Download - Laporan Kasus Ok (Autosaved)
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. S S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : RT 04/RW 03, Kel. Gelangan, Kec. Magelang Tengah
Diagnosis Pre-Op : Cholelithiasis dan Cholesistitis
Tindakan Op : Cholesistektomy
Jenis anestesi : General anestesi
Tanggal masuk : 28 Oktober 2012
Tanggal Operasi : 31 Oktober 2012
II. PEMERIKSAAN PRE-ANESTESI
BB: 58 kg TB : 160 cm
B1 (Brain)
GCS : 15
Riwayat operasi : -
Riwayat Alergi obat : -
B2 (Breath)
Respiratory Rate : 20x/mnt
T1-T8 : dbn
Mallapati : 1
B3 (Blood)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/mnt
Hasil Lab : WBC 12,8
2
B4 (Bladder)
DBN
B5 (Bowel)
Nyeri tekan : Ulu hati terasa nyeri, mual, muntah
B6 (Bone)
DBN
Kesimpulan
ASA PS 2
Acc Anestesi:
- Puasa 6 jam pre-op
III. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Anestesi :
- Informed consent dan persetujuan tertulis kepada pasien
- Pasien puasa 6 jam pre-op
- Infus RL 33 tpm
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
3. Premedikasi : Hipnoz 3mg, Petidin 60mg
4. Induksi : Trivam 150mg
5. Preoksigenasi : O2 6L/mnt
6. Pelumpuh otot : Ecron 4mg
7. Teknik Anestesi : Semi closed inhalasi dengan Endotracheal tube no. 7,5
8. Maintenance : O2 2L/mnt, N2O 2L/mnt, Sevo 2 vol%
9. Monitoring : tanda vital setiap 5 menit, kedalaman anestesi, perdarahan,
dan cairan
10. Pengakhiran : O2 6L/mnt
11. Perawatan pasca anestesi di Recoovery Room (RR)
3
IV. TATALAKSANA ANESTESI
1. Persiapan
a. Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
T : 129/85 mmHg N : 112 x/menit
R : 20x/menit S : 36,5 ºC
c. Cek obat dan alat anestesi.
d. Infus RL 129 tpm yang terpasang pada tangan kiri
2. Di Ruang Operasi
a. Jam 11.15 pasien masuk kamar operasi, ditidurkan telentang di atas
meja operasi, manset dan monitor dipasang.
b. Jam 11.20 dilakukan premedikasi yaitu dengan pemberian Hipnoz
3mg, Petidin 60 μg i.v
c. Jam 11. 25 dilakukan induksi dengan propofol 150 mg i.v. Setelah
reflek bulu mata menghilang, segera kepala diekstensikan, face mask
didekatkan pada hidung dengan O2 6 l/menit. dimasukkan Ecron 4 mg
I.V.
d. Jam 11.30 sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotracheal
tube no.7,5. Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin
anestesi untuk mengalirkan O2 2 l/menit dan N2O 2 l/menit. Untuk
maintenance digunakan Sevo 2 vol %
e. Jam 11.40 anestesi sudah cukup dalam (napas teratur, pupil terfiksasi
sentral dan midriasis), ahli bedah dipersilakan memulai operasi, selama
operasi tanda vital (tekanan darah dan nadi) serta saturasi O2 dimonitor
tiap 5 menit.
f. Jam 13.40 operasi selesai
g. Jam 13.50 pasien sadar, ekstubasi, suction, dan penderita dipindahkan
ke ruang pulih sadar.
4
Monitoring selama operasi.
Jam Tensi Nadi Si02 Keterangan
11.15 129/85 112 99 Pasien masuk kamar operasi
11.20 127/82 110 99 Premedikasi :Hipnoz 3mg I.V. dan
Petidin 60 mg I.V
11.25 123/81 95 99 Induksi Propofol 150 mg I.V, Ecron 4
mg I.V, O2 6 L / menit dan intubasi.
11.30 120/75 100 99 N20 : 02 = 2 : 2 total flow 4 L / menit,
Sevofluran 2 vol %. Operasi siap
dimulai dan monitoring tanda – tanda
vital tiap 5 menit.
