Download - Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik
MAKALAH MODUL HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK
KELOMPOK IX
03006239 SELPIANI
03007179 ANGGITA NUR AZIZA
03007074 DWI RAHMA SAFITRI
03007095 FRANSISCUS RONALDO
03007116 INDAH RAMADHANI MARTA A
03007160 MAYA RAHMAYANTI
03007180 NARIZKA BUDI RAHMADHIANI
03007210 RAYINDRA DWI RIZKY
03007231 SANABILA YASMIN M
03007240 SHISCA PURNAMASARI
03007272 WILLIAM FAISAL
03007291 HAIRUNNISA BT ARSHAD
03007319 NORZAIMAH BT MAHMOOD
03007337 SHAQIRIN BIN SAFIE
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,
kemudian hematokrit.1
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang
pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini
merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang
berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan
di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,
masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah
endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi
utama disamping kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2
Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang
mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari
pengobatan.1
Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85 %
penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan
dengan tepat.2
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Anda sedang berpraktek umum di Pusat Medis Trisakti, datang seorang satpam FK Usakti
berpakaian seragam dengan keluhan akhir-akhir ini sering merasa lemas, letih, dan sesak nafas.
Keadaan tambahan selama sakit tidak nafsu makan.
Hasil Pemeriksaan Awal Pasien
A. Anamnesis
1. Identitas pasien
Nama : -
Umur : -
Jenis kelamin : laki-laki
Status : -
Pekerjaan : Satpam
Alamat : -
2. Keluhan utama
lemas, letih, sesak nafas, tidak nafsu makan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kapan merasa lemas, letih, sesak nafas?
Faktor pencetus terjadinya lemas,letih, sesak nafasnya apa?
Apakah sesak nafas saat beraktifitas?
Apakah pasien menderita penyakit sistemik lain, seperti DM?
Apakah terdapat demam?
Apakah pasien merasa mata berkunang?
Apakah terdapat tinitus?
Apakah terdapat dispepsia?
Apakah kaki terasa dingin?
Apakah ada luka yang sembuhnya lama?
Apakah ada penurunan Berat badan yang mendadak?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami alergi?
Apakah pernah mengalami ini sebelumnya?
Apakah terdapat gangguan pembekuan darah?
Apakah menderita penyakit seperti DM?
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada riwayat keganasan?
Apakah ada anggota keluarga yang alergi?
6. Riwayat Kebiasaan
Apakah pasien mengalami kurang tidur?
Bagaimana kebiasaan makan (diet)?
Bagaimana kebiasaan merokok?
7. Riwayat Pengobatan
Apakah pernah mengkonsumsi obat untuk sesak nafas dan untuk mengatasi lemah letih?
B. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital :
TD : -
Suhu : -
Nadi : -
Respirasi : -
Keadaan umum
Kesadaran
Inspeksi
- Pucat atau tidak?
- Konjungtiva anemis?
- Cara jalan?
- Pendarahan di kulit, retina, gusi?
- Telapak tangan pucat?
- Kuku ditekan?
- Papil lidah halus atau tidak?
- Ikterus di mata
- Mulut kering
Palpasi
- Periksa KGB (curiga keganasan)
- Hepar
- Spleen
- Turgor kulit
- Abdomen – epigastrium
Perkusi
Auskultasi
C. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah lengkap
Hemoglobin (Hb) : 8 g/dl ( N : 13-16 g/dl ) ↓
Leukosit : 8000/µl ( N : 5000-10000/µl )
Hitung jenis : 1/2/8/60/23/6
- Basofil : 1 ( N : 0-1 )
- Eosinofil : 2 ( N : 1-3 )
- Neutrofil batang : 8 ( N : 2-6 ) ↑
- Neutrofil segmen : 60 ( N : 50-70 )
- Limfosit : 23 ( N : 20-40 )
- Monosit : 6 ( N : 2-8 )
Laju Endap Darah (LED) : 40 mm/jam ( N : < 10 mm/jam ) ↑↑
Hematokrit : 24 % ( N : 40-80 % ) ↓
Eritrosit : 4 juta/µl ( N : 4,5-5 juta/µl ) ↓↓
MCV : 60 fl ( N : 80-96 fl ) ↓
MCH : 32 pg ( N : 24-34 pg )
MCHC : 32 % ( N : 30-38 % )
Trombosit : 250000/µl ( N : 150000-400000/µl )
2. Pemeriksaan khusus :
- Serum ion : 50 µg/dl ( N : 75-150 µg/dl ) ↓
- Total ion binding capacity : 500 µg/dl ( N : 250-450 µg/dl ) ↑
- Feritin darah : 25 ng/ml ( N : 30-300 ng/ml ) ↓
Interpretasi Lab :
Hb ↓ : pasien mengalami anemia
Neutrofil batang ↑ : meningkatnya sel-sel darah putih yang muda (shift to the left)
LED ↑↑ : biasanya menunjukkan adanya penyakit kronis atau bisa juga adanya
infeksi akut.
Tapi pada pasien ini menunjukkan adanya anemia yg mikrositik karena diliat dari
penurunan Hb dan MCV.
