Download - makalah pbl blok 18
Tuberkulosis Paru
Yuniete Eiffelia
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.
Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang
sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan mengalami
tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-badan, haid tidak
teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa bulan, malam
batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles (gemercik),
Wheezing (mengi). Keringat banyak malam hari, kedinginan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi tuberkulosis menurut Alsagaff
(2001) adalah adanya sumber infeksi (sering kontak dengan penderita), penurunan daya tahan
tubuh (pasien infeksi HIV, pengguna obat-obat terlarang atau alkohol), faktor lingkungan
(pemukiman yang penuh, kumuh), virulensi tinggi dan jumlah basil banyak (perilaku buang
dahak sembarangan), faktor imunologis, faktor psikologis, dan kelompok sosio ekonomi rendah
(nutrisi dan sebagainya).
Penatalaksanaan TBC meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Penatalasanaan secara promotif yaitu Peningkatan kesehatan diberikan pada individu dan
keluarga baik yang kontak dengan penderita TBC maupun tidak, adapun cara-cara untuk
meningkatkan kesehatan terkait dengan TBC meliputi hal-hal : menghindari factor resiko,
mengelola stress, menjaga kebersihan diri (Personal higiene), nutrisi yang seimbang, imunisasi,
pemeriksaan rutin (laboratorium).
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu tegaknya diagnosis.1
1
Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan,
dan pekerjaan
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
1. Ada tidaknya batuk ? sejak kapan , intensitasnya bagaimana, batuk terus menerus
atau hanya sesaat, apakah batu produktif atau nonproduktif ?
2. Apakah adanya dahak ? warna, dan jumlah dahak bagaimana ?
3. Ada tidaknya demam ? sejak kapan, intensitas demam bagaimana, demam tinggi
atau ringan ?
4. Adakah hemoptisis ? berapa banyak ?
5. Ada tidaknya nyeri dada ?
6. Ada tidaknya sesak napas ? perubahan suara menjadi serak ?
7. Ada tidaknya benjolan bagian leher (pembesaran KGB) ?
8. Adak tidaknya penurunan nafsu makan, penurunan berat badan yang drastis ?
9. Ada tidaknya ikterus ?
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Adakah riwayat batuk darah sebelumnya ?
2. Apa ada riwayat merokok? jika ada sejak kapan, jumlah rokok yang dihisap
perhari?
3. Apakah pernah menjalani operasi, radioterapi, kemoterapi ?
4. Lingkungan rumah, pekerjaan bagaimana? apakah adanya kontak dengan asap
rokok?
5. Adakah riwayat minum alcohol?
6. Ada tidaknya riwayat pengobatan ?
7. Ada tidaknya alergi ?
Riwayat Penyakit Keluarga1
1. Apakah ada dalam keluarga yang merokok ?
2. Apakah ada dalam keluarga yang menderita penyakit infeksi seperti tuberkulosis ?
2
3. Apakah ada dalam keluarga yang mengalami kelainan alergi seperti asma
bronkhial?
4. Apah ada yang menderita bronkitis kronis ?
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu
bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan
pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.2
1. Inspeksi
Menilai bagaiamana bentuk thoraks, warna kulit, ada tidaknya lesi atau luka bekas
operasi. Kemudian melihat pergerakan dada simetris tidaknya, dan melihat ada tidaknya
retraksi intercostal. Kemudian melihat adak tidanya masa, atau pembekakan.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkasi kesimetrisan pergerakan dada dan mengabnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit, serta vocal fermitus. Palpasi thoraks berguna unutk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi baik itu berupa massa, lesi, bengkak,
dan perlu dikaji jika pasien mengeluh rasa sakit pada saat dilakukannya palpasi.
3. Perkusi
Perkusi untuk mengkasi resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya, dan
pengembangan diafragma. Suara perkusi abnormal bisa hipersonor yaitu timbul pada
bagaian paru yang berisi udara.
