Download - Lp Stroke Profesi Kmb
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK PROFESI
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Nama mahasiswa : PARINA YANTI Nim : 0811465753
Tanggal : 5 Februari 2009 Ruang Praktik : Merak II
I. Diagnosa Medik
Stroke
II. Definisi
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh
gangguan suplay darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak progresi cepat, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000)
III. Etiologi
Etiologi terjadinya stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), adalah:
a. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak)
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa keotak dari bagian
tubuh yang lain)
c. Iskemia (menurunnya aliran darah kearah otak)
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak)
Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan terhadap
serangan stroke, secara garis besar faktor resiko itu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu: Umur, Ras / bangsa : Negro / Afrika,
Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke, Jenis kelamin laki-laki lebih beresiko
dibanding wanita, Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol; Hipertensi, Diabetes Millitus, Merokok
Hiperlipidemia dan Kolesterol, Obesitas, Penggunaan obat – obatan yang
mempengaruhi serebrovaskuler, seperti : amfetamin, kokain, dan sejenis.
IV. Klasifikasi
Berdasarkan klinik :
1. Stroke hemoragik (SH)
Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng
disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.
2. Stroke non hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi
perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena
hipoksia jaringan otak.
Berdasarkan perjalanan penyakit :
TIA (transient iskemik attack)
Stroke involution
Stroke complete
(Tarwoto, 2006)
V. Patofisiologi (Web of Caution). Terlampir
VI. Komplikasi
1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral
4. Herniasi batang otak
VII. Pemeriksaan Fisik
a. Stroke Non Hemoragik
Defisit neurologis secara mendadak/ sub akut
Terjadinya pada waktu istirahat/ bangun pagi
Kesadaran tidak menurun, ttp bila emolib cukup besar
Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral (PIS)
Nyeri kepala karena hipertensi, hebat sekali
Sering kali siang hari, saat aktivitas, emosi / marah
Mual, muntah permulaan serangan
Hemiparesis/ hemiplegi terjadi sejak permulaan serangan
Kesadaran menurun, cepat koma
Perdarahan subaraknoid (PSA)
Nyeri kepala hebat dan akut
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
Ada gejala tanda ransangan meningeal
Edema papil
Manifestasi klinis stroke akut secara umum:
1. Kelumpuhan wajah/ anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak ststus mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/ koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, kesulitan memahami ucapan)
5. Disatria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangg. penglihatan (hemianopia atau monokuler) diplopia
7. Atoksia
8. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala
VIII. Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik/Penunjang, (Doenges, 2000)
1. Angiografi serebral: menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik okslusi/
ruptur.
2. CT.Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal, trombosis, embolis serebral dan
TIA, jika protein meningkat adanya proses inflamasi
4. MRI: menunjukkan adanya infark, hemoragik, malformasi arterio vena
5. Utrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena
6. EEG: melihat lesi yang spesifik
7. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjer lempeng peneal daerah yang
berlawan dari massa yang luas
IX. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, oklusi, hemoragi,
vasospasme serebral, edema serebral
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d ketidakmampuan fisik, paralisis, kelemahan.
3. Kerusakan komunikasi verbal b/d kerusakan neuromuskuler, dll
4. Perubahan persepsi sensori b/d stres psikologis, perubahan resepsi sensori
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan perubahan pengobatan b/d kurang
mengingat
6. Risiko tinggi terhadap perubahan integritas kulit b/d imobilisasi
7. Risiko tinggi terhadap cedera b/d meluasnya gangguan perfusi jaringan serebral
8. Risiko tinggi terhadap tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d turunnya tingkat
kesadaran.
X. Intervensi Keperawatan dan Rasional (Doenges, 2000).
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d interupsi aliran darah, vasospasme, udem
serebral.
Tujuan dan KH:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perubahan perfusi
jaringan serebral teratasi dengan
KH :
- Kesadaran komposmentis
- Kemampuan berbahasa dan bicara kembali normal
- TTV dalam batas normal
- Hb normal 14-16 mg %
- GCS normal 13-15
Intervensi
1) Tentukan faktor-faktor penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
Rasional: Mempengaruhi penetapan intervensi
2) Pantau status neurologis, GCS
Rasional: Mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan kerusakan SSP
3) Pantau TTV
Rasional: Mungkin terjadi variasi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada
daerah vasomotor otak.
4) Evaluasi pupil, ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya
Rasional: Reaksi pupil diatur oleh okulomotorius (N III) untuk menentukan
apakah batang otak masih baik
5) Tinggikan kepala dengan posisi anatomis (netral)
Rasional: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan
meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral
6) Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
Rasional: Hipertensi lama perlu penanganan yang hati-hati, penanganan
berlebihan menyebabkan kerusakan jaringan lebih luas
7) Pantau laboratorium
Rasional: Memberi informasi tentang keefektifan terapi
2. Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakmampuan fisik, paralisis, kelemahan.
Tujuan dan KH:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan mobilitas fisik
teratasi dengan
KH:
- Tingkat kesadaran komposmentis
- GCS normal 13-15
- Kekuatan otot normal
- Menunjukkan kemampuan mobilisasi
Intervensi
1) Kaji kemampuan secara fungsional /luasnya kerusakan
Rasional: Mengidentifikasi kemampuan / kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya trauma / iskemia jaringan
3) Latihan rentang gerak pasif pada semua ekstremitas
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah
kontraktur.
4) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada klien
Rasional: Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
5) Tinggikan tangan dan kepala
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah edema
6) Bantu pasien mengembangkan keseimbangan (meninggikan bagian kepala
tempat tidur)
Rasional: Membantu melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respons
proprioseptik dan motorik
7) Kolaborasi pemberian obat relaksasi otot, antispasme sesuai indikasi
Rasional: Perlu untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang
terganggu.
3. Kerusakan komunikasi verbal/tertulis b/d kerusakan neuromuskuler, kerusakan
sirkulasi serebral, ditandai dengan
Tujuan dan KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan kerusakan komunikasi verbal dapat
teratasi.
KH:
- klien mampu berkomunikasi secara verbal
- kelemahan pada otot wajah tidak ada lagi
Intervensi:
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak memahami kata atau mengalami
kesulitan bicara.
Rasional: Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi.
2) Pertahankan kontak mata dengan klien
Rasional: Pasien dapat memperhatikan ekspresi dan gerakan bibir
lawan bicara sehingga dapat mudah menginterpretasi
3) Ajarkan teknik untuk memperbaiki bicara, seperti bicara lambat dan dengan
kalimat pendek
Rasional: Dengan bicara lambat dan dengan kalimat yang pendek
dapat memperbaiki bicara
4) Hindari pembicaraan yang merendahkan pasien/hal-hal yang menentang
kebanggaan pasien
Rasional: Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. (2000). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapies. FKUI
Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit ed: 6. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku ajar keperawatan medical-bedah Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan. Medikal bedah. Jakarta. EGC
Tarwoto (2007). Keperawatan ystembedah gangguan ystem persarafan. Jakarta: Sagung seto.