akhlak itu dilakukan secara berangsur-angsur, bukanlah
hal yang sekali jadi melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu,
pembentukan akhlak merupakan suatu proses panjang dan ada tahapan-tahapan
yang harus dilalui. Dalam hal ini, Anwari Masy'ari menjelaskan, bahwa "dalam
rangka pembentukan pribadi muslim, hendaknya dimulai sejak dini, yaitu dari
masa anak belum lahir sampai remaja…"74
Masa anak sebelum lahir, yaitu saat anak dalam kandungan perlu sekali
ditanamkan unsur-unsur agama, agar setelah lahir nanti si anak memiliki dasar
mental yang kuat. Misalnya dapat dilakukan dalam bentuk membaca Al-Quran
bagi si ibu, menciptakan hubungan yang harmonis antara suami isteri,
memperbanyak ibadah-ibadah sunah seperti shalat Tahajud dan sebagainya bagi
orang tua terutama bagi si ibu yang mengandung.
Masa anak sesudah lahir atau masa anak-anak adalah tahapan terpenting
dalam membentuk kepribadian. Sebab baik atau buruknya kepribadian anak ketika
dewasa banyak ditentukan oleh pendidikan masa kecilnya. Begitu bayi lahir, ia
sudah memiliki alat indera yang sudah peka, sehingga ia mudah menerima
rangsangan dari luar dirinya. Karena itu Islam menganjurkan agar
memperdengarkan suara azan dan iqamat kepada bayi yang baru lahir, sebelum ia
menerima rangsangan dari luar. Azan dan iqamat yang dilantunkan orang tua
kepada bayinya menjadi rangsangan kepribadian bayi.
Masa anak-anak yang mulai memasuki taman kanak-kanak merupakan
masa pancaroba yang dikenal sebagai masa trotzalter pertama yang ditandai
dengan sikapnya yang selalu membandel. Maka masa ini mengandung resiko
terhadap kepribadian anak apabila orang tuanya tidak bijaksana dalam
mendidiknya. Adapun mendidik akhlak anak pada masa ini dapat dilakukan
dengan cara membiasakan anak berkata sopan dan jujur serta bertanggung jawab
tehadap perbuatannya, mengikutsertakan dalam acara keagamaan,
memperdengarkan dongeng yang mengandung nilai akhlak yang mulia dan
memberi hukuman yang mendidik apabila ia melakukan kesalahan.
74 Anwari Masy'ari, Membentuk Pribadi Muslim, (Bandung: PT Al-Ma'arif, 1988),
h.11
40
Masa anak-anak yang mulai masuk pada sekolah dasar, mereka sudah
mulai banyak bergaul dengan masyarakat di luar rumahnya. Dengan sendirinya
pergaulan dengan orang tuanya sudah mulai berkurang. Dan dalam menerapkan
pendidikan akhlak pada masa ini dapat dilakukan dengan cara selalu
mengawasinya agar tidak bergaul dengan anak-anak yang nakal, selalu aktif
melakukan Ibadah dan acara-acara keagamaan sehingga dapat meluhurkan budi
pekertinya, dan selalu menanamkan rasa kasih sayang kepada manusia dan
makhluk lainnya.
Sedangkan Masa remaja merupakan masa yang sulit karena masa ini
adalah masa kegoncangan emosi dalam proses mencari identitas diri, kehidupan
dan pengalaman agama belum stabil. Oleh karena itu hendaknya dalam
menyampaikan perintah atau larangan harus berhati-hati begitu pula dalam
menyampaikan ajaran-ajaran agama hendaknya dengan cara bijaksana, tetap dan
sesuai dengan sikap, sifat dan alam pikiran mereka.
Setiap pendidikan dan pengetahuan yang diberikan harus ada
pendidikan dan pembinaan moral atau pembentukan kepribadian yang sehat.
Pembinaan moral atau pembentukan kepibadian itu haruslah tegas dan jelas dasar
dan tujuannya yang kita inginkan bagi anak-anak. Biasanya ini ditemukan oleh
pandangan hidup dari lembaga pendidikan itu sendiri, yang pada umumnya sesuai
dengan dasar dan tujuan Negara.75
Adapun Dalam rangka proses pembentukan kepribadian atau akhlakul
karimah ada tiga taraf yang harus diupayakan, yaitu pembiasaan, pemberian
pengertian, sikap dan minat, dan pembentukan kerohanian yang luhur :
a) Pembiasaan
Proses pembentukan melalui pembiasaan sangat penting dan harus
didahulukan daripada tahapan yang lain karena sasarannya adalah aspek jasmani
yang pembinaannya lebih mudah. Namun demikian, pembiasaan amat kuat
pengaruhnya terhadap pembentukan akhlak seseorang. Sebagaimana Hamzah
Ya'kub menjelaskan,"Begitu kuatnya pengaruh kebiasaan sehingga manakala
dirubah, biasanya menimbulkan reaksi yang cukup keras dari dalam pribadi itu
75 Zakiah darajat,Kesehatan Mental, (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2001), cet. XXIII
41
sendiri, lihatlah betapa reaksi yang timbul jika seorang pacandu alkohol akan
menghentikan kebiasaannya".76
Pembiasaan ini harus dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara
terus menerus. Apabila seorang anak dibiasakan untuk mengamalkan perbuatan
yang baik, diberi pendidikan kearah itu, maka ia akan tumbuh di atas kebaikan.
Contoh pelaksanaan tahap pembiasaan, misalnya perintah shalat dan puasa. Agar
seorang muslim dapat melaksanakan shalat dan puasa dengan baik, maka perlu
dibiasakan sejak kecil sebelum baligh, sehingga setelah dewasa ia akan terbiasa
melaksanakan. Tujuan dari pembiasaan adalah untuk membentuk aspek
kejasmanian dan kepribadian, atau memberi kecakapan berbuat atau mengucapkan
sesuatu, misalnya hapalan bacaan shalat atau doa dalam ibadah lainnya.
b) Pembentukan pengertian, sikap dan minat
Tahap pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan tindak
lanjut dari tahap pembiasaan. Pada tahap pembiasaan baru merupakan
pembentukan kebiasaan-kebiasaan dengan tujuan supaya dilakukan dengan tepat.
Adapun pada taraf pembentukan pengertian, sikap dan minat merupakan
pemberian pengetahuan dan pengertian terhadap kebiasaan-kebiasaan yang sudah
tepat itu. Amalan-amalan yang sudah dikerjakan dan hafalan-hafalan yang sudah
diucapkan kemudian diberikan pengertian dan perlu ditanamkan dasar-dasar
kesusilaan yang erat hubungannya dengan kepercayaan.
c) Pembentukan Kerohanian yang luhur
Tahap pembentukan kerohanian yang luhur merupakan tahap
pematangan rohaniah, seperti menanamkan kepercayaan terhadap pokok-pokok
keimanan. Alat yang utama adalah tenaga budhi dan kebudayaan serta kejiwaan
yang akan mendapatkan pengenalan akan Allah SWT. Jika tahap pembentukan
kerohanian yang luhur ini berhasil, maka akan terwujud kerohanian yang matang
yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad D. Marimba, yaitu "Adanya
kesadaran dan pengertian yang mendalam, segala apa yang dipikirkannya,
76 Hamzah Ya'kub, Etika Islam, (Bandung: CV Diponegoro, 1983), cet. Ke-2, h.62
42
dipilihnya dan diputuskannya serta dilakukannya adalah keinsafannya sendiri
dengan rasa tanggung jawab.77Pembentukan taraf yang ketiga ini sebagian besar
merupakan pembentukan sendiri atau pendidikan sendiri.
C. Guru
1. Pengertian Guru
Menurut Kahar Masyhur, disebutkan bahwa guru berarti orang yang
pekerjaannya (mata pencaharian, profesinya) mengajar.78
Sementara itu, dalam Undang-Undang tentang guru dan dosen
dikatakan bahwa "guru adalah pendidik profeswional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan menengah".79
Guru dalam pandangan Al-Quran disebut sebagai ulama. Bentuk jamak
dari alim, diartikan orang yang tahu memiliki pengetahuan ilmu agama dan ilmu
pengetahuan kealaman yang pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut dan
tunduk kepada Allah SWT.80
Kata ulama dalam Al-Quran ditemukan dalam 2 tempat, yaitu:
Surat Faathir ayat 28
⌧ ⌧
☺ ☺
⌧
77 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Ma'arif, 1989), h.80 78 Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, (Jakarta: Kalam Mulia, 1985), h.294 79 Afnil Guza, Undang-undang…, h.52 80 Abudin Nata, Pendidikan dalam perspektif Al-Quran ,(Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), cet I h.128
43
“Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.81 Surat As-Syu'araa ayat 196-197
☺
“…dan Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-Kitab orang yang dahulu. dan Apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa Para ulama Bani Israil mengetahuinya?”82
Dari kedua ayat diatas, dapat disimpulkan bahwa ulama dalam
pandangan al-Quran adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang ilmu
agama dan ilmu lainnya. Dan kemudian ilmu itu diajarkan kepada semua manusia
atas dasar agama dan rasa takut kepada Allah SWT.
Jadi, pengertian guru adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan
pengalaman yang dapat memudahkan dalam melaksanakan perananya dalam
membimbing siswanya, ia harus sangggup menilai diri sendiri tanpa berlebih-
lebihan, sanggup berkomunikasi dan bekerjasama dengan orang lain, selain itu
diperhatikan pula dalam hal mana ia memiliki kemampuan dan kekuatan83
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Abdullah 'Ulwan berpendapat bahwa tugas guru ialah melaksanakan
pendidikan ilmiah, karena ilmu mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukan kepribadian dan emansipasi harkat manusia. Sebagai pemegang
amanat orang tua dan sebagai salah satu pelaksana pendidikan, guru tidak hanya
81 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 700 82 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 588 83 Zakiah Daradjat, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1996), cetI, h.266
44
bertugas memberikan pendidikan ilmiah. Tugas guru hendaknya merupakan
kelanjutan dan sinkron dengan tugas orang tua, yang juga merupakan tugas
pendidik muslim pada umumnya, yaitu memberikan pendidikan yang berwawasan
manusia seutuhnya.84
Guru merupakan profesi atau jabatan atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh
sembarangan orang di luar bidang kependidikan walaupun kenyataannya masih
dilakukan orang di luar kependidikan. Itulah sebabnya jenis profesi ini paling
mudah terkena pencemaran.
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat dinas maupun diluar
dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan jenis tugas guru,
yakni tugas dalam bidang profesi tugas kemanusiaan, dan tugas guru dalam
bidang kemasyarakatan.85
Adapun tugas guru menurut Nur Uhbiyati, antara lain:
a) Memahami kondisi psikologi terdidik
b) Mengetahui perkembangan intelektual terdidik.86
Selain membimbing si terdidik dan menciptakan situasi untuk pendidik,
seorang guru harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan,
pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan lain-lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh bukan hanya diketahui saja tapi juga diamalkan. Guru bukanlah
makhluk yang sempurna, oleh karena itu ia harus selalu meninjau dirinya dan
memperbaiki jika terdapat kesalahan padanya.
84 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam…, h. 95 85 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung, Remaja Rosda Karya,
1997), cet. Ke-8, h.6 86 Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan Islam untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah
komponen MKDK, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), h.90
45
Berdasarkan peran professional guru modern, maka sudah tentu
menimbulkan atau menambah tanggung jawab guru menjadi lebih besar. Diantara
tanggung jawab guru adalah sebagai berikut:
a) Guru harus menuntut dan menuntun peserta didik untuk belajar.
Guru harus membimbing peserta didik agar mereka memperoleh
keterampilan-keterampilan, pemahaman, perkembangan perilaku yang serasi.
b) Turut serta membina kurikulum sekolah
Dalam hubungan ini guru dapat melakukan banyak hal, antara lain:
menyarankan ukuran-ukuran yang mungkin dapat digunakan dalam memilih
bahan-bahan kurikulum. Berusaha menemukan, menumbuhkan minat,
kebutuhan dan kesanggupan peserta didik, berusaha menemukan cara-cara
yang tepat agar antara sekolah dan masyarakat terjalin hubungan kerjasama
yang seimbang, mempelajari isi dan bahan pelajaran pada setiap kelas dan
meninjaunya dalam hubungan dengan praktek sehari-hari.
