Download - LAPORAN ZOOLOGI IKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan adalah kelompok parafiletik: ini berarti, setiap kelas yang memuat semua
ikan akan mencakup pula tetrapoda yang bukan ikan. Atas dasar ini, pengelompokan
seperti Kelas Pisces, seperti pada masa lalu, tidak layak digunakan lagi.
Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut
sebagai ikan:
Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
o Kelas Thelodonti
o Kelas Anaspida
o (tidak berstatus) Cephalaspidomorphi (ikan tak berahang primitif)
(tidak berstatus) Hyperoartia
Petromyzontidae (lamprey)
o Kelas Galeaspida
o Kelas Pituriaspida
o Kelas Osteostraci
o Infrafilum Gnathostomata (vertebrata berahang)
o Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)
o Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)
o Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)
o Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati: mencakup hampir semua ikan
penting masa kini)
o Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)
o Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)
Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)
Subkelas Dipnoi (ikan paru)
o
EKOLOGI IKAN
Ikan dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran besar baik air
tawar, air payau maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan
hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Namun, danau yang terlalu asin seperti
Great Salt Lake tidak bisa menghidupi ikan. Ada beberapa spesies ikan dibudidayakan
untuk dipelihara untuk dipamerkan dalam akuarium.
Ikan adalah sumber makanan yang penting. Hewan air lain, seperti moluska dan krustasea
kadang dianggap pula sebagai ikan ketika digunakan sebagai sumber makanan.
Menangkap ikan untuk keperluan makan dalam jumlah kecil atau olah raga sering disebut
sebagai memancing. Hasil penangkapan ikan dunia setiap tahunnya berjumlah sekitar 100
juta ton.
Overfishing adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris untuk menjelaskan penangkapan
ikan secara berlebihan. Fenomena ini merupakan ancaman bagi berbagai spesies ikan.
Pada tanggal 15 Mei 2003, jurnal Nature melaporkan bahwa semua spesies ikan laut yang
berukuran besar telah ditangkap berlebihan secara sistematis hingga jumlahnya kurang
dari 10% jumlah yang ada pada tahun 1950. Penulis artikel pada jurnal tersebut
menyarankan pengurangan penangkapan ikan secara drastis dan reservasi habitat laut di
seluruh dunia.
1.2 Tujuan Percobaan
1.2.1 Praktikan mampu menjelaskan bagian-bagian tubuh ikan dan fungsinya
masing-masing
1.2.2 Terampil melakukan pengukuran terhadap bagian-bagian tubuh ikan
1.2.3 Mampu melakukan identifikasi ikan berdasarkan cirri morfologi ikan
1.2.4 Mampu mengklasifikasikan ikan.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaatnya setelah kita mengetahui jenis dan tanda-tandanya, kita
bisa mencari carauntuk menanggulanginya.
1.3.2 Kita mengetahui segala bentuk ikan secara morfologi dan fisiologinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas ekspor yang dikenal dengan sebutan
milkfish. Ikan ini memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang serta lincah di
air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng memiliki keunikan,
yakni mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuh-tumbuhan dasar laut. Selain
itu panjang usus bandeng 9 kali panjang badannya (Murtidjo 1989).
2.1 Klasifikasi ikan bandeng (Saanin 1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi badan memanjang, agak pipih, tanpa
skut pada bagian perutnya, mata diseliputi lendir mempunyai sisik besar pada sirip dada
dan sirip perut, sirip ekor panjang dan bercagak, sisik kecil dengan tipe cycloid, tidak
bergigi, sirip dubur jauh di belakang sirip punggung (Saanin 1984). Morfologi ikan
bandeng dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Morfologi ikan bandeng (Chanos chanos) (Anonim 2010).
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial
dikembangkan. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang luas (0-158 ppt)
sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline.
Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH dan
kekeruhan air, serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997).
Komposisi gizi ikan bandeng sangat tinggi, terutama kandungan proteinnya. Komposisi
ikan bandeng segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Komposisi kimia
ikan bandeng segar
Kandungan gizi
Kadar (%)
Air 74,00
Protein 20,00
Lemak 4,80
Abu 1,19
2.2 Anatomi Kulit Ikan
Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk
badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein,lemak, air, dan mineral. Kulit
ikan mengalami kemunduran mutu seperti bagian ikan yang lain ketika mati. Kadar
protein yang tinggi pada kulit menyebabkan kulit mudah rusak pada suasana asam, basa,
serta aktivitas mikroba sehingga kulit mudah busuk (Rahmat et al. 2008). Enzim-enzim
yang banyak berperan dalam kemunduran mutu kulit, seperti halnya pada ikan, adalah
enzim-enzim proteolitik, yaitu enzim katepsin dan kolagenase.
Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta
serangan mikroba dari luar tubuh. Kerusakan kulit akan mempermudah mikroba
menginfeksi inang. Ikan teleostei memiliki tiga lapisan pada kulitnya, yaitu epidermis,
dermis, dan hipodermis atau subkutis. Ikan teleostei tidak memiliki lapisan keratin pada
epidermisnya, tetapi dilapisi oleh kutikula yang memiliki mukus, mukopolisakarida,
immunoglobulin spesifik, lisozim, dan sejumlah asam lemak bebas (Robert 1978 diacu
dalam Cinabut et al. 1991). Mikrostruktur kulit ikan dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2 Mikrostruktur kulit ikan catfish (H&E, perbesaran 52x) (T: taste buds, P:
pigmen melanin, H: hipodermis) (Sumber: Chinabut et al. 1991).
Epidermis tersusun atas tiga lapisan, lapisan luar adalah lapisan epitel pipih. Pada
lapisan ini terdapat sel-sel lendir yang menyalurkan lendir ke kutikula. Lendir memiliki
kemampuan protektif bagi hewan antara lain karena lendir melapisi permukaan tubuh
sehingga mempemudah gerakan saat berenang, membentuk lapisan pelindung dari infeksi
agensia patogenik, mengandung senyawa antimikroba dan berperan dalam proses
osmoregulasi (Irianto 2005). Lapisan tengah epidermis tersusun oleh sel-sel gada,
bentuknya bulat atau oval dan memiliki inti di tengah. Lapisan dalam epidermis adalah
stratum germinativum, yang tersusun oleh lapisan tunggal sel kubus atau silinder. Sel ini
mempunyai kemampuan diferensiasi yang tinggi (Yasutake dan Wales 1983).
Pada epidermis terdapat alarm sel, yaitu kelompok sel-sel eosinofil dan biasanya
terdapat pada lapisan bawah dan tengah pada sejumlah spesies cyprinid. Sel-sel tersebut
merupakan kelompok sel yang berperan dalam sekresi senyawa penanda bahaya (alarm
substance). Sejumlah spesies lainnya memiliki sel-sel yang mirip yaitu sel-sel berukuran
besar, jernih, tidak berlendir, tetapi tidak menghasilkan senyawa penanda bahaya, sel-sel
bergranula, leukosit dan makrofag (Irianto 2005).
Lapisan dermis terletak dibawah epidermis. Lapisan ini berdiferensiasi menjadi
stratum compactum dan stratum spongiosum (Schwinger et al. 2001). Stratum
compactum terletak di bawah stratum spongiosum. Stratum spongiosum merupakan
jaringan serat retikulin dan kolagen yang longgar, mengandung sel-sel pigmen, fibroblas,
sel-sel penumpu sisik, dan sisik (Chinabut et al. 1991, Yasutake dan Wales 1983).
Stratum compactum dicirikan oleh serabut kolagenyang tersusun rapat di beberapa
lapisan dan mengandung sedikit fibroblas (Putra 1992, Yasutake dan Wales 1983).
Hipodermis atau lapisan subkutan merupakan bagian kulit yang paling dalam dan
paling tipis yang terletak antara stratum compactum dan serabut otot. Ciri yang paling
mencolok dari lapisan ini adalah terdapatnya sel-sel adiposa (lemak), lapisan pigmen,
pembuluh darah dan syaraf (Chinabut et al. 1991).
