Transcript

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini

sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan

tutorial pada Blok 20, Blok Emergency

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan

dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan

dengan skenario 6 ini serta Learning Objective yang kami cari. Karena ini semua

disebabkan oleh keterbatasan kami.

Tak lupa terimakasih kami ucapkan kepada dr. Rina Lestari, Sp.P dan

dr. Ni Nyoman Geriputri, Sp.M selaku tutor kami atas masukan-masukan beliau

selama proses diskusi. Kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan

serta manfaat kepada para pembaca.

Mataram, 22 November 2014

( Kelompok Tutorial VI )

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................1

Daftar Isi..........................................................................................................2

I. Pendahuluan

1.1 Skenario 6 Blok 20...............................................................................3

1.2 Mind Map.............................................................................................4

1.3 Learning Objective...............................................................................4

II. Pembahasan

2.1 Diagnosa Banding pada Skenario

a. Edema paru akut kardiogenik….…………………………………5

b. Edema paru akut non kardiogenik ……………………………….17

2.2 Tatalaksana awal pasien………………………………………………24

2.3 Analisis Skenario ……………………..…….……………………….27

Daftar Pustaka................................................................................................28

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario VI Blok 20

Sesak Napas Berat

Seorang wanita berusia 60 tahun dibawa keluarganya ke UGD RS dengan keluhan

sesak napas. Sesak napas timbul sejak 2 hari yang lalu, semakin lama dirasakan

semakin memberat disertai batuk dengan pink frothy sputum. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak berat dan gelisah, pada pemeriksaan

tanda vital diperoleh tekanan darah 160/100 mmHg, denyut nadi 120x/menit,

temperatur aksiler 38 C, frekuensi nafas 40x/menit. Pada pemeriksaan thorax

didapatkan ronchi pada seluruh lapangan paru. Pada pemeriksaan foto toraks

didapatkan gambaran infiltrat bilateral difus. Pada pemeriksaan analisis gas darah

tanpa oksigen didapatkan pH 7.25, pCO2 75, pO2 75, HCO3 28, BE +3, SatO2

86%.

1.2 Mind Map

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

1.3 Learning Objective

2.1. Diagnosis Banding :

a. Edema paru akut kardiogenik

b. Edema paru akut non kardiogenik

2.2. Tatalaksana awal pasien

2.3 Analisis Skenario

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Diagnosis Banding

a. Edema paru akut kardiogenik

Definisi

Edema paru akut kardiak adalah akumulasi cairan di intersisial dan alveolus paru

yang terjadi secara mendadak disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi,

mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi

gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan

hipoksia.

Epidemiologi

Angka kematian edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57%

sedangkan karena gagal jantung mencapai 30%. Pengetahuan dan penanganan

yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.

Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang

terjadi.

Etiologi dan Patofisiologi

Edema paru kardiogenik atau edema volume overload terjadi karena peningkatan

tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi

cairan transvaskular. Ketika tekanan interstitial paru lebih besar daripada tekanan

pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceralis yang menyebabkan efusi

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

pleura. Sejak permeabilitas kapiler endothel tetap normal, maka cairan edema

yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah.

Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan

dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir

diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan tekanan atrium

kiri (18 – 25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan ruang

intersisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi

(>25) maka cairan edema akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus.

Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh

proses sebagai berikut :

- Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya

pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi

jantung.

- Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan vasokonstriksi

pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan

tekanan ventrikel kanan melalui mekanime interdependensi ventrikel akan

semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri.

- Insufisiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk

fungsi jantung.

Penghapusan cairan edema dari ruang udara paru tergantung pada transpor

aktif natrium dan klorida melintasi barier epitel alveolar. Bagian utama reabsorbsi

natrium dan klorida adalah ion channels epitel yang terdapat pada membran apikal

sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium secara

aktif ditranspor keluar ke ruang interstitial dengan cara Na/ K-ATPase yang

terletak pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti,

kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan saluran air yang ditemukan

terutama pada epitel alveolar sel tipe I.

