Download - LP Halusinasi Fix
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR TEORI DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan
te-sebut disadari dan dimengerti pengindraan atau sensasi. Gangguan
persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsangan yang timbul dari sumber internal (pikiran, perasaan) dan
stimulus eksternal (Dermawan dan Rusdi, 2013).
Sedangkan berikut adalah pengertian dari halusinasi menurut
beberapa ahli, yaitu :
a. Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh dan baik (Nasution, 2003).
b. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi
adalah kesan, respon, dan pengalaman sensori yang salah (Stuart
dan Laraia, 2007).
c. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan pembau atau
penghidu. Klien merasakan yang sebetulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2008).
d. Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”,
halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental
penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010).
e. Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau
distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (2007), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologis. Rentang respon neurobiologis dari keadaan persepsi adaptif
hingga persepsi maladaptif, dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
Gambar 1. Rentang respon halusinasi
Respon adaptif merupakan respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di
masyarakat dan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kata
lain respon adaptif adalah respon atau masalah yang masih dapat
Pikiran logisPersepsi akuratEmosi konsisten dengan pengalamanPerilaku sesuaiHubungan sosial
Pikiran kadang menyimpangIlusiReaksi emosional berlebihan atau berkurangPerilaku aneh atau tak ganjilMenarik diri
Kelainan pikiran/ delusiHalusinasiKetidakmampuan untuk mengalami emosiKetidakberaturan perilakuIsolasi sosial
Respon Adaptif Respon MaladaptifRespon Transisi
ditoleransi atau masih dapat diselesaikan oleh kita sendiri dalam batas
yang normal. Adapun bagian-bagian dari respon adaptif, yaitu :
a. Pikiran Logis
Pendapat atau pertimbangan yang dapat diterima akal.
b. Persepsi Akurat
Pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa secara cermat.
c. Emosi Konsisten dengan Pengalaman
Kemantapan perasaan jiwa sesuai dengan peristiwa yang pernah
dialami.
d. Perilaku Sesuai
Kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak
bertentangan dengan moral.
e. Hubungan Sosial
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan di tengah-
tengah masyarakat.
Respon transisi merupakan respon diantara adaptif dan maladaptif.
Adapun rentang respon transisi itu, yaitu :
a. Pikiran Kadang Menyimpang
Kegagalan dalam mengambil kesimpulan.
b. Ilusi
Persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c. Reaksi Emosi Berlebihan atau Berkurang
Emosi yang diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku Aneh atau Tak lazim
Perilaku aneh yang tidak enak dipandang, membingungkan,
kesukaran mengolah dan tidak kenal orang lain.
e. Menarik Diri
Perilaku menghindar dari orang lain.
Sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang diberikan
individu dalam menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-
norma dan kebudayaan suatu tempat atau dengan kata lain di luar batas
individu tersebut. Adapun rentang maladaptif itu, yaitu :
a. Kelainan Pikiran/Delusi
Keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walau
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita
sosial.
b. Halusinasi
Persepsi yang salah terhadap rangsang.
c. Ketidakmampuan untuk Mengalami Emosi
Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d. Ketidakberaturan Perilaku
Ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang ditimbulkan.
e. Isolasi Sosial
Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
C. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi pada halusinasi antara lain :
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingku-ngannya.
3) Faktor Biokimia
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibatnya stres yang berkepanjangan
menyebabkan teraktivasi neurotransmiter otak.
4) Teori Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terje-rumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh terha-dap ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan tidak tepat.
5) Teori Genetik dan Pola Asuh
Anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Kaji gejala-gejala pencetus neurobiologis meliputi :
1) Kesehatan: Nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi, obat
SSP, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan: Lingkungan yang memasuki, masalah di rumah
tangga, sosial, tekanan kerja, kurangnya dukungan sosial,
kehila-ngan kebebasan hidup.
3) Sikap/perilaku merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus
asa merasa gagal, kehilangan rendah diri, merasa malang,
perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan.