2.3 Kemunduran Mutu Ikan
Kemunduran mutu ikan digolongkan menjadi 4 tahap, yaitu prerigor, rigormortis,
postrigor dan pembusukan oleh bakteri (Junianto 2003). Menurunnya tingkat kesegaran
atau kemunduran mutu pada ikan disebabkan adanya reaksi kimia dan pembusukan oleh
mikroba (Gram dan Dalgaard 2002). Jika dilihat dari keberadaan kandungan dan
besarnya unsur biokimia makro yang terdapat di dalam tubuh ikan, perubahan utama
yang terjadi pada proses kemunduran mutu ikan umumnya bersumberkan dari perubahan
atau kerusakan komponen protein dan lemak yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri.
Proses kemunduran mutu ikan selama penyimpanan, proses perubahan tingkat kesegaran
ikan pada periode penyimpanan awal didominasi oleh proses autolisis dan kemudian
digantikan oleh perubahan akibat aktivitas bakteri (Mahmoud et al. 2006).
2.3.1 Prerigor
Tahap prerigor merupakan perubahan yang pertama kali terjadi setelah
ikan mati. Fase ini ditandai dengan pelepasan lendir cair, bening, atau transparan
yang menyelimuti seluruh tubuh ikan. Proses ini disebut hiperemia yang
berlangsung 2-4 jam. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari
glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri
(Junianto 2003).
Tahap prerigor terjadi ketika daging ikan masih lembut dan lunak.
Perubahan awal yang terjadi ketika ikan mati adalah peredaran darah berhenti
sehingga pasokan oksigen untuk kegiatan metabolisme berhenti. Di dalam daging
ikan mulai terjadi aktivitas penurunan mutu dalam kondisi anaerobik. Pada fase
ini terjadi penurunan ATP dan keratin fosfat melalui proses aktif glikolisis. Proses
glikolisis mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan terjadinya
penurunan pH (Eskin 1990).
2.3.2 Rigormortis
Fase selanjutnya adalah rigormortis. Morkore et al. (2006) menyatakan
bahwa fase rigormortis adalah tahap yang terjadi ketika ikan mengalami
kekakuan (kekejangan). Fase ini ditandai dengan terjadinya penurunan pH akibat
akumulasi asam laktat. Faktor yang mempengaruhi lamanya fase rigormortis
yaitu jenis ikan, suhu, penanganan sebelum pemanenan, kondisi stress pra
kematian, kondisi biologis ikan, dan suhu penyimpanan prerigor (Skjervold et al.
2001). Nilai pH daging ikan selama fase rigormortis turun dari 7-6,5 (Cheret
2007).
Fase rigormortis sangat penting dalam industri perikanan karena fase ini
merupakan tahapan sebelum terjadinya kebusukan oleh mikroba. Selama berada
dalam tahap ini, ikan masih memiliki kualitas yang baik dan diterima oleh
konsumen. Fase ini dihindari oleh industri fillet karena daging ikan yang kaku
sulit untuk diproses (Eskin 1990).
2.3.3 Postrigor
Fase postrigor merupakan fase awal kebusukan ikan. Fase ini terjadi
ketika daging dan otot ikan secara bertahap menjadi lunak kembali. Hal ini
disebabkan terjadinya degradasi enzimatik di dalam daging ikan (Papa et al. 1997
diacu dalam Ocano-Higuera et al. 2011). Pada awalnya fase ini akan
meningkatkan derajat penerimaan konsumen (Eskin 1990).
Proses autolisis berlangsung pada tahap postrigor. Autolisis terjadi
disebabkan adanya enzim-enzim endogenous yang ada di dalam otot ikan (Ocano-
Higuera et al. 2009). Penurunan nilai pH menyebabkan enzim-enzim dalam
jaringan otot menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang berfungsi
menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak struktur jaringan
protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan bakteri. Hal
ini mengakibatkan daging ikan menjadi lunak kembali (Iriyanto dan Giyatmi
2009).
2.3.4 Busuk
Mikroorganisme dominan yang berperan penting di dalam proses penurunan
kesegaran ikan adalah bakteri. Dekomposisi berjalan intensif, khususnya setelah ikan
melewati fase rigormortis, pada saat jaringan otot longgar dan jarak antar serta diisi oleh
cairan (Irianto dan Giyatmi 2009).
Bakteri mengeluarkan getah pencernaan, enzim yang merusak dan
menghancurkan jaringan. Bakteri pada daging menyebabkan perubahan bau dan rasa
yang pada mulanya terasa masam, beraroma seperti rumput atau asam. Bau dan rasa ini
dapat berubah secara bertahap menjadi pahit atau sulfida serta dapat berubah menjadi
ammonia pada tahap akhirnya. Selain perubahan bau dan rasa, bakteri menyebabkan
perubahan tampilan dan ciri fisik lendir. Lendir pada kulit dan insang dapat berubah dari
yang biasanya tampak jernih dan berair menjadi keruh dan kehitaman. Warna kulit ikan
hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar. Lapisan perut menjadi pucat dan hampir
lepas dari dinding bagian dalam tubuh (DKP dan JICA 2008).
2.4 Pemeriksaan Histologi
Anatomi mikro atau histologi adalah mempelajari suatu organ atau bagian tubuh
hewan atau tumbuhan secara cermat dan rinci. Usaha atau cara untuk dapat mengamati,
mempelajari dan meneliti jaringan-jaringan tertentu dari suatu orgnisme dapat ditempuh
dengan jalan penyiapan spesimen histologi. Untuk penyiapan spesimen histologi tersebut
dikenal 4 cara yang umum dilakukan (Davenport 1960 diacu dalam Gunarso 1986) yaitu:
(1) Penyiapan preparat/spesimen secara keseluruhan (whole mount), yakni
pengamatan perkembangan embrio dan lain sebagainya
(2) Penyiapan spesimen dengan metode penyayatan (sectioning methods)
(3) Penyiapan dengan metoda remasan (teasing/squashing methods)
(4) Penyiapan dengan menggunakan metode ulasan (smear methods).
Metode penyayatan (sectioning) merupakan metode yang lazim dan banyak
digunakan dalam penyiapan spesimen histologi. Melalui metode ini spesimen disayat
setipis mungkin, diwarnai, dan dijadikan spesimen awetan. Penyayatan umumnya
dilakukan dengan mikrotom. Melalui metode ini, spesimen dipersiapkan untuk disayat
dan untuk itu diperlukan perlakuan tertentu yang mampu untuk mengeraskan spesimen
sehingga memungkinkan untuk dilakukan penyayatan. Pengerasan jaringan tersebut dapat
dilakukan dengan cara membekukan ataupun dengan jalan penanaman dalam suatu
substansi yang mampu mengeraskannya (Davenport 1960 diacu dalam Gunarso 1986).
2.5 Pembuatan Preparat Histologi dengan Metode Parafin
Pembuatan preparat dengan metode parafin merupakan suatu metode yang paling
umum digunakan. Metode ini banyak digunakan karena lebih mudah dan lebih cepat serta
material kering dapat disimpan lebih lama (Kiernan 1990). Langkah-langkah yang perlu
dilakukan dan diperhatikan dalam teknik histologi secara manual adalah fiksasi atau
pengawetan jaringan, perlakuan (processing) jaringan, pemotongan jaringan, pewarnaan
jaringan serta pengamatan di bawah mikroskop (Angka et al. 1990). Tahapan dalam
persiapan preparat adalah fiksasi, dehidrasi, clearing, impregnasi dan embedding,
blocking dan trimming, pemotongan, pewarnaan, dan perekatan jaringan
2.5.1 Fiksasi
Tahap awal pembuatan preparat histologi yaitu fiksasi yang dilakukan
untuk mencegah autolisis dan dekomposisi post-mortem dari suatu jaringan atau
organ. Sel-sel dimatikan melalui fiksasi untuk memutuskan proses hidup dinamis
sel secepat mungkin dan menjaga struktur dari pengaruh yang seminimal mungkin
(Geneser 1994). Fiksasi bertujuan untuk mengawetkan morfologi dan komposisi
jaringan sehingga jaringan tetap, seperti keadaan semula sewaktu hidup,
mengeraskan jaringan agar dapat diiris, mencegah jaringan larut selama proses
pembuatan preparat serta mengaktifkan jaringan dan komponennya sehingga
mudah untuk diwarnai (Angka et al. 1990).
