Download - Lapsus AKI Reza.doc
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
ACUTE KIDNEY INJURY PRE RENAL DD/ ACUTE ON CKD
DD/ CKD GRADE 5
DISUSUN OLEH :
Reza Kurniawan Arta
C111 11 284
PEMBIMBING :
dr. Wiwi Eliyanti S.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Reza Kurniawan Arta
Nim : C 111 11 284
Universitas : Universitas Hasanuddin
Judul Laporan Kasus : Acute Kidney Injury Pre Renal Et Causa Dehidrasi DD/
Acute on CKD DD/ CKD Grade 5.
Telah menyeleesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makasar, Juni 2015
Disusun Oleh : Residen Pembimbing
Reza Kurniawan Arta 2dr. Wiwi Eliyanti S.
Residen Baca
Dr. Junardi
2
LAPORAN KASUS
Acute Kidney Injury
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. Z
Tanggal Lahir : 21-4-1956
RM: : 020713
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Bone
Status Perkawinan : Kawin
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Muntah-muntah
ANAMNESIS TERPIMPIN :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah-muntah yang dialami
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Muntah disertai rasa mual, frekuensi
1-2 kali dalam sehari. Muntah-muntah dirasakan memberat hari ini, muntah >10
kali, tiap kali makan dan minum. Riwayat mengonsumsi jamu-jamuan karena nyeri
pada lutut dan rasa kram pada tungkai. Riwayat minum antasida saat pasien
muntah-muntah dalam seminggu tetapi tidak ada perubahan.
Nyeri ulu hati tidak ada, rasa terbakar di daerah dada tidak ada, rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas dikeluhkan pasien. Muntah isi makanan, tidak ada
darah. Riwayat maag tidak ada. Buang air kecil kesan berkurang. Buang air besar
biasa, coklat. Riwayat buang air besar hitam disangkal.
Demam tidak ada, riwayat demam disangkal. Sakit kepala ada, asupan
makanan menurun. Batuk dan sesak tidak ada.
3
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat Diabetes mellitus ada sejak 1 tahun lalu, GDS biasanya 200
mg/dl minum metformin 500 mg 2x1 dan glimepirid 2 mg 1x1 dan diminum
tidak teratur.
Riwayat Hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu, tekanan darah
biasanya 140/90 mmHg, minum amlodipine 5 mg 1x1, diminum tidak teratur.
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat Penyakit dalam keluarga : Riwayat dalam keluarga memiliki
diabetes mellitus tidak ada. Riwayat Gaya Hidup, Merokok tidak ada, Alkohol
tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Composmentis
Tekanan Darah : 160/100 mmHg Nadi : 92 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit Suhu : 36,7°C
Tinggi Badan : 163 cm IMT : 22,5 kg/m2
Berat Badan : 60 kg Status Gizi : Cukup
Kepala:
Ukuran : Normocephal
Bentuk : Mesocephal
Deformitas : Tidak ada
Simetris muka : Simetris kiri sama dengan kanan
Rambut : Sukar dicabut
Mata:
Eksoftalmus : Tidak ada
Enoptalmus : Tidak ada
Konjungtiva : Tidak anemis
Kornea : Refleks kornea ada
Sklera : tidak ada ikterus
Pupil : Isokor 2.5 mm/2.5 mm
4
Telinga:
Pendengaran : Pemeriksaan tidak dilakukan
Otorrhea : Pemeriksaan tidak dilakukan
Hidung:
Epistaksis : Tidak ada
Rhinorrhea : Tidak ada
Mulut:
Bibir : Tidak kering
Lidah : Tidak kotor
Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis
Faring : Tidak Hiperemis
Leher:
Tumor : Tidak ada
Deviasi Trakea : Tidak ada
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran
Desakan Vena Sentral : R+0 cmH2O
Kaku kuduk : Tidak Ada
Dada:
Bentuk : Simetris kiri sama dengan kanan
Buah dada : Dalam batas normal
Sela iga : Simetris kiri sama dengan kanan
Pulmo:
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan
Perkusi : Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi dan Wheezing (-)
Jantung:
5
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas ICS III sinistra
Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra
Aukultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler
Bising jantung tidak ada
Abdomen:
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Ekstremitas:
Tidak ada kelainan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :
1. Darah Rutin
NO ITEM NILAI
1. WBC 19. 103 /mm3
2. Hb 11,7 g/dL
3. PLT 471.103 /uL
4. MCV 83,8 fL
5. MCHC 33,79 /dL
6. MCH 28,3 pg
7. Neut 87,6%
8. Lymph 7%
9. Monosit 4,2%
10. Eo 0,7 %
11. Baso 0,5 %
6
2. Gula Darah
NO ITEM NILAI
1. GDS 274 mg/dL
3. Koagulasi
NO ITEM NILAI
1. PT 14,4
2. INR 1,19
3. APTT 27,7
4. Kimia Ginjal
NO ITEM NILAI
1. Ureum 138,8
2. Kreatinin 6,10
5. Kimia Hati
NO ITEM NILAI
1. SGOT 20
2. SGPT 18
3. Bilirubin Total 0,3
4. Bilirubin Direct 0,08
6. Urin Rutin
NO ITEM NILAI
1. Color Kuning Muda
2. Blood +-/5
3. Bilirubin Negatif
4. Urobilinogen +-/N
7
5. Keton +-/5
6. Protein +-/5
7. Glukosa ++/500
8. pH 6,0
RESUME :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan muntah-muntah yang dialami
sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Muntah disertai rasa mual, frekuensi
1-2 kali dalam sehari. Muntah-muntah dirasakan memberat hari ini, muntah >10
kali, tiap kali makan dan minum. Riwayat mengonsumsi jamu-jamuan karena nyeri
pada lutut dan rasa kram pada tungkai. Riwayat minum antasida saat pasien
muntah-muntah dalam seminggu tetapi tidak ada perubahan.
Nyeri ulu hati tidak ada, rasa terbakar di daerah dada tidak ada, rasa tidak
nyaman pada perut bagian atas dikeluhkan pasien. Muntah isi makanan, tidak ada
darah. Riwayat maag tidak ada. Buang air kecil kesan berkurang. Buang air besar
biasa, coklat. Riwayat buang air besar hitam disangkal.
Demam tidak ada, riwayat demam disangkal. Sakit kepala ada, asupan
makanan menurun. Batuk dan sesak tidak ada.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat Diabetes mellitus ada sejak 1 tahun lalu, GDS biasanya 200
mg/dl minum metformin 500 mg 2x1 dan glimepirid 2 mg 1x1 dan diminum
tidak teratur.
Riwayat Hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu, biasanya 140/90 mmhg
minum amlodipine 5 mg 1x1, diminum tidak teratur.
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat Penyakit dalam keluarga : Riwayat dalam keluarga memiliki
diabetes mellitus tidak ada. Riwayat Gaya Hidup, Merokok (-), Alkohol (-)
8
Pemeriksaan Fisik :
Status Present : Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis
Tanda-tanda vital : Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 92 kali/ menit
Pernapasan : 20 kali/ menit
Suhu : 36,7°C
Kepala : Anemis (-), Ikterus (-)
Leher : DVS R+0 cmH2O
Paru : Bunyi pernapasan : Vesikuler
Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I/II murni reguler, Murmur (-)
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, Hepar dan Lien : Tidak teraba
Ekstremitas : Tidak ada kelainan
ASSESSMENT :
1. Acute Kidney Injury ec dehidrasi DD/ Acute On CKD DD/ CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus Tipe II Non Obese
3. Hipertensi grade 2
4. Gastropati Obat
5. Leukositosis Pro Evaluasi
PLANNING :
Rencana Terapi :
Diet DM 1700 kkal/hari
IVFD NaCl 0,9 % 28 tpm
Nephrosteril 250 cc/24 jam/drips
Metformin 500 mg/12 jam/ oral (TUNDA)
Glimepirid 2mg/24 jam/oral.(TUNDA)
Amlodipine 10 mg/24 jam/ oral
Ondansentron 8 mg/8jam/intravena
9
Omeprazole 40 mg/12 jam/ intravena
Rencana Tindakan
Pemasangan Kateter.
Rencana diagnostik :
- Cek HbA1C, GDP, GD2PP.