D. Jenis-Jenis dari Halusinasi
Menurut (Maramis, 2005), halusinasi dapat diklasifikasikan menjadi
sepuluh yaitu :
a. Halusinasi penglihatan/visual, optic : Stimulus visual dalam bentuk
kilasan cahaya, gambar, geometris, gambar kartun, bayangan rumit
atau kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.
b. Halusinasi pendengaran/auditori : Mendengar suara-suara atau
kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas menyebut klien, sampai
percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
c. Halusinasi penciuman/olfaktorik : Membaui bau-bauan tertentu
seperti bau darah, urin atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan.
d. Halusinasi pengecap/gustatorik : Merasa/mengecap sesuatu seperti
rasa darah, urin atau feses.
e. Halusinasi peraba/taktil : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas. Merasa diraba, disentuh, ditiup, disinari
atau seperti ada ulat bergerak di bawah kulit.
f. Halusinasi kinestik : Merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan,
atau anggota tubuhnya bergerak.
g. Halusinasi visceral : Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.
h. Halusinasi hipnagogik : Terdapat ada kalanya pada seseorang yang
normal, tepat sebelum tertidur, sensori persepsi bekerja salah.
i. Halusinasi hipnopompik : Seperti pada no.8 teteai terjadi setelah
terbangun sama sekali dari tidurnya. Di samping itu ada pola
pengalaman halusinasi dalam impian yang normal.
j. Halusinasi histerik : Timbul pada saat histerik karena konflik
emosional.
E. Tanda dan Gejala dari Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Bicara sendiri.
b. Senyum sendiri.
c. Ketawa sendiri.
d. Menggerakkan bibir tanpa suara.
e. Pergerakan mata yang cepat.
f. Respon verbal yang lambat.
g. Menarik diri dari orang lain.
h. Berusaha untuk menghindari orang lain.
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m. Sulit berhubungan dengan orang lain.
n. Ekspresi muka tegang.
o. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
p. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q. Tampak tremor dan berkeringat.
r. Perilaku panik.
s. Agitasi dan katatonik.
t. Curiga dan bermusuhan.
u. Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan.
v. Ketakutan.
w. Tidak dapat mengurus diri.
x. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
F. Fase-fase dari Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2007), fase-fase yang dialami oleh
individu dengan halusinasi, yaitu :
a. Fase Pertama/Comforting/Menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada
hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan
stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu
mengotrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun
intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien pada fase pertama ini, yaitu :
1) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.
2) Menggerakkan bibir tanpa bersuara.
3) Pergerakan mata cepat.
4) Respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase Kedua/Condemning/Halusinasi menjadi Menjijikkan
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara
dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien
takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tidak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
Perilaku klien pada fase kedua ini, yaitu :
1) Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung,
perna-pasan, dan tekanan darah.
2) Rentang perhatian menyempit.
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
c. Fase Ketiga/Controlling
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol pasien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kese-nangan dan rasa aman yang sementara.
Perilaku klien pada fase ketiga ini, yaitu :
1) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
2) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
4) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase Keempat/Conquerting
Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari
kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan
berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi, pasien
tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk
dengan halusinasinya. Pasien mungkin berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu yang singkat, beberapa jam atau
selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan
intervensi.
Perilaku klien pada fase keempat ini, yaitu :
1) Perilaku teror akibat panik.
2) Potensi kuat suicide (bunuh diri) atau homicide (membunuh
orang lain).
3) Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku
kekera-san, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
4) Tidak mampu merespon terhadap perintah yang kompleks.
5) Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
G. Penatalaksanaan Medis
Halusinasi termasuk ke dalam kelompok penyakit skizofrenia, maka
jenis penatalaksanaan medis yang biasa dilakukan, yaitu :
a. Psikofarmako
Psikofarmako adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya
untuk mengurangi/menghilangkan gejala gangguan jiwa.
