MASYARAKAT MADANI DAN PERDA SYARIAH
(Studi Atas: Partisipasi Ormas Islam dalam Pembuatan dan
Implementasi Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Siti Arpiah
11151120000027
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H
i
MASYARAKAT MADANI DAN PERDA SYARIAH
Partisipasi Ormas Islam dalam Pembuatan dan Implementasi
Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Siti Arpiah
11151120000027
Pembimbing
Dr. Shobahussurur, M.Ag
NIP. 19641130199803 1001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama :Siti Arpiah
NIM :11151120000027
Program Studi :Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
MASYARAKAT MADANI DAN PERDA SYARIAH (STUDI ATAS
PARTISIPASI ORMAS ISLAM DALAM PEMBUATAN DAN
IMPLEMENTASI PERDA NO 8 TAHUN 2005 KOTA TANGERANG)
dan telah diujikan dalam sidang skripsi
Jakarta, 03 juli 2019
Mengetahui Mengetahui
Ketua Program Studi Pembimbing
Dr, Iding Rasyidin, M.Si Suryani, M.Si
NIP. 19701013200501 1003 NIP:19770424 207710 2 003
iv
v
ABSTRAKSI
SITI ARPIAH
MASYARAKAT MADANI DAN PERDA SYARIAH ( Studi Atas
Partisipasi Ormas Islam dalam Pembuatan dan Implementasi Perda No 8
Tahun 2005 Kota Tangerang)
Penelitian ini menganalisa tentang partisipasi ormas Islam dalam pembuatan
dan implementasi Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang larangan
prostitusi atau pelacuran. Perda syariah ini dibuat untuk mengikat masyarakat agar
moral dan akhlak masyarakat Kota Tangerang tetap pada aturan dan norma
sehingga tidak meresahkan orang lain.
Partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan implementasi kebijakan publik
khususnya pada perda No 8 Tahun 2005 cukup bervariasi, Partisipasi ormas Islam
mulai dari menghadiri hearing atau proses mendengarkan pendapat oleh elemen
masyarakat, melakukan lobby agar tercapainya keinginan serta menjadikan kader
sebagai penyambung agar semua aspirasi dapat tersalurkan, cara
mensosialisasikan perda yang berbeda-beda yang dibarengi dengan acara rutin
seperti tahlilan, pengajian, hari santri nasional dan maulid Nabi. Dalam
Implementasi yang dilakukan pemerintah, dengan menangkap dan memberikan
sanksi terhadap pelaku prostitusi bahkan pemerintah Kota Tangerang juga
menyediakan rumah singgah untuk pelaku prostitusi yang tertangkap untuk
dilakukan pembinaan agar mereka memiliki keahlian tanpa melakukan prostitusi,
yang menarik dalam perda syariah ini karena Perda ini dibuat oleh Wahidin Halim
(WH) yang latar belakang partai politiknya bukan berasal dari partai Islam.
Ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dapat menyalurkan
aspirasi publik melalui partai politik, Muhammadiyah melalui PAN sedangkan
NU melalui PKB dan PPP sementara FPI secara praktis memang tidak memiliki
partai politik sehingga lebih memilih pendekatan personal..
Teori dan konsep yang digunakan penulis dalam meneliti meliputi,
masyarakat madani, dan perda syariah. Teori dan konsep tersebut digunakan agar
penelitian dapat terkonsep dan lebih terarah. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif untuk mengkaji dan menelaah lebih jauh mengenai sejauh mana
partisipasi ormas Islam dalam proses pembuatan kebijakan tingkat lokal.
Kata Kunci: Masyarakat, Ormas, Perda, Islam
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Masyarakat
Madani dan Perda Syariah Studi atas Partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan
dan Implementasi Kebijakan Publik Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang”,
penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial
Strata satu pada Program Studi Ilmu Politik, fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi masih jauh dari kesempurnaan ,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.
Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materi baik langsung maupun
tidak langsung dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama
kepada yang saya hormati:
1. Ibu Prof.Dr. Hj. Amani Burhanuddin Lubis, M.A selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr Alimun Hanif, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak A. Bakir Ihsan, M.Si selaku wakil Dekan Bidang Akademik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
4. Ibu Dzuriyatun Toyibah, M,Si., M.A selaku wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Badrus Shaleh, S.Ag., M.A sekalu wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan
6. Bapak Dr, Iding Rasyidin, M.Si selaku Prodi Ilmu Politik Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Suryani, M.Si selaku wakil Prodi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Dr. Shobahussurur, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya
yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan, serta kritik dan saran
dalam penyusunan skripsi.
9. Bapak Idris Thaha, M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan kepada penulis dalam pembuatan skripsi.
10. Bapak/ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Teristimewa kepada Orang Tua penulis Alm Napis dan ibu wati serta kakak
penulis Astri dan keluarga besar H. Sahad yang selalu mendoakan,
memberikan motivasi dan pengorbanan baik dari segi moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
12. Bapak KH. Abdurrahman, Ketua DPC Muhammadiyah Kota Tangerang, telah
menjadi Narasumber dalam penelitian ini.
13. Bapak KH. Hambali Mulyadi, Ketua DPP Front Pembela Islam Kota Tangerang,
telah menjadi Narasumber dalam penelitin ini.
viii
14. Bapak Ezul anggota PC NU, Kota Tangerang menjadi Narasumber dalam penelitin
ini.
15. Andika Satrio R yang telah memberikan semangat agar penulis menyelesaikan
skripsi tepat waktu.
16. Teman-teman Ilmu Politik A 2015, dan buat sahabat-sahabat redbull, Nurhidayat,
Adnan, Adelia, Daffa, Cahya, Nabila, Dimas, Fais, Desi, Lila, Andi, Helma dan inas
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu telah membantu dalam proses pembuatan skripsi,
penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi
masukan bagi pemerintah.
Jakarta, 2019
Siti Arpiah
Nim: 11151120000027
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL......................................................................................... i
LEMBAR PENYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI........................... iii
PENGESAHAN TEAM PENGUJI SKRIPSI............................................ iv
ABSTRAK.................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN....................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN............................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah.......................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian....................................................... 14
C. Tujuandan Manfaat Penelitian.......................................... 14
D. Tinjauan Pustaka.............................................................. 15
E. Metode Penelitian............................................................. 18
F. Teknik Penulisan............................................................... 20
G. Sistematika Penulisan........................................................ 21
x
BAB II KERANGKA TEORETIS DAN KONSEPTUAL
A. Masyarakat Madani............................................................. ....... 22
B. Karakteristik Masyarakat Madani............................................... 28
C. Peraturan Daerah......................................................................... 30
D. Tahapan Proses Pembuatan Peraturan Daerah....................... ..... 31
E. Syariah Islam................................................................................ 35
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELTIAN DAN PROSES
PEMBUATAN PERATURAN DAERAH
A. Gambaran Umum Kota Tangerang............................................... 39
A.1 Kondisi Fisik dan Wilayah Kota Tangerang......................... 39
A.2 Visi dan Misi Kota Tangerang................................................ 41
B. Latar Belakang Pembuatan Perda.............................................. 42
C. Proses Pembuatan Perda.............................................................. 48
D. Perda Syariah Provinsi Banten..................................................... 50
BAB IV PERAN ORMAS ISLAM DALAM PEMBUATAN DAN
IMPLEMENTASI PERDA NO 8 TAHUN 2005 KOTA TANGERANG
A. Partisipasi Ormas Islam dalam Pembuatan Kebijakan Publik..... 51
1. Partisipasi Muhammadiyah dalam proses pembuatan perda No 8 Tahun
2005 Kota Tangerang.......................................................................... 52
2. Partisipasi Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) dalam proses pembuatan
perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang.............................................. 54
3. Partisipasi Ormas Islam Front Pembela Islam (FPI) dalam proses
pembuatan perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang......................... 56
B. Implementasi Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang................ 59
C. Permasalahan Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang............... 62
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................. 67
B. Saran........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. xv
LAMPIRAN
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Tahapan pembuatan kebijakan..............................................................38
Bagan 3.1 Proses Pembuatan Kebijakan Publik Tingkat Lokal............................ 49
Bagan 3.2 Peta Lokasi Kota Tangerang...................................................................43
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data OperasiPenelitianPenegakan Perda periode 2012-2017.................... 6
Tabel 3.1 daftar Peraturan Daerah yang bernuansa Syariah di Provinsi Banten.... 49
Tabel 4.1 Partisipasi Ormas dlm pembuatan dan Implementasi kebijakan publik.. 58
xiv
DAFTAR SINGKATAN
Ormas : Organisasi Masyarakat
Perda: Peraturan Daerah
Raperda: Rancangan Peraturan Daerah
DPRD: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPR: Dewan Perwakilan rakyat
FPI: Front Pembela Islam
NU: Nahdlatul Ulama
Takdir: Tim Advokasi Perda Diskriminatif
LBH APIK: Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan
Satpol PP: Satuan Pamong Praja
NKRI: Negara Kesatuan Republik Indonesia
PSK: Pekerja Sex Komersial
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Dalam penelitian ini Penulis meneliti partisipasi Organisasi Masyarakat
(Ormas) Islam terhadap pembuatan dan implementasi kebijakan publik tingkat
lokal melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang, serta permasalahan-
permasahan yang timbul akibat Perda No 8 Tahun 2005, dengan berfokus pada 3
(tiga) Ormas yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela
Islam (FPI). Partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan pengimplementasian
pada Perda No 8 Tahun 2005, tentang larangan melakukan praktek prostitusi di
Kota Tangerang, penulis memfokuskan penelitian ini pada Perda No 8 Tahun
2005 yang dalam implementasiannya masih rancu karena 3 masyarakat Kota
Tangerang sudah menjadi korban Perda tersebut.
Dalam pengimplementasian kebijakan publik yang telah dibuat oleh
pemerintah, membutuhkan partisipasi dari semua elemen yang ada dalam
masyarakat, salah satunya adalah Ormas. Partisipasi politik merupakan kegiatan
kelompok atau individu yang ikut berperan aktiv dalam kehidupan politik dengan
cara memilih pemimpin negara dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.1Agar
Perda yang dibuat oleh pemerintah dapat berjalan dengan sesuai keinginan
pemerintah membuat Perda pendukung yang saling berkersinambungan, yaitu
Perda pendukungnya adalah Perda No 7 Tahun 2005 yaitu larangan penjualan
minuman beralkohol, dengan adanya Perda larangan prostitusi dan minuman
1Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), 367.
2
beralkohol, pemerintah berharap moral dan akhlak masyarakat Kota Tangerang
dapat mencerminkan visi dan misi Kota Tangerang yaitu menjadikan kota yang
berakhlakul karimah.
Kebijakan publik tingkat lokal yang berupa Perda, Perda No 8 Tahun 2005
Kota Tangerang yang sudah menimbulkan kontroversi, karena banyak pihak yang
menjadi korban sehingga mengakibatkan kerugian baik secara moril maupun
finansial, dalam hal ini adalah kaum perempuan yang paling sering menjadi
korban. Atas berlakunya Perda No 8 Tahun 2005, karena hilangnya cara
musyawarah sehingga dalam kehidupan masyarakat banyak main hakim sendiri
tanpa mendengarkan penjelasan orang lain.
Kota Tangerang yang masyarakatnya mayoritas memeluk agama Islam dan
masih menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Diharapkan mampu menjaga serta
mempertahankan nilai norma yang ada dalam masyarakat, jika melihat pada Perda
yang penulis fokuskan yaitu Perda larangan melakukan prostitusi. Sudah jelas
prostitusi atau pelacuran dalam agama Islam dilarang, semua agama melarang
karena antara laki-laki dan perempuan yang bukan merupakan pasangan halal atau
tidak menikah dalam Islam lebih banyak mudharatnya.
Ormas Islam yang merupakan bagian dari masyarakat madani, di era
reformasi lebih memiliki ruang, gagasan masyarakat madani sendiri tidak lepas
dari pemikir para intelektual Muslim yang pada saat itu perkembangan
masyarakat madani berpihak pada pemberdayaan masyarakat.
Perkembangan masyarakat madani tidak terlepas dari wacana civil society,
dalam perkembangannya, masyarakat madani yang senantiasa melibatkan
3
intelektual muslim wacana civil society banyak disuarakan oleh para golongan
yang sering menyebut sebagai Muslim transformis atau sering disebut juga
“sosialis-demokrat-Islam” atau “transformis-sosial-Islam”.2
Kota Tangerang yang masyarakatnya merupakan mayoritas umat Islam dan
banyak organisasi Islam yang berpengaruh dan mempengaruhi pembuatan
kebijakan publik tingkat lokal. Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil 3
Ormas yang dapat mewakili elemen yang ada dalam masyarakat madani yakni
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam (FPI). ketiga
Ormas tersebut menurut penulis dapat memperjuangkan permasalahan yang ada
dalam masyarakat. Khususnya dalam masalah sosial-ekonomi, karena hal tersebut
merupakan permasalahan paling kompleks yang terjadi dalam masyarakat, dan 3
Ormas tersebut mampu menyuarakan aspirasi masyarakat Kota Tangerang karena
memiliki banyak anggota yang menduduki jabatan di pemerintahan.
Khususnya pada Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang larangan
prostitusi, jika melihat penjabaran penulis di atas tentang Perda larangan prostitusi
yang merugikan kaum perempuan. Dalam penelitian ini penulis mengambil 3
kasus yang diakibatkan oleh Perda larangan prostitusi. Kasus pertama menimpa
Ny Lilis yang terjadi di Gerendeng Tangerang Lilis merupakan perempuan yang
baru pulang berkerja pada jam 22.00 yang pada saat itu ditahan oleh anggota
Trantib (Ketentraman dan ketertiban) Kota Gerendeng karena dianggap sedang
melalukan praktek prostitusi sehingga Trantib (Ketentraman dan ketertiban)
mengamankan Lilis, saat terjadi kasus penangkapan Ny Lilis yang sedang
2Fachry Ali dan Bachtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam , (Jakarta: Mizan, Cet1
1986), 164-174.
4
menunggu suaminya menjemput tiba-tiba diamankan oleh Trantib, karena Ny
Lilis dijemput pada pukul 22.30 dan batas dari seorang perempuan berada dijalan-
jalan, menurut Perda larangan prostitusi pada pukul 19.00-22.00. setelah
diamankan dan dibawa pada pihak berwajib Ny Lilis dikenakan denda sebesar
Rp. 300.000, kasus kedua, terjadi pada Dhia ia menjadi wanita yang diamankan
aparat setempat, karena sedang menunggu rekannya di tepi jalan di daerah
Cipondoh pada jam 24.00, Linda yang merupakan seorang aktivis perempuan dan
anak juga menjadi korban Linda yang pada saat itu sedang menunggu temannya
yang sedang menjemput anak-anak.3
Ketiga kasus diatas, merupakan realita yang ada dilapangan, karena
berlakunya Perda No 8 Tahun 2005 tentang larangan prostitusi, jika melihat dari
ketiga kasus di atas sudah jelas bahwa yang menjadi korban dari dampak
berlakunya Perda larangan prostitusi di Kota Tangerang mendapatkan kritik
seperti dari Komnas perempuan, Komnas HAM dan juga mendapatkan reaksi
keras dari masyarakat yang paling bereaksi adalah Tim Advokasi Perda
Diskriminatif (Takdir) hingga mengajukan gugatan hak uji materil (judicial
review). Perda larangan prostitusi Kota Tangerang mendapatkan kecaman dari
berbagai elemen masyarakat seperti Komnas perempuan, Komnas HAM, Takdir
(Tim Advokasi Perda Diskriminatif) dalam masyarakat sendiri, seperti dari
seniman, praktisi hukum hingga Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan
Untuk Keadilan (LBH APIK) yang menjadi fokus keberatan LBH APIK adalah
3Inilah Perda pelacuran Tangerang yang kontroversial itu, https://m.detik.com/inilahh-
Perda-pelacuran-Tangerang-yang-kontroversial-itu, diakses pada 26 November 2018.
5
padapasal 44 dan pasal 5 mereka menganggap pasal tersebut sangat mencederai
perempuan karena menganggap main hakim sendiri dan melanggar asas praduga
tak bersalah.
Setelah menjabarkan bagaimana peran dan tanggapan masyarakat madani
yang dalam penelitian ini yang merupakan Ormas Islam terhadap Perda No 8
Tahun 2005, seperti yang telah disebutkan di atas, penelitian ini akan berfokus
pada keterlibatan masyarakat madani dalam hal ini adalah Ormas Islam dalam
proses pembuatan dan impelementasi Peraturan Saerah (Perda). Karena secara
teoretis, organisasi massa (Ormas) merupakan salah satu wadah masyarakat dalam
menyuarakan pendapat, keinginan, serta mengungkapkan persoalan yang sedang
mereka hadapi, karena tersedianya wadah untuk menyuarakan segala aspirasi
mereka, yang dalam hal ini dilakukan oleh Ormas Islam sehingga membuat warga
lebih mudah menyuarakan berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi
sehingga pemerintah dapat lebih mengetahui situasi yang ada dalam masyarakat
sebenarnya.
Dalam pembuatan Perda tersebut pemerintah ingin mewujudkan visi dan
misi Kota Tangerang, yaitu menjadi Kota yang berakhlakul karimah untuk
mewujudkan visi dan misi Kota Tangerang, pemerintah membuat Perda yang
dapat mengikat moral dan perilaku masyarakat, salah satunya adalah Perda
larangan prostitusi dengan adanya Perda larangan prostitusi juga dapat menekan
tingkat kriminalitas yang kerap terjadi di Kota Tangerang. Dalam Perda ini
4Perda Kota Tangerang No 8 Tahun 2005, Bab 2 pasal 4: (1) setiap orang yang sikap atau
perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur
dilarang berada dijalan-jalan umum, dilapangan-lapangan, dirumah penginapan, losmen, hotel,
asrama, rumah penduduk/kontrakan, atau di lorong-lorong jalan atau tempat-tempat lain di Daerah.
Serta denda Rp. 300.000 dan hukuman 5 bulan penjara.
