hubungan kekerabatan hewan hani

32
HUBUNGAN KEKERABATAN HEWAN Oleh : Nama : Hanifah Kholid Basalamah NIM : B1J011156 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Kukuh Riyan Maulana LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN

Upload: hanifah-basalamah

Post on 29-Dec-2015

594 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

praktikum taksonomi hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

HUBUNGAN KEKERABATAN HEWAN

Oleh :

Nama : Hanifah Kholid BasalamahNIM : B1J011156Rombongan : IVKelompok : 2Asisten : Kukuh Riyan Maulana

LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI HEWAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2013

Page 2: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi kekerabatan merupakan salah satu aspek yang di pelajari dalam

taksonomi hewan. Kekerabatan mencakup dua pengertian, yaitu kekerabatan

filogenetik dan kekerabatan fenetik. Kekerabatan filogenetik adalah kekerabatan

yang didasarkan pada hubungan filogeni antara takson yang satu dan takson yang

lain, sedangkan kekerabatan finetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada

persamaan dan perbedaan ciri-ciri yang tampak pada takson (Clifford dan

Stephenson, 1975).

Klasifikasi sistem filogenetik muncul setelah teori evolusi dikemukakan

oleh para ahli biologi. Pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun

1859. Menurut Darwin, terdapat hubungan antara klasifikasi dengan evolusi.

Sistem filogenetik disusun berdasarkan jauh dekatnya kekerabatan antara takson

yang satu dengan yang lainnya. Selain mencerminkan persamaan dan perbedaan

sifat morfologi dan anatomi maupun fisiologinya, sistem ini menjelaskan

mengapa makhluk hidup semuanya memiliki kesamaan molekul dan biokimia,

tetapi berbeda-beda dalam bentuk susunan dan fungsinya pada setiap mahluk

hidup (Conway, 2000).

Menentukan kekerabatan filogenetik mutlak diperlukan fosil yang

representative yang dapat memberikan gambaran hubungan antara takson, dengan

demikian kekerabatan filogenetik sulit dipelajari tanpa tersedianya fosil yang

representatif tersebut (Gotto,1982). Penentuan kekerabatan finetik dapat

dilakukun secara kualitatif dan kuantitatif. Kekerabatan finetik secara kualitatif

umumnya dilakukan dengan cara membadingkan persamaan dan perbedaan ciri-

ciri taksonomik yang dimiliki oleh masing-masing takson.

Studi morfologi yang dilakukan termasuk dalam ilmu sistematik, untuk

membantu pengklasifikasian suatu taksa. Studi sistematika melibatkan

perbandingan dua taksa atau lebih sampel organisme berdasarkan karakternya.

Perbandingan ini merupakan awal perkembangan dua konsep dasar yaitu Unit

Taksonomi Operasional (UTO) dan penetapan karakter. OUT merupakanunit

yang dibandingkan dan dapat dilakukan pada individu tunggal, populasi, species

Page 3: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

atau taksa yang lebih tinggi. Kondisi sebenarnya sebuah karakter adalah

penetapannya, sebagai contoh bentuk sisik atau panjang tubuh (Sokal dan Sneath,

1963).Hasil perbandingan antara ciri yang mirip dengan semua ciri yang

digunakan berupa nilai rata-rata kemiripan ciri, sekaligus menunjukan tingkat

hubungan kekerabatan antara taksa yang dibandingkan. Niali rata-rata kemiripan

ciri, selanjutnya dapat digunakan untuk menggambar fenogram.

B. Tujuan

Tujuan praktikum acara hubungan kekerabatan adalah dapat menyusun

karakter morfologi yang digunakan sebagai dasar menentukan kekerabatan fenetik

dan dapat melakukan uji kekerabatan fenetik pada kelompok hewan (ikan).

.

Page 4: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Materi yang diamati adalah yaitu 5 spesies ikan yaitu Ikan Layur

(Trichiurus savala), Ikan Lidah (Cynoglossus lingua), Ikan Lele (Clarias

batrachus), Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma) dan Ikan Nilem

(Osteochilus hasselti).

Alat yang digunakan antara lain perangkat lunak untuk analisis data

(NTSys), leptop, buku pedoman untuk identifikasi dan determinasi ikan, bak

preparat, pinset dan alat tulis.