Larutan fiksasi disebut fiksatif. Beberapa fiksatif yang dapat digunakan
diantaranya fiksatif Zenker, fiksatif Baker, fiksatif Carnoys, Buffer Normal
Formalin (BNF), Formol Saline, larutan Helly, Larutan ORTH, fiksatif Bouin’s
(Sastrohadinoto et al. 1973). Formula fiksatif BNF adalah (Angka et al. 1990):
NaH2PO4.H2O : 40 g
Na2HPO4 (anhidrid) : 6,5 g
Akuades : 900 ml
Formaldehid 37-40% : 100 ml
Waktu minimum yang dibutuhkan untuk jaringan dalam fiksatif ini adalah
24 jam dan maksimum 1 minggu. Fiksasi dilakukan dengan cara membenamkan
potongan kecil jaringan ke dalam larutan fiksatif. Pengambilan jaringan dilakukan
menggunakan pisau yang tajam untuk menghindari kerusakan pada
potonganjaringan. Potongan jaringan berukuran beberapa millimeter untuk
memastikan bahwa zat fiksasi cukup menembus dengan cepat kedalam semua
bagian jaringan (Genesser 1994).
2.5.2 Dehidrasi
Jaringan yang telah difiksasi akan mempertahankan kandungan air
yang tinggi, suatu kondisi yang menjadi penghambat untuk proses
selanjutnya, sehingga jaringan perlu didehidrasi (penghilangan air). Cairan
dalam jaringan dapat menyebabkan jaringan lunak, berisi lumen atau celah
cekung dan mudah rusak oleh penyayatan. Dehidrasi bertujuan agar cairan
di dalam sel/jaringan ditarik keluar untuk digantikan dengan parafin (Sass
1951).
Penarikan air keluar dari sel/jaringan dilakukan dengan cara
merendam jaringan dalam bahan kimia yang berfungsi sebagai dehidrator
(penarik air) yang secara progresif konsentrasinya meningkat, yakni
alkohol. Perubahan konsentrasi bertahap, yakni alkohol 80%, 90%, 95%,
95% masing-masing selama 2 jam dan alkohol absolut selama 12 jam
(Angka et al. 1990). Peningkatan konsentrasi ini dilakukan agar
penghilangan air dari jaringan dapat dilakukan secara sempurna (Geneser
1994). Pemberian alkohol absolut bertujuan untuk mengurangi penyusutan
pada jaringan (Sass 1951).
2.5.3 Clearing (penjernihan)
Clearing merupakan proses penjernihan yang bertujuan untuk
menggantikan alkohol. Proses clearing dilakukan dengan menambahkan
clearing agent yang berfungsi sebagai pelarut parafin. Pada proses ini
jaringan menjadi jernih dan yang tidak tembus cahaya menjadi transparan.
Bahan yang dapat digunakan sebagai clearing agent adalah xylol,
kloroform dan benzol. Xylol banyak dipergunakan karena bekerja dengan
cepat, membuat preparat cukup transparan dan bersifat dealkoholisasi
(Sastrohadinoto et al. 1973). Setelah proses dehidrasi, air di dalam sel
keluar. Bagian yang kosong diisi parafin agar jaringan terikat kuat dengan
parafin. Alkohol tidak dapat melarutkan parafin, oleh karena itu digunakan
xylol yang dapat melarutkan parafin dan dapat bercampur dengan alkohol
(Angka et al. 1990).
2.6 Morfologi Ikan
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme. Bentuk luar
dari organisme ini merupakan salah satu ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam
mempelajari organisme. Adapun yang dimaksud dengan bentuk luar organisme ini adalah
bentuk tubuh, termasuk di dalamnya warna tubuh yang kelihatan dari luar. Pada dasarnya
bentuk luar dari ikan dan berbagai jenis hewan air lainnya mulai dari lahir hingga ikan
tersebut tua dapat berubah-ubah, terutama pada ikan dan hewan air lainnya yang
mengalami metamorfosis dan mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan (habitat).
Namun demikian pada sebagian besar ikan bentuk tubuhnya relatif tetap,
sehingga kalaupun terjadi perubahan, perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit
(Djuhanda, 1985).
Pada ikan dan pada hewan air lainnya pada umumnya bagian tubuh dibagi menjadi
tiga bagian yakni bagian kepala, badan dan ekor (Gambar 1), namun pada setiap jenis ikan
ukuran bagian-bagian tubuh tersebut berbeda-beda tergantung jenis ikannya (perhatikan
morfologi ikan pada Gambar 3) . Adapun organ-organ yang terdapat pada setiap bagian
tersebut adalah:
1. Bagian kepala yakni bagian dari ujung mulut terdepan hingga hingga ujung operkulum
(tutup insang) paling belakang. Adapun organ yang terdapat pada bagian kepala ini antara
lain adalah mulut, rahang, gigi, sungut, cekung hidung, mata, insang, operkulum, otak,
jantung, dan pada beberapa ikan terdapat alat pernapasan tambahan, dan sebagainya.
2. Bagian badan yakni dari ujung operkulum (tutup insang) paling belakang sampai pangkal
awal sirip belang atau sering dikenal dengan istilah sirip dubur. Organ yang terdapat pada
bagian ini antara lain adalah sirip punggung, sirip dada, sirip perut, hati, limpa, empedu,
lambung, usus, ginjal, gonad, gelembung renang, dan sebagainya.
3. Bagian ekor, yakni bagian yang berada diantara pangkal awal sirip belakang/dubur sampai
dengan ujung terbelakang sirip ekor. Adapun yang ada pada bagian ini antara lain adalah
anus, sirip dubur, sirip ekor, dan pada ikan-ikan tertentu terdapat scute dan finlet, dan
sebagainya.
Bentuk tubuh atau morfologi ikan erat kaitannya dengan anatomi, sehingga ada
baiknya sebelum melihat anatominya; terlebih dahulu kita lihat bentuk tubuh atau
penampilan (morfologi) ikan tersebut. Dengan melihat morfologi ikan maka kita akan
dapat mengelompok-ngelompokan ikan/hewan air, dimana sistem atau caranya
mengelompokan ikan ini dikenal dengan istilah sistematika atau taksonomi ikan. Dengan
demikian, maka sistematika atau taksonomi ini merupakan ilmu yang digunakan untuk
mengklasifikasikan ikan/hewan air atau hewan lainnya (Rahardjo, 1985).
2.7 sistem Pencernaan
Secara anatomis, struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk tubuh,
kebiasan makanan, tingkah laku ikan dan umur ikan. Sistem atau alat pencernaan pada
ikan terdiri dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan (Tractus digestivus) dan kelenjar
pencernaan (Glandula digestoria).
2.8 Saluran pencernaan
Mulai dari muka ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut,
rongga mulut, farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus.
a. Mulut
Bagian terdepan dari mulut adalah bibir, pada ikan-ikan tertentu bibir tidak
berkembng dan malahan hilang secara total karena digantikan oleh paruh atau rahang
(ikan famili scaridae, diodotidae, tetraodontidae). Pada ikan belanak atau tambakan,
bibir berkembang dengan baik dan menebal, bahkan mulutnya dapat disembulkan.