6
pemerintah mempercayakan Trantib yang memiliki wewenang untuk menindak
serta Satuan Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan penangkapan daerah-
daerah yang dianggap sebagai tempat praktek prostitusi di Kota Tangerang.
Tabel 1 Hasil Kegiatan Operasi Penelitian Penegakan Peraturan
Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005, Tahun 2013-2017
No Tahun PSK P. Selingkuh p. Pacaran Waria Jumlah
1 2013 47 146 68 3 264
2 2014 1 250 127 0 378
3 2015 0 343 138 2 483
4 2016 11 141 77 0 229
5 2017 12 162 81 0 255
Total 71 1042 491 5 1609
Sumber: Satpol PP Kota Tangerang 2017
Dari tabel di atas setelah melihat data yang diberikan oleh Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang dapat kita lihat bahwa angka
perzinahan cukup banyak serta pasangan-pasangan yang belum sah di Kota
Tangerang cenderung naik setiap tahunnya. Sehingga membuat pemerintah
semakin gencar untuk melakukan pembinaan, kasus perzinaan di Kota Tangerang
yag terus meningkat setiap tahunya membuat keresahan khususnya pemerintah
karena pemerintah dianggap gagal dalam mengurangi angka perzinaan dan belum
mampu menyadarkan masyarakat bahwa hal tersebut dilarang, tidak hanya
pemerintah perzinaan juga meresahkan masyarakat karena selain dilarang oleh
agama juga banyak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Karena melihat
banyaknya kasus perzinaan penulis ingin meneliti sejauh mana partisipasi Ormas
dalam pembuatan dan pengimplementasian kebijakan publik tingkat lokal.
Muhammadiyah dan NU yang merupakan 2 Ormas terbesar di Kota
Tangerang memandang kebijakan publik sebagai sesuatu yang sifatnya
berhubungan langsung dengan masyarakat baik sesuatu yang mengatur
7
masyarakat atau hanya sekedar pendapat yang disampaikan oleh masyarakat.
Muhammadiyah dan NU berusaha memposisikan mereka sabagai sebuah
“jembatan” yang mehubungkan antara masyarakat dan pemerintah, sehinga
aspirasi mereka dapat di dengar dan menjadi pertimbangan pemerintah dalam
membuat kebijakan publik tingkat lokal. Dengan memiliki jumlah kader yang
banyak di Kota Tangerang Muhammadiyah dan NU berupaya menyambungkan
kepentingan masyarakat dengan pemerintah, yang dalam hal ini adalah
pengambilan kebijakan, baik Muhammadiyah maupun NU mengharapkan kader-
kader mereka yang menjabat di DPRD kabupaten/kota dapat selalu menyuarakan
aspirasi dan pednapat masyarakat serta tidak melupakan dasar dari organisasi
mereka.5
Muhammadiyah, NU dan FPI yang dalam hal ini hanya sebagai Ormas jika
dalam pengambilan kebijakan publik tingkat lokal. Peran Ormas hanya sebatas
sebagai penyambung antara pemerintah dan masyarakat. Ormas juga sekedar
menyampaikan usulan kepada pemerintah keputusan tetap berada pada
pemerintah karena sejatinya tugas Ormas hanya mengawal proses pembuatan
kebijakan publik tingkat lokal agar tidak berbenturan dengan masyarakat sehingga
kebijakan yang di buat dapat saling menguntungkan antara masyarakat dan
pemerintah.
Muhammadiyah dan NU memiliki pengertian yang berbeda dalam memaknai
kebijakan publik, menurut Muhammadiyah kebijakan publik merupakan upaya
5Massa Pendukung Peraturan Pelacuran dan Minuman Keras Anggap Kompas Tak
Objektif, diakses 24 Oktober 2018., http://metro.tempo.co,/read/75235/massa-pendukung-
peraturan-pelacuran-dan-minuman-keras-anggap-kompas-tak-objektif
8
Muhammadiyah untuk mengatasi prihal masyarakat6
dalam hal ini, lebih
mengangkat permasalahan dan lebih berfokus pada pada lingkup anggotanya
sedangkan NU tidak hanya pada lingkup anggota NU lebih menyeluruh pada
lingkup masyarakat.7 Sedangkan menurut NU kebijakan publik adalah sarana
aspirasi masyarakat luas yang bukan hanya anggota NU tetapi semua masyarakat
Indonesia, NU sendiri siap menjadi wadah penyaluran aspirasi serta
memperjuangkan apa yang bisa mereka perjuangkan tetapi tetap sesuai dengan
peran NU, menurut FPI kebijakan publik sebagai apa yang dibuat pemerintah
untuk mengikat masyarakat agar masyarakat dapat tetap mendapatkan kontrol dari
pemerintah.
Dalam proses pembuatan kebijakan publik, Ormas memiliki peluang yang
cukup terbuka perubahan ini bisa dibandingkan jika di era orde baru dan era
reformasi yaitu dengan adanya perubahan secara jelas yang mengatur pembuatan
kebijakan publik, meskipun Ormas tidak memiliki peran yang banyak dalam
proses pengambilan kebijakan publik khususnya tingkat lokal, Ormas hanya
terlibat sebagai institusi yang mencoba melembagakan permasalahan masyarakat
dan anggotanya. Ormas Muhammadiyah dan NU dapat menyalurkan aspirasi
politik melalui partai politik, Muhammadiyah memalui partai PAN, NU melalui
partai PKB dan PPP sementara FPI secara praktik memang tidak memiliki binaan
partai politik, sehingga lebih memilih pendekatan personal. Ketiga ormas tersebut
6Wawancara Pribadi dengan, K.H. Abdurrahman, Ketua DPC Muhammadiyah Kota
Tangerang, Pada 15 Maret 2019. 7M Zainal Anwar, Efektifitas Strategi Engagement dalam Melambangkan Suatu Warga:
Studi terhadap rewang (Rembung Warga Peduli Anggaran) di Bantul. (Jakarta: Prakarsa, 2008),
48.
9
siap berkerja sebagai penyambung antara pemerintah dan masyarakat untuk
menggali permasalahan yang timbul dalam masyarakat.
Dalam upaya menyuarakan aspirasi masyarakat NU dan Muhammadiyah
berupaya semaksimal mungkin seperti menggunakan jaringan yang ada dalam
pemerintahan karena tidak sedikit dari kader NU dan Muhammadiyah yang
menjabat sebagai pengambil kebijakan publik. Tetapi hal tersebut kurang
maksimal, karena dari pemerintah sendiri yang kurang melibatkan Ormas dalam
pengambilan kebijakan. Karena Ormas hanya sekedar masyarakat yang memiliki
badan, sedangkan dalam proses hearing atau mendengarkan pendapat elemen
masyarakat Ormas yang diundang dalam kegiatan tersebut hanya sebagai
pelengkap dan formalitas semata, karena dari undangan yang dihadiri Ormas
belum ada dampak yang signifikan dalam upaya penyelesaian persoalan yang
terjadi di masyarakat maupun dalam anggota Ormas sendiri.
Contohnya yang terjadi pada Perda No 8 Tahun 2005 Tentang larangan
melakukan pelacuran dalam Perda tersebut dianggap berbenturan kepentingan
antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat dalam menyikapi
hal tersebut NU yang merupakan Ormas Islam selalu mengedepankan
kepentingan nilai-nilai agama dan kemaslahatan masyarakat, menurut NU jika
melihat kembali pada visi dan misi Kota Tangerang larangan praktek prostitusi
memang harus diberlakukan dan dianggap wajar karena dapat mencoreng citra
Kota Tangerang yang berpegang pada akhlakul karimah serta menjaga moral
masyarakat agar tetap sesuai dengan syariat agama, tetapi yang membuat
masyarakat keberatan adalah pasal yang terdapat dalam Perda tersebut yang ada
10
pada bab 3 pasal 3 No 2 yaitu siapapun yang gerak-geriknya mencurigakan yang
diindikasi sebagai pekerja sex komersial akan dijerat hukuman penjara maksimal
5 tahun masa tahanan dan denda sebesar Rp. 300.000.00-,
Ormas dan masyarakat merasa keberatan pada pasal tersebut, karena menurut
mereka hal tersebut merugikan masyarakat yang tidak bersalah dan menjadi
korban salah tangkap. Akibat dari bunyi pasal di atas. Dalam Perda No 8 Tahun
20058. Masyarakat sendiri keberatan pada bab 3 pasal 3 No 2 yang menyebutkan
kalimat perilaku dan sikap yang mencurigakan sehingga menimbulkan kecurigaan
bahwa orang tersebut sebagai keperja sex komersial hal tersebut bertentangan
dengan prinsip hukum pidana yang seharusnya bersifat obyektif. Yang menjadi
permasalahan disini adalah kata “mencurigakan” yang dianggap menimbulkan
ketidakpastian serta tuduhan tidak mendasar, sehingga banyak masyarakat salah
paham dan main hakim sendiri9.
Perubahan Indonesia dari era sentralisasi menjadi desentralisasi membuat
relasi baru antara masyarakat dengan pemerintah, pada era desentralisasi
memberikan kesempatan pada organisai-organisasi yang saat orde baru tidak
banyak diberikan kesempatan dalam proses pembuatan kebijakan dan
pembangunan.10
Karena desentralisasi inilah maka oraganisai-organisasi seperti
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam (FPI) yang
dalam hal ini ketika Ormas yang memiliki banyak kader sehingga mendapatkan
kesempatan dalam proses perumusan pembangunan daerah secara luas tidak
8 Perda No 8 Tahun 2005 tentang “ Pelarangan Prostitusi.
9https//m.detik.com/news/berita/perda-pelacuran-tangerang-kontroversial, diakeses pada
11 Januari 2019. 10
Amitai Etzioni, Organisasi-Organisasi Modern, (Jakarta: UI dan Bradjaguna,1982), 35.
11
dipungkiri dengan banyaknya jumlah kader dari Ormas, sehingga membuat Ormas
memiliki jaringan yang kuat dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat.
Partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan kebijakan publik tingkat lokal
biasanya hanya hearing atau sekedar memberikan masukan, tetapi jika melihat
dari perspektif partisipasi, seharusnya yang menjadi point utama dalam tata kuasa
pemerintahan yaitu ada suara, akses dan kontrol. Suara merupakan kemampuan
setiap masyarakat atau intitusi untuk menyampaikan gagasan ide, permasalahan
yang sedang mereka hadapi dalam hal ini masyarakat diharapkan untuk
menyampaikan pendapat akan permasalahan-permasalahan yang sedang mereka
hadapi.
Akses, akses merupakan kemampuan masyarakat atau institusi menjangkau
ruang sehingga memberikan mereka peluang dan kesempatan untuk
memperjuangkan aspirasinya. Dalam akses sendiri ada dua hal yang terpenting
yaitu keterlibatan terbuka (inclusion), yaitu menyangkut bagaimana keterlibatan
masyarakat dan keikutsertaan (involvenment) yaitu bagaimana keikutsertaan
masyarakat dalam mengawal pembuatan kebijakan publik11
.
Setelah mengetahui teori partisipasi di atas, menurut penulis yang dilakukan
Ormas Islam Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam
(FPI) masih jauh dari kata memuaskan, seperti pada konteks menyuarakan
pendapat atau aspirasi Ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) hanya
berbicara secara minimalis tanpa mendalam, hal tersebut terjadi karena model
jaring aspirasi yang dilakukan pemerintah secara apa adanya dan hanya ikut dalam
11
Fadillah Putra, Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik, Cet II, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003), 32.
12
kegiatan sebelumnya sehingga pada kegiatan sekarang jaring aspirasi yang sudah
terahulu dan sekarang ada tetapi “ditumpangi” dengan jaring aspirasi.
Dalam proses mendengarkan pendapat atau hearing yang dilakukan
pemerintah, Ormas menganggap kurang terfokuskan karena pemerintah sendiri
membuat satu kegiatan tetapi memiliki banyak acara sehingga membuat proses
tersebut membuat anggota tidak fokus, yang seharusnya menjadi pembahasan
utama dalam kegiatan pembahasan menjadi terbagi sehingga kegiatan tersebut
kurang maksimal. Yang dilakukan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)
merupakan suatu pra kondisi atau syarat awal upaya untuk membahas suara
masyarakat. Karena untuk berperan secara maksimal membutuhkan sebuah
institusi yang terkonsolidasi, kuat dan mengakar agar semua pendapat dan aspirasi
dapat tersampaikan.
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Kota Tangerang merupakan
organisasi yang besar, dengan memiliki jumlah anggota yang banyak dan dapat
dikatakan sebagai institusi karena Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)
sendiri sudah memiliki proses tawar (bergaining position) yang tinggi sehingga
berpeluang untuk mempengaruhi proses pembuatakan kebijakan publik tingkat
lokal, hal tersebut dimanfaatkan anggotanya dalam upaya untuk menyuarakan
asprasi masyarakat. Tetapi dalam hal ini Ormas masih harus berkerja keras
dengan tidak hanya berpaku pada pertemuan reguler organisasi saja, tetapi harus
berani melakukan pertemuan yang akan digunakan untuk melakukan serap
aspirasi masyarakat dan anggotanya.
13
Muhammadiyah, NU dan FPI Ormas sendiri memiliki akses yang terbatas,
meskipun Nahdlatul Ulama (NU) berperan semaksimal mungkin dalam proses
pembuatan kebijakan publik tingkat lokal, tetapi balik lagi karena NU hanya
sekedar Ormas yang memiliki daya jangkau yang kurang jika dibandingkan
dengan pemerintah dan para pembuat kebijakan publik. Bukan hanya Nahdlatul
Ulama tetapi Muhammadiyah dan Front Pembela Islam juga mengalami hal yang
sama menurut Muhammadiyah keterlibatan Ormas dalam proses pembuatan
kebijakan publik dinilai hanya sekedar formalitas.
Dalam upaya pembuatan kebijakan publik, Muhammadiyah sendiri
menggunakan kader dan simpatisan yang menuduki posisi-posisi utama dalam
pemerintahan agar usulan dan ide yang mereka miliki dapat diterima dan
digunakan.12
Menurut Ormas pendekatan secara individu lebih efektif
dibandingkan pendekatan lewat jalur formal yang disediakan oleh pemerintah,
jika melihat fakta seperti itu dapat disimpulkan bahwa ada persoalan dalam proses
partisipasi yang difasilitasi oleh pemerintah untuk menghambat keterlibatan
Ormas, tetapi dalam hal ini Muhammadiyah, NU dan FPI memiliki komitmen
untuk secara langsung terlibat dan berhadapan langsung dengan para birokrat
karena pemerintah hanya menjadikan Ormas sekedar “formalitas dan tamu
undangan” yang tidak banyak memiliki peran dalam proses pembuatan pembuatan
Perda di Kota Tangerang.
Sampai saat ini, hal yang dapat dilakukan oleh Ormas adalah sekedar
memberikan usulan kebijakan publik yang akan dilaksanakan maupun belum
12
Wawancara Pribadi Dengan, KH Abdurrahman, Ketua DPC Muhammadiyah Kota
Tangerang, pada 15 Maret 2019.
14
dilaksanakan, contohnya yang dilakukan Muhammadiyah dalam realitanya usulan
yang diberikan Muhammadiyah kurang pas dan sifatnya yang mengikat, sehingga
hal tersebut hanya dianggap angin lalu dan kembali pada pihak yang membuat
kebijakan.
Setelah mengetahui permasalahan di atas penulis ingin memfokuskan diri
pada bentuk partisipasi yang dilakukan Ormas Islam dalam proses pembuatan
kebijakan publik tingkat lokal, Ormas yang akan penulis teliti adalah
Muhammadiyah, NU dan FPI dalam proses pembuatan dan pengimplementasian
Perda di Kota Tangerang, penelitian ini berjudul “Partisipasi Ormas Islam dalam
Pembuatan dan Implementasi Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang”
A. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada 2 pertanyaan agar topik yang
dibahas tidak melebar dan menjadi fokus yaitu:
1. Sejauh mana partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan
pengimplementasian kebijakan publik Perda No 8 Tahun 2005 Tentang
larangan prostitusi?
2. Bagaimana Perda No 8 Tahun 2005 memunculkan Permasalahan di tengah
masyarakat Kota Tangerang?
B.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin diperoleh oleh penulis dalam melakukan penelitian ini
adalah:
1. Agar mengetahui bagaimana partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan
implementasi kebijakan publik.
15
2. Untuk mengetahui permasalahan seiring diterapkannya Perda No 8 Tahun
2005.
manfaat penelitian yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
Pengembangan ilmu politik khususnya kajian dalam bidang masyarakat
madani dan Perda syariah.
2. Manfaat Praktis
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat maupun akademisi mengenai partisipasi Ormas Islam dalam
proses pembuatan dan pengimplementasian Perda larangan prostitusi Perda
No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini, penulis melakukan beberapa kajian literatur
untuk menemukan sisi lain dari penelitian-penelitian yang sudah ada. Adapun
penelitian yang digunakan adalah:
Pertama, skripsi Rizky Pauzia dalam penelitian yang berjudul Partisipasi
Tokoh Agama dalam Pengambilan Kebijakan Publik di Kota Tangerang13
penulis
menemukan partisipasi yang dilakukan tokoh agama yang ada di Tangerang
bermacam-macam seperti agama Budha yang melaukukan partisipasi
konvensional dengan melakukan diskusi politik dengan walikota dan DPRD yaitu
dengan melakukan hearing dengan para lintas agama dengan berbagai macam
agama. Agama Budha sangat mendukung Perda larangan pelacuran karena dapat
13
Rizki Pauzia, “Partisipasi Politik Tokoh Agama dalam Proses Pengambilan Kebijakan
Publik Pemerintah Kota TangerangPerda No 7 dan No 8 Tahun 2005” skripsi Fakultas Ushuludin
dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
16
merusak moral bangsa. Dalam teknik penulisan skripsi penulis menggunakan
metode penelitian kualitatif dan pengambilan data deskriptif analisis.