Berdasarkan khasiat obat yang tergolong dalam pengobatan
psikofarmako antara lain:
1) Clorpromazine (CPZ)
a) Aturan pakai : 3 x 25 mg/hari, kemudian dinaikkan
sampai dosis optimal.
b) Indikasi : Untuk pengobatan psikosa untuk mengurangi
gejala anemis.
c) Efek samping : Hipotensi, aritmis kordis, takikardi,
penglihatan kabur.
2) Tritopirazine (Stelazine)
a) Aturan pakai : 3 x 1 samapi 5 mg dosis tertinggi 50
mg/hari.
b) Indikasi : Diberikan pada pasien gangguan mental
organik dan gejala spikotik yang menarik.
c) Efek samping : Gejala extrapiramidal.
3) Diazepam
a) Indikasi : Psikoneuronesis ansietas.
b) Efek samping : Mengantuk, mual, kadang-kadang
konstipasi.
4) Triheksifenidil HCL (Arxne)
a) Indikasi : Berbagai bentuk parkinsonisme.
b) Aturan pakai : Hari pertama diberikan 1 mg, hari ke 1
diberikan 2 mg/hari sehingga mencapai 6-10 mg/hari
yang diberikan 3-4 kali pada waktu makan.
5) Amitripilin (Laxori)
a) Indikasi : Dosis awal 75-100 mg/hari, pemulihan 25-75
mg/hari.
b) Aturan pakai : Diberikan pada klien dengan gejala
depresi akibat keluhan somatik.
b. Terapi Okupasi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan
partisipasi seseorang dalam melakukan aktivitas/tugas yang
sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat
dan meningkatkan harga diri seseorang. Terapi okupasi
menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagi media. Pelaksanaan
terapi okupasi sesuai dengan keadaan klien dan jenis kegiatan atau
pekerjaan disesuaikan minat klien.
c. Psikoterapi
Psikoterapi membutuhkan waktu yang relatif lama dan merupakan
bagian penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi
ini meliputi; memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan
lingkungan yang tenang, bersikap empati, menerima klien apa
adanya, motivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan
secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur.
d. Terapi Kejang Listrik (Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik (Maramis, 2005).
e. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah berbagai pendekatan penanganan klien
gangguan jiwa yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah
perilaku klien dengan gangguan jiwa dengan perilaku
maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
f. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk
memfasilitasi psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu
yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar
anggota. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan
sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1) Pengumpulan Data
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan
dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi
psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram menggambarkan tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang
terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan, dan pola asuh.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh: mengenal persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
yang disukai dan tidak disukai.
b. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya, dan kepuasan klien sebagai
laki-laki/perempuan.
c. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga/kelompok, dan
masyarakat serta kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
d. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas,
lingkungan, dan penyakitnya.
e. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian, dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sesuai wujud harga
diri rendah.
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,
isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan
berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat
makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan
stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan
kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
2) Daftar Masalah
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori
c. Isolasi sosial
d. Gangguan konsep diri
e. Ketidakefektifan koping individu
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul dalam halusinasi adalah :
Gangguan persepsi sensori
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
PerencanaanIntervensi RasionalTujuan Kriteria Hasil
Gangguan persepsi sensori
TUM : Klien memiliki persepsi sensori yang akurat. TUK 1Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat: 1. Menunjukkan ekspresi
wajah yang bersahabat.2. Menunjukan rasa
senang.3. Ada kontak mata.4. Mau berjabat tangan,
mau menyebut nama, mau menjawab salam.
5. Mau duduk berdampingan dengan perawat.
6. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
SP 1 (Bina Hubungan Saling Percaya/BHSP)Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik :a. Sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal.b. Perkenalkan diri dengan sopan.c. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.e. Jujur dan menepati janji.f. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.g. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien.
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
TUK 2Klien dapat mengenal halusinasinya.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat:
1. Menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
2. Mengungkapkan peran terhadap halusinasi.
SP 2 (Membantu Klien Mengenal Halusinasinya) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.a. Observasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa terhadap stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan atau ke depan seolah-olah ada teman bicara.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya.1) Jika menemukan yang sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
2) Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang dikatakan.