3. Peran guru terhadap siswa
Menurut Wrightman yang dikutip olah Moh. Uzer Usman, peran guru
adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan
dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan
tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.87
Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa
konsekuensi kepada guru untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya. Oleh
karena itu guru memiliki banyak peran bagi siswanya baik peran dalam proses
belajar mengajar, peran dalam administrasi, peran secara pribadi maupun peran
secara psikologis.88
Dalam kegiatan belajar mengajar, dapat disebutkan bahwa peran guru
adalah sebagai berikut:
a. Demonstrator, yaitu guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam
87 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.4 88 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.9
46
arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya serta
memperagakannya kepada anak didik.
b. Pengelola kelas, yaitu guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai
lingkungan belajar agar dapat terorganisasi dengan baik agar tujuan
pendidikan dapat lebih terarah.
c. Mediator dan Fasilitator, guru harus memiliki pengetahuan mengenai media
pendidikan serta memiliki keterampilan untuk memilih dan menggunakannya
agar dapat menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Ada tiga macam
kegiatan yang dilakukan guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku
sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan
hubungan yang positif dengan para siswa
d. Evaluator, guru hendaknya memberikan penilaian terhadap hasil yang telah
dicapai baik oleh pihak terdidik maupun oleh anak didik.89
Dalam hubungannya dengan kegiatan administrasi, seorang guru dapat
berperan sebagai:
a. Pengambilan inisiatif, pengarah dan penilaian kegiatan-kegiatan
b. Wakil masyarakat, guru mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat
yang baik
c. Orang yang ahli dalam mata pelajaran
d. Penegak disiplin
e. Pelaksana administrasi pendidikan
f. Pemimpin generasi muda
g. Penerjemah kepada masyarakat, artinya mampu menyampaikan segala
perkembangan kemajuan dunia kepada masyarakat.90
Dilihat dari segi dirinya sendiri, seorang guru harus berperan sebagai
berikut:
a) Petugas sosial, yaitu guru harus membantu untuk kepentingan masyarakat
89 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.9-12 90 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.12
47
b) Pelajar dan ilmuwan, yaitu guru senantiasa terus menuntut ilmu
c) Orang tua, yaitu mewakili orang tua siswa di sekolah dalam pendidikan
anaknya.
d) Pencari teladan, yaitu senantiasa mencari teladan yang baik untuk siswa bukan
untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah
laku
e) Pencari keamanan, yaitu senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa.91
Secara psikologis, peran guru sebagai berikut:
a) Ahli Psikologi pendidikan
b) Seniman dalam hubungan antar manusia
c) Pembentuk kelompok sebagai jalan atau alat dalam pendidikan
d) Catalytic agent (inovator), yaitu orang yang mempunyai pengaruh dalam
menimbulkan pembaharuan
e) Petugas kesehatan mental, bertanggung jawab terhadap pembinaan kesehatan
mental khususnya kesehatan mental siswa.92
D. Fase Kanak-kanak ( 6-12 ) tahun
Fase perkembangan dapat diartikan sebagai penahapan rentang
perjalanan kehidupan individu yang diwarnai ciri-ciri khusus atau pola tingkah
laku tertentu.93
Pembagian perkembangan ke dalam masa-masa perkembangan itu
hanyalah untuk memudahkan bagi kita dalam mempelajari dan memahami jiwa
anak-anak pada setiap fase perkembangannya. Walau perkembangan itu dibagi-
bagi ke dalam masa-masa perkembangan, akan tetapi tetap merupakan suatu
kesatuan yang hanya dapat dipahami dalam hubungan keseluruhannya.
91 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.13 92 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, cet. Ke-8, h.13 93 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta:UIN
Press, 2007),h.73
48
Para ahli psikologi membagi-bagi masa perkembangan itu menurut
pendapat yang berbeda-beda dengan menggunakan dasar-dasar pemikiran yang
berlainan diantaranya:
a. Pembagian Aristoteles
Menurut Aristoteles, ada tiga masa perkembangan yaitu:
1. Periode anak kecil. Usia sampai 7 tahun
2. Periode anak sekolah, usia 17 sampai 14 tahun
3. periode pubertas (remaja), usia 14 sampai 21 tahun
Peralihan antara masa pertama dengan masa kedua ditandai dengan
pergantian gigi. Peralihan antara masa kedua dengan masa ketiga ditandai dengan
tumbuhnya bulu-bulu menjelang masa dewasa.
Pembagian masa perkembangan menurut Aristoteles ini didasarkan atas
gejala pertumbuhan jasmani atau proses biologis tertentu yang lamanya masing-
masing periode 7 tahun.
b. Pembagian Comenius
Pembagian masa-masa perkembangan menurut Comenius adalah sebagai
berikut:
1. Masa sekolah ibu, sampai usia 6 tahun
2. Masa sekolah bahasa ibu, usia 6 sampai 12 tahun
3. Masa sekolah bahasa latin, usia 12 sampai 18 tahun
4. Masa sekolah tinggi, 18 sampai 24 tahun.
Masa-masa perkembangan yang diterapkan Comenius ini berdasarkan
tingkat sekolah atau jenjang pendidikan yang diduduki anak sesuai dengan tingkat
usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah. Untuk masing-masing
sekolah harus diberikan bahan pengajaran dan cara-cara mengajar yang sesuai
dengan perkembangan jiwa anak, periodisasi ini dapat dikatakan berdasar kepada
didaktis.
c. Pembagian Kohnstamm
Kohnstamm membagi masa perkembangan seperti dibawah ini:
1. Masa vital, sampai usia 1,5 tahun
2. Masa anak kecil, usia 1,5 sampai 7 tahun
49
3. Masa anak sekolah, usia 7 sampai dengan 14 tahun
4. Masa remaja, usia 14 sampai 21 tahun
5. Masa dewasa, usia 21 tahun keatas
Pembagian masa perkembangan ini, dilihat dari sisi pendidikan dan
tujuan luhur umat manusia.
d. Pembagian Harvey A. Tilker da Elizabeth B. Hurlock
Pembagian masa perkembangan menurut mereka, yaitu:
1. Masa sebelum lahir, selama 9 bulan atau 280 hari
2. Masa bayi baru lahir, sampai usia 2 minggu
3. Masa bayi, dari 2 minggu sampai 2 tahun
4. Masa kanak-kanak awal, dari 2 sampai 6 tahun
5. Masa kanak-kanak akhir, usia 6 sampai 12 tahun
6. Masa puber, dari 12 sampai 15 tahun
7. Masa remaja, usia 15 sampai 21 tahun
8. Masa dewasa awal, dari 21 sampai 40 tahun
9. Masa dewasa madya, usia 40 sampai 60 tahun
10. Masa usia lanjut, dari 60 tahun keatas.94
Pembagian masa-masa perkembangan ini berdasar pasa didaktis sama
dengan menurut Comenius. Periodisasi ini tampak sudah lengkap mencakup
sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang
berlangsung sejak konsepsi sampai meninggal dunia.
Yang menjadi pokok pembahasan pada masalah ini adalah masa kanak-
kanak akhir yaitu antara umur 6-12 tahun. Menurut penulis, pendapat yang sesuai
dengan umur yang terdapat pada karya ilmiah ini adalah pembagian masa yang
dikemukakan oleh Harvey A. Tilker dan Elizabeth B. Hurlock.
1. Fase Kanak-kanak I (Early Childhood)
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam
tahun.Dalam setiap tahap perkembangan ada ciri-ciri khusus begitu juga pada saat
94 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan perkembangan, (Jakarta:
CV.Pedoman Ilmu Jaya,1993), cet.I, h.149
50
masa kanak-kanak awal ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Orang tua menyebut
masa kanak-kanak awal dengan usia problematis/usia sulit karena memelihara
atau mendidik mereka sulit, atau bisa juga disebut dengan usia main karena
sebagian besar hidup anak waktunya dihabiskan untuk bermain. Para pendidik
menyebut masa ini sebagai masa anak usia prasekolah, sebagai anak yang belum
matang untuk sekolah, merupakan masa persiapan untuk masuk sekolah dasar.
Lain halnya dengan para psikolog, mereka menyebut masa ini dengan sebutan
usia pra kelompok, usia penjelajah, usia bertanya.
Masa ini dikatakan usia prasekolah karena pada masa ini anak-anak
mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial
yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas
satu SD. Sebutan sebagai usia penjelajah dan bertanya karena pada masa ini anak-
anak gemar menjelajahi lingkungan karena dorongan ingin tahu mengenai apa
yang ada disekitarnya baik perasaan maupun mekanisme kehidupan yang ada
dilingkungannya. Dan salah satu cara yang umum dalam menjelajahi lingkungan
tersebut adalah dengan sering bertanya. Orang tua jangan bosan menjawab
petanyaan-pertanyaan mereka dan ada baiknya mereka diajak jalan-jalan untuk
menyalurkan hasrat ingin tahu mengenai lingkungan alam sekitarnya. 95
Adapun ciri-ciri perkembangan pada fase ini, antara lain:
a. Perkembangan Fisik
Pada fase kanak-kanak awal, tubuh secara progresif berubah antara
masa bayi dan dewasa. Tinggi badan dan berat badan bertambah. Terutama pada
dua tahun pertama. Setelah itu pertumbuhan agak melambat sampai terdapat
pelonjakan pertumbuhan yang cepat pada awal pubertas, bentuk tubuh dan
proporsi tubuh juga turut berubah.96
Pertumbuhan otak pada masa kanak-kanak awal pada usia lima tahun
sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa, dan 90% pada usia enam tahun.
Pada usia ini juga terjadi pertumbuhan "myelinization" (lapisan urat syaraf dalam
otak yang terdiri dari bahan penyekat berwarna putih, taitu myelin) secara
95 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.152-153 96 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta:PT. Raja
Grafindo Persada, 2006), h.99
51
sempurna. Lapisan urat syaraf ini membantu transmisi impul-impul syaraf secara
cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik
lebih seksama dan efisien.97
Awal masa kanak-kanak merupakan saat yang tepat untuk belajar
mencapai berbagai keterampilan. Karena anak senang mengulang-ulang. Hal
mana penting artinya dalam belajar keterampilan. Selain itu anak pada masa ini
juga berani dan senang mencoba hal-hal baru dan pada masa ini mereka belum
memiliki banyak keterampilan sehingga tidak ada gangguan untuk mendapatkan
keterampilan-keterampilan baru.98
Anak dalam usia dini seperti ini khususnya diawal-awal kehidupannya
adalah seorang anak yang tidak berdaya dan lemah yang harus mendapat
perawatan dan pengawasan yang sangat baik. Ia harus mendapatkan asuhan, kasih
sayang serta nutrisi yang sangat baik agar tumbuh menjadi anak yang sehat.
Telah disinggung sebelumnya bahwa fase ini juga disebut fase main
karena banyak waktunya dihabiskan untuk bermain. Dengan bermain-main anak
bisa mengembangkan bakatnya dan melatih kemampuan motorik mereka untuk
menguasai berbagai keterampilan fisik dan permainan yang sedang mereka
mainkan dan juga akan memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru. Anak-
anak juga akan belajar berinteraksi sosial ketika melakukan permainan dengan
teman-temannya.99
Selama usia pra sekolah bahasa dan pembendaharaan kata anak
meningkat dan menjadi lebih mirip dengan orang dewasa. Anak sudah mulai
memproduksi ujaran yang lebih panjang dan mulai menambahkan bunyi
gramatikal pada kalimat mereka, meskipun terkadang mereka menggunakan
aturan gramatikal pada tempat yang tidak seharusnya.mereka sering melakukan
obrolan tanpa arti, tidak terkendali, tidak terseleksi dan tanpa memperdulikan
apakah ada yang memperhatikan.100
97 H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung,
PT.Remaja Rosda Karya, 2004), cet.5, h.163 98 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.153
99 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 244 100 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.225
52
Insting seksual (gharizah jinsiyah) bukan hal buruk bagi anak usia ini,
tapi memerlukan arahan dan pengawasan serta penjelasan yang baik mengenai
seks kepada mereka yang dilakukan oleh guru dan orang tua sehingga terhindar
dari perbuatan asusila.
