Download - LP Hiperbilirubin (Clemen)
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN
HIPERBILIRUBINEMIA DI RUANG CLEMENT RUMAH SAKIT
IMMANUEL BANDUNG
TUGAS INDIVIDU : KEPERAWATAN ANAK
OLEH:
JEIN SULASTRI
PPN 12073
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKI) IMMANUEL
1
BANDUNG
2013
A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi dalam darah
dan dengan jaudince atau ikterius yaitu warna kuning pada kulit, sklera dan kuku
(Wong, 2008). Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan juga dapat
menimbulkan ikterus (Smeltzer, 2001). Menurut Mansjoer (2000), hiperbilirubin
adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah
terjadinya kern ikterus atau ensefelopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
terkendalikan. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus pada kulit, sklera dan organ lain, keadaan ini mempunyai potensi
menimbulkan kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu keadaan kerusakan otak
akibat perlengkatan bilirubin indirek pada otak. (Ilyas, 1994)
Pada neonatus, ikterus dapat menjadi patologi jika:
1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir
2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5 mg/dl atau lebih setiap 24 jam.
3. Ikterus yang disertai:
a. Berat lahir < 2000 gr
b. Masa gestasi < 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemia, hiperkarbia
g. Hiperosmolaritas darah
h. Proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis).
4. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia > 8 hari (pada NCB) atau 14
hari (pada NKB).
B. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan di dalam darah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
2
1. Pembentuka bilirubin berlebihan
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin
4. Penyakit hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan darah merah.
Selain itu, disebut juga dengan ikterus hemolitik
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hipoalbumin atau karena pengaruh obat-obat tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat merusak sel hati dan sel darah merah seperti infeksi
toxoplasma, syphilis.
C. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur
eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma juga menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada
keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi
dengan asidosis atau dengan anoreksia/hipoksia. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronil transferase) atau bayi yang
menderita gangguan eskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ ekstrahepatik.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak
pabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dL. Mudah tidaknya bilirubin
3
melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pula pada keadaan
neonates sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia,
hipoglkemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau
infeksi (Markum, 1991)
4
D. Pathway
5
Kerusakan sel darah merah
Pemecahan hemoglobin
Peningkatan dekstruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport bilirubin) Hb & eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebihan
Hepar tidak mampu melakukan konjungasi
Masuk ke sirkulasi darah
Peningkatan bilirubin dalam darah
Sinar dengan intensitas tinggi
Obstruksi ususIndikasi fototerapiIkterus pada sclera, kuku
dan kulitTinja berwarna pucat
Resti kurang volume cairanGangguan integritas
kulitKurang pengetahuan Ansietas
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada orang dengan hiperbilirubin adalah
sebagai berikut:
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6 mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10 mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl tidak
fisiologis.
2. Pemeriksaan radiologi
Bertujuan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatik
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatik dengan intra hepatic.
6
Selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis,
dan hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
G. Penatalaksaan Medis
1. Tindakan Umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil.
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
d. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
2. Tindakan khusus
a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan bahwa klien positif terkena
hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam
kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
b. Pemberian Fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian
ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan
pernapasan baik pada ibu maupun bayi.
c. Terapi transfusi tukar
Dengan memberikan albumin agar mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga lebih mudah dikeluarkan dan dapat
menurunkan kadar bilirubin yang berlebihan tersebut
d. Menyusui bayi dengan ASI
e. Terapi sinar matahari
7
f. Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin yaitu
dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan
pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama bayi atau nama Ibu, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus hiperbilirubin yaitu
ditemukan ikterus pada sclera, kuku dan kulit.
3) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus, seperti: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
4) Riwayat Persalinan
Pembantu persalinan (dukun, bidan, dokter). Lahir prematur / kurang
bulan, riwayat trauma persalinan.
5) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi
tampak kuning.
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak, gangguan saluran cerna
dan hati ( hepatitis )
7) Pengetahuan Keluarga
Pemahaman orangtua pada bayi yang ikterus
2. Kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah)
sehingga BB bayi mengalami penurunan.
8
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap
dan tinja berwarna pucat.
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan
mudah terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu.
f. Pemeriksaan Fisik
g. Keadaan umum:
Diharapkan dalam keadaan compos mentis, namun biasanya keadaan
umum bayi lemah. Pengukuran antropometri antara lain lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar lengan TB dan BB.
3. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
a. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
b. Muka
Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
edema.
c. Mata
Sklera mata kuning (ikterik) kadang-kadang terjadi kerusakan retina
d. Hidung
Tidak/ada pernafasan cuping hidung.
e. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f. Mulut dan Faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan.