- USG Abdomen
- EKG
- Foto Thorax
- Balance Cairan
PROGNOSIS :
Ad Functionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia at bonam
Ad Vitam : Dubia
10
FOLLOW UP :
Tanggal S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)
Instruksi Dokter
10/05/2015
TD : 180/100mmHg
N : 96x/menit
P : 24x/ menit
S : 37,2°C
Perawatan Hari ke-1 :
Daftar Masalah
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Non Obese
3. Hipertensi Grade 2
4. Gastropati Obat
5. Leukositosis Pro evaluasi.
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O :
Laboratorium
Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
2. DM tipe 2 Non Obese
S : tidak ada keluhan
O : GDS 274 mg/dL
R/
- Diet Rendah garam,
rendah purin, rendah
protein 0,6
gr/kgBB/hari.
- IVFD NaCl 0,9 % 28
tpm maintenance
- Nephrosteril 250 cc/24
jam/drips
- Metformin 500 mg
3x1(TUNDA)
- Glimipirid 2mg (1-0-0)
(TUNDA)
- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral.
- Omeprazole 40 mg 1x1
- Ondansentron 8 mg/12
jam/ intravena
- Ceftriaxone 2gr/24
jam/ drips dalam NaCl
0,9% 100cc
11
A : DM tipe 2
3. Hipertensi Grade II
S : Tidak ada keluhan
O : TD: 180/100 mmHg
4. Gastropati Obat
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
5. Leukositosis pro evaluasi
S: Demam tidak ada, batuk dan
sesak tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada.
O: Paru, Bunyi Pernapasan:
Vesikuler, Ronchi dan Wheezing
tidak ada. Abdomen peristaltik ada
kesan normal. Ekstremitas Tidak
ada kelainan.
Laboratorium: WBC:19.100/mm3
Rencana Tindakan:
- Pemasangan Kateter
Pemeriksaan:
- EKG
- Foto Thorax dan USG
Abdomen.
Tanggal S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)
Instruksi Dokter
11/05/2015 Perawatan Hari ke-2 :
12
TD : 160/90mmHg
N : 90x/menit
P : 22x/ menit
S : 37,0°C
Daftar Masalah
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus tipe 2 Non Obese
3. Hipertensi Grade 2
4. Gastropati Obat
5. Leukositosis Pro Evaluasi
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O :
Laboratorium
- Ureum 138,8
- Kreatinin 6,10
2. DM tipe 2 Non Obese
S : tidak ada keluhan
O : GDS 274 mg/dL
A : DM tipe 2
3. Hipertensi Grade II
S : Tidak ada keluhan
O : TD: 160/90 mmHg
4. Gastropati Obat
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
R/
- Diet Rendah garam,
rendah purin, rendah
protein 0,6
gr/kgBB/hari.
- IVFD NaCl 0,9 % 28
tpm maintenance
- Nephrosteril 250 cc/24
jam/drips
- Metformin 500 mg
3x1(TUNDA)
- Glimipirid 2mg (1-0-0)
(TUNDA)
- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral.
- Omeprazole 40 mg 1x1
- Ondansentron 8 mg/12
jam/ intravena
- Cefrtiaxone 2g/24
jam/drips dalam NaCl
0,9% 100cc
Pemeriksaan:
- Periksa Urin 24 jam
13
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
5. Leukositosis pro evaluasi
S: Demam tidak ada, batuk dan
sesak tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada.
O: Paru, Bunyi Pernapasan:
Vesikuler, Ronchi dan Wheezing
tidak ada. Abdomen peristaltik ada
kesan normal. Ekstremitas Tidak
ada kelainan.
Laboratorium:WBC 19.100/mm3
Tanggal S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)
Instruksi Dokter
12/05/2015
TD : 180/80mmHg
N : 88x/menit
P : 24x/ menit
S : 36,8°C
Perawatan Hari ke-3 :
Daftar Masalah
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Non Obese
3. Hipertensi Grade 2
4. Gastropati Obat
5. Leukositosis Pro Evaluasi
R/
- Diet Rendah garam,
rendah purin, rendah
protein 0,6
gr/kgBB/hari.
- IVFD Nacl 0,9 % 28
tpm maintenance
- Nephrosteril 250 cc/24
14
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
S : Mual(-), Muntah (+) frequensi
1 kali, nyeri ulu hati, sesak.