Minat mereka terhadap seks dapat dibuktikan dengan sikap mereka yang
suka membicarakannya dengan teman bermain kalau tidak ada orang dewasa,
terkadang mereka suka melihat kemaluan temannya dan suka menyentuhnya.
Bahkan mereka dapat menirukan perilaku seks orang dewasa karena melihat
gambar atau melihat orang tuanya.101
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif merupakan perubahan kemampuan berpikir atau
intelektual.
Perkembangan kognitif pada anak-anak terjadi melalui urutan yang
berbeda. Tahapan ini membantu menerangkan cara anak berpikir, menyimpan
informasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurut Jean Piaget, usia pra sekolah termasuk dalam tahapan pra
operasional, dimana anak dapat membuat penyesuaian perseptual dan motorik
terhadap objek dan kejadian yang dipresentasikan dalam bentuk symbol
(bayangan mental, kata-kata, isyarat) dalam meningkatkan bentuk organisasi dan
logika. Anak pada tahap pra operasional seringkali egosentris. Artinya
memandang segala sesuatunya hanya dari sudut pandangan sendiri saja. Menurut
Piaget egosentrisme ini dapat diatasi bila anak berinteraksi dengan orang dewasa
dan terutama dengan teman sebayanya. Interaksi dengan sebayanya menyebabkan
anak belajar mengenal perspektif orang lain yang berbeda dengan dirinya, sebab
biasanya anak-anak tidak mau saling mengalah dengan teman sebayanya.
Interaksi dengan orang dewasa yang biasanya mau mengalah. Meskipun anak
egosentris tidak akan menghilangkan egosentrisme si anak. Adapun ciri berpikir
101 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.154
53
anak usia ini telihat dalam penalaran moralnya. Anak hanya sekedar menuruti
aturan-aturan yang dibuat orang dewasa (moral heteronomy).102
c. Perkembangan Moral
Moralitas secara umum dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk
membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan tersebut dan
mendapatkan penghargaan diri ketika melakukan yang benar dan merasa bersalah
atau malu ketika melanggar standar tersebut. 103
Pada umumnya orang tua mengharapkan anak-anaknya tumbuh menjadi
seseorang yang memiliki moralitas yang kuat dalam berhubungan dengan orang
lain. Orang tua juga menghendaki anaknya memiliki altruisme, tidak
mementingkan diri sendiri dan memerhatikan kesejahteraan orang lain yang
diekspresikan melalui perilaku prososial, seperti saling membagi, saling
bekerjasama dan saling membantu.
Indikator awal dari dari altruisme, seperti membagi mainan atau
menenangkan orang lain yang merasa tidak nyaman telah muncul pada masa bayi
dan kanak-kanak terutama bagi mereka yang memiliki orang tua yang
menekankan pentingnya memperhatikan orang lain sebagai bagian dari strategi
pengaturan disiplin.menurut penelitian anak prasekolah lebih menunjukkan sifat
yang berpusat pada diri sendiri.104
Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang disengaja dibuat untuk
menyakiti atau melukai makhluk hidup yang memiliki motivasi untuk
menghindarinya.
Mengenai perilaku agresivitas, anak yang berusia dua tahun
menunjukkan sikap tersebut dengan memukul dan menendang. Namun, ketika
berusia 3-5 tahun agresi itu berkurang dan diganti dengan bersifat verbal. Anak
prasekolah 4-7 tahun memfokuskan agresivitasnya pada benda terutama mainan
102 Kusdwiratri Setiono. Psikologi Perkembangan,( Bandung, Widya Padjadjaran,
2009), cet. Ke-2, h.23-24 103Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.261 104 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.264
54
atau kepemilikan lainnya, namun agresi instrumental ini kemudian berubah
dengan agresi yang bersifat permusuhan.105
Dalam penalaran moral, Kohlberg berpendapat bahwa pada masa
kanak-kanak awal termasuk ke dalam tahap pra konvensional dimana
perkembangan emosi anak terjadi karena adanya peraturan dan peraturan masih
bersifat eksternal dan belum teinternalisasi. Anak mematuhi peraturan yang
diberikan tokoh otoritas untuk menghindari hukuman dan mendapat kesenangan
pribadi. Penalaran moral ini terbagi menjadi 2 tahap, yaitu:
1. Hukuman dan kepatuhan; penilaian tentang baik dan buruk tergantung
pada konsekuensi fisik. Anak mematuhi tokoh otoritas untuk menghindari
hukuman, dan tidak menganggap sesuatu merupakan kesalahan jika tidak
diketahui dan tidak dihukum
2. Pertukaran instrumental; seseorang mematuhi aturan untuk mendapat
penghargaan atau memenuhi tujuan pribadi. Telah terdapat kemampuan
untuk melihat sesuatu dari perspektif lain, tetapi masih dilandasi keinginan
untuk mendapat keuntungan.106
d. Perkembangan Emosi
Anak pada usia ini cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas
dan terbuka. Sikap marah dan rasa iri hati pada anak prasekolah sering terjadi,
mereka sering memperebutkan prhatian orang tua dan guru.
Kapasitas anak untuk mengatur perilaku emosinya meningkat. Orang
tua membantu anak pada usia ini untuk menghadapi emosi negatif dengan
mengajarkan dan mencontohkan dengan menggunakan penalaran dan penjelasan
verbal. Ketika anak mengalami kesulitan untuk mempelajari keterampilan, mereka
sering menunjukkan perilaku yang berlebihan atau sebaliknya menarik diri ketika
berhadapan dengan situasi yang membuat rasa cemas dan takut. Usia 4 tahun anak
mulai menguasai kemampuan untuk mengekspresi emosinya disesuaikan dengan
aturan sosial yang ada.107
e. Perkembangan keagamaan.
105 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.264-268 106Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.271-273 107 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.168
55
Anak pada usia pra sekolah adalah usia penjelajah dan usia bertanya
karena pada masa ini mereka senang menjelajahi lingkungan karena ada dorongan
rasa ingin tahu mengenai apa yang disekitarnya baik perasaan atau mekanisme
kehidupan yang ada di lingkungannya. Dan salah satu caranya adalah dengan
bertanya, oleh karena itu orang tua jangan pernah merasa bosan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka mengenai alam sekitarnya. Begitu juga mengenai
agama, bukti mereka merasa tertarik dengan agama mereka sering bertanya
mengenai Tuhan, kelahiran atau kematian dan sebagainya. selain itu juga minat
dalam ibadah agama, anak-anak senang diajak ke masjid tau bersenang-senang
bersama kawan-kawannya di masjid, terutama pada anak yang sudah besar
sebelum sekolah.108
f. Perkembangan sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas,
karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-
tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
1. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik dilingkungan kelaurga maupun
dalam lingkungan bermain
2. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan
3. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain
4. Sudah mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya.109
2. Fase Kanak-kanak II (Later Childhood)
Fase kanak-kanak II atau fase kanak-kanak akhir (later childhood) yang
dimaksud berlangsung dari usia enam sampai tiba saatnya individu menjadi
matang secara seksual. Pada awal dan akhirnya, masa akhir kanak-kanak ditandai
108 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.153 109 H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan …, h.171
56
oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian
sosial anak.110
Anak pada masa ini sudah mulai banyak bergaul dengan masyarakat
diluar rumah. Dengan demikian pergaulan dengan orang tuanya semakin
berkurang dibandingkan dengan ketika ia masih kanak-kanak awal. Oleh karena
itu cara mendidiknya harus dibedakan dengan masa umur yanag lain. Sebab
disamping anak tersebut sudah mulai berpikir kritis, ia juga sudah banyak
membaca, mendengarkan dan melihat kejadian-kejadian di luar rumah tangganya
yang dapat merangsang pola pikirnya meskipun masih sederhana.
Para pendidik menyebut masa ini dengan usia sekolah dasar dengan
harapan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang penting
untuk keberhasilan penyesuaian hidup dimasa nanti.111
Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain:
a) Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan
prestasi (apabila jasmaninya sehat maka banyak prestasi yang diperoleh)
b) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain
c) Amat reralistik, ingin mengetahui dan ingin belajar
d) Anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-
baiknya) mengenai prestasi sekolah.
e) Anak-anak pada usia 6-12 tahun membutuhkan guru atau orang-orang
dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya
f) Usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk bermain
bersama.112
Pada usia 6 atau 7 tahun anak telah matang untuk memasuki sekolah
dasar dan perkembangan jasmani dan rohaninya mulai sempurna. Anak keluar
dari lingkungan keluarga dan memasuki lingkungan sekolah yang pengaruhnya
sangat besar terhadap perkembangan anak. Mereka lebih banyak mengenal teman
dalam lingkungan sosialnya yang lebih luas, sehingga peranan sosialnya semakin
berkembang. Ia ingin mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya sehingga
110 Elizabeth B.Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 146 111 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.155 112 H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan…,h.24-25
57
akan bertambah pengalamannya. Semua pengalaman baru akan mempengaruhi
dan membantu proses perkembangan mereka, diantaranya:
a. Perkembangan Fisik
Akhir masa kanak-kanak meupakan periode pertumbuhan yang lambat
dan relative seragam sampai mulai terjadi perubahan-perubahan pubertas kira-kira
dua tahun sebelum anak secara seksual menjadi matang pada saat dimana
pertumbuhan bekembang pesat.
Pertumbuhan fisik mengikuti pola yang diramalkan meskipun sejumlah
perbedaan dapat terjadi. Bentuk tubuh mempengaruhi tinggi dan berat dalam akhir
masa kanak-kanak. Anak yang memiliki bentuk tubuh ektomorfik, yang tubuhnya
panjang dan langsing, dapat diharapkan tidak seberat anak mesomorfik yang
mempunyai tubuh lebih besar. Anak yang berbadan mesomorfik tumbuh lebih
cepat daripada anak yang ektomorfik atau endomorfik dan lebih cepat menjadi
pubertas.
Kesehatan dan gizi yang baik merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Semakin baik kesehatan gizi, anak
cenderung semakin besar dari usia ke usia dibandingkan dengan anak yang
kesehatan gizinya kurang, anak yang diberi imunisasi terhadap penyakit selama
awal masa kanak-kanak tumbuh lebih besar daripada anak yang mengalami
gangguan emosional lebih banyak mempengaruhi pertumbuhan fisik. Anak yang
tenang tumbuh lebih cepat daripada anak yang mengalami gangguan emosional,
meskipun gangguan emosional lebih banyak mempengaruhi berat daripada tinggi.
Anak cerdas cenderung lebih tinggi dan lebih berat daripada anak yang
tinggi rata-rata. Akan tetapi, kalau anak yang sangat cerdas dibandingkan saudara-
saudaranya yang tidak terlampau cerdas, perbedaan ini tidak ada. Laylock dan
Caylor menjelaskan "anak yang berbakat mungkin berasal dari keluarga yang
semua anaknya tumbuh lebih besar" karena adanya gizi dan perawatan kesehatan
yang baik
Perbedaan seks dalam pertumbuhan fisik yang pada tahun-tahun
sebelumnya hampir tidak tampak dan menonjol dalam akhir masa kanak-kanak.