B. Metode

1. Cari ciri-ciri taksonomi (morfologi, anatomi atau ciri lainnya) pada beberapa

spesies ikan yang telah dideterminasi sebanyak mungkin, lalu tabulasikan

dalam matriks seperti yang tertera pada Tabel 1 (dalam hasil).

2. Cocokkan semua ciri-ciri tersebut dengan masing-masing spesies sampel.

Apabila terdapat kecocokkan maka pada Tabel 1 (dalam hasil) diberi angka 1

dan bila tidak terdapat persamaan diberi angka 0.

3. Selesai pencocokkan, hitunglah jumlah karakter yang terdapat angka satu dan

angka 0 pada semua sampel. Hitung nilai koefisien asosiasinya.

4. Kedekatan hubungan kekerabatan dari beberapa spesies ikan sampel dihitung

dengan menggunakan kesamaan koefisien asosiasi.

S* = m m + u

keterangan = S* : koefisien asosiasi

m : jumlah sifat atau ciri yang sama

u : jumlah sifat atau ciri yang beda

5. Hasil perhitungan koefisien asosiasi yang telah diperoleh ditabulasikan.

6. Hasil perhitungan koefisien asosiasi di atas kemudian dibuat pengelompokkan

spesies dalam sebuah fenogram.

Page 5: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

rmn = rMN √(m + 2rm)(n + 2rn)

keterangan :

r mn : koefisien asosiasi (rs*)

r(MN) : jumlah koefisien asosiasi antara anggota pasangan takson M dan N

r m : nilai koefisien asosiasi pasangan takson m

r n : nilai koefisien asosiasi pasangan takson n

m : banyaknya takson anggota m

n : banyaknya takson anggota n

7. Tabulasikan hasil perhitungan pengelompokan Tabel 2 (dalam hasil). Untuk

semua spesies.

8. Gambar fenogramnya.

Page 6: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Ciri-ciri Taksonomik Ikan yang Diamati

Ikan Layur(Trichiurus savala)

Ikan Kembung(Rastrelliger brachysom )

Ikan Lidah (Chynoglossus lingua)

Ikan Lele (Clarias batrachus)

Ikan Nilem(Osteochilus hasselti)

Page 7: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

No Ciri taksonomik (morfologi, anatomi dan

ciri lainnya)

Species ikanA B C D E

Page 8: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

1 Bentuk kepala pipih bilateral

1 1 1 0 0

2 Bentuk kepala dorsoventral

0 0 0 1 1

3 Posisi mulut inferior 0 0 0 1 04 Posisi mulut superior 0 0 1 0 05 Posisi mulut terminal 1 1 0 0 06 Posisi mulut subternimal 0 0 0 0 17 Mulut relatif lebar 0 0 1 0 18 Mulut relatif sempit 1 1 0 1 09 Ujung moncong

meruncing0 0 1 0 0

10 Ujung moncong tumpul 1 1 0 1 111 Mulut tidak dapat

disembulkan0 0 1 1 1

12 Mulut dapat disembulkan 1 1 0 0 013 Terdapat sungut 1 0 0 0 114 Tidak terdapat sungut 0 1 1 1 015 Mata terletak pada satu

sisi0 0 0 1 1

16 Mata terletak pada dua sisi

1 1 1 0 0

17 Mata relatif lebar 1 1 1 0 018 Mata relatif sempit 0 0 0 1 119 Posisi mata dorsolateral

kepala0 0 0 0 1

20 Posisi mata lateral kepala 1 1 1 0 021 Posisi mata dorsal kepala 0 0 0 1 022 Bentuk tubuh pipih

bilateral1 1 1 0 1

23 Bentuk tubuh pipih dorsoventral

0 0 0 1 0

24 Punggung meninggi 1 1 0 0 025 Punggung tidak meninggi 0 0 1 1 126 Terdapat sisik 1 1 1 1 027 Tidak terdapat sisik 0 0 0 0 128 Tipe sisik ctenoid 1 0 0 1 029 Tipe sisik sikloid 0 1 1 0 030 Ukuran sisik relatif besar 1 0 0 1 031 Ukuran sisik relative kecil 0 1 1 0 032 Jumlah sirip punggung 1 1 0 1 0 133 Jumlah sirip punggung 2 0 1 0 0 034 Jumlah jari-jari keras sirip