Kedua, Dalam jurnal ini, penulis menemukan apa pendapat masyarakat
terhadap Perda larangan pelacuran, sehingga Perda ini menimbulkan pro dan
kontra dalam pelaksanaanya.Perda No 8 Tahun 2005 dalam perumusan dan
pengimplementasian harus bersifat partisipatif sehingga apa yang di buat serta di
implementasikan dalam perda tersebut merupakan hasil dari representatif kaum
perempuan.14
Ketiga, dalam Jurnal Penelitian Ulya tentang peran NU dan Muhammadiyah
dalam proses pengambilan kebijakan publik di Kudus15
dalam jurnal ini penulis
menemukan pandangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kedua Ormas
tersebut memandang bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang
bersangkutan dengan masyarakat, sehingga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
(NU) berupaya berjuang agar kebijakan tersebut dapat sesuai dengan
permasalahan yang dialami oleh masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat di
implementasikan sesuai dengan kemauan pemerintah. Penulis menemukan
Partisipasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam proses pengambilan
kebijakan publik tingkat lokal lebih pada pendekatan yang persuasif, pemerintah
sendiri membuka jalan untuk Ormas berdiskusi tetapi tetap pada lingkupnya,
Ormas memiliki ruang yang terbatas dalam pengambilan kebijakan.
14
Sarah Santi, “Perda Maskulin: Ketika Perempuan Dikriminalisasi (Kasus Perda No
8Tahun 2005 Kota Tangerang) Forum Ilmiah Indonesia, Volume 3, No 3, Tahun 2006, 81. 15
Ulya.“Peran NU dan Muhammadiyah dalam Proses Pengambilan Kebijakan Publik”
Jurnal Penelitian, volume 8, No 2Tahun 2014, 368-371.
17
Keempat, dalam tesis Lia Nurmalia yang berjudul kebijakan pendidikan di
Kota Tangerang (studi kasus periode wali kota Wahidin Halim)16
dalam penelitian
ini penulis menemukan adanya relasi antara pendidikan seseorang dengan moral
yang akan terbentuk dalam masyarakat. Karena dalam tesisnya Lia menemukan
adanya korelasi antara pendidikan seseorang dengan moral yang akan terbentuk
dalam masyarakat. Pemerintah membuat Perda larangan prostitusi berbarengan
Perda pendidikan hal ini dilakukan agar moral dan perilaku masyarakat dapat
terkontrol sehingga dapat mewujudkan Kota Tangerang sebagai Kota yang
berakhlakul karimah.dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan
metode kualitatif ia memilih metode kualitatif karena penelitiannya merupakan
sebuah fenomena sosial.
Kelima, dalam jurnal rekonstruksi fiqh jinayah terhadap syariat Islam, penulis
menemukan bahwa umat Islam yang ada dalam posisi pembuat kebijakan dan
dapat mempengharuhi proses pembuatan kebijakan menuntut agar berlakunya
syariat Islam dengan cara pendekatan hukum, institusi dan instrumen dalam
negara. Dalam usulan itu ada juga umat Islam yang menolak pemberlakuan syariat
Islam di Indonesia karena mereka menganggap dapat merusak kebhinekaan yang
ada serta menimbulkan ego kedaerahan sehingga Perda tersebut bersifat
inkostitusional. Sedangkan dari kalangan pro yang mengusung pemberlakuan
syariat Islam mereka menganggap bahwa nilai yang ada dalam Islam dapat
dituangkan dalam Perda dan dapat di implementasikan dalam kehidupan
16
Lia Nurmalia, “Kebijakan Pendidikan di Kota Tangerang (Studi Kasus: Periode Wali
kota Wahidin Halim” (Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014.
18
bermasyarakat Perda syariat selaras dengan semangat refOrmasi dan dapat
mengisi kelemahan hukum nasional.17
Setelah membaca beberapa penelitian di atas penulis menyimpulkan bahwa
rata-rata dari penelitian tersebut berfokus pada perempuan yang menjadi korban
Perda diskriminatif dan meneliti keberhasilan Perda tersebut dalam
implementasinya. Mereka lupa bagaimana proses pembuatan kebijakan publik
tersebut sehingga berdampak pada moralitas dan kemaslahatan masyarakat.
Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penulis akan meniliti bagaimana
partisipasi Ormas Islam dalam proses pembuatan dan implementasi Perda No 8
Tahun 2005 serta apa yang memunculkan permasalahan yang terjadi di
masyarakat Kota Tangerang.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian yang membahas civil society dan Perda syariah studi
terhadap “PartisipasiOrmas Islam terhadap pembuatan dan implementasi Perda
Nomor 8 Tahun 2005 Kota Tangerang” penulis menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif adalah metode penelitian dengan mencari makna, pemahaman
berdasarkan suatu fenomena kejadian dalam kehidupan manusia dengan
melibatkan diri secara langsung maupun tidak langsung dengan orang-orang yang
ada dalam situasi atau fenomena tersebut.18
data yang dihasilkan berupa data
deskriptif yang berasal dari hasil wawancara, dokumentasi, research library dan
mengamati perilaku orang-orang yang terlibat didalam fenomena tersebut. Dalam
17
Sabid HM, “Rekonstruksi Fiqh Jinayah Terhadap Perda Syariat Islam”, (Surabaya,
IAIN Sunan Ampel jurnal ISLAMICA Volume 6, Nomor 2 Tahun 2012, 329-343. 18
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Gabungan, (Jakarta:PT Fajar
Interpratama Mandiri, 2014), 328.
19
penelitian ini objek penelitiannya adalah Ormas Islam yang ada di Kota
Tangerang (NU, Muhammadiyah dan FPI).
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang dipilih penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini
adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan teknik penelitian
yang menghasilkan data berupa deskriptif yaitu dengan meneliti kejadian tertentu
serta terlibat secara langsung dengan aktor-aktor yang ada dalam peristiwa
tersebut atau fenomena tersebut19
permasalahan yang berkaitan dengan sejauh
mana partisipasi Ormas Islam dalam proses dan implementasian Perda No 8
Tahun 2005 Kota Tangerang. Teknik Pengumpulan Data.
A. Teknik wawancara
Teknik wawancara, wawancara yaitu kegiatan tatap muka antara narasumber
dan pewawancara yang dimaksudkan untuk mendapatkan informasi-informasi,
berupa pertanyaan dan susunan kata dapat berubah sesuai dengan kondisi dan
situsi.
B. Teknik Dokumenter
Dokumenter adalah teknik mendokumentasikan atau mengambil data berupa
gambar maupun tulisan dari media cetak maupun visual yang berhubungan
dengan topik penelitian.
2. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik
deskriptif-analisis. Teknik Deskriptif-analisis merupakan teknik analisis data yang
19
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif & Gabungan, (Jakarta:PT Fajar
Interpratama Mandiri, 2014), 328-329.
20
dihasilkan dari proses wawancara dengan para narasumber, yang menjadi
narasumber dalam penelitian ini adalah pimpinan dan anggota Ormas Islam di
Kota Tangerang yang terkait dengan proses pembuatan dan pengimplementasian
Perda No 8 Tahun 2005.
Dalam meneliti mengenai partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan
pengimplementasian kebijakan publik pada Perda No 8 Tahun 2005 Kota
Tangerang, penulis menggunakan 3 teori untuk mempemudah penelitian ini yaitu,
teori partisipasi politik, partisipasi politik yaitu kegiatan masyarakat atau warga
negara dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan publik. Teori kedua adalah
masyarakat Madani, masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki adab
yang selalu mendahulukan nilai dan moral dalam hal ini adalah Ormas Islam,
teori yang ketiga adalah teori peraturan daerah, peraturan Daerah merupakan
peraturan naskah dinas secara tertulis untuk mencapai kepentingan bersama,
dalam hal ini adalah Perda.
F. Teknik Penulisan
Penulis berpedoman pada buku terbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai panduan penyusunan Skripsi yang
diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015.
21
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dalam penelitian ini,
penulis membagi dalam 5 bab yang tersesusun secata sistematis yaitu:
Bab I pendahuluan, bab I adalah bab yang berisi pengantar gambaran umum
permasalahan yang akan di bahasa oleh peneliti. Pada bab I terdapat pernyataan
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teoretis, metode penelitian dan sistematika penulisan terkait pastisipasi
dan peran Ormas Islam dalam pengambilan kebijakan publik.
Bab II merupakan isi konsep peneliti, yang menjadikan sebagai fokus dalam
penelitian skripsi ini yang berisikan masyarakat madani, peraturan daerah dan
syari’ah Islam.
Bab III, merupakan gambaran lokasi penelitian mulai dari kondisi geografis
KotaTangerang, visi dan misi Kota Tangerang, latar belakang pembuatan Perda
syari’ah, proses pembuatan Perda, serta beberapa kebijakan yang berdimensi
syari’ah di Provinsi Banten.
Bab IV, berisi analisis terhadap partisipasi Ormas Islam Muhammadiyah,
NU, dalam proses pengambilan kebijakan publik, pandangan dan implementasi
Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang larangan prostitusi di Kota Tangerang,
permasahalan yang timbul karena Perda larangan prostitusi.
Bab V, yaitu bagian penutup yang merupakan kesimpulan berdasarkan data
temuan pada bab sebelumnya. Pada bab V juga terdapat saran mengenai
partisipasi Ormas dalam pengambilan dan implementasi pemerintah terhadap
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 Kota tangerang.
22
BAB II
KERANGKA TEORETIS DAN KONSEPTUAL
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah disebutkan pada bab
I, bahwa yang menjadi pertanyaan masalah skripsi ini adalah sejauh mana
partisipasi Ormas Islam dalam pembuatan dan implementasi kebijakan publik
serta Ormas membangun relasi dengan aktor-aktor dan apa yang membuat Perda
No 8 Tahun 2005 menjadi permasalahan di Kota Tangerang, lain dalam upaya
proses pembuatan dan implementasi kebijakan publik tingkat lokal. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan teori dan konsep yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi masyarakat madani, kebijakan publik,
dan, syari’ah Islam.
A. Masyarakat Madani
Masyarakat madanidalam bahasa Ingris adalah civil society sedangkan dalam
bahasa Arab adalah al-mujtama’ al-madani, masyarakat madani adalah
masyarakat yang memilki moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan stabilitas masyarakat, karena masyarakat merupakan invidu atau
kelompok yang memiliki semamgat serta inisiatif.20
Orang cenderung menyamakan istilah antara masyarakat madani dan civil
society, penulis coba menjelaskan bahwa civil society atau societas civilis dalam
bahasa Romawi atau Koinonia Politike dalam bahasa Yunani.Civil society dan
masyarakat madani cenderung merujuk pada tradisi Arab Islam, sedangkan civil
20
Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, ISLAM&CIVIL SOCIETY, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), 157.
23
society cenderung merujuk pada tradisi Barat non-Islam. Jika diartikan dalam
bahasa Indonesia civil society merupakan masyarakat sipil atau masyarakat
madani, kata madani sendiri berasal dari kata Madinah sedangkan Madinah
berasal dari kata Madaniyah yang berarti peradaban, dapat disimpulkan
masyarakat madani merupakan masyarakat yang memiliki adab .21
masyarakat
yang beradab yang menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Ormas Islam adalah bagian dari masyarakat madani, karena Ormas islam
sendiri merupakan perkumpulan atau kelompok masyarakat yang mendahulukan
nilai-nilai moral dan agama, serta menjunjung tinggi hak asasi orang lain.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak tradisi bahkan jauh sebelum
negara bangsa berdiri masyarakat madani bahkan telah berkembang yang diawali
dengan munculnya organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam
rangka untuk memperjuangkan dan melakukan perlawanan terhadap kolonial,
organisasi berbasis Islam mulai bermunculan seperti Serikat Islam (SI), Nahdlatul
Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah menunjukan kiprahnya sebagai bagian
dari masyarakat madani yang diperhitungkan dalam sejarah perkembangan
masyarakat sipil di Indonesia.
Perseteruan antara Islam dan Barat, sehingga menimbulkan banyak persepsi
dikalangan umat Islam yang pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok aliran
yaitu tradisionalis, modernis dan fundamentalis. Dalam skripsi ini penulis
mengambil 3 Ormas Islam yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan
Front Pembela Islam (FPI). NU sendiri termasuk dari kelompok Islam
21
N Maldhini, Civil Society, https://www.academia.edu/845118/Civil_Society, diakeses
pada 25 Februari 2019.
24
tradisionalis, Muhammadiyah dari kelompok Islam modernis dan Front Pembela
Islam dari kelompok Islam fundamentalis.22
Islam tradisionalis adalah kelompok orang-orang yang mengikuti dan
mengambil pendapat yang di fomulasikan oleh para ulama pada abad
pertengahan,23
kelompok Islam tradisionalis cenderung masih mempertahankan
tradisi yang bermazhab (taqlid) sehingga menghindari pemikiran rasional yang
lebih mengedepankan independen yang didasari oleh asumsi hilangnya sejumlah
kemampuan otoritatif untuk menjalankan ijtihad. Karena itulah kalangan
tradisionalis menganggap pendapat imam mazhab merupakan refrensi utama
dalam urusan untuk menyelesaikan semua permasalahan agama NU merupakan
salah satu kelompok dari Islam tradisionalis.
Kelompok Islam modernis adalah kelompok orang yang berusaha
melakukan gerakan reformasi keagamaan dengan mengadopsi gagasan-gagasan
pembaruan dari para pemikir kelompok Islam modernis di Indonesia salah
satunya adalah Muhammadiyah, berbeda dengan kelompok Islam tradisionalis
yang cenderung menganggap imam mazhab sebagai refrensi utama, kelompok
modernis cenderung melakukan pendekatan ilmiah dalam memahami ajaran
Islam yang mereka yakini dapat meningkatkan peradaban Islam.24
Kelompok Islam fundamentalis adalah kelompok yang berpandangan bahwa
keimanan harus disesuaikan dengan tuntutan modern tetapi melalui prinsip
22
https://www.google.go.id/omp/s/tahdits.wordpress.com/2015/06/03/Islam-tradisionalis-
modernis-dan-fundamentalis/amp, diakses pada 25 Februari 2019. 23
Yayan Suryana, Tradisionalis dan Modernisme Islam di Indonesia: Kajian atas
Pemikiran Keagamaan Haji Ahmad Sanusi, (Yogyakarta: Gapura Publishing, 2012),2. 24
Yayan Suryana, Tradisionalis dan Modernisme Islam di Indonesia: Kajian atas
Pemikiran Keagamaan Haji Ahmad Sanusi, 1-2
25
ijtihad.25
Kelompok fundamentalis juga merupakan golongan idealis Islam yang
ingin menjaga kemurnian Islam dari segala pengaruh luar apapun.
Masyarakat madani di Indonesia berawal dari sebuah gagasan yang
dikeluarkan oleh Dato Anwar Ibrahim Menteri Keuangan dan Asisten Perdana
Menteri MalaysiaPada saat itu Dato Anwar Ibrahim yang menjabat sebagai asisten
Perdana menteri Malaysia26
. Beliau mengunjungi Indonesia membawa
terminologi masyarakat madani sebagai terjemahan dari civil society. Konsep civil
society dalam kerangka tradisi liberal bukanlah entitas sosial yang terdiri dari
kumpulan manusia dan juga bukan merupakan manifesti dari sistem komunal
yang dikenal dalam masyarakat tradisional, civil society merupakan ruang publik
yang di dalamnya terdapat manusia sebagai individu yang memiliki berbagai
karakter, individu sendiri merupakan ruang pribadi sedangkan civil society
merupakan ruang publik. Oleh Karena itu, dalam civil society harus mengandung
kebebasan, kesamaaan derajat dan nilai-nilai terkait otonomi, keseimbangan dan
kesukarelaan.27
Masyarakat madani dikenal memiliki karakteristik yang beradab, atau
masyarakat yang memiliki adab, Perdaban sendiri dapat diartikan sebagai proses
yang menuju kearah tertentu bahkan memiliki tujuan dan norma yang
mencerminkan tata nilai paling ideal, jadi bisa diartikan peradaban sesungguhnya
menggambarkan suatu yang dikontruksi akhir, baik itu yang sudah tercapai
25
Badarussyamsi. FUNDAMENTALISME ISLAM Kritik atas Barat, (Yogyakarta: PT
LKIS Printing Gemerlang, 2015), 149 26
Aswab Mahasin, Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Wacana antar Agama dan Bangsa,
(Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), 212. 27
Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, Islam& Civil Society, 5-6.
26
maupun yang masih diharapkan.28
Dari pengertian tersebut penulis menyimpulkan,
peradaban yang berhasil adalah Perdaban yang bisa membuat masyarakatnya
kondusif dalam hal sosial, politik, ekonomi serta kultural dan tetap bisa
meningkatkan masyarakat untuk selalu mengamalkan perintah Tuhan dengan
berbagai keyakinan keagamaan. Karena kemajuan peradaban harus dilengkapi
dengan keimanan dan pengabdian kepada sang pencipta.
Civil society atau masyarakat madani memiliki sejarah yang tidak singkat
terdapat lima fase. Fase pertama dikemukakan oleh seorang filsuf yang berasal
dari Yunani yaitu Aristoteles yang memandang civil society atau masyarakat
madani sebagai sistem kenegaraan yang terkenal menggunakan istilah koinonia
politikke yaitu sebuah komunitas politik masyarakat yang dimana masyarakat
dapat terlibat langsung tentang ekonomi politik serta pengambilan keputusan.
Istilah koinonia politikke menggambarkan dimana masyarakat atau warga negara
berkedudukan sama didepan hukum.29
Fase kedua, merupakan fase Adam Ferguson pada tahun 1767, wacana civil
society dalam konteks sosial dan politik di Skotlandia. Ferguson lebih
menekankan visi etis dalam wacana civil society dalam kehidupan sosial,
pemahaman tersebut lahir tidak terlepas dari pengaruh revolusi industri dan
kapitalisme yang pada saat itu melahirkan ketimpangan sosial yang sangat
28
Goenawan Muhammad,”Perspektif Pasca Modernisme atas Benturan-benturan
Peradaban”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an Volume 1, Nomor 1 Tahun 1994, 10. 29
Henry J. Schmandt, FILSAFAT POLITIK kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno
sampai Zaman Modern, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 54.