Keberadaan bibir berkaitan erat dengan cara mendapatkan makanan. Di sekitar bibir
pada ikan tertentu terdapat sungut, yang berperan sebagai alat peraba. Mulut terletak
di ujung hidung dan juga terletak di atas hidung.
b. Rongga mulut
Di bagian belakan mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga mulut
ini berhubungan langsung dengan segmen faring. Secara anatomis organ yang
terdapata pada rongga mulut adalah gigi, lidah dan organ palatin. Permukaan rongga
mulut diselaputi oleh lapisan sel permukaan (epitelium) yang berlapis. Pada lapisan
permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir (mukosit) untuk mempermudah
masuknya makanan. Disamping mukosit, di bagian mulut juga terdapat organ
pengecap (organ penerima rasa) yang berfungsi menyeleksi makanan.
c. Farings
Lapisan permukaan faring hampir sama dengan rongga mlut, masih ditemukan
organ pengecap, Sebagai tempat proses penyaringan makanan.
d. Esofagus
Permulaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa, mengandung
lendir untuk membantu penelanan makanan. Pada ikan laut, esofagus berperan dalam
penyerapan garam melalui difusi pasif menyebabkan konsentrasi garam air laut yang
diminum akan menurun ketika berada di lambung dan usus sehingga memudahkan
penyerapan air oleh usus belakang dan rectum (proses osmoregulasi)
e. Lambung
Lambung merupakan segmen pencernaan yang diameternya relatif lebih besar
bila dibandingkan dengan organ pencernaan yang lain. Besarnya ukuran lambung
berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Seluruh permukaan
lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung mukopolisakarida yang agak
asam berfungsi sebagai pelindung dinding lambung dari kerja asam klorida. Sebagai
penampung makanan dan mencerna makanan secara kimiawi. Pada ikan-ikan
herbivora terdapat gizard (lambung khusus) berfungsi untuk menggerus makanan
(pencernaan secara fisik).
f. Pilorus
Pilorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan.
Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil/menyempit.
g. Usus ( intestinum)
Merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaan. Intestinum
berakhir dan bermuara keluar sebagai anus. Merupakan tempat terjadinya proses
penyerapan zat makanan
h. Rektum
Rektum merupakan segmen saluran pencernaan yang terujung. Secara
anatomis sulit dibedakan batas antara usus dengan rektum. Namun secara histologis
batas antara kedua segmen tersebut dapat dibedakan dengan adanya katup rektum.
i. Kloaka
Kloaka adalah ruang tempat bermuaranya saluran pencernaan dan saluran
urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kolaka, sedangkan ikan bertulang
rawan memiliki organ tersebut.
j. Anus
Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati
anus terletak di sebelah depan saluran genital. Pada ikan yang bentuk tubuhnya
memanjang, anus terletak jauh dibelakang kepala bedekatan dengan pangkal ekor.
Sedangkan ikan yang tubuhnya membundar, posisi anus terletak jauh di depan
pangkal ekor mendekati sirip dada.
2.8 Kelenjar Pencernaan
Kelenjar pencernaan berguna untuk menghasilkan enzim pencernaan yang
nantinya akan bertugas membantu proses penghancuran makanan. Enzim pencernaan
yang dihasilkan oleh ikan buas juga berbeda dengan ikan vegetaris. Ikan buas pada
umumnya menghasilkan enzim-enzim pemecah protein, sedangkan ikan vegetaris
menghasilkan enzim-enzim pemecah karbohidrat. Kelenjar pencernaan terdiri dari hati
dan pankreas. Disamping itu, saluran pencernaannya (lambung dan usus) juga berfungsi
sebagai kelenjar pencernaan.
Hati meupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses
pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna
merah kecokelatan. Posisi hati terletak pada rongga tubuh bagian bawah, di belakang
jantung dan disekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantong kecil,
bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiruan, organ ini dinamakan kantung
empedu yang fungsinya untuk menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ
hati. Secara umum hati berfungsi sebagi tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein serta tempat memproduksi cairan empedu.
Pankreas merupakan organ yang mensekresikan bahan (enzim) yang berperan
dalam proses pencernaan. Pankreas ada yang berbentuk kompak dan ada yang diffus
(menyebar) di antara sel hati. Letak penkreas berdekatan dengan usus depan sebab
saluran pankreatik bermuara ke usus depan. Saluran pankreatik yaitu saluran-saluran
kecil yang bergabung satu sama lain dan pada akhirnya akan terbentuk saluran yang
keluar dari pankreas menuju usus depan.
2.9 Proses Pencernaan
Sebelum makanan di sambar dan ditelan, terlebih dahulu telah menimbulkan
rangsangan berupa nafsu untuk makan. Nafsu untuk makan ini dapat dirangsang melalui
penglihatan, bau dan rabaan. Begitu ada nafsu untuk makan, maka alat-alat pencernaanya
segera bersiap-siap untuk menerima makanan dan selanjutnat mencernakannya. Setelah
makanan digigit, untuk menelannya diperlukan bahan pelicin yaitu air liur. Selai sebagai
pelicin, air liur juga mengandung enzim ptialin yang merupakan enzim pemecah
karbohidrat menjadi maltosa yang kemudaian dilanjutkan menjadi glukosa. Tapi karena
ikan tidak mengunyah makanan, padahal pemecahan karbohidrat membutuhkan waktu
yang lama, maka ptialinnya baru dapat bekerja aktif setelah makanan sampai di lambung.
Selain mengandung enzim ptialin, air liur juga mengandung senyawa penyangga derajat
keasaman (bufer) yang berguna untuk memecah terjadinya penurunan pH agar proses
pencernaan dapat berjalan normal.
Apabila makanan telah masuk ke dalam saluran pencernaan, maka dindng saluran
pencernaannya akan terangsang untuk menghasilkan hormon gastrin. Hormon ini akan
memacu pengeluaran asam klorida (HCL) dan pepsinogen. HCL akan mengubah
pepsinogen menjadi pepsin yang merupakan enzim pencernaan akif, yaitu sebagai
pemecah protein menjadi pepton (polipeptida). Apabila makanannya banyak
mengandung lemak, maka akan dihasilkan juga hormon entergastron.
Di dalam usus, makanan itu sendiri akan merangsang keluarnya hormon
kolsistokinin. Hormon ini kemudian akan memacu keluarnyagetah empedu dari hati.
Getah empedu itu sebenarnya dibuat dari sel-sel darah merah yang telah rusak di dalam
hati. Pengeluaran getah empedu tersebut melalui pembuluh hepatikus yang kemidaian
ditampung di dalam kantong empedu. Fungsi getah empedu tersebut adalah
memeperhalus butiran-butiran lemak menjadi emulsi sehingga mudah larut dalam air dan
diserap oleh usus.
Dinding usus juga mengeluarkan hormon sekretin dan pankreozinin. Sekretin
akan memacu pengeluaran getah empedu dan pankreas. Getah penkreas ini mengandung
enzim amilase, lipase dan protase. Sedangkan hormon pankreozinin menyebabkan
rangsangan untuk mempertinggi produksi getah pankreas.
Enzim amilase akan memecah karbohidrat menjadi glukosa. Enzim lipase
memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Sedangkan protase memecah protein
menjadi asam amino. Ketiga enzim tersebut dapat mencapai puncak keaktifan apabila
kadar protein dalam makanan antara 40-60%. Apabila kadar proteinnya berubah maka
untuk mencapai puncak keaktifan, enzim-enzim tersebut membutuhkan waktu untuk
menyseuaikan diri.
2.10 Penyerapan Sari Makanan
Makanan yang sudah dicerna halus sekali kemudian sari-sarinya akan diserap oleh
dinding usus. Sebenarnya di dalam lambung juga sudah mulai penyerapan, tapi
jumlahnya masih sangat sedikit. Penyerapan yang utama terjadi di dalam usus. Untuk
menyerap sari makanan tersebut, dinding usus mempunyai jonjot-jonjot agar
permukaannya lebih luas. Melalui pembuluh darah rambut pada jonjot usus tersebut, sari
makanan akan diserap ke dalam darah.
Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida, yaitu glikosa, galaktosa,
fruktosa dan lain-lain. Proses penyerapannya dipengaruhi oleh hormon insulin. Hormon
tersebut dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan
gliserol. Di dalam lapisan lendir dinding usus, asam lemak dan gliserol bersatu lagi,
untuk kemudian diedarkan keseluruh tubuh melalui limfe (70%) dan melalui pembuluh
darah (30%). Sedangkan protein diserap dalam bentuk asam amino yang dibawa ke hati
dulu untuk diubah menjadi protein lagi, akan tetapi yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh ikan yang bersangkutan.
Zat-zat makanan yang telah diserap oleh darah kemudian diedarkan ke seluruh
tubuh untuk keperluan metabolisme, yaitu anabolisme dan katabolisme. Anabolisme
adalah pembentukan zat-zat yang lebih kompleks dari zat-zat yang lebih sederhana.
Misalnya pembentukan protein dan asam-asam amino. Sedangkan katabolisme adalah
pemecahan zat-zat yang merupakan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Misalnya
pemecahan karbohidrat menjadi tenaga, air dan karbondioksida.
Pada hewan-hewan darat, yang digunakan sebagai sumber tenaga pertama-tama
adalah karbohidrat kemudian disusul oleh lemak sebagai sumber nomor dua dan terakhir
protein. Sedangkan pada ikan adalah kebalikan dari hewan darat, yaitu protein, lemak dan
karbohidrat.
2.11 Pencernaan Secara Fisik Mekanik dan Kimiawi
Pencernaan secara fisik dan mekanik dimulai di bagian rongga mulut yaitu
dengan berperannya gigi pada proses pemotongan dan penggerusan makanan. Pencernaan
secara mekanik ini juga berlangsung di segmen lambung dan usus yaitu melalui gerakan-
gerakan (kontraksi) otot pada segmen tersebut. Pencernaan secara mekanik di segmen
lambung dan usus terjadi lebih efektif oleh karena adanya peran cairan digestif. Pada
ikan, pencernaan secara kimiawi dimulai di bagian lambung, hal ini dikarenakan cairan
digestif yang berperan dalam proses pencernaan secara kimiawi mulai dihasilkan di
segmen tersebut yaitu disekresikan oleh kelenjar lambung. Pencernaan ini selanjutnya
disempurnakan di segmen usus. Cairan digestif yang berperan pada proses pencernaan di
segmen usus berasal dari hati, pankreas dan dinding usus itu sendiri. Kombinasi antara
aksi fisik dan kimiawi inilah yang menyebabkan perubahan makanan dari yang asalnya
bersifat komplek menjadi senyawa sederhana atau yang asalanya berpartikel makro
menjadi partikel mikro. Bentuk partikel mikro inilah makanan menjadi zat terlarut yang
memungkinkan dapat diserap oleh dinding usus yang selanjutnya diedarkan ke seluruh
tubuh.
2.12 Fase Reproduksi dan Perkembangan Ikan Bandeng
Fase pertumbuhan I; ovarium masih sangat kecil berwarna transparant.
Fase pertumbuhan II; berwarna jernih sampai abu – abu atau kemerahan; butir - butir
telur dapat terlihat dengan lup serta panjang ovarium lebih panjang sedikit daripada
rongga bawah.
Fase perkembangan I; berbentuk bulat telur warna kemerah – merahan dan mengisi 50%
rongga tubuh serta terdapat pembuluh kapiler. Butir – butir telur berwarna serbuk putih
jelas terlihat.
Fase perkembangan II; warna jingga kemerah – merahan. Telur berbentuk bulat sudah
jelas terlihat serta mengisi 60% rongga tubuh.
Fase Bunting; mengisi seluruh rongga bawah dan telur berbentuk bulat jernih.
Fase mijah; telur sudah mudah dikeluarkan dengan tekanan di bagian telur. Sebagian
telur jernih dan hanya sebagian saja yang berbentuk bulat telur.
Fase mijah salin; ovarium belum kosong sepenuhnya dan tidak ada telur berbentuk bulat
telur.
Fase salin; ovarium kosong warna kemerah – merahan dan beberapa butir telah dihisap
kembali.
Fase pulih salin; ovarium jernih sampai abu – abu kemerah – merahan.
Fase perkembangan testis bandeng yaitu :
Fase pertumbuhan I; testes kecil berwarna transparan sampai kelabu.
Fase pertumbuhan II; testes jernih warna abu – abu sampai kemerahan.
Fase perkembangan I; testes berbentuk bulat telur, warna kemerahan oleh pembuluh
kapiler dan mengisi setengah bagian rongga tubuh ventral.
Fase perkembangan II; testes berwarna kemerah – merahan sampai putih mengisi 60%
rongga tubuh bawah.
Fase dewasa; warna putih dan jika perut diurut akan keluar cairan tersebut.
Fase mijah; sperma keluar menetes jika perut ditekan.
Fase mijah salin; testes sudah kosong.
Fase Salin; testes kosong berwarna kemerah – merahan.
Fase pulih salin; testes jernih dan berwarna abu – abu sampai merah.
2.13 Ekologi Ikan bandeng
Bandeng banyak dikenal orang sebagai ikan air tawar. Habitat asli ikan bandeng
sebenarnya di laut, tetapi ikan ini dapat hidup di air tawar maupun air payau.
Ikan bandeng hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai Samudra Pasifik,
mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-pulau dengan koral. Ikan
yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3 minggu, lalu berpindah ke rawa-
rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut
kalau sudah dewasa dan bisa berkembang biak (Anonim, 2009).
2.14 Penyebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng merupakan ikan laut dengan daerah persebaran yang sangat luas
yaitu dari pantai Afrika Timur sampai ke Kepulauan Tua mutu, sebelah timur Tahiti, dan
dari Jepang Selatan sampai Australia Utara. Ikan ini biasanya terdapat di daerah Tropika
dan Sub Tropika.
BAB III
MATERI DAN METODE3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 10 April 2013 pukul 14:00
WIB di Laboratorium Biologi Laut Gedung E Lantai 1 FPIK Univesitas Diponegoro
Semarang
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
A. Alat tulis
B. Penggaris
C. Nampan Bedah
D. Tisu pembersih
E. Kertas gambar dan alasnya
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalahikan segar dengan
berbagai bentuk dan ukuran yang termasuk ke dalam kelas elamobranchi dan
teleostei . Setelah selesai melakukan pengamatanikan di bedah dan dilihat struktur
pencernaan dalamnya.
3.3 Cara Kerja
A. Menentukan struktur luaran ikan
Ikan diletakkan dalam wadah nampan kemudian di identifikasi seara
keseluruhan bentukan fisiknya dimulai dari jumlah insang sampai kepada
jenis tulang yang terdapat pada ikan tersebut. Setelah di identifikasi dan
diamati, kemudian nilai yang didapatkan dimasukkan kedalam formula
identifikasi.
B. Mengetahu system pencernaan
Ikan yang ada pada namoan dipotong melintang tubuhnya dimulai dari
bagian posterior hingga belakangnya sehingga terlihat organ dalam yang
ada pada tubuh ikan tersebut, setelah itu organ yang ada di dalamnya di
identifikasi yang mana saja merupakan organ yang berperan dalam system
pencernaan ikan tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil ( terlampir)
4.2 Pembahasan Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan meliputi organ yang berhubungan dengan pengambilan
makanan,mekanismenya dan penyediaan bahan-bahan kimia, serta pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak tercernakan keluar dari tubuh. Alat-alat pencernaan makanan secara
berturut-turut dari awal makanan masuk ke mulut dapat dikemukakan sebagai berikut:
mulut, rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, usus dan anus.
A. ALAT PENCERNAAN MAKANAN
Dalam beberapa hal terdapat adaptasi alat-alat pencernaan makanan terhadap
makanan dan kebiasaan makannya. Organ pencernaan ini dilengkapi dan dibantu oleh
hati dan pancreas.