punggung ≤ 50 0 0 0 0

Page 9: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

35 Jumlah jari-jari keras sirip punggung > 5

1 1 1 0 1

36 Sirip punggung dan sirip ekor bersambung

0 0 1 0 0

37 Sirip dubur dan sirip ekor bersambung

0 0 0 1 0

38 Ujung-ujung sirip selain sirip ekor meruncing

1 1 1 0 0

39 Ujung-ujung sirip selain sirip ekor membulat

0 0 0 0 1

40 Bentuk luar sirip ekor bercagak

1 1 0 0 0

41 Bentuk luar sirip ekor membulat

0 0 0 0 1

42 Bentuk luar sirip ekor meruncing

0 0 1 1 0

43 Posisi garis rusuk (linea lateralis) di tengah

1 1 0 0 1

44 Posisi garis rusuk (linea lateralis) di bawah

0 0 1 0 0

45 Bentuk garis rusuk lurus 1 0 0 1 146 Bentuk garis rusuk

melengkung0 1 1 0 0

47 Batang ekor relatif lebar 0 0 0 0 148 Batang ekor relatif sempit 1 1 1 1 049 Tinggi sirip-sirip selain

sirip ekor relatif tinggi1 1 1 0 1

50 Sirip dada termodifikasi patil

0 0 0 0 1

Tabel 2. Matrik 1 Nilai Hubungan Kekerabatan Antar Spesies IkanNo. Spesies A B C D E1 A -        2 B 0.8 -      3 C 0.54 0.66 -    4 D 0.5 0.38 0.44 -  5 E 0.44 0.32 0.38 0.54 -

Tabel 3. Matrik 2 Nilai Hubungan Kekerabatan Antar Spesies IkanNo. Spesies AB C D E1 AB -      2 C 0.5 -    3 D 0.34 - -  4 E 0.28 - - -

Page 10: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

Tabel 4. Matrik 3 Nilai Hubungan Kekerabatan Antar Spesies IkanNo. Spesies ABC D E1 ABC - - -2 D 0.2 - -3 E 0.14 - -

Tabel 5. Matrik 4 Nilai Hubungan Kekerabatan Antar Spesies IkanNo. Spesies ABCD E1 ABCD - -2 E 0.02 -

Tabel 6. Matriks Hubungan Kekerabatan Hewan

SPESIESNILEM

KEMBUNG

LAYUR

LIDAH

NILEMKEMBUNG 0.330LAYUR 1.214 0.580LIDAH 1.297 1.586 1.214

Page 11: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

LELE 1.586 2.270 1.376 1.128

NILEM

KEMBUNG

LAYUR

LIDAH

LELE

0.1649

0.1649

0.4486

0.5639

0.5639

0.2837

0.3289

0.2136

0.00.20.40.6

Grafik Fenogram Hubungan Kekerabatan Hewan Mega 5.05

Grafik Fenogram Hubungan Kekerabatan Hewan

Page 12: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum hubungan kekerabatan hewan

didapat hasil bahwa, kekerabatan yang paling dekat adalah ikan

kembung (Rastrellinger brachysoma) dan ikan nilem

(Osteochilus hasselti). Hubungan kekerabatan yang paling jauh

adalah ikan lele (Clarias batrachus). Hasil penggunaan Mega 5.05

menunjukkan pola kekerabatan yang berbeda dengan dengan

pola kekerabatan secara manual. Hal ini dapat dilihat dari pohon

kekerabatan atau pohon filogenik menunjukkan angka hasil

perhitungan lewat komputer tersebut memiliki ketelitian dan

keakuratan yang lebih tinggi daripada perhitungan manual

sehingga hasil yang didapatkan juga beda walaupun perbedaan

tersebut dalam jumlah yang relatif kecil. Makin banyak jumlah

ciri yang yang mirip antara dua takson yang dibandingkan,

berarti makin dekat hubungan kekerabatanya dan sebaliknya

semakin sedikit jumlah ciri yang mirip antara dua takson, berarti

semakin jauh hubungan kekerabatanya (Roesma, 2011). Menurut

conway (2000), nilai koefisien asosiasi terbesar menunjukan hubungan

kekerabatan yang lebih dekat sedangkan koefisien terkecil menunjukan hubungan

kekerabatan yang lebih jauh. Penentuan tersebut memiliki adanya kesesesuaian

dengan data dan ciri morfologi.

