Download - MOLA PBL 25
MOLA HIDATIDOSA
Vindi Nazhifa
10.2009.250
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat
dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Walaupun penyakit
ini sudah cukup lamadikenal, namun sampai sekarang penyakit ini masih tetap
aktual, karena masih banyak hal-hal yang belum jelas. Penyakit ini dapat ditemukan
diseluruh dunia dengan angka kejadianyan g be r beda -beda . Penyak i t i n i
l eb ih banyak d i t emu kan d i nega ra -nega ra As i a dan Amerika
Latin.Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi
rendah. Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional dapat
disembuhkan dengan tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung dengan
kemungkinan bahwa mola hidatidosa dapat menjadi ganas, maka terapi yang terbaik
pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang
sesuai dengan yang diinginkan adalah histerektomi.
Pembahasana. Anamnesis
1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis
Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan
pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam
keadaan darurat atau pada rumah sakit.
2. Mengidentifikasi data pribadi pasien
Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan
pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga
atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis sebelumnya.
3. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling
dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan
untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya
“rasa nyeri”.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu
ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa
kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu
didapatkan
5. Riwayat Penyakit Pada Keluarga
Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian,
atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-
nenek, saudara, anak, atau cucu1
1. Pemeriksaan Fisik
Mola komplet
Besarnya kehamilan tidak sesuai dengan usia kehamilan: Suatu pembesaran uterus
yang lebih besar dari yang seharusnya untuk usia kehamilan yang sama merupakan
tanda klasik dari mola komplet. Pembesaran yang tidak seharusnya ini disebabkan oleh
pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan darah yang terkumpul dalam uterus.
Bagaimanapun juga, pada pasien dengan pembesaran yang sesuai atau lebih kecil dari
yang seharusnya juga memiliki frekuensi yang hampir sama untuk mengalami
kehamilan mola.
Preeklamsia: Sekitar 27% pasien dengan mola komplet berkembang menjadi toksik,
ditandai dengan hipertensi (Tekanan darah >140/90 mmHg), proteinuria (>400
mg/dL), sedangkan edema dengan konvulsi hiperpireksia jarang terjadi.
Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6 cm dan
terjadi bersamaan dengan pembesaran ovarium. Kista ini pada umumnya tidak dapat
dipalpasi dengan pemeriksaan bimanual tetapi dapat diidentifikasi dengan
ultrasonografi. Pasien mungkin mengalami nyeri atau rasa tertekan pada pelvis. Karena
peningkatan ukuran ovarium, maka resiko yang harus diwaspadai adalah terjadinya
1
torsio. Kista ini memiliki respon yang baik terhadap level beta-HCG yang tinggi dan
secara spontan mengalami regresi setelah mola dievakuasi.
Mola parsial
Pembesaran uterus dan preeklamsia dilaporkan hanya pada 3% pasien.
Kista teka lutein, hiperemesis, dan hipertiroidisme jarang ditemukan.
Kehamilan kembar
Kehamilan kembar dengan satu mola komplet dan satu fetus dengan plasenta normal
pernah dilaporkan. Kasus-kasus dengan bayi yang sehat dalam keadaan ini juga pernah
dilaporkan.
Wanita dengan kehamilan mola dan kehamilan normal memiliki resiko untuk
mengalami penyekit persisten dan metastasis. Terminasi kehamilan merupakan pilihan
yang direkomendasikan.
Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil tanpa adanya perdarahan,
tirotoksikosis, atau hipertensi berat. Pasien harus diberitahukan mengenai resiko
morbiditas maternal yang berat akibat komplikasi dari keadaan tersebut.
Gen prenatal yang didiagnosis dari sampling villi korionik atau amniosintesis
direkomendasikan untuk evaluasi kariotipe fetus.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,3,4,5
1. Pemeriksaan Laboratorium
Beta-HCG kuantitatif: Level HCG yang lebih dari 100.000 mlU/mL menunjukkan
pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan meningkatkan kecurigaan sehingga
kemungkinan kehamilan mola harus disingkirkan. Suatu kehamilan mola juga
mungkin terjadi dengan level HCG yang normal.