11.35 118/78 90 99
11.40 100/65 83 99 Operasi dimulai, Fimahes 30 tpm
11.45 110/66 85 98
11.50 118/76 91 98
11.55 130/100 88 98
12.00 134/102 87 98
12.05 147/105 90 98 Sevo naikan jadi 2,5 vol%
12.10 140/93 85 98
12.15 122/85 78 97
12.20 122/83 87 98
12.25 135/98 91 98 Sevo naikan jadi 3vol%
12.30 132/88 84 99
5
12.35 128/90 82 99
12.40 125/91 79 99
12.45 93/68 76 99 Sevo turunkan jadi 1,5 vol%
12.50 156/111 77 99 Sevo naikan jadi 2,5 vol%
12.55 154/106 79 99
13.00 151/102 80 99
13.05 148/105 77 99
13.10 129/96 83 99
13.15 133/96 83 99
13.20 131/103 90 99
13.25 130/102 82 99
13.30 130/89 83 99 N20 dan Sevofluran selesai, 02 6L/mnt,
berikan narfoz 4mg, simatral 50mg,
scelto 30mg
13.35 138/90 88 99
13.40 139/93 91 99 Operasi selesai
13.45 135/90 90 99 Ekstubasi
3. Di Ruang Pemulihan
- Jam 13.40 : pasien dipindahkan ke recovery room dalam keadaan
setengah sadar, posisi terlentang, kepala di ekstensikan, diberikan O2 2
liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 10 menit.
- Jam 13.50 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Bougenvile
6
Monitoring Pasca Anestesi
Jam Tensi Nadi RR Keterangan
13.50 135/95 90 20 O2 2 L/menit, monitoring tanda vital
14.00 135/95 90 20 Aldrette score 10, pasien pindah ke
bangsal Edelweise
4. Instruksi Pasca Anestesi
a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun di
bawah 90/60 mmHg, infus dipercepat. Bila muntah, berikan
Ondansetron 1 ampul. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 1 ampul.
b. Lain-lain
- Boleh minum, tidak boleh makan sampai dengan flatus.
- Kontrol balance cairan.
- Monitor vital sign.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
General anestesi atau anestesi umum adalah tindakan meniadakan rasa sakit
seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.
Anestesia umum yang paling sempurna menghasilkan ketidaksadaraan, analgesia
dan relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko anestesi yang tidak diinginkan
pasien.
A. Persiapan pra-anestesi
Persiapan pra anestesi sangat mempengaruhi keberhasilan anestesi dan
pembedahan. Kunjungan pra anestesi harus dipersiapkan dengan baik, pada bedah
elektif umumnya dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat
waktu yang tersedia lebih singkat. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah :
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih tehnik serta obat – obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA ( American Society
Anesthesiology ). Dimana klasifikasi ASA terdiri dari:
a. ASA I, pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa disertai
kelainan faali,biokimiawi,dan psikiatris.
b. ASA II, pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
c. ASA III, pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas.
d. ASA IV, pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa,
tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap.
e. ASA V, pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tidak diharapkan hidup
dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi.
8
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.
PREMEDIKASI ANESTESI
Premedikasi ringan banyak digunakan terutama untuk menenangkan
pasien sebagai persiapan anestesia dan masa pulih setelah pembedahan singkat.
Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien.
2. Membuat amnesia.
3. Memberikan analgesia.
4. Mencegah muntah.
5. Memperlancar induksi.
6. Mengurangi jumlah obat – obat anestesika.
7. Menekan reflek – reflek yang tidak diinginkan.
8. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.
Obat premedikasi yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing pasien karena kebutuhan masing-masing pasien berbeda. Pemberian
premedikasi secara intramuskular dianjurkan 1 jam sebelum operasi, sedangkan
untuk kasus darurat yang perlu tindakan cepat bisa diberikan secara intravena.
Adapun obat –obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :
1. Golongan hipnotik sedatif : barbiturat, benzodiazepin, transquilizer.
2. Analgetik narkotik : morfin, petidin, pentanil.
3. Neuroleptik : droperidol, dehidrobenzoperidol.
4. Anti kolinergik : Atropin, skopolamin.
5. Vasodilator : nitrogliserin
Obat – obat premedikasi :
1. Midazolam
Adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan
pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja
9
cepat kerena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada
pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung
dan pernafasan dosis yang diberikan harus hati-hati. Efek obat timbul dalam 2
menit setelah penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB,
disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5mg. Efek
sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan umumnya hanya sedikit
2. Petidin
Petidin merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya adalah
depresi susunan saraf pusat. Gejala yang timbul antara lain adalah analgesia,
sedasi, euforia dan efek sentral lainnya. Sebagai analgesia diperkirakan
potensinya 80 kali morfin. Lamanya efek depresi napas lebih pendek
dibanding meperidin. Dosis tinggi menimbulkan kekakuan pada otot lurik, ini
dapat diantagonis oleh nalokson. Setelah pemberian sistemik, petidin akan
menghilangkan reflek kornea akan tetapi diameter pupil dan refleknya tidak
terpengaruh. Obat ini juga meningkatkan kepekaan alat keseimbangan
sehingga dapat menimbulkan muntah – muntah, pusing terutama pada
penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring obat ini tidak
mempengaruhi sistem kardiovaskular, tetapi pada penderita berobat jalan
dapat timbul sinkop orthostatik karena terjadi hipotensi akibat vasodilatasi
perifer karena pelepasan histamin.