1. Mulut dan Rongga Mulut
Organ ini merupakan bagian depan dari saluran pencernaan, berfungsi untuk
mengambil makanan yang biasanya ditelan bulat-bulat tanpa ada perubahan. Lendir
yang dihasilkan oleh selsel kelenjar dari epithel rongga mulut akan bercampur dengan
makanan, memperlancar proses penelanan makanan yang dibantu oleh kontraksi otot
dinding mulut. Rongga mulut Amphioxus menyimpang jauh dari kepunyaan
Craniota. Pada hewan ini pinggiran 46 lubang mulut mempunyai 12-20 pasang
tentakel yang dilengkapi dengan rambut getar dan indra. Pada mulut bagian belakang
terdapat sekat melintang yang disebut velum, ditembus oleh lubang yang
berhubungan dengan farings. Ikan pada umumnya, rongga mulut meneruskan diri
menjadi farings, yang mempunyai beberapa kantung insang. Menelan makanan pada
ikan merupakan gerakan rangka visceral karena kerja dari otot visceral. Pada
Amphioxus tidak dilengkapi lidah sedangkan pada Cyclostomata lidahnya hamper
tidak ada. Petromizon lidahnya berfungsi seperti alat penghisap, ikan ini melekat
dengan corong mulut pada pada ikan lain, dan dengan gigi tanduk dari lidah ia
memarut kulit dan daging dari mangsanya. Pada Myxinoidea gigi tanduk dari lidah
digunakan untuk mengebor kulit kulit ikan mangsanya, kemudian ia masuk ke
dalamnya dan hidup sebagai parasit. Lidah ikan merupakan suatu peninggian dari
dasar mulut yang diselaputi oleh selaput lendir, disokong oleh rangka Hiobrankhial
yang tidak dapat bergerak tanpa adanya kelenjar. Pada umumnya mulut ikan terletak
di ujung depan kepala, yang dinamakan tipe terminal. Pada ikan yang lain, mulut
terletak pada bagian atas (tipe superior), di bagian bawah kepala (tipe inferior), dan
ada pula dekat ujung bagian kepala (tipe subterminal). Selain letak yang berbedabeda,
bentuk mulutpun bermacam-macam. Bentuk dan letak mulut ini sangat erat kaitannya
dengan macam makanan yang menjadi kesukaan ikan. Mulut tipe superior
mendapatkan makanan dari permukaan atau menunggu pada dasar perairan untuk
menangkap mangsa yang lewat di atasnya.
Ukuran mulut ikan dapat memberilkan petunjuk terhadap kebiasaan makan,
terutama bila dikaitkan dengan ukuran dan tempat gigi berada. Ikan-ikan cucut
dilengkapi dengan mulut yang lebar dan gigi tajam, yang menandakan mereka
termasuk golongan predator terhadap mangsa yang berukuran agak besar yang
mungkin bisa ditelan seutuhnya.
Beberapa ikan cucut mempunyai pengaturan geligi yang menjadikan mereka
dapat menggigit gumpalan besar binatang yang terlalu besar untuk ditelan begitu saja.
Demikian pula dengan ikan baraccuda (Sphyraena) dan piranha (Serrasalmus).
Ikan yang menelan sepotong kecil makanan biasanya mempunyai bibir yang
relative kecil tanpa modifikasi. Pada ikan yang mendapatkan makanan dengan cara
mengisap, mereka mempunyai mulut tipe inferior dan bibir yang berdaging tebal.
Bibir pengisap ikan perenang bebas berfungsi sebagai organ pencekram batu atau
benda-benda lain pada sungai berarus deras misalnya, Glyptosternus, Gyrinocheilus
dan beberapa anggota family Loricariidae (Lagler et al., 1997). Pada ikan lamprey
yang parasitic, mulut pengisap tak berahang bertindak sebagai sebagai alat
pencengkram agar menempel pada inangnya dan mengambil makanan dari inangnya.
Mulut seringkali dilengkapi dengan sungut yang bentuk dan jumlahnya sangat
bervariasi. Sungut ini berfungsi sebagai alat peraba ketika ikan tersebut mencari
makan. Sungut dilengkapi dengan saraf, untuk menemukan makanan di antara
material yang ada.
2. Geligi
Adaptasi terhadap makanan juga terjadi pada gigi. Pada cyclostomata dan
ostracodermata tidak mempunyai gigi sebenarnya, sebab hewan ini mempunyai gigi
tanduk yang dihasilkan oleh epidermis. Gigi sebenarnya homolog dengan sisik placoid,
yang mungkin timbul dari sisik yang menutupi bibir seperti pada ikan hiu muda
(Squaliformes) dimana sisik placoid menjadi gigi pada rahang. Osteichtheys mempunyai
tiga jenis gigi berdasarkan tempat tumbuhnya: rahang, rongga mulut dan pharyngeal. Di
daerah rahang gigi tumbuh pada premaxilla, maxilla dan dentary. Pada langit-langit
rongga mulut, gigi terdapat pada vover, palatine, pterygoid dan parasphenoid. Gigi juga
terdapat pada tulang glossohyal (tulang lidah) dan basibranchial di antara insang. Gigi
pharyngeal terdapat pada berbagai elemen lengkung insang pada banyak species ikan.
Gigi pharyngeal family Cyprinidae dan Catostomidae merupakan modifikasi elemen
bawah lengkung insang yang terakhir. Berdasarkan bentuknya, gigi rahang dapat
dibedakan menjadi beberapa bentuk yaitu: Cardiform, villiform, canine, incisor, comb-
like teeth, dan molariform. Gigi cardiform berbentuk pendek, tajam dan runcing. Bentuk
ini didapatkan pada family Ichtaluridae dan Serranidae. Gigi villiform mirip dengan gigi
cardiform, hanya lebih panjang dan memberikan gambaran seperti rumbai-rumbai,
misalnya pada Belone dan Pterois. Gigi canine menyerupai gigi anjing, seringkali
berbentuk taring; bentuknya panjang dan mengerucut, lurus atau melengkung
dipergunakan untuk mencengkram. Gigi incisor mempunyai pinggiran yang tajam yang
disesuaikan untuk memotong. Bentuk gigi yang mempunyai permukaan rata digunakan
untuk menumbuk dan menggerus, termasuk gigi molariform. Bentuk gigi ini misalnya
dipunyai oleh Raja Holocephali dan Scianidae (Lagler et al, 1977).
3. Pharynx
Organ ini biasa disebut pangkal tenggerokan, merupakan lanjutan rongga mulut.
Insang terletak tepat di belakang rongga mulut, di dalam pharynx. Umumnya terdapat
empat pasang pada ikan bertulang sejati, sedangkan pada ikan Chodrichthyes mempunyai
5-7 pasang lengkung insang. Di samping melindungi filament insang yang lembut dari
kikisan material makanan yang dimakan keluar melalui insang. 52 Ikan-ikan yang
memakan mangsa besar,mempunyai tapis insang yang berukuran besar dan jumlahnya
sedikit. Pada ikan-ikan pemakan plankton, tapis insangnya ramping, memanjang dan
jumlahnya banyak. Jari-jari tapis insang yang pendek dan besar didapatkan pada ikan
omnivora. Tampak adanya kaitan yang erat antara jenis makanan dengan bentuk dan
jumlah jari-jari tipis insang.
4. Esophagus
Esophagus ikan biasa disebut kerongkongan, pendek dan mempunyai kemampuan
untuk menggelembung. Organ ini merupakan lanjutan pharinx, bentuknya seperti kerucut
dan terdapat di belakang daerah insang. Kemampuan menggelembung organ ini tampak
jelas pada ikan predator yang mampu menelan makanan yang relative besar ukurannya.