Hitung sel darah lengkap dan hitung platelet: Anemia merupakan komplikasi medis
yang paling sering terjadi, akibat dari koagulopati.
Fungsi pembekuan: Tes fungsi pembekuan untuk mengetahui adanya koagulopati atau
untuk menentukan penatalaksanaan pada kasus-kasus yang berhasil ditemukan.
Tes fungsi hati.
Pemeriksaan urea nitrogen darah (blood urea nitrogen/BUN) dan kreatinin.
2
Tiroksin: Meskipun wanita dengan kehamilan mola pada umumnya secara klinis
eutiroid, tiroksin plasma biasanya meningkat di atas kisaran nilai pada saat kehanilan.
Dapat muncul gejala hipertiroidisme.
Serum inhibin A dan aktivin A: Inhibin A dan aktivin A serum meningkat 7 hingga 10
kali lipat pada kehamilan mola dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia
kehamilan yang sama. Penurunan drastis inhibin A dan aktivin A serum setelah
pengangkatan suatu mola dapat membantu memantau proses remisi.
2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi merupakan kriteria standar untuk identifikasi baik kehamilan mola
komplet atau parsial. Pada pencitraan klasik, menggunakan teknologi ultrasonografi
tua, gambaran badai salju (snowstorm) mengindikasikan adanya villi korionik
hidropik. Ultrasonografi resolusi tinggi mampu memperlihatkan massa intrauterin
yang kompleks, terdiri dari banyak kista-kista kecil.
Sekali suatu kehamilan mola berhasil didiagnosis, maka suatu radiografi dada dasar
harus dilakukan. Paru-paru merupakan daerah metastasis utama untuk tumor
trofoblastik maligna.
3. Pemeriksaan Histologis
Mola komplet: Jaringan fetus tidak ditemukan, didapatkan proliferasi tropoblastik
berlebihan, villi yang hidropik, dan kromoson 46,XX atau 46,XY. Juga, mola komplet
menunjukkan ekspresi berlebih beberapa faktor pertumbuhan, termasuk faktor
pertumbuhan epidermal c-myc, dan c- dan cerb B-2, dibandingkan dengan plasenta
normal.
Mola parsial: Jaringan fetus seringkali ditemukan, misalnya amnion dan sel darah
merah fetus. Juga didapatkan villi hidropik dan proliferasi trofoblastik.
C. DIAGNOSIS BANDING 1,4
Hiperemesis gravidarum
Kehamilan ektopik terganggu
Abortus
Gemelli
Hidramnion
3
D. MOLA HIDATIDOSA
1. Definisi 2
Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari jonjot-jonjot korion (chorionic
villi/villi korialis), dimana sebagian atau seluruhnya mengalami degenerasi hidropik berupa
gelembung yang menyerupai anggur. Karena itu secara umum lebih dikenal sebagai hamil
anggur. Mola hidatidosa ditandai dengan :
a. Degenerasi kistik dari villi, disertai pembengkakkan hidropik.
b. Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin.
c. Proliferasi jaringan trofoblastik.