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Gambar 1. Patofisiologi Edema Paru

Edema paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis Acute

Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS didefinisikan sebagai munculnya gejala

dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi jantung yang tidak

normal. Kelainan jantung yang dapat bermanifestasi pada edema paru meliputi:

Kelainan Penyakit

Obstruksi outflow atrium

Mitral stenosis, atrial myxoma, trombosis pada katup prostetik, kelainan kongenital

Disfungsi ventrikel kiri

Gagal jantung kongestif, kardiomiopati, iskemia, infark, pericarditis, tamponade, hipertrofi ventrikel kiri

Disritmia Fibrilasi atrium, Ventrikular takikardi

Volume overload ventrikel kiri

Kardiak: ruptur septum ventikular, insufisiensi aorta, mitral regurgitation, aorta regurgitation (akibat endokarditis, diseksi aorta, ruptur, iatrogenik)

Non kardiak: gagal ginjal

Obstruksi outflow ventrikel kiri

Stenosis aorta akut, kardiomiopati, tekanan darah tinggi

Secara patofisilogi edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan

dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan

tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

perubahan pada permiabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler dan

hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hiposemia dan sesak

nafas.

Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda. Dikatakan

pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat

peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara diparu

dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan

ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas  fisik dan disertai ronkhi

inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup.

Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edema

interstitial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstitial yang longgar

dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan

mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan

petanda septum interlobuler (garis Kerley B). Pada derajat ini akan terjadi

kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan

peningkatan jumlah cairan didaerah di interstitium yang longgar tersebut, dan

akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan

refleks bronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi akan

mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang

semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya

hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru.

Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea.

Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage 3 dari edema paru

tesebut, proses pertukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia yang

berat dan seringkali hipokapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi

akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan

mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara

keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal.

Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

telah terisi cairan. Walaupun hipokapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi apabila

keadaan semakin memburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan asidosis

respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit paru

obstruktif kronik.

Diagnosis

Tampilan klinis edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai

beberapa kemiripan. Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya

adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal

jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi

hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan

pengalaman yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan

seperti seseorang yang akan tenggelam.

2. Pemeriksaan fisik

Terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi

atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar

dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi

atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela

interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif

intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum

yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada

pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau

lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan  gallop,

bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan

sianosis.

3. Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji

etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan

hematologi / darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa,

analisa gas darah, enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain

Natriuretic Peptide (BNP). BNP dan prekursornya Pro BNP dapat

digunakan sebagai rapid test untuk menilai edema paru kardiogenik pada

kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma berhubungan dengan

pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-

diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada

pasien gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai

prediktor gagal jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan

sensitifitas 91% dan spesifisitas 93%. Pemeriksaan BNP ini menjadi

salah satu test diagnosis rutin untuk menegakkan gagal jantung kronis

berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung kronik Eropa

dan Amerika.

- Radiologis

Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar,

pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan

adanya garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar.

Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax Postero-Anterior

terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85 mm

ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena azygos dengan

diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter >

10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax

terlentang dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan

diameter vena azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax

sebelumnya terkesan menggambarkan adanya overload cairan.

Garis kerley A merupakan garis linear panjang yang membentang dari

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose

antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai

garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut

kostofrenikus yang menggambarkan adanya edema septum interlobular.

Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus inferior namun

perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat hampir sama dengan

pembuluh darah.

Gambar 2. Ilustrasi Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Gambar 3. Gambaran Radiologi Edema Paru Akut Kardiogenik

Gambaran foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru

kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada

keterbatasan yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara

radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah

tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru,

seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.

Tabel. Beda Gambaran Radiologi Edema Paru Kardiogenik dan Non

Kardiogenik

NO.

Gambaran Radiologi

Edema Kardiogenik Edema Non Kardiogenik

1 Ukuran Jantung Normal atau membesar

Biasanya Normal

2 Lebar pedikel Vaskuler

Normal atau melebar Biasanya normal

3 Distribusi Vaskuler

Seimbang Normal/seimbang

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

4 Distribusi Edema rata / Sentral Patchy atau perifer

5 Efusi pleura Ada Biasanya tidak ada

6 Penebalan Peribronkial

Ada Biasanya tidak ada

7 Garis septal Ada Biasanya tidak ada

8 Air bronchogram Tidak selalu ada Selalu ada

- Ekokardiografi

Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk mendeteksi disfungsi

ventrikel kiri. Ekokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard dan

fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab

edema paru.

- EKG

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda

iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan

krisis hipertensi gambaran EKG biasanya menunjukkan gambaran

hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi

yang non iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif

yang lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik

dalam 24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu.

Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui tetapi beberapa keadaan

yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-

endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada

dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan

elektrikal akibat perubahan metabolik atau ketokolamin.

