Download - LP TB & B20
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU + HEMOPTOE
DI RUANG PAVILIUN IV PARU RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA
I. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobakterium Tuberculosis. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit
saluran pernapasan bagian bawah (Alsagaff & Mukty, 2008).
II. Anatomi dan Fisiologi
Sistem pernapasan mempunyai fungsi menyediakan oksigen (O2) serta
mengeluarkan gas karbon dioksida (CO2) dari tubuh. O2 merupakan sumber tenaga
bagi tubuh yang harus di pasok terus menerus, sedangkan CO2 merupakan bahan
toksik yang harus segera dikeluarkan dari tubuh. Bila tertumpuk di dalam darah akan
menurunkan PH sehingga menimbulkan asidosis yang dapat mengganggu faal badan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Jalan nafas yang dapat menghantarkan udara
ke paru-paru adalah
1. Hidung
Saluran pernapasan dari hidung sampai ke bronchiolus di lapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung maka
dari itu: di saring, di hangatkan, dan di lembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks
bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Partikel-partikel debu yang kasar dapat
disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan
partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia
mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke
superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring.
Terdapat empat buah sinus paranasalis. Sinus paranasalis adalah
rongga di dalam empat buah pasang tulang frontalis, etmoidalis, sfenoidalis
dan maksilaris. Rongga sinus berhubungan dengan rongga hidung serta di
lapisi mukosa yang merupakan kelanjutan mukosa rongga hidung. Sinus
paranasalis juga mempunyai peran ikut membantu proses pelembapan serta
menghangatkan udara pernapasan, ruang untuk resonansi udara, memperingan
berat, serta menghemat massa tulang tengkorak
2. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan
bagian atas. Faring terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Nasofaring merupakan bagian pertama dari faring. Nasofaring
mempunyai peran sebagai penangkal infeksi dan menunjang fungsi telinga.
Untuk penangkal infeksi dilakukan oleh jaringan limfoid. Pada infeksi kronis
kelenjar ini dapat membesar sehingga dapat mempengaruhi aliran udara nafas
disamping itu juga sebagai mempertahankan keseimbangan tekanan udara
telinga.
Orofaring terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai
saluran udara pernapasan serta saluran makanan. Dua kelenjar limfoid yang
terdapat pada daerah ini yaitu tonsil palatinum dan tonsil linguinalismembuat
orofaring berperan sebagai penangkal infeksi. Laringofaring merupakan
bagian terakhir dari faring. Seperti orofaring bagian ini berperan sebagai
saluran udara dan saluran makanan.
3. Laring
Laring merupakan bagian pertama dari saluran pernapasan bagian
bawah. Laring mempunyai tiga peran utama yaitu sebagai saluran udara,
sebagai pintu pengatur perjalanan udara pernapasan dan makanan, serta
sebagai organ penimbul suara, peran sebagai pengatur perjalanan udara
pernapasan dan makanan dilakukan oleh epiglotis, sedangkan organ sebagai
penimbul sura dilakukan oleh pita suara (korda vokalis). Disamping
ditentukan oleh fungsi laring, kualitas suara di pengaruhi pula oleh fungsi
resonansi dari hidung, rongga mulut, sinus paranasalis, faring serta otot-otot
penggerak lidah, bibir dan pipi.
4. Trakea
Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator
muko-siliaris, karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang
terikat zat mukus ke arah faring yang kemudian dapat di telan / di keluarkan.
Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap
rokok. Bila berkontraksi, otot polos yang terdapat pada bagian belakang cincin
tulang rawan yang terputus akan mempercepat arus keluar udara pernapasan.
Aksi ini akan membantu mendorong zat mukus ke arah luar waktu terjadi
batuk.
5. Bronchus dan bronchiolus
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan
lebih pendek dan besar, merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut lebih
paten. Yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan apabila tidak
tertahan pada mulut atau hidung. Apabila udara salah jalan, maka tidak masuk
ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen
bronchus percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang
dinamakan bronchiolus terminalis di sebut saluran penghantar udara ke tempat
pertukaran gas-gas di luar bronchus terminalis. Terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri
dari bronchiolus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara
kecil (alveoli) yang berhasil dari dinding mereka dalam setiap paru-paru
terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan
tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan,
berfungsi mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi
terhadap pengembangan inspirasi. Mencegah kolaps pada alveolus saat
ekspirasi.