Karena pesatnya pertumbuhan pubertas anak laki-laki baru dinilai kira-kira
58
setahun lebih lambat daripada anak perempuan, anak laki-laki cenderung lebih
pendek dan lebih ringan daripada anak perempuan seusianya, sampai ia juga
secara seksual menjadi matang. Pertumbuhan gizi anak perempuan juga lebih
cepat sedikit daripada anak laki-laki, sedangkan kepala dan wajah anak laki-laki
tumbuh lebih besar daripada anak perempuan.
b. Perkembangan Kognitif
Intelegensi atau kecerdasan merupakan kemampuan tertinggi dari jiwa
makhluk hidup yang hanya dimiliki manusia. Intelegensi ini diperoleh manusia
sejak lahir, dan sejak itu pula potensi intelegensi ini mulai berfungsi
mempengaruhi tempo dan kualitas perkembangan individu, dan manakala sudah
berkembang maka fungsinya semakin berarti lagi bagi manusia yaitu akan
mempengaruhi kualitas penyesuaian dirinya dengan lingkungannya.
Dalam keadaan pertumbuhan yang biasa, pikiran berkembang secara
berangsur-angsur, sampai anak mencapai umur delapan sampai dengan dua belas
tahun ingatannya menjadi kuat sekali. Biasanya mereka suka menghapal banyak.
Anak mengalami masa belajar. Pada masa ini anak menambah pengetahuannya,
menambah kemampuannya mencapai kebiasaan yang baik.
Anak tidak lagi bersifat egosentris artinya anak tidak lagi memandang
dirinya sebagai pusat perhatian lingkungannya. Anak mulai memperhatikan
keadaaan sekelilingnya dengan obyektif. Karena timbul keinginannya untuk
mengetahui kenyataan, keinginan itu akan mendorongnya untuk menyelidiki
segala sesuatu yang ada di sekelilingnya.
Pada masa anak sekolah, mereka sangat suka mengumpulkan benda-
benda sepeti perangko, gambar-gambar, bungkus rokok, bungkus korek api dan
sebagainya. Perkembangan fantastis sudah tidak disukai lagi karena kemampuan
berpikirnya bertambah kritis. Mereka hanya mau menerima yang masuk akal.
Sekarang anak-anak lebih suka membaca cerita yang sungguh-sungguh terjadi,
paling tidak cerita yang mendekati kenyataan. Perasaan, khayalan dan sugesti
masih mempengaruhi cara berpikirnya itulah salah satu alasannya mengapa
kesaksian yang diberikan anak-anak belum dipercaya sepenuhnya.
c. Perkembangan Moral
59
Pada akhir masa kanak-kanak ini, sebagian besar anak-anak kode
moralnya dipengaruhi oleh standar moral kelompoknya. Sehingga sering terjadi
pelanggaran di rumah, di sekolah dan di lingkungan tetangganya. Tetapi meskipun
demikian, pada masa ini terdapat peningkatan yang pesat dalam pengertian dan
ketepatan konsep selama periode masa ini. Ini disebabkan oleh meningkatnya
intelegensi dan meningkatnya kesempatan belajar.113
anak usia sekolah dasar dalam penalaran moral prososialnya lebih
menunjukkan sifat keinginanya membantu orang lain dibandingkan dengan anak
prasekolah.114
d. Perkembangan Emosi
Anak yang berada di akhir masa kanak-kanak menunjukkan
keterampilan regulasi diri dengan variasi yang lebih luas. Kecanggihan dalam
memahami dan menunjukkan tampilan emosi yang sesuai dengan aturan sosial
meningkat pada tahap ini. Anak mulai mengetahui kapan harus mengontrol
ekspresi emosi mereka, dan mereka lebih sensitive terhadap isyarat lingkungan
sosial yang mengatur keputusan dalam mengontrol emosi negative.
e. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial, sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma
kelompok, tradisis dan moral (agama). Perkembangan sosial pad anak sekolah
dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga
juga membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas sehingga
ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri
sendiri kepada sikap kerjasama atau telah mau memperhatikan kepentingan orang
lain. Anak telah berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya dan
bertambah kuat keinginanya untuk diterima menjadi anggota kelompok dan anak
tersebut tidak merasa senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.115
113 M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan …, h.156 114 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan …, h.264
115 H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan …, h.180
60
f. Perkembangan keagamaan
Ketika anak masuk sekolah dasar, dalam jiwanya ia telah membawa
bekal rasa agama yang terdapat dalam kepribadiannya, dari orang tuanya dan dari
gurunya di taman kanak-kanak. Andaikata didikan agama yang diterima dari
orang tuanya di rumah sejalan dengan apa yang diterima dari gurunya maka ia
masuk sekolah dengan dasar agama yang bulat, sedangkan apabila berlainan maka
yang ada adalah keragu-raguan.
Oleh karena itu, setiap guru agama di sekolah dasar harus menyadari
betul bahwa anak didik yang dihadapinya telah membawa bekal agama dalam
pribadinya masing-masing sesuai dengan pengalaman hidup yang dilaluinya
dalam keluarga dan taman kanak-kanak.116
Adapun ciri-ciri perkembangan keagamaannya adalah sebagai berikut:
1) Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
2) Pandangan dan paham ke Tuhanan diperolehnya secara rasional
berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indicator alam
semesta sebagai manifestasi dari keagunganNya.
3) Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan
ritual diterimanya sebagai keharusan moral.117
Jadi, usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai
agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak sangat
dipengaruhi oleh pembentukan atau pendidikan yang diterimanya.
E. Pelaksanaan Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Akhlakul Karimah
Anak tidak hanya sebagai amanah tetapi juga sebagai generasi penerus
yang harus diperhatikan, tidak hanya sumber daya manusia nya saja tapi juga
harus diperhatikan akhlak anak demi kemajuan bangsa.
Akhklakul karimah merupakan hal yang sangat penting untuk
dipraktikkan dan dibiasakan sejak dini oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-
hari, terutama dalam mengantisipasi dampak negative era globalisasi dan krisis
116 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), cet. 15, h.111
117 H. Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan…,h. 182
61
multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia. Akhlak dapat
dikembangkan melalui pendidikan dan pembinaan. Adapun pelaksanaan
pendidikan dilakukan melalui jenjang pendidikan informal, formal dan non
formal.
Pendidikan informal dilakukan di lingkungan keluarga. Keluarga
merupakan pendidikan pertama dalam menanamkan akhlak seorang anak dimulai
dari dalam kandungan sampai remaja. adapun penanaman akhlak dalam keluarga
dimulai dari perilaku kedua orang tuanya, karena orang tua merupakan kunci dari
keberhasilan akhlak yang ditanamkan oleh mereka. Apabila perilaku mereka baik,
maka seorang anak juga meniru perilaku mereka. Selain itu juga mereka harus
menciptakan suasana yang nyaman bagi anak-anak mereka, dengan adanya
tercipta kenyamanan dalam keluarga maka hati, dan pikiran mereka pun akan
tenang sehingga terbentuklah akhlak yang baik disamping mereka melakukan
pembinaan dan pendidikan akhlak yang baik di rumah.
Seorang anak semakin lama semakin berkembang baik mulai dari fisik,
moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan akhlak
tidak cukup hanya dilingkungan keluarga saja, tetapi juga dapat didukung melalui
pendidikan formal yang dilakukan di sekolah yang pelaksanaannya tidak terlepas
dari unsur tujuan, guru, materi dan metode.
Dalam pelaksanaan pendidikan formal, guru sangat berperan penting
dalam pembentukan akhlakul karimah siswa. Guru harus dapat menjadikan
dirinya sebagai orang tua kedua dan dapat menarik simpati sehingga menjadi idola
para siswanya tepatnya dapat menjadi teladan bagi para siswa di sekolah.
Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat menjadi motivasi bagi
siswanya dan ini tidak terlepas dari metode yang guru gunakan dalam kegiatan
belajar mengajar.
Metode yang digunakan dalam membentuk akhlakul karimah siswa
dapat dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan, nasehat, hukuman,bimbingan
dan sebagainya disamping pemberian metode cerita dan ceramah.
Adapun cara-cara mendidik yang dapat dilakukan guru untuk
membentuk akhlakul karimah siswa di sekolah dasar, antara lain:
62
a) Membiasakan siswa berbicara dengan sopan dan berlaku jujur serta
bertanggung jawab terhadap perbuatannya
b) Selalu mengaktifkan melakukan ibadah dan acara-acara keagamaan,
karena hal itu dapat meluhurkan budi pekertinya
c) Menanamkan rasa kasih sayang kepada manusia dan perhatian terhadap
makhluk-makhluk yang lain
d) Memberikan kisah atau dongeng yang mengandung akhlak yang mulia,
terutama kasih sayang kepada orang tua, teman-teman dan makhluk
lainnya.118
Kurikulum yang digunakan di MI Darussalam P.Labu Jakarta Selatan
adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).119 Adapun isi dari
Kurikulum dalam bidang studi Aqidah Akhlak yang dapat membentuk akhlakul
karimah siswa, antara lain:
KLS/S
MT
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1/satu
1. Mengenal Rukun Iman, Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul, Asmaul Husna (Ahad dan Kholiq)
2. Membiasakan Akhlak Tepuji 3. Menghindari Akhlak
1.1 Menghapal 6 Rukun Iman 1.2 Menghapal 2 Kalimat Syahadat 1.3 Mengartikan 2 Kalimat
Syahadat 1.4 Mengenal Sifat-Sifat Alloh
(Ahad dan Kholiq) melalui kisah Nabi Ibrahim a.s dalam mencari Tuhannya
2.1 Membiasakan sifat Disiplin dan hidup bersih dalam kehidupan sehari-hari
2.2 Membiasakan berakhlak baik (mandi, tidur, dan buang air besar/kecil) dalam kehidupan sehari-hari
3.1 Membiasakan diri untuk menghindari hidup kotor dalam
118 Mahjudin, Konsep Dasar Pendidikan Akhlak dalam Al-Quran dan Petunjuk
Penerapannya dalam Hadits, (Jakarta: Kalam Mulia, 2000), cet 1, h.34 119 Departemen Agama, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
(Jakarta: Nadia Media, tt), h.28-36
63
1/Dua
4. Memahami Kalimat
Thayyibah (basmalah) dan asmaul Husna (Ar-Rohman, Ar-Rohiim dan As-Sami’)
5. Membiasakan Akhlak Terpuji
6. Menghindari Akhlak tercela
kehidupan sehari-hari.