MEGA (Molekuler Analisis Genetika Evolusioner) adalah perangkat lunak

bebas tersedia untuk membantu para ilmuwan dan mahasiswa dalam membuat

dendrogram, atau pohon filogenetik dengan menggunakan urutan nukleotida atau

protein. Hal ini dikembangkan oleh Koichiro Tamura dari Tokyo Metropolitan

University, Daniel Peterson, Nicholas Peterson, Glen Stecher, Sudhir Kumar dari

Arizona State University, dan Masatoshi Nei dari Pennsylvania State University.

Praktikum kali ini menggunakan software MEGA versi 5.05 untuk mengetahui

seberapa dekat hubungan ke lima spesies ikan yang diamati. Pertama kita harus

mengenali semua cirri-ciri dari kelima spesies ikan kemudian data tersebut

dimasukan ke dalam aplikasi MEGA. MEGA tidak bisa membaca data biner,

maka dari itu kita harus mengubah data terlebih dahulu. Ditulis A jika data

Page 13: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

tersebut menunjujukan angka 0 dan ditulis T jika data tersebut 1. Kita bisa

memperoleh fenogram serta data matriksnya.

Hubungan filogenetik atau kekerabatan adalah hubungan antara suatu

mahluk hidup dengan orang-tuanya, seperti hubungan silsilah. Pengklasifikasian

makhluk hidup umumnya menggunakan beberapa parameter yang dijadikan

sebagai penanda atau ciri-ciri kemiripan anggota dalam kelompok tersebut.

Penanda tersebut umumnya berupa ciri-ciri yang dapat dilihat dari luar, misalnya

bentuk tubuh atau morfologi, fisiologi, tingkah laku, habitat dan lain-lain. Biologi

kontemporer, seringkali untaian DNA juga dipakai sebagai penanda

pengklasifikasian (Jani, 2003).

Kekerabatan filogenetik memerlukan fosil yang representatif agar dapat

memberikan gambaran hubungan antara suatu takson dengan takson lain.

Kekerabatan filogenetik sulit dipelajari tanpa tersedianya fosil yang representatif

tersebut. Kekerabatan fenetik dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitaif.

Kekerabatan fenetik secara kualitaif umumnya dilakukan dengan cara

membandingkan persamaan dan perbedaan suatu ciri-ciri taksonomik yang

dimiliki oleh masing-masing takson (Rahardi, 2012). Menurut Mayr dan Ashlock

(1991), ciri taksonomik meliputi ciri morfologi, anatomi, fisiologi, ekologi, dan

geografi. Ciri yang dibandingkan sebanyak mungkin paling tidak ada 50 ciri.

Semakin banyak jumlah ciri yang yang mirip antara dua takson yang di

bandingkan, berarti makin dekat hubungan kekerabatannya dan sebaliknya

semakin sedikit jumlah ciri yang mirip antara dua takson berarti semakin jauh

hubungan kekerabatannya.

Menurut Shukla dan Misra (1982), kekerabatan fenetik lebih umum

digunakan dalam praktek dengan pertimbangan penerapan klasifikasi secara

filogenik, jika tidak tersedia bukti-bukti yang cukup sebagai penunjang

pelaksanaan sistem klasifikasi filogenik dan jika sifat-sifat yang dipertimbangkan

cukup banyak, biasanya kekerabatan fenetik akan menggambarkan kekerabatan

filogenetik. Kekerabatan fenetik, dalam prakteknya lebih sering digunakan dari

pada kekerabatan filogenetik. Hal tersebut disebabkan karena adanya kesulitan

untuk menemukan bukti-bukti evoluasi pendukung sebagai penunjang dalam

menerapkan klasifikasi secara filogenetik dan bila cukup banyak bukti yang

Page 14: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

dipertimbangkan biasanya kekerabatan fenetik juga akan dapat menggambarkan

kekerabatan filogenetik (Lartillot dan Philippe, 2008).