III. Patofisiologi
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung mycobakterium
tuberculosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam. Seseorang dapat
terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup dalam saluran pernapasan.
Mycobakterium masuk ke dalam saluran pernapasan dan dapat masuk ke alveoli
tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga
secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru lainnya.
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
menelan banyak bakteri, limfosit menghancurkan basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli dan
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10
minggu setelah pemajanan. Gambaran bronkopneumonia yang dikelilingi oleh sel-
sel radang lokal, tahap permulaan memberikan keluhan seperti suhu tubuh
meningkat.
IV. Etiologi
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara
individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi.
Melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100µ) dan droplet kecil (1 sampai 5µ).
Droplet yang berukuran besar menetap, sementara droplet yang berukuran kecil
tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko
tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah :
1. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, pasien yang
terinfeksi HIV, pasien yang dalam terapi kortikosteroid)
3. Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik
4. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes,
gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, gastrektomi / yeyunoileal)
5. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
ras, anak-anak dibawah usia 15 tahun, dan dewasa muda antara 15 tahun
sampai 44 tahun)
6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia tenggara, Afrika,
Amerika, Karibia)
7. Setiap individu yang tinggal di institusi (fasilitas perawatan jangka panjang,
psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal didaerah perumahan substandar kumuh
9. Petugas kesehatan
V. Tanda dan Gejala
1. Panas badan
Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas
badan meningkat atau menjadi lebih tinggi apabila proses berkembang
menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka
terasa panas
2. Menggigil
Dapat terjadi apabila panas badan naik dengan cepat, dapat terjadi suatu reaksi
umum yang lebih hebat
3. Keringat malam
Keringat malam umumnya baru timbul apabila proses telah lanjut, kecuali
pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih
dini, nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.
4. Gangguan menstruasi
Sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut
5. Anoreksia
Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang
timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif
6. Lemah badan
Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan. Karena itu harus dianalisa dengan
baik dan harus lebih berhati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan
temperamen (mudah tersinggung)
VI. Manifestasi Klinis
Menurut Alsagaff dan Mukty (2008) gejala klinis yang timbul pada pasien
tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah
1. Batuk
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi
paru mengingat tuberculosis paru adalah penyakit menahun. Keluhan ini
dirasakan dengan berlanjut walau agak lambat. Batuk pada tuberculosis paru
dapat kering pada permulaan penyakit karena sekret masih sedikit, kemudian
menjadi produktif.
2. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning atau kuning hijau sampai purulen
dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan
perlunakan. Jarang berbau busuk kecuali bila ada infeksi anaerob.
3. Batuk darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga
menimbulkan pecahnya pembuluh darah.
4. Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas didalam paru. Merupakan
proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
5. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru dan rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan
otot pada batuk
6. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
VII. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TB adalah harus kombinasi, tidak boleh terputus-putus
dalam jangka waktu yang lama diantaranya
1. Panduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 – 24 bulan
- Pengobatan intensif : setiap hari 1- 3 bulan, isoniazid (INH) + rifampizin
(RMP) + streptomicin (SM) dan diteruskan dengan
- Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun : INH + RMP
atau etambutol (EMB)
2. Panduan obat jangka pendek dengan lama pengobatan 6 – 9 bulan
- Pengobatan intensif : tiap hari selama 1 – 2 bulan, INH + RMP + SM atau
pirazinamid (PZA) dan diteruskan dengan
- Pengobatan intermitten : 2 – 3 kali seminggu selama 4 – 7 bulan, INH +
RMP atau EMB / SM
Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6),
enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), kreatinin di pantau setiap bulan.
Hasil pemeriksaan kultur sputum di pantau terhadap basil tahan asam (BTA)
untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan dan kepatuhan pasien terhadap terapi.
XI. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
Anamnesa
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama : batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, demam, keringat
malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise
3. Riwayat penyakit saat ini
Hal yang perlu dikaji berhubungan dengan keluhan utama. Apabila klien batuk
maka perawat menanyakan sudah berapa lama klien batuk dan apakah ada
keluhan lain yang menyertai. Tanyakan pula apakah batuk disertai sputum yang
kental atau tidak. Tanyakan pula apakah klien mengalami batuk berdarah. Dan
tanyakan mengenai keluhan sesak meliputi apa yang menjadi faktor penyebab
terjadinya sesak, bagaimana rasa sesak yang digambarkan klien, dimana rasa berat
melakukan pernapasan, seberapa jaug sesak yang dirasakan klien dan berapa lama
berlangsung, apakah bertambah buruk di siang dan malam hari.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu dilakukan dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
menderita TB paru, keluhan batuk lama, tuberkulosis dari organ lain dan penyakit
yang memperberat TB seperti diabetes mellitus.