Petidin dimetabolisme dihati, sehingga pada penderita penyakit hati
dosis harus dikurangi. Petidin tidak mengganggu kontraksi atau involusi
uterus pasca persalinan dan tidak menambah frekuensi perdarahan pasca
persalinan . Preparat oral tersedia dalam tablet 50 mg, untuk parenteral
tersedia dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa adalah 50 – 100 mg
atau 1 mg/kgBB, disuntikkan secara SC atau IM. Bila diberikan secara IV efek
analgetiknya tercapai dalam waktu 15 menit.
10
A. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai
tercapainya stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap
pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium
anestesi setelah induksi. Pada kasus ini digunakan Propofol.
Propofol adalah campuran 1% obat dalam air dan emulsi yang berisi
10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glycerol. Pemberian
intravena propofol (2-3 mg/kg BB) menginduksi anestesi secara cepat seperti
tiopental. Setelah injeksi intravena secara cepat disalurkan ke otak, jantung,
hati, dan ginjal. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai dengan plebitis atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan
dengan infus propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2 dan atau
anestesi inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% teapi efek
ini lebih disebabkan karena vasodilatsai perifer daripada penurunan curah
jantung. Tekanan sismatik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung.
Sesudah pemberian propofol IV terjadi depresi pernafasan sampai apnea
selama 30 detik. Hal ini diperkuat dengan premediaksi dengan opiat.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak,
metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Tak jelas adanya
interaksi dengan obat pelemas otot. Keuntungan propofol karena bekerja lebih
cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal. Terjadi mual,
muntah dan sakit kepala mirip dengan tiopental.
11
B. Pemeliharaan
1. Sevofluran
Sevofluran adalah halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi
lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesia.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat dan belum ada laporan toksik
terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran dengan cepat
dikeluarkan oleh tubuh.
2. Nitrous Oksida / Gas Gelak / N2O
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi.
Mempunyai sifat analgetik kuat tapi sifat anestesinya lemah, tetapi dapat
melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam
darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi
abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Depresi
nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi kaena Nitrous Oksida
mendesak oksigen dengan ruangan – ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat
dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit
sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau
kombinasi dengan oksigen. Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut
60% : 40 % ; 70% : 30% atau 50% : 50%.
C. Obat Pelumpuh Otot ( Muscle Relaxant )
1. Succynil choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat,
sekitar 1 – 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 – 5 menit sehingga
obat ini sering digunakan dalam tindakan intubai trakea. Lama kerja dapat
memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya pada
penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia dan hipoproteinemia.
12
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi,
bradiaritma dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan
intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100mg dan 500 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml
sehingga membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek.
Dosis untuk intubasi 1 – 2 mg / kgBB/IV.
2. Atrakurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang mempunyai
struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman leontice
leontopetaltum. Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan
obat terdahulu antara lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi
kimia unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak
bergantung pada fungsi hati dan ginjal.
Tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna
Mula dan lama kerja antrakurium bergantung pada dosis yang dipakai.
Pada umumnya mulai kerja antrakium pada dosis intubasi adalah 2-3
menit, sedang lama kerja antrakium dengan dosis relaksasi 15-35 menit.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama
kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase.
Antrakurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien
dengan penyakit jantung dan ginjal yang berat.
Kemasan 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg atrakurium
besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 – 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/ iv
D. Obat tambahan
13
Ketorolac :cara kerja ketorolak ialah menghambat sintesis prostaglandin di
perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat. Ketorolak
dapat digunakan secara bersamaan dengan opioid
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan.
Untuk pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat
badan kurang dari 50 kg, manula atau gangguan faal ginjal dibatasi maksimal
60 mg. Efek analgesinya dicapai dalam 30 m3nit, maksimal setelah 1-2 jam
dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
Tramadol (tramal) adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada
reseptor mu dan kelemahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol
dapat diberikan secara oral, im,iv dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang
setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg/hari
Ondancentron (Narfoz) adalah obat mual-muntah pasca anestesi yang sering
terjadi setelah anestesi umum terutama pada penggunaan opioid, bedah intra-
abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Dosis 0,05-0,1 mg/kgBB iv.
Intubasi Trakea
Suatu tindakan untuk memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi
trakea bertujuan untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan kelancaran pernafasan.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
5. Pemakaian ventilasi yang lama.
6. Mengatasi obstruksi laring akut.
Terapi Cairan
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
14
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi.
2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan kaena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti
pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain – lain. Kebutuhan
cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi
dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5% BB, berat 7% BB. Setiap kenaikan
suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 – 15 %.
2. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
a. Ringan = 2-4 ml / kgBB / jam
b. Sedang =4-6 ml / kgBB / jam
c. Berat =6-8 ml / kg BB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang dari
10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3
kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka
dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis
1 – 2 kali darah yang hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi ditambah kebutuhan sehari – hari pasien.
Pemulihan
15
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room
yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih
sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih
memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
BAB III
16
PEMBAHASAN
3.1. Pre Operatif
Persiapan pra operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian
dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan
persiapan pasien di antaranya meliputi :
a. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat
b. Informasi
1) Riwayat alergi obat, hipertensi, diabetes mellitus, operasi
sebelumnya, asma
2) Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
3) Menilai jalan nafas (gigi geligi, lidah, tonsil, tempuro-
mandibula-joice, tumor, tiroid, tyro-mental-distance, trakea)
4) Menilai nadi, tekanan darah
5) Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
c. Persiapan informed concent, suatu persetujuan medis untuk
mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk
melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA II.
3.2. Durante Operatif
a. Premedikasi
Obat yang dipakai untuk pasien Hipnoz® (Midazolam) 3 mg, adalah obat
anestesi umum golongan benzodiazepin. tujuan diberikan ini sebagai
terapi premedikasi sedatif selain itu midazolam juga mengurangi rasa
cemas dan amnesia retrograd. Obat ini dipilih karena efek kerja
midazolam yang relatif cepat.
17
Petidin 60mg adalah obat anestesi umum gilongan analgesik narkotik,
opioid. Diberikan sebagai terapi premedikasi analgetik dan juga bisa
untuk mengurangi rasa cemas
b. Induksi
Dengan menggunakan Propofol 150mg untuk induksi keuntungannya
memiliki efek analgesik, anti emetik, pemulihan yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat lainnyadan memiliki rasa nyaman ketika
bangun. Efek sampingnya adalah depresi nafas.
c. Fasilitas
Ecron® (Succhynil choline) 4mg, adalah obat pelumpuh otot jangka
pendek. Untuk pemasangan ET untuk mengurangi cedera dan untuk
memudahkan tindakan bedah dan ventilasi kendali.
d. Pemasangan ETT
Tindakan memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulu t
atau melalui hidung, dengan sasaran jalan napas bagian atas atau
trakea. Tujuan penggunaan ETT pada pasien ini :
Menjaga patensi jalan napas karena durasi pembedahan diperkirakan
lebih dari 60menit
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
e. Maintenance
N2O dan O2 dengan perbandingan 2l : 2l serta sevofluran 2vol%.
N2O adalah anestetik inhalasi digunakan sebagai pembawa anestetik
inhalasi lainnya. Pemberiannya tidak boleh terlalu lama karna akan
mengakibatkan hipoksia.
Sevofluran 2vol% adalah anestetik inhalasi baru yang memberikan
induksi dan pemulihan yang lebih cepat.
f. Terapi cairan
Pasien sudah tidak makan dan minum ± 10 jam, maka kebutuhan cairan
pada pasien ini :
18
BB = 58 kg
Maintenance
- 4 ml/jam x 10 kg = 40 cc/jam
- 2 ml/jam x 10 kg = 20 cc/jam
- 1 ml/jam x 38 kg = 38 cc/jam
Total maintenance = 40 + 20 + 38 = 98 cc/jam
Stress operasi = 5cc/kgBB/jam = 5 x 58 kg = 290 cc/jam
EBV = 65 cc/kgBB/jam = 65 x 58 kg = 3770 cc/jam
EBL = EBV x 20% = 3770 x 20% = 754 cc
Pemberian Cairan (RL) :
Kebutuhan cairan selama operasi bedah sedang 1 jam
= maintenance + stress operasi
= 98 + 290
= 388 cc/jam, dengan infus set makro (20 tetes/mnt)
= 129 tpm
Cairan yang sudah diberikan
1) Pra operasi = 500 cc (RL)
2) Saat operasi = Fimahes (30 tpm) 135 cc
500 cc (RL)
Total cairan yang masuk = 1000 cc (RL)
3.1. Post operatif
Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post
operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.
Dari hasil Aldrrete score di dapatkan
Aldrete Score Point Nilai Pada Pasien
Motorik 4 ekstermitas 2 √
2 ekstremitas 1
- 0
19
Respirasi Spontan + batuk 2 √
Nafas kurang 1
- 0
Sirkulasi Beda <20% 2 √
20-50% 1
>50% 0
Kesadaran Sadar penuh 2 √
Ketika dipanggil 1
- 0
Kulit Kemerahan 2 √
Pucat 1
Sianosis 0
Total 10
Apabila total Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal.
Pada saat malam hari post operasi.
B1 (Brain)
GCS : 15
B2 (Breath)
Respiratory Rate : 20x/mnt
B3 (Blood)
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/mnt
B4 (Bladder)
dbn
B5 (Bowel)
dbn
B6 (Bone)
dbn