Ciri taksonomik menurut Mayr dan Ashlock (1991), meliputi ciri

morfologi, anatomi, fisiologi, ekologi dan geografi. Ciri yang tampak

dibandingkan sebanyak mungkin, paling tidak ada 50 ciri. Semakin banyak

jumlah ciri yang mirip antara dua takson yang dibandingkan, berarti makin dekat

hubungan kekerabatanya dan sebaliknya (Sokal dan Sneath, 1963).

Analisis data dari suatu organisme secara filogenetik akan memberikan

informasi yang penting mengenai proses evolusi yang berjalan, dan bagaimana

proses yang terjadi dari setiap ciri kelompok organisme tersebut. Analisis

filogenetik merupakan suatu alat analisis yang sangat ampuh, meskipun tidak

dapat digunakan untuk menganalisis data bukan biologi. Analisis data secara

fenetik merupakan analisis yang umum dilakukan dan termasuk juga dalam

bidang biologi, walaupun sebenarnya dapat memberikan informasi yang salah

mengenai hubungan kekerabatan antara organisme yang dibandingkan. Analisis

fenetik dan kladistik dapat dimanfaatkan hasilnya dalam menarik suatu

kesimpulan, terutama yang berkaitan dengan potensi organisme tersebut dan

untuk tujuan medis, pemuliaan, dan lain-lain (Walter dan Sayles, 1959).

Kekerabatan dalam sistematik hewan dapat diartikan sebagai pola

hubungan atau total kesamaan antara kelompok hewan berdasarkan sifat atau ciri

tertentu dari masing-masing kelompok hewan tersebut. Berdasarkan jenis data

yang digunakan untuk menentukan jauh dekatnya kekerabatan antara dua

kelompok hewan, maka kekerabatan dapat dibedakan atas kekerabatan fenetik dan

kekerabatan filogenetik (filetik). Kekerabatan fenetik didasarkan pada persamaan

sifat-sifat yang dimiliki masing-masing kelompok tumbuhan tanpa

memperhatikan sejarah keturunannya, sedangkan kekerabatan filogenetik

didasarkan pada asumsi-asumsi evolusi sebagai acuan utama (Lartillot dan

Philippe, 2008).

Sokal dan Sneath (1963), menyatakan bahwa semakin banyak similaritas

berarti hubungan kekerabatan antar takson yang dibandingkan semakin dekat.

Hasil perbandingan antara ciri yang mirip dengan semua ciri yang digunakan

berupa nilai indeks similaritas. Nilai indeks similaritas tersebut digunakan untuk

Page 15: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

menggambarkan fenogram. Tujuan utama dari penerapan taksonomi numerik

adalah untuk meningkatkan objektifitas dalam pengolahan data dan repitabilitas

hasil klasifikasi yang diperoleh. Hal ini penting bagi taksa yang klasifikasinya

masih menjadi perdebatan karena pebedaan dalam penempatan taksa pada

kategori tertentu.

Fenogram merupakan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk

diagram berdasarkan nilai koefisien asosiasi kesamaan melalui penghitungan

matrik kesamaan untuk menunjukkan hubungan kekerabatan antara spesies yang

satu dengan yang lainnya. Praktikum hubungan kekerabatan hewan ini

menggunakan penentuan kekerabatan fenetik Ikan secara kualitatif, yaitu

berdasarkan ciri morfologinya tepatnya 50 ciri taksonomi dari Ikan Layur, Ikan

Lidah, Ikan Lele, Ikan Kembung dan Ikan Nilem yang dibandingkan.

Klasifikasi sistem filogenetik muncul setelah teori evolusi dikemukakan

oleh para ahli biologi. Pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun

1859. Menurut Darwin, terdapat hubungan antara klasifikasi dengan evolusi.

Sistem filogenetik disususn berdasarkan jauh dekatnya kekerabatan antara takson

yang satu dengan yang lainnya. Selain mencerminkan persamaan dan perbedaan

sifat morfologi dan anatomi maupun fisiologinya, sistem ini pun menjelaskan

mengapa makhluk hidup semuanya memiliki kesamaan molekul dan bio kimia,

tetapi berbeda-beda dalam bentuk susunan dan fungsinya pada setiap makhluk

hidup. Jadi pada dasarnya, klasifikasi sistem filogenetik disusun berdasarkan

persamaan fenotip yang mengacu pada sifat-sifat bentuk luar, faal, tingkah laku

yang dapat diamati, dan pewarisan keturunan yang mengacu pada hubungan

evolusioner sejak jenis nenek moyang hingga cabang-cabang keturunannya.