4. Auskultasi
Pada auskultasi akan didapatkan wheezing atau stridor hal ini terjadi karena adanya
obstruksi saluran napas.2
Pemeriksaan Penunjang
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah melalui
pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu yang
lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak semua unit
3
pelayanan kesehatan memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya
untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan
pemeriksaan BTA ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak
sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua
dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga
adalah dahak ketika penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab
itu, disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).3
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada
pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikit 2
dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada
menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang bersangkutan dianggap
positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka
pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau kuman TB,
hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik berspektrum luas
selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak berhasil, dan penderita yang
bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka ulangi pemeriksaan dahak SPS.
Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak
SPS positif, maka yang bersangkutan adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak
negatif, maka ulangi pemeriksaan radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap
sebagai penderita TB dengan BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak
mendukung TB, spesimen dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang dewasa,
tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB
pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.3
4
Diagnosis Kerja
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal manusia, misalnya dia dihubungan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan
yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB
dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan
yang berasal dari mumi dan ukiran dinding pyramid di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa Yunani yang
menggambarkan tampilan TB paru.2
Di Indonesia sendiri tuberculosis bukanlah penyakit yang jarang ditemukan. Indonesia
adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Berdasarkan
survey, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Sistem kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh tuberkulosis biasanya menghancurkan
bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi. Kadang bakteri tidak dimusnahkan tetapi
tetap berada dalam bentuk tidak aktif (dorman) di dalam makrofag (sejenis sel darah putih)
selama bertahun-tahun.
Sekitar 80% infeksi tuberkulosis terjadi akibat pengaktivan kembali bakteri yang dorman.
Bakteri yang tinggal di dalam jaringan parut akibat infeksi sebelumnya (biasanya di puncak salah
satu atau kedua paru-paru) mulai berkembangbiak. Pengaktivan bakteri dorman ini bisa terjadi
jika sistem kekebalan penderita menurun (misalnya karena AIDS, pemakaian kortikosteroid atau
lanjut usia).2
Diagnosis Banding
Kanker paru
Kanker dapat terjadi pada siapa saja, umur berapa saja dan dimana saja dalam tubuh
manusia. Besar kecilnya kemungkinan seseorang untuk menderita kanker jenis tertentu
tergantung faktor risiko yang dimilikinya. Kanker yang paling banyak dikenal orang pada orang
dewasa adalah kanker payudara, kanker nasofaring, kanker usus, kanker leher rahim, kanker
prostat, kanker darah dan kanker paru. Kanker paru merupakan jenis kanker yang paling sulit
diobati, banyak diderita laki-laki dewasa ( usia > 40 tahun) dan perokok.
5
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan
tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan
dan sarana yang tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit
ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi
medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada
kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium
dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan
penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya.4
Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru
membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru).2
Keganasan di rongga torak mencakup kanker paru, tumor mediastinum, metastasis tumor
di paru dan mesotelioma ganas (kegasanan di pleura). Kasus keganasan rongga toraks terbanyak
adalah kanker paru. Di dunia, kanker paru merupakan penyebab kematian yang paling utama di
antara kematian akibat penyakit keganasan. Laki-laki adalah kelompok kasus terbanyak
meskipun angka kejadian pada perempuan cendrung meningkat, hal itu berkaitan dengan gaya
hidup (merokok).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru. Metastasis tumor
di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat penyebaran (metastasis) dari tumor primer
organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel
bronkus. Meskipun jarang dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel
bronkus misalnya bronchial gland tumor. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma
Bronkhiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran
6
udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru
obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps,
lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus
yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. Gejala Klinis :
batuk kronis yang produktif
hemoptisis
dyspneu
penurunan berat badan
malaise
demam biasanya terjadi karena infeksi yang berulang4
Epidemiologi
Data yang dilaporkan WHO Indonesia menempati urutan nomor tiga setelah india dan
cina yaitu dengan angka 1,7 juta orang Indonesia, menurut teori apabila tidak diobati, tiap satu
orang penderita tuberkulosis akan menularkan pada sekitar 10 sampai 15 orang dan cara
penularannya dipengaruhi berbagai factor.5
Penularan TB dikenal melalui udara, terutama pada udara tertutup seperti udara dalam
rumah yang pengap dan lembab, udara dalam pesawat terbang, gedung pertemuan, dan kereta api
berpendingin. Prosesnya tentu tidak secara langsung, menghirup udara bercampur bakteri TB
lalu terinfeksi, lalu menderita TB, tidak demikian. Masih banyak variabel yang berperan dalam
timbulnya kejadian TB pada seseorang, meski orang tersebut menghirup udara yang
mengandung kuman.