- Kateterisasi pulmonal

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Pengukuran tekanan baji pulmonal (Pulmonary artery occlusion pressure

/ PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan gold standard untuk menentukan

penyebab edema paru akut. Disamping itu, ada sekitar 10% pasien

dengan edema paru akut dengan penyebab multipel. Sebagai contoh,

pasien syok sepsis dengan ALI, dapat mengalami kelebihan cairan karena

resusitasi yang berlebihan. Begitu juga sebaliknya, pasien dengan gagal

jantung kongesti dapat mengalami ALI karena pneumonia.

Gambar 4. Algoritma untuk Differensiasi Klinis Antara Edema Paru

Kardiogenik dan Non Kardiogenik

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Penatalaksanaan

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Gambar 5. Algoritma Penatalaksanaan Edema Paru Akut Kardiogenik

Komplikasi

Komplikasi utama dari edema paru kardiogenik adalah gagal nafas yang biasanya

disebabkan oleh kelelahan pernapasan. Diagnosis yang tepat dan tatalaksana yang

cepat biasanya dapat mencegah kejadian tersebut. Ventilasi harus dipersiapkan

dan diberikan jika telah muncul tanda-tanda kelelahan pernafasan be prepared to

provide assisted ventilation if the patient begins to show signs of respiratory

fatigue (eg, letatgi, fatigue, diaphoresis, ansietas memberat). Komplikasi lainnya

adalah sudden cardiac death yang merupakan komplikasi dari aritmia.

Prognosis

Mortalitas dari edema paru kardiogenik bervariasi tergantung dari keparahan dan

penyebab penyakitnya. Mortalitasnya dapat mencapai 15-20%. Mortalitas

meningkat dikaitkan dengan adanya infark miokarf, hipotensi, dan apakah pasien

sebelumnya memiliki riwayat masuk rumah sakit akibat edema paru kardiogenik.

b. Edema Paru Akut Non Kardiogenik

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Definisi

Edema paru non kardiogenik adalah penimbunan cairan pada jaringan interstisial

paru dan alveolus paru yang disebabkan selain oleh kelainan jantung

Etiologi

1. Peningkatkan permeabilitas kapiler paru (ARDS)

Secara langsung

Aspirasi asam lambung

Tenggelam

Kontusio paru

Pnemonia berat

Emboli lemak

Emboli cairan amnion

Tidak langsung :

Sepsis

Trauma berat

Syok hipovolemik

Transfusi darah berulang

Luka bakar

Pankreatitis

Koagulasi intravaskular diseminata

Anafilaksis

2. Peningkatan tekanan kapiler paru

Sindrom kongesti vena

Edema paru neurogenik

Edema paru karena ketinggian tempat (Altitude)

Penurunan tekanan onkotik

Sindrom  nefrotik

Malnutrisi

Hiponatremia

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Patogenesis

Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh kapiler paru dan

akibat peningkatan permeabilitas kapiler alveolar. Edema paru akibat peningkatan

permeabilitas kapiler paru sering juga disebut acute respiratory distress syndrome

(ARDS).

Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan kandungan cairan di

jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada edema paru akibat

peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan bahwa kaskade inflamasi

timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari suatu fokus kerusakan jaringan

tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan beragregasi dan melekat pada sel endotel

yang kemudian menyebabkan pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan

mediator inflamasi seperti asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks

ini dapat diinisiasi oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya

adalah kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler

alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein dan

banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk membran

hialin. Karakteristik edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru

adalah tidak adanya peningkatan tekanan pulmonal (hipertensi pulmonal).

Pneumonia. Pemeriksaan histologis dan mikroskop elektron, edema paru pada

infeksi paru menunjukan perubahan yang sama dengan edema paru karena

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Mekanisme dikarenakan terjadinya reaksi

inflamasi sehingga mengakibatkan kerusakan endotel.

Gejala Klinis

Awitan penyakit ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat.