4.1 Mengenal Allah melalui kalimat Thayyibah (basmalah)
4.2 Mengenal sifat-sifat Allah (Ar-Rohman, Ar-Rohiim dan As-Sami’) melalui kisah Nabi Sulaiman dengan tentara semut.
5.1 Membiasakan sifat ramah dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari.
5.2 Membiasakan berakhlak baik ketika berbicara dan meludah dalam kehidupan sehari-hari
6.1 Membiasakan diri untuk menghindari berbicara jorok/kotor dan bohong dalam kehidupan sehari-hari
2/Satu
1. Memahami Kalimat Thayyibah (hamdalah) dan Asmaul Husna (ar- Rozak, al-Mughniy, al-Hamid, dan As-Syakur)
2. Membiasakan akhlak terpuji
3. Menghindari akhlak tercela
1.1 Mengenal Allah melalui kalimat Thayyibah (hamdalah)
1.2 Mengenal Allah melalalui sifat-sifat Allah yang terkandung dalam asmaul husna
1.3 Mengenal Allah melalui pengenalan sholat 5 waktu
2.1 Membiasakan bersikap syukur
nikmat, hidup sederhana, dan rendah hati dalam kehidupan sehari-hari
2.2 Membiasakan berakhlak baik ketika berpakaian, makan minum dan berdin dalam kehidupan sehari-hari
3.1 Menghindari sifat sombong
melalui kisah masa kecil Nabi Muhammad SAW
64
2/Dua
4. Memahami kalimat thayyibah (tasbih) dan asmaul husna (al-Quddus, ash-Shomad, al-Muhaimin dan al-Badi’)
5. Membiasakan akhlak Terpuji
6. Menghindari akhlak Tercela
4.1 Mengenal Allah melalui kalimat thayyibah
4.2 Mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah
5.1 Membiasakan bersifat jujur, rajin dan percaya diri
5.2 Membiasakan berakhlak baik ketika belajar, mengaji, dan bermain dalam kehidupan sehari-hari
6.1 Menghindari sifat-sifat malas
melalui kisah masa remaja Nabi Muhammad SAW
3/Satu
3/Dua
1. Memahami kalimat Thayyibah (takbir), Asmaul Husna (Al-Azhim, al- Kabir, dan al- Kariim dan Al- Malik
2. Beriman Kepada Malaikat-malaikat Allah
3. Membiasakan Akhlak Terpuji
4. Menghindari Akhlak tercela
5. Memahami Kalimat Thayyibah (ta’awud), asmaul husna (al-Baathin, al-Waliy, al-Mujiib dan al-Wahhaab)
1.1 Mengenal Allah melalui kalimat Thayyibah (Allahu Akbar)
1.2 Mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah yang terkandung dalam
2.1 Mengenal Malaikat-malaikat Allah
3.1 Membiasakan sifat kasih
sayang dan taat dalam kehidupan sehari-hari
3.2 Membiasakan berakhlak baik terhadap kedua orang tua dalam kehidupan sehari-hari melalui kisah Nabi Ismail
4.1 Menghindari sifat durhaka
kepada kedua orang tua melalui kisah Kan’an
5.1 Mengenal Allah melalui
kalimat Thayyibah (ta’awwud) 5.2 Mengenal Allah melalui sifat-
sifat Allah
65
6. Beriman kepada makhluk Allah yang Ghaib
7. Membiasakan akhlak terpuji
8. Menghindari Akhlak tercela
6.1 Mengenal Makhluk Ghaib selain malaikat (Jin dan Syetan)
7.1 Membiasakan sikap rukun dan
tolong menolong. 7.2 Membiasakan berakhlak baik
terhadap saudara dalam kehidupan sehari-hari
8.1 Menghindari sifat khianat, iri
dan dengki melalui kisah kelicikan saudara-saudara Nabi Yusuf a.s
4/ Satu
4/Dua
1. Memahami kalimat
Thayyibah (masya Allah dan
subhanallah) dan asmaul
Husna (al-‘aliim, az-Zhohiir,
ar- Rasyiid, dan al-Haadii
2. Beriman kepada kitab-kitab
Allah
3. Membiasakan Akhlak terpuji
4. Menghindari akhlak tercela
1.1 Mengenal Allah melalui kalimat
Thayyibah
1.2 Mengenal Allah melalui sifat-
sifat Allah melalui asmaul
Husna
2.1 mengenal Kitab-kitab Allah
3.1 membiasakan sikap hormat dan
patuh dalam kehidupan sehari-
hari
3.2 Membiasakan sikap tabah dan
sabar
4.1Menghindari akhlak tercela
melalui kisah Tsa’labah
66
5. Memahami kalimat thayyibah
(assalaamu’alaikum) dan
asmaul Husna (as-Salaam, al-
Mukmin, dan al-Latiif)
6. Beriman kepada Allah dan
Rosul-rosul Allah
7. Membiasakan akhlak terpuji
8. Menghindari akhlak tercela
5.1 mengenal Allah nelalui
kalimat Thayyibah
5.2 mengenal Allah melalui
kalimat Asmaul Husna
6.1 Mengenal Rasul dan Nabi
Allah
7.1 Membiasakan akhlak shissiq,
amanah ,tabligh, fathonah
dalam kehidupan sehari-hari
7.2 Membiasakan akhlak terpuji
terhadap teman dalam
kehidupan sehari-hari
7.3 Mencintai dan meneladani
akhlak mulia 5 Rasul ulul
Azmi
8.1 menghindari sifat munafik
dalam kehidupan sehari-hari
5/Satu
1. Memahami kalimat Thoyyibah
(sholawat Nabi, asmaul Husna
(al-Baaqii dan al-Bashiir)
2. Beriman kepada hari akhir
(kiamat)
3. Membniasakan akhlak terpuji
1.1 mengenal Allah melalui
kalimat Thoyyibah.
1.2 Mengenal Allah melalui
asmaul Husna.
2.1 mengenal adanya hari kiamat.
3.1 membiasakan sikap tanggung
jawab, adil dan bijaksana
dalam kehidupan sehari-hari.
3.2 membiasakan akhlak yang
67
5/Dua
4. Menghindari akhlak tercela.
5. Memahami kalimat Thayyibah
(tarji’) dan asmaul Husna (al-
Muhyii, al-Mumiit)
6. Membiasakan akhlak terpuji
7. Menghindari akhlak tercela
baik ketika di tempat ibadah
dan tempat umum
4.1 menghindari sifat hasud dalam
kehidupan sehari-hari
5.1 mengenal Allah melalui
kalimat thayyibah
5.2 mengenal Allah melalui
kalimat asmaul Husna.
6.1 membiasakan sikap teguh
pendirian dan darmawan
dalam kehidupan sehari-hari
6.2 membiasakan akhlak baik
dalam hidup bertetangga
dalam kehidupan sehari-hari
7.1 membiasakan diri untuk
menghindari sifat kikir dan
serakah melalui lisah qorun
6/Satu
1. mengenal kalimat thayyibah
(laa haula walaa quwwata illaa
billaahil ‘aliyyil ‘adhiim) dan
asmaul husna (al-Qowiyy, al-
hakiim, al-mushawwir, dan al-
Qodir).
2. Beriman kepada taqdir Allah
3. Membiasakan akhlak terpuji.
1.1 mengenal Allah melalui kalimat
Thayyibah.
1.2 mengnal Allah melalui asmaul
husna
2.1 mengenal adanya qodho dan
qodar Allah (taqdir)
3.1 membiasakan sifat optimis,
qonaah, dan tawakkal dalam
kehidupan sehari-hari melalui
kisah ashhabul kahfi
68
6/Dua
4. Menghindari akhlak tercela
5. Mengenal kalimat thayyibah
(istigfar), dan asmaul husna (al-
Ghoffur, ash-Shobuur, dan al-
haliim)
6. Membiasakan akhlak terpuji
7. Menghindari akhlak tercela
4.1 Membiasakan diri untuk
menghindari sifat pesimis dan
putus asa melalui kisah Nabi
Sulaiman a.s dengan umatnya
dan Nabi Yunus a.s
5.1 Mengenal Allah melalui kalimat
Thayyibah
5.2 Mengenal Allah melalui sifat-
sifat Allah yang terkandung
dalam asmaul husna
6.1 Membiasakan sifat sabar, dan
taubat dalam kehidupan sehari-
hari melalui kisah Nabi Ayyub
dan kisah Nabi Adam a.s
6.2 Membiasakan diri berakhlak
baik terhadap binatang dan
tumbuhan dalam kehidupan
sehari-hari
7.1 Membiasakan diri untuk
menghindari sifat marah, fasik
dan murtad dalam kehidupan
sehari-hari
F. Kajian Pustaka Terdahulu
1. Dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul " Pelaksanaan
Pendidikan Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Cipayung kecamatan
Cipayung Jakarta Timur" tahun 2004/2005, dapat diketahui bahwa
pelaksanaan pendidikan akhlak di sana cukup baik dan hasil penelitian ini
juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap
69
pembentukan nilai akhlak siswa adalah faktor eksternal dan yang dijadikan
responden dalam penelitian ini hanya siswa kelas V (lima). Adapun
perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis laksanakan dalam
skripsi ini adalah dari segi judul sudah berbeda dimana penulis membatasi
permasalahan kepada dua masalah yaitu pelaksanaan pendidikan dengan
pembentukan akhlakul karimah siswa, dan yang akan penulis jadikan
responden adalah siswa kelas III-VI. serta obyek penelitiannya
dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Swasta yang berada di Pondok Labu
Jakarta Selatan.
2. Dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul "Pembentukan
akhlakul karimah siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan
Agama Islam di SMP Al-Ihsan Tanah Abang Jakarta Pusat". Yang disusun
oleh Istiqomah tahun 2007. Telah menunjukkan bahwa ekstrakurikuler
Pendidikan Agama Islam sangat berpengaruh positif terhadap
pembentukan akhlak siswa maupun keterampilan dalam beribadah.
Penelitian dalam skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis
laksanakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk akhlakul
karimah siswa, hanya saja dalam penelitian ini lebih terfokus kepada
kegiatan ekstrakurikulernya saja sedangkan penulis juga mengangkat
tentang kegiatan intrakurikuler atau ketika proses belajar mengajar itu
berlangsung. Selain itu yang dijadikan responden dalam penelitian ini
adalah siswa-siswi yang berada ditingkat menengah, sedangkan responden
dalam penelitian penulis berada di tingkat Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah.
76
iman dalam segala bentuk perilaku, macam-macam akhlak Islam adalah
sebagai berikut:
a. Akhlak terhadap Orang Tua
Orang tua adalah orang yang secara jasmani menjadi asal keturunan
anak. Jadi anak adalah keturunan dari orang tuanya dan darahnya adalah
juga darah orang tuanya. Seorang anak kandung merupakan bagian dari
darah daging orang tuanya, sehingga apa yang dirasakan oleh anaknya juga
dirasakan oleh orang tuanya. Itu pula sebabnya secara kodrati, setiap orang
tua menyayangi dan mencintai anaknya sebagaimana ia menyayangi dan
mencintai dirinya sendiri. Kasih dan sayang ini mulai dicurahkan
sepenuhnya terutama oleh ibu semenjak anak masih di dalam kandungan
sampai ia lahir dan menyusui bahkan sampai usia tua. Oleh karena itu
seorang anak berkewajiban berbuat baik dan memberikan kasih sayang
kepada kedua orang tuanya, karena salah satu faktor kesuksesan seorang
anak juga karena keridhoan dan doa dari orang tua. Begitu juga dengan
perilaku anak, baik atau tidaknya tingkah laku mereka penyebabnya juga
karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua.
77
Lingkungan pertama dijumpai oleh anak adalah orang tua dan keluarga.
Disinilah anak dibesarkan, belajar, dan beinteraksi, sehingga lingkungan ini
disebut lingkungan primer yang bersifat fundamental dan menentukan jati
diri seorang anak. Hendaklah orang tua menanamkan kepada anaknya
akhlak yang baik sedari kecil bahkan ketika anak tersebut masih berada
dalam kandungan seorang ibu. Karena itu perlakuan baik dari orang tua
kepada anaknya, lingkungan keluarga dan masyarakat akan menjadi contoh
teladan bagi anak-anaknya.
⌧
☺
Artinya: "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapinya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku lah kembalimu".
Adapun perilaku atau akhlak seorang anak terhadap kedua orang
tuanya, adalah:
1. Tidak mengucapkan perkataan "ah" kepada keduanya.
2. Tidak boleh membentak atau memarahi orang tua.
3. Mengucapkan kata-kata yang mengangkat kemuliaan dan kehormatan
orang tua.
4. Merendah diri di hadapan orang tua.120
b. Akhlak terhadap Diri Sendiri
Setiap manusia diciptakan oleh Allah dengan segala kelebihan dan
kekurangan di dalam dirinya. Karena itu setiap individu sebelum
memperbaiki kekurangan pribadi orang lain terlebih dahulu memperhatikan
120 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 47-49
78
kekurangan diri sendiri. Inilah salah satu akhlak terhadap diri sendiri yaitu
bagaimana seharusnya bersikap dan berbuat terbaik untuk dirinya lebih
dahulu, karena dari sinilah kemudian ia menentukan sikap dan perbuatan
yang terbaik bagi yang lainnya, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadis
"ibda bi nafsik" (mulailah dari dirimu sendiri) dan ayat Al-Quran yang
memerintahkan agar setiap orang selalu memperhatikan dirinya lebih
dahulu:
Artinya: "…Peliharalah dirimu dan keluargamu dari bahaya api
neraka…" (QS.At-Tahriim: 6)
Ayat dan .hadis itu menjadi dasar untuk meyakinkan bahwa sikap
terhadap diri sendiri adalah prinsip yang perlu menjadi perhatian sebagai
manivestasi dari tanggung jawab terhadap dirinya dalam bentuk sikap dan
perbuatan akhlak yang terpuji, yaitu:
1. Memperhatikan Kesehatan Jasmani
2. Memelihara kebersihan Jasmani
3. Olahraga
4. Mengatur Makanan dan Minuman
5. Mengobati penyakit
6. Memberikan Hak Jasmani
7. Memelihara kesehatan akal dan kalbu.121
c. Akhlak terhadap masyarakat
Seorang muslim harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang
lebih luas, baik dilingkungan pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan
121 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 13-25
79
lainnya. Baik dengan orang-orang seagama maupun dengan pemeluk agama
lainnya.
