Download - Makalah Anak 2 Keganasan Dengan Hiv Aid Ke 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer yang
sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang paling sering
terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.( Price, 1962:1213 )
Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap tahun jumlah
penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker
diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat
sekitar 11.000 anak yang menderita kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan
jumlah penduduk 12 juta jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per
tahun.
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah kanker ginjal yang ditemukan pada anak-
anak. Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun,
tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa
Neoplasma ganas ini termasuk tumor embrional, yang mengandung bermacam
komponen dan jaringan, semua berasal dari mesoderm. Nama lainnya adalah
adenomyosarooma embrional carcinoma, embryonal mixed tumor. Merupakan 20-25% dari
semua tumor ganas pada anak-anak, dan frekuensinya no 2 setelah neuroblastoma, namun
hanya 5% dari semua tumor ginjal ganas. Afrekuensi pada laki-laki dan wanita sama.
Biasanya di ketahui pada umur 2-3 tahun, sebagai tumor abdomen yang asimtomatik. Dapat
menjadi bilateral.kadang-kadang disertai hematuri dan anemia
Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang berasal dari sel induk sistem
hematopoetik yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol dan pada
sel-sel darah merah namun sangat jarang. Ini adalah suatu penyakit darah dan organ-organ
1
dimana sel-sel darah tersebut dibentuk dan ditandai dengan proliferasi sel-sel imatur
abnormal yang mempengaruhi produksi dari sel-sel darah normal lainnya.
Penyakit ini disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu
pada sum-sum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel
darah yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur,
parasit dan virus.
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik
lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002).
Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency
Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005)
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami:
Definisi Keganasan dan HIV/AIDS
ASKEP pada anak dengan masalah Keganasan dan HIV/AIDS
C. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penulisan makalah ini adalah dengan penelusuran literature
dan browsing internet.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini dibagi dalam tiga bab, dan pembahasan dari tiap-
tiap bab adalah sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai pembahasan tentang latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
2
Bab II: Pembahasan
Pada bab ini dijelaskan mengenai definisi keganasan dan HIV/AIDS, ASKEP pada anak
dengan masalah keganasan dan HIV/AIDS
Bab III: Penutup
Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari penulisan makalah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. OSTEOSARKOMA
1. Definisi Osteosarkoma
Tubuh terbentuk dari banyak struktur-struktur kecil yang disebut sel-sel. Ada
banyak tipe-tipe yang berbeda dari sel-sel yang tumbuh untuk membentuk bagian-bagian
yang berbeda dari tubuh. Selama pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sel-sel
ini secara terus menerus tumbuh, membelah, dan membuat sel-sel baru. Proses ini
berlanjut di seluruh kehidupan bahkan setelah tidak lagi tumbuh. Sel-sel berlanjut
membelah dan membuat sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel yang tua dan rusak.
Pada seorang yang sehat, tubuh mampu untuk mengontrol pertumbuhan dan pembelahan
dari sel-sel menurut keperluan-keperluan dari tubuh. Kanker terbentuk ketika kontrol
yang normal ini dari sel-sel hilang dan sel-sel mulai tumbuh dan membelah diluar
kontrol. Sel-sel juga menjadi abnormal dan telah merubah fungsi-fungsi pada pasien-
pasien dengan kanker.
Ada banyak tipe-tipe yang berbeda dari kanker. Kanker biasanya dinamakan
berdasarkan pada tipe dari sel yang dipengaruhi. Contohnya, kanker paru disebabkan
oleh sel-sel yang di luar kontrol yang membentuk paru-paru, dan kanker payudara oleh
sel-sel yang membentuk payudara. Suatu tumor adalah suatu kumpulan (koleksi) dari sel-
sel abnormal yang mengumpul bersama. Bagaimanapun, tidak semua tumor-tumor
adalah bersifat kanker. Suatu tumor dapat jinak (tidak bersifat kanker) atau ganas
(bersifat kanker). Tumor-tumor jinak biasanya kurang berbahaya dan tidak mampu untuk
menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-tumor ganas biasanya lebih serius dan
dapat menyebar ke area-area lain dalam tubuh. Kemampuan sel-sel kanker untuk
meninggalkan lokasi awal mereka dan bergerak ke lokasi lain didalam tubuh disebut
metastasis. Metastasis dapat terjadi dengan sel-sel kanker memasuki aliran darah tubuh
atau sistim getah bening (lymphatic system) untuk berjalan ke tempat-tempat lain
didalam tubuh. Ketika sel-sel kanker bermetastasis ke bagian-bagian lain tubuh, mereka
tetap dinamakan dengan tipe asal dari sel yang abnormal. Contohnya, jika suatu
kelompok dari sel-sel payudara menjadi berpenyakit kanker dan bermetastasis ke tulang-
tulang, ia disebut kanker payudra yang bermetastasis. Banyak tipe-tipe berbeda dari
4
kanker mampu untuk bermetastasis ke tulang-tulang. Tipe-tipe kanker yang paling umum
yang menyebar ke tulang-tulang adalah paru, payudara, prostate, tiroid, dan ginjal.
Kebanyakan waktu, ketika orang-orang mempunyai kanker di tulang mereka, ia
disebabkan oleh kanker yang telah menyebar dari tempat lain didalam tubuh ke tulang-
tulang. Adalah lebih tidak umum untuk mempunyai suatu kanker tulang yang asli, suatu
kanker yang timbul dari sel-sel yang membentuk tulang. Adalah penting untuk
menentukan apakah kanker didalam tulang adalah dari tempat lain atau dari suatu kanker
dari sel-sel tulang. Perawatan-perawatan untuk kanker-kanker yang telah bermetastasis
ke tulang didasarkan pada tipe awal dari kanker.
Kanker tulang disebabkan oleh suatu persoalan dengan sel-sel yang membentuk
tulang. Lebih dari 2,000 orang-orang didiagnosis di Amerika setiap tahun dengan suatu
tumor tulang. Tumor-tumor tulang terjadi paling umum pada anak-anak dan remaja-
remaja dan lebih kurang umum pada orang-orang dewasa yang lebih tua. Kanker yang
melibatkan tulang pada dewasa-dewasa yang lebih tua adalah paling umum akibat dari
penyebaran metastasis dari tumor yang lain.
Ada banyak tipe-tipe yang berbeda dari kanker tulang. Tumor-tumor tulang yang
paling umum termasuk osteosarcoma, Ewing’s sarcoma, chondrosarcoma, malignant
fibrous histiocytoma, fibrosarcoma, dan chordoma.
Osteosarcoma adalah kanker tulang ganas utama yang paling umum. Ia Kanker
ini paling umum mempengaruhi laki-laki yang berumur antara 10 dan 25 tahun,
namun dapat lebih kurang umum mempengaruhi dewasa-dewasa yang lebih tua.