O :
Laboratorium
Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
2. DM tipe 2 Non Obese
S : tidak ada keluhan
O : GDS 274 mg/dL
A : DM tipe 2
3. Hipertensi Grade II
S : Tidak ada keluhan
O : TD: 180/80 mmHg
4. Gastropati Obat
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
5. Leukositosis pro evaluasi
S: Demam tidak ada, batuk dan
sesak tidak ada, nyeri ulu hati tidak
jam/drips
- Metformin 500 mg
3x1(TUNDA)
- Glimipide 2mg (1-0-0)
(TUNDA)
- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral.
- Omeprazole 40 mg 1x1
- Ondansentron 8 mg/12
jam/ intravena
- Ceftriaxone
2gr/24jam/drips dalam
NaCl 0,9% 100cc
Hasil Pemeriksaan:
Urine Output 700cc /24 jam
Rencana Pengobatan:
- Usul Insulin.
- Usul Hemodialisa
Rencana Pemeriksaan:
- Ureum/kreatinin /3 hari
(Periksa tgl 15).
- Rencana Insulin.
- Usul Hemodialisa.
15
ada.
O: Paru, Bunyi Pernapasan:
Vesikuler, Ronchi dan Wheezing
tidak ada. Abdomen peristaltik ada
kesan normal. Ekstremitas Tidak
ada kelainan.
Laboratorium: WBC 19.100/mm3
Tanggal S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)
Instruksi Dokter
13/05/2015
TD : 150/90mmHg
N : 92x/menit
P : 22x/ menit
S : 37,0°C
Perawatan Hari ke-4 :
Daftar Masalah
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Non Obese
3. Hipertensi Grade 2
4. Gastropati Obat
5. Leukositosis Pro Evaluasi
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi / Acute On CKD DD/
CKD Grade 5
S : Mual(-), Muntah (+) warna
putih seperti air liur, nyeri ulu hati,
R/
- Diet Rendah garam,
rendah purin, rendah
protein 0,6
gr/kgBB/hari.
- IVFD Nacl 0,9 % 28
tpm maintenance
- Nephrosteril 250 cc/24
jam/drips
- Levemir 0-010 IU/SC
- Metformin 500 mg 3x1
(TUNDA)
- Glimipide 2mg (1-0-0)
(TUNDA)
16
sesak (-)
O :
Laboratorium
Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
Urine Output 700 cc
Radiologi
USG Abdomen
- Organ intraabdomen dalam
batas normal
- Appendicitis belum dapat
disingkirkan
Foto Thorax PA
- Pleural Reaction Bilateral
- Atherosclerosis Aortae
2. DM tipe 2 Non Obese
S : tidak ada keluhan
O : GDS 274 mg/dL
A : DM tipe 2
3. Hipertensi Grade II
S : Tidak ada keluhan
O : TD: 150/90 mmHg
4. Gastropati Obat
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral.
- Omeprazole 40 mg 1x1
- Ondansentron 8 mg/12
jam/ intravena (Besok
Ganti Oral)
- Ceftriaxone 2gr/24
jam/oral dalam NaCl
0,9 % 100 cc.
Rencana Pemeriksaan
- Periksa
Ureum/kreatinin /3 hari
(Tanggal 15)
- Periksa GDP/hari
17
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
5. Leukositosis pro evaluasi
S: Demam tidak ada, batuk dan
sesak tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada.
O: Paru, Bunyi Pernapasan:
Vesikuler, Ronchi dan Wheezing
tidak ada. Abdomen peristaltik ada
kesan normal. Ekstremitas Tidak
ada kelainan.
Laboratorium: WBC 19.100/mm3
Tanggal S (Subjective) O (Objective) A
(Assessment) P (Planning)
Instruksi Dokter
14/05/2015
TD : 150/80mmHg
N : 82x/menit
P : 20x/ menit
S : 37,2°C
Perawatan Hari ke-5 :
Daftar Masalah
1. Acute Kidney Injury ec
Dehidrasi DD/ Acute On CKD
DD/ CKD Grade 5
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Non Obese
3. Hipertensi Grade 2
4. Gastropati Obat
1. Acute Kidney Injury ec
R/
- Diet Rendah garam,
rendah purin, rendah
protein 0,8
gr/kgBB/hari.