Penderita sering sekali mengeluh tentang kesulitan bernapas atau perasaan

tertekan atau perasaan nyeri pada dada. Biasanya terdapat batuk yang sering

menghasilkan riak berbusa dan berwarna merah muda. Terdapat takipnue serta

denyut nadi yang cepat dan lemah, biasanya penderita tampak sangat pucat dan

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

mungkin sianosis.Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan

pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian

bawah dada.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasar gejala klinis dan pemeriksaan yang disebabkan

edema paru dan gejala klinis penyakit dasarnya. Pemeriksaan penunjang yang

dapat membantu dalam menentukan diagnosis antara lain: Rontgenogram dada

yang memperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral yang  difus tanpa disertai

oleh tanda edema paru kardiogenik. Kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih

hebat dari paru-paru lainnya. Jika edema paru tersebut menyertai proses paru-paru

lain (seperti pneumonia, fibrosis kistik) maka temuan klinis dan rontgenografis

pada penyakit primer dapat mengaburkan temuan-temuan pada edema paru.

Analisa gas darah dapat mendukung dan juga sebagai acuan pada pengobatan

edema paru. Pada edema paru pemeriksaan analisa gas darah (AGD)

memperlihatkan hipoksemia berat. CT Scan toraks juga dapat membantu dalam

diagnosa dan dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan dari edema paru.

Elektrokardiografi untuk membedakan edema paru akibat kelainan jantung.

Parameter Edema Paru non Cardiogenik

Riwayat penyakit cardiac akut -

Cardiac output High Flow (perifer hangat)

S3 Gallop -

JVP -

Rhonki Kering

EKG Normal

CXR Periperal distribus

Enzim Cardiac Normal

Tekanan Kapiler Paru < 18 mmH

2.2 Tatalaksana Awal Pasien

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Ada 2 lini untuk mengatasi edema paru kardiogenik:

A. Lini pertama

- Letakkan pasien dalam posisi duduk sehingga meningkatkan volume

dan kapasitas vital paru, mengurangi usaha otot pernapasan, dan

menurunkan aliran darah vena balik ke jantung.

- Sungkup O2 dengan dosis 6-10 L/menit diberikan bersamaan dengan

pemasangan jalur IV dan monitor EKG (O,I,M). Nonbreather mask

with reservoir O2 dapat menyalurkan 90-100% O2.

- Oksimetri denyut dapat memberi informasi keberhasilan terapi

walaupun saturasi O2 kurang akurat karena terjadi penurunan perfusi

perifer. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan pemeriksaan analisis

gas darah untuk mengetahui ventilasi dan asam basa.

- Tekanan ekspirasi akhir positif (positive end expiratory pressure)

dapat diberikan untuk mencegah kolaps alveoli dan memperbaiki

pertukaran gas.

- Kantung nafas – sungkup muka menggantikan simple mask bila terjadi

hipoventilasi.

- Continuous positive airway pressure diberikan bila pasien bernapas

spontan dengan sungkup muka atau pipa endotrakea.

- Intubasi dilakukan bila PaO2 tidak dapat dipertahankan di atas 60

mmHg walau telah diberikan O2 100%, munculnya gejala hipoksi

serebral, meningkatnya PCO2, dan asidosis secara progresif.

- Bila TD 70-100 mmHg disertai gejala-gejala dan tanda syok, berikan

Dopamin 2-20 mcg/kgBB menit IV. Bila tidak membaik dengan

Dopamin dosis >20 mcg/kg/mnt segera tambahkan Norephinephrin

0,5-30 mcg/menit IV, sedangkan Dopamin diturunkan sampai 10

mcg/kgBB/mnt. Bila tanpa gejala syok, berikan Dobutamin 2-20

mcg/kgBB/mnt IV.

- Bila TD > 100 mmHg, nitrogliserin paling efektif mengurangi edema

paru karena mengurangi preload, diberikan 2 tablet masing-masing 0,4

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

mg sublingual atau semprot, dapat diulang 5-10 menit bila TD tetap >

90-100 mmHg.

- Furosemid adalah obat pokok pada edema paru kardiogenik, diberikan

IV 0,5-1,0 mg/kg. Bila furosemid sudah rutin diminum sebelumnya

maka dosis bisa digandakan. Bila dalam 20 menit belum didapat hasil

yang diharapkan, ulangi IV dua kali dosis awal dan dosis bisa lebih

tinggi bila retensi cairan menonjol dan bila fungsi ginjal terganggu.

- Morfin sulfat diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4 mg IV

bila TD > 100 mmHg. Obat ini merupakan salah satu obat pokok pada

edema paru namun dianjurkan diberikan di rumah sakit. Efek

venodilator meningkatkan kapasitas vena, mengurangi aliran darah

balik ke vena sentral dan paru, mengurangi tekanan pengisian ventrikel

kiri (preload), dan juga mempunyai efek vasodilator ringan sehingga

afterload berkurang. Efek sedasi dan morfin sulfat menurunkan

aktifitas tulang otot dan tenaga pernapasan.