Kanker ini seringkali terjadi di tulang-tulang yang panjang dari lengan-lengan
dan kaki-kaki pada area-area dari pertumbuhan yang cepat sekitar lutut-lutut dan
bahu-bahu (pundak) dari anak-anak. Tipe kanker ini seringkali adalah sangat
agresif dengan risiko penyebaran ke paru-paru. Angka kelangsungan hidup dari
lima tahun adalah kira-kira 65%.
Ewing’s sarcoma adalah tumor tulang yang paling agresif dan mempengaruhi
orang-orang yang lebih muda yang berumur antara 4-15 tahun. Penyakit ini lebih
umum terjadi pada laki-laki dan sangat jarang pada orang-orang yang berumur
lebih dari 30 tahun. Penyakit ini juga paling umum terjadi pada pertegahan dari
tulang-tulang panjang dari lengan-lengan dan kaki-kaki. Angka kelangsungan
5
hidup tiga tahun adalah kira-kira 65%, namun angka ini jauh lebih rendah apabila
telah menyebar ke paru-paru atau jaringan-jaringan lain dari tubuh.
Chondrosarcoma adalah tumor tulang yang paling umum kedua dan
bertanggung jawab pada kira-kira 25% dari semua tumor-tumor tulang yang
ganas. Tumor-tumor ini timbul dari sel-sel tulang rawan (cartilage cells) dan
dapat tumbuh dengan sangat agresif atau relatif perlahan. Tidak seperti banyak
tumor-tumor tulang lain, chondrosarcoma adalah paling umum pada orang-orang
berumur diatas 40 tahun. Ia adalah sedikit lebih umum pada laki-laki dan dapat
secara potensial menyebar ke paru-paru dan simpul-simpul getah bening.
Chondrosracoma paling umum mempengaruhi tulang-tulang dari pelvis dan
pinggul-pinggul. Kelangsungan hidup lima tahun untuk bentuk yang agresif
adalah kira-kira 30%, namun angka kelangsungan hidup untuk tumor-tumor yang
tumbuhnya perlahan adalah 90%.
Malignant fibrous histiocytoma (MFH) mempengaruhi jaringan-jaringan lunak
temasuk otot-otot, ligamen-ligamen, tendon-tendon, dan lemak. Penyakit ini
adalah keganasan jaringan lunak yang paling umum pada usia lanjut, biasanya
terjadi pada orang-orang berumur 50-60 tahun. Penyakit ini paling umum
mempengaruhi anggota-anggota tubuh (kaki dan tangan) dan kira-kira dua kali
lebih umum pada laki-laki daripada wanita-wanita. MFH juga mempunyai suatu
batasan yang lebar dari keparahan. Angka kelangsungan hidup keseluruhan
adalah kira-kira 35%-60%.
Fibrosarcoma terjadi jauh lebih jarang daripada tumor-tumor tulang lainnya.
Penyakit ini paling umum terjadi pada orang-orang yang berumur 35-55 tahun. Ia
paling umum mempengaruhi jaringan-jaringan lunak dari kaki dibelakang lutut.
Ia adalah sedikit lebih umum pada laki-laki daripada wanita-wanita.
Chordoma adalah suatu tumor yang sangat jarang dengan suatu kelangsungan
hidup rata-rata dari kira-kira enam tahun setelah diagnosis. Ia terjadi pada
dewasa-dewasa yang berumur diatas 30 tahun dan kira-kira dua kali lebih umum
pada laki-laki daripada wanita-wanita. Ia paling umum mempengaruhi kolom
tulang belakang (spinal column) ujung bawah atau ujung atas.
Sebagai tambahan pada kanker tulang, ada beragam tipe-tipe dari tumor-tumor
tulang yang jinak seperti osteoid osteoma, osteoblastoma, osteochondroma,
enchondroma, chondromyxoid fibroma, dan giant cell tumor (yang mempunyai
6
potensi untuk menjadi ganas). Seperti dengan tipe-tipe lain dari tumor-tumor jinak,
penyakit ini tidak bersifat kanker.
Ada dua tipe lain dari kanker yang relatif umum yang berkembang didalam
tulang-tulang: lymphoma dan multiple myeloma. Lymphoma adalah suatu kanker
yang timbul dari sel-sel sistim imun, biasanya mulai di simpul-simpul getah bening
namun dapat mulai di tulang. Multiple myeloma mulai di tulang-tulang, namun
kanker ini biasanya tidak dipertimbangkan sebagai suatu tumor tulang karena
merupakan suatu tumor dari sel-sel sumsum tulang dan bukan dari sel-sel tulang.
2. Etiologi
Penyebab kanker tulang memang tidak diketahui secara pasti. Namun dari
beberapa bukti yang ada tampaknya kemungkinan bahwa penyakit ini diturunkan besar
sekali. Setiap tubuh manusia mengandung sel kanker. Agar sel kanker tidak mengganas,
gaya hidup perlu dijaga.
Penyebab kanker merupakan gabungan faktor genetik, kimia, virus, dan radiasi.
Orangtua penting menciptakan lingkungan yang aman bagi anak sejak dalam kandungan
dan menjaga gaya hidup sesudah dilahirkan.
Gaya hidup sehat antara lain menciptakan lingkungan bebas asap rokok, banyak
makan sayur dan buah, menjaga berat badan, serta aktif berolahraga. Stres juga bisa
memicu perkembangan sel kanker dan mengurangi efektivitas obat kanker.
3. Patofisiologi
Kanker adalah kelas penyakit beragam yang sangat berbeda dalam hal penyebab
dan biologisnya. Setiap organisme, bahkan tumbuhan, bisa terkena kanker. Hampir
semua kanker yang dikenal muncul secara bertahap, saat kecacatan bertumpuk di dalam
sel kanker dan sel anak-anaknya.
Setiap hal yang bereplikasi memiliki kemungkinan cacat (mutasi). Kecuali jika
pencegahan dan perbaikan kecatatan ditangani dengan baik, kecacatan itu akan tetap ada,
dan mungkin diwariskan ke sel anak (daughter cell). Biasanya, tubuh melakukan
penjagaan terhadap kanker dengan berbagai metoda, seperti apoptosis, molekul
pembantu (beberapa polimerase DNA), penuaan (senescence), dan lain-lain. Namun,
metoda koreksi-kecacatan ini sering kali gagal, terutama di dalam lingkungan yang
membuat kecacatan lebih mungkin untuk muncul dan menyebar. Sebagai contohnya,
7
lingkungan tersebut mengandung bahan-bahan yang merusak, disebut dengan
bahan karsinogen, cedera berkala (fisik, panas, dan lain-lain), atau lingkungan yang
membuat sel tidak mungkin bertahan, seperti hipoksia. Karena itu, kanker adalah
penyakit progresif, dan berbagai kecacatan progresif ini perlahan berakumulasi hingga
sel mulai bertindak berkebalikan dengan fungsi seharusnya di dalam organisme.