2. Etiologi
Walaupun MH sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih belum
diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang faktor
resiko menjadi penting agar dapat menghindarkan terjadinya MH, seperti tidak hamil
pada usia yang ekstrem dan memperbaiki gizi.5
3. Patogenesis dan Patofisiologi
Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis mola hidatidosa komplet (MHK) dan mola
hidatidosa parsial (MHP). Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis
MHK ini, antara lain teori Hertig dan teori Park.5
Teori Hertig, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi
peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion),
sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin villi dan terbentuklah
kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah
gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan villi
yang oedematous tadi.5
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan
trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk
abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorpsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya
menyebabkan kematian embrio.5
4
Teori yang sekarang banyak dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik
dapat diterangkan sebagai berikut. Mola komplet tidak mengandung jaringan fetal,
terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak
berfungsi, dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23,X, terjadilah hasil konsepsi dengan
kromosom 23,X.3,5 Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri
(endoreduplikasi). Sembilan puluh persen diantaranya memiliki kromosom 46,XX dan
10% lainnya memiliki kromosom 46,XY. Jadi, kromosom MHK itu seperti wanita,
tetapi kedua X-nya berasal dari jalur paternal (ayah). Tidak ada unsur ibu, sehingga
disebut ”Diploid Androgenetik”. Satu telur berinti dibuahi oleh satu sperma haploid
(yang selanjutnya menduplikasikan kromosomnya), atau telur tersebut dibuahi oleh 2
sperma.3,5 Pada mola komplet, villi korionik membengkak dengan bentuk menyerupai
anggur (hidatiforme), dan terjadi hiperplasia trofoblastik.3
Suatu bentuk yang jarang dari mola komplet rekuren berasal dari jalur biparental
dan mengakibatkan kesalahan ekspresi gen-gen yang dicetak. Mola jenis ini terjadi jika
cetakan gen maternal dalam ovum hilang. Meskipun hasil konsepsi memiliki gen dari
kedua orang tua, hilangnya cetakan gen maternal mengakibatkan fungsi gen ekuivalen
dengan 2 genom dari jalur paternal. Kehamilan molar rekuren jenis ini diturunkan
secara familial dan tampaknya merupakan kecacatan resesif autosomal.3,5
Pada mola parsial, jaringan fetal seringkali ditemukan. Pembuluh darah dan
eritrosit fetus pada umumnya ditemukan pada villi. Komplemen kromosom adalah
69XXX atau 69XXY. Hal ini merupakan akibat dari fertilisasi satu ovum haploid dan
duplikasi kromosom haploid paternal atau dari dispermia. Tetraploidi juga mungkin
terjadi. Seperti halnya pada mola komplet, jaringan trofoblastik mengalami hiperplasia
dan terjadi pembengkakan villi korionik.3
4. Insidensi
Di Amerika Serikat: Di negara-negara barat, mola hidatidosa terjadi pada 1 dari
setiap 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa merupakan temuan secara tidak sengaja
pada sekitar 1 dari setiap 600 abortus terapeutik.3,5
Internasional: Di negara-negara Asia, rata-rata kejadian adalah 15 kali lebih tinggi
dibandingkan di Amerika Serikat. Jepang melaporkan 2 kasus tiap 1000 kehamilan. Di
negara-negara Timur Jauh, beberapa sumber memperkirakan rata-rata sekitar 1 kasus
tiap 120 kehamilan.3,5
5
5. Mortalitas/Morbiditas
Pada pasien-pasien dengan mola hidatidosa, 20% diantaranya berkembang
menjadi keganasan trofoblastik. Setelah suatu mola komplet terbentuk, invasi uterus
terjadi pada 15% pasien, dan metastasis terjadi pada 4% pasien. Tidak dilaporkan
adanya kasus koriokarsinoma pada mola parsial, meskipun 4% pasien dengan mola
parsial mengalami penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan
kemoterapi.3,4,5
6. Ras
Kehamilan mola tidak memiliki predileksi untuk ras atau etnik tertentu,
meskipun negara-negara Asia menunjukkan suatu rata-rata yang 15 kali lebih tinggi
dibandingkan rata-rata di Amerika Serikat. Wanita Asia yang tinggal di Amerika
Serikat tampaknya tidak memiliki rata-rata yang berbeda untuk mengalami kehamilan
mola dibandingkan dengan kelompok etnis lainnya.3,5
7. Usia
Mola hidatidosa lebih sering ditemukan pada puncak usia reproduksi. Wanita di
usia remaja awal atau pada tahun-tahun perimenopause merupakan kelompok yang
memiliki resiko paling tinggi. Wanita yang lebih tua dari 35 tahun memiliki
peningkatan resiko sebesar 2 kali lipat. Wanita berusia lebih dari 40 tahun mengalami
peningkatan resiko sebesar 4-10 kali lipat dibandingkan yang berusia 20-40 tahun.