Klasifikasi fenetik adalah pengelompokan taksa dari kesamaan secara

keseluruhan, terlepas dari apakah kesamaan atau synapomorphy dan

symplesiomorphy dalam arti filogenetik. Dari banyak metodologi yang

terkandung dalam fenetik kelompok, (termasuk analisis filogenetik kuantitatif,

analisis statistik multivariat, dan klasifikasi nonhierarkis), analisis kelompok

adalah yang paling umum digunakan dalam fenetik menentukan skema klasifikasi.

Langkah pertama yaitu dengan menjumlahkan ciri yang mirip dan tidak

mirip kemudian melakukan perhitungan koefisien asosiasi sesuai dengan rumus

Page 16: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

yang sudah ditentukan, setelah itu membuat matriks nilai pengelompokkan ikan-

ikan tersebut sampai kekerabatan yang paling dekat sehingga lebih mudah dalam

membuat fenogram hubungan kekerabatan fenetik tersebut.

1. Ikan Layur (Trichiurus savala)

Gambar 1. Ikan Layur (Trichiurus savala)

Menurut Djuhanda (1981), klasifikasi Ikan layur adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Ordo : Perciformes

Famili : Trichiuridae

Genus : Trichiurus

Spesies : Trichiurus savala

Ikan Layur (Trichiurus lepturus) merupakan ikan laut yang mudah

dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak

perairan dunia. Jenis yang ditemukan di Pasifik dan Atlantik merupakan populasi

yang berbeda. Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 2 m, dengan berat

maksimum tercatat 5 kg dan usia dapat mencapai 15 tahun. Kegemarannya pada

siang hari berkeliaran di perairan dangkal dekat pantai yang kaya plankton

crustacea, malam hari ikan ini mendekat ke dasar perairan (Djuhanda, 1981).

Ikan layur tergolong pada Family Thrichiuridae, bentuk tubuhnya

panjang gepeng, ekornya panjang seperti pecut. Kulitnya tidak bersisik, warnanya

memutih seperti perak, sedikit kekuning-kuningan. Sirip punggung satu dimulai

dari belakang kepala terus sampai ke ekor. Jumlah jari-jari sirip lunaknya antara

140-150 buah. Sirip ekor tidak tumbuh. Sirip dubur terdiri dari sebaris duri-duri

kecil yang lepas-lepas. Sirip dada mempunyai 11 jari-jari lunak. Sirip perut tidak

ada. Rahang bawah lebih panjang daripada rahang atasnya. Kedua rahang bergigi

Page 17: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

yang kuat-kuat dan tajam. Ikan ini bersifat karnivor. Panjang tubuh ikan layur

dapat mencapai lebih dari 1 meter. waktu tertentu jenis ikan ini terdapat juga

dekat patai utara dan selatan Pulau Jawa. Jenis-jenis kecil misalnya T. Savala dan

T. Glossodon, terdapat di muara sungai- sungai besar di Sumatra. Penyebaran ikan

layur hampir di seluruh lautan tropis, meluas sampai ke lautan daerah iklim

sedang (Djuhanda, 1981).

2. Ikan lidah (Cynoglossus lingua)

Gambar 2. Ikan Lidah (Cynoglossus lingua)

Menurut Djuhanda (1981), klasifikasi ikan lidah adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Classis : Actinopterygii

Ordo : Pleuronectiformes

Family : Cynoglosidae

Genus : Cynoglosus

Species : Cynoglosus lingua

Ikan Lidah memiliki lubang mulut sempit dan gigi-gigi pada sebelah

badan yang tidak berwarna lebih baik. Ikan ini dapat mencapai panjang tubuh 17

cm, hidupnya pada dasar air yang brlumpur. Jenis-jenis ikan lidah lainnya tidak

dapat lebih besar dari 17 cm, misalnya Cynoglossus lingua. Di muara-muara

sungai Sumatra terdapat ikan lidah dari spesies Cynoglossus monopus dalam

jumlah yang banyak (Djuhanda, 1981).