Kecacatan sel, sebagai penyebab kanker, biasanya bisa memperkuat dirinya sendiri (self-
amplifying), pada akhirnya akan berlipat ganda secara eksponensial. Sebagai contohnya :
Mutasi dalam perlengkapan perbaikan-kecacatan bisa menyebabkan sel dan sel
anakannya mengakumulasikan kecacatan dengan lebih cepat.
Mutasi dalam perlengkapan pembuat sinyal (endokrin) bisa mengirimkan sinyal
penyebab-kecacatan kepada sel di sekitarnya.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi neoplastik, membuat sel bermigrasi dan dan
merusak sel yang lebih sehat.
Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi kekal (immortal), lihat telomeres, membuat sel
rusak bisa membuat sel sehat rusak selamanya.
4. Manifestasi Klinis
Gejala kanker tulang yang paling sering dialami adalah nyeri. Sejalan dengan
pertumbuhan tumor, bisa juga terjadi pembengkakkan, dan pergerakan yang terbatas.
Tumor di tungkai akan menyebabkan penderita berjalan timpang. Sedangkan tumor di
lengan akan menyebabkan nyeri ketika lengan dipakai untuk mengangkat sesuatu.
Penyakit ini diawali gejala-gejala seperti pembengkakan progresif disertai rasa
nyeri dan demam. Kadang disertai trauma, misalnya jatuh, yang berakibat pada patah
tulang yang terjadi di daerah tumbuhnya kanker. Patah tulang atau fraktur patologis itu
seringkali terjadi karena adanya gerakan rutin.
Osteosarkoma umumnya cenderung tumbuh di tulang paha, tulang lengan atas
(ujung atas), ujung atas tulang kering atau lutut. Ujung-ujung tulang tersebut merupakan
daerah terjadinya perubahan dan kecepatan pertumbuhan terbesar. Kanker atau tumor
ganas di daerah lutut paling banyak dijumpai.
Pembengkakkan pada tumor mungkin akan terasa hangat dan terlihat agak
memerah. Tanda awal dari penyakit ini bisa merupakan patah tulang yang selanjutnya
menjadi tumor. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor ini disebut fraktur patologis dan
8
sering terjadi setelah tulang mengalami gerakan rutin. Tanda awal dari penyakit ini bisa
berupa patah tulang karena tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah.
5. Komplikasi
Risiko-risiko utama yang berhubungan dengan operasi termasuk infeksi,
kekambuhan dari kanker, dan luka pada jaringan-jaringan yang mengelilinginya. Dalam
rangka untuk mengangkat seluruh kanker dan mengurangi risiko kekambuhan, beberapa
jaringan normal yang mengelilinginya harus juga diangkat. Tergantung pada lokasi dari
kanker, ini mungkin memerlukan pengangkatan dari porsi-porsi dari tulang, otot, syaraf-
syaraf, atau pembuluh-pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan kelemahan, kehilangan
sensasi, dan risiko dari patah tulang atau patah tulang dari tulang yang tersisa.
1. Efek proses kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obat yang sangat kuat untuk mencoba
membunuh sel-sel kanker. Tetapi sebagai akibatnya beberapa sel-sel normal juga
terbunuh dalam prosesnya. Obat-obat dirancang untuk membunuh sel-sel yang
membelah atau tumbuh secara cepat. Sel-sel normal yang terpengaruh seringkali
termasuk rambut, sel-sel pembentuk darah, dan sel-sel pelapis sistim pencernaan.
Efek-efek sampingan termasuk mual dan muntah, kehilangan rambut, infeksi, dan
kelelahan. Untungnya, efek-efek sampingan ini biasanya hilang setelah kemoterapi
selesai. Nutrisi yang baik adalah penting untuk tubuh untuk melawan kanker.
mungkin dirujuk pada ahli nutrisi untuk membantu dengan ini, terutama jika
mengalami mual dan kehilangan nafsu makan.
Efek-efek sampingan utama dari terapi radiasi termasuk kelelahan, kehilangan
nafsu makan, dan kerusakan pada kulit dan jaringan-jaringan lunak sekelilingnya.
Terapi radiasi sebelumnya dapat juga meningkatkan risiko persoalan-persoalan luka
dari operasi pada area yang sama.
2. Kecacatan
Apabila dilakukan proses pengangkatan kanker melalui penghilangan organ, maka
kecacatan pasien tidak akan bisa dihindari.kanker tulang bisanya juga dapat
menimbulkan patah tulang yang disebut fraktur patologis.
3. Kematian
Fakta penyebab kematian akibat kanker:
1. Kesulitan diagnosis oleh dokter patologi tulang. Minimnya peralatan diagnosis yang tersedia
dan sulitnya mendeteksi sel-sel kanker yang diderita pasien apakah tergolong jinak atau ganas.
9
2. Umumnya pasien datang ketika penyakit sudah berada pada stadium akhir. Pengobatannya
akan menjadi sulit, dan angka harapan hidup semakin kecil.
3. Masalah sosial ekonomi. Penyakit kanker memang tergolong masih sulit diobati, belum lagi
biaya pengobatan sangat mahal. Masalah biaya sering menjadi alasan pasien untuk tidak
berobat. Bahkan, banyak pasien yang menolak dioperasi karena tidak memiliki biaya.
4. Pengobatan dengan kemoterapi memiliki efek samping yang menyakitkan, sehingga membuat
pasien menyerah dan menghentikan terapi.
5. Kurangnya pengetahuan tentang kanker dan pengobatannya, membuat banyak orang
memutuskan untuk memilih pengobatan alternatif yang biayanya relatif lebih murah,
meskipun kenyataannya itu malah membahayakan kehidupan pasien.
6. Penatalaksanaan
Sama seperti penyakit lainnya yang mempunyai tingkat stadium, begitu pun
dengan kanker tulang. Pada kanker tulang, ada yang berkembang lambat. Yang ini
dinamakan low grade. Sedangkan yang perkembangannya menyebar secara cepat dan
dapat menyerang organ lain dinamakan high grade.
a. Promotif
Penyebaran pemahaman mengenai kanker kepada masyarakat awam sangat penting
agar masyarakat lebih menyadari akan bahayanya. Setidaknya penggunaan bahan
pengawet pada makanan yang disinyalir bisa memicu kanker, bisa dihindari.
b. Preventif
Peran orang tua sangat penting. Orangtua harus lebih waspada dan segera
memeriksakan anaknya bila mendapati gejala-gejala kanker. Kemungkinan sembuh
tentu makin besar jika pasien datang pada stadium awal.
c. Kuratif
1) Rontgen tulang, CT Scan tulang yang terkena, Biopsi terbuka. Harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan lokasi dan penyebaran tumor dengan
cara roentgen tulang kerangka tubuh, roentgen dada, CT
scan dada, scanning tulang dan biopsi kanker. Setelah diketahui secara pasti,
tindakan selanjutnya adalah kemoterapi.