Resiko tidak dipengaruhi oleh paritas.5
E. KLINIS 4,5
1. Riwayat Klinis Penyakit
Mola komplet: Manifestasi klinis yang khas dari kehamilan mola komplet berubah
sesuai dengan perkembangan ultrasonografi resolusi tinggi. Sebagian besar mola
sekarang dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum timbulnya tanda dan gejala
klinis klasik.
Perdarahan pervaginam: Gejala klasik yang paling sering ditemukan pada mola
komplet adalah perdarahan per vagina. Terlepasnya jaringan mola dari desidua
mengakibatkan timbulnya perdarahan. Uterus dapat mengalami distensi karena darah
yang terkumpul dalam jumlah besar, dan cairan gelap mungkin mengalir dari vagina.
Gejala ini terjadi pada 97% kasus.
6
Hiperemesis: Pasien juga dilaporkan mengalami nausea berat dan vomiting. Hal ini
diakibatkan oleh peningkatan tajam level human chorionic gonadotropin (HCG).
Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang
menghangat.
Mola parsial: Pasien dengan mola parsial tidak mengalami gambaran klinis yang sama
dengan mola komplet. Pasien-pasien tersebut pada umumnya mengalami tanda dan
gejala yang sama dengan gejala pada abortus inkomplet dan missed abortion.
Perdarahan pervaginam
Tidak didapatkannya irama denyut jantung bayi
F. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5
1. Terapi Medis
Stabilisasi pasien
Tranfusi jika pasien mengalami anemia
Koreksi koagulopati
Terapi hipertensi
2. Terapi Pembedahan
Evakuasi isi uterus melalui dilatasi dan kuretase penting untuk dilaksanakan.
Induksi dengan prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena peningkatan resiko
akibat perdarahan dan kemungkinan malignansi sesuadahnya.
Oksitosin intravena harus mulai diberikan bersamaan dengan dimulainya dilatasi
servik dan dilanjutkan post operasi untuk mengurangi kemungkinan perdarahan.
Pertimbangan menggunakan formulasi uterotonik (misalnya, Methergine, Hemabate)
juga dianjurkan.
Distres pernafasan sering terjadi selama pembedahan. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh embolisasi trofoblastik, gagal jantung kongestif high-output akibat anemia, atau
cairan iatrogenik yang berlebihan. Distres pernafasan ini harus secara agresif diterapi
dengan bantuan ventilasi dan monitoring, jika diperlukan.
3. Konsultasi/Rujukan
Seorang ahli ginekologi onkologi harus dikonsultasikan jika pasien dipercaya
memiliki resiko untuk mengalami malignansi.
4. Diet
Tidak diperlukan diet khusus.
7
5. Aktivitas
Pasien diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Pengistirahatan pelvis dianjurkan selama 4-6 minggu setelah pengosongan uterus, dan
pasien diinstruksikan untuk tidak hamil dulu selama 12 bulan ke depan. Kontrasepsi
yang adekuat dianjurkan selama periode ini.
Monitoring nila beta-HCG serial untuk identifikasi sejumlah kecil pasien yang
berkembang mengalami keganasan. Jika terjadi kehamilan, elevasi nilai beta-HCG
dapat disalahartikan dengan perkembangan keganasan.
G. MEDIKASI 5
Kemoterapi profilaksis pada mola hidatidosa masih kontroversial. Sebagian
besar wanita sembuh setelah evakuasi uterus.
H. FOLLOW UP 1,3,5
1. Penatalaksanaan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan
Level beta-HCG kuantitatif serial harus diperiksa.
Pemeriksaan nilai beta-HCG dilakukan setelah 48 jam pertama dan selanjutnya setiap
2 minggu hingga nilai berada di dalam batas nilai rujukan.
Nilai tersebut harus secara konsisten turun dan tidak pernah naik.
Jika nilai tersebut telah mencapai nilai rujukan, maka pemeriksaan dilanjutkan setiap
bulan selama satu tahun.