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi penyakit TB tidak diturunkan maka tanyakan pada klien apakah
penyakit ini pernah diderita keluarga lainnya.
6. Pengkajian Psiko-Sosial-Spiritual
Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Kaji pula kondisi pemukiman tempat tinggal klien. Penyakit TB
paru sangat rentan diderita oleh mereka yang berada di tempat kumuh dengan
ventilasi dan sinar matahari kurang.
7. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Meliputi : kebiasaan merokok, banyaknya rokok yang dihabiskan, penggunaan
alkohol, tembakau dan kebiasaan olah raga.
b. Pola nutri dan metabolisme
Meliputi : nafsu makan menurun, diit khusus / suplemen, fluktuasi berat badan
6 bulan terakhir, kesukaran menelan.
c. Pola eliminasi
Meliputi : kebiasaan eliminasi urine / defekasi, konsistensi sebelum MRS atau
saat MRS.
d. Pola istirahat dan tidur
Meliputi : lama tidur pasien sebelum MRS dan MRS, gangguan waktu tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Meliputi : kegiatan pasien dirumah dan di RS, serta lamanya aktivitas.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi : body image, self sistem, kekacauan identitas, depersonalisasi.
g. Pola reproduksi seksual
Meliputi : penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi pola seksual px,
pemeriksaan payudara setiap bulan sekali / 2 bulan, masalah sexsual yang
berhubungan dengan penyakit.
h. Pola sensori dan kognitif
Meliputi : Daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan kognitif
pasien baik atau buruk.
i. Pola hubungan peran
Meliputi : hubungan dengan keluarga, rekan kerja dan masyarakat.
j. Pola penanggulangan stres
Meliputi : penyebab stres, koping terhadap stres, adaptasi terhadap stres,
pertahanan diri terhadap pemecahan masalah.
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum yang perlu di nilai adalah tingkat kesadaran. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh, frekuensi napas meningkat disertai sesak napas dan
denyut nadi seirama dengan peningkatan suhu dan pernapasan. Tekanan darah
tergantung pada penyakit penyulit yang menyertai.
b. B1 (Breathing)
1. Inspeksi : inspeksi bentuk dada dan gerakan pernapasan
2. Palpasi : palpasi trakhea dan getaran suara (Fremitus vokal)
3. Perkusi : TB paru tanpa komplikasi didapatkan bunyi resonansi dan sohor
sedangkan jika terjadi komplikasi didapatkan bunyi hiperresonansi
4. Auskultasi : didapatkan bunyi napas tambahan (Ronchi) pada sisi yang
sakit
c. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB pengkajian dapat meliputi :
1. Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
2. Palpasi : denyut nadi perifer melemah
3. Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB Paru dengan efusi
pleura masih mendorong ke sisi yang sehat
4. Auskultasi : tekanan darah biasanya normal
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak
meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat
e. B4 (Bladder)
Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Klien di informasikan agar terbiasa dengan urine yang
berwarna jingga pekat dan berbau menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai ekskresi karena OAT terutama rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktifitas berkurang pada klien TB paru. Gejala yang muncul antara lain
kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
tidak teratur.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mukus yang kental, haemoptoe.
2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru,
atelektaksis, kerusakan membran alveolar dan edema bronchial
3. Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
4. Resiko hipertermi b/d perubahan termostat di hipotalamus
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d respon inflamasi pada paru dan peningkatan
reseptor nyeri
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia atau dispnea dan
peningkatan metabolisme tubuh.
C. Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi mukus yang kental, haemoptoe,
kelemahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan napas
kembali efektif
Kriteria evaluasi :
1. Klien mampu melakukan batuk efektif
2. Mengeluarkan sekresi secara efektif
3. Pernapasan klien normal (16-20 x/mnt) tanpa adanya penggunaan otot bantu
nafas.