2) Pemeriksaan darah (termsuk kimia serum)
3) CT Scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru
4) Scanning keseluruhan tulang untuk melihat penyebaran kankernya.
5) Kemoterapi
10
Kemoterapi dilakukan supaya tumor mengecil. Penyembuhan kanker
tulang dengan jalan kemoterapi ini lumayan berguna untuk membunuh sel tumor
yang sudah mulai menyebar. Jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru, maka
angka harapan hidupnya mencapai 60%. Sekitar 75% penderita bisa bertahan hidup
sekitar 5 tahun setelah kanker tulangnya terdiagnosis.
Kemoterapi tidak hanya bisa dilakukan pada orang dewasa tetapi bisa juga
dilakukan pada anak-anak. Penanganan kanker akan cukup hanya dengan
dilakukan kemoterapi apabila sudah diketahui sejak dini. Kendalanya, terapi
dengan kemo ini memerlukan waktu yang relatif lama, dan ada berbagai efek
samping yang ditimbulkannya.
Apabila kanker sudah berada di stadium lanjut, maka harus dilakukan
pembedahan dan pengangkatan. Jika masih memungkinkan tidak boleh dilakukan
amputasi, karena menyelamatkan jiwa dengan mengorbankan organ lain akan
sangat menyulitkan nantinya. Tetapi bila lokasi kanker tidak bisa diselamatkan,
tindakan amputasi atau pemotongan anggota tubuh tidak bisa dihindari.
7. Rehabilitatif
Proses terapi pemulihan fisik dan pencegahan kanker tumbuh kembali, karena
kemungkinan kanker itu akan tumbuh lagi masih ada meskipun kanker sudah
dihilangkan melalui proses kemoterapi atau pembedahan.
11
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK OSTEOSARKOMA
1. Pengkajian
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Palpasi dengan lembut : ukuran dan pembengkakan jaringan lunak yang
diakibatkannya dan nyeri tekan dicatat
d. Status neurovaskuler dan gerakan ekstremitas
e. Mobilitas dan kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
2. Diagnosa
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut dan kronis berhubungan dengan proses perjalanan
penyakit (nyeri yang timbul ketika kanker mulai tumbuh)
b. Disorganisasi perilaku bayi b.d nyeri akut pada vertebrae
c. Resiko cedera: fraktur patologis ditandai dengan faktor resiko osteosarkoma
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan
dan proses penyakit
e. Resiko intoleransi aktifitas ditandai dengan prosedur pembedahan
f. Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan, persepsi tentang proses
penyakit
12
3. Intervensi
No Diagnosa Kriteria
hasil
Intervensi Rasional
1. Gangguan
rasa
nyaman:
nyeri akut
dan kronis
berhubung-
an dengan
proses
perjalanan
penyakit
(nyeri yang
timbul
ketika
kanker
mulai
tumbuh)
-Pasien/
anak akan
menunjuk-
kan nyeri:
efek
merusak,
dengan
indikasi
seperti:
penurunan
nafsu
makan,
kesulitan
menelan,
terganggu-
nya tidur
-Menunjuk-
kan tingkat
nyeri (skala
0-10)
1. Tentukan lokasi, inten-
sitas dan karakteristik
nyeri, perhatikan isya-
rat verbal dan non
verbal seperti meringis
Menjadi pedoman
dalam menentukan
intervensi atau
penanganan yang
tepat untuk pasien,
membantu membe-
dakan nyeri pasca
operasi dari
terjadinya
komplikasi
2. Berikan informasi dan
petunjuk antisipasi
mengenai penyebab
ketidaknyamanan dan
intervensi yang tepat.
Meningkatkan
pemecahan masalah,
membantu mengu-
rangi nyeri
berkenaan dengan
ansietas
3. Evaluasi tekanan darah
dan nadi, perhatikan
perubahan perilaku.
Nyeri dapat menye-
babkan kecemasan
yang berakibat peru-
bahan hormonal,
menyebabkan vaso-
konstriksi sehingga
tekanan darah dan
nadi meningkat.
4. Ubah posisi pasien,
gunakan teknik
pernapasan dan
relaksasi.
Merileksasikan otot
dan mengalihkan
perhatian dari
sensasi nyeri.
13
5. Ajarkan napas dalam. Napas dalam
mening-katkan
upaya perna-pasan
dan mengurangi
nyeri serta ketidak-
nyamanan
berkenaan dengan
gerakan otot
abdomen
6. Libatkan keluarga Mengikutsertakan
orang terdekan
pasien
7. Ajarkan pasien
manajemen nyeri
Pasien diharapkan
mampu untuk
mengatisi nyerinya
dengan mandiri
8. Kolaborasikan dengan
tim kesehatan lain
untuk pemberian
analgesik sesuai
indikasi
Manajemen nyeri
2. Resiko
intoleransi
aktifitas
ditandai
dengan
prosedur
pembedah-
an
-Mentole-
ransi
aktivitas
yang biasa
dilakukan,
ditunjukkan
dengan
daya tahan,
penghe-
matan
energi, dan
perawatan
1. Kaji status emosi
pasien
Mengevaluasi
tingkat kestabilan
emosi klien
2. Evaluasi pertumbuhan
dan perkembangan
rentang gerak sendi,
kekuatan otot cara
berjalan,
keseimbangan, dan
koordinasi status
vascular (sirkulasi)
Mengetahui adanya
kelainan pada
ekstremitas atau
bagian tubuh setelah
dioperasi
14
diri:
Aktivitas
Kehidupan
Sehari-hari
(AKS)
3. Pantau adanya tanda
dan gejala komplikasi
pasca operatif yang
berhubungan dengan
gangguan mobilitas
(konstipasi, dekubitus,
pneumonia, retensi
urine, anoreksia,dll)
Mengontrol akibat
prosedur post-op
tulang
4. Lakukan dan ajarkan
manajemen nyeri
Meredakan nyeri
klien
5. Berikan penjelasan
tentang asupan nutrisi
yang baik dan lakukan
hidrasi
Edukasi agar
kebutuhan dasar
klien tetap terpenuhi
6. Informasikan pada
pasien dan keluarga
kemungkinan
komplikasi yang
berhubungan dengan
amputasi (iritasi kulit,
perubahan penyangga,
pembengkakan atau
nyeri yang lebih hebat,
demam, masalah
mekanis yang lebih
protesis)
Ansietas keluarga
berkurang atau
keluarga dapat
mengambil
keputusan atas
kondisi penyakit
anak
7. Jelaskan pentingnya
terapi fisik (latihan
rentang gerak,
kemampuan
beraktifitas)
Edukasi tentang
memelihara
kesehatan dan
kekuatan otot-otot
tubuh
8. Kolaborasikan dengan
tim terapi rehabilitasi
Alat bantu
memudahkan klien
15
untuk beraktifitas
3. Ansietas
berhubung-
an dengan
kurang
pengetahu-
an menge-
nai prosedur
pembedah-
an
1. Jelaskan prosedur
pengobatan atau
pembedahan yang akan
dilakukan (intervensi
dilakukan pada
keluarga)
Informasi tentang
prosedur yang akan
dilakukan
2. Jelaskan komplikasi
yang akan ditimbulkan
setelah dilakukan
pengobatan atau
pembedahan (intervensi
dilakukan pada
keluarga)
Keluarga
mengetahui
resiko/dampak dari
prosedur yang akan
dilakukan
3. Kaji TTV pasien pada
saat preoperative
Ketidaknormalan
biasanya terjadi saat
pasien cemas
4. Ajarkan nafas dalam
dan batuk efektif
(intervensi dilakukan
pada keluarga)
Tundakan dalam
bentuk pendidikan
lebih tepat dilakukan
pada keluarga
5. Jelaskan juga alat-alat
yang mungkin akan
digunakan pasien
setelah dilakukan
pembedahan.