Setiap peningkatan nilai beta-HCG membutuhkan pemeriksaan radiografi dada dan
pemeriksaan pelvis untuk menentukan diagnosis dini adanya metastasis.
Kontrasepsi direkomendasikan selama 6 bulan hingga 1 tahun setelah evakuasi uterus.
Pasien dengan riwayat kehamilan mola komplet atau parsial sebelumnya memiliki
resiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan mola kedua pada kehamilan
selanjutnya. Evaluasi semua kehamilan selanjutnya sedini mungkin dengan
ultrasonografi.
2. Komplikasi
Perforasi uterus selama suction curettage kadang-kadang terjadi karena uterus yang
membesar dan melunak. Jika terjadi perforasi, maka prosedur evakuasi harus
dilanjutkan dengan bantuan laparaskopi.
Perdarahan/hemoragi merupakan komplikasi yang seringkali terjadi selama evakuasi
kehamilan mola. Karena alasan inilah, maka oksitosin intravena harus diberikan
8
sebelum memulai prosedur evakuasi. Methergine dan/atau hemabate juga harus selalu
tersedia. Pasien harus telah diketahui golongan darahnya, dilakukan crossed check,
dan darah untuk tranfusi telah tersedia.
Penyakit trofoblastik maligna terjadi pada 20% kehamilan mola. Untuk alasan ini,
HCG kuantitatif harus dimonitor secara serial selama 1 tahun post evakuasi hingga
hasilnya didapatkan negatif.
Faktor-faktor yang dilepaskan oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa untuk kemungkinan terjadi koagulopati intravaskuler
diseminata (DIC).
Emboli trofoblastik dipercaya dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor
resiko terbesar didapatkan jika uterus lebih besar dari seharusnya pada usia kehamilan
16 minggu. Kondisi ini dapat bersifat fatal.
3. Prognosis
Karena diagnosis dini dan terapi yang tepat, rata-rata mortalitas saat ini untuk mola
hidatidosa adalah nol. Sekitar 20% wanita dengan mola komplet selanjutnya
menderita keganasan trofoblastik. Keganasan trofoblastik gestasional ini 100% dapat
disembuhkan.
Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan adalah usia lanjut, nilai HCG
tinggi (>100.000 mIU/mL), eklamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.
Sebagian besar faktor-faktor tersebut tampaknya mampu merefleksikan jumlah
proliferasi trofoblastik. Memperkirakan pasien mana yang akan menderita penyakit
trofoblastik gestasional adalah sulit, dan penentuan terapi harus didasarkan pada
adanya setiap atau semua faktor resiko tersebut.
4. Edukasi Pasien
Karena potensi untuk berkembang menjadi penyakit keganasan yang kecil tetapi nyata,
dan karena keganasan tersebut dapat disembuhkan secara absolut, maka pentingnya
perawatan follow-up rutin harus ditekankan.
Pasien harus menghindari kehamilan selama 1 tahun untuk menghindari kebingungan
dalam menentukan perkembangan suatu keganasan. Kontrasepsi yang efektif harus
digunakan. Jika terjadi kehamilan, elevasi nilai beta-HCG tidak dapat digunakan
untuk membedakan kehamilan dari perkembangan penyakit.
9
Kehamilan selanjutnya harus diperiksa sedini mungkin dengan sonografi karena
meningkatnya resiko untuk rekurensi kehamilan mola pada pasien tersebut.
Resiko rekurensi adalah sebesar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, resiko
rekurensi yang dilaporkan adalah 1 dalam 6,5 hingga 1 dalam 17,5 kehamilan.
I. LAIN-LAIN 2,3,5
1. Perangkap Medis/Legal
Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan hiperemesis: Banyak
pasien dengan kehamilan mola mengalami nausea dan vomiting berat karena level
tinggi HCG yang bersirkulasi dalam darah.
Kegagalan untuk menjelaskan pentingnya perawatan follow-up cermat setelah
evakuasi mola: Sekitar 20% pasien dengna kehamilan mola mengalami keganasan
trofoblastik.