Hubungan baik dengan masyrakat sangat diperlukan karena tidak ada
seorangpun yang dapat hidup sendiri tanpa bantuan masyarakat. Lagi pula
hidup bermasyarakat sudah merupakan fitrah manusia. Dalam surat Al-
Hujuraat ayat 13 dijelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari laki-
laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka
saling mengenal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut Al-
Quran, manusia secara fitri adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat
merupakan suatu keniscayaan bagi mereka.122
Adapun dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu
akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (al-
akhlaq al-madzmumah).123
a. Al-akhlaq al-Mahmudah adalah segala tingkah laku yang terpuji yang
harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang, diantaranya:
8. Al-Amanah
Al-Amanah menurut bahasa berarti tutipan seseorang kepada orang
lain. "anak itu titipan Allah" adalah ungkapan yang menunjukkan
bahwa manusia adalah kepercayaan Allah sebagai pemelihara dan
pendidik anak itu. Jadi disini manusia adalah kepercayaan Allah, karena
Dia tidak akan menitipkan sesuatu yang berharga kepada orang yang
tidak dipercaya.
Dari sini amanat diartikan sebagai sikap mental yang jujur, lurus hati
dan terpercaya.Sikap amanah menjadi syarat mutlak bagi seorang
pemimpin baik formal maupun informal. Pemimpin yang memiliki
amanah adalah pemimpin yang adil, bijaksana, demokratis dan toleran.
Suatu Negara atau masyarakat akan hancur bila dipimpin oleh orang
yang curang atau khianat. Ia tidak akan memiliki kemampuan
memperbaiki kehidupan masyarakatnya, karena ia tidak berbuat kecuali
122 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LIPPI, 1970), cet.1, h. 205 123 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan …, h. 11
80
yang memberikan keuntungan pribadi dan golongannya. Ditangan
pemimpin seperti inilah suburnya praktek KKN, suap dan
sebagainya.124 Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa' ayat
58:
⌧
☺
☺
⌧ ☺ ⌧
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat".
9. Benar/jujur
Benar artinya sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, ini tidak
saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Benar atau jujur termasuk
akhlak mahmudah yang pokok dan penting, semacam induk dari sifat-
sifat baik lain yang membawa orang kepada kebaikan. Kebenaran atau
kejujuran adalah sendi yang terpenting bagi berdiri tegaknya
masyarakat. Tanpa kebenaran akan hancurlah masyarakat, sebab hanya
dengan kebenaran maka dapat tercipta adanya saling pengertian tidak
mungkin terjadi tolong menolong.125
Hal ini juga diterangkan dalam al-Quran Surat Al-Ahzab ayat 70-71,
yang menerangkan tentang anjuran untuk berbuat jujur:
124 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 203-204 125 Humaidi Tatapangarsa, akhlak yang mulia, (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1980), cet.1, h.
149
81
⌧
☺
☺
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar".
10. Rendah hati
Rendah hati adalah sikap mental yang tinggi dan terpuji sebagai
cerminan dari akhlakul karimah seseorang. Yang dimaksud dengan
rendah hati disini adalah perasaan memiliki kekurangan dan kelemahan
disbanding orang lain. Perasaan ini tergambar dari sikap dan
penampilannya yang sangat sederhana, baik dalam ucapan, pakaian,
perilaku dan sebagainya. Pada penampilan ini tidak tercermin adanya
sifat pamer dan ingin dipuji orang lain meskipun sesungguhnya ia
mampu menampilkan yang lebih dari orang lain.126
11. Qana'ah
Qana'ah artinya menerima dengan rela apa yang ada atau merasa
cukup dengan apa yang dimiliki. Qana'ah dalam pengertiannya yang luas
mengandung 4 perkara, yaitu:
a) Menerima dengan rela apa yang ada
b) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai usaha atau
ihktiar
c) Menerima dengan sabar ketenyuan Tuhan
126 H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 216
82
d) Bertawakkal kepada Tuhan.127
12. Memelihara kesucian diri (al-iffah)
Al-Iffah termasuk akhlaqul karimah yang dituntut dalam ajaran Islam.
Menjaga diri dari segala keburukan dan memelihara kehormatan
hendaklah dilakukan setiap waktu. Dengan penjagaan diri secara ketat,
maka dapatlah diri dipertahankan untuk selalu berada pada status
kesucian. Hal ini dilakukan mulai dari memelihara qalbu untuk
membuat rencana angan-angan yang buruk.128
13. Malu
Malu disini ialah malu terhadap Allah dan malu kepada diri sendiri
apabila akan melanggar peraturan-peratuaran-Nya. Perasaan ini dapat
menjadi pembimbing kepada jalan keselamatan dan mencegah dari
perbuatan nista.
b. Al-akhlaq al-Madzmumah yaitu tingkah laku yang tercela atau akhlak
yang jahat. Menurut istilah al-Ghazali disebut "muhlikat" artinya segala
sesuatu yang membinasakan atau mencelakakan, diantaranya:
f) Dusta
Dusta ialah pernyataan tentang suatu hal yang tidak cocok dengan
keadaan yang sesungguhnya. Ini tidak hanya menyangkut perkataan
tetapi juga perbuatan. Dalam pandangan agama, dusta adalah suatu hal
yang sangat tercela, sebab ia merupakan pokok dan induk dari
bermacam-macam akhlak yang buruk yang tidak saja merugikan
masyarakat tetapi juga merugikan diri sendiri.
g) Takabbur
Takabbur atau sombong ialah suatu keadaan yang ada dalam diri
manusia dan tercermin pengaruh-pengaruhnya, dimana seseorang
127Humaidi Tatapangarsa, akhlak yang…, h. 153 128 Hamzah yaqub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (suatu pengantar),
(Bandung: CV.Diponogoro, 1996), cet. Ke-7, h. 109
83
melihat dirinya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan orang lain.
Seseorang yang sombong memandang dirinya memiliki kedudukan dan
keutamaan, karena hilangnya kenyataan dari pandangannya, dan ia
berada dalam persepsi yang salah. Ada beberapa hal yang menyebabkan
seseorang itu dapat bersikap sombong, yaitu sombong karena harta, ilmu
dan kekuasaan/kedudukan.129
h) Dengki
Dengki ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang
diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkan keniokmatan itu
berpindah ke tangannya sendiri atau tidak. Dengki itu lahir atau berinduk
dari sifat takabbur. Rasulullah menyebutkan ada dua macam dengki yang
dihalalkan, yaitu:
b) Dengki (iri hati) kepada orang yang 'alim tentang Al-Quran, ilmu-
ilmu itu diamalkan dan dijadikan pedoman hidupnya siang dan
malam.
c) Dengki kepada orang yang kaya, yang kekayaannya dipergunakan
untuk amal-amal kebaikan siang dan malam.
i) Marah
Marah termasuk sifat kebinatangan yang dimiliki manusia. Dan ia
merupakan hal yang alami yang terlahir dalam diri manusia atau hewan
dari perasaan yang keras dan tajam terhadap yang lain. Apabila
seseorang menemui sesuatu yang menjadi penghalang bagi keinginannya
atau bertentangan dengannya, maka ia akan merasakan kesempitan
(susah dan kesal), seperti ia mendengar perkataan yang buruk atau
tertimpa kezhaliman. Lalu timbullah pada dirinya perasaan ingin
membalas dendam, dan kemudian bergolaklah darahnya.130 Karena itu,
kita sering menyaksikan bahwa pada kondisi demikian, sebagian orang
berubah mukanya menjadi merah dan tampak dengan jelas pergerakan
darah yang ada di wajahnya, kemudian mulailah melontarkan kata-kata
129 Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak, Terj. Dari al-Akhlaq al-Islamiyah oleh Ali Yahya, (Jakarta: Lentera Basritama, 2003), cet.I, h. 209
130Syahid Dastaghib, Menuju Kesempurnaan Diri: wacana seputar akhlak…,h. 113
84
yang bertentangan dengan yang sebenarnya, mencela orang lain dengan
ungkapan-ungkapan yang keji dan hina, atau menggunakan tangan dan
kakinya.
j) Bakhil
Bakhil artinya kikir. Orang yang kikir ialah orang yang sangat hemat
dengan apa yang menjadi miliknya, tetapi hematnya demikian sangat dn
sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk
diberikan kepada orang lain.
Orang kikir itu ada dua macam: pertama, orang kikir yang tidak
mengajak orang lain untuk berlaku kikir. Kedua, orang kikir yang
mengajak orang lain berlaku kikir. Yang kedua inilah lebih jahat dan
lebih berbahaya dari yang pertama. Golongan inilah yang senantiasa
menghambat kemajuan dan menghalangi berdirinya amal-amal
kebajikan untuk umum. Golongan ini dimusuhi manusia dan tidak
disukai Tuhan. Allah SWT berfirman:
☺
⌧ ⌧
"Allah tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, yang bermegah diri. Yaitu orang-orang kikir dan mereka mengajak manusia berlaku kikir".131
2. Metode Pendidikan Akhlak
Menurut etimologi, metode adalah "cara yang tersusun dan teratur untuk
mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan".132 Dengan
131 M.'Ali Alhamidy, Jalan Hidup Muslim, (Bandung: PT.Al-M'arif, 1977), cet.ke-7,
hlm.132
85
demikian untuk melaksanakan sesuatu diperlukan cara-cara yang tepat dan
teratur.
Tidak ada satupun metode yang sempurna tanpa adanya selingan dari
metode lain yang melengkapinya. Karena itu seorang guru dituntut untuk dapat
memilih metode yang tepat atau sesuai dengan karakteristik anak didik.
Adapun metode yang dipakai dalam pendidikan akhlak selain metode
ceramah, cerita dan tanya jawab dapat dipergunakan beberapa metode dibawah
ini:
f. Metode Keteladanan
Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi
dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup
dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan kerjakan itu.
Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan
harus ada pendekatan yang lestari. Pendidikan itu, tidak akan sukses,
melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan
nyata.133
Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh
dan terbukti paling berhasil dalam membentuk aspek moral, spiritual dan
etos sosial anak.
Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak,
yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak akan ditiru
oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan, perbuatan dan tindak tanduknya
akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.134
Metode keteladanan merupakan keharusan bagi seorang guru, yakni
memberikan contoh yang baik bagi para siswa dalam berbagai hal, baik
sikap perilaku keseharian yang meliputi perkatan dan tingkah laku seorang
guru dalam pribadinya, maupun etika guru dalam bersosialisasi dengan para
132 Daryanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 406 133 Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), h. 165 134 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Dari Tarbiyatul Aulad
Fil Islam oleh Jamaluddin Miri, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), cet.I, h. 2
86
siswa, sehingga guru dapat dijadikan suri tauladan bagi anak didiknya dan
patut ditiru.
g. Metode Pembiasaan
Aktivitas yang terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh
kesabaran akan menjadi kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi.
Orang yang tebiasa dengan perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa
terbebani lagi. Awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan-
perbuatan baik, tetapi lama kelamaan kalua dilakoni dengan penuh
ketekunan dan kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan
melakukan hal demikian.135
Salah satu usaha untuk membentuk suatu kepribadian manusia adalah
dengan melakukan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung
secara kontinu. Karena itu jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka
ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini Al-Ghazali mengajarkan agar akhlak
diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah
laku yang mulia. Sebagai contoh seorang anak yang terbiasa melaksanakan
shalat dan puasa sejak kecil maka ketika besar mereka sudah tidak lagi sulit
untuk mengatasi rasa malasnya untuk mendirikan kewajiban-kewajiban
tersebut. Berbeda dengan anak yang tidak terbiasa melakukan perbuatan itu
sejak kecil maka akan lebih sulit para pendidik mengatasinya.