27
mencolok sehingga membuatnya ingin menekankan bagaimana wacana civil
society agar tidak terjadi ketimpangan.30
Fase ketiga, menurut Thomas Paine yang memaknai civil society sebagai
sesuatu yang berlawanan dengan lembaga yang sudah dibuat oleh negara, bahkan
iaberanggapan bahwacivil society sebagai antitesis negara. Menurutnya negara
hanyalah sebuah gambaran dari keburukan belaka. Menurut Paine ada batas
wilayah otonom masyarakat, sehingga negara tidak diperbolehkan memasuki
wilayah sipil, dengan demikian civil society merupakan ruang dimana warga dapat
mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi pemuas kepentingan
secara bebas tanpa ada paksaan.31
.
Fase kelima, fase ini merupakan reaksi Hegelian yang dikembangkan oleh
Alexis de Tocqueville, yang memandang bahwa civil society merupakan
kelompok penyeimbang kekuatan negara sehingga kekuatan politik dan
masyarakat sipil menjadi faktor utama keberhasilan demokrasi di Amerika
memiliki daya tahan yang kuat. Tochqueville lebih menempatkan civil society
yang memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi dan bersifat otonom yang
mampu menjadi penyeimbang karena kecenderungan dari intervensi negara atas
warga negara.32
30
Henry J. Schmandt, FILSAFAT POLITIK kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno
sampai Zaman Modern, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 273. 31
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,
(jakarta: Prenada Media,2003), 243-24. 32
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, 248-
249.
28
Tujuan dari civil society merupakan usaha agar warga negara tidak
bergantung semua kepada negara civil society merupakan usaha yang sungguh-
sungguh, terencana serta sistematis. Civil society sendiri dibangun oleh kalangan
muslimin, dapat ditelaah lebih lanjut dari bentuk kelompok paguyuban yang kuat
dan menciptakan solidaritas dalam kelompoknya. Dalam tatanan tertentu
paguyuban muslimin merupakan ciri dari keberadaan civil society yang ideal, ini
dibuktikan dengan keberadaan berbagai pergerakan Islam yang kuat seperti,
Muhammadiyah, NU dan FPI.33
B. Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani sendiri memiliki karakteristik sehingga membutuhkan
unsur sosial mewujudkan tatanan masyarakat madani. Unsur tersebut merupakan
satu kesatuan yang saling mengikat yang harus ada dalam pembentukan masyakat
madani, antara lain:
1. Free Public Sphere: yaitu adanya ruang publik yang tersedia yang
diharapkan mampu memberikan akses pada setiap masyarakat sehingga
memiliki ruang penuh terhadap kegiatan pemerintahan. Dalam ruang
publik ini warga negara dapat melakukan kegiatan secara bebas dalam
menyampikan pendapat dan melakukan kegiatan sosial dan politik tanpa
adanya rasa takut dan terancam.34
2. Demokratis: demokratis adalah prasyarat lain bagi keberadaan civil society
yang murni. karena tanpa adanya demokrasi civil society tidak akan
terwujud karena civil society tidak dapat tumbuh dengan baik dalam
33
Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajat, 1999), 75. 34
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, 279.
29
pemerintahan yang otoriter. Demokratis berarti masyarakat dapat
berinteraksi secara langsung dengan masyarakat lainya tanpa melihat dari
suku, ras, dan agama, potret dari terlaksanannya demokrasi yaitu dengan
dilaksanakannya pemilihan umum secara bebas dan rahasia, law
enforcement, good governance. Lembaga yudikatif yang efektif, fungsi
check and balance dari legislatif. Penekanan demokrasi di sini dapat
mencangkup berbagai bentuk aspek kehidupan seperti sosial, budaya,
politik, ekonomi, pendidikan dan lainya.35
3. Toleran: masyarakat madani harus memiliki sikap yang toleran untuk
menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati orang lain. Sikap
toleran bisa dilaksakanan karena adanya kesadaran dari masing-masing
individu atau kelompok untuk saling menghargai dan menghromati
kelompok masyarakat yang berbeda.36
4. Kemandirian: masyarakat madani merupakan lembaga atau organisasi
yang otononon serta memiliki kemandirian dan tidak terserap oleh
jaringan resmi negara karena tidak terserap oleh negara masyarakat
madani bisa menjadi benteng kecenderungan tirani negara dan memiliki
kreatifitas untuk mengembangkan potensinya.
5. Keadilan sosial: karakteristik yang terakhir masyarakat madani ini
merupakan pokok dari masyarakat sipil yaitu adanya suatu kesetaraan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana terdapat suatu
pembagian yang seimbang dan proporsional terhadap hak dan kewajiban
35
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, 281. 36
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, 284.
30
yang dimiliki oleh setiap warga negara yang mencangkup aspek
kehidupan, seperti aspek kehidupan ekonomi, aspekpengetahuan politik
dan hak untuk mendapat kesempatan yang sama.37
Hakekatnya dalam masyatakat madani, setiap warga negara berkerja sama
saling membantu membangun ikatan sosial, membuat jaringan yang produktif dan
membangun rasa solidaritas sesama masyarakat non-govermental, agar tecapai
tujuan bersama. Karena tekanan yang paling kuat dalam masyarakat madani
adalah independensinya terhadap negara, sehingga masyarakat madani diartikan
sebagai awal keterkaitan demokrasi dengan demokratisasi.38
Karena kekuatan
masyarakat madani dengan demokrasi dan demokrtaitasi membuat masyarakat
madani dipercaya kelompok yang paling ampuh dalam demokratisasi khususnya
bagi negara yang mengalami hambatan akibat hegemoni.
C.Peraturan Daerah
Peraturan Daerah (Perda) merupakan naskah dinas yang berisi perundang-
undangan yang mengatur segala urusan tentang otonomi daerah, dan tugas
pembantuan untuk mewujudkan kebijakan baru, melaksanakan peraturan undang-
undang yang lebih tinggi dan menetapkan suatu organisasi dalam lingkungan
pemerintah daera yang di tetapkan oleh kepala daerah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Menurut Irawan Soejito, peraturan daerah adalah keputusan yang merupakan
norma untuk setiap hal yang dapat dimasukan kedalamnya, dengan kata lain,
37
TIM ICCE JAKARTA, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, 290. 38
Hendro Prasetyo, Ali Munhanif, Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia,
(Jakarta: Gramedia,2002),136.
31
peraturan daerah memiliki sifat umum dan berlaku lama.39
Sedangkan peraturan
daerah adalah peraturan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa yang
ditetapkan oleh penguasa yaitu kepala daerah, dengan persetujuan DPRD yang
bersangkutan, dan harus memenuhi syarat-syarat formal tertentu untuk memiliki
kekuatan hukum yang mengikat.
Menurut K. Wantjik Saleh, peraturan daerah adalah produk komromis antara
DPRD dan Kepala Daerah, yang merupakan salah satu wewenang pemerintah
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah taangga daerah.40
Pengertian yang dijelaskan oleh Irawan Soejito dan K. Watjik Saleh diatas
merupakan, definisi secara mendasar tentang peraturan daerah (Perda).
Berdasarkan pengertianya Perda adalah peraturan yang ditetapkan oleh penguasa
daerah , berdasarkan hasil kompromi antara kepala daerah dan DPRD, dengan
memenuhi syarat-syarat formal agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat
untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri.
D.Tahapan Proses Pembuatan Peraturan Daerah
Proses pembuatan peraturan daerah menurut Yehezkhel Dror dalam Sahya
Anggara, ada 18 dari tiga tahap dalam proses pembuatan kebijakan publik yaitu:
1. Tahap Meta-Pembuatan Peraturan Daerah (Metapolicy Making Stage)
a. Tahap nilai.
b. Tahap realitas.
c. Tahap memproses masalah.
d. Survei, pemprosesan, dan pengembangan sumber daya.
39
Irawan Soejito, Teknik Membuat Peraturan Daerah, (Jakarta: Bina Akasara, 1998), 9. 40
Djoko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan Beberapa Proses
Penyempurnaanya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995),44.
32
e. Desain, evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik.
f. Pengalokasian masalah, nilai, dan sumber daya.
g. Penentuan strategi pembuatan kebijakan.
2. Tahap Pembuatan Kebijakan Publik (Policy Making).
a. Subalokasi sumber daya.
b. Penetapan tujuan operasional.
c. Penetapan nilai-nilai yang signifikan, dengan beberaa prioritas.
d. Penyiapan alterlatif-alternatif kebijakan secara umum.
e. Penyiapan prediksi yang realistis atas berbagai alternatif, berserta
keuntungan dan kerugiannya.
f. Membandingkan masing-masing alternatif yang ada sekaligus
menentukan alternatif yang terbaik.
g. Melakukan ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih.
3. Tahap Pasca-Pembuatan Kebijakan Publik (Post-Policy Making Stage)
a. Memotivasi kebijakan yang akan diambil.
b. Mengambil dan memutuskan kebijakan publik
c. Mengevaluasi proses pembuatan kebijakan publik yang telah
dilakukan
d. Komunikasi dan umpan balik atas seluruh fase yang telah dilakukan
Dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat, perlu
dilakukan sebuah analisis kebijakan, menurut William N. Dunn untuk
merumuskan sebuah masalah dalam upaya mencari solusi dan alternatif kebijakan
33
ada beberapa tahapam proses pembuatan kebijakan yang ditawarkan oleh William
N. Dunn41
yaitu:
Gambar 2.1
Tahapan pembuatan kebijakan
Perumusan masalah
peramalan
Rekomendasi
pemantauan
penilaian
Sumber: William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 25.
Keterangan:
a. Tahap perumusan masalah
Pada tahap ini, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan
masalah publik yang akan dicari solusinya. Untuk membantu dalam menentukan
masalah publik dan asumsi-asumsi yang tersembunyi, serta mendiagnosis
penyebab dari masalah tersebut serta memetakan tujuan yang memadukan
41
William N, Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, Cet II 2000), 2.
34
pandangan yang bertentangan dan merancang peluang-peluang kebijakan yang
baru.42
b. Tahap Peramalan
Pada tahap peramalan, mengetahui kebijakan tentang masalah yang akan
terjadi pada masa mendatang sebaga untuk mengambil alternatif. Tahap
peramalan sendiri dapat menguji akibat penerapan kebijakan yang ada atau
yangakan diusulkan serta mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan dan
mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisi) dari berbagai pilihan.43
c. Tahap Rekomendasi
Tahap rekomendasi, pada tahap rekomendasi ini akan membantu
mengestimasi tingkat risiko dan ketidakpastian, sehingga kecil kemungkinan
terjadi human eror serta pada tahap ini kita akan melihat akibat dan menentukan
kriteria pilihan dalam perumusan kebijakan publik sehingga ada
pertanggungjawaban administratif dalam implementasian kebijakan.
d. Tahap Pemantauan (monitoring)
Pada tahap pemantauan, membantu mengambil kebijakan pada tahap
implementasi dengan menggunakan berbagai indikator dibidang seperti dalam
bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain. Pada
tahap pemantauan juga juga melihat bagimana nilai tingkat kepatuhan serta
melihat sebab-akibat dari pengimplementasian kebijakan publik tersebut, serta
42
Sahya Anggara, Kebijakan Publik, 172. 43
Sahya Anggara, Kebijakan Publik, 172-173.
35
mengidentifikasi hambatan apa saja yang terjadi dalam proses pembuatan
kebijakan.44
e. Tahap Evaluasi (penilaian)
Pada tahap evaluasi, pada tahap evaluasi kita akan mengetahui apakah hal
yang paling relevan dan yang paling sesuai dengan kebijakan publik yang telah
dibuat serta hal yang tidak relevan dan yang paling tidak sesuai dengan kebijakan
yang telah dibuat, sehingga pada tahap evaluasi ini bukan hanya sekedar
menghasilkan kesimpulan permasalahan tetapi juga dapat mengklasifikasikan
permasalahan serta kritikterhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan serta
membantu dalam penyesuaian, dan perumusan kembali masalah.45
E. Syari’ah Islam
Syari’ah atau Qannun dalam ajaran Islam merupakan ajaran tata moral dan
hukum Islam.Syariah sendiri, memiliki banyak objek dibandingkan objek yang
dimuat dalam hukum sekuler termasuk dalam kejahatan, hukum, ekonomi,
politik.Serta hal-hal yang sangat pribadi yang berhubungan dengan kejahatan
seksual, kebersihan, pola makan, ibadah dan puasa.46
Kota Tangerang sendiri memiliki visi dan misi menjadikan masyarakat yang
memiliki akhlak mulia untuk mewujudkan visi dan misi KotaTangerang
pemerintah membuat kebijakan yang bernuansa syari’ah. Kota Tangerang sendiri
merupakan Kota yang memiliki prospek ekonomi yang cerah terbukti dengan
44
Sahya Anggara, Kebijakan Publik, 173. 45
Sahya Anggara, Kebijakan Publik, 173. 46
Syaiful Mudawan, “syari’ah fikih, hukum Islam: Studi Tentang Konstruksi Pemikiran
Keterampilan Jurnal Syari’ah dan hukum, Volume 40, No 11 Tahun 2012, 3.
36
adanya 90an pabrik47
yang tersebar di beberapa Kecamatan. Hal tersebut
menjadikan Kota Tangerang sebagai Kota yang banyak di kunjungi pelamar
perkerjaan. Karena banyaknya pabrik dan menjadi aset daerah sehingga
pemerintah membuat beberapa kebijakan bernuansa syariah agar tetap menjadikan
Kota Tangerang sebagai Kota yang berakhlakul karimah.
Dalam logika fikih, Indonesia yang bukan negara Islam tetapi mayoritas
penduduknya beragama Islam, kepala negara atau presiden dapat menerapkan
ta’zir setelah menerima tawliyah (otoritas dan justifikasi keagamaan) dengan
pemberian kedudukan sebagai waliy al-amri al-dlaruri bi al-syawkah, presiden
yang merupakan pemimpin di negara Indonesia, dapat menjadi pemimpin
tertinggi kaum muslim karena alasan darurat, dengan pemberian tawliyah ini,
maka kekuasaan dan hukum yang ditetapkan presiden tidak hanya sah secara
politis tetapi juga sah secara fikhiyah dan teologis.48
Syariat dalam definisi terbatas merupakan hukum ilahi seperti yang
terdapat dalam al-Qur’an dan as-sunnah seperti dalam surat (45-181) yang
artinya: kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariah
(peraturan) dan urusan (agama), maka ikutilah syariah itu dan jangan
kamu mengikuti napsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Awal berlakunya syariat Islam di Indonesia karena mencegah Aceh yang
ingin memisahkan diri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) proses
tersebut merupakan suatu move dan kebijakan politik, diiberlakukannya syariat
Islam cukup menenangkan masyarakat Aceh yang sejak lama menuntut agar Aceh
47
Tangerang Kota. /daftar-lengkap-pabrik-di-Kota-Tangerang.html?m=1, diakses pada 17
Februari 2019. 48
Komarudin Hidayat, Ahmad Gaus AF, Islam Negara& Civil Society gerakan dan
pemikir Islam kontemporer, (Jakarta: Paramadina, 2005), 34.
37
diberlakukan syariat Islam bahkan sejak masa kepemimpinan Tengku Mohammad
Daud Beureuh.49
Dalam konteks terakhir penerapan hukum syariat Islam di Provinsi Aceh
tidak serta merta menjadikan Aceh sebagai “wilayah teokrasi” di Indonesia.
Penerapan hukum syariat Islam pada tahap ini yaitu karena ketidakpuasaan di
Aceh yang merupakan Political expediency, sehingga langkah politik darurat
untuk menyelamatkan Aceh dalam pangkuan republik. Selain di Aceh Perda
syariah juga di berlakukan di Kota Tasikmalaya yaitu Perda No 7 Tahun 2014
tentang tata nilai kehidupan masyarakat yang religius..50
Banyak kepala daerah
yang akhirnya mengikuti jejak Aceh yaitu membuat Perda berbasis syariah salah
satunya adalah Kota Tangerang dari awal menjabat sebagai Gubernur Kota
Tangerang Wahidin Halim (WH) sangat gencar sekali menjadikan Kota
Tangerang sebagai Kota yang Islami WH memulai dengan membuat Perda
berbasis syariah larangan prostitusi.
Yang menarik dari penelitian ini, yang kita tahu Wahidin Halim (WH)
merupakan kader dari partai golkar, WH berasal dari partai sekuler tanpa latar
belakang Islam, tetapi mengeluarkan peraturan daerah (Perda) syariah. Menurut
tim kemenangan WH bapak Jazuli, karena kebanyakan DPRD dan kepala daerah
di Indonesia lemah dan sering tidak memiliki kapasitas membuat rancangan
perda, termasuk perda syariah, karena pada tahun 2004 Golkar pernah berjaya dan
menang dengan suara mayoritas dalam pembahasan rancangan perda syariah, dan
49
Komarudin Hidayat, Ahmad Gaus AF, Islam Negara& Civil Society gerakan dan
pemikir Islam kontemporer, 35-36. 50
Komarudin Hidayat, Ahmad Gaus AF, Islam Negara& Civil Society gerakan dan
pemikir Islam kontemporer, 37.
38
jika melihat kebelakang PDIP juga pernah menang pada pemilu 1999 karena
memperjuangkan perda syariah di delapan kabupaten, mulai dari situlah WH
mencoba kembali memperjuangkan Perda syariah.51
Salah satu Perda syariah yang
berhasil di keluarkan oleh WH adalah Perda larangan prostitusi dan larangan
penjualan minuman beralkohol.
Prostitusi merupakan kesenjangan sosial dalam ekonomi, sosial dan
lingkungan dalam Islam sendiri ada pengertian muamalah merupakan hukum
syariah atau undang-undang yang berkaitan dengan duniawi serta transaksi bisnis
dan ekonomi, karena prostitusi merupakan transaksi jual-beli sehingga
menghasilkan uang (ekonomi) dalam syariah merupakan muamalah yaitu
transaksi yang mencangkup jasa dan uang sebagai alat tukar.