Sumber penularan adalah penderita TB dengan BTA (+). Apabila penderita TB batuk,
berbicara atau bersin, maka ribuan bakteri TB akan berhamburan bersama ”droplet” nafas
penderita yang bersangkutan, khususnya pada penderita TB aktif dan luka terbuka pada parunya.
Daya penularan dari seseorang ke orang lain ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan serta patogenesitas kuman yang bersangkutan, serta lamanya seseorang menghirup
udara yang mengandung kuman tersebut. Kuman TB sangat sensitif terhadap cahaya ultra violet.
Cahaya matahari sangat berperan dalam membunuh kuman di lingkungan. Oleh sebab itu,
ventilasi rumah sangat penting dalam manajemen TB berbasis keluarga atau lingkungan.5
7
Etiologi
Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculocis, yang masih keluarga besar genus Mycrobacterium. Dari anggota
keluarga Mycrobacteriumyang diperkirakan lebih dari 30, hanya 3 yang dikenal bermasalah
dengan kesehatan masyarakat. Mereka adalah Mycrobacterium tuberculocis, M.bovisyang
terdapat pada susu sapi yang tidak dimasak, dan M.leprae yang menyebabkan penyakit kusta.
Mycrobacterium tuberculocis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal
0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan
Asam (BTA). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan
asam. Bisa hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya
oksigen terutama pada bagian apical posterior.2
Patofisiologi
Periode Prepatogenesis 4
Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung
dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering
muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan
mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan
ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak
langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar
dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler
tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran
sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang
mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan
8
ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi
komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan
tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan
pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.
Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan
hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.
Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian :
1. paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita,
2.paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita,
3. puncak sedang pada usia lanjut.
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku
pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi
memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan
rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan
sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut
memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status
gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme
pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi
primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) 2,4
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut
seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
9
Basil TB yang masuk ke dalam paru melalui bronkhus secara langsung dan pada manusia
yang pertama kali kemasukan disebut primary infection. Infeksi pertama (primer) terjadi ketika
seseorang pertama kali kemasukan basil atau kuman TB umumnya tidak terlihat gejalanya. Dan
sebagian besar orang, berhasil menahan serangan kuman tersebut dengan cara melakukan isolasi
dengan cara dimakanmacrophages, dan dikumpulkan pada kelenjar regional disekitar hilus paru.
Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru
yang menyebabkan peradangan di dalam paru. Oleh sebab itu, kemudian disebut sebagai
kompleks primer. Pada saat terjadi infeksi, kuman masuk hingga pembentukan kompleks primer
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat diketahui dengan reaksi positif pada tes tuberkulin.2
Biasanya hal tersebut terjadi pada masa kanak-kanak dibawah umur 1 tahun. Apabila
gagal melakukan containment kuman, maka kuman TB masuk melalui aliran darah dan
berkembang, maka timbulah peristiwa klinik yang disebut TB milier. Bahkan kuman bisa dibawa
aliran darah ke selaput otak yang disebut meningitis radang selaput otak yang sering
menimbulkan sequele gejala sisa yang permanen.2
Secara umum tubuh memiliki kemampuan perlawanan, kecuali pada penderita
AIDS/HIV. Di Amerika 95% anak-anak tubuhnya mampu melawan kuman TB. Di negara-