Hematokrit ↓ : anemia, kehilangan darah akut, leukemia
MCV ↓ : menunjukkan anemia mikrositik, bisa juga karena faktor diet,
thalasemia, chronic disease
Serum ion ↓ : anemia defisiensi besi. Selain itu bisa juga karena adanya infeksi
dan perdarahan
TIBC ↑ : menunjukkan adanya anemia defisiensi Fe
Feritin darah ↓ : anemia defisiensi Fe
3. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi (SADT)
Terbaik -> darah segar berasal dari kapiler/vena dan dihapuskan pada kaca obyek
Interpretasi SADT
Eritrosit terlihat pucat
Terdapat sel pensil
Ukuran berbeda-beda : anisositosis
Bentuk bermacam : poikilositosis
D. Diagnosis Banding
1. Anemia defisiensi besi
2. Alergi
3. Asma
4. Penyakit Jantung dan Paru
5. Keganasan
Anisopoikilositosis
Anemia hipokrom mikrositik
E. Diagnosis Kerja
Anemia defisiensi besi ( Fe )
Berdasarkan hasil lab :
- Hb ↓
- Neutrofil batang ↑
- Eritrosit ↓
- LED ↑
- Hematokrit ↓
- MCV ↓
- Serum ion ↓
- Total ion binding capacity ↑
- Feritin darah ↓
Penyebab anemia defisiensi besi adalah :
1. Faktor nutrisi : diet Fe yang kurang
2. Perdarahan GI tract : Tukak peptic, Ca gaster, Ca colon, infeksi cacing tambang,
pemakaian salisilat atau NSAID, divertikulosis, hemoroid
3. Perdarahan saluran kemih : Hematuri
4. Gangguan absorpsi Fe : gastrektomi, colitis chronic
F. Pemeriksaan anjuran yang dilakukan untuk memastikan diagnosis kerja :
1. Pemeriksaan Feses :
Untuk mencari apakah penyebabnya adalah cacing tambang, tandanya selain
didapatkan defisiensi besi juga didapatkan eosinofilia.
Jika tidak diketemukan perdarahan yang nyata , dapat dilakukan tes darah samar
(occult blood test)
Tes guaiac
2. Endoskopi gaster
3. USG abdomen
G. Terapi
1. Terapi kausal : terapi tergantung dari penyebab anemia.
2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy) :
Terapi besi oral : sulfas ferosus merupakan preparat pilihan pertama oleh karena
paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran 3x200 mg, pengoabatan besi diberikan
3-6 bulan.
3. Pemberian vitamin C : untuk meningkatkan absorpsi Fe
H. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanasionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan
besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang
pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.1
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis,
gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi.
Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah
zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C,
riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan
hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan
selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana
mestinya.
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium.
Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak
sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 55,5%. ADB
mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang,
penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga
menurunkan prestasi belajar di sekolah.
ETIOLOGI
Kekurangan Fe dapat terjadi bila :
makanan tidak cukup mengandung Fe
komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran, kurang daging)
gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)
kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan)
perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis).
PATOFISIOLOGI2
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung
lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:
1. Tahap petama.
Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi
lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan
besi masih normal.
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron
limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan
free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb.
Tabel tahapan kekurangan besi. 2
Hb Tahap 1
Normal
Tahap 2
sedikit
menurun
Tahap 3 menurun jelas
(mikrositik/hipokrom)
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dl
TIBC (ug/dl)
Saturasi tansferin(%)
Feritin serum (ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP(Ug/dl SDM
MCV
<100
normal
360-390
20-30
<20
40-60
>30
Normal
0
<60
>390
<15
<12
<10
<100
normal
0
<40
>410
<10
<12
<10
>200
Menurun
Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)
MANIFESTASI KLINIS 1
Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah, berdebar-debar, cepat
marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku konkaf (spoon- shape nail),
glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin mengkilat, mera daging,
dan meradang, sakit kepala pada bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda
yang penting pada defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga
sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal.
Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia defisiensi besi.7
PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1,5,6
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang meliputi
pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan indeks
eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron
binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.
Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan
hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan
diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar
dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena
perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan
hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,
ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).
Gambar 4. Hapusan darah tepi pasien anemia defisiensi besi, menunjukkan anemia
hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis (A). Tampak beberapa sel pencil
(panah), bandingkan dengan hapusan darah tepi normal di sebelahnya (B).7
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.
PENATALAKSANAAN2
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya
serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB
dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat
Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama
efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada
pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat
terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat
yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah
ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan
ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa
tetes (drop).2-4
Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi
elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg
elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 Х 60 mg) pad anemia
sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3
mg/kgBB/hari.2,5
Pada wanita hamil, pemberian folat (500μg) dan zat besi (120 mg) akan bermanfaat,
sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke dua zat gizi tersebut.
Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 μg folat dan 60 mg zat besi, dimakan 2 kali
sehari.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal
berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang
dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut
kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2
Pemberian preparat besi parenteral2-4
Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi
parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi
berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik
dibandingkan peroral.Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml.
Dosis dapat dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB (kg) Х kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) Х 2,5
Transfusi darah2,3,5,7
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan
kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman
sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan
kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang segar.
PROGNOSIS2
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia
dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan
sebagai berikut:
Diagnosis salah
Dosis obat tidak adekuat
Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap.
Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi
vitamin B12, asam folat)
Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada
ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi.)
BAB IV
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang
pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh
kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan
jumlah yang hilang.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya
serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Prognosis baik apabila penyebab
anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian
dilakukan penanganan yang adekuat
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan terhadap
Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta 2006; hal 632-636.
2. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology –
oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42.
3. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita selekta
hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
4. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor. Anemia defisiensi besi.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006; hal
644-650
5. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta, 1995; hal 236-
237.
6. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, “Prospective Evaluationof Clinical Guideline for the
Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia”, The American Journal of
Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-287.
7. Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.