Prostitusi juga merupakan sebuah kebobrokan moral atau akhlak manusia,
karena Rosulullah telah bersabda “sebaik-baiknya orang yang beriman adalah
orang yang paling baik akhlaknya” dari pernyataan tersebut dapat menjadi acuan
kita bahwa akhlak merupakan salah satu syarat mutlak dalam beragama,
bagaimana mungkin jika seseorang yang mengaku beragama tetapi dalam
kehidupan sehari-harinya tidak menunjukan akhlak yang baik.
51
Wawancara Pribadi dengan, jazuli Ahmad, Timses WH-Arif Kota Tangerang, pada 6
Juli 2019.
39
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PROSES
PEMBUATAN PERATURAN DAERAH
Pada bab ini menulis akan menguraikan lokasi umum Kota Tangerang yang
menjadi lokasi penelitian, mulai dari kondisi geografis Kota Tangerang, arti
lambang serta visi dan misi Kota Tangerang, latar belakang pembuatan Perda No
8 Tahun 2005, proses pembuatan Perda serta beberapa kebijakan yang berdimensi
syari’ah di Provinsi Banten.
A. Gambaran Umum Kota Tangerang
A.1. Kondisi Fisik dan Wilayah Kota Tangerang
Kota Tangerang memiliki wilayah seluas 164,593 km2 termasuk luas Bandara
Soekarno-Hatta yang memiliki luas 16,069 km2 yang berjarak sekitar 60 km dari
Ibukota Provinsi Banten dan sekitar 27 km dari DKI Jakarta. Kota Tangerang
memiliki 13 Kecamatan yaitu, Kecamatan Ciledug dengan luas 8,279 km2,
Larangan dengan luas 9,397 km2, Karang Tengah dengan luas 10,474 km
2,
Cipondoh dengan luas 17,91 km2, Pinang dengan luas 21,59 km
2, Tangerang
dengan luas 15,785 km2, Karawaci dengan luas 13,475 km
2, Jatiuwung dengan
luas 14,406 km2, Cibodas dengan luas 9,61 km
2, Periuk dengan luas 9,543 km
2,
Batuceper dengan luas 11,583 km2, Neglasari dengan luas 16,077 km
2 dan
Kecamatan Benda dengan luas 5,919 km2.
Secara topografi, Kota Tangerang yang sebagian wilayahnya berada pada
ketinggian 10 – 30 m dpl di atas permuakaan laut, sedangan bagian utara dari
Kota Tangerang yang meliputi Kecamatan Benda memiliki ketinggian antara 0 -1-
40
m dpl. Kota Tangerang juga memiliki daerah-daerah yang mempunya ketinggian
> 30 m dpl yaitu pada bagian selatan yaitu Kecamatan Ciledug dengan Kelurahan
Peninggilan Utara, Parung Serab, Tajur dan Kelurahan Sudimara Pinang
(Kecamatan Cipondoh).52
Kota Tengerang pada tahun 2010 tercatat memilki 1.888.466 jiwa dengan
jumlah rumah tangga sebanyak 39.302 rumah tangga dan sex ratio sebesar 104,3
artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 104,3 penduduk laki-laki.
Sedangkan untuk usia sekolah pada tingkat Sekolah Dasar (SD) usia 7-12 tahun
dan usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) usia 13-15 tahun, sedangkan Sekolah
Menengah Atas (SMA) usia 16-18 tahun cenderung mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya, penurunan tersebut diperkirakan karena
berkurangnya tamatan SMP.
Kota Tangerang merupakan daerah padat penduduk karena tiap kilometer
persegi dihuni rata-rata oleh 902,4 jiwa, dimana terdapat, pada Kecamatan
Larangan yang merupakan Kecamatan yang paling tinggi dihuni dengan jumlah
13,718 jiwa/ km2. Jika dilihat dari kelompok umur ternyata jumlah penduduk
dominan adalah pada usia produktif yaitu antara umur 15-64 tahun.
Kota Tangerang merupakan Kota yang terletak di sebelah Timur DKI Jakarta
dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.
Karena posisinya yang sangat strategis berada di antara ibukota DKI Jakarta dan
Kabupaten Tangerang, sesuai dengan instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976
tentang pengembangan Jabodetabek yaitu Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi,
52
https://TangerangKota.go.id/, diakses pada 4 Februari 2019.
41
Tangerang. Kota Tangerang masuk dalamsalah satu daerah penyangga Ibukota
DKI Jakarta.
Posisi Kota Tangerang tersebut menyebabkan perkembangan
pertumbuhannya sangat pesat, hingga pada salah satu wilayah Kota Tangerang
dijadikan sebagai bagian dari kegiatan Ibukota DKI Jakarta. Di sisi lain, Kota
Tangerang bisa dijadikan sebagai daerah kolektor dari perluasan wilayah
Kabupaten Tangerang karena sumber daya alamnya yang masih produktif. Secara
administrasi Kota Tangerang terbagi dalam 13 Kecamatan yang setiap Kecamatan
terdiri dari 104 Kelurahan, 915 Rukun Warga (RW) dan 4.376 Rukun Tetangga
(RT). Dengan banyaknya jumlah penduduk dan berbagai pemeluk agama menurut
kesbangpol ada 55 Ormas yang terdaftar di Kota Tangerang.53
Dengan 3 Ormas
Islam terbesar yaitu NU sebanyak 80%, Muhammadiyah 75%, dan FPI 67%.54
A.2. Visi dan Misi Kota Tangerang
Untuk mewujudkan Kota yang semakin maju, Kota Tangerang memiliki
beberapa visi yaitu: tewujudnya Kota Tangerang yang maju, serta Kota yang
mandiri serta sejahtera dan tercapainya masyarakat akhlakul karimah.55
Untuk mewujudkan visi tersebut Kota Tangerang memiliki misi yaitu:
mewujudkan tata pemerintahan yang baik, akuntabel, dan transparan didukung
dengan struktur birokrasi yang berintegritas, kompeten, dan profesional,
meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat agar berdaya saing tinggi,
53
Tangerangnews.com/Kota-Tangerang55-Ormas-di-Kota-Tangerang, diunduh pada 4
Feburuari 2019.
54https://www.google.co.id/amp/s/nasion.al.tempo.co/amp/841363/jumlah-Ormas-Islam-
di-Kota-Tangerang, diakses pada 4 Februari 2019. 55
https://TangerangKota.go.id/, diunduh pada 4 Januari 2019.
42
serta membuat pendidikan yang berkualitas untuk masyarakat, kesehatan, dan
menjamin kesejahteraan sosial. Untuk memiliki masyarakat yang mempunyai
daya saing tinggi di era globalisasi pemerintah seharusnya dapat meningkatkan
pembangunan sarana perkotaan yang memadai serta berkualitas dan mewujudkan
pembangunan dan berkawasan lingkungan yang bersih, sehat, dan
nyaman.56
Sehingga warganya mendapatkan tempat yang nyaman dan tumbuh
dalam lingkungan yang baik.
C. Latar Belakang Pembuatan Perda
Untuk mewujudkan visi dan misi Kota Tangerang untuk menjadikan
masyarakat yang berakhlakul karimah pemerintah Kota Tangerang membuat
peraturan atau undang-undang yang harus di taati dan di ikuti oleh setiap
masyarakatnya. Karena untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik ada sebuah sarana
untuk mencapai tujuan bersama.
Salah satu tujuan serta visi dan misi Kota Tangerang, adalah menjadikan
masyarakat Kota Tangerang yang berakhlakul karimah atau masyarakat yang
memiliki akhlak mulia, untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki akhlak
mulia dapat dicerminkan melalui kualitas hubungan antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan manusia. Akhlak yang mulia dapat dijadikan sebagai
landasan etika dan moral dalam bermasyarakat, serta pahamanan dan pengalaman
beragama serta spiritual dapat menjadi faktor pendukung terwujudnya Kota
Tangerang yang berakhlakul karimah serta dapat mewujukan Kota Tangerang
56
https://TangerangKota.go.id/, diunduh pada 4 Januari 2019.
43
sebagai Kota yang religius, demokratis, serta berkualitas dalam kehidupan
jasmani dan rohani.
Jika praktek prostitusi yang terjadi di Kota Tangerang dibiarkan secara terus
menerus hal tersebut akan tidak sejalan dengan visi dan misi Kota Tangerang
yang ingin menjadikan masyarakatnya yang berakhlakul karimah dan dianggap
hanya sebagai wacana. Salah satu cara pemerintah Kota Tangerang dalam
mewujudkan masyarakat yang berakhlakul karimah adalah dengan membuat
beberapa kebijakan yang bernuansa syariah, salah satunya adalah Perda No 8
Tahun 2005 tentang larangan praktek prostitusi untuk mengatasi permasalahan
sosial yang ada di Kota Tangerang terbukti di sepanjang tahun 2018 terjadi 72
kasus yang di dominasi dengan kasus Perdagangan manusia dan prostitusi
online.57
Dengan dibuatnya Perda tersebut diharapkan mampu mewujudkan cita-
cita Kota Tangerang yang ingin menjadikan Kota yang berakhlakul karimah.
Dalam Perda No 8 Tahun 2005 melarang setiap orang, baik individu maupun
kelompok mendirikan dan menyiapkan tempat praktek pelacuran, serta melarang
individu atau kelompok yang perilaku dan sikapnya mencurigakan dan dapat
menimbulkan anggapan bahwa ia sedang melakukan kegiatan pelacuran dilarang
berada dijalan umum, rumah, penginapan, tempat hiburan dan lainya.
Penanggulangan permasalahan prostitusi merupakan hal yang kompleks,
karena prostitusi sendiri menyangkut kehidupan manusia yang disebabkan dari
berbagai aspek seperti, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pemberantasan
57
Ega Alfreda, sepanjang 2018 ada 72 kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota
Tangerang,https://www.google.co.id/amp/jakarta.tribunnerws.com/amp/2018/10/22/sepanjang-
2018-ada-72-kasus-kekerasan-anak-dan-perempuan-di-Kota-Tangerang, diunduh pada 5 Februari
2019.
44
pelacuran cukup rumit karena bersangkutan dengan sikap dan mental seseorang
sehingga harus dilakukan secara professional dengan rencana yang matang dan
kegiatan yang terfokus.
Peraturan Daerah Kota Tangerang No 8 Tahun 2005 tentang larangan
pelacuran terdiri dari 658
(enam) bab yaitu:
1. Bab 1, pasal 1, tentang ketentuan umum, ketentuan umum yaitu,
1. Daerah adalah Kota Tangerang.
2. Pemerintah daerah adalah pemerintah Kota Tangerang.
3. Pelacuran adalah hubungan seksual di luar nikah pernikahan yang
dilakukan oleh pria dan wanita baik di hotel, restoran, tempat hiburan
atau lokasi pelacuran atau ditempat lain dengan tujuan mendapatkan
imbalan jasa.
4. Tim adalah tim yang dibentuk dengan keputusan wali kota yang
keanggotaanya terdiri dari dinas/instansi dan pihak terkait.
5. Pelarangan adalah suatu yang tidak di perbolehkan atau
diperkenankan.
6. Pelacur adalah setiap orang wanita yang menjual diri kepada umum
untuk melakkan hungan seksual di luar pernikahan.
7. Hubungan seksual adalah hubungan perkelaminan antara dua jenis
kelamin yang berbeda atau yang sama.
2. Bab II, pada pasal 2 tentang pelarangan
58
Http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/id/2005/kotatangerang-8-2005, diakses pada
21 Januari 2019.
45
1. Setiap orang di daerah baik sendiri ataupun bersama-sama dilarang
mendirikan atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/orang
untuk melakukan pelacuran
2. Siapapun di daerah dilarang baik secara sendiri ataupun bersama-sama
untuk melakukan perbuatan pelacuran
3. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat a dan b pada pasal ini
berlaku juga ditempat-tempat hiburan, hotel, penginapam atau tempat
lain,
3. Bab III, pasal 3 tentang penindakan dan pengendalian.
1. tentang penindakan dan pengendalian. Diatur dalam pasal 5 hingga
pasal 7, yaitu penindakan dan pengendalian terhadap Peraturan Daerah
ini dilakukan oleh wali kota atau pejabat yang ditunjuk dan pasal 8
mengenai partisipasi masyarakat.
2. Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga
menimbulkan suatu anggapan bahwa mereka pelacur dilarang berada
di jalan, jalan umum, dilapangan, dirumah penginapan, losmen, hotel,
asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat
hiburan, gedung tempat tontonan, di sudut-sudut jalan, di lorong atau
tempat lain di daerah
3. Siapapun dilarang bermesraan, berpelukan atau berciuman dan
mengarah pada hubungan seksual, baik ditempat umum atau ditempat-
tempat yang kelihatan oleh umum.Bab V, tentang ketentuan penyidik,
diatur dalam pasal 10 sampai pasal 12 yaitu, selain pejabat penyidik
46
umum dapat juga dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil
dilingkungan pemda sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Bab IV, tentang ketentuan pidana.
1. Barang siapa yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1 dan ayat 2
peraturan daerah ini dilakukan oleh penyidik umum atau Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) diancam kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 15.000.000,-
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah
pelanggaran.
5. Bab V, tentang penyidikan
Pasal 10 penyidikan atas pelanggaran sebagaimana yang dimaksud pada
pasal 9 ayat (2) peraruran daerah ini dilakukan oleh penyidik umum
atau PPNS dilingkungan pemerintahan daerah yang pengangkatannya
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 11, penyidik PPNS sebagaimana yang dimaksud pada pasal 10
peraturan daerah ini mempunyai wewenang dan kewajiban
melaksanakan penyidikan sebagai berikut.
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang terhadap adanya
tindak pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan.
47
3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal tersangka.
4. Melakukan penyitaan benda atausurat.
5. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
6. Memanggil seseorang untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
7. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan
pemeriksaan perkara.
8. Menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari
penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti.
9. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Setelah mengetahui isi dari Peraturan Daerah Kota Tangerang No 8 Tahun
2005 tentang larangan melakukan prostitusi, penulis menyimpulkan bahwa Perda
tersebut masih rancu dalam penunjukan tempat-tempat yang dicurigai sebagai
praktek prostitusi, karena banyak sekali tempat-tampat yang penulis anggap
sebagai privasi tetapi dimasuki oleh masyarakat sehigga menimbulkan keresahan
bagi masyarakat sekitar.
48
D. Proses Pembuatan Perda
Gambar 3.1 Proses Pembuatan Kebijakan Publik Tingkat Lokal
Eksekutif (walikota)
Legislatif (DPRD)
LSM( tokoh masyarakat,
tokoh agama, perwakilan ormas,
wartawan)
Depdagri (Departemen Dalam
Negri)RAPERDA PERDA
Dalam proses pembuatan Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang
larangan pelacuran. Wali Kota Tangerang sebagai eksekutif memberikan
Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) dan lalu di serahkan kepada ketua
DPRD Kota lalu ketua DPRD memberitahu Rancangan pembentukan Perda
kepada semua anggota dan selanjutnya tugas DPRD membuat panitia khusus
(PANSUS) berjumlah 14 orang yang berasal dari berbagai fraksi yang telah
mendpatkan tugas khusus untuk membahas Perda yang telah diajukan oleh ketua
DRPD.
Setelah RAPERDA di bahas oleh pansus, diselenggarakan rapat paripurna
eksekutif (Wali kota) dan legislatif (DPRD) membahas rancangan Perda yang
telah diajukan melalui pertemuan khusus dan hearing dengan elemen masyarakat,
seperti LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat, perwakilan Ormas dan wartawan
49
dll. Setelah melakukan hearing Perda tersebut dirundingkan dengan Depdagri
dan bagian hukum Provinsi Banten. Setelah mencapai kesepakatan antara
eksekutif, legislatif dan elemen masyarakat maka selanjutnya legislatif (DPRD)
mengesahkan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) menjadi Perda yang
selanjutnya akan di sosialisasikan ke masyarakat.59
Itikad baik pemerintah Kota Tangerang untuk memperbaiki moral
masyarakatnya tidak hanya mendapatkan respon positif pemda juga mendapatkan
respon negatif dari kalangan yang tidak sepaham yang menganggap pemda
berupaya meneggakan syariat Islam, sehingga banyak sekali isu muncul yang
mendeskreditkan pemda Tangerang yang bertebaran di media massa agar
mencabut Perda larangan prostitusi60
.
Penyebab dari respon negatif masyarakat agar mencabut Perda larangan
prostitusi dikarenakan Perda tersebut dianggap mencederai perempuan, dan
karena Perda tersebut memberikan kewenangan pada Trantib untuk menangkap
dan mengamankan perempuan yang dianggap sebagai PSK. Banyak korban salah
tangkap terhadap perempuan baik-baik yang kebetulan pada saat itu pulang larut
malam seperti pulang berkerja, jika melihat sistem hukum individu atau kelompok
tidak boleh ditangkap hanya karena dilandasi oleh rasa curiga.
59
https://www.bphn.go.id/data/documents//Kota Tangerang-2009-6.pdf, diunduh pada 17
Februari 2019. 60
Chairil, Akhmad, Orang Kerdil Takut Islam Besar,diunduh pada 23 April 2019.
50
E. Perda Syari’ah Provinsi Banten
Tabel 3.1 daftar Peraturan Daerah yang bernuansa Syariah di Provinsi
Banten61
NO Daerah No Perda Isi Perda
1 Banten No 4/2004 Pengelolaan zakat
2 Pandeglang N0 4/2004 Tentang seragam sekolah SD,
SMP,SMU
3 Kota
Tangerang
No 7/2005 Tentang larangan penjualan
minuman beralkohol
4 Kota
Tangerang
No 8/2005 Tentang larangan pelacuran
5 Kab
Tangerang
No 24/2004 Tentang pengelolaan zakat, infaq
dan shodaqoh (ZIS)
6 Kota serang No 1/2006 Tentang ketentuan penyelenggaraan
wajib Madrasan Diniyah
Awwaliyah
7 Kabupaten
Serang
No 6/2002 Tentang pengelolaan zakat
8 Kota
Cilegon
No 9/2005 Tentang perusahaan BPR Sayariah
9 Cilegon No 4/2001 Tentang pengelolaan zakat, infaq
dan shodaqoh (ZIS)
10 Tangerang Agustus 2008 Surat edaran dariwali Kota
Tangerang tentang tentang
penutupan sementara jasa hiburan
selama bulan suci ramadhan
Dengan banyaknya jumlah Perda syariah di Provinsi Banten, tidak
memungkiri Kota Tangerang yang merupakan bagian dari Provinsi Banten ikut
mengeluarkan Perda sejenis. Perda-Perda syariah juga dikeluarkan dalam rangka
untuk menjaga moral masyarakat Kota Tangerang serta mewujudkan cita-cita
Gubernur Banten yang ingin menjadikan Banten sebagai Provinsi yang
berakhlakul karimah.