negara yang mempunyai status gizi buruk, angka tersebut jauh lebih besar. Ada ukuran Annual
Risk of Tubercolosis Infection (ARTI). Indonesia tercatat memiliki ARTI sebesar 1-2%,
sedangkan Eropa memiliki ARTI 0,1-0,3%. Pada ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara
1000 orang penduduk akan ada 10 orang yang tertular. Sebagian besar yang tertular belum tentu
berkembang menjadi TB klinis, hanya sekitar 10% menjadi TB klinis. Dengan ARTI sebesar 1%
maka diantara 100.000 penduduk, rata-rata 1000 orang penderita TB baru setiap tahunnya,
dimana 100 orang diantaranya adalah BTA positif.2
Sebagian besar dari kuman TB yang beredar dan masuk ke dalam paru orang-orang yang
tertular mengalami fase atau menjadi dormant dan muncul bila kondisi tubuh mengalami
penurunan kekebalan, gizi buruk, atau menderita HIV/AIDS (Achmadi, 2005). TB secara teoritis
menyerang berbagai organ, namun terutama menyerang organ paru. Sedangkan pada paru-paru
tempat yang paling disukai atau tempat yang sering terkena adalah apical pasterior. Hal ini
disebabkan karenaMycrobacterium tubercolocis bersifat aerobik, sedangkan pada daerah tersebut
adalah bagian paru-paru yang banyak memiliki oksigen.2
10
Manifestasi Klinis
Gejala Sistemik Tuberkulosis2
Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam berlangsung
pada sore dan malam hari, disertai keringat dingin meskipun tanpa aktifitas, kemudian kadang
hilang. Gejala ini akan timbul lagi beberapa bulan kemudian seperti demam, influenza biasa, dan
kemudian seolah-olah sembuh tidak ada demam.
Gejala lain adalah malaise (perasaan lesu) bersifat berkepanjangan kronis, disertai rasa
tidak fit, tidak enak badan, lemah, lesu, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin
kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik ini terdapat baik pada TB Paru maupun TB
yang menyerang organ lain.
Gejala Respiratorik Tuberkulosis2
Adapun gejala repiratorik atau gejala saluran pernafasan adalah batuk. Batuk bisa
berlangsung secara terus-menerus selama 3 mingggu atau lebih. Hal ini terjadi apabila sudah
melibatkan brochus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk
membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau sputum. Dahak ini kadang bersifat purulent.
Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk berdarah. Hal ini disebabkan karena
pembuluh darah pecah, akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk darah inilah yang
sering membawa penderita berobat ke dokter. Apabila kerusakan sudah meluas, timbul sesak
nafas dan apabila pleura sudah terkena, maka disertai pula dengan rasa nyeri pada dada.
Komplikasi
Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh selain paru-paru dan keadaan ini disebut
tuberkulosis ekstrapulmoner.
Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan tulang. Tuberkulosis ginjal
bisa hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi infeksi bisa menghancurkan sebagian dari ginjal.
Lalu tuberkulosis bisa menyebar ke kandung kemih.2
Pada pria, infeksi juga bisa menyebar ke prostat, vesikula seminalis dan epididimis,
menyebabkan terbentuknya benjolan di dalam kantung zakar. Pada wanita, tuberkulosis bisa
menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan. Dari indung telur, infeksi
bisa menyebar ke selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis tuberkulosis, dengan gejala
11
berupa lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan sampai nyeri hebat yang menyerupai radang
usus buntu. Infeksi bisa menyebar ke persendian, menyebabkan artritis tuberkulosis. Sendi
meradang dan nyeri. Yang paling sering terkena adalah sendi pinggul dan lutut; tetapi bisa juga
menyerang tulang pergelangan tangan, tangan dan siku.
Tuberkulosis bisa menginfeksi kulit, usus dan kelenjar adrenal. Infeksi pada dinding aorta
(arteri utama) menyebabkan pecahnya aorta. Infeksi pada kantung jantung menyebabkan
perikarditis tuberkulosis, dimana perikardiuim teregang oleh cairan. Cairan ini bisa mengganggu
kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejalanya berupa demam, pelebaran vena leher dan
sesak nafas.
Infeksi pada dasar otak disebut meningitis tuberkulosis. Gejalanya berupa demam, sakit
kepala yang menetap, mual dan penurunan kesadaran. Kuduk sangat kaku sehingga dagu tidak
dapat didekatkan ke dada. Kadang setelah meningitisnya membaik, akan terbentuk massa di
dalam otak, yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma bisa menyebabkan kelemahan otot (seperti
yang terjadi pada stroke) dan harus diangkat melalui pembedahan.