Sedangkan ikanikan pemakan jasad kecil mempunyai kemampuan untuk menggelembung
yang kurang dibanding dengan ikan predator. Karena adanya kempauan menggelembung
inilah, maka jarang terjadi seekor ikan sampai mati bila makan suatu makanan yang
melalui mulutnya tetapi tidak dapat ditelan. Pinggiran esophagus terdiri dari epithelium
yang berlapis-lapis dan columnar, dengan sejumlah sel atau kelenjar lendir. Dinding
esophageal delengkapi secara khusus dengan lapisan otot (muscular sac) yang
berhubungan dengan esophagus. Pada beberapa genera (Pampus dan Nomeus) terdapat
gigi di tepi kantung esophageal, yang menempel pada dinding kantung. Kantung
esophageal berfungsi sebagai penghasil lendir, gudang makanan dan penggilingan
makanan. Pada ikan belut, Monopterus albus, esophageal dimodifikasi menjadi alat
pernapasan tambahan
Lambung Lambung (ventriculus) atau perut besar adalah lanjutan dari esophagus, di
belakangnya dibatasi oleh otot sfinkter yang disebut pylorus, untuk kemudian menjadi
bagian depan dari usus bagian tengah. Lambung menunjukkan beberapa adaptasi:
diantaranya adalah adaptasi dalam bentuknya. Pada ikan pemakan ikan, lambung semata-
mata berbentuk memanjang seperti pada ikan gar (Lepisosteus), bowfi (Amia), pike
(Esox), barracuda (Sphyraena) dan striped bass (Horone saxatilis). Pada ikan omnivora
seringkali lambung terbentuk seperti kantung. Pada ikan belanak (Mugil), lambung
bermodifikasi menjadi alat penggiling. Lambung tersebut berukuran kecil, tetapi
dindingnya tebal dan berotot. Pada Saccopharyngidae dan Eupharyngidae, lambung
mempunyai kemampuan menggelembung yang besar sehingga memungkinkan ikan-ikan
ini memakan mangsa yang relative besar. Sebagain besar ikan mempunyai lambung.
Lambung tidak terdapat pada lamprey, hagfish, chimaera dan beberapa ikan bertulang
sejati (Cyprinidae, Scomberesocoidae, dan Scaridae). Pada ikan-ikan tersebut kelenjar
lambung tidak ada, dan makanan dari esophagus langsung ke usus. Adanya lambung
dapat dicirikan oleh rendahnya pH dan adanya pepsine di antara getah pencernaan. Pada
beberapa ikan seringkali bagian depan ususnya membesar menyerupai lambung sehingga
bagian ini dinamakan lambung palsu, misalnya pada ikan mas (Cyprinus carpio). Pada
beberapa spesies tertentu, pada akhir ventrikulus terdapat tonjolan-tonjolan sebagai
kantong buntu disebut appendices pyloricae, yang berguna untuk memperluas permukaan
dinding ventriculus agar pencernaan dan penyerapan makanan dapat lebih sempurna.
5. Usus
Usus tengah dan usus akhir biasa disebut Intestinum, suatu bagian dari saluran
pencernaan mulai dari pylorus sampai di kloaka atau anus. Usus mempunyai banyak
variasi pula, umumnya berbentuk seperti pipa panjang berkelok-kelok dan sama
besarnya, berakhir dan bermuara keluar, sebagai lubang anus. Usus diikat (difixer) oleh
suatu alat penggantung, mesentrum yang merupakan derivat dari pembungkus rongga
perut (peritonium). Pada ikan carnivor ususnya pendek, mungkin karena makanan
berdaging dapat dicerna dengan lebih muda dari pada tanaman. Sebaliknya usus ikan
herbivore panjang dan teratur di dalam satu lipatan atau kumparan. Pada beberapa jenis
ikan, seperti Lamprey, elasmobranchii dan beberapa Osteichtyes yang ususnya pendek
untuk memperluas permukaan absorpsi di dalam ususnya terdapat serangkaian klep spiral
yang disebut tyflosol. Pada usus sebagian besar ikan bertulang sejati, bagian depan usus
yang langsung berbatasan dengan pylorus disebut duodenum yang memiliki satu atau
lebih kantung buntu yang dinamakan pyloric caeca. Struktur ini tidak terdapat pada
family Ictaluridae dan Cyprinodontidae. Perca flavescense mempunyai tiga buah,
sedangkan pada family salmonidae biasa mencapai jumlah 200 atau lebih. Fungsi alat
pyloric caeca mungkin berkaitan dengan pencernaan dan penyerapan.
B .KELENJAR PENCERNAAN
Kelenjar pencernaan atau glandula digestoria berfungsi dalam proses pencernaan terdiri atas hati,
pankreas dan kantong empedu.
1. Hati
Hati atau hepar besar, berwarna merah kecoklatan. Letaknya di bagian depan rongga
badan dan meluas mengelilingi usus, bentuknya tidak tegas. Pembentukan hati asalnya sepasang.
Hal ini dapat dilihat pada Myxine dewasa, dimana hati kiri dan kanan tidak bersatu dan masing
masing mempunyai saluran empedu yang menuju ke dalam kantung empedu dan dari sini
empedu dialirkan ke melalui ductus kholedokhus ke dalam usus bagian tengah. Hati termasuk
kelenjar yang besar pada ikan, bahkan pada ikan cucut dan ikan pari biasa mencapai 20 % bobot
tubuhnya. Hati biasanya terletak di muka lambung atau sebagian mengelilingi lambung.
Biasanya hati berjumlah dua buah, tetapi mungkin hanya satu seperti pada ikan salmon, atau tiga
seperti pada mackerel. Pada hati terdapat kantung empedu yang mengeluarkan cairan empedu.
Cairan empedu ini masuk ke dalam saluran pencernaan makanan pada daerah pylorus melalui
ductus choledochus. Disamping berperan dalam pencernaan, hati juga berfungsi sebagai gudang
penyimpanan lemak dan glikogen. Fungsi selanjutnya adalah dalam perusakan sel darah merah
dan kimiawi darah seperti pembentukan urea dan senyawa yang berhubungan dengan ekskresi
nitrogen dan menetralkan racun serta menghasilkan panas.
Ikan-ikan mempunyai variasi dalam jumlah lemak yang di simpan dalam hati. Pada
Pleuronectiformes dan gadidae, lemak terutama disimpan di dalam hati, sedangkan pada
Scombridae dan Clupeidae, lemak lebih banyak disimpan di dalam otot. Selain lemak, hati ikan
juga menyimpan vitamin A dan D.
2. Pankreas
Pankreas terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrin yang menghasilkan getah
pankreas, penting bagi pencernaan makanan, dan bagian endokrin yang menghasilkan hormon
ensulin, mengendalikan kadar gula di dalam darah. Pankreas mensekresikan beberapa enzym
yang berfungsi dalam proses pencernaan makanan. Pada ikan yang bertulang sejati biasanya
menyebar di sekeliling hati ; bahkan pada ikan yang berjari-jari sirip keras pankreas dan hati
menyatu menjadi hepatopankreas. Pada ikan cucut dan pari pankreas merupakan dua buah
organ yang kompak.
3. Kantong Empedu
Kantung empedu atau vesica velea bila penuh bentuknya membulat dengan warna
kehijauhijauan, letaknya pada hati bagian depan salurannya disebut ductus cysticus bermuara
pada usus dekat venticulus. Fungsi dari kantong empedu ini untuk menampung/menyimpan
empdu (bilus) dan mencurahkannya ke dalam usus, bila diperlukan. Bilus ini berfungsi
mencerahkan lemak.
C. RANSANGAN UNTUK MAKAN
Rangsangan ikan terhadap makanan merupakan intraksi antara beberapa faktor yang
menentukan kapan ikan akan makan dan makanan apa yang diinginkan. Rangsangan
untuk makan secara umum dipengaruhi oleh motifasi internal atau dorongan untuk makan
seperti, waktu makan, musim, intensitas cahaya dan suhu. Faktor lain adalah rangsangan makan
yang diterima oleh panca indera seperti rasa, bau, penglihatan, sentuhan dan sistem garis rusuk.