(intervensi dilakukan
pada keluarga)
Melibatkan keluarga
dalam setiap proses
6. Bahas juga
kemungkinan
komplikasi yang akan
timbul berhubungan
dengan keadaan tubuh
pasien (intervensi
Mempersiapkan
keluarga untuk
membantu
intervensi yang akan
dilakukan pada
16
dilakukan pada
keluarga)
pasien
7. Lakukan terapi bermain Mengurangi
kecemasan pasien
8. Libatkan keluaga
dalam setiap proses
Pasien akan merasa
lebih tenang apabila
bersama dengan
keluarga
B. TUMOR WILMS ( KANGKER GINJAL)
1. Definisi
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah kanker ginjal yang ditemukan pada anak-anak. Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa
2. Etiologi
Neoplasma ganas ini termasuk tumor embrional, yang mengandung bermacam komponen dan jaringan, semua berasal dari mesoderm. Nama lainnya adalah adenomyosarooma embrional carcinoma, embryonal mixed tumor. Merupakan 20-25% dari semua tumor ganas pada anak-anak, dan frekuensinya no 2 setelah neuroblastoma, namun hanya 5% dari semua tumor ginjal ganas. Afrekuensi pada laki-laki dan wanita sama. Biasanya di ketahui pada umur 2-3 tahun, sebagai tumor abdomen yang asimtomatik. Dapat menjadi bilateral.kadang-kadang disertai hematuri dan anemia.
Mekanisme genetik yang berkaitan dengan penyakit ini, belum sepenuhnya diketahui. Pada penderita sindrom WAGR (tumor Wilms, aniridia, malformasi genital dan retadasi mental) memperlihatkan adanya delesi sitogenetik pada kromosom 11, daerah p13. Pada beberapa penderita, ditemukan gen WT1 pada lengan pendek kromosom 11, daerah p13. Gen WT1 secara spesifik berekspresi di ginjal dan dikenal sebagai faktor transkripsi yang diduga bertanggung jawab untuk berkembangnya tumor Wilms.
3. Patofisiologi
Tumor Wilms tersusun dari jaringan blastema metanefrik primitif. Disamping itu tumor ini sering mengandung jaringan yang tidak biasanya terdapat pada metanefron normal, misalnya jaringan tulang, tulang rawan dan epitel skuamous. Gambaran histologik yang sangat beragam merupakan suatu ciri dari tumor Wilms. Gambaran klasik tumor Wilms
17
bersifat trifasik, termasuk sel epitel blastema dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran histopatologik tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu tumor risiko rendah (favourable), tumor risiko sedang dan tumor risiko tinggi (unfavourable).
The National Wilms Tumor Study (NWTS) membagi 5 stadium tumor Wilms, yaitu :
Stadium ITumor terbatas di dalam jaringan ginjal tanpa menembus kapsul. Tumor ini dapat di reseksi dengan lengkap.Stadium IITumor menembus kapsul dan meluas masuk ke dalam jaringan ginjal dan sekitar ginjal yaitu jaringan perirenal, hilus renalis, vena renalis dan kelenjar limfe para-aortal. Tumor masih dapat direseksi dengan lengkap.Stadium IIITumor menyebar ke rongga abdomen (perkontinuitatum), misalnya ke hepar, peritoneum dan lain-lain.Stadium IVTumor menyebar secara hematogen ke rongga abdomen, paru-paru,otak dan tulang.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan labolatorium tidak banyak membantu, hanya dapat ditemukan laju endap darah yang meninggi dan kadang kadang ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk
Pada foto polos abdomen akan tampak masa jaringan lunak dan jarang ditemukan klsifikasi didalamnya.
Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori, penekanan dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan renoarteriogram didaptkan gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari metastasi kedalam paru-paru.
4. Gejala Tumor Wilms
Tumor Wilms mungkin tidak terdeteksi sejak awal karena dapat tumbuh besar tanpa menimbulkan rasa sakit. Ketika besar, umumnya tumor ini berhasil diketahui sebelum memiliki kesempatan untuk menyebar (metastasize) ke bagian tubuh lainnya.
5. Anak-anak yang terserang dapat memiliki gejala:
18
o Perut bengkako Terdapat suatu gumpalan dalam perut yang dapat dirasakano Demamo Darah dalam urino Nafsu makan berkurango Tekanan darah tinggio Sembelito Nyeri Peruto Mual
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK TUMOR WILMS
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian
daging,bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan
diare. Badan panas hanya satu hari pertama sakit.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian Perpola
1]. Pola nutrisidan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada
sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena
adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah
dananoreksiamenyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat
karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
19
2]. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri: gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresidan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguriasampai anuria,proteinuri,
hematuria.
3]. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dandan tekanan darah mutlak selama 2minggu
dan mobilisasiduduk dimulaibila tekanan ddarah sudah normal selama 1
minggu.Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels ,
pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasidapatmenyebabkanpemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan
pasien terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh
spasme pembuluh darah. Hipertensi yangmenetap dapatmenyebabkan gagal
jantung.Hipertensi ensefalopatimerupakan gejala serebrum karena hipertensi
dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah,dan kejang-kejang. GNA
munculnya tiba-tibaorang tua tidak mengetahui penyebab danpenanganan
penyakit ini.
4]. Polatidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasardan rasa gatal.
20
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yangmenurun.
6]. Persepsi diri :
Kliencemasdan takut karena urinenya berwarna merah dan edema
danperawatan yanglama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7]. Hubungan peran :
Anaktidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauhdan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
2. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan dan ruang ketiga
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan
4. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
penyakit yang mengancam kehidupan
21
3. Rencana Keperawatan
1.Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan
dalamjaringan dan ruang ketiga.