Meskipun metode pembiasaan adalah strategi yang sangat efektif dalam
mengembangkan perilaku-perilaku positif. Tapi metode ini juga memiliki
kelemahan karena kebiasaan ini dipraktekkan oleh si anak tanpa
pemahaman atas manfaatnya padahal kalau anak-anak kecil membiasakan
perbuatan keterampilan tersebut sambil benar-benar menghayatinya maka
efektifitasnya akan sangat tinggi ketika beranjak dewasa.136 Karena itu
peranan orang tua sangat diperlukan untuk menjelaskan kepada anaknya
dengan cara yang dapat dipahaminya.
h. Metode Nasehat
135 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 298 136 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 304
87
Sebuah nasehat dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat
sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan
akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Cara seperti ini banyak sekali dijumpai dalam al-Quran, karena nasehat
dan cerita pada hakekatnya bersifat penyampaian pesan dari sumbernya
kepada pihak yang dipandang memerlukannya.bahas al-Quran dalam
berdakwah serta dalam menyampaikan petuah dan nasehat sungguh sangat
beragam.
Metode al-Quran dalam menyajikan nasehat dan pengajaran
mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu:
a) Seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan dan
upaya penolakan.
b) Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan
nasehat.
c) Metode wasiat dan nasehat.137
Metode-metode diatas, masing-masing mempunyai pengaruh yang
sangat besar. Karena itu, jika para pendidik menggunakan metode yang
telah digunakan dalam al-Quran ini, maka tidak diragukan lagi anak-anak
akan tumbuh menjadi sosok yang memiliki akhlak yang terpuji. Tetapi para
pendidik juga harus memperhatikan syarat-syarat dalam memberikan
nasehat agar nasehat tersebut menjadi efektif.
Syarat-syarat supaya nasehat itu menjadi efektif :
d) Si pemberi nasehat harus terlebih dahulu mengamalkannya
e) Berikan nasehat secara khusus jangan di depan orang ramai, supaya
tidak malu untuk menerima kenyataan dirinya.
f) Sampaikan nasihat secara singkat. Terlalu lama akan membosankan
g) Nasihat itu harus jelas sesuai dengan kebutuhan psikologis pendengar.
h) Berikan nasehat secara bertahap.
i) Berikan nasehat dengan penuh pengertian dan rasa cinta. Jangan
menggurui atau memarahinya.138
137 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 66
88
i. Metode perhatian dan Pengawasan
Yang dimaksud pendidikan dengan metode perhatian atau pengawasan
adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual
dan sosial.
Berikut ini beberapa contoh tentang perhatian dan pengawasan
Rasulullah SAW, yaitu:
j) Perhatian dalam pendidikan sosial k) Perhatian dalam memperingatkan yang haram l) Perhatian dalam mendidik anak m) Perhatian dalam memberi petunjuk kepada orang dewasa, dan n) Perhatian dalam pendidikan spiritual.139
Demikianlah upaya perhatian dan pengawasan Rasulullah SAW kepada
masyarakat yang ingin mengadakan perbaikan. Ini merupakan bukti bahwa
Rasulullah sangat memperhatikan pendidikan umat manusia.
Metode perhatian atau pengawasan yang dilakukan terhadap anak didik
juga harus memperhatikan faktor kejiwaannya. Menurut hasil penelitian
para psikolog bahwa kejiwaan manusia berbeda-beda menurut perbedaan
tingkat usia. Pada usia kanak-kanak misalnya lebih menyukai kepada hal-
hal yang bersifat rekreatif dan bermain, sedangkan pada usia anak masa
sekolah (7-14) sudah mulai bisa mempelajari sesuatu, sudah bisa membaca
dan menulis, karena itu akhlak dapat diajarkan melalui pembiasaan dan
pelatihan.140
j. Metode Hukuman
Hukuman-hukuman dalam Islam dikenal dengan dua macam, yaitu
hudud dan ta'zir. Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dalam
syari'at Islam, yang wajib dilaksanakan karena Allah SWT. Seperti had bagi
orang yang minum-minuman keras, adalah dicambuk 40-80 kali.
Sedangkan Ta'zir adalah hukuman yang ditentukan oleh Allah SWT untuk
138 Ibrahim Amini, Agar Tak…, h. 328-330 139 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 133-134 140 Abudin Nata, Akhlak Tasawwuf…, hlm.166
89
setiap perbuatan maksiat yang didalamnya tidak terdapat had. Ta'zir
bertujuan untuk memberi pelajaran bagi orang lain demi kemashlahatan
umat, karena hukuman ta'zir ini tidak ditentukan, tetapi diperhitungkan
bentuk hukumannya sesuai dengan kesalahannya.
Adapun metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman
kepada anak:
o) Lemah-lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak. p) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman q) Dalam upaya pembenahan, sebaiknya dilakukan secara bertahap, dari
yang paling ringan hingga yang paling keras.141 Para ahli pendidikan melarang pendidik menggunakan metode hukuman
kecuali dalam keadaan sangat darurat. Metode hukuman yang dimaksud
disini adalah metode hukuman yang berbentuk fisik. Metode ini adalah cara
yang paling akhir dalam proses belajar mengajar. Sedangkan metode
hukuman yang diperbolehkan adalah metode hukuman yang bersifat
mendidik, misalnya hukuman menulis sambung sebanyak satu halaman
penuh, itu dilakukan gunanya untuk melancarkan siswa untuk belajar
menulis halus yang bagus.
Hasil Analisis Muhammad Al-Ghazali bahwa pembinaan akhlak dalam
Islam juga terintegrasi dengan pelaksanaan rukun Islam. Rukun Islam yang
pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat; yaitu bersaksi bahwa
tiada tuhan selain Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat
ini mengandung pernyataan bahwa selama hidup manusia hanya tunduk
kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk kepada aturan Allah
dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.
Rukun Islam yang kedua adalah mendirikan shalat; shalat yang dikerjakan
akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan munkar.
Rukun Islam yang ketiga adalah zakat; yaitu agar orang yang
melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir,
mementingkan diri sendiri dan membersihkan hartanya dari hak orang lain,
141 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam…, h. 162-165
90
yaitu fakir miskin dan seterusnya. Adapun rukun Islam yang keempat yaitu
puasa; mengajarkan manusia untuk menahan diri dari makan dan minum
dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan untuk
menahan diri dari keinginan untuk melakukan perbuatan keji yang dilarang.
Begitu pula rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji; dalam ibadah haji
diperlukan banyak pengorbanan baik biaya, fisik, tenaga, pengetahuan atau
wawasan tentang haji serta merelakan tanah air dan harta ketika
melaksanakan ibadah.142
d) Perilaku
C. Pengertian Perilaku
Dalam bahasa Inggris disebut "behaviour" yang artinya tabiat, kelakuan,
tindak-tanduk.143 Perilaku juga terdiri dari dua kata yaitu peri dan laku, peri
yang artinya sekeliling, dekat, melingkupi.144 Dan laku artinya tingkah laku,
perbuatan, tindak-tanduk.145 Secara etimologi perilaku artinya setiap tindakan
manusia atau hewan yang dapat dilihat.146 Sedangkan dalam kamus Modern
Bahasa Indonesia pengertian perilaku adalah tindakan, perbuatan, sikap.147
Secara terminologi perilaku artinya ialah apa yang dilakukan seseorang.148
Sedangkan menurut Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa:
"Perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, makhluk hidup
terhadap lingkungannya. Perilaku adalah aksi-reaksi terhadap rangsangan dari
luar".
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala
tingkah laku, perbuatan atau aktifitas manusia atau hewan yang dapat dilihat
142 Abudin Nata, Akhlak…, (2006), h. 160-163 143 S.Wojowasito, Kamus Inggeris-Indonesia untuk Umum, (Malang: CV. Pengarang,
1977), cet.ke-3, h. 42 144 Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 1996), cet. Ke-5, h. 91 145Daryanto, Kamus Lengkap…, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 354 146 Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Tonis, 1982), cet. Ke-1, h. 19 147M.Dahlan Al-Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia…, h. 503 148Mar'at, sikap manusia terhadap perubahan serta pengukurannya, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1982), cet. Ke-1, h. 9
91
secara konkrit oleh orang lain dan muncul karena adanya rangsangan dari
luar.
Para ahli psikologi membedakan dua macam tingkah laku:
1. Tingkah laku intelektualitas atau tinggi, maksudnya adalah sejumlah perbuatan yang dikerjakan seseorang yang berhubungan dengan kehidupan jiwa dan intelektual. Ciri utamanya adalah berusaha mencapai tujuan tertentu.
2. Tingkah laku mekanistik atau refleksi maksudnya adalah respon-respon yang timbul pada manusia secara mekanistik dan tetap, seperti kedipan mata sebab kena cahaya dan gerakan-gerakan rambang pada anak-anak, seperti menggerakan kedua tangan dan kaki secara terus menerus tanpa aturan.149
Dari uraian diatas tentang pengertian perilaku, dapat dipahami bahwa
perilaku itu adalah perbuatan atau tingkah laku manusia baik secara reflek
atau secara sadar, baik jasmaniah maupun rohaniah. Sebagai contoh, ketika ia
menemukan seseorang yang sedang jatuh atau kecelakaan maka ia akan
segera berperilaku atau bertindak untuk menolongnya dengan cara
menggotong atau memberitahukan keluarganya.
D. Ukuran baik atau buruk perilaku
Baik dan buruk merupakan keadaan yang melekat pada setiap aktivitas
manusia maka persoalan baik atau buruk adalah persoalan manusia.
Keterangan berikut ini memperjelas tentang ukuran yang digunakan untuk
menilai suatu perilaku atau perbuatan:
a. Adat Kebiasaan
Setiap kelompok masyarakat memiliki adat kebiasaan yang diwarisi
dari pendahulunya. Oleh kelompok tersebut, adat digunakan sebagai tolak
ukur menentukan baik atau buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Suatu
perbuatan dinilai baik jika sesuai dengan jiwa adat dan sebaliknya jika
dinilai buruk jika tidak sejalan dengan adat setempat. Tentu saja ukuran ini
149 Hassan langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998),
h. 274
92
memiliki kelemahan, sebab adat itu sifatnya lokal dan ini menimbulkan
penilaian yang bersifat lokal.
b. Hedonisme (kebahagiaan/kelezatan)
Sesuai dengan teori filosof, bahwa tujuan akhir dari kehidupan ini
adalah untuk menikmati kebahagiaan dan kelezatan, maka semua
perbuatan yang mendatangkan kebahagiaan dan kelezatan itu dianggap
baik, dan sebaliknya jika mendatangkan kesedihan dan kepahitan
dipandang buruk.
Hedonisme dimaksud terdiri dari kebahagiaan individual. Disini
kebahagiaan pribadi dijadikan sebagai ukuran tanpa mempertimbangkan
kepentingan yang lain. Disamping itu hedonisme mengandung makna
kebahagiaan kolektif. Disini kebahagiaan bersamalah yang dijadikan tolak
ukur.
c. Utilitarism (kegunaan)
Aliran ini mengukur suatu perbuatan dengan azas guna. Bila perbuatan
itu mengandung manfaat dan guana dianggap baik dan sebaliknya jika
tidak ada manfaat dan kegunannya dipandang buruk.
d. Vitalism (wibawa)
Aliran ini berprinsip baik atau buruknya suatu perbuatan tergantung
kepada ada tidaknya daya hidup yang membuat pelakunya disegani dan
ditakuti. Atau tergantung kepada daya yang mendukung kelangsungan
hidup.
e. Idealism
Suatu perbuatan dinilai baik jika dilakukan menurut ide dan keinginan
sendiri, sebaliknya jika dilakukan menurut ide orang lain dipandang tidak
baik (buruk).
f. Teologism
1. Rasionalism
Teologi ini dipelopori oleh aliran Mu'tazilah yang mengatakan bahwa
suatu perbuatan dipandang baik jika baik menurut rasio sehat, dan
dipandang buruk jika tidak sesuai dengan rasio.