- IVFD NaCl 0,9 % 28
tpm maintenance
- Nephrosteril 250 cc/24
jam/drips
18
Dehidrasi DD/ Acute On CKD
DD/ CKD Grade 5
S : Mual(-), Muntah (+) warna
putih seperti air liur, nyeri ulu hati,
sesak (-)
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
2. DM tipe 2 Non Obese
S : tidak ada keluhan
O : GDP 104 mg/dL
A : DM tipe 2
3. Hipertensi Grade II
S : Tidak ada keluhan
O : TD: 150/80 mmHg
4. Gastropati Obat
S : Mual(-), Muntah (+), Frequensi
3x pagi ini, nyeri ulu hati.
O : Ureum 138,8
Kreatinin 6,10
5. Leukositosis pro evaluasi
S: Demam tidak ada, batuk dan
sesak tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada.
O: Paru, Bunyi Pernapasan:
Vesikuler, Ronchi dan Wheezing
- Levemir 0-010 IU/SC
- Metformin 500 mg 3x1
(TUNDA)
- Glimipide 2mg (1-0-0)
- (TUNDA)
- Amlodipine 10 mg/24
jam/oral.
- Omeprazole 20 mg 2x1
- Ondansentron 8 mg
2x1
- Ceftriaxon
2gr/24jam/drips dalan
NaCl 0,9% 100cc
Rencana Pemeriksaan
- Periksa
Ureum/kreatinin /3 hari
(tanggal 15)
- Periksa GDP/hari
19
tidak ada. Abdomen peristaltik ada
kesan normal. Ekstremitas Tidak
ada kelainan.
Laboratorium WBC 19.100 /mm3
DISKUSI
AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pasien datang dengan keluhan muntah. Dari literature di dapatkan bahwa
muntah dapat dirangsang melalui Chemoreseptor Trigger Zone (reseptor serotonin
5-HT3 dan dopamine D3) padaarea post trema medulla, akibat OAINS, obat
kemoterapi, toksin, uremia, asidosis, dan pengobatan radiasi. Dari hasil anamnesis
didapatkan bahwa pasien sering mengeluhkan nyeri pada lutut dan mengonsumsi
jamu-jamuan untuk mengurangi nyerinya. Hal ini dapat dipikirkan sebagai
penyebab dyspepsia pada pasien ini yang dapat mempengaruhi fungsi dari
gastrointestinal sehingga dapat dikatakan sebagai gastropati obat. Akibat dari
gejala dyspepsia ini sehingga cairan tubuh akan berkurang. Untuk mengatasi gejala
ini, maka diberikan antagonis serotonin 5-hidroksitriptamin (5HT3) yaitu
Ondansentron, artinya secara selektif di saluran cerna dan pusat muntah
chemoreseptor trigger zone di otak. Selain itu untuk melindungi mukosa lambung
diberikan Proton Pump Inhibitor (Omeprazole).
Pasien yang telah kehilangan banyak cairan dari vomit yang telah
berlangsung dalam waktu 1 minggu, akan membuat volume darah akan berkurang.
Aliran darah yang menuju ke renal juga akan berkurang dalam jangka waktu
tersebut, sehingga akan mengakibatkan fungsi ginjal juga akan menurun. Ini
20
dibuktikan setelah didapatkan hasil pemeriksaan fungsi ginjal yaitu ureum 138,8
dan kreatinin 6,1. Dari criteria ADQI menggunakan RIFLE, kadar kreatinin
serum 6,1 merupakan kadar absolute Failure dari Gangguan Ginjal Akut.
Melihat criteria ADQI, pasien dikategorikan AKI dengan RIFLE F, oleh
karena itu kita bisa mendiferential diagnosiskan dengan Acute on CKD yang
merupakan suatu perjalanan akut dari suatu gagal ginjal kronik. Hal ini didasari
oleh adanya penyakit komorbid yaitu Diabetes Melilitus tipe 2 Non Obese dan
Hipertensi Grade 2. Kedua penyakit ini dapat menyebabkan Nephropati pada
pasien ini yang akan membawanya ke gagal ginjal kronik. Namun, dari literature
didapatkan perjalanan penyakit oleh penderita DM sampai ke tahap Nephropaty
Diabetik paling tidak terlah berlangsung selama 5 tahun.
Kreatinin yang didapatkan jika dihitung GFRnya didaptkan 11ml/min/ 1,73
m2. Ini merupakan indikasi hemodialisa. Pada perhitungan urin output dalam 24
jam didapatkan 700 cc. Artinya pasien ini termasuk ke dalam gangguan ginjal akut
pre renal Oligouri. Pada literature, Pasien dengan gangguan ginjal akut non
oligouri memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan GGA oligouri.