Intervensi :
1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi nafas, kecepatan irama, kedalaman, dan
penggunaan otot bantu nafas)
Rasional : penurunan bunyi nafas menunjukkan atelektaksis, ronci
menunjukkan akumulasi sekret dan ketidak efektifan pengeluaran sekresi
yang selanjutnya dapat menimbulkan peningkatan otot bantu nafas dan kerja
pernapasan.
2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, sangat kental, sputum dan adanya
hemoptosis
Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental. Sputum berdarah
bila ada kerusakan (kavitas) paru atau bronkial dan memerlukan intervensi
lebih lanjut.
3. Berikan posisi fowler / semifowler tinggi pada pasien
Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru menurunkan upaya
nafas ventilasi maksimal membuka area atelektaksis.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu dilakukan pengisapan
(suction)
Rasional : mencegah obstruksi dan aspirasi
5. Instruksikan pada pasien untuk berlatih nafas dalam dan latihan batuk efektif
Rasional : meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk mudah
dikeluarkan.
6. Kolaborasi pemberian obat sesuai tindakan:
OAT
Rasional : pengobatan TB anti infeksi yang menurunkan keaktifan organisme
Agen mukolitik
Rasional : menurunkan kekentalan dan perlengkapan sekret paru untuk
mempermudahkan pembersihan
Bronkodilator
Rasional : meningkatkan diameter lumen percabangan trakeo bronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran darah
Kortikosteroid
Rasional : berguna pada adanya keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila
reaksi inflamasi mengancam kehidupan
2. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru,
atelektaksis, kerusakan membran alveolar dan edema bronchial
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan gangguan pertukaran gas
tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
1. Melaporkan penurunan dispnea
2. Tidak ada gejala distres pernapasan
3. Menunjukkan gas darah arteri dalam rentang normal
Intervensi :
1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernapasan,
ekspansi toraks dan kelemahan
Rasional : TB Paru mengeluarkan efek luas pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura
dan fibrosis yang sangat luas. Efeknya terhadap pernapasan bervariasi dan
gejala ringan dispnea berar sampai distress pernapasan.
2. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan warna
kulit termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat
dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh
3. Tingkatkan tirah baring batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan
diri sehari-hari sesuai keadaan klien
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan
pernapasan dan menurunkan beratnya gejala
4. Kolaborasi:
Pemeriksaan BGA
Rasional : penurunan kadar oksigen (PO2) dan peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan program terapi
Kortikosteroid
Rasional : kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada
hiposekmia dan bila reaksi inflamasi mengancam kehidupan
3. Ketidakefektifan pola nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas
kembali efektif
Kriteria evaluasi :
1. Klien mampu melakukan batuk efektif
2. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal.
3. Rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan dan bunyi
terdengar jelas.
Intervensi :
1. Identifikasi faktor penyebab
Rasional : dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentuka jenis
efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
2. Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan pernapasan, dispnea, sianosis, dan
perubahan tanda vital.
Rasional : distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri dapat menyebabkan terjadinya
syok akibat hipoksia.
3. Berikan posisi fowler / semifowler tinggi dan miring pada sisi yang sakit.
Bantu klien latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya bernapas
4. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas dapat menurunkan pada area kolaps
5. Kaji pengembangan dada dan posisi trakea
Rasional : ekspansi paru menurun pada area kolaps. Deviasi trakea ke arah
sisi yang sehat pada tension pneumothoraks
6. Kolaborasi untuk indikasi WSD
Rasional : bertujuan sebagai evaluasi cairan / udara dan mempermudah
ekspansi paru secara maksimal
7. Periksa batas cairan pada botol penghisap dan pertahankan pada batas yang
ditentukan
Rasional : air dalam botol penampung berfungsi sebagai sekat yang
mencegah udara atmosfer masuk ke dalam pleura
8. Observasi gelembung udara pada botol penampung
Rasional : gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan dari pleura
sesuai yang diharapkan
4. Resiko hipertermi b/d perubahan termostat di hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
kembali normal
Kriteria hasil :
1. pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
1. kaji tanda dan gejala awal hipertermi
Rasional : menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat
2. pantau suhu tubuh minimal setiap dua jam sesuai dengan kebutuhan
Rasional : memantau perkembangan suhu tubuh di saat waktu yang
ditentukan
3. Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak
diindikasikan
Rasional : hidrasi yang adekuat membantu mengatasi suhu tubuh yang
meningkat dan dapat mengencerkan sekret juga mengefektifkan
pembersihan jalan napas.