Pada anak-anak, bakteri bisa menginfeksi tulang belakang dan ujung tulang-tulang
panjang pada lengan dan tungkai. Jika keadaan ini tidak segera diatasi, bisa terjadi kolaps pada 1
atau 2 tulang belakang yang dapat menyebabkan kelumpuhan.
Di negara-negara berkembang, bakteri tuberkulosis bisa disebarkan melalui susu yang
terkontaminasi dan tinggal di dalam kelenjar getah bening leher atau di dalam usus halus.
Selaput lendir dari saluran pencernaan resisten terhadap bakteri, karena itu infeksi baru terjadi
jika bakteri terdapat dalam jumlah yang sangat banyak atau jika terdapat gangguan sistem
kekebalan. Tuberkulosis intestinalis bisa tidak menimbulkan gejala, tetapi menyebabkan
pertumbuhan jaringan yang abnormal di daerah yang terinfeksi, yang bisa disalahartikan sebagai
kanker. 2
Penatalaksanaan
Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat
kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang
lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan
penyelidikan oleh dokter.2
12
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk
mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian yang telah
dilakukan terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen
alternatif seperti pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan terhadap penderita
HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau melakukan terapi preventif, pertama kali harus
diketahui terlebih dahulu bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada
orang-orang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh karena ada
risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada pemberian isoniasid, maka isoniasid
tidak diberikan secara rutin pada penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai
berikut: infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes tuberkulin); adanya
penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam satu institusi; abnormalitas foto thorax
konsisten dengan proses penyembuhan TB lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang
dengan kortikosteroid atau pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh, menderita penyakit
yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi pengobatan
preventif harus diberitahu kemungkinan terjadi reaksi samping yang berat seperti terjadinya
hepatitis, demam dan ruam yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk menghentikan
pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian besar fasilitas kesehatan yang akan
memberikan pengobatan TB akan melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap semua
penderita; terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan terhadap pecandu alkohol
sebelum memulai pengobatan.
Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam
pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS. Pengawasan
minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara
anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT
kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang belum
resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH),
Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA
selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan
streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi
13
terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang
sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah
beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan
pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan
umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan.
Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2
macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai
menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat
dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah
biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara
berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan
yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu
selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase
kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan
INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih
mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu
pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang
lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa
dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita
dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan
INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC
tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama
9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC
pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan
regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat
kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang
diperlukan biasanya pada kasus MDR.2
Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk
penderita yang mendapatkan pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga
fasilitas pemeriksaan dan pengobatan preventif untuk kontak.
14
Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan
pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8
minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat
dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB
paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus
dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap
saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan
pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak
perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang
tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga
pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap
pengobatan).Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus
menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,Streptomisin,
Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggidengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar dapatdipisahkan dengan obat-obatan ini.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.2
Pencegahan
Dengan pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sebagai salah satu pencegahan
TBC paling efektif. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan
membuang dahak tidak disembarangan tempat. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan
meningkatkan dengan terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan
pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun
kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan. Oleh petugas kesehatan
dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya
dan akibat yang ditimbulkannya. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan
yang ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.6
15
Rehabilitasi menrupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama
fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi
individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk
mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.6
Kesimpulan
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu problem
utama epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu
yang saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode
Prepatogenesis maupun Patogenesis. Dengan pengobatan yang tepat diagnosis baik.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 171.
2. Amin Z. Kanker paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati
S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: FKUI; 2009.h. 2254-62.
3. Chin J (Ed), Kandun IN (Editor Penterjemah). Manual Pemberantasan Penyakit Menular.
Jakarta: Infomedika. 2006.
4. Universitas Indonesia (FKUI). 2004. Kuliah Tuberculosis. Diunduh dari http://ui.org/
fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.html. 7 Juli 2015.
5. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. 2005.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2002
16