Kegagalan mengenali arti penting level beta-HCG yang mendatar: Jika level beta-
HCG mendatar, harus dipertimbangkan secara serius kemungkinan keganasan
persisten. Radiografi thorak harus dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis. Jika
penyakit metastasis ditemukan, staging menggunakan CT scan dilakukan pada
abdomen, pelvis, dan otak, dan pasien harus mendapatkan terapi sesuai dengan hasil
yang didapatkan.
Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien yang mengalami preeklamsia
sebelum kehamilan 24 minggu: Duapuluh tujuh persen pasien dengan mola komplet
mengalami preeklamsia.
Kegagalan untuk mengenali kehamilan mola yang terjadi bersama dengan fetus
normal: Kehamilan kembar dan multipel dengan kehamilan mola telah dijelaskan di
atas. Resiko malignansi dengan metastasis tinggi, juga resiko morbiditas maternal
akibat perdarahan, eklamsia, atau komplikasi lain dari kehamilan mola.
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis mola hidatidosa berdasarkan :
1. Anamnesis
Pada pasien ini ditemukan keluhan
10
Pasien tidak haid selama 4 bulan (amenorrhea). Keadaan ini merupakan tanda tanda
kehamilan subyektif.
Pasien mual dan muntah berlebihan (hyperemesis). Keadaan ini terjadi karena
peningkatan tajam level Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Perdarahan lewat vagina. Keadaan ini terjadi karena terlepasnya jaringan mola dari
desidua.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan abdomen pasien ini ditemukan
Usia kehamilan pasien 17 +1 minggu, dengan TFU ½ simfisis pusat (sesuai usia
kehamilan 24 minggu). Pada usia kehamilan pasien ini TFU seharusnya 2 jari di bawah
pusat. Pembesaran uterus pasien tidak sesuai dengan umur kehamilannya (lebih besar
dari seharusnya). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan
dan darah yang terkumpul dalam uterus.
Pada palpasi, teraba massa, tidak teraba bagian- bagian janin.
Pada auskultasi, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan USG :
Tampak uterus dengan ukuran 18 x 16 x 15 cm. Tampak gambaran vesiculair
menyerupai “Honey Comb Appearance”. Tak tampak gambaran janin intrauterin /
ekstrauterin.
Gambaran vesiculair yang menyerupai “Honey Comb Appearance” menunjukkan
adanya villi korionik yang hidropik yang merupakan keadaan patologik dari mola
hidatidosa.
Faktor risiko
Pada pasien ini memiliki faktor risiko yaitu usia 39 tahun dimana termasuk
dalam rentang usia <20 tahun dan >35 tahun, yang merupakan kelompok usia yang
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola.
Terapi
1. Perbaikan keadaan umum
Pada pasien ini dilakukan perbaikan KU dengan tranfusi darah untuk
mengatasi anemia yang terjadi karena perdarahan.
11
2. Kuretase
Pada pasien ini dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan mola.
Kuretase dilakukan satu kali, kecuali jika terdapat indikasi maka dapat dilakukan
kuretase ulang.
3. Histerektomi
- Pada pasien ini dilakukan TAH dengan pertimbangan usia tua dan paritas
tinggi merupakan faktor predisposisi terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai
adalah 35 tahun dengan anak hidup tiga.
- Dilakukan juga BSO karena pada mola terjadi peningkatan kadar Beta-HCG
yang dapat menyebabkan terbentuknya kista teka lutein pada ovarium dengan resiko
terjadinya torsio.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sarwono Prawirohardjo, 1999. ILMU KANDUNGAN. Gangguan bersangkutan
dengan konsepsi, Mola Hidatidosa. Ed.2, cet.3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
2. Ben-Zion Taber, 1984. Manual of Gynecologic and obstetric Emergencies.
Philadelphia: W.B. Sounders Company
3. Rayburn, William F., et.al, 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika
4. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, Obstetri patologi. Ed.2.
Jakarta: EGC
5. Martaadisubrata, Jamhur, 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional. Jakarta: EGC
13