Pasien didapatkan glukosa darah sewaktu 274 g/dl, dan telah didiagnosis
sebelumnya dengan Diabetes Mellitus tipe 2 dan mendapatkan pengobatan
Metformin dan Glimepirid. Namun dengan keadaan fungsi ginjal yang menurun
secara mendadak maka pemberian metformin di tunda, atas pertimbangan bahwa
pasien masih memiliki gangguan dari fungsi ginjal, sedangkan metformin
diekskresikan melalui ginjal, sehingga akan terakumulasi dalam tubuh, efeknya
dapat membuat pasien hipoglikemi.
Tekanan darah pasien sebelum diberi obat adalah 160/100 mmHg. Dan dari
JNC 7 digolongkan ke dalam Hipertensi Grade II. Yang diindikasikan segera
pemberian antihipertensi. Menurut NICE 2013, terapi antihipertensi yang
diberikan pada pasien diatas 55 tahun adalah dengan CCB. Pasien diberikan CCB
sub Dihidropiridin yaitu Amlodipin 10 mg per hari.
21
TI NJAUAN PUSTAKA
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA, acute renal failure [ARF]) merupakan salah satu sindrom dalam
bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insid-
ens.1 Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,5-
0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga
20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka ke-
matian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80%.
Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan
karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insid-
ens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens
AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang
menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis. Selain itu, juga dise-
babkan oleh peningkatan nyata kasus AKI akibat meningkatnya populasi usia lan-
jut dengan penyakit komorbid yang beragam, meningkatnya jumlah prosedur
transplantasi organ selain ginjal, intervensi diagnostik dan terapeutik yang lebih
agresif.1-3
A. Definisi dan Kriteria Diagnosis
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel,
diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/
22
tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.4 Penurunan tersebut dapat
terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal (AKI “klasik”) atau tidak nor-
mal (acute on chronic kidney disease). Dahulu, hal di atas disebut sebagai gagal
ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga parameter
dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berba-
gai kepustakaan.
Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan memband-
ingkan hasil penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas
kriteria untuk membuat diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai
tahap penyakit yang diharapkan dapat menggambarkan prognosis pasien.5,6
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang
beranggotakan para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepa-
kat mengganti istilah ARF menjadi AKI. Penggantian istilah renal menjadi kid-
ney diharapkan dapat membantu pemahaman masyarakat awam, sedangkan
penggantian istilah failure menjadi injury dianggap lebih tepat menggambarkan
patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi definisi AKI menyangkut
beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup semua tahap
penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata mem-
pengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggu-
naan penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali
mendahului peningkatan Cr serum; (4) penetapan gangguan ginjal berdasarkan
kadar Cr serum, UO dan LFG mengingat belum adanya penanda biologis
(biomarker) penurunan fungsi ginjal yang mudah dan dapatdilakukan di mana
saja.
AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori (berdasarkan
peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO) yang
menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang
menggambarkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 1.5,7
23
Tabel 1. Kriteria RIFLE menurut ADQI
Kriteria RIFLE sudah diuji dalam berbagai penelitian dan menunjukkan
kegunaaan dalam aspek diagnosis, klasifikasi berat penyakit, pemantauan per-
jalanan penyakit dan prediksi mortalitas.8 Pada tahun 2005, Acute Kidney In-
jury Network (AKIN), sebuah kolaborasi nefrolog dan intensivis internasional,
mengajukan modifikasi atas kriteria RIFLE. AKIN mengupayakan peningkatan
sensitivitas klasifikasi dengan merekomendasikan (1) kenaikan kadar Cr serum
sebesar >0,3 mg/dL sebagai ambang definisi AKI karena dengan kenaikan
tersebut telah didapatkan peningkatan angka kematian 4 kali lebih besar
(OR=4,1; CI=3,1-5,5); (2) penetapan batasan waktu terjadinya penurunan
fungsi ginjal secara akut, disepakati selama maksimal 48 jam (bandingkan den-
gan 1 minggu dalam kriteria RIFLE) untuk melakukan observasi dan mengu-
lang pemeriksaan kadar Cr serum; (3) semua pasien yang menjalani terapi
pengganti ginjal (TPG) diklasifikasikan dalam AKI tahap 3; (4) pertimbangan
terhadap penggunaan LFG sebagai patokan klasifikasi karena penggunaannya
tidak mudah dilakukan pada pasien dalam keadaan kritis. Dengan beberapa
24
modifikasi, kategori R, I, dan F pada kriteria RIFLE secara berurutan adalah
sesuai dengan kriteria AKIN tahap 1, 2, dan 3. Kategori LE pada kriteria RIFLE
menggambarkan hasil klinis (outcome) sehingga tidak dimasukkan dalam taha-
pan.6,7 Klasifikasi AKI menurut AKIN dapat dilihat pada tabel 2. Sebuah peneli-
tian yang bertujuan membandingkan kemanfaatan modifikasi yang dilakukan
oleh AKIN terhadap kriteria RIFLE gagal menunjukkan peningkatan sensitivi-
tas, dan kemampuan prediksi klasifikasi AKIN dibandingkan dengan kriteria
RIFLE.8
B. Klasifikasi Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis
AKI, yakni (1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menye-
babkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang
secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/in-
trinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat tergantung dari tempat
terjadinya AKI.4,9
B.1. AKI Prarenal
I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular Kerusakan
jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh Melalui saluran cerna (muntah, di-
are, drainase), melalui saluran kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis
osmotik), melalui kulit (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
25