Tujuan :Pasien tidak menunjukan bukti-bukti akumulasi cairan
atauakumulasi cairan yang ditujukan pasien minimum
Pasien mendapat volume cairan yang tepat
Intervensi Rasional
a. Catat intake dan output
secara akurat
b. Kaji perubahan edema
danPembesaran
abdomensetiap hari
,Timbang BB tiap hari
dalam skala yang sama
c. Uji urin untuk berat jenis,
albumin
d. Atur masukan cairan
dengan cermat
e. Berikan diuretik sesuai
orderdari tim medis
a. Evaluasi harian keberhasilan
terapi dan dasar penentuan
tindakan
b. Indikator akumulasi cairan
dijaringan dan dirung ketiga
c.BJ Urine dan albuminnuria
menjadi indikator regimen terapi
d.Sehingga anak tidak
mendapatkan lebih dari jumlah
yang ditentukan
e. Pengurangan cairan
ekstravaskuler sangat diperlukan
dalam mengurangi oedema
22
.Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.
Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi Rasional
a. Catat intake dan output
makanan secara akurat
b. Kaji adanya tanda-tanda
perubahannutrisi :
Anoreksi, Letargi,
hipoproteinemia.
c. Beri diet yang bergizi
d. Beri makanan dalam
porsi kecil tapi sering ,
Beri suplemen vitamin
dan besi sesuai instruksi
a. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
b. Gangguan nutrisi dapat terjadi secara
berlahan. Diare sebagai reaksi oedema
intestine dapat memperburuk status
nutrisi
c. Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk
d. Membantu dalam proses metabolisme.
Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
Tujuan : Paien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat nyeri
b. Lakukan tehnik
pengurangannyeri
nonfarmakologis
c. Berikan analgesik sesuai
ketentuan
d. Berikan obat dengan
jadwal preventif
a. Menentukan tindakan
selanjutnya
b. Sebagai analgesik tambahan
c. Mengurangi rasa sakit
d. Untuk mencegah kambuhnya
nyeri
23
e. Hindari aspirin atau
senyawanya
e. Karena aspirin meningkatkan
kecenderungan pendarahan
Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan
Tujuan : kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang ditujukan
pasien minimum atau tidak ada
Intervensi Rasional
a. Pantau tanda vital setiap
4 jam
b. Laporkan adanya
penyimpangan dari
normal
c. Berikanalbumin
bergaram rendah sesui
indikasi
a. Bukti fisik defisit cairan.
b. Sehingga pengobatan segera dilakukan
c.Meningkatkan tekanan osmotik koloid
sehingga mempertahangkan cairan dalam
vaskuler
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : Pasien mendapat istrahat yang adekut
Intervensi Rasional
a. Pertahangkan tirah baring
bilah terjadi edema berat
b. seimbangkan istrahat dan
aktivitas bila ambulasi
c. intrusikan pada anak
untukistrahat bila ia
merasa lelah
a. Mengurangi pengeluaran energi.
b.Mengurangi kelelahan pada pasien
c.Untuk mmenghemat energi
24
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
penyakit yang mengancam kehidupan
Tujuan : Pasien (keluarga) menunjukan pengetahuan
tentang prosedur diagnostik/terapi
Intervensi Rasional
a. Jelaskan alasan setiap tes
dan prosedur
b. Jelaskan prosedur
operatif dengan jujur
c. Jelaskan tentang proses
penyakit
d. Bantu keluarga
merencanakan masa
depan khususnya dalam
membatu anak menjalani
kehidupan yang normal
a.Memberikan pengertian pada
keluarga
b. Memberikan pengetahuan pada
keluarga
c. Memberikan pengetahuan pada
keluarga
d.Meringangkan beban pada
keluarganya
25
C. LEUKIMIA
1. DEFENISI
Penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel sel hematopietik.
(Sylvia&Lorraine,1992)
Proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang
menggantikan elemen sumsum tulang normal.(Brunner&Suddarth,1996)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Leukemia adalah istilah umum yang digunakan untuk keganasan pada sumsum tulang
dan sistem limpatik (Wong, 1995).
2. ETIOLOGI
Etiologi pasti dari leukemia ini belum diketahui. Leukemia, sama halnya dengan
kanker lainnya, terjadi karena mutasi somatic pada DNA yang mengaktifkan onkogenesis
atau menonaktifkan gen suppressor tumor, dan menganggu regulasi dari kematian sel,
diferensiasi atau divisi.
Tapi penelitian telah dapat mengemukakan factor resiko dari Leukemia ini, antara lain:
Tingkat radiasi yang tinggi
Orang – orang yang terpapar radiasi tingkat tinggi lebih mudah terkena leukemia
dibandingkan dengan mereka yang tidak terpapar radiasi. Radiasi tingkat tinggi bisa
terjadi karena ledakan bom atom seperti yang terjadi di Jepang. Pengobatan yang
menggunakan radiasi bisa menjadi sumber dari paparan radiasi tinggi.
Orang-orang yang bekerja dengan bahan – bahan kimia tertentu
Terpapar oleh benzene dengan kadar benzene yang tinggi di tempat kerja dapat
menyebabkan leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri kimia. Formaldehid
juga digunakan luas pada industri kimia, pekerja yang terpapar formaldehid memiliki
resiko lebih besar terkena leuikemia.
26
Kemoterapi
Pasien kanker yang di terapi dengan obat anti kanker kadang – kadang berkembang
menjadi leukemia. Contohnya, obat yang dikenal sebagai agen alkilating dihubungkan
dengan berkembangnya leukemia akhir – akhir ini.
Down Syndrome dan beberapa penyakit genetic lainnya
Beberapa penyakit disebabkan oleh kromosom yang abnormal mungkin meningkatkan
resiko leukemia.
Human T-cell Leukemia virus-I (HTVL-I)
Virus ini menyebabkan tipe yang jarang dari leukemia limfositik kronik yang dikenal
sebagi T-cell leukemia.
Myelodysplastic syndrome
Orang – orang dengan penyakit darah ini memiliki resiko terhadap berkembangnya
leukemia myeloid akut.
Fanconi Anemia
Menyebabkan akut myeloid leukemia
3. KLASIFIKASI
1) Leukemia Mielogenus/Mieloblastik Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua
sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok
usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan
leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. Pasien hanya dapat bertahan
sampai 1 tahun, kematian disebabkan oleh infeksi dan pendarahan.
2) Leukemia Mielogenus/Mieloblastik Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun
lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan
gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala
27
selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa,
limpa membesar.
3) Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-
anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun,
setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
4) Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
4. TANDA DAN GEJALA
Leukemia Mieloblastik Akut
1. Rasa lemah, pucat, nafsu makan hilang
2. Anemia
3. Perdarahan, petekie
4. Nyeri tulang
5. Infeksi
6. Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediatinum
7. Kadang – kadang ditemukan hipertrofi gusi khususnya pada M4 dan M5
8. Sakit kepala
Leukemia Mieloblastik Kronik
1. Rasa lelah
2. Penurunan berat badan
3. Rasa penuh di perut
4. Kadang – kadang rasa sakit di perut
5. Mudah mengalami perdarahan
6. Diaforesis meningkat
7. Tidak tahan panas
28
Leukemia Limfositik Akut
1. Malaise, demam, letargi, kejang
2. Keringat pada malam hari
3. Hepatosplenomegali
4. Nyeri tulang dan sendi
5. Anemia
6. Macam – macam infeksi
7. Penurunan berat badan
8. Muntah
9. Gangguan penglihatan
10. Nyeri kepala
Leukemia Limfositik Kronik
1. Mudah terserang infeksi
2. Anemia
3. Lemah
4. Pegal – pegal
5. Trombositopenia
6. Respons antibodi tertekan
7. Sintesis immonuglobin tidak cukup
5. PATOFISIOLOGI
Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang
muncul dari perbanyakan koloni sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol.
Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya
perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan
pertubuhan sel dan diferensiasi.
Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel
normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat serta dapat
bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.
WOC → terlampir
29
6. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis AML
Terapi induksi dan terapi konsolidasi
Terapi induksi (kemoterapi) → untuk membunuh sel leukimia
Cytarabine (cystosal, ara C) daunorubbin (daunomycin, cerubidine) atau
mitoxantrone atau idarubicin, mercaptopurine (purinethol)
Supportive care (darah dan platelet) untuk infeksi, perdarahan, mukositis dan diare.
Granulocyte growth factor.
Terapi konsolidasi/post remisi (untuk menghilangkan sisa sel leukimia yang tidak
terdeteksi secara klinis) → Cytarabine
Transplantasi sumsum tulang
Donor sumsum tulang menggantikan produksi sel darah. Sebelumnya dilakukan
kemoterapi dan radiasi untuk menghancurkan sumsum iskemik. Bisa terjadi resiko
penolakan dan infeksi.
2. Penatalaksanaan medis KML
Fase kronis
Interferon dan cytocyne untuk memperbaiki kelainan kromosom
Hydroxyurea atau busulfan (myleran) untuk mengurangi SDP
Leukopheresis : memisahkan dan membuang leukosit
Antracyline (daunomycin) untuk mengurangi SDP secara cepat
Fase transformasi
Terapi induksi dan transplantasi sumsum tulang.
3. Penatalaksaan medis ALL
Terapi induksi dengan tambahan kortikosteroid dan vinca alkaloid
Intrathecal kemoterapi (methotrexate) sebagai profilaksis SSP
Maintenance : kemoterapi dosis rendah selama 3 tahun
Anti virus untuk mengurangi efek samping kortikosteroid
Transpalantasi sumsum tulang dapat menyembuhkan penyakit
4. Penatalaksaan medis KLL
Koemoterapi dengan kortikosteroid dan klorambusil (leukeran)
30
Cyplofosfamide, vincristine, doxorubicin
Imunoglobin IV untuk menangani efek samping obat seperti infeksi: pneumocystis,
listeria, mikobakteria, virus herpes dan sitomegalovirus.
7. PROGNOSIS
LLA resiko normal prognosisnya lebih baik dari resiko tinggi. Faktor prognosis yang
kurang baik antara lain : usia kurang dari 2 tahun, usia lebih dari 10 tahun, jumlah leukosit
(sel darah putih) saat awal lebih dari 50x109/L, jumlah trombosit (keping darah) kurang dari
100x109/L, ada masa mediastinum, ras hitam, laki-laki, ada pembesaran kelenjar limfe,
pembesaran hati lebih dari 3 cm, tipe limfoblas L2 atau L3, dan adanya penyakit susunan
syaraf pusat saat diagnosisi. Viana dkk (1994) mendapatkan, penderita dengan gizi buruk
(menurut standar tinggi badan/ umur) resiko kambuhnya lebih tinggi dibanding yang gizinya
baik. Di Singapura walaupun ada perbaikan, 30%-40% penderita mengalami kambuh, dan
kelompok ini prognosisinya baik. Perkembangan dan keberhasilan pengobatan pencegahan
untuk leukemia meningeal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik memperbaiki secara
progresif angka kesembuhan LLA pada anak. Angka kelangsungan hidup 5 tahun LLA
sekitar 66-67%. Pada LMA, jumlah lekosit yang tinggi (>100.000/µL), ras hitam, koagulasi
abnormal berprognosis jelek.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK LEUKIMIA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Saat Ini
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
g. Riwayat Tumbuh Kembang
h. Riwayat Sosial
i. Pemeriksaan Fisik
j. Pemeriksaan Tumbuh Kembang
k. Pemeriksaan Psikososial
31
l. Pemeriksaan Spritual
m. Pemeriksaan Penunjang
n. Kebutuhan Dasar Sehari-hari
2. Diagnosa keperawatana. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.b. Resiko infeksi b.d inadekuat pertahanan sekunder atau penurunan respon
kekebalan.c. Ketidakefektivan penatalaksanaan program terapeutik b.d kompleksitas
program pengobatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA 1 : Resiko tinggi terhadap infeksi b/d inadekuat pertahanan sekunder atau
penurunan respon kekebalan.
Tujuan :
Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat
Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, dan imun dalam batas normal
Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur pernafasan dan
pemantauan
Intervensi :
a. Istirahatkan klien pada ruangan khusus/ isolasi
Rasional :dengan mengistirahatkan pada ruangan isolasi dapaT menghindari terkontaminasi
dengan klien sehingga infeksi dapat dicegah.
b. Anjurkan klien atau orang tua untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan klien
Rasional:dengan memelihara kebersihan diri dan lingkungan dapat menghambat
perkembangbiakan kuman.
c. Laporkan segera adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : hindari keterlambatan pengobatan.
32
d. Tindakan kepatuhan terhadap therapi AB
Rasional : untuk mencegah dan pengobatan infeksi.
DIAGNOSA 2 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi :
a. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
b. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan.
c. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : makanan sedikit dapat meningkatkan pemasukan dengan mencegah distensi
lambung.
d. Berikan penyuluhan pada orang tua klien pentingnya nutrisi yang adekuat.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan orang tua tentang pentingnya makanan
bagi tubuh dalam membantu proses penyembuhan.
e. Tingkatkan masukan cairan diatas kebutuhan minuman
Rasional : guna mengkompensasi tambahan kebutuhan cairan.
f. Dorong anak untuk minum.
Rasional : meningkatkan kepatuhan.
g. Ajarkan orang tua tentang tanda-tanda dehidrasi
Rasional : menghindari keterlambatan therapi rehidrasi.
h. Tekankan pentingnya menghindari panas yang berlebihan.
Rasional : menghindari penyebab kehilangan cairan.
33
D. HIV/AIDS
1. Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.
2. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
3. PatofisiologiHIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
34
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
35
4. Manifestasi Klinik
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi.
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare. Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi daripada bayi yang tidak terinfeksi.