4. instruksikan pada keluarga untuk mengenali dan melaporkan tanda gejala
hipertermi yaitu kulit kering, sakit kepala, kelemahan, dan suhu di atas
37,8ºC
5. kolaborasi untuk pemberian antipiretik sesuai dengan kebutuhan pasien
rasional : antipiretik bertujuan untuk menurunkan demam (suhu tubuh
yang tinggi)
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
keletihan, anoreksia atau dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan intake nutrisi klien terpenuhi
Kriteria evaluasi :
1. Klien dapat mempertahankan status gizinya dan yang semula kurang
menjadi adekuat
2. Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien
Rasional : menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat
2. Fasilitas klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien
Rasional : memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake
gizi dan dukungan cairan
3. Fasilitas pemberian diet, berikan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energy besar
serta menurunkan iritasi saluran cerna
4. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein
serum dan albumin
Rasional : menilai kemajuan terapi diet dan membantu perencanaan
intervensi selanjutnya
5. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin
Rasional : multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin
yang tinggi akibat peningkatan laju metabolisme umum
D. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan secara sesuai dengan yang
direncanakan. Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai
kegiatan yaitu :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap
proses keperawatan (Diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan
melibatkan klien, perawatan dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk
menilai apakah tujuan dalam perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk
melakukan perkajian ulang jika tindakan belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil
atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif tersebut
adalah :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
LAPORAN KASUS
Ruangan : Paviliun IV No. Reg. : 0000442568
Waktu MRS : 24 sept 2013 Pengkajian : 28 september 2013
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. IDENTITAS
Nama : Tn. G
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : TNI
Pendidikan : SMA
Alamat : Surabaya
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama :
Klien mengeluh batuk darah, disertai demam.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tenggorokan sangat gatal, batuk
sering kambuh, dahak berwarna merah darah ± 80 cc/ sekali batuk, kadang
dahaknya susah keluar, nafsu makan menurun sejak 2 bulan terakhir, BB turun
dari 85 kg menjadi 65 kg. Pasien juga sering diare sejak akhir tahun 2012,
sariawan sering kambuh dan sembuh tanpa pengobatan sejak akhir tahun 2012,
sering keringat pada malam hari. Pada tanggal 22 september 2013 pasien MRS,
karena tidak ada perubahan pada tanggal 27 september 2013 pasien minta KRS.
Kemudian pada tanggal 28 september 2013 pasien MRS lagi dengan keluhan yang
sama. Keadaan pasien saat masuk di Paviliun IV dengan terpasang infus Nacl
350cc.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengungkapkan bahwa sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Pasien
tidak punya penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan jantung. Sesak 2 minggu
terakhir pasien sudah mengkonsumsi OAT.
4. Riwayat penyakit keluarga
Di dalam keluarga klien, tidak ada yang menderita diabetes mellitus, hipertensi,
jantung dan penyakit paru.
5. Genogram keluarga
6. Riwayat alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, baik terhadap obat-obatan, udara maupun
makanan.
III. PENGKAJIAN FISIK
1. Keadaan umum
Pasien tampak lemah, batuk dengan mengeluarkan darah berwarna merah darah,
pasien juga terpasang infus Nacl di tangan sebelah kiri.
2. Status mental
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah pasien cemas, cara
berbaring/bergerak klien terlentang dan melakukan kegiatan secara mandiri,
komunikasi jelas dan dapat dimengerti, dari pemeriksaan tanda-tanda vital pasien
ditemui data : pemeriksaan tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 100/menit, suhu
38ºC, RR 30/menit, dengan tinggi badan 172 cm, berat badan sebelum sakit 85 kg
dan berat badan saat sakit 65 kg.
3. Sistem pernapasan (B1)
Pasien mempunyai kebiasaan merokok dan minum alkohol, bentuk dada simetris,
irama nafas reguler, suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan ronchi,
terdapat sesak napas, fremitus normal, batuk sejak bulan juli 2013 dan dsertai
darah berwarna merah segar, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan.
Masalah keperawatan : Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
4. Sistem kardiovaskuler (B2)
Pasien tampak pucat, pusing, tidak ada odema ekstrimitas atas dan ekstrimitas
bawah, tidak ada nyeri dada, tidak ada tanda-tanda sianosis, CRT lebih dari 2
detik, irama jantung : S1 S2 tunggal dan akral panas.