3. Ikan kembung (Rastrelliger brachysoma)

Page 18: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

Gambar 3. Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma)

Klasifikasi dari ikan kembung menurut Djuhanda (1981), adalah :

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Order : Perciformes

Family : Scombridae

Genus : Rastrelliger

Species : Rastrelliger brachysoma

Di laut Jawa ada dua macam yaitu Ikan kembung jantan (Scomber

caragurta) dan kembung betina (Scomber neglectus) yang bentuk tubuhnya lebih

gemuk. Makanan ikan kembung adalah plankton. Panjang tubuh dapat mencapai

60 cm. Menurut Saanin (1968), dalam tasoknomi mengklasifikasikan ikan

kembung laki-laki (Scomber canagorta) sebagai Ordo Scombriformes, famili

Scombridae, genus Scomber, dan spesiesnya adalah (Scomber canagorta) . Ikan

kembung laki-laki tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan yang

bersalinitas tinggi. Ikan ini suka hidup secara bergerombol, kebiasaan makanan

adalah memakan plankton besar/kasar.

Menurut Djuhanda (1981), Ikan kembung laki-laki (Rasterliger

branchysoma) termasuk kedalam kelas Condrichthyes yang memmiliki rahang,

tubuh bilateral simetris, muliutnya terminal, dan memiliki tutup insang, Ikan

kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memilikiliniea lateralis,

rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah, bersisik dan tidak memiliki

sungut. Ikan kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memiliki sirip

punggung I, II sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak.

4. Ikan Lele (Clarias batrachus)

Page 19: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

Gambar 4. Ikan Lele (Clarias batrachus)

Klasifikasi dari Clarias batrachus menurut Suyanto (1986), adalah

sebagai berikut :

Phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Ordo : Ostariophysoidei

SubOrdo : Siluroidea

Family : Claridae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias batrachus

Ikan Lele atau ikan keli, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele

mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta

memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, bagian depan

badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah

dan belakang berbentuk pipih yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian

mulutnya dan memiliki alat pernafasan tambahan. Ikan-ikan marga Clarias

dikenali dari tubuhnya yang licin memanjang tidak bersisik dengan sirip

punggung dan sirip anus yang juga panjang yang terkadang menyatu dengan sirip

ekor menjadikannya nampak seperti sidat yang pendek. Kepalanya keras

menulang di bagian atas dengan mata yang kecil dan mulut lebar yang terletak di

ujung moncong, dilengkapi dengan empat pasang sungut peraba (barbels) yang

amat berguna untuk bergerak di air yang gelap. Lele juga memiliki alat pernafasan

tambahan berupa modifikasi dari busur insangnya, terdapat sepasang patil yakni

duri tulang yang tajam, pada sirip-sirip dadanya (Susanto, 1996).

Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut

yang tergolong ke dalam marga dan suku yang berbeda. Habitatnya di sungai

Page 20: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.

Ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan

pembuangan. Ikan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan

pada malam hari. Siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-

tempat gelap. Ikan lele memijah pada musim penghujan (Radiopoetro, 1986).

5. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Gambar 4. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

Klasifikasi ikan Nilem (Osteochillus hasselti) menurut Radiopoetro

(1990), adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Familia : Cyprinidae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus hasselti

Ikan nilem adalah salah satu spesies ikan yang masuk dalam famili

Cyprinidae, sehingga bentuk tubuh ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas,

hanya kepalanya relative lebih kecil. Sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang

sungut-sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh 3 jari-jari keras dan 12 - 18

jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong

oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari

keras dan jari-jari lunak. Sirip dada disokong oleh 1 jari-jari dan 13 – 15 jari-jari

lunak. Jumlah sisik-sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping (Djuhanda, 1981).