93
2. Tradisionalism
Teologi ini diangkat oleh al-Asy'ari yang mengatakan semua
perbuatan menjadi baik jika sesuai dengan ajaran Allah (Al-Quran dan
Sunnah), dan menjadi buruk jika bertentangan dengan ajaran Allah.
Paham teologi inilah yang lebih mendekati kepada kebenaran sebagai
ukuran menetapkan suatu perbuatan baik atau buruk bila dikaitkan
dengan kontek akhlak.150
E. Faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
perilaku seseorang, ada tiga aliran yang sudah amat popular. Pertama aliran
Nativisme, kedua aliran Empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Aliran Nativisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku seseorang adalah faktor pembawaan dari
dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-
lain151 Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa aliran ini tampaknya begitu
yakin dengan potensi yang ada dalam diri manusia ganya saja aliran ini kurang
menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan
pendidikan.
Aliran Empirisme menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan perilaku seseorang adalah faktor dari luar. Yaitu lingkungan
sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
Selanjutnya aliran Konvergensi berpendapat pembentukan perilaku
seseorang itu dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan
faktor dari luar pendidikan yaitu pembinaan dan pendidikan yang dibuat
secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan
kecendrungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara
intensif melalui berbagai metode.
150H.A.Rahman Ritonga, Akhlak merakit hubungan…, h. 10 151Abudin Nata, Akhlak…, (2006), h. 166
94
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku anak
ada dua, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor
intern yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri anak, baik karena
keturunan, bakat, potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa si
anak sejak lahir. Hal ini sangat mempengaruhi perilaku anak. Dan jika orang
tua tidak mempunyai sifat-sifat terpuji baik fisik maupun mental psikologis,
sedikit banyak akan terwariskan kepada anak.
Oleh karena itu semakin baik potensi bawaan sebagai faktor
dasar/tambahan, maka diharapkan makin baik pula perilaku si anak. Dan
sebaliknya semakin kurang potensi bawaan yang dimiliki tentunya semakin
sulit untuk memperoleh perilaku yang baik. Termasuk dalam hal ini kualitas
iman anak akan sangat berpengaruh terhadap pribadi anak karena dengan iman
yang kokoh anak akan terbentengi dari perilaku yang menyimpang.
Sedangkan faktor dari luar yaitu faktor yang datang dari luar diri anak
didik. Seperti faktor lingkungan. Dalam hal ini adalah kedua orang tua di
rumah, guru di sekolah, dan masyarakat.
Adapun faktor yang dimaksud oleh penulis adalah faktor dari luar, dimana
faktor yang datangnya dari luar atau lingkungan, sangat besar pengaruhnya
terhadap pembentukan perilaku seseorang.
Faktor-faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga, yaitu lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah salah satu pusat pendidikan pertama yang diberikan
kepada seorang anak. Keuarga mempunyai tugas untuk mempersiapkan
anak bagi peranannya di masa depan. Dasar-dasar perilaku, sikap hidup,
dan berbagai kebiasaan ditanamkan kepada anak sejak dalam lingkungan
keluarga. Oleh sebab itu, penting sekali diciptakan lingkungan keluarga
yang baik, dalam arti menguntungkan bagi kemajuan dan perkembangan
pribadi anak baik jasmani maupun rohaninya.
Para ahli berpendapat bahwa perilaku orang dewasa banyak
dipengaruhi oleh kondisi dalam rumah tangga dimana ia hidup pada waktu
95
kecil. Bahkan ada pula ahli mengatakan bahwa kepribadian seseorang
telah terbentuk ketika masih dalam kandungan sang ibu. Lebih lanjut
pembentukan kepribadian ditentukan dalam kehidupan keluarga. Jika
seseorang dibesarkan dalam rumah tangga yang bahagia maka pola
perilaku seseorang akan bersifat baik, misalnya dalam pembentukan sifat.
Sifat yang positif seperti ramah, gembira, sabar, toleran, mudah diajak
kerja sama dengan orang lain, tidak egoistis dan memiliki rasa simpatik.
Sebaliknya jika seseorang dibesarkan dalam keluarga yang tidak
bahagia, sukar diharapkan orang tersebut memiliki kepribadian yang
positif. Sebaliknya kemungkinan besar orang itu akan bersifat egois,
tingkat tolerannya rendah, memandang dunia disekelilingnya dengan
perasaan curiga dan mudah memperlakukan orang lain dengan anti pati.152
Menurut Rasulullah SAW, fungsi dan peranan orang tua bahkan
mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Menurut
beliau setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama,
namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut anak sepenuhnya
tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua
mereka.153
b. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah peranannya sebagai pelanjut pendidikan agama di
lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan pada diri anak yang
tidak menerima pendidikan agama dalam keluarga. Dalam konteks ini guru
agama harus mampu mengubah sikap atau perilaku anak didiknya agar
menerima pendidikan agama yang diberikannya dan diharapkan juga dapat
diterapkan dalam kesehariannya.
Lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan perilaku anak. Corak hubungan antara guru dengan murid
atau antara murid dengan murid akan banyak mempengaruhi kepribadian
152 Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: bumi aksara,
1988), cet.I, h. 192 153 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 254
96
termasuk di dalamnya nilai-nilai moral yang masih mengalami perubahan
dan dapat terlihat dalam perilaku mereka.
Seorang guru sebagai pemegang amanat orang tua sebagai salah satu
pelaksana pendidikan Islam, guru tidak hanya bertugas memberikan
pendidikan ilmiah. Tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dan
sinkron dengan tugas orang tua, yang juga merupakan tugas pendidik
muslim pada umumnya, yaitu memberikan pendidikan yang berwawasan
manusia seutuhnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki guru menurut imam Al-
Ghazali, adalah sebagai berikut:
r) Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri s) Guru hendaknya tidak mengharapkan pujian atau upah, tetapi
hendaknya mengharapkan keridhaan Allah SWT t) Hendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan
bimbingan kepada murid bahwa tujuan dalam menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan memperoleh kedudukan atau kebanggaan
u) Terhadap murid yang bertingkah laku buruk, hendaknya guru menegurnya dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan cara terus terang dan mencela
v) Hendaknya guru memperhatikan fase perkembangan berpikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai denga kemampuan berpikir murid
w) Hendaknya guru mengamalkan ilmu, bukan sebaliknya perbuatannya bertentangan dengan ilmu yang diajarkan dan sebagainya.154
Dengan demikian, pengaruh kelembagaan pada anak sangat tergantung
dari kemampuan para pendidik untuk menimbulkan adanya perhatian,
pemahaman dan penerimaan. Dalam hal ini pendidikan akhlak yang
diberikan harus dapat menarik perhatian peserta didik dan para guru harus
mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi yang
diberikannya.
Lingkungan sekolah hendaknya dipandang tidak hanya sebagai tempat
untuk menambah ilmu dan dipergunakan untuk modal hidup dikemudian
154 Hery Noer Aly, Ilmu…, hlm 97-99
97
hari, akan tetapi juga sebagai tempat pembinaan sikap mental dan perilaku
sosial yang baik
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga. Para
pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan perilaku anak didik
adalah, keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Keserasian antara
ketiga lapangan pendidikan ini akan memberikan dampak yang positif bagi
perkembangan dan pembentukan perilaku anak. Oleh karenanya fungsi dan
peranan lingkungan ini dalam proses perkembangan dikatakan faktor ajar,
yaitu faktor yang akan mempengaruhi perwujudan suatu potensi secara
baik atau tidak.
Beberapa hal yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah:
1. Lingkungan yang tenteram, dalam arti penuh kedamaian dan bebas dari
kehidupan yang curiga mencurigai
2. Lingkungan yang rukun dimana sesama warga tidak saling
mencampuri urusan orang lain tanpa, tanpa disertai oleh sikap acuh tak
acuh
3. Tersedianya failitas bergaul yang memadai seperti sarana berolahraga,
maka dari situ akan timbul suatu interaksi diantara sesamanya.155
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembentukan perilaku
atau kepribadian seorang anak didik itu lebih besar dipengaruhi oleh faktor
ekstern. Karena anak didik yang dimaksud oleh penulis adalah anak didik
yang berada pada masa kanak-kanak akhir yaitu masa anak sekolah yang
berlangsung dari umur enam tahun sampai umur dua belas atau tiga belas
tahun.
Masa ini disebut orang tua dengan "masa tidak rapih", masa bertengkar
dan "masa menyulitkan". Karena anak-anak pada masa ini cenderung tidak
memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan dan kamarnya juga sangat
155 Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya…, hlm.192-193
98
berantakan, selain itu masa ini juga sering terjadi pertengkaran antara anak
yang satu dengan anak yang lain dalam keluarga. Anak pada masa ini juga
tidak mau lagi menurut perintah, mereka lebih banyak
dipengaruhi/menuruti teman-temannya dari pada orang tua dan anggota
keluarga lainnya.
Para pendidik menyebut masa ini dengan "usia sekolah dasar", karena
anak pada umur-umur ini masanya untuk masuk/mengikuti pendidikan di
sekolah dasar dengan harapan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang penting artinya untuk keberhasilan penyesuaian hidup
di masa dewasa nanti. Dan pendidik juga menyebut masa ini dengan
periode kritis dalam dorongan berprestasi, karena pada masa inilah
kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses
dibentuk.156
Dengan demikian masa kanak-kanak akhir merupakan periode yang
dinamis secara psikologis bagi perkembangan religius. Anak-anak
mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk meniru perilaku orang
dewasa.157 Dan seyogyanya agama beserta lembaga-lembaganya
menyediakan model-model cara hidup dan perilaku yang dapat dan baik
untuk ditiru oleh anak-anak karena pada masa ini anak-anak mudah belajar
dengan intelegensi dan kemampuan yang dimilikinya dapat berkembang
dengan pesat.
i. Kajian Pustaka Terdahulu
3. Dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul " Pelaksanaan
Pendidikan Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Cipayung kecamatan
Cipayung Jakarta Timur" tahun 2004/2005, dapat diketahui bahwa
pelaksanaan pendidikan akhlak di sana cukup baik dan hasil penelitian ini
156 Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 2001), cet.ke-3, h. 155-156 157 Robert, W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, Terj. Dari An
Introduction To Psychology of Religion oleh Agus M.Hardjana, (Yogyakarta: Kanisius (anggota IKAPI), 1999), cet.I h. 28
99
juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan nilai akhlak siswa adalah faktor eksternal dan yang dijadikan
responden dalam penelitian ini hanya siswa kelas V (lima). Adapun
perbedaannya dengan penelitian yang akan penulis laksanakan dalam
skripsi ini adalah dari segi judul sudah berbeda dimana penulis membatasi
permasalahan kepada dua masalah yaitu pelaksanaan pendidikan dengan
pembentukan akhlakul karimah siswa, dan yang akan penulis jadikan
responden adalah siswa kelas III-VI. serta obyek penelitiannya
dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Swasta yang berada di Pondok Labu
Jakarta Selatan.
4. Dari hasil penelitian dan pembahasan skripsi yang berjudul "Pembentukan
akhlakul karimah siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Pendidikan
Agama Islam di SMP Al-Ihsan Tanah Abang Jakarta Pusat". Yang disusun
oleh Istiqomah tahun 2007. Telah menunjukkan bahwa ekstrakurikuler
Pendidikan Agama Islam sangat berpengaruh positif terhadap
pembentukan akhlak siswa maupun keterampilan dalam beribadah.
Penelitian dalam skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis
laksanakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk akhlakul
karimah siswa, hanya saja dalam penelitian ini lebih terfokus kepada
kegiatan ekstrakurikulernya saja sedangkan penulis juga mengangkat
tentang kegiatan intrakurikuler atau ketika proses belajar mengajar itu
berlangsung. Selain itu yang dijadikan responden dalam penelitian ini
adalah siswa-siswi yang berada ditingkat menengah, sedangkan responden
dalam penelitian penulis berada di tingkat Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah.
100