Masalah keperawatan : Hipertermi
5. Sistem persyarafan (B3)
Kesadaran compos mentis ditandai dengan nilai GCS membuka mata secara
spontan dengan nilai 4, berbicara lancar dengan nilai 5, respon terhadap perintah
baik dengan nilai 6. Tidak ada nyeri kepala, tidak ada paralisis. Dalam indra
penciuman bentuk hidung simetris, tidak ada polip, dan tidak ada septum. Dalam
indra penglihatan mata simetris, pupil isokor, refleks klien terhadap cahaya kanan
dan kiri positif, konjungtiva anemis, dan sklera putih. Dalam indera pendengaran
telinga simetris, tidak ada kelainan, tidak ada gangguan, dan tidak menggunakan
alat bantu. Dalam indera pengecapan lidah terlihat kotor dan terdapat candida
albicans, tidak ada pembesaran pada uvula, tidak merasa kesulitan menelan
Hasil pemeriksaan reflek fisiologis :
1. Reflek bisep (BPR) : 4-4
2. Reflek Trisep (TPR) : 3-3
3. Reflak Patela (KPR) : 3-3
4. Reflek Achiles (APR) : 3-3
Hasil pemeriksaan reflek patologis :
1. Babinski : normal
2. Caddock : normal
3. Hoffman : normal
Hasil pemeriksaan syaraf kranial :
1. Syaraf kranial I / olfaktorius : penciuman normal
2. Syaraf kranial II / optikus : klien dapat melihat
3. Syaraf kranial III / okulomotorius : klien dapat membuka kelopak mata
4. Syaraf kranial IV / troklearis : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan
ke bawah
5. Syaraf kranial V / trigeminus : klien dapat mengunyah
6. Syaraf kranial VI / abdusen : klien dapat menggerakkan bola mata ke arah
perawat
7. Syaraf kranial VII / fasialis : klien dapat membedakan rasa
8. Syaraf kranial VIII / vestibulokoklearis : klien dapat mendengarkan suara
9. Syaraf kranial IX / glasofaringeus : klien dapat membuka mulut
10. Syaraf kranial X / vagus : klien mampu menelan
11. Syaraf kranial XI / asesorius : klien dapat menggerakkan leher
12. Syaraf kranial XII / hipoglosus : klien dapat menggerakkan lidah
Masalah keperawatan tidak ada
6. Eliminasi urine (B4)
Kandung kemih teraba kosong, tidak teraba nyeri tekan, produksi urine
sebelum masuk rumah sakit 7x/hari, warna kekuningan, frekuensi normal, jumlah
urine ±1300 cc. Produksi urine saat masuk rumah sakit 4x/hari, warna kuning
pekat, jumlah urine ±1000 cc dan tidak menggunakan alat bantu kateter.
Masalah keperawatan tidak ada
7. Eliminasi alvi (B5)
Membran mukosa kering, mulut terlihat kotor, tidak memakai gigi palsu, klien
dapat mengunyah dengan baik, tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada
benjolan pada abdomen, tidak ada pembesaran hepar, gerakan peristaltik
20x/menit, sebelum MRS pasien sering diare, saat pasien dirawat di rumah sakit
frekuensi BAB 2x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lembek dan
terkadang diare.
Diit saat di rumah sakit, frekuensi 3x/hari, jenis makanan nasi, lauk pauk,
sayur, buah, porsi 15 sendok, nafsu makan menurun, sering merasa mual dan
muntah, tidak terpasang NGT, frekuensi minum jumlah ± 1500 cc/hari, jenis air
putih.
Masalah keperawatan : Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8. Sistem muskuloskletal / integumen (B6)
Rambut bersih dan berwarna hitam, kulit kepala bersih, turgor kulit elastis,
tidak ada kelemahan otot, tidak ada kelumpuhan otot, tidak ada kekakuan otot
pada separuh tubuh, tidak ada nyeri, tidak ada pembengkakan, tidak ada
peradangan, tidak ada luka, tidak ada patah tulang, tulang belakang normal,
kekuatan otot 5-5-5-5, kebutuhan pasien masih perlu dibantu oleh keluarga.
Masalah keperawatan : intoleransi aktivitas
9. Sistem penginderaan
Penglihatan klien baik, pergerakan bola mata normal, sklera sebelah kiri
normal berwarna putih, fungsi pendengaran baik, bentuk hidung simetris, tidak
ada lesi, tidak ada nyeri tekan pada sinus, tidak ada polip dan keluhan lainnya.