Ikan nilem dapat mencapai panjang tubuh 32 cm, warna tubuhnya hijau

abu-abu. Ikan nilem memiliki popularitas sedikit di bawah ikan mas. Ikan nilem

Page 21: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

dikenal dengan nama lain ikan Lehat, Regis dan Penopa di berbagai daerah lain

(Susanto, 2006). Ikan nilem (Osteochilus hasselti) hidup di perairan yang jernih,

dan oleh karena itu, ikan ini dapat ditemukan di sungai-sungai. Populasi ini hanya

cocok dipelihara di daerah yang sejuk, yang tingginya di atas permukaan air laut

mulai dari 150-1.000m, tetapi yang paling baik adalah di daerah setinggi 800m

dengan suhu air optimum 18°-28°C (Soeseno, 1985).

Ikan mempunyai alat gerak berupa sirip yang terdiri dari dorsal fin (sirip

punggung), sepasang pectoral fin (sirip dada), sepasang abdominal fin (sirip

perut) dan anal fin (sirip yang terdapat di depan porus urogenitalis) serta sebuah

caudal fin (sirip ekor). Sirip ikan terdiri atas sirip tunggal dan sirip berpasangan.

Sirip tunggal terdiri atas dorsal fin, anal fin dan caudal fin. Sirip berpasangan

terdiri atas pectoral fin dan abdominal fin (Hilderbrand, 1974).

Page 22: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Hubungan kekerabatan hewan merupakan hubungan kesamaan antara

kelompok hewan berdasarkan ciri-ciri tertentu dari masing-masing kelompok

hewan.

2. Fenogram merupakan cabang panjang yang melambangkan kesamaan derajat,

yang merupakan ukuran koefisien kesamaan.

3. Asosiasi tertinggi tampak pada AD, sedangkan asosiasi terendah tampak pada

CDAB.

B. Saran

Sebaiknya untuk praktikum hubungan kekerabatan hewan dibutuhkan

ketelitian dalam mengamati kecocokkan ciri-ciri taksonomi spesimen yang

tersedia, dan membutuhkan ketelitian dalam menghitung jumlah karakter serta

menghitung nilai koefisien asosiasinya.

Page 23: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani

DAFTAR REFERENSI

Clifford dan Stephenson. 1975. An Introduction To Numerical Classification. New York, Academic Press.

Conway, M. S. 2000. The Cambrian “Explosion”: Slow-Fuse or Megatonnage? Proc. Nat. Acad. Sci. 97(9), pp. 4426-4429.

Gotto, A.W. 1982. Anaesthesia of the Upper Airway using Topical Anaesthetic and Superior Laryngeal Nerve Block. Vol 26: 217-218.

Jani. 2003. Kekerabatan Fenetik Anggota Marga Knema. ISSN: 1411-4402 Volume 4, Nomor 2.

Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.

Lartillot N dan Philippe H. 2008. Improvement of Molecular Phylogenetic Inference and the Phylogeny of Bilateria. Phil. Trans. R. Soc. B 363, pp. 1463-1472.

Mayr, E., and P. D. Ashlock. 1991. Principles of Syatematic Zoology. Second Edition. Graw- Hill, Inc.

Radiopoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Rahardi, Brian. and L. A. Estri. 2012. Constructing Phenetic and Phylogenetic Relationship Using Clad’97. Biology Departement Faculty of Sciences Brawijaya University. Malang, Indonesia

Roesma, D.I.,and P. Santoso. 2011. Morphological divergences among three sympatric populations of Silver Sharkminnow (Cyprinidae: Osteochilus hasseltii C.V.) in West Sumatra. Biodiversitas vol.12 (3) : 141-145.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta, Jakarta.

Sokal, R. R. dan P. H. A. Sneath. 1963. Principles of Numerical Taxonomy W. H. Freeman and Company, San Fracisco and London.

Shukla, P. and S. P. Mirsa, 1982. An Introduction to Taxonomi of Angiosperm, Vikas Pubushling House PVT LTD. New Delhi, India.

Susanto, H. 1996. Budidaya Lele Unggul. Swadaya. Jakarta.

Suyanto, S. R. 1986. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya, Jakarta.

Walter, H. E. and Sayles, L. P. 1959. Biology of The Vertebrtates. The Comparative Study of Man and Animals Allien. The Macmillan Company, New York.

Page 24: Hubungan Kekerabatan Hewan Hani