61
Qomaruzzaman, Daftar Perda Syariah di Indonesia, http://politikdanhukumkum.daftar-
Perda-syariah-Islam-berdasarkan.html, diunduh pada 23 Februari 2019.
51
BAB IV
PARTISIPASI ORMAS ISLAM DALAM PROSES PEMBUATAN DAN
IMPLEMENTASI PERDA NO 8 TAHUN 2005 KOTA TANGERANG
Dalam melakukan proses politik, Masyarakat tradisional terbatas, hanya
sampai golongan elit, sedangkan golongan kecil hanya sekedar dijadikan objek
oleh pemerintah dari kebijakan publik yang mereka buat.Tetapi, seiring
berkembangnya zaman masyarakat menjadi lebih maju dan lebih modern
sehingga mulai tumbuh rasa kesadaran ingin terlibat dalam kehidupan politik,
sehingga masyarakat bukan hanya sekedar menjadi objek politik oleh pemerintah
dari pembuatan kebijakan publik.
Pada bab ini penulis akan menganalisis bagaimana dan sejauh mana partisipasi
Ormas Islam dalam proses pembuatan Perda, serta bagaimana pandangan Ormas
Islam terhadap Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang dan bagaimana cara
Ormas dan pemerintah melakukan sosialisasi serta pengimplementasian Perda
tersebut.
A. PartisipasiOrmas Islam dalam Pembuatan Kebijakan Publik
Indonesia merupakan negara yang demokratis sehingga pemikiran dan konsep
partisipasi yang tertanam adalah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat
sehingga apa yang akan dibuat dan dilaksakan dalam perumusannya harus
melibatkan masyarakat sepenuhnya karena alasan negara demokratis inilah
sehingga yang akan di buat dan dirumuskan harus melibatkan masyarakat karena
aspirasi masyarakat harus tersampaikan sehingga dalam pemilihan DPRD tingkat
1 di Kabupaten/Kota masyarakat harus benar-benar memilih wakil mana yang
52
akan benar-benar menyuarakan aspirasi dan keinginan mereka, sehingga
partisipasi politik adalah penyelenggaraan pemilihan politik yang sah dimata
hukum yang dilakukan oleh masyarakat.62
Partisipasi politik yang dilakukan
masyarakat pada tingkat daerah yang bertujuan mempengaruhi pemerintah dalam
proses pembuatan kebijakan publik tingkat lokal
Kota Tangerang merupakan Kota yang memiliki 3 Ormas Islam yang
disegani yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam
(FPI), sehingga peran Ormas sendiri tidak bisa lagi di lihat dari sebelah mata
peran Ormas sendiri mulai diperhitungkan dalam pembuatan kebijakan publik.
1. Partisipasi Ormas Islam Muhammadiyah dalam proses pembuatan Perda
No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Muhammadiyah adalah Ormas yang paling tua diantara NU dan FPI,
Muhammadiyah sendiri terbentuk sejak 1912 yang sekarang memiliki kurang
lebih 50 juta anggota, tujuan utama dari berdirinya Muhammadiyah adalah untuk
mengembalikan proses dakwah yang diajarkan Rosulullah sehingga dapat
menghindari penyimpangan yang terjadi sering kali mengakibatkan pemahaman
yang bercampur-campur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan
adaptasi.63
Muhammadiyah menampilkan ajaran Islam yang bukan sekedar agama yang
bersifat pribadi dan statis tetapi juga ajaran yang bersifat dinsebagai sistem sistem
kehidupan manusia dalam segala aspek. Dalam pembentukanya,
62
Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1998),3. 63
Wawancara Pribadi Dengan, KH Abdurrahman, Ketua DPC Muhammadiyah Kota
Tangerang, pada 15 Maret 2019.
53
Muhammadiyahmenjadikan Al-Quran sebagai satu pedoman salah satunya pada
surat Ali Imran ayat 104:” Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang beruntung” ayat ini mengandung isyarat agar pergerakan umat Islam
dalam menjalankan dakwah secara terorganisasi.
Bukti bahwa Muhammadiyah memiliki massa yang dapat diperhitungkan di
Kota Tangerang yaitu dengan adanya beberapa pesantren, sekolah, perguruan
tinggi hingga rumah sakit seperti, Universitas Muhammadiyah Tangerang yang
merupakan salah satu universitas yang dibuat oleh Muhammadiyah dalam rangka
menjadikan generasi muda yang lebih berakhlak.
Dalam proses pembuatan kebijakan Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
ternyata Muhammadiyah sendiri khususnya Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota
Tangerang, tidak dilibatkan dalam proses hearing dengan elemen masyarakat
dalam pembahasan kebijakan publik, berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang
diberikan undangan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) untuk menghadiri, menurut
DPC Muhammadiyah KH. Abdurrahman dalam proses pembuatan kebijakan
publik Muhammadiyah biasanya akan di beritahukan oleh kader dari
Muhammadiyah bahwa ada Perda-Perda yang baru di sahkan.
Karena tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan publik tingkat
lokal Muhammadiyah hanya melakukan diskusi kepada kader Muhammadiyah
yang menjadi anggota legislatif di Kota Tangerang sendiri menurut KH.
Abdurrahman kader Muhammadiyah banyak yang menjadi DPRD Kota
Tangerang yang mayoritas berasal dari partai PAN (Partai Amanat Nasional), PPP
54
(Partai Persatuan Pembangunan), PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang masing-
masing berjumlah 3-4 orang dari perwakilan kader tersebutlah Muhammadiyah
dapat menyalurkan aspirasinya dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Dalam proses pembuatan kebijakan publik Muhammadiyah sangat
mengharapkan peran anggota legislatif khususnya anggota DPRD yang beragama
Islam menyalurkan aspirasi khusunya terhadap Perda syariah karena menurut KH.
Abdurrahman aturan Islam bukan hanya menguntungkan agama Islam tetapi
menguntungkan semua agama.
Sebagai organisasi yang mengusung pembaharuan atau modernisme dalam
Islam tetapi tetap pada paham tradisionalisme yaitu tetap menjunung nilai-nilai
Islam, Muhammadiyah merupakan Ormas Islam yang berkembang sampai saat
ini, saat ini Muhammadiyah sendiri memperluas geraknya seperti dalam bidang
politik, tetapi Muhammadiyah prinsip gerakannya yaitu tetap mengupayakan
kesejahteraan masyarakat Islam. Karena Muhammadiyah termasuk gerakan Islam
modern yang membuka diri terhadap perubahan kondisi masyarakat Islam pada
saat awal terbentuknya Muhammadiyah.64
2. Partisipasi Ormas Islam Nahdlatul Ulama (NU) dalam proses pembuatan
Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan Ormas yang berdiri sejak 1926, NU
memiliki peran yang penting diluar lembaga politik dan lembaga penyelenggara
negara karena NU sendiri memiliki banyak sekali massa di Kota Tangerang NU
terkenal dengan pendidikannya tidak berbeda jauh dengan Muhammadiyah NU
64
Intan Dwi Kemala, Gerakan Islam Literatur, (Jakarta: FIB UI, 2008), 60-64.
55
juga memiliki beberapa sekolah seperti pondok pesantren terpadu jabal nur.
Kekuatan NU bertumpu pada tiga tataran, yaitu pada paham Ahlussunnah wal-
jama’ah, nilai-nilai/tradisi dan lembaga-lembaga budaya mulai dari pesantren,
jaringan tardekat, serta jaringan struktur dan infrastruktur organisasi yang tersebar
di seluruh nusantara. Kekuatan NU sejauh ini masih aktiv sebagai penyangga
bangsa karena belakangan ini, lembaga pemerintahan mengalami kemerosotan
legitimasi karena sudah dianggap lemah dalam menjalankan tugas pokoknya
sehingga banyak sekali kepentingan invidu dan golongannya saja bukan pada
kepentingan masyarakat umum.65
NU yang merupakan organisasi keulamaan, yang berorientasi pada
masyarakat dan sebagai wujud dari ahlusunnah wal jama’ah yang selalu bersama
as-sawadul a’dzom (kelompok mayoritas) yang dalam hal ini adalah masyarakat
sehingga NU akan memperjuangkan aspirasi masyarakat. NU secara lantang akan
memperjuangkan kepentingan umum, dengan cara tarbiyatur ruhiyah (mendidik
dan menyirami rohani mereka) menurut NU cara yang terbaik untuk menyadarkan
orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kepentingan
golongannya saja kita harus menyadarkan dengan memberikan siraman rohani
agar mereka kembali sadar bahwa mereka adalah pilihan rakyat.66
Dalam proses pembuatan kebijakan publik NU sendiri selalu mengikuti
pemerintah atau ulil amri sedangkan untuk mencapai keinginan NU, dalam proses
pembuatan kebijakan publik NU mempercayai kader yang sekaligus anggota
65
Said Aqil Siroj, Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara Menuju Masyarakat
Mulamaddin, (Jakarta: LTN NU, 2015), 25. 66
Said Aqil Siroj, Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara Menuju Masyarakat
Mulamaddin, 28.
56
dewan yang menduduki jabatan sebagai DPRD yang sejumlah 5 orang.67
peran
NU hanya sebatas memberikan masukan terhadap Perda-Perda yang dikeluarkan
pemerintah agar tetap berpegang teguh pada pancasila.
Dalam proses pembuatan kebijakan publik biasanya pemerintah Kota
Tangerang mengundang perwakilan elemen masyarakat seperti, LSM, pengusaha,
tokoh agama dan Ormas, dalam proses hearing atau mendengarkan aspirasi
masyarakat kepada pemerintah dalam proses dan usulan pembuatan kebijakan
publik biasanya ada 3-4 perwakilan yang diundang dalam proses pembuatan
kebijakan publik. Biasanya Perwakilan Wilayah Nahhdlatul Ulama (PWNU)
sendiri dalam proses hearing tersebut NU hanya sekedar mendengarkan karena
NU sendiri sudah memiliki kader yang ada dalam DPRD sehingga semua aspirasi
NU bisa di sampaikan oleh kader NU yang berada dalam pemerintahan.
3. Partisipasi Ormas Islam Front Pembela Islam (FPI) dalam proses
pembuatan Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi Islam yang dibentuk pada
17 Agustus 1998, organisasi ini di pimpin oleh Habib Muhammad Rizieq Shihab
dibentuk dengan tujuan menjadi wadah antara ulama dan umat dalam menegakan
Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar ,FPI merupakan kelompok Islam fundamentalis
yaitu Islam yang dalam pemahaman dan prakteknya berpedoman pada yang asasi,
jadi pada dasarnya kelompok Islam fundamentalisme adalah kelompok yang sikap
dan pandanganya berpedoman pada hal-hal yang dasar dan yang pokok dalam
67
Wawancara Pribadi Dengan, Bapak Ezul PC NU, Kota Tangerang, pada 16 Maret 2019.
57
Islam dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan serta teknologi.68
Sehingga
menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang menerima modernitas tetapi
tidak meninggalkan pedoman umat Islam yaitu Alquran.
Dalam wawancara pribadi dengan KH. Hambali Mulyadi FPI sangat
mendukung adanya Perda larangan pelacuran di Kota Tangerang karena melihat
realita sekarang banyak nya tempat hiburan malam yang ada di Kota Tangerang
serta banyaknya laki-laki hidung belang yang melakukan praktik prostitusi dan
mereka tidak lagi malu seolah-olah prostitusi sudah menjadi hal yang biasa.
Karena pembuatan Perda larangan pelacuran merupakan langkah yang positif
karena tindakan prostitusi tidak dibenarkan oleh semua agama.69
Dalam proses pembuatan kebijakan publik FPI, memiliki peran karena
menurut KH. Hambali Mulyadi, FPI selalu diundang dalam proses pembuatan
kebijakan publik perwakilan FPI sendiri dihadirkan sebanyakan 3-6 orang dalam
sekali pertemuan karena FPI sendiri merupakan Ormas Islam yang sangat sensitiv
terhadap Undang-Undang dan Perda yang akan dibuat oleh pemerintah.70
Partisipasi FPI dalam proses pembuatan kebijakan publik biasanya hanya
mendengarkan undang-undang dan Perda yang telah dibuat oleh pemerintah untuk
disepakati bersama, karena menurut FPI Perda syariah tidak boleh berbenturan
dengan Pancasila dan konsitutusi yang ada, karena FPI sendiri selalu mengawal
proses pembuatan UU dan Perda yang akan disahkan oleh pemerintah.
68
Abuddin Natta, Peta keberagaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001), 16. 69
Wawancara Pribadi Dengan, KH. Hambali Mulyadi, Ketua DPP Front Pembela Islam
Kota Tangerang, pada 14 Maret 2019. 70
Wawancara Pribadi dengan, KH.Hambali Mulyadi, Ketua DPP Front Pembela Islam
Kota Tangerang, pada 14 Maret 2019
58
FPI sendiri tidak melibatkan aktor lain dan relasi dalam pembuatan kebijakan
publik karena FPI sendiri merupakan Ormas yang sangat sensitiv sehingga
pendapat FPI cukup diperhitungkan sehingga sampai saat ini masukan yang di
usulkan FPI selalu mendapat tempat di pemerintah, sedangkan untuk
mempertahankan pendapat FPI, FPI biasanya melakukan lobbying orang-orang
yang mereka anggap sejalan dengan keinginan mereka sehingga pendapat mereka
dapat di dengarkan.71
Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Ormas Islam dan pembuatan dan
Implementasi kebijakan publik
NO Ormas Islam Menghadiri Melakukan sosialisasi
1 Muhammadiyah TIDAK IYA
2 Nahdlatul Ulama IYA IYA
3 Front Pembela
Islam
IYA TIDAK
Sumber: Diolah dari data hasil wawancara dengan narasumber
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis dengan ketiga Ormas Islam dapat
disimpulkan dengan berupa tabel di atas, dari tabel tersebut kita mengetahui
Ormas yang diundang atau menghadiri dalam proses pembuatan kebijakan publik
adalah Ormas IslamNahdlatul Ulama (NU) dan Ormas Front Pembela Islam (FPI)
sedangkan Muhammadiyah tidak menghadiri atau tidak diundang dalam
pembuatan kebijakan publik Kota Tangerang.
71
Wawancara Pribadi dengan, KH. Hambali Mulyadi, Ketua DPP Front Pembela
IslamKota Tangerang, pada 14 Maret 2019
59
Ormas yang ikut melakukan sosialisasi terhadap Perda No 8 Tahun 2005
tentang larangan melakukan praktek prostitusi hanya Ormas Nahdlatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah kedua Ormas tersebut melakukan sosialisasi dengan
cara menyelipkan Perda No 8 Tahun 2005 di dalam kegiatan rutin mereka seperti
tahlilan, hari santri nasional, maulid Nabi dan pengajian mingguan.
B. Implementasi Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Dalam pembuatan kebijakan publik tentu pemerintah membutuhkan feedback
dari masyarakat, karena penulis membahas Ormas Islam dalam hal ini bagaimana
cara Ormas Islam dan pemerintah dalam mengimplementasikan dan meleakukan
sosialisasi kepada masyarakat tentang Perda No 8 Tahun 2005 tentang larangan
pelacuran serta bagaimana pendapat Ormas Islam mengenai Perda tersebut.
Menurut Ormas Islam Perda larangan pelacuran merupakan Perda yang
memang sudah seharusnya ada dan wajib ditaati oleh masyarakat, dari hasil
wawancara dengan para tokoh Ormas Islam penulis menyimpulkan bahwa semua
Ormas dalam pengimplementasian Perda larangan pelacuran sangat siginifikan,
karena Islam sendiri sangat melarang perbuatan zina bahkan semua agama tidak
ada yang membenarkan perbuatan zina.
Dalam pengimplementasian Perda larangan pelacuran Muhammadiyah
sebagai Ormas Islam tertua secara rutin menggelar pengajian dan melakukan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa di Kota Tangerang sendiri sudah terdapat
60
Perda larangan pelacuran dan sudah ada hukum yang akan menindak jika
masyarakat masih melakukan perbuatan prostitusi tersebut.72
Muhammadiyah menganggap dengan di sosialisasikan secara rutin lewat
pengajian yang dilakukan Muhammadiyah masyarakat diharapkan lebih mentaati
hukum yang ditelah di buat oleh pemerintah, karena dalam agama sudah jelas
dilarang.
Jika Muhammadiyah dengan cara melakukan pengajian berbeda dengan
Nahdlatul Ulama (NU) hasil wawancara dengan KH. Bunyamin Perda syariah
merupakan PerdaIslam yang sebenarnya dalam ajaran Islam sudah ada larangan-
larangan, untuk melakukan tindakan tersebut NU hanya mengingatkan kepada
masyarakat lewat hari santri nasional, maulid Nabi dan tahlilan bahwa di Kota
Tangerang sudah ada Perda yang mengatur tentang larangan prostitusi dan sudah
ada pasal serta hukuman yang akan di terima bagi yang melakukan praktek
prostitusi di Kota Tangerang.73
Berbeda dengan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yang melakukan
sosialisasiPerda larangan pelacuran melalui kegiatan rutin yang sudah menjadi
agenda Ormas tersebut.FPI berbeda pendapat, menurut KH. Hambali Mulyadi FPI
tidak bertugas untuk malakukan sosialisasi, sosialisasi Perda merupakan tugas
pemerintah sehingga Ormas tidak diwajibkan untuk melakukan sosialisasi74
Praktek prostitusi yang berpotensi merusak nilai madani yang telah tertanam
dan bahkan menjadi visi dan misi Kota Tangerang, sehingga pemerintah
72
Wawancara pribadi dengan, KH. Abdurrahman, DPC MuhammadiyahKota Tangerang,
15 Maret 2019. 73
Wawancara Pribadi dengan, Bapak Ezul PC NU Kota Tangerang, 16 Maret 2019. 74
Wawancara Pribadi dengan, KH Hambali Mulyadi, DPP FPI Kota Tangerang, 15 Maret
2019.