Masalah keperawatan tidak ada
10. Sistem endokrin
Tidak ada masa pada kelenjar limfe, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe
tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas
Masalah keperawatn : tidak ada
11. Sistem reproduksi
Tidak dilakukan inspeksi pada area genitalia pasien, tapi pasien
mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan
sistem reproduksi.
Masalah keperawatan : tidak ada
POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Kemampuan perawatan diri
a. Sebelum masuk rumah sakit
Pasien mampu melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri seperti mandi,
berpakaian, toileting/eliminasi, berpindah, berjalan, naik tangga, pemeliharaan
rumah.
b. Masuk rumah sakit
Pasien mampu melakukan kegiatan secara mandiri seperti mobilitas di tempat
tidur, berpindah, dan berjalan. Namun ada beberapa kegiatan yang perlu bantuan
orang lain atau alat seperti mandi, berpakaian, toileting, dan mobilitas di tempat
tidur.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri
2. Personal hygiene
a. Sebelum masuk rumah sakit
Pasien mampu melakukan kegiatan kebersihan diri seperti mandi, keramas, ganti
pakaian, menyikat gigi, memotong kuku
b. Masuk rumah sakit.
Pasien tidak sempat melakukan kebersihan diri karena kelemahan yang
disebabkan rasa sakitnya.
Masalah keperawatan : defisit perawatan tubuh
3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidak mengalami masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit klien dapat tidur kurang lebih 8 jam/hari dan setelah sakit kurang lebih
6-8 jam/hari, jam tidur malam saat di rumah sakit 21.00 – 04.00 dan jam tidur siang
12.00 – 17.00.
Masalah keperawatan : tidak ada
4. Kognitif
Keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita Tn.G dan saat ini
berusaha merawat Tn.G yang sedang sakit.
Masalah keperawatan : tidak ada
5. Konsep diri
Gambaran diri : pasien tidak merasa menyukai apa yang ada pada dirinya
Ideal diri : pasien dan keluarga berharap agar pasien cepat sembuh
Identitas diri : pasien mengungkapkan bahwa dirinya adalah laki-laki
Harga diri : klien merasa dihargai oleh keluarga
Peran diri : klien adalah tulang punggung keluarga dan juga suami dari satu orang
anak
Masalah keperawatan : tidak ada
6. Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan selama sakit saya bosan sehari-hari berbaring di tempat
tidur dan sebelum sakit klien sibuk dengan pekerjaan dan kegiatannya.
7. Koping toleransi terhadap stres
Klien mengatakan agak cemas dengan penyakitnya walaupun bisa menerima
bahwa dirinya menderita HIV Aids dan TB Paru
Masalah keperawatan : cemas (anxietas)
8. Sosial spiritual
a. Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu mengkomunikasikan masalahnya dengan keluarga maupun perawat.
Klien mampu mengerti apa yang dijelaskan oleh petugas kesehatan.
b. Bahasa sehari-hari
Bahasa indonesia dan bahasa jawa
c. Hubungan dengan keluarga
Klien selalu ditemani keluarga selama dirawat
d. Hubungan dengan orang lain
Klien bersikap acuh terhadap petugas kesehatan / orang lain
e. Kegiatan beribadah
Selama sakit kegiatan ibadah klien terganggu. Klien tidak pernah sholat saat sakit.
9. Data penunjang
1. Laboratorium (30 september 2013)
sputum BTA III = 1 + (pus)
Glucose 56 mg/dL (normal 76-110 g/dL)
BUN = 11,4 mg/dL (8,0-23,0 mg/dL)
Kreatinin = 0,7 mg/dL (0,9-1,5 mg/dL)
Albumin = 2,8 g/dL (3,8 – 5,1)
2 jam pp = 100 ug%
2. Tes alergi antibiotik (24 september 2013)
Amoxil = resistant
Penicilin G = resistant
Cloxacilin = sensitive ø 20 mm
Erytromycin = sensitive ø 30 mm
Meropenem = sensitive ø 26 mm
3. CT Scan thorax (1 oktober 2013)
10. Penatalaksanaan
Tranfusi darah
Injeksi ranitidin 2x1
Injeksi sohobion 1x1
Antasida 3x1
Infus levo 1x750
Cotrim forte 1x1
Infus RL 21 tetes
Infus Nacl 2 : 2
OAT 1x4 tablet