B. Lini kedua

- Jika respon pasien baik setelah mendapatkan terapi lini pertama, maka

tidak diperlukan pemeriksaan tambahan serta menurun tingkat

kegawatannya, khususnya bila normotensi dapat dilanjutkan

pemberian nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit dengan tetap memantau

TD. Nitroprusside IV 0,5-5 mcg/kgBB/menit diberikan bila edema

paru disertai TD tinggi.

- Dopamin 2-20 mcg/kgBB/IV bila TD 70-100 mmHg dengan syok.

- Dobutamin 2-20 mcg/kgBB/IV bila hipotensi tanpa syok.

Edema Paru Akut

Tindakan pertama bila syok (-)O2 dan Intubasi jika perluNitrogliserin/nitrat SL (0,3 – 0,4 mg)Furosemid IV 0,5-1mg/kgBBMorphin IV 2-4 mg

Tentukan tekanan darah, lanjutkan ke lini kedua

Tindakan lini keduaNitrogliserin/nitrat bila TD > 100 mmHgDopamin bila TD 70-100 mmHg dengan

tanda syokDobutamin bila TD < 100 mmHg tanpa tanda

syok

Pertimbangkan diagnostik dan terapi lanjut:Temukan penyebab lainKateterisasi arteri pulmonalTambahkan obat-obatanTambahan prosedur diagnostikBedahIntraaortic ballon pumpAngiografi dan intervensi koroner

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

Algoritma Tatalaksana Edema Paru Kardiogenik

(Sumber: Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS

Tahun 2008)

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

2.3 Analisis Skenario

Pada skenario, keluhan utama pasien adalah dispnea dan batuk dengan pink frothy

sputum. Keluhan dispnea secara etiologis dapat diklasifikasikan menjadi

penyebab kardiak yang meliputi gagal jantung kongestif, hipertensi pulmonal, dan

stenosis aorta, sedangkan penyebab non kardiak meliputi edema paru, pneumonia,

PPOK, asma dan keganasan.

Keluhan batuk dengan pink frothy sputum merupakan indikasi keluhan sesak

disebabkan penyebab non kardiak yaity edema paru. Edema paru sendiri dapat

dibedakan menjadi edema paru kardiak dan edema paru non kardiak. Edema paru

kardiak terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pembuluh darah,

sedangkan edema paru non kardiak dapat disebabkan 3 faktor utama, diantatanya

penurunan tekanan alveoli, peningkatan permeabilitas, dan sebab neurogenik

sehingga cairan merembes ke interstisial alveoli.

Dari pemeriksaan fisik, ditemukan hipertensi (TD 160/100), takikardia (nadi 120

kali/menit), takipneu (RR 40 kali/menit), suhu afebris (38 derajat celcius), dan

ronki di seluruh lapang paru. Hipertensi merupakan bentuk kompensasi jantung

terhafap penurunan preload pada edema paru atau merupakan salah satu faktor

resiko edema paru kardiak. Suhu yang afebris dan suara ronki di seluruh lapang

“ S k e n a r i o 6 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 6 Page 1

paru menunjukan pasien kemungkinan mengalami infeksi yand dapat mengarah

pada edema paru non kardiak, karena sebagian besar penyebab ARDS adalah

infeksi.

Pemeriksaan foto rontgen dengan infiltrat bilateral difus lebih mengarah pada

edema paru kardiak. Diagnosis kerja pada pasien ini belum dapat ditentukan

secara pasti karena gejala dan tanda sama-sama mengarah pada diagnosis banding

edema paru kardiak, maupun edema paru non kardiak. Maka dari itu, perlu

dilakukan anamnesis yang lebih lengkap dan pemeriksaan lanjutan yang dapat

menunjang diagnosis tersebut sehingga dapat dilakukan tatalaksana awal yang

sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Harun S dan Sally N. Edema paru akut. 2009. In: Sudoyo  AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati  S, editor.  Buku Ajar Ilmu Penyakit  Dalam. 5th

Ed. Jakarta:  Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 1651-1653

Lorraine et al. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med. 2005;353: pp. 2788-96.

Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis

VAP.Anestesia & Critical Care.Vol 28 No.2 .pp.1-11


Top Related