61
memberikan solusi pada persoalan dengan mengeluarkan Perda larangan
pelacuran. Tetapi pada kenyataanya masih ada beberapa faktor yang menjadikan
Perda ini belum berjalan optimal dalam pengimplementasiannya yang
mengakibatkan semakin menjamurnya aktivitas penyakit masyarakat seperti
pelacuran dan akan adanya pergeseran antara nilai dan keyakinan yang akan
mengakibatkan hilangnya moral setiap individu dari berbagai aspek kehidupan.
Menurut George Charles Edward dalam Sahya Anggara implementasi masuk
dalam tahapan proses penyusunan kebijakan publik, yang ada diantara tahapan
penyusunan kebijakan dan hasil serta konsekuensi yang timbul akibat dari
kebijakan tersebut (ouput, outcome), tahap implementasi terdiri atas beberapa
tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pendanaan, tahap pengorganisasian, tahap
pengangkatan dan tahap pemecatan karyawan serta tahap negoisasi.75
Dalam implementasi Perda larangan pelacuran dilaksanakan oleh beberapa
instansi dalam pemerintah yaitu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol pp) dan dinas
sosial Kota Tangerang yang memiliki peranan penting sebagai implementator
Perda larangan pelacuran, fungsi Satpol pp sebagai penindak atau eksekutor di
mana dalam pelaksanaanya Satpol pp memiliki wewenang untuk menindak
adanya praktek prostitusi atau setiap aktivitas pelacuran, apabila terjadi praktek
prostitusi Satpol pp akan membawa para pekerja sex komersial (PSK) untuk di
bina di rumah singgah, tetapi dalam Perda No 8 Tahun 2005 bab IV pasal 9 No 1
75
Dr. Sahya Anggara, M.Si, Kebijakan Publik, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2014),
249.
62
bahwa para PSK akan diancam kurungan maximal 3 bulan penjara dan denda
maximal Rp. 15.000.000.00 (Lima Belas Juta).76
C. Permasalahan Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang
Perda syariah Kota Tangerang menarik untuk diteliti, karena Perda ini
dikeluarkan oleh kepala kepala daerah yang bukan berasal dari partai politik
(Parpol) Islam, yang kita ketahui Wahidin Halim (WH) merupakan kader dari
parpor golkar, golkar merupakan partai sekuler yang kepala daeranya
mengeluarkan Perda syariah. Konsep negara yang umumnya berkemang hingga
sekarang terdiri atas negara sekuler dan negara teokratis, konsep dari negara
sekuler adalah memisahkan antara urusan agama dan negara serta memberikan
kewenangan pengaturan agama kepada masing-masing individu.
Berbanding terbalik dengan konsep negara sekuler, adalam negara teokrasi,
agama menjadi pemegang kendali seutuhnya dalam negara. Indonesia bukan
negara sekuler dan bukan negara teokrasi, demokrasi merupakan basis utama
pemerintahan Indonesia yaitu pemerintah dipilih oleh rakyat untuk rakyat dan
bertujuan untuk mewakili kepentingan rakyat. Perda syariah bukanlah seutuhnya
hasil dari perjuangan para kader partai Islamis yang berupaya untuk memisahkan
diri dari tradisi sekuler Indonesia.
Para politikus yang berafiliasi dengan partai sekulerlah yang justru
merancang hingga menerapkan Perda syariah di daerah-daerah, golkar yang
76
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/Id/2005/Kota Tangerang-8-2005.pdf, diakses
pada 13 April 2019.
63
berjaya pada pemilu 2004, menang dengan suara mayoritas dalam pembahasan
Perda syariah di empat kabupaten.77
WH memilih Perda syariah karena menurut WH, agama dan politik dua hal
yang berkesinambungan, ketika dominan muncul isu agama dalam pergaulan
sosial ditengah masyarakat, politik akan menyambut dan menjualnya kembali agar
menarik perhatian masyarakat secara tidak langsung akan membuat penambahan
suara dalam pemilihan78
, dalam pemilihan umum demokratis yang memunculkan
tekanan baru bagi elit yang berkuasa untuk memobilisasi dan membuat struktur
wilayah pemilihan, oleh karena itu membuka peluang baru bagi pegiat Islamis
untuk mempengaruhi politik.
Menurut Dr. Buehler, peningkatan Perda syariah disebabkan oleh demokratis
yang membuat partai-partai Islam yang tidak memiliki kelembagaan yang baik,
dinamika politik baru telah mendorong politikus sekuler menerbitkan Perda
syariah, keterbelakangan partai di tingkat subnasional telah membawa para
politikus mencari basis alternatif kearah kekuasaan, yaitu basis yang memasok
prasarana politik, seperti tim kampanye dan akses elektorat.79
Dalam bukunya Buehler mencatat bahwa, 7 dari 33 provinsi dan 51 dari
sekitar 510 kabupatem mengadopsi sekurang-kurangnya satu Perda syariah dari
tahun 1999 hingga 2009, di DPRD di semua provinsi yang paling paling
menyuarakan perda syariah berasal dari fraksi golkar dan PDIP, golkar sendiri
77
Michael, Buehler, The Politics Of Shari’a Law: Islamic Activist and The State in
Democratic Indonesia, (Cambridge: United Kingdom, 2016), 11. 78
Wawancara Pribadi dengan, jazuli Ahmad, Timses WH-Arif Kota Tangerang, pada 6
Juli 2019. 79
Michael, Buehler, The Politics Of Shari’a Law: Islamic Activist and The State in
Democratic Indonesia, (Cambridge: United Kingdom, 2016), 25.
64
berjaya pada pemilu 2004, menang suara mayoritas dalam pembahasan rancangan
Perda syariah, dan yang lebih menarik ternayata walikota Makasar Ilham Arief
Sirajudin, yang merupakan mantan anggota partai golkar sudah lebih dulu
mengeluarkan Perda syariah.
WH yang merupakan kader golkar tidak memungkiri penerapan Perda syariah
turut memasok sarana bagi politikus golkar untuk mengakumulasi uang yang
dibutuhkan, beberapa Perda Syariah menciptakan de facto monopoli atas
distribusi alkohol, jadi tujuan dari WH mengusung Perda syariah berbeda dengan
ideologi partainya, dikarenakan mayoritas dari warga Kota Tangerang beragama
Islam tidak dipungkiri isu agama sangat mudah untuk menaikan pamor sehingga
perolehan suara akan mudah di dapatkan. Proses Islamisasi yang mendorong
berjamurnya Perda syariah di Indonesia di gerakan oleh aktor atau kelompok di
luar partai Islamis.
Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang, merupakan perda larangan
prostitusi yang menyebabkan permasalahan di Kota Tangerang, karena banyaknya
aduan dari berbagai elemen masyarakat dan korban salah tangkap yang
diakibatkan karena berlakunya perda tesebut, membuat penulis ingin mengetahui
bagaimana regulasi pemberian hukuman bagi seseorang yang dianggap/sebagai
PSK.
Dalam Perda No 8 Tahun 2005 pada pasal 11 ayat 1 di sebutkan, tahapan
dalam penangkapan Perda No 8 Tahun 200580
yaitu:
80
Http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/id/2005/kotatangerang-8-2005, diakses pada
21 Januari 2019.
65
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang terhadap adanya tindak
pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan.
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penyitaan beda atau surat.
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
f. Memanggil seseorang untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi.
g. Mendatangkan seorang ahli yang berhubungan dengan pemeriksaan
perkara.
h. Menghentikan penyidikan setelah mendapatkan petunjuk dari penyidik
umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindakan pidanadan selanjutnya melalui penyidik umum,
tersangka atau keluarganya;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam Perda No 8 Tahun 2005 pada pasal diatas sudah disebutkan
bagaimana prosedur penangkapan yang seharusnya tetapi pada realita
dilapangan para Trantib main hakim sendiri, sehingga kasus salah tangkap bukan
hanya terjadi sekali tetapi sudah tiga kali kurun dalam kurun waktu hingga 2017
66
hingga membuat elemen masyarakat geram, dan beranggapan perempuan yang
keluar malam dianggap mencari nafkah secara tidak halal.
Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam (FPI),
merupakan 3 Ormas yang menjadi fokus peneliti, yang menarik dari ketiga
Ormas tersebut adalah Nahdlatul Ulama yang kita ketahui NU merupakan
Ormas modernis yang cenderung menolak perda syariah dan diskriminatif, tetapi
dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan PC (Pimpinan Cabang) NU
Kota Tangerang, NU Kota Tangerang menyetujui Perda syariah Kota
Tangerang, alasanya karena Perda larangan prostitusi merupakan Perda yang
mengikat moral masyarakat, NU sendiri dalam penolakan Perda syariah
memiliki kriteria dan batasan karena ada beberapa Perda yang menurut NU
masih dalam tahap masuk akal, dan apabila perda tersebut sudah cenderung pada
diskriminatif NU akan menolak keras contohnya seperti Perda syariah yang ada
di Tasikmalaya.81
81
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Ezul, PC NU Kota Tangerang. Pada 05 Juli 2019.
67
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini penulis menjelaskan kesimpulan partisipasi Ormas Islam dalam
pembuatan kebijakan publik serta bagaimana cara Ormas Islam melakukan
sosialisasi Perda No 8 Tahun 2005 kepada kader dan masyarakat serta bagaimana
Ormas dan pemerintah mengimplementasikan Perda tersebut, agar tidak ada lagi
kasus salah tangkap.
A. KESIMPULAN
Bentuk partisipasi politik omas Islam dalam proses pembuatan kebijakan
publik tingkat lokal pada Perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang
pelanggaran prostitusi.
1. Bentuk partisipasi politik yang dilakukan Ormas Islam dalampengambilan
kebijakan publik adanya tahap hearing atau dengar pendapat dalam tahap
ini Ormas yang merupakan bagian dari elemen masyarakat diharapkan
menyuarakan segala aspirasi sehingga tidak ada lagi kebijakan yang
menguntungkan segelintir orang, tetapi pada faktanya dalam pembuatan
kebijakan publik tingkat lokal keadiran Ormas hanya sebagai pelengkap,
karena pada akhirnya pendekatan personal tetap akan menjadi cara yang
paling ampuh
2. Dalam membangun relasi dengan pemerintah Ormas Islam hanya dibantu
oleh kader yang menduduki jabatan dalam pemerintahan agar dapat
menyalurkan aspirasi Organisasinya. Dalam buku organisasi-organisasi
modern, Pada tahap pembuatan kebijakan publik tingkat lokal partisipasi
68
Ormas sekedar memberikan masukan, dari hasil penelitian penulis ketiga
Ormas Islam dalam pembuatan kebijakan publik masih jauh dari kata
memuaskan karena tidak dilakukan secara mendalam dan hanya sekedar
memberikan masukan. Karena untuk berperan secara maksimal
membutuhkan sebuah institusi yang terkonsolidasi, kuat dan mengakar agar
semua aspirasi dapat tersampaikan
3. Pemerintah dan Ormas Islam dalam pengimplementasian Perda larangan
prostitusi, pemerintah melakukan tindakan langsung bagi para pelaku
prostitusi dengan hukuman paling lama 3 bulan penjara dan denda
maximum RP. 15.000.000 dan juga pemerintah memberikan rumah singgah
untuk para pelaku prostitusi yang tertangkap untuk dilakukan pembinaan.
4. Para politikus yang berafiliasi dengan partai sekulerlah yang justru
merancang hingga menerapkan Perda syariah di daerah-daerah, golkar yang
berjaya pada pemilu 2004, menang dengan suara mayoritas dalam
pembahasan Perda syariah di empat kabupaten. WH memilih Perda syariah
karena menurut WH, agama dan politik dua hal yang berkesinambungan,
ketika dominan muncul isu agama dalam pergaulan sosial ditengah
masyarakat, politik akan menyambut dan menjualnya kembali agar menarik
perhatian masyarakat secara tidak langsung akan membuat penambahan
suara dalam pemilihan
5. Dampak positif dari Perda larangan pelacuran ini adalah pemerintah dapat
mengontrol dan mengikat moral masyarakat, agar masyarakat sendiri masih
69
berpegang teguh pada syariat Islam sehingga dengan diberlakukan Perda
tersebut dapat mencegah masyarakat.
6. Dampak negatifnya adalah, menurut penulis dalam pengimplementasian
Perda No 8 Tahun 2005 ini pemerintah masih rancu dalam memberikan
hukuman serta tempat-tempat yang dianggap krusial yang paling banyak
terjadi praktek prostitusi sehingga kasus main hakim sendiri tidak dapat
dihindari.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian penulis, tingkat partisipasi dan peran Ormas
Islam dalam pembuatan kebijakan publik tingkat lokal dalam Perda No 8 Tahun
2005 rata-rata tergolong rendah karena masih banyak Perda yang kurang
sosialisasi serta masih adanya Ormas yang tidak dilibatkan secara langsung dalam
proses pembuatan kebijakan publik, serta implementasi dari Perda No 8 Tahun
2005 yang masih dianggap kurang karena masih banyaknya laporan-laporan,
sedangkan dalam implementasinya terutama terhadap tempat-tempat yang sudah
disebutkan dalam Perda menurut penulis masih terlalu universal sehingga
menimbulkan keresahan dan kurangnya ruang privat.
Penulis menyarankan kepada Mahasiswa dan semua akademisi yang ada
dalam elemen masyarakat ikut berperan aktiv mensosialisasikan kepada
masyarakat luas bahwa kita sebagai masyarakat memiliki hak dan kewajiban
untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan mempengaruhi kebijakan publik
dari tingkat nasional maupun lokal, karena masyarakat memiliki hak untuk hidup
70
aman, tentran dan damai sehingga semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
akan dirasakan dampaknya secara langsung oleh masyarakat
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Fachry dan Bachtiar Effendy, 1986, Merambah Jalan Baru Islam, Jakarta, Mizan.
Anggara, Sahya, M.Si, 2014, Kebijakan Publik, Bandung, CV PUSTAKA SETIA,
2014.
Badarussyamsi. MA, 2015, FUNDAMENTALISME ISLAM Kritik atas Barat,
Yogyakarta, PT LKIS Printing Gemerlang.
Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama.
Buehler, Micheal, 2016, The Politics Of Shari’a Law: Islamic Activist and The State in
Democratic Indonesia, Cambridge, United Kingdom, 2016.
Etzioni, Amitai, 1982, Organisasi-organisasi Modern, Jakarta, UI dan Bradjaguna.
Diakses pada 28 Desember 2018 (https://books.google.co.id).
Gaffar, Afan, 1999,Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar. Diakses pada 5 Januari 2019 (http://nooks.google.co.id).
Hidayat, Komarudin dan Ahmad Gaus AF, 2005, Islam Negara&Civil Society gerakan
dan pemikir Islam kontemporer, Jakarta, Paramadina.
Kemala, Dwi, Intan, 2008, Gerakan Islam Literatur, Jakarta, FIB UI.
Mahasin, Aswab, 1996 Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Wacana antar Agama dan
Bangsa, Jakarta,Yayasan Festival Istiqlal. Diakses pada 10 Januari 2019
(https://books.google.co.id).
Natta, Abuddin, 2001,Peta keberagaman Pemikiran Islam di Indonesia, Jakarta, Raja
Grafindo Persada.
Prastyo, Hendro dan Ali Munhanif, 2008, ISLAM&CIVIL SOCIETY, Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama.
Putra, Fadillah, 2003 Paradigma Kritis dalam studi Kebijakan Publik,Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Prakoso, Djoko, 19995, Proses Pembuatan Peraturan Daerah dan Beberapa Proses
Penyempurnaanya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.
Schmandt, J. Henry, 2015, FILSAFAT POLITIK kajian Historis dari Zaman Yunani
Kuno sampai Zaman Modern, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
xvi
Soee, B. Uddin, S.H., M.Si, Sobirin, S, S, MSI, 2017Kebijakan Publik , Jakarta, Sah
Media.
Soejito, Irawan, 1998, Teknik Membuat Peraturan Daerah, Jakarta: Bina Akasara, 1998.
Suryana, Yayan, 2012, Tradisionalis dan Modernisme Islam di Indonesia: Kajian atas
Pemikiran Haji Ahmad Sanusi, Yogyakarta, Gapura Publishing.
TIM ICCE JAKARTA, 2003, Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, jakarta, Kencana, diakses pada 23 November 2018
(http://onesearch.id/record/IOS3.NADAR-060900000007486).
Yusuf, A, Muri, 2014,Metode penelitian Kutitatif, kualitatif&Penelitian Gabungan,
Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri.
Zainal, M. Anwar, 2008, Efektifitas Strategi Engagement dalam Melambangkan
suatu: Studi terhadap rewang Rembung Warga Peduli Anggaran) di Bantul,
Jakarta, Prakarsa.
Penelitian
Nurmalia, Lia, Mahasiswi Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dankeguruan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Kebijakan
Pendidikan di Kota Tangerang Studi kasus: periode walikota Wahidin Halim”,
2014.
Pauzia, Rizki, Mahasiswi Program Studi Pemikiran Politik Islam, Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Jurnal
HM,Sabid, 2012, “Rekonstruksi Fiqh Jinayah Terhadap Perda Syariat Islam”, Jurnal
ISLAMICA, 6(2):329-343.
Mudawan, Syaiful, 2012 “syari’ah fikih, hukum Islam: Studi Tentang Konstruksi
Pemikiran Keterampilan”,JurnalSyari’ahdanhukum, 40(11)Tahun:3.
Muhammad, Goenawan, 1994, “Perspektif pasca Modernisme atas Benturan-Benturan
Peradaban”, Jurnal Ulumul Qur’an, 1(1):10.