9
g. Leher
Tidak ada penonjolan, reflek menelan ada namun menurun.
h. Sistem Integumen
Kulit berwarna kuning sampai jingga dan mengelupas.
i. Thoraks
Bentuk dada umumnya tidak mengalami gangguan (simetris), jenis
pernapasan biasanya abdomen dan perhatikan ada atau tidak retraksi
dinding dada
10
I. Analisa Data
No. Data Etiologi Diagnosa Keperawatan
1. Data subjektif:
- Ibu mengatakan badan
anaknya kuning dan
mengelupas
Data objektif:
- Kulit tampak berwarna
kuning dan mengelupas
- Kadar bilirubin
meningkat (> 10 mg/dl)
Pemecahan bilirubin berlebihan
Hepar tidak mampu melakukan konjungasi
Masuk ke sirkulasi darah
Peningkatan bilirubin dalam darah
Ikterus pada sclera, kuku dan kulit
Indikasi fototerapi
Sinar dengan intensitas tinggi
Gangguan integritas kulit
Gangguan integritas kulit
2. Data subjektif:
- Ibu mengatakan
anaknya tidak mau
minum atau minum
hanya sedikit dari
biasanya
Data objektif:
- Reflex menghisap dan
menelan lemah
- BB turun
Indikasi fototerapi
Sinar dengan intensitas tinggi
Terjadinya evaporasi (penguapan air melalui kulit)
Kekurangan volume cairan
Resiko tinggi
kekurangan volume
cairan
11
3. Data subjektif:
- Ibu mengatakan sangat
takut dengan kondisi
anaknya
Data objektif:
- Ibu sering menanyakan
perkembangan kondisi
anaknya
- Ibu tampak gelisah
Ansietas
J. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek fototerapi
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
evaporasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan
12
Ikterus pada sclera, kuku dan
kulit. Tinja berwarna
pucat
Indikasi fototerapi
Kurang pengetahuan
Ansietas
K. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan efek
fototerapi
Tujuan jangka panjang:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan integritas
kulit dapat dipertahankan.
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam, diharapkan efek
fototerapi dapat teratasi.
- Kriteria hasil:
- Kulit tidak kering
- Tidak bersisik atau
mengelupas
- Elastisitas normal
1. Observasi keadaan kulit
2. Ubah posisi setiap 2 jam
3. Jaga kebersihan dan
kelembaban kulit dengan
menggunakan sabun yang
lembut
1. Keadaan kulit merupakan
indikasi gangguan integritas kulit.
Kulit kering dan mengelupas
merupakan gangguan terhadap
integritas kulit.
2. Mengganti posisi akan
meminimalkan tekanan yang terlalu
lama pada satu daerah yang dapat
menyebabkan gangguan integritas
kulit.
3. Menjaga kebersihan kuit
akan meminimalkan mudahnya
bakteri yang tinggal pada kulit dan
kondisi kulit yang terlalu kering
akan mempermudah terjadinya
pengelupasan dan kerusakan
integritas kulit.
2. Resiko tinggi kekurangan Tujuan jangka panjang: 1. Observasi tanda-tanda 1. Kekurangan cairan dapat
13
volume cairan berhubungan
dengan peningkatan evaporasi Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan pemenuhan
cairan tubuh adekuat.
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam, diharapkan evaporasi
yang berlebihan dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
- Membran mukosa
lembab
- Turgor kulit bagus
- Keseimbangan intake
dan haluaran dengan
urine normal dalam
konsentrasi jumlah.
vital klien terutama suhu
2. Observasi penurunan
turgor kulit
3. Berikan intake cairan
peroral atau parental
4. Monitor output
diantaranya jumlah urine, warna
dan BAB
ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh.
2. Turgor kulit > 2dtk
menunjukkan adanya kehilangan
cairan berlebihan/dehidrasi.
3. Pemberian intake cairan
peroral ata parental membantu
memenuhi kebutuhan cairan tubuh
4. Memantau jumlah cairan
yang keluar serta mengatur
keseimbangan intake dan output
cairan
3. Ansietas berhubungan dengan Tujuan jangka panjang: 1. Kaji pengetahuan keluarga 1. Mengetahui pemahaman
14
kurang pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24
jam, diharapkan cemas
keluarga dapat teratasi.
Tujuan jangka pendek:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selam 1x1 jam,
diharapkan Ibu memahami
proses penyakit serta terapi
yang dilakukan.
Kriteria hasil:
- Ibu mengungkapkan
pemahaman terhadap
proses penyakit serta
tindakan yang
dilakukan
- Ibu tampak tenang
tentang penyakit dan kondisi yang
dialami oleh anak
2. Berikan informasi tentang
proses penyakit, gejala yang
muncul, tindakan serta efek
samping dari tindakan yang
dilakukan
keluarga akan membantu
mempermudah memberikan
penjelasan tentang penyakit dan
perkembangan kondisi anak.
2. Pemahaman keluarga
tentang proses penyakit, gejala
yang muncul, tindakan serta efek
samping dari tindakan yang
dilakukan dapat mengurangi
kecemasan.
15
Daftar Pustaka
Ilyas, Jumarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC.
Mansjoer et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran - Ed 3 - Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Markum et al. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta. FKUI
Princes, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit - Ed 6
- Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. S & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah - Ed 8 - Vol 2.
Jakarta: EGC
Wong et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik - Ed 6 - Vol 1. Jakarta: EGC
16