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer.
- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh:
barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus, am-
photericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen Perubahan struktural
(usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal
kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan
OAINS, COX-2 inhibitor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, ra-
diokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
B.2. AKI Renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli, diseksi
aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis, kompresi)
26
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi, pelarut
organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis, hemolisis, asam
urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial
- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi (bakteri, vi-
ral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis), idiopatik.
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfon-
amide
VI. Rejeksi alograf ginjal
B.3. AKI Pascarenal
I. Obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu, keganasan,
darah
III. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis
27
C. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI sesuai dengan
yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan apakah
keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu keadaan
akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan kedua
keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi penyebab AKI,
pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan perjalanan penyakit
(pemulihan pada AKI) dan ukuran ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun
dapat pula berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati
diabetik dan penyakit ginjal polikistik.4,9 Upaya pendekatan diagnosis harus
pula mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan
komplikasi.
D. Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,
penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut
berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal,
tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi
tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda
AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan
zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin,
hemoglobin, asam urat).
Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut,
atau hipertensi maligna.4,9,12 AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri
sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal,
28
kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke
daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.
Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan
pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya
obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf
otonom. 4,9,12
E. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal.
Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung cast
hialin yang transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain
pigmented “muddy brown” granular cast, cast yang mengandung epitel
tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan pigmented
“muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial.4,13
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma)
dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI)).
29
F. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium
oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya, ketika sampah nitrogen
(ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik,
fraksi ekskresi natrium (FENa = [(Na urin x Cr plasma)/(Na plasma x Cr
urin)] mencapai kurang dari 1%, FEUrea kurang dari 35%. Sebagai
pengecualian, adalah jika vasokonstriksi terjadi pada seseorang yang
menggunakan diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan
reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan FENa. Hal yang
sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK tahap lanjut yang telah
mengalami adaptasi kronik dengan pengurangan LFG. Meskipun demikian,
pada beberapa keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radiokontras dan
mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah ginjal secara
dini dengan fungsi tubulus ginjal yang masih baik sehingga FENa dapat
pula menunjukkan hasil kurang dari 1%.13
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI
pascarenal adalah pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume
urin residu kurang dari 50 cc, didukung dengan pemeriksaan USG ginjal
yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan
penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto
polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan
sesuai indikasi.4,13
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan
penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal
sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan
pada dugaan AKI renal non- ATN yang memiliki tata laksana spesifik,
seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.4
30
Peranan Penanda Biologis
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria diagnosis AKI
(Cr serum, LFG dan UO) dinilai memiliki beberapa kelemahan. Kadar Cr
serum antara lain (1) sangat tergantung dari usia, jenis kelamin, massa otot,
dan latihan fisik yang berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan
tipe kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomerulus atau
tubulus); (3) tidak sensitif karena peningkatan kadar terjadi lebih lambat
dibandingkan penurunan LFG dan tidak baik dipakai sebagai parameter
pemulihan. Penghitungan LFG menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr
serum merupakan perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi
kadar Cr serum yang stabil. Perubahan kinetika Cr yang cepat terjadi tidak
dapat “ditangkap” oleh rumus-rumus yang ada. Penggunaan kriteria UO
tidak menyingkirkan pengaruh faktor prarenal dan sangat dipengaruhi oleh
penggunaan diuretik. Keseluruhan keadaan tersebut menggambarkan
kelemahan perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat berpengaruh
pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana sehingga dapat berpengaruh
pada prognosis penderita.