Santi, Sarah, 2006, “PerdaMaskulin: ketika perempuan dikriminalisasi (kasus Perda
No 8Tahun 2005 Kota Tangerang)”, Forum Ilmiah Indonesia.3(3):81.
xvii
Ulya, 2014, “Peran NU dan Muhammadiyah dalam Proses pengambilan Kebijakan
Publik”.Jurnal Penelitian,8(2):368-371.
Artikel Online
Alfreda, Ega, 2018, sepanjang 2018 ada 72 kasus kekerasan anak dan perempuan di
Kota Tangerang, diakeses pada 5 Februari 2019 (jakarta.tribunnewssepanjang-
2018-ada-72-kasus-kekerasan-anak-dan-perempuan-di-Kota-Tangerang).
Hmj, Tafsir, Hadist, Uin Bandung, 2015, Islam Tradisionalis, Modernis dan
Fundamentalis, diakeses pada, 25 Februari 2019, (https://www.google.go.Islam-
tradisionalis-modernis-dan-fundamentalis/amp).
Maldhini, 2019, Civil Society, diakses pada 25 Februari
2018,(academia/Civil_Society).
Pemerintah Kota Tangerang, 2012,jumlah Perda Syariah di Kota Tangerang, diakses
pada 14 Februari 2019, (https://www.google.co.id/amp/s/nasion.al.tempo/jumlah-
Ormas-Islam-di-Kota-Tangerang).
Qomaruzzaman, 2012, DaftarPerdaSyariah di Indonesia, diakses pada 23 Februari
2019, (http://politikdanhukumku.daftar-Perda-syariah-Islam-berdasarkan.html).
Detik, 2006, perdaTangerang yang kontroversialitu, diakeses pada 26 November
2018,(https://m.detik.com/news/berita/560707/inilahh-Perda-pelacuran-
Tangerang-yang-kontroversial-itu).
Wawancara
KH Abdurrahman, Ketua DPC Muhammadiyah Kota Tangerang, pada 15 Maret 2019.
BapakEzul PC NU, Kota Tangerang, pada 16 Maret 2019.
KH.HambaliMulyadi, Ketua DPP Front Pembela Islam Kota Tangerang, pada 14
Maret 2019.
Peraturan Daerah
Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang “laranganpelacuran”.
Peraturan Daerah No 7 Tahun 2006 tentang “ larangan Minuman Beralkohol”
LAMPIRAN
TRANSKIP WAWANCARA
Narasumber: KH. Abdurrahman (ketua DPC Muhammadiyah Kota Tangerang)
Peneliti: Selamat siang bapak, saya Siti Arpiah mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta jurusan ilmu politik, kebetulan saya sedang
menyusun penelitian dan penelitian saya berjudul, “Masyarakat
Madani dan Perda syariah” studi atas partisipasi ormas Islam dalam
pembuatan dan implementasi kebijakan publik perda No 8 Tahun
2005 Kota Tangerang tentang larangan prostitusi” kebetulan
Muhammadiyah salah satu ormas Islam yang ada dalam penelitian
saya bapak.
Narasumber: saya KH. Abdurrahman saya sendiri ketua DPC Muhammadiyah
Kota Tangerang, jadi pertanyaan adek seputar apa?
Peneliti: pertanyaan saya meliputi bagaimana partisipasi Muhammadiyah
dalam proses pembuatan kebijakan publik tingkat lokal serta cara
Muhammadiyah mengimplementasikan perda tersebut sih pak,
lebih ke seperti itu.
Narasumber: oke, bagaimana?
Peneliti: jadi, pertama menurut bapak sendiri apa perda syariah pak?
Narasumber: Perda syariah, syariah kn dalam bahasa arab Islam berarti perda
yang mengikuti ajaran Islam, ntah dari penerapannya, dasar
hukukmnya.
Peneliti: Muhammadiyah sendiri tau nggak sih pak kalau di Kota Tangerang
ini ada perda yang syariah, seperti perda No 8 Tahun 2005 Tentang
larangan prostitusi?
Narasumber: kalau Muhammadiyah tau sih saya sendiri tau, apalagi tentang
prostitusi yaa yang dalam agama saja sudah jelas-jelas dilarang.
Peneliti: jadi Muhammadiyah sendiri sudah mengetahui adanya perda
syariah ya pak? Lalu dalam pembuatan perda sendiri bagaimana
partisipasi dan peran Muhammadiyah pak?
Narasumber: kalo tau sih tau, tapi ketika pemerintah membuat kebijakan
contohnya kayak akhlakul karimah atau tentang larangan
pelacuran, kita di sini kan Cuma cabang ya dek, jadi kita gak
pernah denger kalau Muhammadiyah di libatkan langsung dalam
pembuatan perda, biasanya itu, biasanya yaa yang pasti ada
kemauan eksekutif yang di dukung legislatif biasanya di Tangerang
ini, anggota DPRD yang ada di Tangerang kelihatannya yang
mengarah pada kelompok muslim lebih banyak dan niatan mereka
untuk membuat perda-perda bernuansa syariah lebih kuat sekali,
saya disini waktu itu PAN wakilnya sekitar 4 orang terus di dukung
oleh PPP ketika itu memang PAN itu anak saya sendiri sebagai
komisinya dan yang PPP ada keponakan saya dia kuat sekali
agamanya, kemudian dari PKS juga seperti itu, jadi mungkin di
dominasi oleh kelompok muslim yang ada di DPRD Kota
Tangerang, jadi kalau Muhammadiyah mah saya belum denger
untuk dilibatkan dalam pembuatan perda itu.
Peneliti: berarti bapak sendiri belum pernah denger kalau Muhammadiyah
diundang oleh atau mendapatkan undangan oleh pemerintah dalam
proses hearing atau pendengaran aspirasi dalam proses pembuatan
perda pak?
Narasumber: kalau diundang sih saya tidak tau karena kn saya cabang ya, tapi di
daerah pun saya belum pernah mendengar kalau diundang dalam
proses pembuatan perda, tapi kalo di pusat kn biasanya kalo
Muhammadiyah ada tanwir tuh, tanwir biasanya mengeluarkan
rekomendasi atau surat pernyataan kepada pemerintah misalnya
masalah miras, pelacuran yang saya denger nih, untuk daerah dan
cabang saya blm pernah denger ada atau nggak yaa
Peneliti: bapak kan sudah tau nih pak, kalau ada perda syariah perda
larangan pelacuran ya pak, kalau dari Muhammadiyah sendiri
bagaimana cara Muhammadiyah mempertahankan agar perda
syariah selalu ada di Kota Tangerang, karena yang kita tau Kota
Tangerang ingin menjadi Kota yang berakhlakul karimah?
Narasumber: sebenarnya Muhammadiyah kn sejak awal tugasnya dakwah amal
maaruf nail munkar makan Muhammadiyah mengadakan
pengajian-pengajian agar tetap mengamalkan maaruf nail munkar
baik terhadap anggotanya maupun warga sekitar maupun orang
lain, cara mendukungnya yaa kita dengan cara melakukan
pengajian-pengajian sambil mensosialisasikan kepada masyarakat
karena perda-perda seperti itu amat sangat baik dek, karena kan ini
pengajian yaa jadi menurut saya cara yang paling efektif untuk
mensosialisasikan dan memberitahukan kepada masyarakat ya dek
Peneliti: kalau Muhammadiyah sendiri bagaimana cara Muhammadiyah
membangun relasi agar keiginan Muhammadiyah dapat di dengar
oleh DPRD pak:
Narasumber: aaa, kita punya perwakilan di DPRD maupun DPD melalui beliau
itu kita mengeluarkan kemauan kita, soalnya kalau melalui pemda-
pemda mah kita gak mungkin, jadi kita hanya mengandalkan kader
kita.
peneliti: jadi Muhammadiyah benar-benar hanya mengandalkan kader
dalam proses pembuatan kebijakan publik karena Muhammadiyah
sendiri tidak dilibatkan dalam proses pendengaran aspirasi atau
hearing oleh pemerintah ya pak.
Narasumber: yaa, jadi seperti itu karena kalau mengharapkan pemda-pemda kn
tidak mungkin kecuali mereka yang mengundang kita.
TRANSKIP WAWANCARA
Narasumber: bapak Ezul (PC NU Kota Tangerang)
Peneliti: Assalamualaikum, selamat siang bapak, saya Siti Arpiah
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan ilmu politik,
kebetulan saya sedang menyusun penelitian dan penelitian saya
berjudul, “Masyarakat Madani dan Perda syariah” studi atas
partisipasi ormas Islam dalam pembuatan dan implementasi
kebijakan publik perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang
larangan prostitusi” kebetulan Nahdlatul ulama salah satu ormas
Islam yang ada dalam penelitian saya bapak.
Narasumber: saya Ezul mba bisa panggil saya abang kebetulan pak KH.
Bunyamin sedang tidak ada di tempat dan beliau mengamanahkan
kepada saya untuk menggantikanya, jadi apa judul besarnya mba?
Peneliti: baik bang, tidak apa-apa, judul besar saya masyarakat madani dan
perda syariah bang
Narasumber: masyarakat madani menurut mba itu seperti apa dan perda syariah
itu seperti apa mba? Sebelum mba bertanya saya yang bertanya
dulu ya, hehehe
Peneliti: kalo menurut saya masyarakat madani itu masyarakat yang beradab
yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan karena madani itu
km berasal dari kata madaniah atau madina yang berarti peradaban
jadi masyarakat yang memiliki adab, sedangkan perda syariah
menurut saya peraturan daerah yang bernuansa Islam yang
memiliki aturan seperti agama Islam bang
Narasumber: iyaa kurang lebih seperti itu jadi antara masyarakat madani dan
perda syariah memang memiliki kesinambungan, untuk menjadi
masyarakat yang bermoral harus di dukung dengan peraturan yang
syariah juga.
Peneliti: Nahdlatul Ulama sendiri tau nggak sih pak kalau di Kota
Tangerang ini ada perda yang syariah, seperti perda No 8 Tahun
2005 Tentang larangan prostitusi?
Narasumber: Kalo NU sendiri tau dan mendukung yaaa... perda perda seperti
minuman keras, judi, prostitusi kita sangan mendukung perda
seperti itu karena itu termasuk dari bagian untuk memperbaiki
akhlak masyarakat ya mba.
Peneliti: jadi NU sendiri sudah mengetahui adanya perda syariah ya pak?
Lalu dalam pembuatan perda sendiri bagaimana partisipasi dan
peran NU dalam pembuatan kebijakan publik tingkat lokal pak?
Narasumber: karena NU merupakan salah satu ormas terbesar, jadi untuk saat ini
NU sih selalu dilibatkan yaaa dalam pembuatan perda kn kalo
dalam pembuatan perda itu ada proses pendengaran aspirasi yaa,
jadi anggota kita kadang diundang 3-4 oranglah untuk hadir kesana
memberikan pendapat, semacam itu sih.
Peneliti: dalam proses pendengaran aspirasi itu bagaimana peran NU sendiri
bang agar aspirasi NU dapat tersampaikan dan diterapkan oleh
pemerintah bang?
Narasumber: gimana gimana?
Peneliti: jadi bagaimana NU membangun relasi agar semua keinginan dan
aspirasi NU dapat tersalurkan dan dilaksanakan?
Narasumber: kalau membangun relasi sih, ya kn banyak yaaa anggota NU yang
ada dalam pemerintahan jadi paling lewat kader itu sih, apalagi kn
perda larangan prostitusi yang mba bilang NU jelas mendukung
perda yang semacam ini
Peneliti: berarti NU hanya mengandalkan kader NU yang ada di
pemerintahan ya bang, kalo dalam melakukan sosialisasi dan
implementasi perda larangan prostitusi cara NU seperti apa bang?
Narasumber: kalau dalam melakukan sosialisasi sih NU kn punya agenda sendiri
yaa kayak hari santri nasional, tahlilan dan maulid nabi jadi dalam
agenda itu NU selalu melakukan sosialisasi apalagi perda tentang
larangan prostitusi pelacuran, minuman beralkohol dan judi itu kan
udah jelas-jelas dilarang dalam agama jadi ada atau tidaknya perda
itu NU akan terus melakukan sosialisasi bahwa tindakan prostitusi,
minuman beralkohol, judi itu hanya merugikan diri sendiri, kalau
dalam implementasinya NU dan pemda biasanya hanya ikut
melaporkan bahwa mulai ada keresahan-keresahan yang dirasakan
warga, kalau pemerintah kn kadang kurang mengawasi ya
pemerintah biasanya Cuma ngeluarin perda tapi untuk
implementasinya rada kurang, yang saya tahu kalo prostitusi ini ada
hukuman penjara sama dendanya juga ya, pemerintah kn juga udah
menyediakan rumah singgah bagi pelaku prostitusi yang tertangkap
untuk di guna suapaya tidak melakukan hal seperti itu lagi.
Peneliti: jadi sebenarnya antara pemerintah dan NU sebenarnya sudah
berkesinambungan ya bang NU yang melaporkan pemerintah yang
memfasilitasi yaa bang
Narasumber: iyaa seperti itu.
TRANSKIP WAWANCARA
Narasumber: KH. Hambali Mulyadi (ketua DPP Front Pembela Islam Kota
Tangerang)
Peneliti: Assalamualaikum, selamat siang bapak, saya Siti Arpiah
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan ilmu politik,
kebetulan saya sedang menyusun penelitian dan penelitian saya
berjudul, “Masyarakat Madani dan Perda syariah” studi atas
partisipasi ormas Islam dalam pembuatan dan implementasi
kebijakan publik perda No 8 Tahun 2005 Kota Tangerang tentang
larangan prostitusi” kebetulan FPI salah satu ormas Islam yang ada
dalam penelitian saya bapak.
Narasumber: saya mau nannya dulu nih mba, kenapa mba tertarik dengan FPI?
Peneliti: kalau saya sendiri tidak memungkiri ya pak, 2 tahun belakangan
FPI cukup terkenal dan memiliki masa yang banyak ditambah lagi
semenjak pilgub Jakarta yang sangat fenomenal, FPI saya anggap
ormas Islam cukup berpengaruh, dalam politik pun sebenarnya FPI
tidak melakukan politik praktis ya pak tapi cukup berpengaruh.
Narasumber: iya benar FPI memang tidak melakukan politik praktis karena FPI
sendiri fokus pada rahmatan lil alamin, jadi tidak ada FPI
mengikuti politik praktis, kita hanya mendukung apa yang menurut
ajaran Islam dan Alquran saja, jadi skripsi mba tadi tentang apa
mba?
Peneliti: skripsi saya lebih ke masyarakat madani dan perda syariah studi
kasus partisipasi ormas Islam dalam proses pembuatan dan
implementasi kebijakan publik perda No 8 Tahun 2005 Kota
Tangerang tentang larangan prostitusi ustad
Narasumber: masyarakat madani kn masyarakat yang memiliki moral dan adab
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan
merujuk pada masyarakat Islam, ormas Islam termasuk dalam
masyarakat madani ya mba, perda syariah kan merupakan perda
yang mengikuti syariah yang mengikuti ajaran dan hukum Islam
Peneliti: iyaa paak, jadi FPI sendiri sudah tau belum pak jika Kota
Tangerang memiliki perda syariah? Khususnya perda larangan
prostitusi ini pak?
Narasumber: kita tau adanya perda larangan prostitusi, larangan minuman
beralkohol hingga judi yaa untuk perda-perda seperti itu kan kita
juga ikut merumuskan ikut andil dalam pembuatan yaaa mba
Peneliti: jadi FPI sendiri memang dilibatkan yaa pak dalam pembuatan
kebijakan publik, biasanya partisipasi dan peran FPI sejauh mana
dalam proses mebuatan perda tingkat lokal pak?
Narasumber: iya mba FPI sendiri memang dilibatkan dalam proses pembuatan
perda, kn biasanya dalam proses pembuatan perda ada proses
mendengarkan pendapat yaa, nah dalam proses inilah FPI
memberikan pendapat dan masukan terhadap perda-perda yang
akan disahkan oleh pemerintah
Peneliti: biasanya dalam pelibatan itu sendiri FPI diundang atau gimana
pak?
Narasumber: iyaa FPI diundang biasanya ada 3-5 perwakilan yang akan
mewakili kita dalam proses meminta masukan
Peneliti: bagaimana cara FPI sendiri dalam mempertahankan keinginan FPI
agar suara FPI dapat di perhitungkan dalam forum itu seperti apa
pak? Dan bagaimana cara ormas membangun relasi dengan aktor
lain, agar apa yang disampaikan dapat disalurkan?
Narasumber: FPI sendiri kn merupakan ormas yang paling sesnitif terhadap
peraturan-peraturan yaa mba mau perpu atau perda FPI sangat
melihat betul bagaimana perda dan perpu dapat sesuai dengan
masyarakat karena perda dan perpu yang dikeluarkan oleh
pemerintah sendiri kn yang akan mengikat perilaku dan morak
masyarakat agar terciptanya moral yang baik kan harus ada perpu
dan perda yang baik juga, kalau membangun relasi sih biasanya
FPI akan melalakukan lobbying kepada aktor yang sejalan dengan
FPI, karena menurut FPI setiap perda dan perpu di sesuaikan
dengan masyarakat dan bisa mengikat masyarakat karena
masyarakat yang akan merasakan langsung imbas dari pembuatan
perpu dan perda tersebut.
Peneliti: bagaimana FPI mengimplementasikan dan mensosialisasikan perda
syariah pak?
Narasumber: FPI tidak ikut mensosialisasikan ya mba, karena itu bukan tugas
FPI tugas FPI Cuma memberitahu kepada kader bukan
mensosialisasikan itu tugas pemerintah, untuk apa pemerintah di
gaji kalau tidak menjalankan tugasnya. Kita hanya ormas Islam jadi
hanya mengawal perdanya saja bukan mensosialisasikan perdanya,
dalam pengimplementasiannya pun sama kita hanya mengawal
perda tersebut apakah masih aman dan sejalan dengan pancasila
dan alquran atau sydah melenceng dari ajaran kita.