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
4) Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.
c. Diskusikan dengan klien 1) Situasi yang menimbulkan
Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan saling percaya, juga dapat memutuskan halusinasi.
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindarkan faktor pencetus timbulnya halusinasi.
Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan keperawatan klien yang akan dilakukan perawat.
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi klien.
atau tidak menimbulkan halusinasi.
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi, beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
TUK 3Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat: 1. Menyebutkan tindakan
yang biasa dilakukan untuk megendalikan halusinasinya.
2. Menyebutkan cara baru.3. Memilih cara mengatasi
halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien.
SP 3 (Membantu Klien Mengontrol Halusinasinya)a Identifikasi bersama klien cara
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
b Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian.
c Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi :1) Katakan “ Saya tidak mau
dengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi).
2) Temui orang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang
Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.
Memberikan alternatif pilihan bagi klien mengontrol halusinasi.
Memotivasi dapat meningkatan kegiatan klien untuk mencoba memilih salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat
terdengar.3) Buat jadwal kegiatan sehari-
hari agar halusinasi tidak muncul.
4) Minta keluarga/teman/ perawat jika nampak bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
meningkatkan harga diri klien.
TUK 4Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, keluarga diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi yang benar tentang penyakit klien.
2. Memberikan perhatian kepada klien.
3. Memberikan penilaian diri secara positif kepada klien.
4. Memberikan makanan
SP 4 (Support System) Diskusikan dengan keluarga :a. Gejala halusinasi yang dialami
klien.b. Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi di rumah, beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan: halusinasi terkontrol dan
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang halusinasi.
Untuk memberikan perhatian kepada klien yang sakit dan mempertahankan penilaian positif klien terhadap dirinya sendiri.
atau barang kesukaan klien.
risiko mencederai orang lain.
TUK 5Klien dapat memanfaatkan obat dengan 6 benar.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit, klien diharapkan dapat menyebutkan:
1. Penggunaan obat secara benar, meliputi:
- Benar Obat- Benar Dosis- Benar Waktu- Benar Cara
Pemberian- Benar Pasien- Benar
Dokumentasi2. Manfaat setelah
minum obat.
SP 5 (Pemanfaatan Obat)a Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang dosis, frekuensi, manfaat obat.
b Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
d Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi.
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat.
Diharapkan klien melaksanakan program pengobatan. Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana.
D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien disesuaikan
dengan prioritas masalah yang telah disusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan
merupakan realisasi dari perencanaan yang telah dibuat. Yang paling penting
pelaksanaan mengacu pada intervensi yang telah ditentukan dengan maksud agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal
E. EVALUASI
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki
perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi
keperawatan. Kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan-tindakan
keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri 2 kegiatan yaitu:
a. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis
status klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan
pada tahap perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur
suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah
tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.
1) Tujuan Tercapai
Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan
perubahan kemajuan yang sesuai dengan keiteria yang telah
ditetapkan
2) Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai
secara keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah
atau penyebabnya, seperti klien tidak. mau mengungkapkan
halusinasinya , klien tidak mau menyapa perawat dan menjabat
tangan perawat dan lain-lain.
3) Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya
perubahan kearah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
Dalam evaluasi yang digunakan adalah format SOAP , Adapun isi dari SOAP
tersebut adalah :
S : Subjective = Pernyataan atau keluhan dari pasien setelah diberikan
tindakan.
O : Objective = Data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
A : Analisys = Kesimpulan dari objektif dan subjektif
P : Planning = Rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis
Bangli, 12 Oktober 2015
Pembimbing Praktik/CI Mahasiswa
Ns. Putu Novi Andari, S. Kep. Luh Putu Retikawati
NIP. 198408262009022005 NIM. P07120213007
Pembimbing Akademik/CT
Ns. I Wayan Candra, S.Pd., S. Kep., M. Si.
NIP. 196510081986031001