Tata Laksana
Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab
AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap
prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan
adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI
adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik,
koreksi obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.4,17
Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
31
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit
harus dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat
dengan pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin
dan serum.
Terapi Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit
dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi
pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml
pada tahun 2005
Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah
digunakan selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya
bersifat kontoversial. Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan
dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi
luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle.
Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-
oligourik lebih baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar
hal tersebut, banyak klinisi yang berusaha mengubah keadaan AKI
oligourik menjadi non-oligourik, sebagai upaya mempermudah
penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan
dialisis. Namun, penelitian dan meta-analisis yang ada tidak menunjukkan
kegunaan diuretik untuk pengobatan AKI (menurunkan mortalitas,
kebutuhan dialisis, jumlah dialisis, proporsi pasien oligouri, masa rawat
inap), bahkan penggunaan dosis tinggi terkait dengan peningkatan risiko
Ototoksisitas. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis,
diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan
tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik
32
sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah:
1. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak
dalam keadaan dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau
dilakukan tes cairan dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam
1530 menit. Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi terlebih
dahulu.
2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna
pada AKI pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI
tahap awal (keadaan oligouria kurang dari 12 jam). Pada awalnya, dapat
diberikan furosemid i.v. bolus 40 mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis
dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1
gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian
cairan koloid untuk meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler. Bila
cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus
dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat
bahkan dapat menyebabkan toksisitas.
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke
intravaskuler sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya
pada tahap oligouria. Namun kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan
dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik,
menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran darah.
Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg
tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan
produksi urin, pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien.
Dopamin dosis rendah (0,5-3 µg/kgBB/menit) secara historis
digunakan dalam tata laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin
DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin dosis rendah dapat menyebabkan
33
vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan
efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya,
pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi. Faktanya
teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin,
juga tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan
kadar plasma dopamin. Respons dopamin juga sangat tergantung dari
keadaan klinis secara umum yang meliputi status volume pasien serta
abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam
dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada
literatur. Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis
rendah tidak terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius
seperti iskemia miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna,
gangren digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian
dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam. Jika tidak
terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya
untuk menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk
pengobatan penyakit dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk
memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal.17,24,25 Obat-obatan lain
seperti agonis selektif DA1 (fenoldopam) dalam proses pembuktian lanjut
dengan uji klinis multisenter untuk penggunaannya dalam tata laksana AKI.
ANP, antagonis adenosin tidak terbukti efektif pada tata laksana AKI.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence andthe fall of mor-tality of patients with acute renal failure: what theanalysis of two databases does and does not tell us. J Am SocNephrol. 2006;17:923-5.
2. Roesli RMA. Epidemiologi gangguan ginjal akut. Dalam RoesliRMA, Gondo-diputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis danpengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat PenerbitanIlmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. HasanSadikin; 2008.p.27-40.
3. Waikar SS. Declining mortality in patients with acute renal failure,1988 to 2002. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1143-50.
4. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
5. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and classification: time for change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178- 87.
6. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 2007,11:R31.
7. Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan diagnosis dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.
8. Bagshaw SM, George C, Bellomo R. A comparison of the RIFLE and AKIN criteria for acute kidney injury in critically ill patients. Nephrol Dial Transplant. 2008;23:1569-74.
9. Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008.p.41-66.
10. Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J Med. 2007;357:797-805.
35
11. Roesli RMA, Martakusumah AH, Suryanto. Terapi dialisis pada penderita sakit kritis dengan gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi.2007;7(1):12-17.
12. Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakitdalam jilid I. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.p.585-9.
13. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure: definitions, diag-nosis, pathogenesis, and therapy. J. Clin. Invest.2004;114:5-14.
36