Beberapa jenis ikan yang mendapatkan makanan dengan perantaraan rasa dan bau, lebih
condong makan pada malam hari, misalnya pada ikan Ictalurus . Sedangkan ikan yang
mendapatkan makanan dengan perantaraan mata atau penglihatan cenderung lebih aktif pada
waktu siang hari, misalnya pada Esox. Ikan Synbranchus dan Onchorhynchus menghentikan
kegiatan mencari makan pada saat musim pemijahan. Mereka selama estivasi dalam lubang yang
lembab dan berlumpur , hanya menggunakan akumulasi lemak dalam tubuhnya. Sebagian besar
ikan yang hidup pada daerah ”temperate” sangat aktif mencari
makanan ketika perubahan kondisi lingkungan pada musim semi.
A. JENIS IKAN BERDASARKAN TIPE MAKANAN
Lagler et al., (1977) membagi ikan secara garis besar berdasarkan cara makannya ke
dalam golongan predator, grazer, penyaring makanan, pengisap makanan dan parasit.
Umumnya ikan-ikan yang memakan binatangbinatang makroskopik mempunyai adaptasi
tertentu. Mereka biasanya mempunyai gigi pencengkram yang berkembang dengan baik,
seperti yang terdapat pada ikan cucut (Elasmobranchii), Sphyraenae, Esox, dan Lepisosteus.
Pada ikan-ikan predator terdapat lambung yang jelas dengan sekresi asam kuat dan
ususnya relative lebih pendek dari pada ikan herbivore, pada ukuran panjang ikan yang sama.
Banyak predator seperti bluefish (Pomatomus sallatrix) dan ikan laut dalam aktif memburu
mangsanya, sedangkan yang lain seperti kerapu (Epinephelus) sering berdiam diri dan menunggu
sampai ada seekor binatang lewat yang kemudian diserbu dan ditangkap.
Lophiidae dan Antennaridae mengembangkan jari-jari pertama sirip punggup menjadi
semacam umpan untuk memancing perhatian si mangsa. Ikan sumpit (Toxotes jaculator) sering
menyumpit jatuh serangga yang sedang hinggap di tanaman air dengan “ air liurnya”. Ketepatan
menyumpit sasarannya ini merupakan hasil dari hasil perkembangan mata yang dapat digunakan
untuk melihat udara di luar permukaan air. Beberapa ikan predator melakukan perburuan dengan
mengandalkan mata, sedangkan cucut (Squaliformes), ikan-ikan nocturnal (misalnya, Ictalurus)
dan Muraenidae bertumpu kepada bau, rasa, sentuhan dan mungkin pula mengandalkan syaraf
garis rusuk /gurat sisi untuk menemukan tempat si mangsa.
Penyaringan organisme dari air merupakan cara makan yang paling umum dilakukan
karena sasaran makanan yang dipilih berdasarkan ukuran dan bukan berdasarkan jenis. Prinsip
adaptasi ikan penyaring makanan terletak pada pengembangan tapis insang yang memanjang,
rapat dan dalam jumlah yang banyak. Ikan dewasa mampu menyaring satu sampai dua gallon air
per menit dengan tapis insangnya, dan dalam waktu yang sama beberapa cc kumpulan plankton
terutama diatom dan krustacea diperolehnya. Kelompok ikan yang menyaring makanan
ditemukan banyak pada clupeoid (Dorosoma). Pada beberapa anggota family Cyprinidae
memiliki cara makan yakni, mengisap material yang mengandung makanan ke dalam mulut
dimana respon pengisapannya sangat bergantung pada rangsangan sentuhan bibir. Beberapa dari
mereka mampu memisahkan antara makanan yang diinginkan dengan sedimen sebelum dia telan,
namun pada beberapa kelompok seperti Siluridae, endapan dan lumpur sering ditemukan dalam
konsentrasi yang tinggi bersama-sama dengan jasad dasar pada saluran pencernaannya.
Beberapa kelompok ikan yang bersifat parasite misalnya, Simenchelys parasiticus,
petromyzon marinus, Lampreta tridentata mengisap cairan tubuh dari inangnya. Biasanya ikan
jantan relative kecil, begitu kecilnya sehingga lebih kecil dari pada sebuah gonad yang matang.
Jenis ikan dapat digolongkan menjadi tujuh kelompok menurut jenis makanannya,
walaupunharus juga diingat bahwa beberapa jenis pola makannya berubah sesuai dengan
perubahanumur, musim dan ketersediaan makanan. Perbedaan golongan ikan menurut
jenismakanannya ini berkaitan antara satu golongan dengan golongan lain.
Penggolonganberdasarkan jenis makanannya yaitu :
A. Herbivora
Ikan golongan ini makanan utamanya berasal dari bahan-bahan nabati misalnya ikan tawes
(Puntius javanucus), ikan nila (Osteochilus hasseli), ikan bandeng (Chanos chanos ).
B. Karnivora
Ikan golongan ini sumber makanan utamanya berasal dari bahan-bahan hewani misalnya ikan
belut (Monopterus albus), ikan lele (Clariasbatrachus ), ikan kakap (Lates calcarifer).
C. Omnivora
Ikan golongan ini sumber makanannya berasaldari bahan-bahan nabati dan hewani, namun
lebih menyesuaikan diri dengan jenis makananyang tersedia misalnya ikan mujair (Tilapia
mossambica), ikan mas (Ciprinus carpio), ikangurami (Ospronemus goramy).
D. Pemakan plankton
Ikan golongan ini sepanjang hidupnya selalumemakan plankton, baik fitoplankton atau
zooplankton misalnya ikan terbang (Exocoetusvolitans), ikan cucut (Rhinodon typicus).
E. Pemakan detritus
Ikan golongan ini sumber makanannya berasaldari sisa-sisa hancuran bahan organik yang telah
membusuk dalam air, baik yang berasal daritumbuhan maupun hewan misalnya ikan belanak
(Mugil sp.).Selain penggolongan ikan berdasarkan jenismakanannya, ikan dibedakan juga
berdasarkanspesialisasi dari makanannya yaitu:
a. Monophagus : ikan hanya mengkonsumsi
satu jenis makanan
b. Stenophagus : ikan mengkonsumsi
makanan yang terbatas jenisnya
c. Euriphagus : ikan mengkonsumsi bermacam-macam atau campuran jenis
makanan. Umumnya ikan-ikan yang ada di alam termasuk ke dalam euriphagus ini.
Jenis bahan makanan dan ketersediannya juga menentukan ditribusi ikan-ikan diperairan.
Umumnya, semakin besar ukuran sungai semakin besar pula jumlah dan keanekaragaman
ikannya.
BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Setelah mengamati sistem pencernaan pada ikan tersebut, kami dapat
menyimpulkan bahwa semua makhluk hidup memiliki kesamaan dan perbedaan pada
sistem pencernaannya.
Sama halnya dengan ikan, dalam sistem pencernaannya terdapat organ-organ
seperti,mulut,rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum, kloaka,
dan anus. Yang dimana organ-organ tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.
II. Saran
Praktikum sebaiknya dalam melaksanakan prosedur praktikum lebih berhati hati
lagi dan mengikuti seluruh prosedur yang diberikan asisten, sehingga hasil yang
didapatkan lebih maksimal lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Ridwan. 1992. Ichtyologi, Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. IPB, Bogor
Allen, Thomas B. (14 Oktober 1999). The Shark Almanac. New York: The Lyons Press. ISBN 1-
55821-582-4.
Djuanda, T. 1981. Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan. Akademis Perikanan,
Bandung
Lagler. 1997. FAO Species Identification Sheat For Fisheries Purpose.Kodansha, Japan
Rahardjo, M.F. 1985. Ichtyologi. Fakultas Perikanan Departemen Perairan Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Tjipta, Jakarta
Salman,Akyar.1999.Biologi Umum Smu Kelas II.