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA ANAK
Kelas P-O: infeksi intermediate
Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV
Kelas P-1: infeksi asimtomatik
Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal (P-1B)
Kelas P-2: infeksi sitomatik
P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau persistem yang tidak spesifik.
36
P-2B: penyakit neurologi yang progresif
P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid
P-2D: infeksi oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis oral persisten, stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal.
P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak
P-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan hematologi)
Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP.
Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.
37
Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telah ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis.
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini.
Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida,
38
terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering mengambil bentuk organ yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi. Yang jarang adalah hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama, dengan prognosis buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV, atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit ginjal yang sering terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan mesangial dan glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan pada separuh anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden kardiomiopati simtomatik hanya 12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan fungsi ventrikel merupakan kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada yang kanan. Tekanan HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus miotropik semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction) atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.
6. Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan.
Menetapnya antibody terhadap HIV yang didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak
39
terinfeksi selama 18 bulan, diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV), atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan.
Bila bayi atau anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi.
Pada anak berusia 18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang dikonfirmasi untuk antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang dideteksi, sehingga konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum menghasilkan antibody itu sendiri.
7. Komplikasi Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
Neurologikoensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang
40
kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
oMeningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
GastrointestinalWasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.o Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
o Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
o Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
RespirasiPneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
DermatologikLesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan psoriasis.
Sensorik Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
41
8. Pemeriksaan PenunjangTes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot) Western blot (positif) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas) Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim
reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)Tes untuk deteksi gangguan system imun.
LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap
antigen) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit). Kadar immunoglobulin (meningkat)
9. Penatalaksanaa
Perawatan Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain: Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
Mengatasi dampak psikososial Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
Penampilan umum : pucat, kelaparan.
Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
42
Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada
bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.
Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,
batuk produktif atau non produktif.
GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
Gu : lesi atau eksudat pada genital,
15. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
b. Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
d. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
43
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
f. Diare berhubungan dengan infeksi GI
g. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
3. Intervensi & Inplementasi
Rencana asuhan keperawatan
Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit
Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat
- Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari
Intervensi Rasional
Mandiri
Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan rasa haus
Pantau masukan oral dan memasukkan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/ makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu.
Berikan makanan yang membuat pasien berselera.
Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : antiemetikum, antidiare atau antispasmodik.
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.
Berikan cairan/elektrolit melalui
Indikator tidak langsung dari status cairan.
Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, melembabkan mukosa.
Mungkin dapat mengurangi diare.
Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.
Mengurangi insiden muntah, menurunkan jumlah keenceran feses mengurangi kejang usus dan peristaltik.
Mewaspadai adanya gangguan elektrolit dan menentukan kebutuhan elektrolit.
Diperlukan untuk mendukung volume sirkulasi, terutama jika pemasukan oral tidak adekuat.
44
selang makanan atau IV.
Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi
Tujuan : – Mengurangi resiko terjadinya infeksi
- Mempertahankan daya tahan tubuh
Kriteria hasil: – Infeksi berkurang
- Daya tahan tubuh meningkat
Intervensi Rasional
Mandiri
Pantau adanya infeksi : demam, mengigil, diaforesis, batuk, nafas pendek, nyeri oral atau nyeri menelan.
Ajarkan pasien atau pemberi perawatan tentang perlunya melaporkan kemungkinan infeksi.
Pantau jumlah sel darah putih dan diferensial
Pantau tanda-tanda vital termasuk suhu.
Awasi pembuangan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.
Kolaborasi
Beriakan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.
Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera. Infeksi lama dan berulang memperberat kelemahan pasien.
Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
Peningkatan SDP dikaitkan dengan infeksi
Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi ang baru dimana obat tidak lagi dapat secara efektif mengontrol infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
Mencegah inokulasi yang tak disengaja dari pemberi perawatan.
Menghambat proses infeksi. Beberapa obat-obatan ditargetkan untuk organisme tertentu, obat-obatan lainya ditargetkan untuk meningkatkan fungsi imun
45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada banyak tipe-tipe yang berbeda dari kanker. Kanker biasanya dinamakan
berdasarkan pada tipe dari sel yang dipengaruhi. Contohnya, kanker paru disebabkan
oleh sel-sel yang di luar kontrol yang membentuk paru-paru, dan kanker payudara oleh
sel-sel yang membentuk payudara. Suatu tumor adalah suatu kumpulan (koleksi) dari sel-
sel abnormal yang mengumpul bersama. Bagaimanapun, tidak semua tumor-tumor
adalah bersifat kanker. Suatu tumor dapat jinak (tidak bersifat kanker) atau ganas
(bersifat kanker). Tumor-tumor jinak biasanya kurang berbahaya dan tidak mampu untuk
menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-tumor ganas biasanya lebih serius dan
dapat menyebar ke area-area lain dalam tubuh. Kemampuan sel-sel kanker untuk
meninggalkan lokasi awal mereka dan bergerak ke lokasi lain didalam tubuh disebut
metastasis. Metastasis dapat terjadi dengan sel-sel kanker memasuki aliran darah tubuh
atau sistim getah bening (lymphatic system) untuk berjalan ke tempat-tempat lain
didalam tubuh. Ketika sel-sel kanker bermetastasis ke bagian-bagian lain tubuh, mereka
tetap dinamakan dengan tipe asal dari sel yang abnormal. Contohnya, jika suatu
kelompok dari sel-sel payudara menjadi berpenyakit kanker dan bermetastasis ke tulang-
tulang, ia disebut kanker payudra yang bermetastasis. Banyak tipe-tipe berbeda dari
kanker mampu untuk bermetastasis ke tulang-tulang. Tipe-tipe kanker yang paling umum
yang menyebar ke tulang-tulang adalah paru, payudara, prostate, tiroid, dan ginjal.
Kebanyakan waktu, ketika orang-orang mempunyai kanker di tulang mereka, ia
disebabkan oleh kanker yang telah menyebar dari tempat lain didalam tubuh ke tulang-
tulang. Adalah lebih tidak umum untuk mempunyai suatu kanker tulang yang asli, suatu
kanker yang timbul dari sel-sel yang membentuk tulang. Adalah penting untuk
menentukan apakah kanker didalam tulang adalah dari tempat lain atau dari suatu kanker
dari sel-sel tulang. Perawatan-perawatan untuk kanker-kanker yang telah bermetastasis
ke tulang didasarkan pada tipe awal dari kanker.
46
DAFTAR PUSTAKA
Otto, Shirley E., Buku Saku Keperawatan Onkologi, hal 71-84. EGC. Jakarta. 2005 Schein, Philip S., Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Onkologi. Binarupa
Aksara. 1996. Internet:
http://www.totalkesehatananda.com/bonecancer2.html (diunduh 1 NOVEMBER 2012)
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf (diunduh 1 NOVEMBER 2012) http://www.boneandcancerfoundation.org/pdfs/Osteosarcoma-2.pdf (diunduh 1
NOVEMBER 2012)
47